Anda di halaman 1dari 14

Nama : Mari Cahyani

NIM : 190711637219

Mata Kuliah : Pemerintahan Daerah dan Desa

Offering :C

Pertemuan Ke 2

1. Desentralisatie Wet 1903

Pada tanggal 23 Juli 1903 terbit sebuah undang-undang di Hindia Belanda yang dikenal dengan
nama Decentralisatie Wet 1903. Pasal-pasal dalam wet tersebut membuka kemungkinan mengadakan
desentralisasi dalam pemerintahan, untuk mewujudka daerah-daerah yang mengurus rumah tangga
sendiri, yang meliputi Gewest dan bagian dari Gewest atau Gedelte van Gewesten (Harsono, S.H
1992 :57). Undang-undang ini kemudian dipublikasikan melalui Nederlandsche Staatblad tahun 1903
No. 219 dan melalui Indische Staatsblad No.329). Pelaksanaan Decentralisatie Wet 1903 pemerintah
Belanda mengeluarkan Decentralisatie Besluit 1905 dan Local Raden Ordonnantie.

a. Decentralisatie Besluit tentang pokok pembentukan, susunan, kedudukan, dan wewenang


dewan (Raad) dalam pengelolaan keuangan yang dipisahkan dari pemerintah pusat.
b. Local Raden Ordonnantie merupakan aturan pelaksanaan yang menentukan struktur, status,
kewenangan dewan (Raad), yaitu Gewestelijke Raad, Plaatselijk Raad, dan Gemeenteraad.

Dengan dasar UUdan aturan itu maka daerah-daerah di Hindia Belanda yang telah memenuhi syarat
diubah statusnya menjadi kota otonom yang memiliki pemerintahan sendiri yang terpisah dengan
pemerintahan pusat tetapi tetap bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.

Gemeente dan Kabupaten adalah kesatuan masyarakat hukum yang tingkatannya sama,
pendapatan daerah serta hak dan kewajiban yang sama. Hanya saja Gemeente harus dipimpin
oleh seorang walikota (burgermeester) oleh orang Belanda bukan pribumi. Anggota dewan
kota (Gemeente raad) terdiri dari orang Belanda asli, Pribumi dan orang asing lainnya yang
jumlahnya telah diatur oleh pemerintah Belanda. UU Desentralisasi menciptakan dewan-
dewan lokal, baik Dewan Keresidenan maupun Dewan Kota sebagai lembaga hukum yang
mempunyai wewenang membuat peraturan. Desentralisasi ini mencakup tiga hal, yaitu

1. Pendelegasian kekuasaan dari pemerintah pusat di Belanda ke Hindia-Belanda,


kemudian dari pemerintahan ini ke departemen, pejabat lokal, dan dari pejabat
Belanda ke pejabat pribumi
2. Menciptakan lembaga-lembaga otonom yang mengatur urusan sendiri, dan
3. Memisahkan keuangan negara dan keuangan pribadi (Utomo, 2012:244)

Dengan dibentuknya Gemeente yang memiliki otoritas untuk mengelola kota, lembaga
kemudian memperoleh hak yang melekat pada wewenang yang dimiliki yaitu hak untuk
mengumpulkan pajak dari warga kota yang bersangkutan serta hak untuk mengumpulkan
dana dari usaha-usaha yang dialihkan oleh pemerintah pusat, penjualan dan penyewaan
rumah, tanah dan lain-lain (Basundoro, 2012:93).

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945


Sebenarnya Undang-Undang ini hanya mengatur tentang Kedudukan Komite Nasional
Daerah. Namun hakikatnya mengatur tentang Pemerintahan Daerah (desentralisasi dan
Otonomi Daerah). Mengenai keterlibatan Komite Nasional Indonesia Daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah bersama dengan Kepala Daerah ini, dapat
dilihat dari kedudukan atau fungsi Komite Nasional Indonesia Daerah sebagaimana
dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang dibuat oleh Kementerian
Dalam Negeri : “…Komite Nasional Indonesia Daerah itu hendaknya menjadi badan
Legislatif, dipimpin Kepala Daerah, sedangkan sebagian dari Komite Nasional Indonesia
Daerah dipimpin pula oleh Kepala Daerah, hendaknya menjalankan pemerintahan sehari-
hari”.
Kedua ketentuan itu memperlihatkan kelemahan prinsipal yang menimbulkan persoalan
didalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yaitu menciptakan dualisme kekuasaan
eksekutif. Yang dikemudian hari kekeliruan ini menjadi salah satu alasan dan pendorong
munculnya UndangUndang Nomor 22 Tahun 1948.

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948


Kesederhanaan dan dualisme tersebut telah mendorong pemerintah pusat untuk membuat
undang-undang baru yang terealisasi pada tanggal 10 Juli 1948 yakni diundangkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Pemerintahan Daerah. Di UU ini
tampak adanya upaya untuk mewujudkan makna bunyi Pasal 18 Undang-Undang Dasar
1945, hal itu terlihat dari Penetapan yang ada dalam Undang-Undang tersebut, yaitu :
a. Landasan pelaksanaan desentralisasi yang rasional sebagai sarana mempercepat
kemajuan rakyat didaerah.
b. Diadakannya 3 tingkatan daerah otonom, yaitu Provinsi bagi Daerah Tingkat I,
Kabupaten dan Kota Besar bagi Daerah Tingkat II dan Desa (Kota kecil, nagari,
marga dan sebagainya)bagi daerah Tingkat III.
c. Modernisasi dan mendinamisasi pemerintahan desa dengan menjadikannya Daerah
Tingkat III. d.
d. Menghilangkan dualisme pemerintahan di daerah.
e. Pembentukan daerah istimewa di daerah-daerah yang mempunyai hak-hak usul dan di
zaman sebelum Republik Indonesia telah mempunyai pemerintahan sendiri.

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, maka dibentuklah Provinsi-Provinsi otonomi di


Jawa, sedangkan Sumatera dan Kalimantan atau wilayah Indonesia Timur berlaku
UndangUndang Pemerintahan Daerah

Undang-undang ini menganut asas otonomi formal sekaligus asas otonomi material. Asas
otonomi material ini tersurat pada Pasal 23 ayat (2) yang menyebutkan bahwa hal-hal yang
menjadi urusan rumah tangga daerah ditetapkan lewat undang-undang pembentukan bagi
tiap-tiap daerah. Asas formal (dalam rumusan negasi) tercantum pada Pasal 28 yang
merumuskan tentang batasan dan larangan bagi DPRD untuk membuat peraturan daerah yang
materinya telah diatur dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan angka III
dinyatakan bahwa pemerintah pusat menyerahkan urusan kepada daerah dengan seluas-
luasnya. Namun pada kenyataannya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 sulit
diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan keadaan negara sedang
revolusi yang melibatkan clash dengan Belanda serta kesulitan-kesulitan dalam negeri
lainnya.

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957

Pada 17 Januari 1957 diundangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 Tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah. Undang-undang yang pertama kali memperkenalkan konsep
otonomi rill. Undang-undang ini tidak secara tegas menetapkan hal-hal apa yang menjadi
urusan rumah tangga daerah dan apa yang tergolong pemerintah pusat.16 Dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, maka timbul dualisme pimpinan di daerah, yakni di
samping terdapat kepala daerah tingkat 1 juga terdapat gubernur, di daerah tingkat II di
samping terdapat kepala daerah tingkat II ditemukan pula bupati sebagai wakil pemerintah
pusat di daerah tersebut.

5. Presidential Edict 6/ 1959


Penjelasan Penetapan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintahan
Daerah
1. Dengan berlakunya lagi Undang-undang Dasar 1945 berdasarkan Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959, maka negara dan bangsa Indonesia telah memasuki alam baru
dalam sejarah ketatanegaraannya. Kembali ke Undang-undang Dasar 1945 berarti
meninggalkan sistim demokrasi liberal, yang dianut oleh Undang-undang Dasar
Sementara, yang ternyata telah membawa revolusi bangsa Indonesia yang belum
selesai kesuatu arah yang membahayakan kesatuan negara dan persatuan bangsa
Indonesia. Revolusi ketatanegaraan harus berjalan tidak saja dibidang horizontal
mengenai pemerintahan pusat di Jakarta, tetapi juga harus berlangsung vertikal
mengenai pemerintahan daerah.
Selanjutnya kembali ke Undang-undang Dasar 1945 berarti pula melaksanakan sistim
demokrasi terpimpin; dalam sistim itu kebijaksanaan pemerintahan sejak tanggal 5
Juli 1959 dalam keseluruhannya dipertanggungjawabkan oleh Presiden kepada
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Oleh karena itu badan-badan pemerintahan sebagai alat untuk menyelamatkan revolusi harus
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam rangka
pelaksanaan demokrasi terpimpin. Penyesuaian ini harus dilaksanakan dengan Penetapan
Presiden sebagai pelaksanaan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan sebagai satu-satunya
jalan untuk meluaskan arus revolusi ketatanegaraan sampai dapat dinikmati oleh rakyat
diseluruh wilayah Republik Indonesia.
3. Dalam pada itu harus diperhatikan dua masalah yang penting, yaitu:
a. bahwa politik dekonsentrasi dan desentralisasi berjalan terus dengan menjunjung faham
desentralisasi teritorial;
b. bahwa untuk kepentingan rakyat, untuk keutuhan pemerintah daerah dan kelancaran
administrasi, dualisme dalam pimpinan pemerintahan di daerah harus dihapuskan.
4. Melanjutkan politik dekonsentrasi dan desentralisasi berarti melanjutkan pemberian hak
kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri, dengan mengingat
kemampuan dan kesanggupan daerah masing-masing.
Dengan demikian urusan-urusan yang kini termasuk kewenangan pemerintah pusat semakin
lama akan semakin banyak beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Untuk menjunjung sifat Negara
Republik Indonesia sebagai Negara kesatuan, politik dekonsentrasi dan desentralisasi yang
demikian itu harus disertai suatu ketentuan, yang menjamin hubungan yang erat antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sesuai dengan jiwa dan semangat Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Konstitusi Proklamasi.
5. Pimpinan pemerintahan didaerah kini bersifat dualistis, dalam arti kata bahwa ada dua
pimpinan yang berdiri terpisah, mengenai dua bidang pekerjaan yang pada
hakekatnya sangat erat hubungannya satu sama lain. Dua bidang itu ialah:
a. bidang pemerintahan umum pusat didaerah ditangan Pamong praja; dan
b. bidang otonomi dan tugas pembantuan dalam pemerintah (medebewind) ditangan
pemerintah daerah.
Pimpinan kedua bidang ini perlu diletakkan dalam satu tangan.
6. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, maka untuk mencapai daya guna sebesar-
besarnya, pemerintah daerah diberi bentuk dan susunan serta kekuasaan, tugas dan
kewajiban yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
a. pimpinan dalam bidang pemerintahan umum pusat didaerah dan pimpinan dalam
bidang pemerintah daerah diletakkan ditangan seorang Kepala Daerah;
b. kekuasaan eksekutif yang dijalankan oleh Kepala Daerah tidak bersifat kolegial,
akan tetapi sebaliknya juga tidak meninggalkan dasar permusyawaratan dalam
sistim pemerintahan;
c. anggota-anggota Badan Pemerintah Harian merupakan pembantu-pembantu
Kepala Daerah dan harus bebas dari keanggotaan partai politik, halaman diatur
berdasarkan Peraturan Presiden No. 2 tahun 1959.
d. Kepala Daerah adalah pegawai Negara, yang tidak dapat diberhentikan karena
sesuatu keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e. Kepala Daerah mempunyai kekuasaan untuk mempertangguhkan keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan dan keputusan Pemerintah
Daerah bawahannya, yang dianggapnya bertentangan dengan kepentingan umum
atau peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya;
f. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berwewenang dalam bidang-bidang legislatif,
anggaran pendapatan dan belanja serta pembangunan didaerah.
7. Soal-soal yang timbul dalam masa peralihan setelah Penetapan Presiden ini berlaku,
sebagian diatur dalam Penetapan Presiden ini, misalnya mengenai Dewan Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang sekarang ada, dan sebagian lagi
diatur atau diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (pasal 22).
8. Dalam pada itu perlu dikemukakan, bahwa Penetapan Presiden ini bertujuan dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya menertibkan pemerintahan daerah sesuai dengan
jiwa dan semangat Undang-undang Dasar 1945 dan demokrasi terpimpin.
Perubahan-perubahan dimasa datang, misalnya sebagai akibat pelaksanaan politik
dekonsentrasi dan desentralisasi, akan diatur dan diselesaikan dalam waktu yang
singkat berdasarkan peraturan perundangan yang ada, umpamanya pelaksanaan
Undang-undang No. 6 tahun 1959 atau yang akan diadakan.

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965


Dengan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959, maka pula perubahan itu terutama dimaksudkan untuk menghilangkan
kelemahan Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 1 Tahun 1957 dan kebutuhan
penyesuaian susunan pemerintahan daerah dengan susunan menurut Undang-Undang
Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, intinya menetapkan bahwa dekonsentrasi dan
desentralisasi berjalan dengan menjunjung tinggi desentralisasi teritorial, dan dualisme
pemerintahan didaerah di hapuskan. Melalui Undang-Undang ini, maka wilayah
Indonesia dibagi atas daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri (daerah otonom) dan tersusun dalam 3 tingkatan yakni :
1. Provinsi dan/atau Kota Raya sebagai Daerah Tingkat I.
2. Kabupaten dan/atau Kotamadya sebagai Daerah Tingkat II.
3. Kecamatan dan/atau Kota Praja sebagai Daerah Tingkat III
Semasa berlakunya Undang-Undang ini, Pembentukan Daerah Tingkat III tidak pernah
terlaksana, walaupun sempat dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
Tentang Desa Praja.

7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi, UU No.5
tahun 1974 yang mengatur tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dibentuk. UU ini telah
meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip,
yaitu:

1. Desentralisasi, yaitu penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah


tingkat atasnya kepada daerah

2. Dekonsentrasi, yaitu, pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah


atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah
3. Tugas perbantuan (medebewind), yaitu pengkoordinasian prinsip  desentralisasi dan
dekonsentrasi oleh kepala daerah, yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa
tunggal di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah.

Akibat dari prinsip-prinsip tersebut, maka dikenal dengan adanya daerah otonom dan wilayah
administratif. Meskipun harus diakui bahwa UU No.5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen
politik, namun dalam praktek yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam
perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena yang
paling menonjol dari hubungan antara sistem Pemda dengan pembangunan adalah
ketergantungan Pemda yang tinggi terhadap pemerintah pusat.

Ada karakteristik yang sangat menonjol dari prinsip penyelenggaraan Pemda menurut UU
ini:

1. Wilayah negara dibagi ke dalam Daerah besar dan kecil yang bersifat otonom atau
administratif saja. Sekalipun tidak ada perbedaan yang tegas di antara keduanya,
tetapi kenyataannya sebuah wilayah pemerintahan mempunyai dua kedudukan
sekaligus, yaitu sebagai Daerah Otonom yang berpemerintahan sendiri dan sebagai
Wilayah Administratif yang merupakan representasi dari kepentingan Pemerintah
Pusat yang ada di Daerah.
2. Pemda diselenggarakan secara bertingkat, yaitu Dati I, Dati II sebagai Daerah
Otonom, dan kenudian Wilayah Administatif berupa Propinsi, Kabupaten/Kotamadya,
dan Kecamatan.
3. DPRD baik Tingkat I maupun II dan Kotamadya merupakan bagian dari Pemda.
Prisip ini baru pertama kali dalam sejarah perjalanan Pemda di Indonesia karena pada
umumnya DPRD terpisah dari Pemda.
4. Peranan Mendagri dalam penyelenggaraan Pemda dapat dikatakan bersifat sangat
eksesif atau berlebihan yang diwujudkan dengan melakukan pembinaan langsung
terhadap Daerah.

UU ini memberikan tempat kuat kepada Kepala Wilayah daripada Kepala Daerah. Keuangan
Daerah, sebagaimana umumnya dengan UU terdahulu, diatur secara umum saja. UU No.5
Tahun 1974 meninggalkan prinsip “otonomi yang riil dan seluas-luasnya” dan diganti dengan
prinsip ”otonomi yang nyata dan bertanggung jawab”

Adapun latar belakang situasi pembentukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 adalah
sebagai berikut :
1. Sedang giatnya sosialisasi pembangunan ekonomi dan menomorduakan pembangunan
politik. Pemerintah Orde baru dengan trilogi pembangunan pada waktu itu hendak
menciptakan stabilitas nasional yang mantap.
2. Untuk itu diperlukan pemerintah yang stabil dari Pusat sampai ke Daerah.
3. Selanjutnya dibuatlah berbagai Undang-Undang yang sentralistis, mengurangi
kegiatan Partai Politik dan memandulkan peran DPR dan juga peran DPRD. Bahkan
di Daerah kedudukan Kepala Daerah sengaja dibentuk dengan istilah penguasa
tunggal dan menomorduakan peran DPRD.
4. Memaksakan fusi Partai-partai dari sembilan Partai menjadi 2 partai di samping
dominasi Golkar.
5. Pengukuhan dan pelaksanaan Dwi Fungsi ABRI di segala bidang dan sektor
pemerintahan termasuk di bidang legislatif dari Pusat sampai ke Daerah.

Berdasarkan penjelasan Undang-Undang tersebut dapat diketahui bahwa desentralisasi


dengan pemberian otonomi kepada daerah adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan masyarakat melalui prinsip stabilitas politik dan kesatuan bangsa. Tujuan itu
mengandung arti bahwa pemberian otonomi kepada suatu daerah perlu didukung oleh faktor-
faktor yang bersifat teknis administratif, yang secara minimal dapat menjamin kemampuan
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999


Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang disusul dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, adalah merupakan koreksi total atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
dalam upaya memberikan otonomi yang cukup luas kepada daerah sesuai dengan cita-cita
UUD 1945. UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 mulai berlaku 7 Mei 1999 lebih
terkenal dengan nama Undang-Undang Otonomi Daerah 1999, lahir sebagai pelaksanaan
Ketetapan MPR-RI Nomor XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah
dan juga di bawah rangka UUD 1945. Dalam undang-undang ini Daerah merupakan
wujud asas desentralisasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan. Sebagai pengganti UU
No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerinatahan didaerah
Undang-Undang No 22 Tahun 1999 cenderung menggunakan “local democrasy” sebagai
model kebijakan publik dengan format otonomi split model (terpisah). Menurut undang-
undang ini kabupaten dan kota diletakkan dalam daerah otonom dan tidak dirangkap
dalam wilayah administrasi. Corak pemerintahan disini adalah menganut pemerintahan
tunggal dan bukan pemerintahan koliegal seperti yang dialami pada UU No 22 Tahun
1948 dan UU No 1 Tahun 1957. Disini kepala daerah berkedudukan sebagai alat daerah
dengan tidak merangkap sebagai alat pusat dan tidak menjadi kepanjangan tangan
pemerintah pusat. Kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD, ini sebagai
konsekuansi dari pemisahan kedudukan antara DPRD sebagai lembaga legislatif daerah
dan kepala daerah sebagai lembaga eksekutif. Dengan hal ini tidak terjadi duplikasi antara
tugas eksekutif dan legislatif. Namun kedudukan kepala daerah tetap merupakan mitra
sejajar dengan DPRD untuk memelihara check and balances untuk terpeliharanya
stabilitas daerah.

Menurut UU No 22 Tahun 1999 kedudukan daerah provinsi sebagai daerah otonom


sekaligus sebagai daerah administrasi sehingga Gubernur memiliki kedudukan rangkap
yaitu sebagai Kepala daerah dan sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Disini Gubernur adalah
wakil pemerintah yang menjalankan pelimpahan kewenangan tertentu dari pemerintah
pusat didaerah yang dilakukan melalui tugas –tugas dekonsentrasi. Disini format otonomi
daerah yang disebut daerah besar dan kecil masih menggunakan format lama. Daerah
Tingkat I sebagai daerah otonom skala besar menjadi Provinsi dan Daerah Tingkat II dari
Kabupaten dan Kota Madya menjadi Kabupaten dan Kota sebagai otonom skala kecil.
Jadi menurut undang-undang ini terdapat 3 bentuk daerah Otonom yaitu : Daerah
provinsi, Kabupaten dan Kota yang masing-masing mengatur urusannya sendiri.

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004


Dengan diundangkannya UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pada 15
Oktober 2004, UU No.22 tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Sebenarnya antara
kedua undang-undang tersebut tidak ada perbedaan prinsip karena keduanya sama-sama
menganut asas desentralisasi. Pemerintah Daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonnomi dan tugas pembantuan. Otonomi yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab. UU No.32 tahun 2004 mengatur hal-hal tentang;
pembentukan daerah dan kawasan khusus, pembagian urusan pemerintahan,
penyelenggaraan pemerintahan, kepegawaian daerah, perda dan peraturan kepala daerah,
perencanaan pembangunan daerah, keuangan daerah, kerja sama dan penyelesaian
perselisihan, kawasan perkotaan, desa, pembinaan dan pengawasan, pertimbangan
dalamkebijakan otonomi daerah.
Menurut UU No.32 tahun 2004 ini, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintah daerah yang bersifat khusus dan istimewa. Sehubungan dengan daerah yang
bersifat khusus dan istimewa ini, kita mengenal adanya beberapa bentuk pemerintahan
yang lain, seperti DKI Jakarta, DI Aceh, DI Yogyakarta, dan provinsi-provinsi di Papua.
Bagi daerah-daerah ini secara prinsip tetap diberlakukan sama dengan daerah-daerah lain.
Hanya saja dengan pertimbangan tertentu, kepada daerah-daerah tersebut, dapat diberikan
wewenang khusus yang diatur dengan undang-undang. Jadi, bagi daerah yang bersifat
khusus dan istimewa, secara umum berlaku UU No.32 tahun 2004 dan dapat juga diatur
dengan UU tersendiri.
Ada perubahan yang cukup signifikan untuk mewujudkan kedudukan sebagai mitra
sejajar antara kepala derah dan DPRD yaitu kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih langsung oleh rakyat dan DPRD hanya berwenang meminta laporan keterangan
pertanggung jawaban dari kepala daerah. Di daerah perkotaan, bentuk pemerintahan
terendah disebut “kelurahan”. Desa yang ada di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat
diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah
desa, bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan perda. Desa
menjadi kelurahan tidak seketika berubah dengan adanya pembentukan kota, begitu pula
desa yang berada di perkotaan dalam pemerintahan kabupaten.
UU No.32 Tahun 2004 mengakui otonomi yang dimiliki desa ataupun dengan sebutan
lain. Otonomi desa dijalankan bersama-sama oleh pemerintah desa dan badan
pernusyawaratan desa sebagai perwujudan demokrasi.
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal I angka 8
mengartikan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.

10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


Beberapa ketentuan yang diatur didalamnya :
1. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah dapat dirunut dari alinea ketiga dan keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea
ketiga memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sedangkan alinea keempat
memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk
adalah Pemerintah Negara Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab
mengatur dan mengurus bangsa Indonesia.
2. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh DPRD dan kepala daerah.
DPRD dan kepala daerah berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah yang diberi mandat rakyat untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah.
3. Urusan Pemerintahan
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat Urusan Pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah
urusan pemerintahan absolut dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan
pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah
kabupaten/kota.
4. Keuangan Daerah
Penyerahan sumber keuangan Daerah baik berupa pajak daerah dan retribusi daerah
maupun berupa dana perimbangan merupakan konsekuensi dari adanya penyerahan
Urusan Pemerintahan kepada Daerah yang diselenggarakan berdasarkan Asas Otonomi.
Untuk menjalankan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangannya, Daerah harus
mempunyai sumber keuangan agar Daerah tersebut mampu memberikan pelayanan dan
kesejahteraan kepada rakyat di Daerahnya.
5. Peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah
Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan
kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Daerah kabupaten/kota agar
melaksanakan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Untuk efektifitas pelaksanaan tugasnya, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur
sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Karena perannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat maka
hubungan gubernur dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota bersifat hierarkis.
Dalam perkembangannya, undang-undang ini mengalami perubahan mulai dari
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
akibat kembalinya kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Provinsi/Kabupaten/Kota dalam memilih Kepala dan Wakil Kepala Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota akibat adanya momentum pemilihan Kepala dan Wakil Kepala
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota pada Tahun 2015. Kemudian direvisi lagi menjadi
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang mengubah terkait dengan
kedudukan wakil kepala daerah beserta tugasnya dan kedudukan DPRD.
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ke Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah, terdapat pergeseran kewenangan yang signifikan
dari semula berada dipemerintah daerah menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dilihat
dari dinamika perkembangannya, penuangan peraturan perundang-undangan berkaitan
dengan pemerintah daerah dari pertama kali ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah, hingga
kemudian diterbitkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, terlihat jelas konfigurasi politik mempengaruhi arah politik hukum pembentukan
suatu peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pemerintah daerah yang
berdampak terjadinya sejumlah pergeseran kewenangan pemerintah daerah.

11. Pasal 18, 18A, 18B UUD 1945


Amandemen Pasal 18 UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang terjadi pada tahun
2000 membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia.. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa reformasi
1998, telah membawa perubahan yang sangat mendasar pada sistem ketatanegaraan di
Indonesia. Perubahan politik hukum dalam Pasal 18 UUD1945 sebagai hasil amandemen
berpengaruh terhadap perubahan politik hukum dalam peraturan perundang-undangan
yang berada di bawahnya. Secara struktur Pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen
terdiri atas satu pasal, yang pada intinya menyatakan: Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa. Pasal 18 UUD1945 pasca amandemen secara anatomi mengalami
perkembangan menjadi tiga pasal, yaitu Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B.
Pasal 18 A UUD 1945 menyatakan :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala Pemerintah Daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang.
Pasal 18A UUD 1945 :
Terdiri dari 2 ayat menyatakan sebagai berikut :
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah;
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B UUD 1945 :
Terdiri dari 2 ayat menyatakan sebagai berikut :
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang;
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.
Jika memahami politik hukum pada pasal diatas, Indonesia menganut konsep
desentralisasi asimetris yang menekankan kekhususan, keistimewaan, keberagaman
daerah serta kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dan hak tradisional yang diatur
lebih lanjut dengan undang-undang. Ada 3 konsep otonomi yang diinginkan dalam Pasal
18 UUD 1945 meliputi otonomi daerah seluas-luasnya, otonomi khusu dan otonomi
daerah istimewa. Dalam dimensi terminologinya menjelaskan jika desentralisasi simetris
diartikan sebagai transfer kewenangan khusus yang hanya diberikan pada daerah tertentu
dalam menjaga eksistensi daerah dalam NKRI. Berikut ini wujud dari pelaksanaan
desentralisasi asimetris di Indonesia
1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan
Daerah Istimewa Aceh.
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021 juncto Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2008 Tentang Otonomi Khusus Propinsi Papua
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI
4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa

Anda mungkin juga menyukai