Abstrak
Perilaku hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang
dipraktikan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah sebagai hasil pembelajaran.
Permasalahan yang muncul di sekolah menengah pertama negeri menunjukan siswa/siswi tidak
melakukan PHBS seperti jarang melakukan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun, jarang
menggunakan jamban sehat, jarang membuang sampah pada tempatnya sehingga terjadi beberapa
kasus kejadian penyakit dseperti diare, cacingan, typoid, dan maag. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi gambaran PHBS pada siswa/siswi di sekolah menengah pertama negeri. Penelitian
ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah
siswa/siswi di SMPN 3 dan SMPN 4 di Wilayah Kerja Puskesmas Guntur Garut yang berjumlah 1458.
Teknik pengambilan sempel menggunakan stratified random sampling sehingga didapatkan 317
orang. Penelitian ini menggunakan intrumen kuesioner PHBS di sekolah. Data dianalisis secara
univariat dengan menggunakan nilai mean dan disajikan dalam distribusi frekuensi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa setengah dari responden yaitu sebanyak 160 (50,5%) siswa/siswi sudah
berperilaku baik dalam berperilaku hidup bersih dan sehat, dan hampir setengah responden yaitu
sebanyak 157 (49,5%) siswa/siswi masih berperilaku buruk dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.
PHBS pada siswa/siswi ini harus lebih ditingkatkan lagi dengan cara pemberdayaan UKS bekerjasama
dengan perawat yang ada di puskesmas terdekat dengan melakukan penyuluhan tentang PHBS.
Abstract
Clean and healthy life behaviour in school environment is an accumulation of behaviours which are
practiced by students, teachers, and community as a result of learning. Problems which arose in
junior high school showed that students did not do clean and healthy life behaviour such as rarely
washing their hands with running water and soap, rarely using healthy toilets, rarely throwing
garbage in the right places so that there were several cases of diseases such as diarrhea, intestinal
worms, typoid, and peptic ulcer.This research aimed to identify the description of clean and healthy
life behaviour in SMPN 3 and SMPN 4 Garut in the area of Guntur Community Health Centre. The
research method used descriptive quantitative. The population in this research was students of SMPN
3 and SMPN 4 Garut, with the total of 1458. The sampling technique used stratified random sampling
so that 317 people were obtained. This research used the clean and healthy life behaviour
questionnaire instrument in schools. Data were analyzed univariately using mean values and
presented in a frequency distribution. The results showed half of the respondents were 160 (50.5%) of
students had behaved well in behaving clean and healthy, and almost half the respondents were 157
(49.5%) students still behaved poorly in the behavior of clean and healthy. PHBS for these students
must be further improved by empowering School Health Unit in collaboration with the nurses at the
nearest community health centre by conducting education about clean and healthy life behaviour.
295
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
indikator PHBS, manfaat PHBS, dan pemilihan jajanan sehat. Edukasi PHBS
kerugian tidak PHBS. Dampak dari tidak tersebut diberikan melalui penyuluhan sesuai
melaksanakan perilaku hidup bersih dan dengan upaya pemerintah dalam memberikan
sehat akan menimbulkan beberapa penyakit promosi kesehatan tentang PHBS agar
diantaranya cacingan, diare, sakit gigi, sakit meningkatkan kesadaran siswa/siswi, guru,
kulit, gizi buruk dan penyakit lainnya yang dan masyarakat sekolah, sehingga terhindar
pada akhirnya mengakibatkan rendahnya dari penyakit. Hal tersebut membutuhkan
derajat kesehatan Indonesia dan rendahnya kerjasama sekolah dan tenaga kesehatan
kualitas hidup sumber daya Indonesia dalam membangun lingkungan yang sehat
(Sondakh et al., 2015). Selain itu dampak (Carolina, & Lestari, 2016).
yang akan dialami oleh anak-anak yang Survei awal yang tim peneliti lakukan
tidak melakukan PHBS di sekolah menurut pada tanggal 14 Desember 2018 berdasarkan
WHO sebanyak 100.000 anak Indonesia data dari Dinas Kesehatan terdapat data
meninggal dunia karena penyakit diare setiap PHBS masih ada Puskesmas yang rendah
tahunnya. Hal itu diakibatkan oleh jajanan PHBS-nya salah satunya yaitu Puskesmas
yang tidak sehat atau cuci tangan yang tidak Guntur, maka dari itu tim peneliti melakukan
bersih yang tidak dilakukan anak sekolah. penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas
Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak Guntur untuk mengetahui perilaku
belum melakukan PHBS. Selain itu masih siswa/siswi setiap harinya di sekolah,
terdapat anak usia sekolah yang menderita kemudian tim peneliti melakukan studi
penyakit cacingan karena tidak melakukan pendahuluan ke Puskesmas Guntur
cuci tangan menggunakan sabun (Lumongga Kabupaten Garut. Setelah melakuan
& Syahrial, 2013). wawancara dengan perawat yang memegang
Hasil penelitian Lina (2016), program PHBS, tim peneliti mendapatkan
menunjukkan bahwa apabila lingkungan beberapa informasi. Jumlah sekolah yang di
sekolah kotor akan mengakibatkan pegang di wilayah kerja Puskesmas Guntur
ketidaknyamanan suasana belajar, yaitu sebanyak 32 sekolah diantaranya ada
menurunnya prestasi belajar siswa, serta SD, MI, SMP, MTS, SMA, MA dan SMK.
dapat membuat citra sekolah menjadi buruk. Serta didapatkan data jumlah sekolah ada dua
Dampak dari tidak melaksanakan PHBS sekolah menengah pertama (SMP) yang
tersebut menjadi salah satu dasar pemerintah menjadi binaan Puskesmas Guntur. SMPN
dalam meluncurkan program yang bertujuan tersebut adalah SMPN 3 dan SMPN 4 Garut.
untuk mengubah perilaku yang tidak sehat Berdasarkan informasi yang didapat dari
agar menjadi sehat, sehingga diharapkan puskesmas bahwa SMPN tersebut sudah
sekolah dapat terus menjaga lingkungannya dilakukan pembinaan untuk melaksanakan
agar bersih dan mengajarkan PHBS pada PHBS. Hasil wawancara yang dilakukan
seluruh siswanya (Lolowang, Maramis & kepada guru UKS di SMPN 3 dan SMPN 4
Ratag 2017). Dalam melakukan upaya untuk Garut bahwa di sekolah tersebut masih
mencegah dampak tersebut diperlukan kerja banyak yang tidak melakukan kebiasaan
sama lintas sektoral dalam hal ini diperlukan tentang 8 indikator PHBS sekolah. Indikator
peran tenaga kesehatan khususnya perawat. yang sulit dilaksanakan oleh siswa menurut
Peran yang dapat dilakukan oleh guru UKS adalah mencuci tangan dengan air
perawat antara lain memberikan edukasi yang mengalir dan menggunakan sabun,
tentang PHBS dan cara pencegahan penyakit mengkonsumsi jajanan sehat di kantin
seperti demam berdarah dengan cara sekolah, menggunakan jamban yang bersih
memberantas sarang nyamuk dan membuang dan sehat atau membuang sampah pada
sampah pada tempatnya, cara pencegahan tempatnya. Apabila ke 8 indikator PHBS
diare/cacingan dengan cara cuci tangan tidak terlaksana maka akan terjadi angka
sebelum makan dan sesudah makan dan kejadian penyakit, penyakit tersebut
297
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
diantaranya diare, cacingan, demam, maag, sekolah yaitu 1) mencuci tangan dengan air
pusing atau demam berdarah. yang mengalir dan menggunakan sabun, 2)
Data mengenai angka kejadian mengkonsumsi jajanan sehat di kantin
penyakit yang didapat dari UKS sekolah sekolah, 3) menggunakan jamban yang
SMPN 3 dan SMPN 4 Garut yang tercatat bersih dan sehat, 4) olahraga yang teratur dan
dari bulan September 2018 sampai bulan terukur, 5) memberantas jentik nyamuk, 6)
November 2018 terdiri dari SMPN 3 diare 67 tidak merokok di sekolah, 7) menimbang
orang, cacingan 41 orang, demam 89 orang, berat badan dan mengukur tinggi badan, dan
maag 78 orang, pusing 88 orang dan DBD 30 8) membuang sampah pada tempatnya.
orang. Sementara itu di SMPN 4 Garut diare Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan dengan
59 orang, cacingan 30 orang, demam 68 skala pengukuran menggunakan skala likert
orang, maag 89 orang, pusing 73 orang dan dengan rentang nilai 1 sampai 4. Uji validitas
DBD 38 orang. Berdasarkan data tersebut instrumen dilakukan dengan content validity
dapat disimpulkan bahwa tingginya angka kepada pakar kemudian construct validity
kejadian penyakit tersebut kemungkinan yang dilakukan kepada 30 responden
besar disebabkan karena ada indikator yang siswa/siswi SMPN 2 Garut wilayah kerja
belum dilaksanakan dengan baik. Puskesmas Siliwangi yang memiliki kriteria
Berdasarkan permasalahan diatas, tim sama dengan sampel penelitian. Uji validitas
peneliti memandang penting untuk menggunakan uji kolerasi Person Product
melakukan penelitian mengenai gambaran Moment dengan rentang nilai 0,42-0,891.
perilaku hidup bersih dan sehat pada Sedangkan uji reliabilitas instrumen ini
siswa/siswi di Sekolah Menengah Pertama menggunakan rumus Alpha Cronbach
Negeri (SMPN) 3 dan Sekolah Menengah dengan nilai hasil uji >0,809 sehingga
Pertama Negeri (SMPN) 4 Garut Wilayah instrumen dinyatakan reliabel.
Kerja Puskesmas Guntur. Penelitian ini sudah mendapat izin dari
Komite Etik Penelitian Kesehatan
Metode Penelitian Universitas Padjadjaran dengan nomor
Penelitian ini menggunakan rancangan 738/UN6.KEP/EC/2019. Proses
penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini pengumpulan data dilakukan tim peneliti
bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran dengan melaksanakan informed consent
perilaku hidup bersih dan sehat pada terlebih dahulu dan memegang teguh prindip
siswa/siswi di Sekolah Menengah Pertama etika penelitian. Setelah data terkumpul
Negeri (SMPN) 3 dan Sekolah Menengah kemudian diolah dan dianalisis menggunakan
Pertama Negeri (SMPN) 4 Garut Wilayah nilai mean karena data terdistribusi normal.
Kerja Puskesmas Guntur. Populasi pada Perilaku hidup bersih dan sehat
penelitian ini adalah 1.458 orang siswa/siswi. dikelompokan menjadi 2 kategori dengan
Sampel pada penelitian berjumlah 317 orang menggunakan standar skor sebagai berikut:
siswa/siswi menggunakan teknik stratified 1) PHBS dikategorikan baik apabila total
random sampling yaitu, strata atau subjek skor jawaban ≥ nilai mean, dan 2) PHBS
seseorang di masyarakat, jenis ini digunakan dikategorikan buruk jika total skor jawaban <
peneliti untuk mengetahui beberapa variabel nilai mean.
pada populasi yang merupakan hal yang
penting untuk mencapai sampel yang Hasil dan Pembahasan
representatif. Berikut ini merupakan tabel hasil
Instrumen yang digunakan pada penelitian yang meliputi karakteristik
penelitian ini adalah kuesioner yang diadopsi responden (tabel 1), perilaku hidup bersih
dengan memodifikasi instrumen PHBS dari dan sehat secara umum (tabel 2), dan
penelitian Messakh, Purnawati, dan Panuntun perilaku hidup bersih dan sehat untuk setiap
(2019) yang meliputi 8 indikator PHBS di indikator (tabel 3).
298
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
Tabel 1
Karakteristik Responden
Karakteristik Jumlah
f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 85 26,8
Perempuan 232 73,2
Kelas
VII 159 50,2
VIII 158 49,8
Tabel 1 diatas menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan di Sekolah Menengah Pertama
Negeri wilayah kerja Puskesmas Guntur yaitu sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan sebanyak 232 orang (73,2%) dan sebanyak 159 (50,2%) merupakan kelas VII dan
sebanyak 158 orang (49,8%) merupakan kelas VIII.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Siswa/Siswi
di Sekolah Menengah Pertama Negeri (n=317)
Perilaku Hidup Bersih Jumlah
dan Sehat f %
Baik 160 50,5
Buruk 157 49,5
Tabel 2 menunjukkan bahwa setengah dari responden yaitu sebanyak 160 orang (50,5%)
siswa/siswi berperilaku baik dalam berperilaku hidup bersih dan sehat, dan hampir setengah
responden yaitu sebanyak 157 orang (49,5%) siswa/siswi berperilaku buruk dalam berperilaku
hidup bersih dan sehat.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Siswa/Siswi
di Sekolah Menengah Pertama Negeri untuk Setiap Indikator (n=317)
No Indikator Perilaku Hidup Perilaku Jumlah
Bersih Hidup Bersih f %
dan Sehat dan Sehat
1. Perilaku mencuci tangan dengan Baik 155 48,9
air yang mengalir dan Buruk 162 51,1
menggunakan sabun
2. Perilaku mengkonsumsi jajanan Baik 152 47,9
sehat Buruk 165 52,1
3. Perilaku menggunakan jamban Baik 226 71,3
bersih dan sehat Buruk 91 28,7
4. Perilaku olahraga yang teratur dan Baik 188 59,3
terukur Buruk 129 40,7
5. Perilaku memberantas jentik Baik 163 51,4
nyamuk Buruk 154 48,6
6. Perilaku tidak merokok di sekolah Baik 175 55,2
Buruk 142 44,8
7. Perilaku menimbang berat badan Baik 241 76,0
dan mengukur tinggi badan Buruk 76 24,0
8. Perilaku membuang sampah pada Baik 223 70,3
tempatnya Buruk 94 39,7
299
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
300
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
sekolah. Hal ini dapat disebabkan karena diharapkan, akhirnya akan terbentuklah
keadaan sanitasi seperti WC berbau dan perilaku tersebut misalnya membiasakan
kurang bersih sehingga walaupun tersedia siswa/siswi untuk mencuci tangan dengan air
fasilitas cuci tangan tetapi ada faktor yang yang mengalir dan sabun sebelum dan
menghambat juga, selain itu masih terdapat sesudah makan, karena cuci tangan dapat
beberapa siswa/siswi yang membuang membunuh kuman yang ada di tangan dan
sampah begitu saja di depan kantin walaupun masih banyak contoh untuk menggambarkan
sudah tersedia tempat sampah karena tempat hal tersebut (Sulastri, Purna, & Suyasa,
sampahnya jauh atau siswanya yang malas 2013). Hasil penelitian ini juga didukung
berpindah tempat karena sudah berkumpul oleh Teori Green yang menyatakan bahwa
dengan temannya. PHBS merupakan peran guru merupakan salah satu faktor
cerminan pola hidup keluarga yang penguat dalam pembentukan perilaku yaitu
senantiasa memerhatikan dan menjaga faktor yang mendorong untuk bertindak
kesehatan seluruh anggota keluarga. dalam mencapai suatu tujuan yang terwujud
Mencegah lebih baik dari pada mengobati dalam peran keluarga terutama orang tua,
inilah yang menjadi dasar untuk guru dan petugas kesehatan untuk saling
melaksanakan PHBS (Simbolon, & bahu membahu, sehingga tercipta kerjasama
Simorangkir, 2018). yang baik antara pihak rumah dan sekolah
Hasil penelitian ini juga sejalan yang akan mendukung anak dalam
dengan penelitian Lolowang, Maramis, dan memperoleh pengalaman yang hendak
Ratag (2017), yang menyatakan bahwa dirancang, lingkungan yang bersifat sebagai
setengahnya siswa/siswi memilik perilaku pusat anak yang akan mendorong proses
yang baik (50,9%) dan hampir setengahnya belajar melalui penjelajah dan penemuan
siswa/siswi memiliki perilaku yang buruk untuk terjadinya suatu perilaku. Selain itu
(44,4%) dalam hal PHBS di sekolah. Hal ini peranan sekolah juga tidak kalah penting
dapat disebabkan karena terdapat hubungan dalam membuat suatu kebijakan yang bisa
antara tingkat pengetahuan dengan meningkatkan peran guru terhadap tindakan
pelaksanaan PHBS. PHBS di sekolah PHBS pada siswanya. Hal lain yang mungkin
merupakan sekumpulan perilaku yang di juga bisa dilakukan adalah dengan
praktikan oleh siswa/siswi, guru, dan memberikan informasi PHBS kedalam
masyarakat yang ada di lingkungan sekolah kurikulum pembelajaran di sekolah.
atas dasar kesadaran sebagai hasil Upaya untuk siswa/siswi yang
pembelajaran sehingga secara mandiri berperilaku sudah baik harus bisa
mampu mencegah penyakit, meningkatkan mempertahankan perilaku bersih dan sehat di
kesehatannya serta berperan aktif dalam sekolah dengan tidak membuang sampah
mewujudkan lingkungan sehat dan bersih sembarangan, tidak merokok di sekolah,
(Wokas, Sulastri, & Kartinah, 2018). Konsep memberantas nyamuk, menggunakan jamban
perilaku yang dikembangkan Becker, sehat, olahraga secara teratur dan terukur,
merupakan konsep perilaku sehat. Bahwa sering melakukan menimbang berat badan
perilaku sehat tersebut terbagi menjadi tiga dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
domain, yaitu pengetahuan terhadap sekali, dan upaya untuk siswa/siswi yang
kesehatan, sikap untuk merespon tindakan berperilaku buruk harus bisa meningkatkan
kesehatan, dan praktik domain ini bermanfaat lagi perilaku hidup bersih dan sehat agar
untuk mengetahui seberapa besar tingkat tidak terjadinya pencemaran kuman yang
perilaku sehat setiap individu (Notoatmodjo, akan menyebabkan penyakit serta
2010). siswa/sisiwi tersebut harus sering diberi
Salah satu cara membentuk perilaku pembelajaran atau penyuluhan dari
siswa/siswi adalah dengan cara membiasakan puskesmas. Serta peran guru dalam
diri untuk berperilaku seperti yang memberikan pembelajaran terkait perilaku
301
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
hidup bersih dan sehat, selain itu pihak perilaku cuci tangan yang buruk. Perilaku
sekolah perlu melakukan penyuluhan cuci tangan adalah kegiatan yang dilakukan
peraturan seperti kebiasaan terkait PHBS seseorang dalam membersihkan bagian
karena sudah ada fasilitas yang memadai tangan dengan tujuan untuk membersihkan
seperti tempat cuci tangan, tempat sampah, tangan dari kotoran dan membunuh kuman
toilet, UKS, kantin sekolah, lapang olahrag, penyebab penyakit yang merugikan
alat pengukuran TB dan penimbang BB. kesehatan manusia (Rahayu, Muhlisin &
Sudaryanto, 2016). Perilaku cuci tangan ini
Hasil Pengukuran Perilaku Hidup Bersih sangat penting dilakukan karena merupakan
dan Sehat di Sekolah untuk Setiap salah satu tindakan yang penting untuk
Indikator mencegah masuknya mikroba kedalam tubuh
Perilaku hidup bersih dan sehat di (Paulik et al., 2014).
tatanan sekolah ini terdiri dari 8 indikator. Indikator kedua yaitu perilaku
Dari kedelapan indikator tersebut sudah mengkonsumsi jajanan sehat menunjukkan
terdapat 6 indikator yang memiliki perilaku bahwa hampir setengahnya siswa/siswi
baik tetapi harus terus dipertahankan dan berperilaku baik dalam mengkonsumsi
diberikan penguatan baik oleh pihak sekolah jajanan sehat, dan sebagian besar siswa/siswi
maupun puskesmas yaitu perilaku berperilaku buruk dalam jajan sehat dikantin
menggunakan jamban bersih dan sehat, sekolah. Siswa/siswi memiliki perilaku buruk
perilaku olahraga yang teratur dan terukur, terhadap mengkonsumsi jajanan sehat di
perilaku memberantas jentik nyamuk, kantin sekolah. Kantin sekolah sudah tersedia
perilaku tidak merokok di sekolah, perilaku tetapi masih banyak siswa/siswi yang masih
menimbang berat badan dan mengukur tinggi jajan di luar gerbang sekolah seperti jajanan
badan, dan perilaku membuang sampah pada di pinggir jalan yang berjualan secara
tempatnya. Adapun untuk indikator perilaku terbuka. Hal ini sejalan dengan penelitian
mencuci tangan dengan air yang mengalir yang dilakukan Lina (2016), yang
dan menggunakan sabun dan perilaku mendapatkan hasil bahwa sebagian besar
mengkonsumsi jajanan sehat siswa/siswi siswa/siswi yaitu sebanyak 56,3%
masih banyak yang berperilaku buruk. berperilaku buruk dalam mengkonsumsi
Indikator pertama yaitu perilaku jajanan sehat di kantin sekolah. Dikatakan
mencuci tangan dengan air yang mengalir berperilaku buruk karena tidak berfungsinya
dan menggunakan sabun menunjukkan kantin sekolah sehingga siswa/siswi
bahwa hampir setengahnya siswa/siswi cenderung jajan di luar lingkungan sekolah.
berperilaku baik dalam cuci tangan, dan Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin
sebagian besar siswa/siswi masih berperilaku sekolah merupakan suatu kebiasaan yang
buruk dalam cuci tangan. Terdapatnya sarana harus ditanamkan pada siswa/siswi. Hal ini
cuci tangan seperti adanya wastafel di setiap sebagai upaya agar siswa/siswi terhindar dari
depan kelas dengan disertai air yang kandungan zat kimia yang terdapat pada
mengalir dan didukung oleh tersedianya makanan yang dijual bebas di luar kantin
sabun untuk mencuci tangan, hal ini mungkin sekolah. Makanan yang ada dikantin sekolah
yang menyebabkan siswa/siswi di sekolah juga harus diawasi oleh pihak guru, supaya
memiliki perilaku cuci tangan yang baik. makanan tetap terjaga kebersihan dan
Berbeda halnya dengan sekolah yang kandungan gizinya. Makanan sehat harus
memiliki sarana untuk cuci tangan yang tidak mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh,
lengkap yaitu sudah terdapat wastafel di sehingga dapat membantu proses
setiap depan kelas tetapi kran airnya sudah pertumbuhan dan perkembanga siswa dengan
pada rusak dan tidak terdapat air mengalir optimal (Proverawati & Rahmawati, 2012).
mungkin hal ini yang bisa menyebabkan Indikator ketiga yaitu perilaku
perilaku siswa/siswi di sekolah memiliki menggunakan jamban bersih dan sehat
302
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
303
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
baik yaitu tidak merokok di lingkungan tinggi badan yang telah di tetapkan sehingga
sekolah, dan hampir setengahnya siswa/siswi guru mengetahui pertumbuhan siswanya
masih berperlaku buruk yaitu merokok di normal atau tidak nrmal (Evayanti, 2012).
lingkungan sekolah. Siswa/siswi sudah Mengukur berat badan dan tinggi badan
memiliki perilaku baik terhadap indikator merupakan salah satu upaya untuk
tidak merokok di sekolah. Sudah ditentukan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
di sekolah tentang larangan merokok. Sanksi anak, dengan diketahuinya tingkat
diberlakukan bagi siswa/siswi yang pertumbuhan dan perkembangan anak maka
melanggar atau katahuan merokok di dapat memberikan masukan untuk
lingkungan sekolah. Perilaku tidak merokok peningkatan konsumsi makanan yang bergizi
di sekolah dikatakan baik dikarenakan sudah bagi pertumbuhan anak. Sedangkan untuk
mendapatkan penyuluhan tentang bahaya mengetahui pertumbuhan seorang anak
merokok, maka penyuluhan harus terus normla atau tidak, bisa diketahui melalui cara
dilakukan dengan harapan bahwa semakin membandingkan ukuran tubuh anak yang
banyak paparan informasi dengan itensitas bersangkutan dengan ukuran tubuh anak
yang tinggi membuat perilaku responden sesuai pada umumnya (Depkes RI, 2010).
dapat drubah dalam hal PHBS tidak Indikator kedelapan yaitu perilaku
merokok dikelas. Rokok ibarat pabrik bahan membuang sampah pada tempatnya
kimia dalam satu batang rokok yang diisap menunjukkan bahwa sebagian besar
akan dikeluarkan 4,000 bahan kimia siswa/siswi sudah berperilaku baik dalam
berbahaya adalah Nikotin, tar dan CO membuang sampah pada tempatnya, dan
(Depkes RI, 2010). Pengawasan orang tua hampir setengahnya siswa/siswi masih
dan guru yang ketat sangat dibutuhkan dalam berperilaku buruk dalam membuang sampah
hal ini, perkembangan teknologi dan pada tempatnya. Siswa/siswi sudah memiliki
pergaulan yang sangat pesat dapat menjadi perilaku baik terhadap indikator membuang
faktor pemicu adanya perokok di usia muda. sampah pada tempatnya. Sekolah sudah
Indikator ketujuh yaitu perilaku menyediakan tempat sampah di setia depan
menimbang berat badan dan mengukur tinggi kelas dan juga sudah ada peraturan dari pihak
badan menunjukkan bahwa hampir sekolah untuk memberikan sanksi pada
seluruhnya siswa/siswi sudah berperilaku siswa/siswi yang membuang sampah
baik dalam menimbang berat badan dan sembarangan. Hal ini sejalan dengan
mengukur tinggi badan, dan sebagian kecil penelitian yang dilakukan Wokas, Sulastri,
siswa/siswi masih berperilaku buruk dalam dan Kartinah (2018), yang menunjukkan
menimbang berat badan dan mengukur tinggi bahwa PHBS dikategorikan baik sebesar
badan. Siswa/siswi sudah memiliki perilaku 71,1%, dalam perilaku membuang sampah
baik terhadap indikator menimbang berat pada tempatnya dikarenakan pola pikir siswa
badan dan mengukur tinggi badan di sekolah. terhadap penerapan perilaku membuang
Indikator ini sudah menjadi program sampah pada tempatnya masih kurang
puskesmas, tujuan program ini untuk sehingga siswa cenderung melakukannya.
mengetahui perkembangan anak setiap Siswa yang mempunyai perilaku yang baik
bulannya sehingga dilakukan oleh pihak belum tentu melakukan penerapan PHBS
puskesmas untuk mengumumkan pentingnya membuang sampah pada tempatnya, sebagian
pertumbuhan dan perkembangan anak. besar siswa mengetahui dampak yang
Kegiatan menimbang BB dan mengukur TB ditimbulkan akibat membuang sampah
pada siswa/siswi dilakukan dengan tujuan sembarangan, akan tetapi mereka tidak mau
untuk mentaati tingkat pertumbhan pada melakukan penerapan indikator membuang
siswa. Hasil pengukuran dan penimbangan sampah pada tempatnya (Raharjo & Indarjo,
berat badan pada siswa/siswi tersebut 2015). Membuang sampah sembarangan
dibandingkan dengan standar berat badan dan adalah salah satu penyebab tidak
304
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
305
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 4 No 1, Hal 295-307, Mei 2020 e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah p-ISSN 2714-6502
307