BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembiayaan kesehatan yang kuat, stabil dan berkesinambungan
memegang peranan yang sangat vital untuk penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan penting dari
pembangunan kesehatan di suatu negara diantaranya adalah pemerataan
pelayanan kesehatan dan akses dan pelayanan yang berkualitas/ assured
quality. Oleh karena itu reformasi kebijakan kesehatan di suatu negara
segera memberikan fokus penting kepada kebijakan pembiayaan kesehatan
untuk menjamin terselenggaranya kecukupan, pemerataan, efisiensi dan
efektifitas dari pembiayaan kesehatan itu sendiri. (Departemen Kesehatan
RI, 2004).
Negara-negara di dunia melalui badan kesehatan internasional WHO
telah sepakat untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) di tahun
2014. UHC merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga di
dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bermutu dengan biaya
yang terjangkau yang mencakup dua elemen inti didalamnya yakni akses
pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga, dan
perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan
kesehatan dimana negara Indonesia pada saat ini sedang berada dalam masa
transisi menuju cakupan pelayanan kesehatan semesta tersebut.
Universal Health Coverage (UHC) di Indonesia hingga tahun 2017 baru
mencapai 72,9% dari jumlah penduduk Indonesia, dengan jumlah peserta
183 juta jiwa (BPJS Kesehatan, 2018). Target kepesertaan JKN 100% di
tahun 2019 sulit dicapai karena masih ada 27,1% jumlah penduduk yang
belum menjadi peserta JKN. Bahkan Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN) pada tahun 2019 memprediksikan capaian kepesertaan JKN sebesar
82,4%. Jika tidak ada upaya yang luar biasa maka penduduk akan kehilangan
hak-hak kesehatan yang semestinya diterima. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menegaskan pentingnya implementasi UHC di mana semua orang
akan dapat menerima pelayanan kesehatan berkualitas sesuai kebutuhan
tanpa menyebabkan kesulitan keuangan akibat kewajiban untuk membayar
pelayanan kesehatan tersebut. UHC juga mencakup inisiatif kesehatan yang
dirancang untuk mempromosikan kesehatan yang lebih baik, misalnya
kebijakan upaya pencegahan penyakit melalui vaksinasi, pemberian
pengobatan, rehabilitasi, dan perawatan paliatif yang berkualitas dan efektif
(WHO, 2014).
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa itu pembiayaan kesehatan ?
b. Bagaimana strategi pembiayaan serta sumber biaya kesehatan ?
c. Apa yang dimaksud dengan UHC ?
d. Bagaimana risiko pembiayaan kesehatan dimasa yang akan datang?
e. Bagaimana dampak terhadap pencapaian UHC ?
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa itu pembiayaan kesehatan
b. Untuk mengetahui strageti pembiayaan dan sumber dana kesehatan
c. Untuk mengetahui apa itu UHC
d. Untuk mengetahui risiko pembiayaan kesehatan dimasa yang akan
datang
e. Untuk mengetahui dampak terhadap pencapaian UHC
BAB II
PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
Universal Health Coverage (UHC) merupakan sistem kesehatan yang
memastikan setiap warga di dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap
pelayanan kesehatan yang bermutu seperti yang dijamin undang-undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Secara umum, tugas dari BPJS Kesehatan adalah
mengumpulkan dan mengelola dana amanah yang berasal baik dari iuran
masyarakat maupun bantuan iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah. , Berbagai tantangan yang terus-menerus dalam stabilitas
atau kecukupan sumber daya kesehatan yang dikumpulkan, serta ketergantungan
pada pengeluaran di luar anggaran, dapat secara signifikan menghambat apakah
dan bagaimana UHC dapat berhasil diimplementasikan, Sedikit yang diketahui
tentang bagaimana sumber keuangan untuk kesehatan mungkin menjadi
katalisator atau membatasi potensi kemajuan di masa depan UHC.
Penyelenggaraan UHC di Indonesia dilakukan dengan pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah dan BPJS
Kesehatan. Peran Pemerintahan Daerah dalam JKN terbatas dalam hal untuk
memastikan kepesertaan penduduk di wilayahnya dengan memberikan bantuan
iuran yang berasal dari APBD. Dalam kaitannya dengan risiko finansial JKN,
Pemerintahan Daerah berkontribusi dalam bentuk pemotongan penerimaan pajak
rokok yang menjadi hak daerah untuk disetorkan langsung kepada BPJS
Kesehatan melalui mekanisme sebagaimana yang diatur oleh Menteri Keuangan.
Dana BPJS sebagian besar akan digunakan per kapita oleh penduduk Jawa dan
perkotaan. Hal ini akan membahayakan prinsip keadilan sosial. Kebijakan
Pemerintah untuk menaikkan iuran pogram Jaminan Kesehatan pada saat terjadi
wabah pandemi Covid-19 menuai banyak kritik dan menimbulkan masalah
politik yang berkepanjangan dari berbagai kalangan masyarakat. Dengan tidak
mengabaikan adanya pandangan yang menyatakan bahwa Keputusan
Pemerintah yang tidak populis, kebijakan Pemerintah menetapkan kenaikan
iuran itu merupakan bagian strategi mengatasi defisit pembiayaan program
tersebut yang mengalami defisit yang semakin meningkat.
Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang makin tidak terkendali serta
mengantisipasi ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan
kesehatan sehingga perkembangan penyakit semakin tidak terkendali, maka
pilihan yang tepat untuk pembiayaan kesehatan adalah asuransi kesehatan.
Mengingat kondisi ekonomi negara dan masyarakat serta keterbatasan sumber
daya yang ada, maka perlu dikembangkan pilihan asuransi kesehatan dengan
suatu pendekatan yang efisien, efektif dan berkualitas agar dapat menjangkau
masyarakat luas.
B. SARAN
Secara praktis, dalam melaksanakan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah ke
Jaminan Kesehatan Nasional, tindakan pemerintah bukan sebatas
mensentralisasikan seluruh sistem yang ada kedalam sistem yang lebih besar,
tetapi juga harus seimbang dalam menjaga kesinambungan semangat
desentralisasi dan kepentingan masyarakat di daerah dalam payung Jaminan
Kesehatan Nasional.
DAFTAR PUSTAKA