Anda di halaman 1dari 20

TUGAS RESUME ANTROPOLOGI KESEHATAN

AGAMA & KEPERCAYAAN

Oleh : Moch. Setiawan Adjie Pangestu (151911913065)

Kelas: 2A

Dosen : Abdul Nasir, S.Kep., Ns., M.Kep

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS GRESIK


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
AGAMA & KEPERCAYAAN

1
1. PENGERTIAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN
 Agama
Berasal dari bahasa sansekerta artinya menunjukkan kepercayaan manusia
berdasarkan wahyu dari Tuhan. Secara etimologis berasal dari suku kata A-Gam-A berarti
tidak pergi atau tetap atau kekal jadi agama dapat diartikan pedoman hidup yang kekal.
Menurut Kitab Sunarigama, berasal dari kata A-Ga-Ma berarti ajaran tentang hal-hal yang
sifatnya misteri. Menurut KBBI agama adalah ajaran atau system yang mengatur tata
keimanan dan peribadatan kepada Tuhan YME serta kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia serta lingkungannya.
 Kepercayaan atau Religi
Berasal dari bahasa Latin Religere/religare artinya berhati-hati dan berpegang teguh
pada aturan-aturan dasar. Jadi kepercayaan atau religi berarti kecenderungan batin (rohani)
manusia yang terikat dengan hal-hal yang gaib, suci(kekuatan alam), dan tabu.

2. Unsur-Unsur Religi

1. Sistem Kepercayaan

2. Sistem Upacara Keagamaan

3. Umat sebagai Penganut

Bentuk Agama

1. Agama Bumi (Wad’i) adalah agama duniawi yang tidak bersumber pada wahyu ilahi,
melainkan hasil dari ciptaan akal pikiran dan perilaku manusia, yang mana kerokhanian
khas suatu bangsa, tumbuh dan berkembang pada suku bangsa itu sendiri, Contoh:

 Hindu
 Buda
 Tao
 Konghucu

2. Agama Wahyu adalah agama yang bersumber dari wahyu Illahi tentang diri-Nya
ciptaan-Nya yang disampaikan oleh Nabi dan Rasul pilihan-Nya yang tidak bisa
dijangkau oleh daya pikir manusia, Contoh:

 Islam
 Kristen

2
 Katolik

Jenis Agama dan Kepercayaan

1. Animisme

2. Dinamisme

3. Politheisme

4. Monotheisme

5. Sinkretisme

FUNGSI AGAMA - EDUKATIF Agama bertugas mengajar dan membimbing


masyarakat, PENYELAMATAN Agama memberikan anjuran dan perintah untuk selalu
berbuat kebaikan agar manusia dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan,
PENGAWASAN SOSIAL Agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada. Kaidah yang
baik dikukuhkan sebagai norma dan kaidah yang buruk sebagai larangan, MEMUPUK
PERSAUDARAAN Setiap agama menganjurkan agar umat manusia saling mencintai dan
menghindari permusuhan.

Dampak perilaku keagamaan :

Perilaku positif: Ketekunan dan ketaatan yang dijalankan secara benar oleh umat
beragama, Sikap yang bijak terhadap agama dapat membuat seseorang memiliki rasa
silidaritas sosial yang tinggi.

Perilaku negatif: Fanatisme yang berlebihan yang dilakukan oleh orang-orang tertentu
di masyarakat yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat dan dapat merusak tatanan
yang telah terbina dengan baik, merasa agamanya yang paling benar.

3
TUGAS MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN
“ PANDANGAN ISLAM TERHADAP SELAMATAN ORANG MENINGGAL YANG
MASIH DIPERTAHANKAN SEBAGIAN ORANG ISLAM”

Oleh : Moch. Setiawan Adjie Pangestu (151911913065)

Kelas: 2A

Dosen : Abdul Nasir, S.Kep., Ns., M.Kep

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS GRESIK


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020

4
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak
nikmat yang telah di dapatkan dari Allah SWT. Selain itu, penulis juga merasa sangat
bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun islam.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini yang merupakan tugas mata kuliah antropologi yang membahas tentang pandangan islam
terhadap selamatan orang meninggal yang masih dipertahankan sebagian orang islam.

Kami menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-kekurangan dan
kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudikan hari. Demikian
semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya bagi
kami sendiri. Aamiin.

Mojokerto , 25 APRIL 2020

5
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................5
Daftar Isi................................................................................................................................................6
BAB I....................................................................................................................................................8
PENDAHULUAN.................................................................................................................................8
A. Latar Belakang........................................................................................................................8
B. Pembatasan Masalah.....................................................................................................................8
C. Rumusan Masalah.........................................................................................................................8
D. Tujuan Dan Manfaat.....................................................................................................................9
BAB II.................................................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................10
A. Tinjauan Hukum Islam Tentang Adat......................................................................................10
1. Arti Hukum Islam................................................................................................................10
2. Kedudukan Hukum Islam....................................................................................................10
3. Pembagian Hukum Islam.....................................................................................................11
4. Sumber Hukum Islam..........................................................................................................12
5. Lapangan dan Bidang-bidang Hukum Islam........................................................................13
6. Kajian Hukum Islam............................................................................................................13
7. Hukum Islam Tentang Adat.................................................................................................13
B. Tinjauan Tentang Tradisi Peringatan (slametan) Sesudah Kematian Seseorang......................14
1. Pengertian Tradisi................................................................................................................14
2. Pengertian Slametan............................................................................................................15
3. Pengertian Kematian...........................................................................................................15
4. Masyarakat Jawa dan Sistem Keyakinannya........................................................................15
BAB III..................................................................................................................................................17
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..........................................................................................................17
1. Alasan diadakannya tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian sesorang di desa Sroyo.....17
2. Proses tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang si Desa Sroyo........................18
BAB IV...............................................................................................................................................19
PENUTUP...........................................................................................................................................19
1. KESIMPULAN...........................................................................................................................19

6
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................20

7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk, terdiri dari berbagai suku
bangsa yang menyebar di seluruh wilayah tanah air Indonesia. Setiap suku bangsa itu
mempunyai kehidupan dan kebudayaan sendiri yang berbeda antara suku satu dengan
lainnya, demikian juga halnya dengan suku Jawa yang terikat dengan kesatuan budaya Jawa
dan memiliki budaya sendiri. Akan tetapi tidak berarti bahwa masyarakat Jawa menjadi
terpisah dari masyarakat yang lain.

Masyarakat Jawa tetap menjadi bagian dari bangsa Indonesia, termasuk kebudayaan
yang dimiliki akan menjadi kekayaan budaya bangsa. Kebudayaan Jawa yang pada dasarnya
bersifat momot, sejuk dan non sektaris jelas akan menunjang semangat gotong royong dan
semangat kerukunan yang amat diperlukan dalam memupuk persatuan dan kesatuan Bangsa.
Akar dari kebudayaan Jawa yang semacam itu telah menyatu dengan Pancasila sehingga
tidak perlu ada kekhawatiran bahwa pengembangan kebudayaan

daerah (terutama Jawa) akan berdampak negatif terhadap pembinaan persatuan dan kesatuan
Bangsa. Kebudayaan Jawa dalam pelaksanaannya tidak akan menghambat masyarakat jawa
sendiri dalam kehidupan berbudaya. Satu aspek budaya Jawa yang potensial adalah
toleransinya yang amat besar terhadap hal-hal yang berbeda, serta sifatnya yang sejuk yang
dilandasi oleh rasa asih ing sesami (artinya : rasa mengasihi sesama) sangat diperlukan dalam
pengembangan kebudayaan nasional.

B. Pembatasan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, agar penelitian ini lebih terfokus maka
masalah yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini adalah pandangan hukum
islam terhadap tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang pada masyarakat
jawa di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar.

C. Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut :

8
1. Bagaimanakah alasan diadakannya tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian
seseorang di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar?
2. Bagaimanakah proses dan makna tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang
di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar?
3. Bagaimanakah pandangan Hukum Islam terhadap tradisi peringatan (slametan) sesudah
kematian seseorang di Desa Sroyo Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar?

D. Tujuan Dan Manfaat


1. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini adalah:
A. Dapat mengetahui alasan diadakannya tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian
seseorang.
B. Dapat mengetahui proses dan makna tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian
seseorang
C. Dapat mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap tradisi peringatan (slametan) sesudah
kematian seseorang
2. Manfaat
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini
penulis membagi dalam dua kelompok, yaitu:
a. Manfaat teoritis
1. Memperluas wawasan tentang Hukum Islam khususnya mengenai larangan bid’ah
2. Menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Hukum Islam Tentang Adat
1. Arti Hukum Islam
 Pengertian hukum islam bisa dipahami berdasarkan dua istilah atau kata dasar yang
membangunnya yaitu kata ‘hukum’ dan ‘Islam’. Hukum dapat diartikan dengan
peraturan dan undang-undang (Tim Penyusun, 2001: 410).
 Hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur
tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa
kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau
norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa (Ali, 1996: 38).
 Kata kedua yaitu ‘Islam’, mengandung arti sebagai agama Allah yang diamanatkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Agar dapat melaksanakan dasar-dasar dan syariatnya
dan juga mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk
memeluknya. Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang
dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. untuk disampaikan kepada umat manusia agar
mencapai kesuksesan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
 Dari dua kata ‘hukum’ dan ‘Islam’ tersebut muncul istilah hukum Islam. Kalimat
singkatnya yaitu, pengertian hukum islam, atau di artikan sebagai hukum yang
bersumber dari ajaran Islam.

2. Kedudukan Hukum Islam

Di Indonesia berlaku beberapa sistem hukum Dilihat dari seri umurnya, yang
tertua adalah Hukum Adat. Kemudian menyusul Hukum Islam dan Hukum Barat.
Ketiga-tiganya mempunyai ciri dan sistem tersendiri, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat dan Negara Republik Indonesia. Karena itu, sistem hukum di Indonesia
disebut majemuk. Kedudukannya disebutkan dalam peraturan perundang-undangan
dan dikembangkan oleh ilmu pengetahuan dan praktek peradilan. Hukum Islam
sekarang sudah bisa berlaku langsung tanpa melalui Hukum Adat, Republik Indonesia
dapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan Hukum Islam, sepanjang pengaturan
itu berlaku hanya bagi orang Indonesia yang memeluk agama Islam. Selain dari itu

10
dapat pula dikemukakan bahwa kini dalam sistem hukum di Indonesia, kedudukan
Hukum Islam sama dengan Hukum Adat dan Hukum Barat. Hukum Islam menjadi
sumber bagi pembentukan Hukum Nasional yang akan datang di samping hukum-
hukum lainnya yang ada, tumbun dan berkembang dalam Negara Republik Indonesia.

3. Pembagian Hukum Islam

Ulama ushul fiqh membagi hukum Islam menjadi dua pembagian yaitu hukum al-
taklifi dan wadh’i.
a. Hukum Taklifi
Hukum taklifi adalah titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan. Dinamakan
hokum taklif karena titah ini langsung mengenai perbuatan orang yang sudah
mukallaf. Yang dimaksud dengan mukallaf dalam kajian hokum islam adalah
setiap orang yang sudah baligh (dewasa) dan waras. Anak-anak, orang gila /
mabuk dan orang tertidur tidak termasuk golongna mukallaf, maka segala
tindakan yang mereka lakukan tidak dapat dikenakan sangsi hokum. Ada dua
bentuk tuntutan di dalam hokum islam, yaitu tuntutan untuk mengerjakan dan
tuntutan untuk meninggalakan. Dari segi kekuatan tuntutan tersebut terbagi pula
ke dalam dua bentuk yaitu tuntutan yang bersifat mesti dan tuntutan yang tidak
mesti dan pilihan yang terletak di antara mengerjakan dan meninggalkan.
b. Hukum Wadh’i
Ulama ushul fiqh membagi hokum wadh’I kepada lima macam yaitu berikut ini.
Sabab, syarth, mani’, shah, dan bathil (Nasrun Haroen, 1995: 40), sedangkan
menurut Al-Amidi tujuh macam yaitu berikut ini. Sabab, syarth, mani’, shah,
bathil,azimah dan rukhsah (Al-Amidi, 1983 : 91).
 Sabab, yaitu titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebabbagi wajib
dikerjakan suatu pekerjaan , seperti firman Allah SWT dalam Q.S 17 :78 yang
terjemahannya sebagai berikut.
“Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir.” (Depag. R.I, 1984 : 436).
 Syarath, yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan syarat bagi sesuatu
seperti sabda Nabi SAW, yang terjemahannya sebagai berikut.
“Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara kamu apabila dia
berhadas hingga berwudhu.” H.R. Syaikhani (Al-Shan’ani I, ttth :40).

11
 Mani’ (penghalang), yaitu sesuatu yang nyata keberadaannya menyebabkan tidaj ada
hokum. Misalnya sabda Rasulullah SAW kepada Fatimah binti Abi Hubeisy yang
terjemahannya sebagai berikut.
“ Apabila datang haid kamu tinggalkanlah shalat, dan apabila telah berhenti, maka
mandilah dan shalatlah.” H.R. Bukhari ( Al-Asqalany, I tth :63)
 Shah, yaitu suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara’. Maksudnya hokum itu
dikerjakan jika ada penyebab , memenuhi syarat-syarat dan tidak ada sebab
penghalang untuk melaksanakannya. Misalnya, mengerjakan shalat zuhur setelah
tergelincir matahari sabab (sebab)telah berwudhu (syarat), dan tidak ada penghalang
(mani’) seperti haid, nifas dan sebagainya, maka hukumnya adalah sah.
 Bathil, yaitu terlepasnya hokum syara’ dari ketentuan yang ditetapkan dan tidak ada
akibat hokum yang ditimbulkannya, seperti batalnya jual beli dengan
memperjualbelikan minuman keras, karena minuman keras itu tidak bernilai harta
dalam ketentuan hukum syara’.
4. Sumber Hukum Islam
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum.
Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada
ummat manusia dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-Qur’an.
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 2; Al-Maidah Ayat 44-45, 47 :

َ‫ْب فِ ْي ِه هُدًى لِ ْل ُمتَّقِ ْين‬ َ ‫ذلِكَ ْال ِكت‬


َ ‫َب الَ َري‬

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2)
b. Al-Hadits/Sunnah
Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah ٍSAW. Karena
Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-
Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-
Qur’an surat an-Nahl ayat 44 dan al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut :

ِ ‫ اِ َّن هللاَ َش ِد ْيد ُْا ِلعقَا‬,َ‫َو َما َءاتَ ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َمانَه ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهَوْ ا َواتَّقُوْ اهللا‬
‫ب‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7)

12
c. Al-Ijma’
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad
SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi
maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid. Kemudian
ijma’ ada 2 macam :
1. Ijma’ Bayani (‫ ) االجماع البياني‬ialah apabila semua Mujtahid mengeluarkan
pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukan
kesepakatannya.
2. Ijma’ Sukuti (‫ )االجماع السكوتي‬ialah apabila sebagian Mujtahid mengeluarkan
pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang diamnya menunjukan setuju,
bukan karena takut atau malu. Dalam ijma’ sukuti ini Ulama’ masih berselisih
faham untuk diikuti, karena setuju dengan sikap diam tidak dapat dipastikan.

Adapun ijma’ bayani telah disepakati suatu hukum, wajib bagi ummat Islam untuk
mengikuti dan menta’ati.
5. Lapangan dan Bidang-bidang Hukum Islam
a. Ibadah (mahdhah) adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan oleh
seoraang muslim dalam menjalankan hubingan kepada Allah, seperti shalat,
membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata caara dan upacara ini tetap,
tidak ditambah-tambah maupun dikurangi. Ketentuannya telah di atur dengan
pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh RasulNya. Dengan demikian tidak
mungkin ada proses yang membawa perubahan dan perombakan secaara asasi
mengenai hukum, susunan, cara dan tata cara beribadat. Yang mungkin
berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam pelaksanaannya.
b. Muamalah (ghairu mahdhah) pengertian yang luas adalah ketetapan Allah
yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun ketetapan
tersebut terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk
dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan
usaha itu.
6. Kajian Hukum Islam
7. Hukum Islam Tentang Adat
Para ulama Ushul dan Fiqh menjadikan adat dan budaya sebagai piranti dalam
mencetuskan hukum. Maka lahirlah rumus seperti “adat istiadat merupakan syariat

13
dapat dijadikan pijakan hukum” (al-âdah syarî`ah muhakkamah), “ketetapan
proses adat istiadat merupakan ketetapan dengan dalil syara`”(at-tsâbit bi al-urf,
tsâbit bi dalîl as-syar`iy), ketetatapan adat istiadat seperti ketetapan nash (at-
tsâbit bil al-urf ka at-tsâbit an-Nash). Kaidah ini banyak dipakai ulama
Malikiyyah dan Hanafiyyah dengan sedikit perbedaan di kalangan syafi`yyah.
(Ushûl al-Fiqh al-Islâmy, 831 )
Namun, yang penting untuk ditekankan adalah, bahwa tradisi ini bukanlah
landasan yuridis yang berdiri sendiri yang bisa mencetuskan hukum baru. Tetapi,
dibarengi dan berhadapan dengan nash-nash yang lain. Penerapannya juga karena
melihat kebutuhan primer, maslahat yang bersifat umum, mencegah kesulitan, dan
meringankan hal yang sukar (Ushul al-Fiqh al-Islamy, 837 ).
Maka, tidak semua adat istiadat istiadat itu bisa masuk ke dalam kaidah
tersebut. Hanya yang benar dan baik (shahih) saja, bukan yang buruk (fasid) dari
segala aspeknya. Standar yang adat yang pertama adalah tidak bertentangan
dengan dalil syar`i, tidak menghalalkan yang haram, dan tidak membatalkan
sesuatu yang sudah wajib. Sedangkan yang kedua adalah kebalikanya,
bertentangan dengan syara`, menghalalkan yang haram, membatalkan yang wajib.
Para ulama sepakat bahwa adat isti`adat yang baik itu wajib dipelihara dan
diikuti jika menjadi norma kemasyarakatan. Seorang mujtahid wajib
menjadikanya sebagai acuan dalam menggali hukum-hukum syari`at. Arif
terhadap adat isti`adat ini juga merupakan sub syarat wajib untuk menjadi
mujtahid. Begitu juga seorang hakim dalam memutuskan berbagai perkara di
pengadilan. Rasionalitasnya, suatu kebiasaan yang berlaku secara umum dan
konstan di suatu masyarakat telah menjadi kebutuhan primer-elementar (hâjyyah-
dlarûriyyah). Juga dipastikan, ada kesepakatan bersama terhadap maslahatnya.
(Ilm Ushul Al-Fiqh, 89-90)
B. Tinjauan Tentang Tradisi Peringatan (slametan) Sesudah Kematian Seseorang
1. Pengertian Tradisi
Tradisi atau disebut juga dengan kebiasaan merupakan sesuatu yang sudah
dilaksanakan sejak lama dan terus menjadi bagian dari kehiduap suatu kelompok
masyarakat, seringkali dilakukan oleh suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama
yang sama.
Pengertian lain dari tradisi adalah segala sesuatu yang diwariskan atau
disalurkan dari masa lalu ke masa saat ini atau sekarang. Tradisi dalam arti yang

14
sempit yaitu suatu warisan-warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yakni
yang tetap bertahan hidup di masa kini, yang masih tetap kuat ikatannya dengan
kehidupan masa kini.
Tradisi dari sudut aspek benda materialnya adalah benda material yang
menunjukkan dan mengingatkan hubungan khususnya dengan kehidupan masa lalu.
Misalnya adalah candi, puing kuno, kereta kencana, dan beberapa benda-benda
peninggalan lainnya.
2. Pengertian Slametan
Selamatan merupakan sebuah tradisi ritual yang hingga kini tetap dilestarikan
oleh sebagian besar masyarakat Jawa. Salah satu upacara adat Jawa ini dilakukan
sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah dan karunia yang diberikan Tuhan.

Istilah Selamatan sendiri berasal dari bahasa arab yakni Salamah yang
memiliki arti selamat atau bahagia. Sementara itu, jika merujuk pada pendapat
Clifford Geertz, selamatan bisa berarti Ora Ono Opo-opo (Tidak ada apa-apa).

Dalam prakteknya, selamatan atau syukuran dilakukan dengan mengundang


beberapa kerabat atau tetangga . Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan
doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk
pauk.

3. Pengertian Kematian

Kematian atau ajal adalah akhir dari kehidupan, ketiadaan nyawa dalam organisme
biologis. Semua makhluk hidup pada akhirnya akan mati secara permanen, baik
karena penyebab alami seperti penyakit atau karena penyebab tidak alami seperti
kecelakaan. Setelah kematian, tubuh makhluk hidup mengalami pembusukan.

4. Masyarakat Jawa dan Sistem Keyakinannya

A.Kepercayaan orang jawa

Membahas mengenai kepercayaan orang jawa sangatlah luas dan meliputi berbagai
aspek yang bersifat magic atau ghaib yang jauh dari jangkauan kekuatan dan
kekuasaan mereka. Masyarakat jawa jauh sebelum agama-agama masuk, mereka
sudah meyakini adanya tuhan yang maha esa dengan berbagai sebutan diantaranya

15
adalah “gusti kang murbeng dumadi” atau tuhan yang maha kuasa yang dalam seluruh
proses kehidupan orang jawa pada waktu itu selalu berorientasi pada tuhan yang maha
esa. Jadi, orang jawa telah mengenal dan mengakui adanya tuhan jauh sebelum agama
masuk ke jawa ribuan tahun yang lalu dan sudah menjadi tradisi sampai saat ini yaitu
agama kejawen yang merupakan tatanan “pugaraning urip” atau tatanan hidup
berdasarkan pada budi pekerti yang luhur.

Keyakinan terhadap tuhan yang maha esa pada tradisi jawa diwujudkan berdasarkan
pada sesuatu yang nyata, riil atau kesunyatan yang kemudian direalisasikan pada tata
cara hidup dan aturan positif dalam kehidupan masyarakat jawa, agar hidup selalu
berlangsung dengan baik dan bertanggung jawab

Kejawen adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang
terutama yang dianut di pulau jawa dan suku bangsa lainnya yang menetap di jawa.

Agama kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok kepercayaan-kepercayaan


yang mirip satu sama lain dan bukan sebuah agama yang terorganisir seperti agama
islam atau agama kristen.

Ciri khas dari agama kejawen adalah adanya perpaduan antara animisme, agama
hindu dan budha. Namun pengaruh agama islam dan agama kristen. Nampak bahwa
agama ini adalah sebuah kepercayaan sinkretisme.

16
BAB III

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Alasan diadakannya tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian sesorang di desa


Sroyo
Asal usul ritual kematian dalam masyarakat Islam Jawa itu sudah ada sejak dulu sebelum
Hindu dan Budha. Kemudian masuknya agama Hindu dan Budha memberikan pengaruh dan
terbentuknya budaya baru yang merupakan ajaran Hindu dan Budha. Ada beberapa tradisi
yang berasal dari agama Hindu dan Budha, di antaranya adalah sebagai berikut :
Pertama, tentang doa selamatan kematian 7, 40, 100 dan 1000 hari. Manusia mengenal
sebuah ritual keagamaan di dalam masyarakat muslim ketika terjadi kematian adalah
menyelenggarakan selamatan/kenduri kematian berupa doa-doa, tahlilan, yasinan di hari ke 7,
40, 100, dan 1000 harinya. Dalam keyakinan Hindu ruh leluhur (orang mati) harus dihormati
karena bisa menjadi dewa terdekat dan manusia. Selain itu dikenal juga dalam Hindu adanya
samsara (menitis/reinkarnasi). Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti
Dalam buku media Hindu yang benjudul “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa, serpihan
yang tertinggal” dalam (https://efrialdy.wordpress.com) karya Ida Bedande Adi Suripto. Ia
mengatakan: “Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa han ke 1, 7,
40, 100, dan 1000 hani adalah tradisi dari ajaran Hindu”. Sedangkan penyembelihan kurban
untuk orang mati pada hari (hari 1, 7, 4, dan 1000) terdapat pada kitab Panca Yadnya hal. 26,
Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi: “Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara
korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.” Kedua, tentang
selamatan yang biasa disebut Genduri (Kenduri atau Kenduren). Genduri merupakan upacara
ajaran Hindu. Masalah ini terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no. 10) dalam (dalam
https://efrialdy.wordpress.com) yang berbunyi: “Sloka prastias mai plpisa tewikwani widuse
bahra aranggayimaya jekmayipatsiyada duweni narah “. (Antarkanlah sesembahan itu pada
Tuhanmu Yang Maha Mengetahui). Namun demikian tidak berarti bahwa ritual kematian
yang berlaku di masyarakat Islam Jawa sebagai prilaku sesat. Karena adat atau tradisi sejauh
tidak bertentangan dengan nilai dan ajaran agama Islam maka itu tidak ada larangan. Budaya
merupakan fitrah yang diberikan oleh Tuhan kepada seluruh manusia yang hidup di muka
bumi ini, dan Allah menciptakan manusia memang dalam bentuk keragaman suku dan bangsa
yang memiliki keragaman budaya. Sehingga tidak ada alasan sebuah budaya dijustifikasi

17
sebagai sesuatu yang sesat. Budaya merupakan khazanah dan aset bangsa, harus dilestarikan
dan dikembangkan bukan untuk digusur dan dimatikan.

2. Proses tradisi peringatan (slametan) sesudah kematian seseorang si Desa Sroyo


Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya dalam menghadapi peristiwa
kematian, hampir sama persis dengan apa yang disampaikan oleh Geertz dalam buku The
Religion of Java. Ia menjelaskan bahwa ketika terjadi kematian di suatu keluarga, maka hal
pertama yang harus dilakukan adalah memanggil modin, selanjutnya menyampaikan berita
kematian tersebut di daerah sekitar bahwa suatu kematian telah terjadi. Kalau kematian itu
terjadi sore atau malam hari, mereka menunggu sampai pagi berikutnya untuk memeulai
proses pemakaman. Pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah
kematian. Segera setelah mendengar berita kematian, para tetangga meninggalkan semua
pekerjaan yang sedang dilakukannnya untuk pergi ke rumah keluarga yang tertimpa kematian
tersebut. Setiap perempuan membawa sebaki beras, yang setelah diambil sejumput oleh orang
yang sedang berduka cita untuk disebarkan ke luar pintu, kemudian segera ditanak untuk
slametan. Orang laki-laki membawa alat-alat pembuat nisan usungan untuk membawa mayat
ke makam, dan lembaran. papan untuk diletakkan di liang lahad. Dalam kenyataannya hanya
sekitar setengah lusin orang yang perlu membawa alat-alat itu; sebaliknya hanya sekedar
datang dan berdiri sambil ngobrol di sekitar halaman (Geertz, 1983: 91-92)

18
BAB IV
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Ritual kematian yang dilakukan oleh masyarakat Islam Jawa sesungguhnya merupakan adat
masyarakat Jawa sebelum masuknya agama Islam. Tradisi ini kemudian mengalami proses
akulturasi budaya antara Islam dan Jawa, sehingga nampak tradisi tersebut adalah tradisi
yang khas Islam Jawa yang ada di Indonesia dan tidak dimiliki oleh masyarakat yang ada di
negara lainnya. Sinergi budaya Islam dan Jawa ternyata membentuk sebuah kebudayaan baru
yang memiliki makna dan tujuan-tujuan tertentu sebagaimana penulis telah uraikan.

19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, jakarta : Djambatan,
1993, hal.367.6 Ibid, hal.376
Hidayah Jati, Jakarta : UI-Press, 1988, hal. 1-2
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, jakarta : Djambatan, 1993,
hal.367.6 Ibid, hal.376 R. Abdul Djamali, Hukum Islam, Bandung : Mandar Maju, 1997, hal.
67 Koentjaraningrat, Op. Cit., hal. 346
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta : Balai Pustaka, 1984, hal. 335
Hartono Ahmad Jaiz, Tarekat, Tasawuf, Tahlilan, dan Maulidan, Surakarta : Wacana Ilmiah
Press, 2007, hal. 125
11 Thomas Wijaya Bratawidjaja, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa, Jakarta : Pustaka
Sinar
Harapan, 1988, hal. 134

20

Anda mungkin juga menyukai