Anda di halaman 1dari 11

PENGANTAR PERSEPSI ANALISIS FILOSOFIS DAN KOMUNIKASI NARRATIVE

DISUSUN OLEH :
1. UMMIL KHAIR
2. MIA AUDINA
3. NABILA SALSA BILLA JUNED
4. DENI MULDANI
5. DAFA DAFFA SURYA ARDANA
DOSEN:
HEFRI YODIANSYAH, S.Sos, M.I.Kom
PROGRAM STUDI SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
PERSADA BUNDA

ABSTRAK

Mempelajari analisis wacana tentang metode “CMCN – RAFes – RNNs” dengan


kemajuan dan penggunaan pada teknologi informasi, setelah anda mengetahui komunikasi
narrative sebagai cara mendeskripsikan suatu narasi komunikasi yang berkostribusi pada
aspek social di bidang akademik sebagai proses komunikasi dan studi masa media kearah
ilmu social dan humaniora, dan sebagainya. Pertama pengetahuan pada system informasi?
Dengan apa sistem komunikasi itu? Kapan dan dimana informasi itu di peroleh? Bagaimana
peran dan fungsi komunikasi itu? Dengan apa bidang multidisiplin ilmu pengetahuan yang
mempengaruhi lingkup metode?. Di zaman modern ini, manusia berkomunikasi melalui
saluran yang efektif tampaknya tak berujung teknologi informasi dengan database sebagai
media intuitif, seperti cetak, televisi, radio, satelit, internet, situs jejaring sosial dan ponsel
pintar. Dalam prakteknya komunikasi sering mengahadapi sistem noise. Namun medium
yang cerdas letaknya dimana? Dengan satu startup dapat menemukan strategi yang efektif
untuk mendapatkan CMCN – RNNs dengan komunikasi naratif pada persepsi komunikasi
untuk CMCNRNNs sebagai teori LLM dengan marketing bisnis.

Kata kunci. Inovasi persepsi kunci, analisis wacana, pengalaman khalayak, media massa
baru, komunikasi filosofis.
A. Latar Belakang

Pola pemikiran komunikasi memiliki sejarah Panjang dan secara langsung


komplek, terkait dengan keberadaan peradaban manusia yang modern. Komunikasi
intra-pribadi, komunikasi antar-pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi
organisasi, komunikasi tradisional, komunikasi antar budaya, atau komunikasi
internasional.

Media masa terapan menerima umpan balik interaksi sosial dengan belajar
lingkunhan dengan situasi maupun kondisi sebagai faktor – faktor yang melingkupi
komunikasi sosial itu, pada tingkat komunikasi awal dibawah oleh sarjana
komunikasi, praktek komunikasi sering menghadapi sistem noise yang dihadapi
manusia dengan resiko tugas dalam gaya hidup yang komplek yang dapat
memerlukan penjelasan kelompok dan studi media massa adalah sebagai alat tersier.
Sistem informasi swbagai komunikasi jaringan sebagai tujuan komunikasi sosial pada
target praktek komunikasi manusia yang utuh memberikan gambaran mendasar
manusia tentang masalah komunikasi dan media massa untuk menginformasikan
proses komunikasi tentang asal – usul intelektual studi komunikasi, pengembangan
sistem informasi, dan tren ini serta praktiknya yang biasa digunakan manusia dengan
peradaban manusia itu sendiri.

Disediakan sistem komunikasi informasi jaringan bisnis, sistem komunikasi


informasi dengan desain sosial adalah kebutuhan makhluk dengan perangkat
kebutuhan menegah dengan sistem komunikasi jaringan sosial yang terus – menerus
terbentuk dengan komunikasi dalam berbagi flatform. Merancang sistem informasi
yang terus menerus dipengaruhi sistem komunikasi pada kecerdasan jaringan sosial
(dan kebutuhan tersier konsumen yang mahal lebih dan efisien), operasional bisnis
memerlukan sistem komunikasi dan teknologi informasi terapannya, informasi dan
jelas, yang mendefinisikan dan membahas sistem komunikasi dan teknologi informasi
terapan dengan memenuhi sistem sebagai alat kecerdasan netwok dengan
mempengaruhi konsep sentral manusia dan budayanya.

Komunikasi Naratif ini sesungguhnya berkenaan dengan manusia yang berupaya


memaknai dunianya yang selalu berubah. Lewat narasi, kita dapat menghasilkan apa
yang berlaku sebagai tatanan terhadap apa yang kelihatannya kacau dalam dunia kita,
dan melalui narasi kita bisa mendefinisikan diri bahwa kita memiliki pemahaman atas
kelangsungan sementara ini dan sebagai makhluk yang berbeda dari makhluk lainnya.

Pendapat awam mengatakan bahwa komunikasi adalah berbicara. Pendapat itu tidak
sepenuhnya salah, akan tetapi tidak semudah itu mendefenisikan komunikasi. Dalam
keseharian kita kata “komunikasi” lazim digunakan orang, baik itu di dalam buku-
buku, percakapan, bahkan dalam ilmu-ilmu alam pun “komunikasi” sering
disebutkan. Seperti, “mereka masih mengkomunikasikan permasalahan itu”, “semut
mempunyai cara komunikasi tersndiri”, “alat komunikasi” dan sebagainya. Sebagai
bahasa, tentu kata “komunikasi” tidak dilarang untuk menggunakannya. Tetapi
komunikasi sebagai ilmu, jangan dianggap sederhana. Saking rumitnya dalam dunia
ilmu komunikasi banyak sekali ilmuwan yang mendefenisikannya, bahkan tidak
sedikit yang saling bertentangan. Terlepas dari semua perbedaan pendapat – hal ini
lazim dalam ilmu sosial – di kalangan ilmuwan karena mengingat latar belakang dan
tujuan dari ilmuwannya.

Sudah menjadi prosedur kita sebagai akademisi dalam mendalami suatu ilmu
untuk ‘membedah’ kembali kelaziman (proposisi) yang telah diterima umum lewat
filsafat, guna mendapatkan suatu pemahaman yang mantap bukan dengan maksud
meragukan proposisi itu sehingga kita mengkajinya kembali dari awal. Pemahaman
yang mantap inilah yang diperlukan khususnya bagi pemula pada suatu jurusan agar
dikemudian hari lebih mudah mempelajari bidangnyasecara mendalam. Dan juga bisa
menjadi solusi pada permasalahan klasik di kalangan mahasiswa yang akan
melakukan penelitian, yang bisasanya ‘buta’ untuk memulai penelitian.

‘Perspektif’ Dibalik Ilmu Komunikasi

Perspektif adalah sistematika subjektif yang unik dan berbeda yang ada pada
setiap orang. Seperti sidik jari kita, perspektif mempunyai kedudukan yang sama
dalam hal keunikannya. Maka bisa jadi salah satu hal yang membedakan kita dengan
orang lain adalah perspektif yang kita gunakan untuk berkomunikasi. Hal ini
disebabkan oleh faktor gen dan historis kita pada suatu lingkungan sehingga
menjadikan kita individu yang unik. Dengan kata lain perspektif adalah sudut
pandang yang digunakan oleh seseorang untuk menilai suatu fakta –bukan fakta itu
sendiri – maka berdasarkan perspektif yang kita gunakan akan menghasilkan
penilaian yang berbeda dengan orang lain. Pengandaiannya, ketika si A menilai buah
Durian sebagai suatu yang lezat dan harum maka akan berbeda dengan penilaian si B
yang menganggap Durian adalah buah yang menjijikkan dan bau. Dalam kasus ini
sulit untuk mengutarakan alasan masing-masing terhadap penilaiannya terhadap buah
Durian, si A mungkin pada masa kecilnya mendapat kesan pertama (sensasi) pada
Durian sebagai buah yang enak berbeda dengan si B yang mungkin mendapat sensasi
berbeda.

Keunikan adalah salah satu sifat perspektif. Perspektif juga memiliki sifat
samar, maksudnya orang kadang-kadang menilainya sebagai suatu fakta, pada contoh
diatas si A akan benar-benar membantah penilaian si B begitu juga sebaliknya.
Padahal faktanya Durian hanya buah yang kulitnya berduri, mempunyai daging
lembek dan biji yang keras dengan bentuk sedemikian rupa, soal rasa dan bau tidak
lebih dari persepsi atau pandangan. Karenanya seringkali ketika kita melakukan
observasi, kita merasa bersikap netral padahal sadar atau tidak secara teknis dan
nonteknis kita melakukannya dengan cara yang kita yakini pas dengan kita. Namun
dengan sifat samarnya, perspektif tidak dapat merubah fakta, seyakin apapun kita
dengan perpektif yang kita gunakan tidak akan merubah fakta bahwa kulit durian itu
berduri. Jangan sampai kita tertipu dengan persepsi kita sendiri dalam membahas
ilmu-ilmu sosial yang sifatnya dinamis khususnya Ilmu Komunikasi.
Mungkin sudah timbul pertanyaan,mengapakomunikasi – apabila dikatakan
sebagai suatu fakta – bisa banyak defenisi, lalu dimana letak fakta dari komunikasi?
Saya tidak akan menjawabnya secara gamblang, karena faktor ruang dari tulisan ini.
Lagi pula inti pembahasan kita adalah perspektif. Defenisi komunikasi yang paling
terkenal dan sederhana adalah source (sumber), massage (pesan), dan destination
(penerima/tujuan). Apakah defenisi ini sebuah fakta dari komunikasi? Jawabannya
bisa ya bisa tidak. Kalau jawabannya, defenisi diatas adalah sebuah persepsi, maka
perspektif yang digunakan oleh sang ilmuwan sangat pas dan menyentuh substansi
dari komunikasi, yaitu minimal dalam komunikasi terdapat sumber, pesan, dan tujuan.
Tapi kalau kita menyebutnya sebagai fakta, maka defenisi tersebut masih jauh dari
komunikasi yang sebenarnya, yaitu tidak adanya gangguan (noise) dalam prosesnya;
komunikator dinilai sebagai sesuatu yang stagnan atau tetap sebagai si ‘source’ dan si
‘destination’, padahal dalam prosesnya komunikasi tidak ditentukan siapa si ‘source
dan siapa si ‘destination’ karena keduanya bisa jadi menempati posisi ‘source
sekaligus destination’; dan masih banyak lagi variabel komunikasi yang diabaikan
pada defenisi itu.

‘Ranah Media Jaringan Sosial’

Media sosial merupakan sebuah tren yang sangat populer di zaman sekarang
ini. Kemunculan situs jejaring sosial sebenarnya diawali oleh gagasan untuk
menghubungkan orang-orang dari seluruh belahan dunia dengan cara cepat dan
praktis. Media sosial pertamakali muncul pada tahun 1997 dengan nama
Sixdegrees.com. Situs jejaring sosial ini memiliki fitur-fitur seperti membuat profil,
menambah teman, dan mengirim pesan. Dengan cara pengiriman pesan
langsung(direct messages) maupun membuat posting di bulletin board (sejenis
wall/dinding seperti pada facebook) sehingga dapat dilihat oleh orang lain. Format
website seperti inilah yang ditiru oleh jaringan sosial seperti yang kita lihat sekarang
ini. Pada tahun 2002 muncullah media sosial baru hasil buatan programmer komputer
dari Kanada, Jordan Onei’l Mangilaya yang diberi nama Friendster. Friendster dibuat
sebagai media pencarian jodoh secara online. Dengan kehadiran fitur-fitur yang lebih
praktis dan menarik di bandingkan dengan pendahulunya Sixdegrees.com, dalam
kurun waktu yang sangat singkat Friendster mencetak rekor sebagai situs yang
memiliki anggota melebihi 1 juta orang pengguna. Para pengguna situs jejaring sosial
ini mayoritas berasal dari Asia seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Arab
Saudi, India, dan Korea Selatan.

Pada masa sekarang ini jejaring sosial berbasis online terus-menerus


bermunculan dan berkembang dengan modifikasi dan adaptasi dari para
pendahulunya. Setelah masa Sixdegrees.com, kemudian muncullah media sosial baru
seperti MySpace, Hi5, Facebook, twitter dan banyak jejaring sosial lainnya yang
digunakan oleh jutaan orang dari seluruh dunia. Memasuki tahun 2006, penggunaan
friendster dan Myspace mulai tergeser dengan adanya facebook. Facebook dengan
tampilan yang lebih modern memungkinkan orang untuk berkenalan dan mengakses
informasi seluas-luasnya. Tahun 2009, kemunculan Twitter ternyata menambah
jumlah situs sosial bagi anak muda. Twitter menggunakan sistem mengikuti - tidak
mengikuti (follow-unfollow), dimana kita dapat melihat status terbaru dari orang yang
kita ikuti (follow) dimana user dapat melihat status terbaru dari orang yang di ikuti
(follow). Tahun 2012 muncul dan menambah kembali situs jejaring sosial untuk
semua usia yang bernama Ketiker. Ketiker adalah situs web buatan Indonesia yang
menawarkan jejaring sosial berupa mikroblog (versi lain dari blog) sehingga
memungkinkan penggunanya untuk mengirim dan membaca pesan yang disebut post.
Di samping itu Ketiker juga memungkinkan penggunanya untuk berbagi gambar dan
video. Tentunya karena buatan Indonesia, penggunanya pun mayoritas adalah orang
Indonesia.

Hadirnya media sosial sebagai sarana menjalin komunikasi yang cepat dan
praktis nampaknya tidak luput dari perhatian dunia jurnalistik. Dalam dunia
jurnalistik, penggunaan media sosial dalam proses pemberitaan di masukkan ke dalam
kategori “Media Cyber”. Kemunculan internet tidak diragukan lagi adalah sebuah
terobosan baru dalam dunia komunikasi semenjak ditemukannya media broadcasting,
baik itu radio maupun televisi (Severin & Tankard, 2001, hal. 366).. Ftur-fitur yang
menarik dan berbagai kepraktisan yang ditawarkan oleh media sosial menjadi sebuah
amunisi yang dapat dimanfaatkan dalam dunia jurnalistik. Dalam dunia jurnalisme
online, keaktualitasan sebuah berita harus di utamakan dengan tujuan untuk
menyajikan berita terupdate kepada khalayak secara cepat.

‘ Ranah Komunikasi Sosial’

Kemampuan komunikasi interpersonal adalah kecakapan yang harus dibawa


individu dalam melakukan interaksi dengan individu dalam melakukan interaksi
dengan individu lain atau sekelompok individu (Goldstein, 1982). Menurut French
(dalam Rakhmat 1996), kemampuan interpersonal adalah apa yang digunakan
seseorang ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain secara tatap
muka. Komunikasi Sosial adalah mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk
membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, aktualisasi diri, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketergantungan, antara lain
lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.
Melalui komunikasi sosial kita bisa berkerja sama dengan anggota masyarakat
(keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara
keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.


Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama
sekali sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh
sebab itu komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh
kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud
atau tujuan tertentu.

Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti


hewan, ia tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu
mencari makan sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia
tidak dikaruniai Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.Dapat
dikatakan bahwa di dalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama
dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk
berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting
dalam kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan
sesama, karena manusia tercipta sebagai mahluk sosial. Karena sifat manusia yang
selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan dianalisis secara tuntas
hubungan antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara lebih mendalam dan
terorganisir

Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi


kultural. Para ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai
hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian
dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan,
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. = Fungsi komunikasi sosial
bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari dalam: pembentukan konsep diri,
pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan &
memperoleh kebahagiaan.

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa
kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang
tidak pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai
kesadaran bahwa dirinya adalah manusia. kita sadar bahwa kita adalah manusia
karena orang-orang disekeliling kita menunjukkan kepada kita lewat perilaku verban
dan nonverbal mereka bahwa kita manusia. Bahkan kita pun tidak akan pernah
menyadari nama kita adalah “Badu” atau si “Mincreung”, bahwa kita adalah lelaki,
perrempuan, pintar atau menyenangkan, bila tidak ada orang-orang disekitar kita yang
menyebut kita demikian. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar bukan
saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan siapa kita. Anda
mencintai diri anda bila anda telah dicintai, anda berpikir anda cerdas bila orang-
orang disekitar anda mengaggap anda cerdas, anda merasa anda tampan atau cantik
bila orang-orang disekitar anda juga mengatakan demikian. Konsep diri kita yang
paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang dekat lainnya disekitar
kita, termasuk kerabat. Mereka itulah yang disebut significant others. Orang tua kita,
atau siapapun yang memelihara kita pertama kalinya, mengatakan kepada kita lewat
ucapan dan tindakan mereka bahwa kita baik, bodoh, cerdas nakal, rajin, ganteng,
cantik, dan sebagainya. Merekalah yang mengajari kita kata-kata pertama. Hingga
derajad tertentu kita bagai kertas putih yang dapat mereka tulisi apa saja atau tanah
liat yang dapat mereka bentuk sekehendak mereka. Pendeknya kita adalah “ciptaan”
mereka. Sayangnya tidak semua orang tua menyadari hal ini. Seorang ibu, ayah atau
kakak boleh jadi mengeluarkan kata-kata kepada anak: “Bodoh!,” Dasar anak nakal!,”
“Penakut!,” bila hal itu kerap terjadi sungguh itu akan merusak konsep diri anak yang
pada gilirannya akan mereka percayai. Seorang anak mungkin saja cerdas tetapi
karena dianggap bodoh, ia akan surut melakukan apa yang ia ingin lakukan, karena ia
mengaggap dirinya demikian.
Pada gilirannya orang lain akan menganggap dirinya bodoh. Ini lah yang
disebut “nubuat yang dipenuhi sendiri” (self-fulfilling prophecy), yakni ramalan yang
menjadi kenyataan karena, sadar atau tidak, kita percaya dan mengatakan bahwa
ramalan itu akan menyadi kenyataan. Dalam proses menjadi dewasa, kita menerima
pesan dari orang-orang disekitar kita mengenai siapa diri kita dan harus menjadi apa
kita. Menjelang dewasa, kita menemui kesulitan memisahkan siapa kita dari siapa kita
menurut orang lain, dan konsep diri kita memang terkait rumit dengan definisi yang
diberikan orang lain kepada kita. Meskipun kita berupaya berperilaku sebagaimana
yang diharapkanorang lain, kita tidak pernah secara total memenuhi pengharapan
orang lain tersebut. Akan tetapi, ketika kita berupaya berinteraksi dengan mereka,
pengharapan, kesan, dan citra mereka tentang kita sangat mempengaruhi konsep diri
kita, perilaku kita, dan apa yang kita inginkan. Orang lain itu “mencetak” kita, dan
setidaknya kita pun mengasumsikan apa yang orang lain asumsikan mengenai kita.
Berdasarkan asumsi–asumsi itu, kita mulai memainkan peran-peran tertentu yang
diharapkan orang lain. Bila permainan peran ini menjadi kebiasaan, kita pun
menginternalisasikannya. Kita menamakan peran-peran itu kepada diri kita sebagai
panduan untuk berperilaku. Kita menjadikannya bagian dari konsep diri kita. Dengan
kata lain, kita merupakan cermin bagi satu sama lainnya. Bayangkan saya pada
cermin dikamar mandi menunjukkan apakah saya sudah bercukur atau belum. Saya
harus melihat pada anda siapa saya. Proses pembentukan konsep diri itu dapat
digambarkan secara sederhana. Konsep diri kita tidak pernah terisolasi, melainkan
bergantung, pada reaksi dan respon orang lain. Dalam masa pembentukan konsep diri
itu, kita sering mengujinya, baik secara sadar ataupun secara tidak sadar. Kita dapat
memperkirakan perbedaan konsep diri seseorang dengan memperhatikan kata-kata
yang orang ucapkan, kita dapat menduga dari kelas atau golongan mana ia berasal.
Sadar akan pentingnya citra diri dimata orang lain, sebagian orang berbicara dengan
menggunakan banyak istilah asing, meskipun tatabahasa atau ucapannya keliru yang
pada kata sebenarnya juga tersedia pada bahasa Indonesia agar dipandang intelektual
dan modern.

Budaya adalah sebuah ciri atau identititas dari sekumpulan orang yang
mendiami wilayah tertentu. Budaya ini timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh
masyarakat secara berulang – ulang sehingga membentuk suatu kebiasaan yang pada
akhirnya menjadi sebuah budaya dari masyrakat itu sendiri. Budaya yang telah
terbentuk itu akan masuk dan mengakar di dalam kehidupan manusia, sehingga tanpa
kita sadari budaya ini telah mempengaruhi kehidupan manusia. Berdasarkan ilustrasi
di atas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan mempengaruhi manusia dalam
berperilaku. Manusia akan didekte oleh budaya dalam hal berperilaku baik perilaku
baik maupun buruk. Banyak sekali perilaku – perilaku manusia yang dipengaruhi oleh
budaya. Di bawah ini adalah sebagian perilaku – perilaku manusia yang dipengeruhi
oleh budaya.

Budaya mempengaruhi perilaku manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya.


Kebiasaan – kebiasaan manusia dalam berinteraksi dengan orang lain telah merubah
perilaku manusia ketika bersosialisasi. Saat ini kita telah hidup di jaman yang serba
canggih. Semua aspek di kehidupan ini telah disentuh oleh tehnologi, salah satunya
adalah aspek komunikasi dengan hand phone sebagai produknya. Hal ini membuat
manusia terbisa menggunakan hand phone untuk berkomunikasi, sehingga
terbentuklah budaya media sosial. Manusia kini lebih memilih bersosialisai melalui
media – media sosial seperti facebook, twitter, My Space, dan lain – lain. Akibatnya,
mereka menjadi pasif terhadap lingkungan sekitarnya.

Budaya mempengaruhi manusia mengambil keputusan dalam perilaku


konsumsi. Berkembangnya industri akibat tehnologi membuat perusahaan
memproduksi barang – barangnya secara massal dan relative murah. Hal ini juga turut
mempengaruhi perubahan kebudayaan manusia yang pada awalnya merupakan
masyarakat agraris secara bertahap berubah menjadi masyarakat perkotaan.
Akibatnya, terciptalah tata nilai baru dan pola hidup yang baru akibat dari budaya
manusia yang telah menjadi masyarakat perkotaan. Hal ini menyebabkan kebutuhan
hidup mereka menjadi semakin banyak, sehingga membuat mereka terus menerus
membeli produk untuk memuaskan kebutuhan budaya baru tersebut. Pada akhirnya
terbentuklah masayarakat konsumtif, yaitu masyarakt yang selalu mengkonsumsi
barang maupun jasa.

Terlebih lagi, budaya mempengaruhi tatanan kehidupan bermasyarakat.


Tehnologi yang semakin berkembang ini mempengaruhi tatanan hidup manusia.
Manusia terbiasa menggunkan tehnologi - tehnologi canggih yang telah diciptakan.
Akibatnya, budaya manusia yang dahulunya hidup dengan sederhana, kini berubah
menjadi sangat canggih. Perubahan budaya ini menciptakan masyarakat modern, yaitu
masyarakat yang hidup dengan dikelilingi oleh tekhnologi – teknologi canggih.

B. Metode

Framework RAFE
Dimensi
a) Fase 1
Identifikasi dan Saring Alternatif untuk Analisis (identification and alternative
screening for analysis)
b) Fase 2
Melakukan Analisis Biaya, Manfaat, dan Risiko dari semua Alternatif Kerangka
Kerja Sistem Informasi (Analyze the Costs, Benefits and Risks of all the alternative
Information System Framework Objectives)
c) Fase 3
Kerangka Kerja Kerangka Kerja Sistem Informasi Tujuan Fase (Informasi System
Framework Framework Phase Objectives)
d) Fase 4
Panggung Suite Acess-Premise untuk Produk dan Layanan Terpadu “SIPS” sebagai
alternatif dari pemerintah “IR” di tinjauan gerbang panggung untuk fase konsep
kerangka IMCs (Stage the Acess-Premise Suite of Integrated Products and Services
“SIPS” govermance at the stage gate review for the consept phase of the IMCs
framework)
Konseptualisasi
 Dengan Peran Dan Fungsi Audients Sebagai Komunikasi Narrative Yang Didesain
Dengan Pola Bisnis Pada Moodle Sistem.
 Pola Bisnis Pelanggan Dengan Kemudahan Komputasi Operasional Dalam
Menghadapi Kasus.
 Dengan Perspektif Komunikasi Narrative Yang Berpotensi Mengurangi Kesalahan
“Pembelotan”.
 Bahasa Pelanggan Untuk Keadaan Bahasa Dibandingkan Dengan Efek Kesalahan
Bahasa Yang Berbasis Profesi Kerja.
 Perubahan Komunikasi Sosial Dalam Komunikasi Persepsinya
 Pada Dampak Kesalahan Layanan Yang Harus Dilacak Selama Bisnis
 Hubungan Komunikasi Bisnis Yang Seringkali Memiliki Potensi Keuntungan
Loyaliti Yang Lebih Besar Meskipun Terkadang Kurang Dimengerti Makna Bahasa.
 Solusi Kreatif Komunikasi Dengan Komunikasi Medium Yang Di Digital Dengan
Metodologi Keseluruhan CMCNs - RRNs.
 Dengan Metode Komunikasi Naratif Sebagai Dinamika Komunikasi Berbasis
Manusia-Komputer-Interaksi Pada Tipe Pendekatan Narrative.
 Komunikasi Naratif Semiotik Sosial Yang Memberikan Semiotika Yang Berbeda.
 Mulai Linguistik Dengan Metode Narrative Menggeneralisasikan.
 Definisi Tanda Untuk Mencakup Tanda – Tanda Dalam Media Atau Sensorik
Apapun.
 Metode Komunikasi Bisnis – ICP- Narrative Creative

C. Hasil Pembahasan

Kemampuan komunikasi interpersonal adalah kecakapan yang harus dibawa


individu dalam melakukan interaksi dengan individu dalam melakukan interaksi
dengan individu lain atau sekelompok individu (Goldstein, 1982). Menurut French
(dalam Rakhmat 1996), kemampuan interpersonal adalah apa yang digunakan
seseorang ketika berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain secara tatap
muka. Komunikasi Sosial adalah mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk
membangun konsep diri, untuk kelangsungan hidup, aktualisasi diri, untuk
memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketergantungan, antara lain
lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain.
Melalui komunikasi sosial kita bisa berkerja sama dengan anggota masyarakat
(keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota, dan negara secara
keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.


Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama
sekali sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh
sebab itu komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh
kesadaran, bahkan secara aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud
atau tujuan tertentu.

D. Kesimpulan
Disediakan sistem komunikasi informasi jaringan bisnis, sistem komunikasi
informasi dengan desain sosial adalah kebutuhan makhluk dengan perangkat
kebutuhan menegah dengan sistem komunikasi jaringan sosial yang terus – menerus
terbentuk dengan komunikasi dalam berbagi flatform. Merancang sistem informasi
yang terus menerus dipengaruhi sistem komunikasi pada kecerdasan jaringan sosial
(dan kebutuhan tersier konsumen yang mahal lebih dan efisien), operasional bisnis
memerlukan sistem komunikasi dan teknologi informasi terapannya, informasi dan
jelas, yang mendefinisikan dan membahas sistem komunikasi dan teknologi informasi
terapan dengan memenuhi sistem sebagai alat kecerdasan netwok dengan
mempengaruhi konsep sentral manusia dan budayanya.

Komunikasi Naratif ini sesungguhnya berkenaan dengan manusia yang


berupaya memaknai dunianya yang selalu berubah. Lewat narasi, kita dapat
menghasilkan apa yang berlaku sebagai tatanan terhadap apa yang kelihatannya kacau
dalam dunia kita, dan melalui narasi kita bisa mendefinisikan diri bahwa kita
memiliki pemahaman atas kelangsungan sementara ini dan sebagai makhluk yang
berbeda dari makhluk lainnya.

E. Referensi

Yodiansyah, H. & Yuzalmi, N. Key perception theory in discourse analysis context


philosophical communication, first edition, pekanbaru.
https://independent.academia.edu/hefriyodiansyah/analytics/activity/documents

e-journal “Acta Diurna” Volume VI. No. 2. Tahun 2017


file:///C:/Users/H%20P/Downloads/Documents/94222-ID-komunikasi-antarpribadi-
dalam-menciptaka.pdf

https://www.kompasiana.com/komentar/1103/5535b2c16ea8344824da42ee/aplikasi-
media-sosial-dalam-ranah-jurnalistik
https://www.kompasiana.com/defryhamid/54f92879a3331176178b465a/perspektif-dalam-
kajian-ilmu-komunikasi

file:///C:/Users/H%20P/Downloads/Documents/2924-6295-1-SM.pdf

Anda mungkin juga menyukai