Anda di halaman 1dari 225

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU

PASIEN PASCA OPERASI APPENDECTOMY TENTANG MOBILISASI DINI


DI RSUP FATMAWATI
TAHUN 2009

Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

RIZKA RISMALIA

NIM : 105104003481

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Rizka Rismalia

NIM : 105104003481

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun Akademik : 2005

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang

berjudul :

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PASIEN PASCA OPERASI

APPENDECTOMY TENTANG MOBILISASI DINI DI RSUP FATMAWATI

TAHUN 2009

Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima

sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, 26 Januari 2010

(Rizka Rismalia)


 
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Rismalia

Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 3 Juli 1987

Agama : Islam

Alamat : Jl. Winong RT 002 RW 05 No. 17 Sudimara Timur, Kecamatan

Ciledug, Kota Tangerang, Banten 15151

Telepon : (021) 7338050

Riwayat Pendidikan : SDN Kreo 3 (1993-1994)

SDN Sudimara Timur (1994-1999)

SLTP Negeri 219 Jakarta (1999-2002)

SMA Negeri 90 Jakarta Selatan (2002-2005)

Program S1 Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2005-2009)

ii 
 
PERSEMBAHAN

Dalam hidup, terkadang kita lebih banyak mendapatkan apa yang tidak kita

inginkan. Dan ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan,

akhirnya kita tahu bahwa yang kita inginkan terkadang

tidak dapat membuat hidup kita menjadi lebih bahagia

(Kahlil Gibran)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak

menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan

saat mereka menyerah

(Thomas Alfa Edison)

Dalam menjalani hidup, kadang kita harus tetap tertawa

walau sebenarnya ingin menangis,

tetap tersenyum walau sebenarnya sudah tidak sanggup lagi,

tetap semangat walau tertekan masalah,

yang terpenting tetap besabar

dan memandang semuanya baik-baik saja walaupun terluka

iii 
 
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, 20 Desember 2009

Rizka Rismalia

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU PASIEN PASCA OPERASI


APPENDECTOMY TENTANG MOBILISASI DINI DI RSUP FATMAWATI TAHUN
2009

xvii + 107 halaman, 5 tabel, 1 gambar, 9 lampiran

ABSTRAK

Mobilisasi dini merupakan salah satu program yang dibuat untuk mendukung
penyembuhan kondisi pasien. Pelaksanaan mobilisasi dini dapat dilakukan segera setelah pasien
sadar atau setelah dianjurkan oleh dokter atau perawat. Akan tetapi, kebanyakan pasien pasca
operasi appendectomy lebih sering berbaring di tempat tidur. Hal tersebut dikarenakan pasien
merasa takut jahitan pada luka operasi akan robek dan tidak sembuh. Selain itu, adanya pengaruh
dari orang-orang sekitar seperti keluarga dan kerabat untuk tidak melakukan banyak pergerakan
setelah operasi mengakibatkan pasien malas untuk mobilisasi dini, biasanya kepercayaan atau
anggapan tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang
manfaat melakukan mobilisasi dini setelah operasi. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki pasien
pasca operasi appendectomy dapat berpengaruh pada perilaku untuk melakukan mobilisasi dini.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan
perilaku pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini di RSUP Fatmawati Jakarta.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang mendalam
tentang pengetahuan pasien mengenai pengertian, tujuan, tahap-tahap, dan manfaat mobilisasi
dini serta mengetahui perilaku pasien dalam melaksanakan mobilisasi dini. Penelitian ini
dilaksanakan di IRNA B Lt. 4 Bedah Utara RSUP Fatmawati dengan menggunakan metode
kualitatif, dimana pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 4 orang informan kunci yaitu
pasien yang telah menjalani operasi appendectomy, dan informan pendukung yang terdiri dari 4
orang keluarga pasien, 1 orang perawat, dan 1 orang dokter spesialis bedah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketakutan akan lepasnya atau robeknya jahitan pada
luka operasi menyebabkan informan malas untuk melakukan mobilisasi dini. Ditemukan juga
bahwa pengetahuan informan yang kurang akan manfaat mobilisasi dini menjadi sebab informan
enggan melakukan mobilisasi dini. Kurangnya pengetahuan informan dikarenakan informan
belum pernah mendapatkan informasi mengenai mobilisasi dini. Umumnya, perilaku informan

iv 
 
untuk melakukan mobilisasi dini karena mengikuti anjuran perawat atau dokter, jika dokter atau
perawat telah menganjurkan untuk melakukan mobilisasi dini maka informan itu mau untuk
melakukan mobilisasi dini. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informan kurang
mengetahui tentang mobilisasi dini sehingga mengakibatkan informan malas untuk mobilisasi
dini. Dengan demikian disarankan untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang mobilisasi dini sebelum pasien itu menjalani operasi agar setelah operasi pasien telah
mengetahui manfaat mobilisasi dini dan mendapatkan gambaran tentang cara-cara mobilisasi
dini sehingga pasien tidak merasa takut dan mau melakukan mobilisasi dini. Selain untuk
memotivasi pasien untuk melakukan mobilisasi dini, hal ini juga dianjurkan untuk penyediaan
pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan mobilisasi dini yang dilakukan mulai dari
kamar operasi sebelum tindakan sampai tindakan setelah operasi.

Daftar bacaan : 32 (1898-2009)


 
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

NURSING PROGRAM STUDY

STATE ISLAMIC UNIVERSITY (UIN) OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, December 20th, 2009

Rizka Rismalia

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE AND BEHAVIOUR POST OPERATIVE PATIENTS


ON APPENDECTOMY ABOUT EARLY MOBILIZATION IN FATMAWATI
HOSPITAL, 2009

xvii + 107 pages, 5 tables, 1 picture, 9 appendixes

ABSTRACT

Early mobilization is one of the programs created to support the healing of the patient's
condition. The implementation of early mobilization can be done immediately after the patient
was conscious or when recommended by a doctor or nurse. However, most patients after
appendectomy surgery more often lie in bed. That is because the patient was afraid the stitches
on the wound will tear and not recovered. In addition, the influence of the people around like
family and relatives usually instinct the patients doing much motion after surgery. These
conditions affected the patients becoming hesitant to do early mobilization, generally beliefs or
assumptions due to lack of knowledge of patients and families about the benefits of early
mobilization after surgery. Lack of knowledge of post-operative patients with appendectomy
could affect the patient’s behaviour in carrying out early mobilization.
The general objective of this study was to determine the description of knowledge and
behaviour post-operative patients on appendectomy about early mobilization in Fatmawati
Hospital Jakarta . The purpose of this study was to obtain in-depth information about the
patient's knowledge about the meaning, purpose, stages, and the benefits of early mobilization
and knowing the patient's behaviour in carrying out early mobilization. This research was carried
out in IRNA B fl. 4 North Surgical Fatmawati Hospital by using qualitative methods, where data
collection is done by using in-depth interviews and observation. Informants in this study
consisted of 4 people as the key informants. They were the patients who had undergone
appendectomy surgery, and 4 supporting informants consisted of 4 people of the patient’s family,
1 of nurse, and 1 surgeon.
The results showed that the fear of loss or tearing of the stitches on the wound causing
informants hesitate to do the early mobilization. Also found that lack of knowledge of informants
about benefit of early mobilization cause informants reluctant to mobilize early. Lack of
knowledge of the informant because the informant had never received information about early
mobilization. Generally, the behavior of informants for doing early mobilization depends on how

vi 
 
effective health education related to early mobilization conducting by nurses or doctors. It can be
concluded that most of the informants not aware of early mobilization resulting informants to
hesitate to do early mobilization. Thus encouraging to provide health education to patients and
families about early mobilization before the patient undergo sugery is important so that after
surgery the patient has known the benefit of early mobilization and gain insight about the ways
of early mobilization so that patients do not feel scared and want to mobilize early. In order to
motivate patients for doing early mobilization, it is recommended to provide health education
related to early mobilization being done started from surgical ward before surgery as well as post
surgical intervention.

Reading list: 32 (1898-2009)

vii 
 
viii 
 
ix 
 

 
KATA PENGANTAR

‫بسم ﷲ الرحمن الرحيم‬


‫السال م عليكم ورحمة ﷲ وبر كا ته‬

Bismillahirrahmanirrahiim...

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Perilaku
Pasien Pasca Operasi Appendectomy tentang Mobilisasi Dini di RSUP Fatmawati Tahun 2009”.
Shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Adapun penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Kritik dan saran yang diberikan dari semua pihak akan sangat membantu untuk
menyempurnakan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Prof. DR. dr (hc). MK Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan

2. Drs. H. Achmad Gholib selaku Pembantu dekan II dan Dra. Farida Hamid, M.Pd selaku
Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

3. Ibu Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan dan juga sebagai
Pembimbing I yang selalu meluangkan waktunya dan membimbing saya dengan sangat
baik

4. Bpk Bambang P. Cadrana, S.KM, M.KM selaku Pembimbing II yang selalu menyediakan
waktunya dan tiada henti untuk memberikan semangat serta masukan sehingga menjadi
motivator bagi saya untuk mengerjakan skripsi ini

xi 
 
5. Terima kasihku kepada seluruh dosen keperawatan yang telah memberikan ilmunya dan
selalu membimbing kami dalam segala hal

6. Terima kasihku kepada ibu Rita Herawaty, S.Kp, M.Kep selaku Kepala IRNA B Lt. 4
Bedah RSUP Fatmawati dan juga selaku Pembimbing Lapangan yang telah menyediakan
waktu dan memberikan masukan untuk skripsi ini

7. Terima kasih kepada ibu Iip Samikem selaku kepala ruangan IRNA B Lt. 4 Bedah Utara

8. Terima kasih kepada Ns. Sariaman selaku wakil kepala ruangan IRNA B Lt. 4 Bedah
Utara yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan informasi mengenai
mobilisasi dini

9. Terima kasih kepada dr. Wita, Sp. B yang telah meluangkan waktunya dan banyak
memberikan informasi tentang mobilisasi dini

10. Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya yang tiada henti
mendoakan saya

11. Terima kasihku untuk para informan kunci Ny. I, Tn. R, Tn. T, dan Ny. W dan juga
informan pendukung Nn. S, An. H, Tn. I, dan Tn. J yang memberikan waktunya dan
bersedia untuk diwawancara demi kelangsungan skripsi ini

12. Kedua adik dan kakak saya, Restu Maulunida, Riyadul Asri, dan Riki Hardiansyah

13. Teman-teman angkatan 2005 yang memberikan semangat dan mewarnai hidup

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya khususnya bagi penulis sendiri.

Peneliti

Rizka Rismalia

xii 
 
DAFTAR ISI

Surat Pernyataan ........................................................................................... i

Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... ii

Lembar Persembahan ……………………………………………………… iii

Abstrak ........................................................................................................... iv

Abstract .......................................................................................................... vi

Kata Pengantar ............................................................................................. viii

Daftar Isi ........................................................................................................ x

Daftar Tabel .................................................................................................. xv

Daftar Gambar ............................................................................................. xvi

Daftar Singkatan .......................................................................................... xvii

Daftar Lampiran .......................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Masalah Penelitian ..................................................................... 5

C. Pertanyaan Penelitian ................................................................. 6

D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7

E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8

F. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 10

A. Konsep Pengetahuan .................................................. .............. 10

1. Pengertian Pengetahuan ....................................................... 10

2. Tingkat Pengetahuan ............................................................ 12

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan … 14

xiii 
 
B. Konsep Perilaku ........................................................................ 15

1. Pengertian Perilaku ............................................................... 15

2. Alasan Seseorang Berperilaku .............................................. 18

C. Anatomi dan Fisiologi Apendiks ............................................... 20

1. Anatomi Apendiks ................................................................. 20

2. Fisiologi Apendiks ................................................................. 21

D. Appendicitis ............................................................................... 22

1. Definisi ............................................................................... ... 22

2. Etiologi ............................................................................... ... 22

3. Patofisiologi ........................................................................... 24

4. Manifestasi Klinis .................................................................. 25

5.Komplikasi .............................................................................. 26

6. Prognosis ................................................................................ 27

7. Appendectomy ....................................................................... 27

E. Konsep Operasi/Pembedahan ..................................................... 28

1. Pengertian Operasi/Pembedahan ........................................... 28

2. Fase Operasi/Pembedahan ..................................................... 28

3. Anestesi Spinal ...................................................................... 30

F. Konsep Mobilisasi Dini ................................................................ 30

1. Pengertian Mobilisasi Dini ...................................................... 30

2. Prinsip dan Tujuan Mobilisasi ................................................. 31

3. Tahap Mobilisasi Dini pada Pasien Pasca Operasi ………….. 32

4. Manfaat Mobilisasi .................................................................. 33

5. Rentang Gerak Mobilisasi ....................................................... 35

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi ....................... 36

xiv 
 
7. Mobilisasi Dini pada Pasien dengan Anestesi Spinal

dan Anestesi Umum ................................................................. 46

8. Intervensi Keperawatan .......................................................... 47

G. Penelitian Terkait ......................................................................... 48

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH ………… 50

A. Kerangka Konsep ........................................................................ 50

B. Definisi Istilah .................................................................... 51

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 55

A. Desain Penelitian ......................................................................... 55

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 56

C. Instrumen Penelitian ................................................................... 56

D. Populasi ...................................................................................... 57

E. Sampel ......................................................................................... 57

F. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 61

G. Validasi Data .............................................................................. 63

H. Teknik Analisis Data ................................................................... 64

I. Sarana Penelitian ......................................................................... 65

J. Etika Penelitian ........................................................................... 65

BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................. 67

A. Karakteristik Informan ................................................................ 67

B. Gambaran Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini ......................... 69

1. Pengetahuan tentang Pengertian Mobilisasi Dini .................... 69

xv 
 
2. Pengetahuan tentang Tujuan Mobilisasi Dini .......................... 70

3. Pengetahuan tentang Tahap-tahap Mobilisasi Dini ................. 71

4. Pengetahuan tentang Manfaat Mobilisasi Dini ........................ 75

C. Gambaran Perilaku Pasien Mengenai Mobilisasi Dini ................. 80

1. Perilaku Informan Hari Pertama Setelah Operasi ...................... 80

2. Perilaku Informan Hari Kedua Setelah Operasi ........................ 80

3. Perilaku Informan Hari Ketiga Setelah Operasi ........................ 81

4. Persepsi akan rasa takut untuk melakukan


mobilisasi dini ........................................................................... 82
5. Persepsi akan rasa nyeri saat melakukan
mobilisasi dini .......................................................................... 83
6. Instruksi dari dokter atau perawat untuk
Melakukan mobilisasi ................................................................ 84
7. Dukungan dari keluarga untuk melakukan
Mobilisasi dini .......................................................................... 84
8. Kondisi atau Keadaan Informan .............................................. 85

9. Keyakinan/Sosio Budaya Informan untuk melakukan

Mobilisasi dini ......................................................................... 86

10. Motivasi Informan untuk melakukan mobilisasi dini .............. 88

D. Hasil Observasi terhadap Informan ............................................. 88

BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................... 93

A. Keterbatasan Penelitian ............................................................ 93

B. Gambaran Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini ......................... 93

C. Gambaran Perilaku Pasien Mengenai Mobilisasi Dini ................. 95

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ....................... 99

xvi 
 
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ............................... 100

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 103

A. Kesimpulan ................................................................................. 103

B. Saran ........................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 105

LAMPIRAN

xvii 
 
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

4.1 Pengumpulan data untuk Uji Validitas di

RSUD Tangerang ........................................................................... 59

4.2 Pengumpulan Data Penelitian di

RSUP Fatmawati Jakarta Selatan .................................................. 60

5.1 Karakteristik Informan Kunci ........................................................ 67

5.2 Karakteristik Informan Pendukung (Petugas Kesehatan) .............. 68

5.3 Karakteristik Informan Pendukung (Keluarga Pasien) ................. 68

xviii 
 
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

3.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 50

xix 
 
DAFTAR SINGKATAN

ANA : American Nurses Association

BAK : Buang Air Kecil

BAB : Buang Air Besar

Depkes : Departemen Kesehatan

GALT : Gut Associated Lymphoid Tissue

IRNA : Instalasi Rawat Inap

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

xx 
 
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1. Lembar check list (observasi)

2. Pedoman wawancara mendalam informan kunci (pasien)

3. Pedoman wawancara mendalam informan pendukung (keluarga)

4. Pedoman wawancara mendalam informan pendukung (perawat)

5. Pedoman wawancara mendalam informan pendukung (dokter)

6. Lembar persetujuan responden

7. Hasil uji validitas

8. Matriks mengenai pengetahuan informan

9. Matriks mengenai perilaku informan

xxi 
 
 

xxii 
 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai

aktivitas, konsep, dan keterampilan yang berhubungan dengan ilmu sosial dan

fisik dasar, etika dan isu-isu yang beredar serta bidang lain (Potter, 2005).

Definisi keperawatan telah berkembang sepanjang waktu. Sejak zaman

Florence Nightingale, yang telah menulis pada tahun 1858 bahwa tujuan

sebenarnya dari keperawatan adalah “menempatkan pasien pada kondisi yang

paling baik agar asuhan dapat berlangsung sebaik-baiknya”, sedangkan

Asosiasi Perawat Amerika (American Nurses Association-ANA), dalam

Pernyataan Kebijakan Sosialnya (Social Policy) pada tahun 1995

mendefinisikan keperawatan sebagai “diagnosis dan tindakan terhadap

respons manusia pada keadaan sehat maupun sakit” (Smeltzer, 2002).

Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional ditujukan pada

berbagai respons individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang

dihadapinya termasuk respons pasien yang menjalani pembedahan seperti

pada pasien dengan appendectomy.

Appendectomy atau operasi pengangkatan usus buntu merupakan

kedaruratan bedah abdomen yang sering dilakukan di berbagai negara di

seluruh dunia. Di Amerika Serikat, lebih dari 250.000 appendectomy

dikerjakan tiap tahunnya (Cetrione, 2009). Insiden appendicitis cenderung

 
 

 

stabil di Amerika Serikat selama 30 tahun terakhir, sedangkan insiden

appendicitis lebih rendah di negara berkembang dan negara terbelakang,

terutama negara-negara Afrika, dan lebih jarang pada kelompok sosio

ekonomi rendah. Di Indonesia insiden appendicitis cukup tinggi, terlihat

dengan adanya peningkatan jumlah pasien dari tahun ke tahun. Berdasarkan

data yang diperoleh dari Depkes (2008), kasus appendicitis pada tahun 2005

sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2007 jumlah pasien appendicitis

sebanyak 75.601 orang.

Mobilisasi dini yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan

pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai dengan

pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke

luar kamar (Smeltzer, 2001 ). Mobilisasi dini pada pasien pasca bedah dapat

mempertahankan keadaan homeostasis dan komplikasi yang timbul akibat

immobilisasi dapat ditekan seminimal mungkin (Kozier, 1991).

Pasien dengan pasca operasi appendectomy biasanya lebih sering

berbaring di tempat tidur karena pasien masih mempunyai rasa takut untuk

bergerak. Di samping itu, kurangnya pemahaman pasien dan keluarga

mengenai mobilisasi juga menyebabkan pasien enggan untuk melakukan

pergerakan pasca operasi. Pada pasien pasca operasi seperti operasi usus

buntu (appendectomy), sangat penting untuk melakukan pergerakan atau

mobilisasi. Banyak masalah yang akan timbul jika pasien pasca operasi tidak

melakukan mobilisasi sesegera mungkin, seperti pasien tidak dapat BAK

 
 

 

(retensi urin), perut menjadi kaku (distensi abdomen), terjadi kekakuan otot,

dan sirkulasi darah tidak lancar (Smeltzer, 2001).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Riswanto pada tahun 2004,

didapatkan data bahwa dari 11 orang pasien pasca operasi yang melakukan

ambulasi dini ditemukan ada 2 orang pasien (18,2%) yang mengalami retensi

urin dan 9 orang (81,8%) lainnya dapat berkemih secara spontan, sedangkan

pada 5 orang pasien yang tidak melakukan ambulasi dini pasca operasi, 4

orang (80%) diantaranya mengalami retensi urin dan 1 orang (20%) dapat

berkemih secara spontan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang

perawat yang bertugas di Irna RSUP Fatmawati, tidak jarang ditemukan

pasien pasca operasi appendectomy mengalami infeksi sehingga biasanya

rata-rata hari rawat hanya 3 hari menjadi 5-7 hari.

Anggapan bahwa pasien tidak boleh melakukan pergerakan setelah

operasi membuat pasien khawatir untuk melakukannya. Kekhawatiran

tersebut dikarenakan kurangya pengetahuan pasien dan keluarga tentang

manfaat dari mobilisasi dini. Menurut Notoatmodjo (2007) bahwa

pengetahuan merupakan domain kognitif yang sangat penting untuk

mengubah sikap seseorang. Pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai

mobilisasi dan cara-cara mobilisasi dapat mencegah timbulnya komplikasi

yang terjadi.

Rumah Sakit Fatmawati merupakan salah satu rumah sakit pemerintah

yang terletak di Jakarta Selatan. Rumah Sakit ini menerima berbagai macam

 
 

 

penyakit, salah satunya appendicitis atau yang biasa orang awam

menyebutnya dengan penyakit usus buntu. Penyakit appendicitis dapat diobati

dengan dilakukan operasi pengangkatan appendiks atau appendectomy. Pasien

yang akan menjalani operasi, sebelumnya dirawat terlebih dahulu di IRNA

Lt.4 untuk mendapatkan perawatan baik sebelum operasi maupun sesudah

operasi, kecuali pasien appendectomy dengan operasi cito.

Berdasarkan hasil wawancara pada salah satu perawat yang berdinas di

IRNA B Teratai Lt.4 Bedah Selatan, jumlah pasien pasca operasi

appendectomy tidak kurang dari 20 pasien setiap bulannya, sedangkan

berdasarkan data yang didapat selama periode 2 tahun (Januari 2007-April

2009) terdapat 475 pasien yang menjalani appendectomy dengan lama hari

rawat rata-rata 3 hari. Salah satu program perawatan yang penting untuk

mendukung kesembuhan pasien adalah dengan membantu pasien melakukan

mobilisasi dini setelah operasi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di IRNA B Teratai Lt.4 Bedah

RSUP Fatmawati dengan melakukan observasi dan wawancara pada dua

orang pasien pasca operasi appendectomy diperoleh data bahwa pasien hanya

terlentang di tempat tidur, terkadang mengubah posisi miring kanan dan kiri

dengan wajah tampak meringis dan takut untuk melakukan pergerakan. Salah

seorang keluarga pasien mengetahui bahwa pergerakan pasca operasi sangat

penting untuk mempercepat proses penyembuhan sehingga tidak

memperpanjang lamanya hari rawat, akan tetapi karena pasien merasa

kondisinya lemah dan khawatir jahitan pada luka operasinya terlepas, pasien

 
 

 

enggan untuk melakukan mobilisasi meskipun keluarga pasien telah

membantu untuk mobilisasi, tetapi pada akhirnya pasien menyadari dan mau

untuk melakukan mobilisasi pada hari keempat pasca operasi dengan berjalan-

jalan ke luar kamar.

Salah seorang pasien yang lain mengatakan bahwa ia tidak berani

untuk melakukan pergerakan karena takut luka jahitannya terlepas. Selain itu

kurangnya informasi dari petugas kesehatan mengenai mobilisasi dini juga

membuat pasien tersebut tidak melakukan mobilisasi.

Berdasarkan observasi di lapangan dan uraian di atas menunjukkan

bahwa pasien pasca operasi appendectomy kurang mengetahui tentang

mobilisasi dini pasca operasi sehingga pasien masih enggan dan khawatir

untuk melakukan pergerakan. Maka peneliti tertarik untuk mendapatkan

gambaran tentang pengetahuan dan perilaku pasien pasca operasi

appendectomy tentang mobilisasi dini.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa pasien pasca

operasi appendectomy masih merasa takut untuk melakukan pergerakan.

Hal itu disebabkan oleh kekhawatiran pasien akan terlepasnya jahitan luka

operasi yang belum sembuh benar. Kekhawatiran pasien dikarenakan

pasien kurang mengetahui manfaat dari mobilisasi pasca operasi. Adapun

rumusan masalah yang dapat diambil yaitu Bagaimanakah pengetahuan

dan perilaku pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini di

 
 

 

RSUP Fatmawati Jakarta Selatan sehingga dapat mengurangi

permasalahan yang timbul akibat tidak mobilisasi?

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian di atas, maka yang menjadi pertanyaan

penelitian adalah :

1. Bagaimana pengetahuan pasien pasca operasi appendectomy

tentang pengertian mobilisasi dini?

2. Bagaimana pengetahuan pasien pasca operasi appendectomy

tentang tujuan mobilisasi dini?

3. Bagaimana pengetahuan pasien pasca operasi appendectomy

tentang tahap-tahap mobilisasi dini?

4. Bagaimana pengetahuan pasien pasca operasi appendectomy

tentang manfaat mobilisasi dini?

5. Bagaimana perilaku mobilisasi dini pasien pasca operasi

appendectomy?

6. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku mobilisasi dini

pasien pasca operasi appendectomy?

 
 

 

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan umum dan tujuan khusus sebagai

berikut :

1. Tujuan Umum :

Mendapat gambaran mengenai pengetahuan dan perilaku

pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini di

RSUP Fatmawati Jakarta tahun 2009.

2. Tujuan Khusus :

a. Mengidentifikasi pengetahuan pasien pasca operasi

appendectomy mengenai :

1) Pengertian mobilisasi dini pada pasien yang dirawat di

RSUP Fatmawati Jakarta

2) Tujuan mobilisasi dini pada pasien yang dirawat di

RSUP Fatmawati Jakarta

3) Tahap-tahap mobilisasi dini pada pasien yang dirawat di

RSUP Fatmawati Jakarta

4) Manfaat mobilisasi dini pada pasien yang dirawat di

RSUP Fatmawati Jakarta

 
 

 

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

mobilisasi dini pasien pasca operasi appendectomy yang

dirawat di RSUP Fatmawati

E. Manfaat Penelitian

a. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi suatu masukan untuk perkembangan

ilmu keperawatan khususnya bagi mata ajar Keperawatan Medikal

Bedah.

b. Bagi Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan mutu dan

kualitas pelayanan dan asuhan keperawatan pada pasien pasca

operasi appendectomy.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan

rujukan untuk penelitian selanjutnya

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang tujuannya

untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang pengetahuan dan

perilaku pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini.

 
 

 

Pengumpulan data dilakukan dengan telaah dokumen, wawancara mendalam

dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi.

Informan dalam penelitian ini adalah pasien yang telah menjalani operasi

appendectomy, sedangkan yang menjadi informan pendukung adalah keluarga

pasien, perawat dan dokter spesialis bedah. Penelitian ini dilakukan pada

bulan November sampai Desember 2009 di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan.

 
 
10 
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai penelaahan kepustakaan, hal ini

dimaksudkan untuk memberikan sedikit gambaran secara singkat mengenai

konsep-konsep yang terkait dengan gambaran pengetahuan dan perilaku

pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini.

A. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behaviour). Pengetahuan merupakan unsur yang sangat

penting terbentuknya suatu tindakan perilaku (practice) yang

menguntungkan suatu kegiatan. Pengetahuan yang kurang akan

mengakibatkan kurang dapat menerapkan suatu keterampilan

(Notoatmodjo, 2007).

 
 
11 
 

Menurut Mandey (2002) pengetahuan mencakup segala apa yang kita

ketahui tentang suatu objek. Tujuan akhir dari pengetahuan adalah suatu

pemahaman dengan memadukan intuisi dan konsep. Dari pengertian di

atas tentang pengetahuan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengetahuan adalah segala sesuatu tentang suatu objek melalui

penginderaan yang tergantung dari proses belajar.

Bloom (1956) dikutip dari Hoozer, V, et al (1987) mengatakan dalam

proses belajar diperlukan tiga unsur ranah, yaitu :

a. Kognitif, yakni dipelajari melalui fakta, membuat keputusan,

membuat kesimpulan atau berpendapat.

b. Afektif yang dikaitkan dengan emosi atau perasaan. Pembelajaran

afektif mengubah kepercayaan, perilaku atau nilai-nilai

sensitivitas dan suasana emosional mempengaruhi semua tipe

pembelajaran tetapi yang paling penting berpengaruh pada domain

afektif.

c. Psikomotor, berkaitan dengan pergerakan otot yang dihasilkan

dari beberapa pengetahuan yang menjadi dasar diperolehnya

keterampilan baru. Domain psikomotor mudah diukur karena

dapat didemonstrasikan secara fisik.

 
 
12 
 

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan mempunyai 6 tingkatan

yang tercakup dalam domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari

keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek

yang dipelajari.

c. Menerapkan (application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

 
 
13 
 

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja

seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan

untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat

menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, menyesuaikan,

dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah

ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

 
 
14 
 

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-

tingkatan di atas.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang

lain.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi

sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya

pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan (Kuncoroningrat,

1997).

c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa

mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya

 
 
15 
 

positif maupun negatif.

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat

mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,

majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun, bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka

dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas

sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

B. Konsep Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung, maupun yang tidak diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2007). Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah

faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok

atau masyarakat (Blum : 1974 dalam Notoatmodjo, 2007).

 
 
16 
 

Menurut Skiner (1938) perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar (Notoatmodjo,

2007). Berdasarkan pengertian tersebut Skiner membedakan adanya dua

respons, yaitu :

a. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu.

Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena

menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respondent

respons ini juga mencakup perilaku emosional.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang

timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing

stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons.

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme)

terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,

sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara

atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku

pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :

 
 
17 
 

1) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit

bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilaman telah sembuh

dari penyakit

2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam

keadaan sehat. Kesehatan itu sangat dinamis dan relatif,

maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya

mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin

3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan

minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan

seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat

menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan

dapat mendatangkan penyakit

b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan

(health seeking behavior)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang

pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau

perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai

mencari pengobatan ke luar negeri

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungannya, baik lingkungan

fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan

tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.

 
 
18 
 

2. Alasan Seseorang Berperilaku

Terdapat beberapa model penelitian yang mengungkapkan tentang

analisis faktor-faktor yang memberi kontribusi terhadap perilaku

kesehatan, salah satunya yaitu teori menurut tim kerja WHO. Menurut

tim kerja WHO (1980), ada empat alasan pokok yang menyebabkan

seseorang berperilaku atau tidak berperilaku, yaitu :

a. Pemikiran dan perasaan (thoughts dan feeling)

Pemikiran dan perasaan terhadap objek atau stimulus merupakan

modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Pemikiran dan

perasaan dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan-

kepercayaan, dan penilaian seseorang terhadap objek.

1) Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau

pengalaman orang lain. Pengetahuan tidak hanya didapatkan

dari pengalaman tetapi tingkat pendidikan seseorang juga akan

mempengaruhi pengetahuan orang tersebut. Pengetahuan juga

tidak selalu dapat menyebabkan perilaku, untuk

mengimplementasikan suatu pengetahuan ke dalam bentuk

perilaku yang nyata perlu motivasi yang kuat dalam diri orang

itu sendiri.

 
 
19 
 

2) Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau

nenek. Seseorang memperoleh kepercayaan itu dari keyakinan

dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang

dipercayai (personal reference)

Perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh orang-orang yang

dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka

apa yang dikatakan atau diperbuat cenderung untuk dicontoh.

Misalnya seseorang yang dianggap penting dalam penelitian ini

yaitu dokter atau perawat. Perkataan dokter atau perawat dianggap

patut untuk diikuti oleh pasien (informan), misalnya jika dokter

atau perawat menganjurkan untuk melakukan pergerakan setelah

operasi, maka pasien cenderung untuk mengikutinya.

c. Sumber daya yang tersedia (resources)

Sumber daya merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku

masyarakat. Sumber daya di sini mencakup fasilitas-fasilitas,

uang, waktu, tenaga dan sebagainya yang berhubungan dengan

perilaku positif maupun negatif seseorang atau kelompok. Sumber

daya dalam penelitian ini mencakup fasilitas (sarana informasi

yang tersedia dan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada

pasien dan keluarga) dan tenaga atau energi yang dimiliki oleh

pasien (informan) untuk melakukan pergerakan.

 
 
20 
 

d. Sosio budaya setempat (culture)

Faktor sosio budaya merupakan faktor eksternal terbentuknya

perilaku seseorang. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan

penggunaan sumber-sumber di dalam masyarakat disebut

kebudayaan. Perilaku normal merupakan salah satu aspek

kebudayaan dan kebudayaan ini mempunyai pengaruh yang dalam

terhadap perilaku. Dalam penelitian ini kebudayaan terlihat pada

keyakinan informan (pasien) yang diperoleh dari keluarga atau

kerabatnya. Keyakinan tersebut berupa informasi bahwa jika

seseorang yang baru menjalani operasi jangan terlalu banyak

melakukan pergerakan. Hal ini dikarenakan takut jahitan pada

luka operasi robek atau lepas dan juga karena kondisi pasien

belum pulih.

C. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

1. Anatomi Apendiks

Menurut Smeltzer (2001) apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil

panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah

katup ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara

teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan

lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama

rentan terhadap infeksi (apendicitis). Menurut Oswari (1989) dalam buku

 
 
21 
 

Bedah dan Perawatannya menyatakan bahwa apendiks terletak di daerah

sekum di ujung tenia (pita otot). Panjang pendeknya usus buntu itu tidak

berpengaruh terhadap terjadinya peradangan. Ujung usus buntu dapat

terletak pada semua arah caecum misalnya dapat sampai ke panggul, ke

sakrum atau melilit ke usus halus. Letak yang paling banyak ditemui

adalah retrosekal (di belakang sekum).

2. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara

normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.

Hambatan aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada

patogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh

Gut Associated Lymfoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang

saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif

sebagai pelindung terhadap infeksi, namun demikian pengangkatan

appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan

limfe disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah jaringan limfe di

saluran cerna, dan seluruh tubuh (Sjamsuhidajat, 2004).

 
 
22 
 

D. Appendicitis

1. Definisi

Appendicitis adalah peradangan/inflamasi pada apendiks. Appendicitis,

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari

rongga abdomen, untuk bedah abdomen darurat. (Mubarak, 2009)

a. Appendicitis Akut

Appendicitis akut adalah appendicitis dengan onset gejala akut yang

memerlukan intervensi bedah dan biasanya ditandai dengan nyeri di

kuadran abdomen kanan bawah dan dengan nyeri tekan lokal dan alih,

spasme otot yang ada diatasnya. Appendicitis merupakan infeksi

bakteria.

b. Appendicitis Kronik

Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi

semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,

radang kronik apendiks, dan keluhan menghilang setelah

appendectomy.

2. Etiologi

Appendicitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri, namun faktor

pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang belum

dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi)

pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang

 
 
23 
 

keras (fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, adanya benda

asing dalam tubuh.

Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan

dan kuat dugaannya sebagai penyebab adalah faktor penyumbatan oleh

tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau

pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang

biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin

sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia coli, inilah yang

sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus

buntu (Infopenyakit, 2009).

Makan cabai bersama bijinya atau jambu klutuk beserta bijinya sering

kali tak tercerna dalam tinja dan menyelinap ke saluran appendiks sebagai

benda asing. Begitu pula terjadinya pengerasan tinja/feces (konstipasi)

dalam waktu lama sangat mungkin ada bagiannya yang terselip masuk ke

saluran appendiks yang pada akhirnya menjadi media kuman/bakteri

bersarang dan berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan

peradangan usus buntu tersebut.

Menurut penelitian epidemiologis menunjukkan kebiasaan makan-

makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat

menimbulkan appendicitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra

sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan

pertumbuhan kuman flora pada kolon (Sjamsuhidajat, 2004).

 
 
24 
 

3. Patofisiologi

Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks

oleh hyperplasia folikel limfosit, fekalit, benda asing, striktur karena

akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama, mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran

limfe yang menyebabkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa/

pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang menyebabkan nyeri

epigastrium.

Bila sekresi terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri

akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di kuadran kanan

bawah. Keadaan ini disebut appendicitis supuratif akut. Bila kemudian

aliran arteri terganggu, akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti

dengan ganggren. Stadium ini disebut dengan appendicitis ganggrenosa.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga terjadi suatu massa

lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut

dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum

lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis.

 
 
25 
 

Keadaan ini ditambah daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan

untuk terjadinya perforasi.

4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat

rendah, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.

b. Pada titik McBurney (terletak di pertengahan antara umbilicus dan

spina anterior dari ileum) nyeri tekan setempat karena tekanan dan

sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.

c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah

nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare tidak tergantung

pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks.

d. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri,

yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran

kanan bawah.

Selain tanda dan gejala di atas, gejala appendicitis juga bervariasi

tergantung dari stadiumnya, yaitu :

a. Penyakit appendicitis akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi,

mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, nyeri saat berjalan sehingga

agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala

seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

 
 
26 
 

b. Penyakit appendicitis kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag

dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan

terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa

mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke

perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis

akut yaitu nyeri pada titik Mc Burney (istilah kesehatannya).

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak

appendiks itu sendiri terhadap usus besar. Apabila ujung appendiks

menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan

sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan

berkemih. Bila posisi appendiks ke belakang, rasa nyeri muncul pada

pemeriksaan colok dubur atau colok vagina. Pada posisi appendiks

yang lain, rasa nyeri mungkin tidak begitu spesifik.

5. Komplikasi

Infeksi luka terjadi pada 10% atau lebih penderita apendicitis yang

mengalami perforasi kalau insisi pada kulit ditutup. Abses abdomen,

khususnya di daerah pelvis dan subfrenik diakibatkan karena perforasi

yang disertai dengan peritonitis (Theodore, 1995).

 
 
27 
 

6. Prognosis

Angka kematian 0-0.3 persen pada apendicitis sederhana dan 2% atau

lebih pada kasus yang sudah mengalami perforasi. Pada anak kecil dan

orangtua perforasi dapat menyebabkan kematian pada sekitar 10%-15%

penderita. Perforasi dan kematian diakibatkan karena pasien terlambat

memeriksakan diri, atau karena keterlambatan dokter atau ahli bedah

yang bersangkutan (Theodore, 1995).

7. Appendectomy

Appendectomy adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang

telah meradang (Smeltzer, 2001). Appendectomy merupakan pengobatan

yang paling baik bagi penderita appendicitis. Teknik tindakan

appendectomy ada 2 macam, yaitu open appendectomy dan laparoscopy

appendectomy. Open appendectomy yaitu dengan cara mengiris kulit

daerah McBurney sampai menembus peritoneum, sedangkan laparoscopy

appendectomy adalah tindakan yang dilakukan dengan menggunakan alat

laparoscop yang dimasukkan lewat lobang kecil di dinding perut.

Keuntungan laparoscopy appendectomy adalah luka dinding perut lebih

kecil, lama hari rawat lebih cepat, proses pemulihan lebih cepat, dan

dampak infeksi luka operasi lebih kecil (Schwartz, et al., 1999).

 
 
28 
 

E. Konsep Operasi/Pembedahan

1. Pengertian Operasi/Pembedahan

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh

(Hannock, 1999). Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya

merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan (Smeltzer, 2001).

Perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase

pengalaman pembedahan — praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif.

Operasi (perioperatif) merupakan tindakan pembedahan pada suatu

bagian tubuh yang mencakup fase praoperatif, intraoperatif dan

pascaoperatif (postoperatif) yang pada umumnya merupakan suatu

peristiwa kompleks yang menegangkan bagi individu yang bersangkutan.

2. Fase Operasi/Pembedahan

Seperti yang telah disebutkan di atas, menurut Long (1989) terdapat

tiga fase pembedahan yaitu :

a. Fase Praoperatif

Fase praoperatif dimulai saat keputusan untuk tindakan pembedahan

dibuat dan berakhir dengan mengirim pasien ke kamar operasi.

Lingkup kegiatan keperawatan dari pengkajian dasar pasien melalui

wawancara praoperatif di klinik, ruang dokter, atau melalui telepon,

dan dilanjutkan dengan pengkajian di tempat atau ruang operasi.

Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien yang akan menjalani

operasi merupakan salah satu peran perawat pada fase praoperatif.

 
 
29 
 

Misalnya, memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya

melakukan mobilisasi dini setelah operasi pada pasien yang akan

menjalani appendectomy. Di samping itu, mengajarkan pasien

bagaimana tahap-tahap melakukan mobilisasi dini juga merupakan hal

yang penting disampaikan oleh perawat.

b. Fase Intraoperatif

Fase intraoperatif dimulai saat pasien dikirim ke ruang operasi dan

berakhir saat pasien dipndahkan ke suatu ruang untuk pemulihan dari

anestesi. Pada fase ini, lingkup tindakan keperawatan dari

mengkomunikasikan asuhan perencanaan pasien, mengidentifikasi

kegiatan keperawatan yang dianjurkan untuk hasil yang diharapkan,

dan menetapkan prioritas tindakan keperawatan. Tindakan

keperawatan disusun dalam pemikiran yang logis.

c. Fase Pascaoperatif

Fase pascaoperatif dimulai dengan mengirim pasien ke ruang

pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut di klinik atau di

rumah. Lingkup keperawatn pada fase ini mencakup rentang aktivitas

yang luas. Pada fase pascaoperatif langsung, fokus termasuk mengkaji

efek dari agens anestesia, dan memantau fungsi vital serta mencegah

komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada

peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan. Salah

satu peran perawat yang mendukung proses kesembuhan pasien yaitu

dengan memberikan dorongan kepada pasien untuk melakukan

 
 
30 
 

mobilisasi setelah operasi. Hal tersebut penting dilakukan karena

selain mempercepat proses kesembuhan juga dapat mencegah

komplikasi yang mungkin muncul.

3. Anestesi Spinal

Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan

memasukkan anestesia lokal ke dalam ruang subarakhnoid di tingkat

lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini mengakibatkan paralisis pada

ekstremitas bawah, perineum, dan abdomen bawah. (Smeltzer, 2001).

Sakit kepala terjadi sebagai komplikasi pascaoperatif. Beberapa

faktor terlibat dalam insiden sakit kepala, seperti ukuran jarum spinal

yang digunakan, kebocoran cairan dari spasium subarakhnoid melalui

letak pungsi, dan status hidrasi pasien. Tindakan yang meningkatkan

tekanan serebrospinal sangat membantu menghilangkan sakit kepala.

Tindakan ini mencakup menjaga agar pasien tetap berbaring datar,

tenang, dan terhidrasi dengan baik. (Smeltzer, 2001).

F. Konsep Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi adalah kemampuan untuk bergerak secara bebas selama

di lingkungan, yaitu suatu dasar untuk fungsi keseharian yang normal

(Craven, 2000). Menurut Kozier (1983) mobilisasi adalah kemampuan

menggerakkan anggota tubuh secara bebas dan normal sebagai hasil dari

 
 
31 
 

energi dan sebagai kebutuhan manusia. Mobilisasi adalah suatu usaha

menggerakkan bagian tubuh secara aktif maupun pasif untuk

mempertahankan sirkulasi dan memelihara tonus-tonus otot ekstremitas

(Lee, 1988). Mobilisasi dini yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan

pernafasan, latihan batuk efektif dan menggerakkan tungkai) sampai

dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan

berjalan ke luar kamar (Smeltzer, 2001 ).

2. Prinsip dan Tujuan Mobilisasi

Menurut Dombovy ML dikutip oleh Yahya (1995), mengemukakan

bahwa beberapa prinsip dalam melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan

mengurangi komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan

hilangnya fungsi motorik, memberikan rangsangan lingkungan, memberi

dorongan bersosialisasi, memberi kesempatan untuk dapat berfungsi dan

melakukan aktivitas sehari-hari serta memungkinkan melakukan

pekerjaan seperti sebelumnya.

Kottke (1898) menyebutkan tujuan untuk mobilisasi yaitu untuk

mencegah terjadinya bronkopneumonia, kekakuan sendi, mencegah

tromboplebitis, atropi otot, penumpukan sekret, memperlancar sirkulasi

darah, mencegah kontraktur, dekubitus serta memelihara faal kandung

kemih agar tetap berfungsi secara baik dan pasien dapat beraktivitas.

Sedangkan menurut Garrison (2004) tujuan mobilisasi adalah

 
 
32 
 

mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah,

membantu pernapasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot,

memperlancar eliminasi bab dan bak, mengembalikan aktivitas tertentu

sehingga pasien dapat kembali normal memenuhi kebutuhan gerak harian,

dan memberi kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi dan

berkomunikasi.

3. Tahap-Tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi

Mobilisasi pasca operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan

pernapasan, latihan batuk efektif, dan menggerakkan tungkai) sampai

dengan pasien bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan

berjalan keluar kamar (Smeltzer, 2001).

Tahap-tahap mobilisasi pada pasien pasca operasi meliputi (Cetrione,

2009) :

a. Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan fisik

bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan tangan

dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-

otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau

ke kanan.

b. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi

badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak

 
 
33 
 

dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang

dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakkan.

c. Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat

di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan,

semestinya memang sudah bisa berdiri dan berjalan di sekitar kamar

atau keluar kamar, misalnya ke toilet atau kamar mandi sendiri.

Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera

mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca

operasi untuk mengembalikan fungsi pasien kembali normal.

4. Manfaat Mobilisasi

Menurut Kozier, et.al. (2004) dalam buku Fundamentals of Nursing,

keuntungan yang dapat diperoleh dari mobilisasi bagi sistem tubuh adalah

sebagai berikut :

a. Sistem Muskuloskeletal

Ukuran, bentuk, tonus, dan kekuatan rangka dan otot jantung dapat

dipertahankan dengan melakukan latihan yang ringan dan dapat

ditingkatkan dengan melakukan latihan yang berat. Dengan melakukan

latihan, tonus otot dan kemampuan kontraksi otot meningkat. Dengan

melakukan latihan atau mobilisasi dapat meningkatkan fleksibilitas

tonus otot dan range of motion.

 
 
34 
 

b. Sistem Kardiovaskular

Dengan melakukan latihan atau mobilisasi yang adekuat dapat

meningkatkan denyut jantung (heart rate), menguatkan kontraksi otot

jantung, dan menyuplai darah ke jantung dan otot. Jumlah darah yang

dipompa oleh jantung (cardiac output) meningkat karena aliran balik

dari aliran darah. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung (cardiac

outpu) normal adalah 5 liter/menit, dengan mobilisasi dapat

meningkatkan cardiac output sampai 30 liter/ menit.

c. Sistem Respirasi

Jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan oleh paru (ventilasi)

meningkat. Ventilasi normal sekitar 5-6 liter/menit. Pada mobilisasi

yang berat, kebutuhan oksigen meningkat hingga mencapai 20x dari

kebutuhan normal. Aktivitas yang adekuat juga dapat mencegah

penumpukan sekret pada bronkus dan bronkiolus, menurunkan usaha

pernapasan.

d. Sistem Gastrointestinal

Dengan beraktivitas dapat memperbaiki nafsu makan dan

meningkatkan tonus saluran pencernaan, memperbaiki pencernaan dan

eliminasi seperti kembalinya mempercepat pemulihan peristaltik usus

dan mencegah terjadinya konstipasi serta menghilangkan distensi

abdomen.

 
 
35 
 

e. Sistem Metabolik

Dengan latihan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme, dengan

demikian peningkatan produksi dari panas tubuh dan hasil

pembuangan. Selama melakukan aktivitas berat, kecepatan

metabolisme dapat meningkat sampai 20x dari kecepatan normal.

Berbaring di tempat tidur dan makan diit dapat mengeluarkan 1.850

kalori per hari. Dengan beraktivitas juga dapat meningkatkan

penggunaan trigliserid dan asam lemak, sehingga dapat mengurangi

tingkat trigliserid serum dan kolesterol dalam tubuh.

f. Sistem Urinary

Karena aktivitas yang adekuat dapat menaikkan aliran darah, tubuh

dapat memisahkan sampah dengan lebih efektif, dengan demikian

dapat mencegah terjadinya statis urinary. Kejadian retensi urin juga

dapat dicegah dengan melakukan aktivitas.

5. Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi ada tiga rentang gerak,

yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-

otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara

pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki

pasien.

 
 
36 
 

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi

dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya

pasien berbaring sambil menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan

aktivitas yang diperlukan.

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor Lauro (1985)

mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mobilisasi dini

adalah sebagai berikut :

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu ilmu tentang suatu bidang yang

disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat

digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang

pengetahuan itu (Kurnia, 2002 yang dikutip oleh Purwanto tahun

2007).

Pengetahuan individu terhadap sesuatu dan yakin akan manfaat

menyebabkan seseorang untuk mencoba menerapkan dalam bentuk

perilaku. Pengetahuan tersebut dapat didapatkan dari informasi,

membaca, dan melalui pendidikan formal. Tingkat pendidikan

seseorang akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut.

 
 
37 
 

Pengetahuan mengenai mobilisasi dini pasca operasi bisa

didapatkan dari informasi atau pendidikan kesehatan yang diberikan

oleh seorang perawat kepada pasien yang akan menjalani tindakan

operasi seperti appendectomy. Pendidikan kesehatan tersebut dapat

diberikan sebelum tindakan operasi dilakukan yaitu pada fase

praoperatif. Sehingga setelah tindakan operasi selesai dilaksanakan,

pasien telah mengetahui manfaat dari mobilisasi dan hal itu dapat

mempengaruhi pasien tersebut untuk melakukan mobilisasi dini tanpa

rasa takut.

b. Emosi

Menurut Goleman, 2000 yang dikutip oleh Hanum (2006) emosi

merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu

keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan

untuk bertindak. Emosi adalah suatu kesatuan reaksi fisiologis dalam

diri manusia untuk menghadapi rangsangan atau stimulus yang ada.

Terbentuknya emosi dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman

selama masa perkembangan individu. Seseorang dengan emosi yang

stabil adalah yang dapat mengendalikan perasaan-perasaannya

meskipun dihadapkan pada suatu kondisi yang memungkinkan

mengganggu kestabilan emosinya, yang juga dapat mengekspresikan

emosinya tersebut pada waktu dan tempat yang tepat, sehingga dapat

menjalankan aktivitasnya tanpa terganggu.

 
 
38 
 

Emosi adalah perasaan dalam diri seseorang yang timbul karena

ada suatu stimulus dan memperlihatkan reaksi kognisi, reaksi

fisiologis, reaksi biologis, dan bahkan reaksi behavioral tertentu.

Sedangkan Sarwono dalam Yusuf (2008) berpendapat bahwa emosi

merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna

afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang

luas (dalam). Berdasarkan pengertian tersebut dikemukakan bahwa

emosi itu merupakan warna afektif yang menyertai setiap keadaan

atau perilaku individu. Maksud warna afektif di sini adalah perasaan-

perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi suatu situasi

tertentu, seperti gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak

senang), dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh tentang

pengaruh emosi terhadap perilaku individu, yaitu :

1) Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas

atas hasil yang didapat.

2) Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena

kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini adalah

timbulnya rasa putus asa (frustasi).

3) Menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, apabila

sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga

menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam

berbicara.

 
 
39 
 

4) Terganggu dalam penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa

cemburu dan iri hati.

5) Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa

kecil akan mempengaruhi sikapnya di kemudian hari, baik

terhadap dirinya maupun orang lain.

Cedera merupakan stressor bagi seseorang yang dirawat di

rumah sakit. Perasaan yang dialami pasien pasca operasi

appendectomy terhadap luka operasi yang belum sembuh akan

menimbulkan rasa takut untuk melakukan mobilisasi, sehingga rasa

takut tersebut dapat menjadi penghambat bagi mereka untuk

melakukan mobilisasi.

c. Sosial

Sosial adalah hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat dan

kebersamaan, kekuatan masyarakat tersebut berada di sekitar individu

tersebut dalam berinteraksi (Yusuf, 2008). Adanya interaksi antara

individu yang satu dengan individu yang lain dapat memberikan

kekuatan pada individu tersebut. Dimana definisi interaksi sosial

menurut Nurdin (2006) adalah adanya hubungan dua orang atau lebih

yang perilaku atau tindakannya direspon oleh orang lain.

Interaksi yang dilakukan pasien dengan keluarga dan orang-

orang di sekitar akan mempengaruhi pasien tersebut untuk melakukan

mobilisasi pasca operasi, sehingga dengan mobilisasi tersebut akan

memotivasi pasien untuk sembuh.

 
 
40 
 

d. Fisik

Fisik adalah postur tubuh, kesehatan (sehat atau sakit), keutuhan

tubuh, keberfungsian organ tubuh seseorang (Yusuf, 2008). Keadaan

fisik seseorang yang lemah secara langsung akan berpengaruh

terhadap mobilisasi yang dilakukan. Keadaan tersebut akan

membatasi dari pergerakan karena kurangnya energi di dalam tubuh.

Pada pasien yang baru saja menjalani operasi seperti operasi

appendectomy, keadaan fisik pasien tersebut belum kembali pulih

pada keadaan sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat pasien merasa

enggan untuk melakukan mobilisasi, selain itu rasa nyeri yang

dirasakan juga membuat pasien merasa lemah dan hanya ingin

berbaring di tempat tidur.

e. Stimulus Lingkungan

Stimulus lingkungan adalah rangsangan dari luar yang

mempengaruhi dan menggerakkan individu untuk berbuat (Handoko,

1997). Stimulus lingkungan tersebut dapat berupa dukungan perawat

atau keluarga. Adanya dukungan dan dorongan dari perawat serta

keluarga dapat menimbulkan motivasi pada pasien yang dirawat untuk

melakukan aktivitas, seperti pasien yang baru saja menjalani operasi.

Aktivitas yang dapat dilakukan yaitu berupa mobilisasi sehingga

dengan melakukan mobilisasi dapat mempercepat penyembuhan

pasien.

 
 
41 
 

Sarana atau fasilitas ruang rawat, peran serta perawat, peran serta

keluarga yang mendukung dan tidak mendukung agar pasien

berinisiatif dan mau melakukan mobilisasi. Suasana lingkungan yang

nyaman juga dapat mendukung terhadap aktivitas seseorang yang

dilakukan.

Sedangkan menurut Kozier (1995), faktor-faktor yang

mempengaruhi mobilisasi adalah :

f. Gaya Hidup

Istilah gaya hidup merupakan prinsip yang dapat dicapai sebagai

landasan untuk memahami perilaku seseorang yang melatarbelakangi

sifat khas seseorang, terlihat dari beberapa pengertian yang

diungkapkan di bawah ini.

Menurut Adler dalam Hall (1993) mendefinisikan gaya hidup

sebagai sistem utama yang memungkinkan berfungsinya kepribadian

individu sebagai keseluruhan yang menggerakkan bagian-bagiannya.

Semua perilaku manusia bersumber dari gaya hidup yang dimilikinya,

dimana ia mempersepsi, mempelajari, dan menyimpan atau

mempertahankan hal-hal yang sesuai dengan gaya hidupnya serta

menyisihkan hal-hal yang tidak sesuai dengan gaya hidupnya.

Gaya hidup merupakan pola tingkah laku sehari-hari segolongan

manusia didalam masyarakat. Kebiasaan seseorang pada masa

hidupnya, termasuk kebiasaan dalam memperhatikan kesempurnaan

penampilan fisik (Prahmawati, 2001). Sedangkan menurut Kotler

 
 
42 
 

dalam Wiroreno (1994), gaya hidup lebih kepada pola hidup

seseorang di dalam dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat,

dan pendapat orang tersebut. Gaya hidup adalah cara hidup yang

dikenali dari bagaimana orang menggunakan waktu dan aktivitas

mereka, dari minat mereka yaitu apa yang mereka anggap penting di

dalam kehidupan mereka, dan dari pendapat mereka tentang diri

mereka sendiri serta dunia sekitar mereka.

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat

pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan

diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.

Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas

seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang

sehat.

g. Proses Penyakit dan Injury

Proses penyakit adalah keadaan dimana seseorang sedang

menderita suatu penyakit tertentu. Keadaan tersebut mengakibatkan

keadaan kesehatan seseorang menjadi terganggu sehingga sulit

melakukan aktivitas seperti biasa. Adanya penyakit tertentu yang

diderita seseorang akan mempengaruhinya mobilitasnya, misalnya

seseorang yang baru saja menjalani operasi akan kesulitan untuk

mobilisasi secara bebas karena adanya rasa sakit/nyeri yang menjadi

alasan mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya

pasien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit

 
 
43 
 

tertentu. Hal tersebut dikarenakan kondisi fisik pasien yang lemah dan

energi yang kurang menyebabkan pasien beristirahat di tempat tidur

dan tidak dapat melakukan mobilisasi.

h. Kebudayaan

Menurut Berger kebudayaan adalah produk manusia; produk itu

lalu menjadi kenyataan objektif yang kembali mempengaruhi yang

menghasilkannya (Lawang, 1994). Maksud pernyataan tersebut

adalah bahwa manusia berposisi sebagai subyek yang menghasilkan

kebudayaan sebagai obyek. Tetapi setelah kebudayaan itu menjadi

obyek, dengan sendirinya ia akan mempengaruhi manusia dan

kehidupan lingkungannya.

Kebudayaan merupakan penyebab paling mendasar dari

keinginan dan tingkah laku individu, dikarenakan kebudayaan

berisikan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan tingkah

laku yang dipelajari oleh anggota masyarakat dari keluarga dan

lembaga penting lainnya. Kebudayaan mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak

pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok

masyarakat asuhannya (Azwar, 2003). Kebudayaan dimana seseorang

hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan sikap seseorang. Seseorang mempunyai pola sikap dan

perilaku tertentu dikarenakan mendapat penguatan atau ganjaran

(reinforcement) dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut.

 
 
44 
 

Dapat diketahui bahwa diantara masyarakat terlihat berbagai

budaya dan dengan taraf hidup perkembangan yang berbeda, maka

penyakit yang dideritanya pun akan berbeda-beda. Budaya masyarakat

bisa dilihat dari cara hidupnya atau ‘way of life’nya yaitu dengan

menentukan perilaku masyarakatnya. Misalnya, apa saja yang boleh

dilakukan dan bagaimana cara melakukannya sehingga budaya juga

dapat dipandang sebagai pedoman untuk suatu kegiatan sehari-hari.

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan

aktivitas misalnya; pasien setelah operasi dilarang bergerak karena

kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak

sembuh.

i. Tingkat Energi

Tingkat energi merupakan jumlah energi yang diperlukan

seseorang untuk melakukan aktivitas. Tingkat energi yang rendah akan

menyebabkan kondisi fisisk seseorang menjadi lemah. Kondisi yang

lemah akan mengakibatkan orang untuk bergerak atau melakukan

mobilisasi lebih lamban. Seseorang yang melakukan mobilisasi jelas

membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan

berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang yang dalam kondisi

sehat. Untuk itu asupan makanan yang bergizi sangat diperlukan bagi

orang yang sedang sakit apalagi orang yang baru menjalani tindakan

operasi agar energi atau tenaga orang tersebut dapat kembali optimal

sehingga dapat melakukan mobilitas sebagaimana yang dianjurkan.

 
 
45 
 

j. Usia dan Status Perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya

dibandingkan dengan seorang remaja atau dewasa. Seorang anak dapat

melakukan mobilisasi yang lebih aktif karena mobilisasi yang

dilakukan anak-anak tidak berdasarkan instruksi yang diperintah oleh

seseorang. Apabila seorang anak tersebut baru saja menjalani tindakan

appendectomy dan anak tersebut melakukan mobilisasi yang sangat

aktif maka akan berakibat robeknya luka operasi yang masih belum

sembuh. Sedangkan mobilisasi yang dilakukan pasien pasca operasi

appendectomy harus bertahap dan harus sesuai dengan instruksi yang

telah diberikan oleh perawat.

Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh dua orang ahli mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi didapatkan bahwa dari faktor-

faktor tersebut terdapat beberapa kesamaan. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah

pengetahuan, emosi, fisik, stimulus lingkungan, dan usia & status

perkembangan.

 
 
46 
 

7. Mobilisasi Dini pada Pasien dengan Anestesi Spinal dan Anestesi

Umum

Perbedaan mobilisasi dini antara pasien dengan anstesi spinal dan

anestesi umum adalah waktu pelaksanaannya. Mobilisasi dini pada pasien

dengan anestesi spinal dapat dilakukan pada 24 jam setelah operasi

sedangkan pada pasien dengan anestesi umum dapat dilakukan sedini

mungkin mulai dari 6-12 jam setelah operasi.

a. Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi spinal :

1) Setelah operasi berbaring di tempat tidur, tetapi dapat melakukan

pegerakan ringan seperti menggerakkan ekstremitas atas dan

ekstremitas bawah

2) Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur dan duduk

dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur

3) Pada hari ketiga pasien dapat berjalan di kamar seperti ke kamar

mandi dan bisa juga berjalan ke luar kamar

b. Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi umum :

1) Pada saat awal (6 sampai 12 jam pertama) pasien dapat melakukan

pergerakan fisik seperti menggerakkan ekstremitas seperti

mengangkat tangan, menekuk kaki, dan menggerakkan telapak

kaki

2) Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur ambil makan,

 
 
47 
 

atau duduk dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur. Jika

pasien sudah berani, pasien dapat berjalan di sekitar kamar seperti

ke kamar mandi

3) Pada hari ketiga pasien dapat berjalan ke lua kamar dengan

dibantu atau secara mandiri

8. Intervensi Keperawatan

Selama periode pascaoperatif, proses keperawatan diarahkan pada

menstabilkan kembali fisiologis pasien, menghilangkan nyeri, dan

pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera

membantu pasien dalam kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat,

aman, dan senyaman mungkin. Upaya yang besar diarahkan pada

mengantisipasi dan mencegah masalah pada periode pascaoperatif.

Pengkajian yang cepat mencegah komplikasi yang memperlama

perawatan di rumah sakit atau membahayakan pasien. Memperhatikan

hal ini, asuhan keperawatan pasien setelah pembedahan adalah sama

pentingnya dengan prosedur bedah itu sendiri.

Salah satu peran perawat pascaoperatif adalah memberikan

dukungan dan dorongan pada pasien pasca operasi untuk melakukan

mobilisasi sesegera mungkin. Dengan melakukan mobilisasi sedini

mungkin pasca operasi, banyak manfaat yang didapatkan oleh pasien

seperti mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga juga mengurangi

nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, memperbaiki pengaturan

 
 
48 
 

metabolisme tubuh, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital

yang pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka.

Mobilisasi juga dapat mengurangi kemungkinan kekembungan pada

perut (distensi abdomen) dan menstimulasi bising usus (peristaltis).

(Smeltzer, 2001).

Selain perawat berperan membantu dan memberikan dukungan

untuk mobilisasi pasca operasi, perawat juga mempunyai peran sebelum

tindakan operasi dimulai (praoperatif). Peran perawat pada fase

preoperatif yaitu menyiapkan pasien untuk pembedahan. Persiapan

pasien sebelum pembedahan meliputi pemasangan intravena yang

berguna untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan

cairan yang telah hilang, pemberian aspirin bertujuan untuk mengurangi

suhu, terapi antibiotik juga dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

infeksi. Apabila terdapat bukti atau kemungkinan terjadinya tidak adanya

pergerakan pada usus karena tidak terdengarnya bising usus (ileus

paralitik), selang nasogastrik dapat dipasang.

G. Penelitian Terkait

Mobilisasi pada pasien pasca operasi seperti operasi appendectomy

merupakan suatu permasalahan yang biasa terjadi. Hal tersebut dikarenakan

pasien memiliki kekhawatiran jika tubuh digerakkan akan mempengaruhi luka

operasi yang belum sembuh. Menurut hasil penelitian Sudrajat pada tahun

2002, yang dilakukan pada 30 responden didapatkan faktor yang

 
 
49 
 

mempengaruhi mobilisasi dini pada pasien pasca operasi laparatomy adalah

sebanyak 26% karena faktor stimulus lingkungan, 20% karena faktor sosial,

sebanyak 19% karena faktor pengetahuan, 18% dipengaruhi oleh faktor

emosi, dan faktor fisik sebanyak 17%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Riswanto pada tahun 2004, didapatkan data bahwa dari 11 orang pasien pasca

operasi yang melakukan ambulasi dini ditemukan ada 2 orang pasien (18,2%)

yang mengalami retensi urin sedangkan 9 orang (81,8%) lainnya dapat

berkemih secara spontan. Sedangkan pada 5 orang pasien yang tidak

melakukan ambulasi dini pasca operasi, 4 orang (80%) diantaranya

mengalami retensi urin dan 1 orang (20%) dapat berkemih secara spontan.

 
 
50 
   

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas. Pengetahuan dan

perilaku pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini perlu

diketahui dan diteliti dengan baik sehingga dapat meminimalkan komplikasi yang

mungkin muncul karena tidak melakukan mobilisasi. Di bawah ini dijelaskan

mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di RSUP Fatmawati

Jakarta Selatan

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

1. Pengetahuan Pasien Pasca


Operasi Appendectomy
mengenai:

a. Pengertian

b. Tujuan

c. Tahap-Tahap

d. Manfaat

2. Perilaku Mobilisasi Dini Pasien


Pasca Operasi Appendectomy

Berdasarkan kerangka konsep di atas, peneliti ingin mengetahui pengetahuan

pasien pasca operasi appendectomy tentang mobilisasi dini dilihat dari pengertian,

 
 
51 
 

manfaat, tujuan, dan tahap-tahap mobilisasi serta perilaku pasien pasca operasi

appendectomy tentang mobilisasi dini.

B. Definisi Istilah

No. Variabel Definisi

1. Pengertian Mobilisasi Dini Mobilisasi dini yaitu suatu

pengertian yang menjelaskan proses

aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan

ringan di atas tempat tidur (latihan

pernafasan, latihan batuk efektif dan

menggerakkan tungkai) sampai

dengan pasien bisa turun dari tempat

tidur, berjalan ke kamar mandi dan

berjalan ke luar kamar (Smeltzer,

1996 ).

2. Tujuan Mobilisasi Dini Tujuan mobilisasi dini adalah

hasil akhir yang diharapkan dari

pelaksanaan mobilisasi dini, seperti

mempertahankan fungsi tubuh,

memperlancar peredaran darah,

membantu pernapasan menjadi lebih

 
 
52 
 

baik, memperlancar eliminasi BAB

dan BAK, mengembalikan aktivitas

tertentu sehingga pasien dapat

kembali normal memenuhi

kebutuhan gerak harian, dan

memberi kesempatan perawat dan

pasien untuk berinteraksi dan

berkomunikasi (Garrison, 2004).

3. Tahap-Tahap Mobilisasi Dini Tahap-tahap mobilisasi pasca

operasi yaitu proses aktivitas yang

dilakukan pasca pembedahan mulai

dari aktivitas yang ringan, seperti 6-8

jam setelah pasien operasi, pasien

dapat menggerakkan tangan dan kaki

yang bisa ditekuk atau diluruskan

dan juga miring ke kiri atau ke

kanan, pada 12 sampai 24 jam

berikutnya pasien bisa diposisikan

duduk di tempat tidur atau duduk

dengan kaki menjuntai, pada hari

kedua atau ketiga setelah operasi

pasien sudah bisa berdiri dan

 
 
53 
 

berjalan di sekitar kamar atau keluar

kamar, misalnya ke toilet atau kamar

mandi sendiri (Cetrione, 2009).

4. Manfaat Mobilisasi Dini Manfaat mobilisasi dini adalah

keuntungan yang diperoleh dari

pelaksanaan mobilisasi dini bagi

sistem tubuh, seperti luka jahitan

operasi cepat sembuh,

menghilangkan distensi abdomen,

mencegah konstipasi, mempercepat

pemulihan peristaltik usus, dll

(Kozier, 2004).

5. Perilaku Perilaku adalah kegiatan atau

aktivitas manusia yang dilakukan

mulai dari melakukan aktivitas yang

ringan di tempat tidur seperti

menggerakkan kaki, menggerakkan

tangan, miring kiri miring kanan,

duduk, dan sampai dapat melakukan

aktivitas yang cukup berat seperti

berdiri, berjalan ke kamar mandi

atau di ruangan, baik yang diamati

 
 
54 
 

langsung maupun yang tidak

diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2007).

 
 
55 
   

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis fenomenologi

yaitu penelitian yang dapat bersifat deskriptif yang mempelajari fenomena

tentang respons keberadaan manusia bertujuan untuk menjelaskan pengalaman

seseorang dalam kehidupannya termasuk di dalamnya interaksi sosial yang

dilakukannya. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas

dan kokoh, dan memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam

lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat memahami alur peristiwa secara

kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat,

memperoleh penjelasan yang kaya dan bermanfaat karena penelitian kualitatif

isinya adalah narasi kata-kata. Menurut Bachtiar (2005) bahwa desain kualitatif

menggunakan pendekatan pengamatan yang cermat dan mendalam dalam

menjawab terutama “mengapa” fenomena tertentu terjadi dalam lingkup

kontekstual yang spesifik. Dan tujuan utama adalah untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan informasi, sehingga hasil akhirnya akan berupa kata-kata,

bukan angka.

Melalui pendekatan ini diharapkan dapat menggali informasi secara mendalam

tentang hal-hal yang berkaitan dengan mobilisasi dini.

 
 
56 
 

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba

di RSUD Tangerang yang dilaksanakan pada 19-25 Oktober 2009. Penelitian

akan dilakukan di RSUP Fatmawati dikarenakan berdasarkan studi pendahuluan

yang dilakukan ditemukan bahwa pasien pasca operasi appendectomy kurang

memahami mengenai mobilisasi dini dan juga Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah telah menjalin kerja sama dengan RSUP Fatmawati. Penelitian ini

dilaksanakan pada tanggal 17 November sampai 4 Desember 2009. Awalnya

rencana untuk pengambilan data akan dilaksanakan di IRNA B Lt. 4 Bedah

Selatan, akan tetapi karena sedang dilakukan renovasi maka dipindahkan ke

IRNA B Lt. 4 Bedah Utara dimana pasien yang dirawat di IRNA B Lt. 4 Bedah

Utara saat itu merawat pasien bedah dan penyakit dalam kelas III.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan

menggunakan alat pencatat dan alat perekam (tape recorder).

Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti dengan informan kunci

dan informan pendukung.

2. Observasi

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi

yang dibuat dalam bentuk catatan lapangan yang berfungsi untuk

 
 
57 
 

mencatat hal-hal penting yang relevan dengan permasalahan penelitian.

Catatan ini mencakup perilaku pasien dalam melakukan mobilisasi dini,

perasaan atau emosi yang dirasakan pasien, dan peristiwa yang mungkin

terjadi setelah pasien menjalankan operasi.

D. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang

akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien

yang telah menjalani operasi di IRNA B Lt.4 Bedah RSUP Fatmawati.

E. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki populasi (Hidayat, 2007). Sampel dalam

penelitian ini adalah informan yang dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel

di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan atas prinsip

kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Mengacu pada prinsip

tersebut, maka sumber informasi atau informan dalam penelitian ini adalah:

 
 
58 
 

1. Informan Kunci

Informan kunci ini terdiri dari pasien yang telah dilakukan tindakan

operasi appendectomy secara elektif atau cito yang berjumlah 4 orang

dengan kriteria:

a. Pasien yang telah menjalani operasi appendectomy ≥6-8 jam

setelah operasi sampai dengan hari pasien pulang dan tanpa

komplikasi

b. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan

c. Pasien dewasa (18-50 tahun)

d. Bersedia diwawancarai

2. Informan Pendukung

Informan ini terdiri dari keluarga pasien, 1 orang perawat yang

bertugas di RSUP Fatmawati, dan 1 orang dokter spesialis bedah.

 
 
59 
 

Tabel 4.1 Pengumpulan Data untuk Uji Validitas

di RSUD Tangerang

Sumber informasi Metode Jumlah Kriteria Tempat

Informan
1. Pasien yang telah Wawancara 1 1. Pasien yang telah
RSUD
menjalani operasi Mendalam menjalani operasi
Tangerang
appendectomy dan Observasi appendectomy 6 jam
setelah operasi baik laki-
laki maupun perempuan
2. Dapat berkomunikasi
dengan baik
2. Perawat Wawancara 1 1. Perawat yang bertugas di
Mendalam ruang perawatan bedah

 
 
60 
 

Tabel 4.2 Pengumpulan Data Penelitian

di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan

Sumber Informasi Metode Jumlah Kriteria Tempat


Informan
1. Pasien yang Wawancara 4 1. Pasien yang telah RSUP
telah menjalani Mendalam menjalani operasi Fatmawati
operasi dan Observasi appendectomy 6 jam
appendectomy setelah operasi sampai
dengan hari pasien
pulang, baik laki-laki
maupun perempuan
2. Dapat berkomunikasi
dengan baik
Informan pendukung
1. Keluarga Wawancara 4 1. Dapat berkomunikasi RS dan
Mendalam dengan baik Rumah

2. Perawat Wawancara 1 1. Perawat yang bertugas di RSUP


Mendalam ruang bedah Fatmawati

3. Dokter Wawancara 1 1. Dokter Spesialis Bedah RSUP


Mendalam Fatmawati

 
 
61 
 

F. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksananakan pada tanggal 17 November sampai 4

Desember 2009. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan

metode wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dengan

menggunakan pedoman wawancara yang akan dilakukan kepada informan.

2. Tahap Pengumpulan Data

a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data

Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin penelitian

kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya mengadakan pertemuan dengan

informan kunci dan informan pendukung untuk menjelaskan tujuan

penelitian dan kriteria informan yang dipilih.

b. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap, yaitu pertama telah

dilakukan uji validitas untuk uji coba pedoman wawancara pada tanggal

19-25 Oktober 2009 di Paviliun Mawar RSUD Tangerang. Kedua,

melakukan wawancara mendalam dengan perawat ruangan pada tanggal

19 November 2009. Ketiga, melakukan wawancara mendalam dan

observasi dengan informan kunci (pasien pasca operasi appendectomy)

dan informan pendukung (keluarga pasien) pada tanggal 19, 20, 21, 23,

25, 26, 28, 29, dan 30 November 2009. Keempat, melakukan wawancara

 
 
62 
 

mendalam pada tanggal 4 Desember 2009 dengan dokter spesialis bedah.

Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan

laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan

oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif, yaitu

dengan cara mengumpulkan data primer dan sekunder.

1) Untuk data primer meliputi :

a) Wawancara

Wawancara, menurut Moleong (2002) dijelaskan bahwa

wawancara adalah percakapan dengan maksud untuk maksud

tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan

langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara

jelas dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan

permasalahan penelitian. Sesuai dengan jenisnya, peneliti

memakai jenis wawancara tidak berstruktur yaitu wawancara

dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan

leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah

dipersiapkan sebelumnya, biasanya pertanyaan muncul secara

spontan sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi

ketika melakukan wawancara. Dengan teknik ini diharapkan

terjadi komunikasi langsung, luwes dan fleksibel serta terbuka,

sehingga informasi yang didapat lebih banyak dan luas

mengenai mobilisasi dini.

b) Observasi

 
 
63 
 

Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya serta

untuk cross check data dan memperkaya informasi.

2) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen yang terkait

dengan penelitian. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk

melengkapi hasil penelitian.

G. Validasi Data

Untuk menjaga validitas data, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi yang

ada meliputi (Kresno, 2006).

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara cross-check data dari

sumber yang berupa informan berbeda-beda. Datanya harus

memperkuat atau tidak ada kontradiksi dengan yang lainnya.

2. Triangulasi Data

a. Analisis data dilakukan oleh lebih dari 1 orang

Analisis data bisa dilakukan oleh peneliti dan orang lain yang ahli

dalam analisis kualitatif. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar

interpretasi yang dilakukan hasilnya sama dengan yang dilakukan

oleh orang lain.

b. Minta umpan balik dari informan

Umpan balik tersebut berguna bukan saja untuk alasan etik atau

memperbaiki kesempatan agar hasilnya akan dilaksanakan tetapi

 
 
64 
 

juga untuk memperbaiki kualitas proposal, data dan kesimpulann

yang ditarik dari data tersebut.

Dalam penelitian ini hanya menggunakan triangulasi sumber dikarenakan

untuk triangulasi data membutuhkan banyak biaya dan cukup mahal

sedangkan untuk triangulasi metode karena peneliti tidak menggunakan Focus

Group Discussion (FGD) dikarenakan tidak memungkinkan untuk

mengumpulkan pasien pasca operasi appendectomy dalam satu waktu. Hal itu

dikarenakan dalam satu waktu belum tentu ada sejumlah pasien yang

dibutuhkan dalam penelitian ini berkumpul. Apalagi lama hari rawat bagi

pasien pasca operasi appendectomy, yaitu sekitar 2-3 hari jadi kemungkinan

untuk berkumpul dalam satu waktu sangat kecil. Selain itu, kondisi pasien

yang tidak memungkinkan untuk berpindah ke tempat untuk berkumpul

karena belum tentu pasien-pasien tersebut dirawat dalam satu ruangan.

H. Teknik Analisis Data

Hasil data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan pendekatan

analisis kualitatif, yaitu :

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilahan data kasar, mencari hal-hal yang

pokok dan membuat transkrip data hasil wawancara seperti apa adanya.

Adapun tujuan dari tahap ini adalah memberikan gambaran yang lebih

jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

 
 
65 
 

2. Display Data

Display data adalah teknik penyajian data dalam bentuk uraian singkat,

grafik, dan matriks. Langkah ini didapatkan setelah peneliti melakukan

penyusunan data dalam bentuk transkrip data selanjutnya.

3. Analisis Isi

Analisis yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori-

teori yang ada pada tinjauan kepustakaan (content analysis).

4. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah menganalisis data yang dapat dicoba

dibuat suatu kesimpulan hal penelitian.

I. Sarana Penelitian

Sarana yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat tulis, lembar

observasi, dan tape recorder untuk merekam. Selain itu diperlukan juga surat izin

penelitian dan name tag agar peneliti dapat melaksanakan penelitian.

J. Etika Penelitian

Penelitian yang dilakukan telah mendapatkan izin dari Direktur Utama RSUP

Fatmawati melalui surat pengantar dari Bagian Diklit RSUP Fatmawati. Sebelum

melakukan pengambilan data, peneliti menemui beberapa pihak terkait, yaitu

Manager yang juga menjadi Pembimbing Lapangan selama penelitian

 
 
66 
 

berlangsung dan Kepala Ruangan Lt. 4 Bedah Utara untuk menjelaskan tujuan

penelitian, manfaat penelitian, jaminan kerahasiaan, kriteria yang akan dijadikan

informan. Setelah itu, peneliti menemui informan dan mendiskusikan maksud

dan tujuan kedatangan peneliti. Peneliti melakukan informed consent pada

informan dengan menunjukkan dan meminta informan untuk menandatangani

lembar persetujuan responden sebagai bukti informan bersedia untuk

diwawancarai. Kerahasiaan data dan informasi dijamin oleh peneliti. Semua

berkas yang mencantumkan identitas informan hanya untuk pengolahan data.

 
 
67 
 

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Informan

Dalam penelitian ini, seluruh informan berjumlah 10 orang yang terdiri

dari 4 orang pasien sebagai informan kunci, 4 orang keluarga pasien sebagai

informan pendukung, 1 orang perawat ruangan yang bertugas di Irna B Lt.4

Utara sebagai informan pendukung, dan 1 orang dokter spesialis bedah yang

juga sebagai informan pendukung.

Tabel 5.1 Karakteristik Informan Kunci

No. Identitas Pasien Umur Jenis Pekerjaan Pendidikan

Kelamin Terakhir

1. Informan 1 49 tahun P IRT SD

2. Informan 2 20 tahun L Sopir SD

3. Informan 3 39 tahun L Pedagang SD

4. Informan 4 27 tahun P Karyawan SMA

 
 
68 
 

Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung (Petugas Kesehatan)

No. Identitas Umur Jenis Pekerjaan Pendidikan

Informan Kelamin Terakhir

1. Ns. S 35 L Perawat S1 Kep

tahun

2. dr. W 33 P Dokter S2

tahun

Tabel 5.3 Karakteristik Informan Pendukung (Keluarga Pasien)

No. Identitas Umur Jenis Pekerjaan Pendidikan

Informan Kelamin Terakhir

1. Nn. S 25 P - SMK

tahun

2. An. H 16 L Pelajar SMA

tahun

3. Tn. I 22 L Karyawan SMK

tahun SPBU

4. Tn. J 29 L Satpam SMA

tahun

 
 
69 
 

B. Gambaran Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini

1. Pengetahuan tentang Pengertian Mobilisasi Dini

Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua informan kunci

mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui dan tidak mengerti

mengenai pengertian mobilisasi dini karena belum pernah

mendapatkan pengalaman operasi pada diri sendiri ataupun keluarga.

Seperti ungkapan berikut :

Informan 1 :

“Saya nggak tahu tuh mba apa yang dimaksud dengan pergerakan
setelah operasi soalnya belum dikasih tahu jadi saya nggak tahu.”

Informan 2 :

“apa ya...saya kurang tahu mba soalnya ini baru pertama kali,
sebelumnya nggak pernah ada yang dioperasi jadi nggak ada yang
tahu juga.”

Informan 3 :

“Sebelumnya saya nggak tahu dan nggak pernah denger tentang


ngelakuin pergerakan setelah operasi orang kejadiannya mendadak
gini, sebelumnya juga nggak ngerasain apa-apa orang waktu itu
selesai dagang terus makan eh langsung perutnya mules jadi harus
dilakukan tindakan operasi karena takutnya pecah di dalam nanti
malah biayanya lebih mahal.”

Informan 4 :

“Kalo itu apa ya...saya nggak ngerti mba, namanya baru pertama kali
jadi nggak tahu dan nggak pernah ada pengalaman sebelumnya, di
keluarga juga nggak ada yang pernah operasi usus buntu.”

 
 
70 
 

Begitu pula dengan keluarga masing-masing pasien saat ditanyakan

mengenai pengertian mobilisasi dini. Hampir semua dari informan

pendukung (keluarga pasien) juga mengatakan bahwa kurang

mengetahui tentang pengertian mobilisasi dini. Berikut adalah

ungkapan keluarga pasien :

Nn. S (25 tahun)

“Jujur ya mba karena ini pengalaman pertama nganter ibu ke rumah


sakit... sekalinya nganter tau-tau ibu disuruh di operasi, jadi nggak
tahu apa itu pergerakan setelah operasi karena ini pengalaman
pertama banget.”

An. H (16 tahun)

“Nggak tahu mba,,,”

Tn. I (22 tahun)

“Kalo disuruh ngejelasin saya bingung mba, nggak tahu mau jelasin
apa soalnya saya kurang tahu apa itu pergerakan setelah
operasi...paling kalo ngelakuin pergerakan setelah operasi bisa bikin
badan nggak pada kaku,,,itu kali ya mba.”

Tn. J (29 tahun)

“Duh...kurang tahu juga ya mba, soalnya nggak pernah denger sih


tentang pergerakan setelah operasi.”

2. Pengetahuan tentang Tujuan Mobilisasi Dini

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian informan

menyebutkan tujuan dari melakukan pergerakan adalah untuk

mempercepat prosese penyembuhan, memperpendek masa sakit atau

 
 
71 
 

perawatan, agar keadaan tubuh dapat kembali pada kondisi sebelum

sakit sehingga dapat beraktivitas seperti biasa. Seperti ungkapan

berikut :

“....ya tujuannya biar saya cepat sembuh, biar kondisi saya pulih
kaya sebelum sakit, biar bisa kerja lagi...”

“....kalau menurut saya, kita melakukan sesuatu pasti ada


tujuannya, dan pasti tujuannya baik untuk kita...kaya saya
melakukan pergerakan biar badan saya enakan, terus biar cepat
pulang, dan bisa kerja lagi...”

3. Pengetahuan tentang Tahap-Tahap Mobilisasi Dini

Hampir semua informan kunci mengatakan bahwa mobilisasi

dini dilakukan jika sudah ada instruksi dari perawat atau dokter. Ada

juga informan yang menjawab tidak mengetahui, bingung harus

mengikuti informasi yang mana untuk memulai melakukan mobilisasi

dini. Seperti yang diungkapkan berikut :

“...kalau saya tunggu dibolehin sama dokter atau perawatnya,


kalau dokter atau perawatnya bilang boleh gerakin ya saya
gerakin. Tadi dokternya datang katanya saya sudah boleh miring
ke kiri miring ke kanan trus duduk kalo bisa jalan-jalan...”

“...saya kan tadi malam operasi sekitar jam 10, trus paginya pas
dokter datang katanya jangan banyak gerak dulu jadi saya belum
melakukan pergerakan paling cuma gerak-gerakin kaki aja, trus
tadi pas jam 12 sama perawat katanya ‘silahkan boleh makan trus
digerakin, miring kanan miring kiri biar bisa buang gas’ gitu
katanya...saya nggak tahu kapan sebenernya harus gerak-gerakin
badan, saya mah tunggu dibolehin sama dokternya aja baru saya
berani gerak-gerak...”

 
 
72 
 

Nn. S (25 tahun)

“tadi sih ada yang bilang coba miring ke kiri dan miring ke kanan
trus duduk...tapi ada juga yang bilang jangan digerakin dulu
katanya tunggu 24 jam dulu baru boleh duduk, jadi bingung mau
ikutin saran yang mana.”

Menurut pendapat perawat, pasien pasca operasi appendectomy

diperbolehkan melakukan pergerakan 24 jam setelah operasi karena

dikhawatirkan jika terlalu dini melakukan mobilisasi dapat terjadi

kelumpuhan, mual, pusing. Hal tersebut terjadi karena pengaruh

anestesi spinal dimana rata-rata pasien yang menjalani operasi

appendectomy menggunakan anestesi tersebut. Seperti ungkapan

berikut ini :

“biasanya kalau di sini pasien yang telah menjalani operasi


diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi dini yaitu 24 jam
setelah operasi itu untuk pasien yang dengan anestesi spinal baru
boleh melakukan pergerakan, walaupun dalam teori disebutkan 6-8
jam pertama setelah operasi sudah boleh melakukan
pergerakan...karena ditakutkan ya efek dari anestesinya itu,
apalagi kalau pasien dengan anestesi spinal ditakutkan kalau
terlalu dini mobilisasinya nanti terjadi kelumpuhan atau mungkin
pasien itu merasa pusing, mual...tetapi kalau pasien yang
dianestesi umum itu biasanya sih 12 jam setelah operasi sudah
boleh melakukan pergerakan.”

Kebanyakan informan mengatakan tidak tahu mengenai gerakan

pertama yang boleh dilakukan setelah pasien menjalani operasi.

Mereka mengatakan bahwa diberi tahu oleh dokter sudah boleh miring

kanan miring kiri dan duduk. Seperti ungkapan :

 
 
73 
 

Informan 1 :

“saya nggak tahu...cuma tadi sih dokternya bilang katanya miring-


miring ke kiri trus ke kanan, abis itu boleh duduk trus jalan...”

Informan 2 :

“saya nggak tahu pasti mba...tapi paling boleh gerak-gerakin kaki


sama miring-miring aja...”

Informan 3 :

“ya...paling boleh miring ke kiri miring ke kanan trus boleh duduk,


kata dokter tadi pas datang sih begitu mba...”

Informan 4 :

“kalau menurut saya sudah boleh gerak-gerakin kaki aja, trus


miring-miring ke kanan ke kiri trus saya juga sudah mulai jalan ke
kamar mandi...”

Beberapa informan mengatakan pada hari kedua mereka mungkin

sudah diperbolehkan untuk berjalan, akan tetapi sebagian informan

juga mengatakan bahwa pada hari pertama setelah operasi sudah boleh

berjalan. Seperti ungkapan :

Informan 1 :

“kata dokternya sih kalau ntar sudah nggak pusing atau mual ntar
siang (hari pertama setelah operasi) juga boleh jalan-jalan...”

Informan 2 :

“paling besok (hari kedua setelah operasi) sudah boleh


jalan...sebenernya sekarang juga sudah boleh jalan tapi saya
nggak berani, nggak kuat soalnya kepalanya sakit”

 
 
74 
 

Informan 3 :

“mungkin besok (hari kedua setelah operasi) sudah boleh jalan,


kaya jalan ke kamar mandi atau di ruangan ini paling sudah
boleh..”

Informan 4 :

“hari ini (hari pertama setelah operasi) sudah bisa jalan...”

Menurut beberapa informan, gerakan pertama yang boleh dilakukan

pada hari kedua adalah duduk dan berjalan. Seperti ungkapan :

Informan 1 :

“mungkin duduk sama jalan, tapi kalau jalan saya kayanya belum
berani soalnya nggak berani turun dari tempat tidur, soalnya
tempat tidurnya tinggi banget jadi takut kalau jahitannya
robek...tapi kata dokter saya besok sudah boleh pulang.”

Informan 2 :

“paling besok sudah boleh makan, soalnya sekarang belum boleh


makan trus sama boleh duduk...itu aja kali mba...”

Informan 3 :

“ya...paling sudah boleh jalan,,,”

Informan 4 :

“ehm....besok ya, mungkin dah dijinin jalan sama dokternya, tapi


hari ini saya kan juga sudah jalan, trus boleh apa lagi ya...ehm,
nggak tahu lagi mba boleh ngapain...”

Gerakan pada hari ketiga yang boleh dilakukan menurut beberapa

informan adalah duduk, makan, dan berajalan atau sama dengan

gerakan pada hari kedua. Akan tetapi ada seorang informan yang

 
 
75 
 

mengatakan tidak mengetahui gerakan apa yang boleh dilakukan di

hari ketiga setelah operasi. Seperti ungkapan :

Informan 1 :

“ya...nggak tahu juga sih mba kan saya belum dikasih tahu lagi
sama dokter sama perawatnya boleh ngapain aja...orang besok aja
saya katanya sudah boleh pulang jadi nggak sampe 3 hari saya
dirawat di sini...”

Informan 2 :

“apa ya mba...ya mungkin sama aja boleh duduk, jalan, boleh


makan itu aja sih mba.”

Informan 3 :

“ya...paling sama boleh jalan-jalan, itu aja”

Informan 4 :

“ya...paling boleh jalan-jalan aja mba, jalan-jalannya juga paling


di sekitar kamar aja, trus jalan ke kamar mandi...pingin juga jalan
keluar tapi kayanya nggak deh soalnya repot juga kalau sendiri
kan nggak ada yang pegangin infusannya nanti.”

4. Pengetahuan tentang Manfaat Mobilisasi Dini

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil

bahwa ada seorang informan yang mengatakan tidak mengetahui

manfaat melakukan pergerakan setelah operasi. Hal tersebut diakui

informan karena belum dikasih tahu oleh perawat yang bertugas.

Sedangkan sebagian informan mengatakan bahwa manfaat dari

melakukan mobilisasi setelah operasi adalah agar aliran darah dalam

tubuh jadi lancar sehingga badan tidak terasa pegal, untuk pemulihan

kondisi tubuh misalnya angin yang ada dalam perut dapat keluar dan

 
 
76 
 

bisa memperlancar buang air kecil, kemudian agar kaki tidak terasa

kaku sehingga dapat cepat pulang dan tidak terlalu lama dirawat di

rumah sakit. Seperti ungkapan berikut ini :

Informan 1 :

“saya nggak tahu...kan belum dikasih tahu sama dokter sama


perawatnya juga belum dikasih tahu kalau gerak-gerakin badan itu
untuk apa,,,jadi ya saya nggak tahu untuk apa...”

Informan 2 :

“nggak tahu juga sih mba...tapi mungkin biar kaki nggak pada
kaku, biar cepat sembuh, trus biar bisa cepat pulang...”

Informan 3 :

“ya...ada manfaatnya juga sih, jadi biar darah ngalirnya lancar


jadi kalau kurang gerak juga nggak bagus, badan kayanya terasa
pegal semua...”

Informan 4 :

“ya...kalau saya pikir mah buat pemulihan kondisi saya berarti


kalau sudah bisa bergerak mungkin saya sudah pulih, saya mah
saya ikutin aja kan katanya begini-begini, saya juga kalau diam aja
kan nggak betah jadi saya lebih enak bergerak...kadang-kadang
saya miringin jadi bisa keluar kentutnya gitu kan kaya pipis juga
ya biar bisa keluar jadi ya cari enaknya aja gitu...menurut saya ya
ada pengaruhnya juga...”

Sebagian besar informan dari pihak keluarga juga mengatakan

bahwa manfaat dari melakukan pergerakan setelah operasi adalah agar

darahnya tidak beku, melancarkan aliran darah, dan agar badan tidak

kaku. Seperti ungkapan berikut ini :

Nn. S (25 tahun)


“ya...itu seperti yang saya baca di mading depan manfaatnya untuk
ya biar darah nggak beku, melancarkan peredaran darah, untuk

 
 
77 
 

apa lagi ya mba saya lupa tapi yang saya ingat dari baca di
mading ya untuk itu...ya tahunya juga waktu itu dari teman juga
pas lagi jenguk ibu katanya kalau nanti sudah enakan miring kiri
miring kanan, saya tanya tahunya dari mana katanya itu ada di
mading depan.”

An. H (16 tahun)

“biar nggak kaku aja...ehm,,,itu kali mba tapi saya nggak tahu
lagi”

Tn. I (22 tahun)

“ya...mungkin biar badannya ga kaku aja kali.”

Tn. J (29 tahun)

“ya...menurut saya sih ada manfaatnya juga, untuk apa ya...supaya


dia nggak kaku aja badannya...apa lagi sih ya saya bingung juga.”

Dari hasil wawancara diketahui bahwa masih ada informan yang

tidak tahu mengenai mobilisasi dini. Hal tersebut dikarenakan

informan belum pernah mendapatkan informasi sebelumnya mengenai

mobilisasi dini sebelum informan (pasien) menjalani operasi atau

memang informan belum pernah mendengar mengenai pergerakan

setelah operasi. Hal itu disebabkan beberapa pasien menjalani operasi

secara mendadak atau tiba-tiba (cyto) tanpa ada perencanaan atau

harus menginap terlebih dahulu di ruang rawat inap. Informan juga

mengaku tidak mendapat informasi dari perawat sebelum operasi

hanya setelah operasi perawat menganjurkan untuk mulai melakukan

pergerakan. Seperti ungkapan berikut ini :

 
 
78 
 

Informan 1 :

“saya sebelumnya nggak pernah dapat informasi tentang


pergerakan setelah operasi, paling baru dapat informasinya pas
sudah operasi pagi-paginya dikasih tahu dokter buat gerak-gerak
terus sama perawatnya juga disuruh gerak-gerak,,itu aja...”

Informan 2 :

“nggak, saya nggak pernah dapat informasi sebelum saya


dioperasi, sama perawat atau dokternya juga nggak dikasih
tahu...tapi baru tadi saya dikasih tahu buat gerak-gerakin badan
terus miring-miring.”

Informan 3 :

“nggak sih mba, saya baru tahu informasi setelah saya


operasi,,paginya dokter datang terus ngasih tahu buat gerak-
gerakin badan kalau sudah enakan, terus perawatnya juga datang
dan nyuruh saya buat gerak-gerak.”

Informan 4 :

“saya nggak pernah dapat informasi, jadi saya nggak begitu


ngerti...saya baru tahu pas sudah selesai operasi dan sudah ada di
ruangan, perawatnya baru kasih tahu kalau saya boleh gerak-
gerak...”

Perawat juga mengatakan bahwa pemberian informasi mengenai

mobilisasi dini itu jarang diberikan sebelum operasi tetapi biasanya

diberikan setelah operasi. Informasi tersebut disampaikan kepada

keluarga dan pasien menyangkut hal-hal apa saja yang harus dilakukan

oleh pasien mengenai mobilisasi dini. Seperti ungkapan berikut :

Tn. S (perawat)

“biasanya informasi itu diberikan sebelum operasi itu jarang


dilakukan, yang biasanya dilakukan adalah setelah operasi, kalau
setelah operasi itu pasien keluar dari kamar operasi kita jemput
baru keluarga dan pasien diberikan informasi hal-hal apa yang

 
 
79 
 

harus dilakukan mengenai mobilisasi dini pada pasien. Misalnya


setelah 24 jam pertama pasien kita anjurkan untuk pertama miring
kiri miring kanan kemudian pada hari berikutnya pasien sudah
bisa duduk abis itu kalau tidak ada keluhan apa-apa baru pasien
boleh berdiri di samping tempat tidur baru sorenya sudah bisa
jalan, sudah bisa aktif...”

Selain kurangnya informasi yang tidak didapatkan informan

sebelumnya, sebagian informan mengatakan bahwa tidak ada

pengalaman sebelumnya menjadi alasan informan tersebut tidak

mengetahui mengenai mobilisasi dini. Hal tersebut diungkapkan

seperti :

“apa ya...saya kurang tahu mba soalnya ini baru pertama kali...”

“jujur ya mba karena ini pengalaman pertama.....jadi nggak tahu


apa itu pergerakan setelah operasi karena ini pengalaman
pertama banget.”

Di samping itu, adanya keyakinan dalam diri informan yang

didapat dari teman bahwa jika melakukan banyak pergerakan itu dapat

mempengaruhi kondisi tubuh sehingga tubuh menjadi lemah. Hal

tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut :

“...kata teman saya yang sama dengan saya dioperasi usus buntu
katanya jangan banyak bergerak dulu sedangkan saya sudah
banyak gerak malah sudah jalan, saya kan awam baru ngerasain
kaya gini dioperasi kalau teman saya itu kan diam aja mungkin
karena dia pernah ngerasain operasi cesar jadinya tahu mungkin
makanya kondisinya makin hari makin tambah enak, nah kalau
saya malah kaya orang payah begini malah jadi lemah....”

 
 
80 
 

C. Gambaran Perilaku Informann Mengenai Mobilisasi Dini

1. Perilaku Informan Hari Pertama Setelah Operasi

Pada umumnya, semua informan mengatakan bahwa mereka baru

berani untuk melakukan mobilisasi dini kurang lebih 10-12 jam setelah

operasi dan jika sudah diperbolehkan oleh dokter atau perawat untuk

melakukan pergerakan. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada beberapa

kutipan berikut :

“tadi sekitar jam 9an atau ½ 10an saya sudah bisa gerak-gerakin kaki
sama miring ke kiri miring ke kanan, soalnya tadi perawatnya bilang
suruh miring-miring...jadi ya kalau dihitung-hitung sekitar 10 jam
abis operasi saya baru bisa gerak-gerakin kaki.”

“tadi seh sekitar jam 8an saya mulai gerak-gerakin kaki padahal saya
operasi jam ½ 9 malam tapi saya baru bisa gerak-gerakin tadi pagi
jam 8, saya disuruh juga miring kiri dan miring kanan terus saya
ikutin juga jadi saya sudah berani miring kiri miring kanan...”

Seperti ungkapan di atas, pergerakan yang sering dilakukan informan

pada hari pertama adalah miring kanan miring kiri, mengangkat tangan,

dan mengangkat kaki. Seperti ungkapan berikut :

“nggak begitu sering seh mba, baru 2 kali saya miring ke kiri dan
miring ke kanan..”

“ya sekitar jam 10an saya sudah mulai angkat kaki atau saya gerak-
gerakin...”

2. Perilaku Informan Hari Kedua Setelah Operasi

Berdasarkan pernyataan dari beberapa informan bahwa pada hari

kedua setelah operasi, mereka sudah mulai berani untuk duduk dan

 
 
81 
 

berjalan. Akan tetapi, ada juga seorang informan yang belum berani untuk

jalan karena takut untuk turun dari tempat tidur yang agak tinggi

menurutnya. Seperti ungkapan berikut ini :

“hari ini saya sudah bisa duduk, tadi juga sudah duduk pas makan,
hanya saja saya belum berani ke kamar mandi karena saya belum
berani turun soalnya tempat tidurnya tinggi....”

“...tadi sudah jalan-jalan ini juga sudah duduk soalnya dokternya


bilang jangan tiduran mulu jalan aja sambil jalan-jalan sedikit...”

3. Perilaku Informan Hari Ketiga Setelah Operasi

Pada hari ketiga setelah operasi, informan melakukan pergerakan yang

sama seperti dengan pergerakan pada hari kedua, yaitu duduk, berjalan di

ruangan atau ke kamar mandi. Hanya saja untuk ke kamar mandi

informan harus ditemani keluarga, akan tetapi ada informan yang sudah

berani berjalan ke kamar mandi sendiri. Seperti ungkapan :

“hari ini saya tadi udah jalan ke kamar mandi tapi kalau sendiri
belum berani kan nggak ada yang pegangin infus, tadi ditemani sama
keponakan saya, jadi saya masih ditemani...”

“...kalau ke kamar mandi kalau nggak ditemani saya nggak berani


soalnya masih ngerasa pusing jadi takut jatuh...kalau jalan aja masih
belum tegak masih agak bungkuk karena kan masih sakit”

“...saya sekarang udah ngerasa enakan aja mba, udah duduk


sebenernya dari kemarin juga udah bisa duduk, ya sama aja laha
pergerakannnya kaya kemarin, duduk, jalan-jalan, kalau sekarang
saya ke kamar mandi sendiri aja, saya bolak-balik aja sendiri ke
kamar mandi...”

 
 
82 
 

Keluarga informan juga mengatakan bahwa jika ke kamar mandi

keluarga membantu informan, karena khawatir takut jatuh saat ke kamar

mandi. Seperti ungkapan berikut :

“...kalau ke kamar mandi juga saya bantuin soalnya kalau sendiri


takut jatuh aja kan di kamar mandi licin...”

4. Persepsi akan rasa takut untuk melakukan mobilisasi dini

Persepsi informan akan perasaan takut saat melakukan mobilisasi dini

dapat mempengaruhi perilaku informan untuk melakukan mobilisasi atau

tidak. Mereka mengatakan bahwa jika banyak bergerak takut jahitan pada

luka operasinya lepas/robek sehingga lukanya tidak sembuh. Pernyataan

tersebut seperti yang diungkapkan :

“iya mba, ada rasa takut waktu saya coba buat gerak-gerak...ya yang
saya takutin ya itu takut luka operasinya nggak sembuh, kan baru
banget dioperasi jadi takut jahitannya lepas...”

“ya, ada...agak takut-takut juga, karena kalau banyak gerak takut


ininya (sambil menunjuk ke luka operasi) jahitannya berubah, jadi
takut jahitannya robek...”

Perawat juga mengatakan bahwa biasanya pasien tidak melakukan

mobilisasi dini dikarenakan pasien takut dan tidak paham. Hal ini

diungkapkan seperti berikut :

“biasanya pasien tidak melakukan mobilisasi dini itu karena pasien


itu takut dan tidak paham, kebanyakan kan pasien dan keluarganya
masih awam tentang mobilisasi dini...”

 
 
83 
 

5. Persepsi akan rasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini

Selain rasa takut, rasa nyeri yang dialami juga menyebabkan informan

yang awalnya melakukan mobilisasi dini menjadi terhambat sehingga

informan tersebut menghentikan pergerakan dan menunggu rasa nyeri itu

hilang baru melakukan pergerakan kembali. Seperti ungkapan berikut :

“...kalau lagi duduk atau gerak-gerakin badan ada terasa nyeri ya saya
nggak lanjutin paling saya iduran atau istirahat dulu sampai nyerinya
hilang..”

“kalau nyeri atau ngerasa sakit kepala paling saya tiduran doang...kan
sakit kepalanya atau nyerinya kalau abis ngelakuin gerakan kaya berdiri,
abis jalan, lama kelamaan jadi sakit...terus kalau pusing gitu paling saya
duduk tapi tempat tidurnya agak ditinggiin...”

“kalau nyeri saya nggak berani buat jalan mba, paling ya buru-buru
duduk aja, duduk juga kalau kelamaan masih ada rasa ngilu ya kaya ada
rasa bengkak atau memar aja gitu mba, kalau nggak duduk ya saya
tiduran aja di tempat tidur...”

“ya kaya tadi aja mba, saya kalau nyeri pegangan buat bergerak ya
miring kanan miring kiri sambil nahan sakit (menunjukkan wajah
meringis) kalau sakit ya pokoknya saya cari posisi enak aja deh,,,biar
nggak tegang gitu...jadi walaupun masih nyeri saya tahan aja tapi pelan-
pelan bergeraknya...”

Informan pendukung (Keluarga Pasien) juga tidak terlalu memaksakan

informan untuk melakukan pergerakan bila terasa nyeri. Keluarga pasien

lebih menyarankan untuk istirahat dulu dan menunggu sampai nyerinya

hilang baru diperbolehkan untuk gerak-gerak lagi. Seperti ungkapan :

“...kalau dia nggak bisa untuk duduk ata saat miring ke kiri miring ke
kanan ibu merasakan nyeri kita juga nggak makasain, pokoknya sesuai
kondisi ibu..jadi mendingan tunggu sampai nyerinya hilan baru boleh
gerak-gerak lagi, jadi kalau pasiennya kuat kita dukung tapi kalau nggak
kuat ya udah biarin aja istirahat...”

 
 
84 
 

6. Instruksi dari Dokter atau Perawat untuk Melakukan Mobilisasi

Dini

Salah satu hal yang menyebabkan informan mau melakukan mobilisasi

dini atau pergerakan setelah operasi adalah karena adanya orang yang

dianggap penting bagi informan yang dapat dijadikan acuan untuk

melakukan tindakan tersebut. Misalnya seorang dokter atau perawat.

Hampir semua informan mengatakan bahwa mereka melakukan

mobilisasi dini karena sudah dibolehkan untuk bergerak oleh dokter atau

perawat. Seperti ungkapan :

“...tadi saya sudah jalan-jalan, ini juga sudah duduk soalnya tadi
dokternya bilang jangan tiduran mulu, jalan aja sambil jalan-jalan
dikit...”

“...perawatnya baru ngasih tahu baru tadi sekitar jam ½ 10an, terus
dokternya juga nyaranin harus gerak-gerak kiri kanan, duduk, kalau bisa
jalan...tapi saya belum berani, saya baru miring ke kiri aja...”

7. Dukungan dari keluarga untuk melakukan mobilisasi dini

Beberapa informan mengatakan, jika tidak ada yang menemani atau

membantu untuk berajalan ke kamar mandi mereka tidak akan berani

untuk melakukan sendiri. Mereka hanya melakukan mobilissai dini di

tempat tidur, seperti menggerakkan kaki, miring kanan miring kiri atau

hanya tiduran/istirahat saja di tempat tidur bahkan ada yang hanya

menggeserkan kepala saja. Seperti kutipan berikut ini :

“...yang saya lakuin paling cuma gerakin kepala (sambil


menunjukkan menggeser kepalanya), jadi cuma kepalanya aja yang
digeser...”

 
 
85 
 

“...saya paling cuma tidur-tiduran aja atau miring-miring aja tapi


kalau ke kamar mandi kalau nggak ditemenin saya nggak berani
soalnya masih ngerasa pusing jadi takut jatuh...”

“...kalau nggak ada yang bantuin ya saya tiduran aja paling miring-
miring aja di tempat tidur,,,kalau ke kamar mandi nggak berani
sendiri soalnya masih ada rasa takut juga...”

Ada juga seorang informan yang aktif dan mau melakukan secara

mandiri, informan tersebut mengatakan bahwa ia berani berjalan sendiri

ke kamar mandi tanpa ditemani. Seperti ungkapan :

“saya sih nggak masalah, orang jalan aja sendiri ke kamar mandi
juga nggak apa-apa...”

Informan pendukung yakni keluarga juga memberikan dukungan bagi

informan untuk melakukan mobilisasi dini. Dukungan itu berupa doa,

support untuk menguatkan informan serta bantuan yang diberikan untuk

melakukan pergerakan. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan

berikut :

“...saya paling bantu kasih dukungan supaya dia lebih kuat lagi, kasih
support aja supaya dia cepat sembuh...”

“...saya mensupport sejauh apa yang bisa dia lakukan...”

8. Kondisi atau Keadaan Informan

Keadaan atau kondisi informan saat sakit berbeda dengan kondisi

informan ketika sehat. Kondisi informan yang lemah dapat juga

menyebabkan informan malas atau enggan untuk melakukan mobilissai

dini. Keadaan informan yang lemah menyebabkan seorang informan yang

 
 
86 
 

tadinya dapat BAK di kamar mandi menjadi BAK dengan menggunakan

diapers. Seperti ungkapan berikut :

“saya mah lemahnya tuh sekarang, kemarin pas dibolehin untuk ke


kamar mandi ya saya bolak-balik aja ke kamar mandi orang nggak
tahan dah gitu nggak bisa kencing cuma nyerinya doang, kalau di
kamar mandi bisa kencing...sekarang mah karena saya ngerasa
payah, lemah gini saya nggak kencing di kamar mandi jadi pake
pampers...padahal kan saya cuma ikutin petunjuk dokter aja untuk
bergerak kan ternyata saya ikutin malah saya lemah kaya gini...”

9. Keyakinan/Sosio Budaya Informan untuk melakukan mobilisasi dini

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan bahwa mereka

takut melakukan mobilisasi dini karena mereka mempercayai perkataan

dari kerabat atau keluarganya. Kerabat atau keluarga informan

mengatakan bahwa jika setelah operasi tidak boleh terlalu banyak

bergerak karena takut luka jahitan robek atau lama untuk sembuh. Seperti

ungkapan berikut :

“...ya karena ditakut-takutin sama teman-teman juga ya kan, katanya


jangan banyak bergerak ntar kan itu kan jahitannya masih basah
walaupun kamu merasa sehat tapi jahitan kamu kan belum kering
nanti malah robek...”

Perawat juga mengatakan bahwa kebanyakan pasien tidak melakukan

mobilisasi dini karena pasien dan keluarganya awam mengenai mobilisasi

dini, kemudian ada juga keluarga atau kerabat pasien yang bilang untuk

jangan banyak bergerak dulu karena takut jahitannya robek, seperti yang

diungkapkan berikut :

“biasanya karena pasien itu takut atau tidak paham, kebanyakan kan
pasien dan keluarganya masih awam tentang mobilisasi dini, ada juga
keluarga atau kerabat bilang ke pasiennya jangan banyak atau nggak

 
 
87 
 

boleh bergerak dulu ntar takut jahitannya lepas, jadi karena pengaruh
orang lain juga makanya pasien malas melakukan mobilisasi dini...”

Di samping keyakinan bahwa jika banyak melakukan pergerakan

setelah operasi dapat menyebabkan luka jahitan tidak sembuh, informan

juga mengatakan bahwa jika setelah operasi tidak boleh mengkonsumsi

makanan yang amis seperti ikan, telur, dll karena dapat menyebabkan

gatal pada jahitan operasi. Pernyataan tersebut diungkapkan seperti

berikut :

“...kalau kata orang tua dulu ya mba katanya kalau abis operasi
jangan makan yang amis kaya ikan soalnya bisa bikin gatal di tempat
yang abis dioperasi jadi kan kita garuk-garuk kalau gatal jadi ya
nggak sembuh lukanya, katanya sih gitu ya saya mah ikutin aja...”

Menurut keluarga pasien bahwa menurut dokter pasien yang baru

operasi boleh makan apa saja tetapi menurut keluarga tidak boleh makan

ikan bandeng atau udang karena dapat menyebabkan gatal. Seperti

ungkapan :

“kalau kata dokternya sih boleh makan apa aja, tapi kalau kata yang
lain katanya nggak boleh makan ikan bandeng dan udang soalnya
takut gatal di luka operasinya terus nanti jadi digaruk-garuk jadi nanti
takut sakit lagi...”

Sedangkan menurut dokter, tidak ada larangan untuk mengkonsumsi

makanan bagi pasien yang baru menjalani operasi appendectomy.

Menurut dokter makanan seperti ikan dan telur justru baik untuk

dikonsumsi karena banyak mengandung protein dan dapat mempercepat

proses penyembuhan luka. Seperti ungkapan berikut :

 
 
88 
 

“sebenarnya tidak ada makanan yang dilarang untuk pasien yang


baru menjalani operasi seperti appendectomy, mungkin ada beberapa
pasien yang beranggapan tidak boleh makan ini atau makan itu, hal
itu disebabkan karena budaya dari pasien itu sendiri. Makanan seperti
ikan atau telur itu justru baik untuk dikonsumsi karena banyak
mengandung protein jadi dapat mengembalikan kondisi tubuh
sehingga tidak merasa lemas dan dapat mempercepat penyembuhan
luka...”

10. Motivasi Informan untuk melakukan mobilissai dini

Hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa informan

memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh, agar dapat kembali ke

aktivitas sebelumnya dan dapat bekerja lagi menyebabkan informan

melakukan pergerakan setelah operasi. Seperti yang diungkapkan sebagai

berikut :

“ya, ikutin anjuran dokter aja untuk gerak, kata dokter kan kalau
kitanya rajin buat gerak-gerakin badan katanya badannya enakan,
sudah ngerasa pulih jadi biar sembuh dan bisa cepet pulang, terus
saya bisa dagang lagi mba...”

“motivasi saya ya saya pingin banget bisa bergerak tapi bergeraknya


jangan nimbulin rasa sakit, saya pingin cepat pulang juga pingin
istirahat di rumah gitu jadi pingin banget sembuh biar bisa pulang...”

D. Hasil Observasi terhadap Informan

Selama proses wawancara mendalam berlangsung, peneliti juga

melakukan observasi terhadap informan untuk mendapatkan data yang

mendukung yang mungkin tidak didapatkan pada wawancara.

1. Hasil observasi Ny. I

Ny. I tidak melakukan pergerakan 6 jam setelah operasi karena Ny. I

baru mulai melakukan pergerakan pada pukul 9 pagi atau kira-kira 10

 
 
89 
 

jam setelah operasi sedangkan Ny. I mulai miring kiri miring kanan

pada hari pertama setelah operasi. Saat diwawancara juga Ny. I

menunjukkan bahwa ia bisa miring ke kanan akan tetapi Ny. I masih

agak takut untuk miring ke kiri, Ny. I juga terlihat meringis saat

miring kanan. Luka operasi Ny. I tampak belum mengering. Sampai

hari ketiga Ny. I belum juga BAB atau bisa juga dikatakan Ny. I

mengalami konstipasi. Perasaan takut untuk bergerak juga tampak dari

wajah Ny. I. Setelah 6-8 jam setelah operasi, Ny. I tidak melakukan

pergerakan dan hanya berbaring saja di tempat tidur. Ny. I tidak

dibantu untuk ke kamar mandi, karena selama dirawat Ny. I tidak ke

kamar mandi. Pada hari kedua setelah operasi, Ny. I sudah mulai

duduk saat makan. Ny. I tidak BAB dan BAK di kamar mandi tetapi

Ny. I menggunakan diapers untuk buang air.

2. Hasil observasi Tn. R

Tn. R belum mulai melakukan pergerakan 6 jam setelah operasi. Hari

pertama setelah operasi Tn. R baru mulai untuk miring kiri dan miring

kanan. Saat ingin duduk, pasien terlihat meringis dikarenakan ada rasa

nyeri pada luka operasi. Tn. R tampak menahan rasa sakit akan tetapi

tetap berusaha untuk bergerak. Pada hari kedua atau ketiga pasca

operasi, luka operasi Tn. R belum tampak kering. Tn. R tidak

mengalami konstipasi pada hari ketiga setelah operasi, karena pada

hari kedua setelah operasi pun Tn. R sudah BAB di kamar mandi. Tn.

 
 
90 
 

R tidak terlihat takut untuk melakukan pergerakan. Tn. R tidak hanya

berbaring di tempat tidur setelah 6-8 jam pasca operasi. Untuk ke

kamar mandi, Tn. R masih dibantu dengan keluarga. Tn. R duduk saat

ia makan, pada hari pertama memang berbaring saja di tempat tidur

jika makan. Akan tetapi pada hari kedua dan ketiga Tn. R sudah mulai

duduk jika akan makan. Pada hari kedua dan ketiga Tn. R BAB dan

BAK di kamar mandi.

3. Hasil observasi Tn. T

Tn. T tidak melakukan pergerakan pada 6 jam setelah operasi, karena

6 jam setelah operasi. Pada hari pertama setelah operasi Tn. T sudah

mulai untuk miring kiri dan miring kanan. Wajah Tn. T tidak tampak

meringis saat miring kiri miring kanan ataupun untuk duduk di tempat

tidur. Luka operasi Tn. T belum tampak mengering pada hari kedua

atau ketiga setelah operasi. Tn. T tidak mengalami konstipasi pada hari

ketiga setelah operasi karena pada hari kedua setelah operasi Tn. T

sudah dapat BAB. Walaupun tidak tampak meringis saat melakukan

mobilisasi, Tn. T terlihat takut untuk melakukan pergerakan. Setelah

6-8 jam pasca operasi, Tn. T tidak berbaring saja di tempat tidur tetapi

Tn. T mulai melakukan pergerakan seperti duduk di tempat tidur dan

mulai untuk berjalan ke kamar mandi. Tn. T dibantu oleh keluarganya

untuk ke kamar mandi, karena Tn. T masih takut untuk ke kamar

mandi sendiri. Saat makan, Tn. T duduk di tempat tidur walaupun

 
 
91 
 

masih disuapi oleh keluarga. Pada hari kedua dan ketiga Tn. T sudah

BAB dan BAK di kamar mandi, walaupun masih dibantu oleh

keluarganya.

4. Hasil observasi Ny. W

Ny. W tidak melakukan pergerakan 6 jam setelah operasi. Pada hari

pertama setelah operasi, Ny. W sudah mampu untuk melakukan

pergerakan seperti miring kiri miring kanan. Pada hari pertama setelah

operasi, Ny. W tidak terlihat meringis saat melakukan pergerakan.

Tetapi pada hari kedua setelah operasi, untuk menggerakkan kaki dan

menggeser badannya saja Ny. W tampak kesakitan dan meringis. Luka

operasi Ny. W belum tampak mengering pada hari kedua atau ketiga

setelah operasi. Ny. W dapat dikatakan mengalami konstipasi karena

sampai hari ketiga setelah operasi Ny. W belum BAB. Rasa takut

sepertinya tidak dimiliki oleh Ny. W untuk melakukan pergerakan.

Pada hari pertama setelah operasi saja Ny. W sudah berani untuk ke

kamar mandi seorang diri tanpa dibantu oleh keluarga. Ny. W tidak

berbaring saja di tempat tidur setelah 6-8 jam pasca operasi, tetapi ia

banyak melakukan pergerakan seperti miring kanan miring kiri dan

berjalan ke kamar mandi. Untuk ke kamar mandi, Ny. W berani untuk

berjalan sendiri tanpa dibantu oleh keluarga. Ny. W duduk saat ia

makan, pada hari pertama pun ia sudah mulai duduk. Untuk BAK di

 
 
92 
 

kamar mandi, sejak hari pertama sudah BAK di kamar mandi tetapi

sampai hari ketiga Ny. W belum BAB.

 
 
93 
 

BAB VI

PEMBAHASAN

1. Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan yang tidak dapat dihindarkan dalam penelitian ini,

antara lain :

Tidak menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) sebagai

triangulasi metode karena terbatasnya informan dan kejadian operasi

tidak dalam waktu yang bersamaan.

2. Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini

Setelah dilakukan penelitian, terlihat bahwa hampir semua informan

baik pasien maupun keluarga tidak mengetahui mengenai mobilisasi dini

terkait dengan pengertian, tujuan, tahap-tahap, dan manfaat mobilisasi

dini seperti yang ditemukan oleh Nuryani (2002) bahwa faktor-faktor

yang melatarbelakangi pelaksanaan mobilisasi dini pada pasien pasca

appendectomy yaitu salah satunya karena faktor pengetahuan, yaitu

pengetahuan pasien kurang mengenai mobilisasi dini sebesar 83,33%. Hal

ini terlihat dari pernyataan informan yang mengungkapkan bahwa mereka

tidak mengetahui mengenai mobilisasi dini karena tidak ada pengalaman

sebelumnya, kurangnya fasilitas yang ada di ruang perawatan seperti

 
 
94 
 

poster yang menggambarkan mobilisasi dini, serta adanya keyakinan

informan bahwa setelah operasi tidak boleh banyak bergerak.

Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa faktor yang dapa

mempengaruhi pengetahuan seesorang adalah pengalaman, tingkat

pendidikan, keyakinan, fasilitas, penghasilan, dan sosial budaya. Faktor-

faktor tersebut yang menyebabkan ketidaktahuan informan mengenai

mobilisasi dini.

Kurangnya pengetahuan yang dimiliki informan kemungkinan

disebabkan kurangnya informasi yang diterima oleh informan. Misalnya,

setelah operasi perawat hanya menganjurkan untuk melakukan gerakan-

gerakan seperti duduk, miring kiri miring kanan, dan berjalan tanpa

menjelaskan secara lengkap apa yang dapat diperoleh dari melakukan

kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh

Notoatmodjo (2007) bahwa pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Sebagian informan pasca operasi appendectomy memperoleh informasi

melalui mata dan telinga. Meskipun informan telah mendapatkan

informasi mengenai mobilisasi dini sebelum pelaksanaan operasi maka

pengetahuan informan tersebut akan lebih baik dari yang tidak

mendapatkan informasi, tetapi tergantung dari penginderaan mata dan

telinga dalam memperoleh informasi tersebut.

Hampir semua informan kurang mengetahui tahap-tahap atau langkah-

langkah untuk melakukan pergerakan setelah operasi. Semua informan

 
 
95 
 

melakukan pergerakan seperti miring kiri miring kanan, duduk, dan

berjalan jika sudah mendapatkan instruksi dari dokter atau perawat.

Pengetahuan informan mengenai tujuan dan manfaat mobilisasi dini

cukup baik. Hampir semua informan mengatakan bahwa tujuan dan

manfaat melakukan pergerakan setelah operasi adalah agar aliran darah

dalam tubuh menjadi lancar sehingga badan tidak terasa pegal, untuk

pemulihan kondisi tubuh misalnya angin yang ada dalam perut dapat

keluar dan bisa memperlancar buang air kecil, kemudian agar kaki tidak

terasa kaku, cepat sembuh (mempercepat proses penyembuhan), dan

cepat pulang (memperpendek lama perawatan). Hal ini seperti yang

terdapat dalam Garrison (2004) bahwa tujuan yang diperoleh dari

mobilisasi dini yaitu memperlancar peredaran darah, memperlancar BAB

dan BAK, pasien dapat kembali normal sedangkan manfaat melakukan

mobilisasi dini yaitu luka operasi cepat sembuh, menghilangkan distensi

abdomen, mempercepat pemulihan peristaltik usus yang ditandai dengan

terjadinya flatus atau buang gas (Kozier, 2004).

3. Perilaku Pasien tentang Mobilisasi Dini

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2007). Perilaku yang diperlihatkan oleh informan

merupakan perilaku kesehatan dimana informan melakukan mobilisasi

 
 
96 
 

dini berkaitan dengan sakit dan penyakitnya, sistem pelayanan kesehatan,

makanan dan minuman serta lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa hampir semua informan

memiliki perilaku yang baik terhadap mobilisasi dini. Hal ini tampak dari

informan mau melakukan mobilisasi dini setelah dokter atau perawat

memberikan instruksi atau anjuran. Dokter atau perawat dianggap orang

yang penting sehingga apa yang dikatakan oleh orang tersebut cenderung

untuk dicontoh atau diikuti oleh informan seperti yang terdapat pada teori

WHO dalam Notoatmodjo (2007). Menurut Teori WHO, salah satu yang

menyebabkan seseorang berperilaku adalah karena adanya acuan atau

referensi dari seseorang yang dipercayai, dalam penelitian ini dokter atau

perawat adalah orang yang dipercaya oleh informan.

Selain itu, informan mengatakan bahwa karena adanya motivasi untuk

segera sembuh dan cepat pulang mendorong informan untuk melakukan

mobilissai dini. Hal ini sesuai dengan Handoko (1992) bahwa motivasi

mempunyai peranan yang sangat besar pada tingkah laku manusia.

Motivasi positif yang dimiliki informan ini mendorong informan untuk

melakukan mobilissai dini demi kebaikan dirinya sendiri agar

mempercepat proses penyembuhan sehingga mencapai tujuan pemulihan.

Pada dasarnya motivasi dalam pelaksanaan mobilissai dini setelah operasi

appendectomy melibatkan tiga komponen utama yaitu pemberi daya

tingkah laku sehingga informan terdorong untuk melakukan latihan

berupa mobilissai dini, dorongan tersebut dapat muncul dalam diri

 
 
97 
 

informan karena mengetahui pentingnya pelaksanaan mobilisasi dini

sehingga ada tujuan yang ingin dicapai. Pengaruh tingkah laku tersebut

merupakan komponen motivasi yang kedua, sedangkan yang ketiga

merupakan bagaimana motivasi yang sudah ada dalam diri informan yang

mendorong untuk melaksanankan mobilisasi dini dapat dipertahankan

agar informan selalu melakukan mobilisasi dini untuk mempercepat

proses penyembuhan setelah operasi.

Di samping motivasi yang ada dalam diri informan, motivasi yang ada

dalam luar diri informan juga dapat berpengaruh terhadap perilaku.

Dorongan dari luar yaitu berupa dukungan dari keluarga ataupun perawat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan dapat melakukan

pergerakan seperti ke kamar mandi jika ada keluarga yang mendampingi

karena tidak adanya keberanian yang dimiliki informan jika berjalan

sendiri. Walaupun tanpa ditemani oleh perawat informan tetap melakukan

mobilissai dini karena dapat dibantu oleh keluarga.

Motivasi yang rendah juga dimiliki informan karena informan merasa

perawat belum menginstruksikan dirinya untuk melakukan pergerakan

membuat informan tersebut malas untuk mobilissai dini. Hal ini seperti

hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuryani menunjukkan bahwa 50%

responden mempunyai motivasi yang tinggi untuk melakukan mobilissai

dini karena pasien memiliki keinginan untuk sembuh, sedangkan 50%

responden memiliki motivasi yang rendah terhadap mobilisasi dini karena

adanya individu yang merasa kebutuhannya belum terpenuhi misalnya

 
 
98 
 

kurangnya dukungan perawat dapat mengakibatkan ketidakpuasan dalam

menerima pelayanan keperawatan dan dapat berpengaruh negatif terhadap

motivasi karena dapat mengakibatkan pasien malas untuk melakukan

mobilissai dini.

Di samping itu, adanya rasa takut dalam diri informan jika melakukan

mobilisasi dini menyebabkan jahitan luka operasi tidak sembuh membuat

informan tidak melakukan mobilisasi dini. Rasa nyeri yang dirasakan

informan dapat menjadi penghambat untuk mobilisasi dini, informan

mengatakan bahwa jika saat melakukan pergerakan merasakan nyeri

maka pergerakan itu dihentikan dan baru dilanjutkan jika nyeri sudah

hilang. Sesuatu yang dirasakan informan, seperti rasa takut dan nyeri

mempengaruhi informan dalam berperilaku untuk melakukan mobilisasi

dini. Hal itu sama seperti yang dikemukakan Teori WHO dalam

Notoatmodjo (2007) bahwa salah satu alasan seseorang berperilaku

karena pemikiran dan perasaan.

Informan menganggap bahwa jika setelah operasi tidak boleh terlalu

banyak bergerak karena takut jahitan luka operasi tidak sembuh.

Anggapan itu diperoleh informan dari kerabat atau teman berdasarkan

keyakinan dan tanpa adanya pembuktian. Informan juga percaya dan

meyakini pendapat tersebut, hal itu merupakan suatu kebudayaan dimana

informan tersebut hidup sehingga dapat berpengaruh terhadap perilaku

informan. Keyakinan dan kepercayaan informan membuat informan

merasa takut sehingga malas untuk mobilisasi dini, hal ini juga sesuai

 
 
99 
 

dengan Teori WHO bahwa kebudayaan dan kepercayaan dapat

mempengaruhi perilaku seseorang.

Lemahnya kondisi informan juga membuat pergerakan yang dilakukan

informan terbatas dan lamban. Informan mengatakan bahwa saat hari

pertama setelah operasi mampu berjalan ke kamar mandi sendiri tetapi di

hari kedua karena informan merasa kondisi tubuhnya lemah maka ia tidak

mampu ke kamar mandi. Hal ini membuat pergerakan informan tersebut

menjadi terbatas dan berpengaruh terhadap perilaku mobilisasi dini

informan, ini seperti yang terdapat dalam Teori WHO, energi yang

dimiliki oleh informan juga rendah sehingga berakibat kondisi fisik

informan menjadi lemah. Hal ini seperti yang terdapat dalam Kozier

(1995) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan

mobilisasi dini adalah tingkat energi.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Dalam penelitian ini, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan informan. Faktor-faktor tersebut antara lain :

1. Pengalaman, pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pengalaman-

pengalaman yang diperoleh dari diri sendiri atau dari orang lain. Jika

seseorang pernah mengalami kejadian yang sama maka orang tersebut

akan mengetahui bagaimana harus melakukan sesuatu. Dalam

penelitian ini, hampir semua informan tidak mempunyai pengalaman

sebelumnya tentang operasi ataupun mobilisasi dini.

 
 
100 
 

2. Pendidikan, pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan

seseorang. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin banyak

seseorang tersebut mengetahui tentang suatu hal. Seperti halnya

dengan mobilisasi dini, rata-rata pendidikan informan adalah SD atau

SMA, sedangkan pendidikan untuk perawat dan dokter sampai kepada

jenjang sarjana.

3. Sumber Informasi, informasi berperan untuk menyediakan segala

sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang harus diketahui oleh

informan. Kurangnya informasi yang diterima oleh informan

mengakibatkan pengetahuan informan tersebut akan mobilisasi dini

juga kurang. Ada informan yang memperoleh informasi lewat papan

informasi yang disediakan oleh perawat, sehingga informan tersebut

sedikit tahu mengenai mobilisasi dini.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Berdasarkan uraian mengenai perilaku di atas, dalam penelitian ini

ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain :

1. Pendidikan, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar

secara dewasa agar seseorang dapat mengembangkan kemampuan,

sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lain dalam masyarakat dimana

ia hidup. Jadi tujuan pendidikan adalah mengubah tingkah laku ke arah

yang diinginkan.

 
 
101 
 

2. Pengetahuan, pengetahuan seseorang dapat berasal dari pendidikan

dan juga pengalaman. Seorang informan mengetahui manfaat

mobilisasi dini yaitu untuk mempercepat penyembuhan maka informan

tersebut akan melakukan mobilisasi.

3. Motivasi, motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang yang dapat

menyebabkan seseorang tersebut melakukan kegiatan tertentu.

Motivasi informan melakukan mobilisasi dini yaitu untuk kesembuhan

dirinya, agar merasa enakan nantinya. Karena dorongan tersebut

informan mau melakukan mobilisasi dini.

4. Orang yang dianggap penting, seseorang akan melakukan sesuatu jika

ada orang lain yang perkataannya atau perbuatannya dianggap penting

untuk dicontoh. Dokter dan perawat merupakan orang yang dianggap

penting dan dapat menjadi acuan bagi informan. Informan baru

melakukan mobilisasi dini setelah ada instruksi dari dokter atau

perawat.

5. Sumber daya yang tersedia, maksud sumber daya yang tersedia disini

yaitu energi atau tenaga yang dimiliki oleh informan. Kondisi

informan yang lemah menyebabkan mobilisasi dini informan menjadi

lamban atau bahkan malas untuk mobilisasi dini.

6. Kebudayaan, melakukan mobilisasi dini setelah operasi juga

dipengaruhi oleh faktor budaya informan. Anggapan bahwa tidak

boleh banyak melakukan pergerkan setelah operasi karena khawatir

jahitan luka operasi akan terlepas masih diyakini oleh informan.

 
 
102 
 

Akibatnya, ada juga informan yang tidak melakukan mobilisasi dini

karena yakin akan hal itu.

7. Dukungan Keluarga, adanya dukungan dari seseorang yang dekat

sangat membantu informan dalam melakukan mobilisasi dini. Jika

informan merasa tidak mampu melakukan mobilisasi dini sendiri maka

ada keluarga yang akan membantu.

 
 
103 
 

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Informan kunci dan pendukung (keluarga) mengatakan tidak mengetahui

pengertian mobilisasi dini. Menurut perawat dan dokter pengertian

mobilisasi dini yaitu suatu proses aktivitas yang dilakukan pasca

pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur sampai

dengan pasien bisa turun dari tempat tidur

2. Sebagian informan berpendapat bahwa tujuan dari melakukan mobilisasi

dini untuk memperlancar aliran darah agar darah tidak beku, dan juga

mempercepat penyembuhan.

3. Sebagian besar informan kunci tidak tahu pasti mengenai tahap-tahap

mobilisasi dini, mereka tahu setelah dokter atau perawat memberikan

instruksi hal-hal yang boleh dilakukan.

4. Hampir sebagian kecil informan mengetahui manfaat mobilisasi dini,

yaitu untuk melancarkan aliran darah, luka operasi cepat sembuh,

merangsang terjadinya buang gas, melancarkan BAK, mengurangi

distensi abdomen, kaki tidak terasa kaku dan pegal, serta mempercepat

penyembuhan.

5. Perilaku informan untuk melakukan mobilisasi dini dapat dipengaruhi

oleh faktor seperti pendidikan, pengetahuan, motivasi, orang yang

dianggap penting, sumber daya yang tersedia, kebudayaan, dan dukungan

 
 
104 
 

keluarga. Sebagian besar informan berpendapat bahwa karena tidak tahu

dan ada perasaan takut yang menyebabkan tidak melakukan mobilisasi

dini, sedangkan karena motivasi yang tinggi untuk sembuh dari dalam diri

informan menyebabkan informan melakukan mobilisasi dini.

B. Saran

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Menambah waktu untuk praktikum terkait mobilisasi dini dalam mata

ajar keperawatan

2. Bagi Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan

a. Sebaiknya petugas kesehatan khususnya perawat memberikan

pendidikan kesehatan mengenai mobilisasi dini meliputi pengertian,

tujuan, tahap-tahap, dan manfaat pelaksanan mobilisasi dini kepada

pasien dan keluarga sebelum pasien menjalani operasi.

b. Mengoptimalkan penyediaan sarana informasi mengenai mobilisasi

dini yang sudah ada dengan leaflet, poster, tidak hanya pada papan

informasi, tetapi juga di setiap ruang perawatan bedah.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan studi penelitian eksperimen

tentang dampak mobilisasi dini pasca bedah

 
 
105 
 

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya edisi 2. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar. 2003

Bachtiar, A dkk. Metodologi Penelitian Kesehatan. Depok : Program Pasca Sarjana


Kesmas Universitas Indonesia. 2005

Black, J.M & Esther M. Medical – Surgical Nursing : Clinical Management for
Continuity of Care 5th ed. Philadelphia : W.B Saunders. 1997

Craven, R.F & Constance J.H. Fundamentals of Nursing : Human Health and
Function 3rd ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2000

Depkes RI, Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Statistik Rumah Sakit Indonesia seri
3; Morbiditas/Mortalitas Edisi 3. 2008

Hall, C.S dan G.Lindzey. Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Jakarta : Kanisius. 1993

Handoko, M. Motivasi : Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta : Kanisius.


1997

Hanum, A.P. Kecerdasan Emosi dan Percaya Diri Relawan NAD yang Berstatus
Mahasiswa. Jakarta : Skripsi Psikologi UIN. 2006

Hidayat, A. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta :


Salemba Medika. 2007

Kottke, F.J,et.al. Krussen’s Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation.


Philadelphia : W.B Saunders. 1898

Kozier, B & Glenora Erb. Fundamentals of Nursing : Concepts and Procedures.


California : Addison-Wesley. 1995

Kozier, B. Fundamentals of Nursing : The Nature of Nursing Practice. Canada :


Prentice-Hall. 2000
Kresno, S. Aplikasi dan Metodologi Penelitian Kesehatan. Depok : FKM UI. 2006

Lauro, S & Martin, G. Medical Rehabilitation. New York : Raven Press. 1985

Long, C.B. Perawatan Medikal Bedah ; Suatu Proses Keperawatan Alih Bahasa
Karnaen dkk. Bandung : Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan. 1989

 
 
106 
 

Moleong, L.J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya


Offset. 2002

Mubarak, dkk. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : Sagung Seto.
2009

Mubarak, H. Acute Appendicitis from Harrison's Principle of Internal Medicine 17th


Ed, didownload pada tanggal 12 maret 2009

Notoadmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003

Notoadmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta. 2007

Nurdin, M.A dan Ahmad, A. Mengerti Sosioligi ; Pengantar untuk Memahami


Konsep-Konsep Dasar. Jakarta : UIN Jakarta Press. 2006

Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta


: Salemba Medika. 2008

Oswari. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : PT Gramedia. 1989

Potter, P.A. Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, Practice. Jakarta : EGC.


2005

Prahmawati, P. Faktor-Fakktor yang Mempengaruhi Lansia untuk Menerima


Perubahan Fisik di RW 03 Kelurahan Pegangsaan Jakarta. Depok : Laporan
Penelitian Keperawatan UI. 2001

Purwanto, B. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Perawatan


Dalam Memberikan Informasi Cara Minum Obat Kepada Pasien Di Ruang Rawat
Inap Penyakit Dalam RSCM Jakarta Tahun 2007. Depok : Tesis FKM UI. 2007

Schrock, T.R. Ilmu Bedah = (Handbook of Surgery/Theodore R.Schrock; alih


bahasa, Adji Dharma, Petrus Lukmanto, Gunawan, edisi 7). Jakarta : EGC. 1995

Sjamsuhidajat, R. & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.
2004

Smeltzer, S.C & Brenda G.B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol.1. Jakarta : EGC. 2001

Smeltzer, S.C & Brenda G.B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol.2. Jakarta : EGC. 2001

 
 
107 
 

Yusuf, S. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya Offset. 2008
________.Pentingnya Bergerak Pasca Operasi. www.cetrione.blogspot.com di

download pada tanggal 12 Maret 2009

 
 
Lampiran 1

LEMBAR CHECK LIST

(OBSERVASI)

NO VARIABEL YA TIDAK

1 Apakah pasien mulai melakukan gerakan


6 jam setelah operasi?

2 Apakah pasien miring kanan miring kiri


pada hari pertama setelah operasi atau 6-
8 jam setelah operasi?

3 Apakah pasien terlihat meringis saat


mobilisasi dini?

4 Apakah luka operasi tampak kering pada


hari kedua atau ketiga setelah operasi?

5 Apakah pasien mengalami konstipasi


saat BAB pada hari ketiga setelah
operasi?

6 Apakah pasien terlihat takut saat


melakukan mobilisasi dini?

7 Apakah pasien berbaring saja di tempat


tidur setelah 6 sampai 8 jam pasca
operasi?

8 Apakah pasien dibantu ke kamar mandi?

9 Apakah pasien duduk saat makan pada


hari kedua dan ketiga setelah operasi?

10 Apakah pasien BAB dan BAK di kamar


mandi pada hari kedua dan ketiga setelah
operasi?
Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN KUNCI (PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 19 dan 20 November 2009
3. Waktu Wawancara : 10.00-10.15 dan 10.30-11.00
4. Tempat Wawancara : Ruang 405

B. Identitas
1. Nama : Ny. I
2. Umur : 49 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan : SD

C. Tingkat Pengetahuan

1. Apakah Bapak/Ibu sebelum operasi diberikan informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Siapakah yang memberikan informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang Bapak/Ibu peroleh?

2. Menurut Bapak/Ibu apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?

3. Menurut Bapak/Ibu, perlukah mobilisasi dini dilakukan setelah operasi? Alasannya?

4. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang diperoleh dari melakukan mobilisasi dini

setelah operasi?
5. Menurut Bapak/Ibu, kapan pasien setelah operasi diperbolehkan untuk bergerak?

6. Menurut Bapak/Ibu, gerakan pertama apa yang boleh dilakukan setelah pasien

menjalani operasi?

7. Menurut Bapak/Ibu, kapan Bapak/Ibu diperbolehkan untuk berjalan?

8. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari kedua setelah

operasi?

9. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari ketiga setelah

operasi?

D. Perilaku

1. Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

2. Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

3. Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

Probing :

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu mau melakukan mobilisasi dini?

4. Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

5. Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan miring kanan?

6. Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

7. Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?
8. Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?

9. Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

10. Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

11. Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

12. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

13. Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apa yang membuat anda merasa senang?

14. Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Jika ada,

- Apa yang dilakukan?

- Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

b. Jika tidak ada,

- Apakah melakukan mobilisasi dini?

15. Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?


PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN KUNCI (PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 21 dan 23 November 2009
3. Waktu Wawancara : 10.15-10.45 dan 10.30-10.50
4. Tempat Wawancara : Ruang 403

B. Identitas
1. Nama : Tn. R
2. Umur : 20 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SD

C. Tingkat Pengetahuan

1. Apakah Bapak/Ibu sebelum operasi diberikan informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Siapakah yang memberikan informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang Bapak/Ibu peroleh?

2. Menurut Bapak/Ibu apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?

3. Menurut Bapak/Ibu, perlukah mobilisasi dini dilakukan setelah operasi? Alasannya?

4. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang diperoleh dari melakukan mobilisasi dini

setelah operasi?

5. Menurut Bapak/Ibu, kapan pasien setelah operasi diperbolehkan untuk bergerak?


6. Menurut Bapak/Ibu, gerakan pertama apa yang boleh dilakukan setelah pasien

menjalani operasi?

7. Menurut Bapak/Ibu, kapan Bapak/Ibu diperbolehkan untuk berjalan?

8. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari kedua setelah

operasi?

9. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari ketiga setelah

operasi?

D. Perilaku

1. Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

2. Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

3. Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

Probing :

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu mau melakukan mobilisasi dini?

4. Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

5. Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan miring kanan?

6. Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

7. Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

8. Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?
9. Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

10. Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

11. Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

12. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

13. Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apa yang membuat anda merasa senang?

14. Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Jika ada,

- Apa yang dilakukan?

- Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

b. Jika tidak ada,

- Apakah melakukan mobilisasi dini?

15. Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?


PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN KUNCI (PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 25 dan 26 November 2009
3. Waktu Wawancara : 14.00-14.25 dan 10.15-11.00
4. Tempat Wawancara : Ruang 403

B. Identitas
1. Nama : Tn. T
2. Umur : 39 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SD

C. Tingkat Pengetahuan

1. Apakah Bapak/Ibu sebelum operasi diberikan informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Siapakah yang memberikan informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang Bapak/Ibu peroleh?

2. Menurut Bapak/Ibu apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?

3. Menurut Bapak/Ibu, perlukah mobilisasi dini dilakukan setelah operasi? Alasannya?

4. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang diperoleh dari melakukan mobilisasi dini

setelah operasi?

5. Menurut Bapak/Ibu, kapan pasien setelah operasi diperbolehkan untuk bergerak?


6. Menurut Bapak/Ibu, gerakan pertama apa yang boleh dilakukan setelah pasien

menjalani operasi?

7. Menurut Bapak/Ibu, kapan Bapak/Ibu diperbolehkan untuk berjalan?

8. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari kedua setelah

operasi?

9. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari ketiga setelah

operasi?

D. Perilaku

1. Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

2. Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

3. Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

Probing :

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu mau melakukan mobilisasi dini?

4. Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

5. Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan miring kanan?

6. Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

7. Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

8. Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?
9. Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

10. Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

11. Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

12. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

13. Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apa yang membuat anda merasa senang?

14. Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Jika ada,

- Apa yang dilakukan?

- Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

b. Jika tidak ada,

- Apakah melakukan mobilisasi dini?

15. Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?


PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN KUNCI (PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 28, 29, dan 30 November 2009
3. Waktu Wawancara : 10.20-10.45, 10.30-11.00, 12.30-13.10
4. Tempat Wawancara : Ruang 402

B. Identitas
1. Nama : Ny. W
2. Umur : 27 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan : SMA

C. Tingkat Pengetahuan

1. Apakah Bapak/Ibu sebelum operasi diberikan informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Siapakah yang memberikan informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang Bapak/Ibu peroleh?

2. Menurut Bapak/Ibu apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?

3. Menurut Bapak/Ibu, perlukah mobilisasi dini dilakukan setelah operasi? Alasannya?

4. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang diperoleh dari melakukan mobilisasi dini setelah

operasi?

5. Menurut Bapak/Ibu, kapan pasien setelah operasi diperbolehkan untuk bergerak?


6. Menurut Bapak/Ibu, gerakan pertama apa yang boleh dilakukan setelah pasien

menjalani operasi?

7. Menurut Bapak/Ibu, kapan Bapak/Ibu diperbolehkan untuk berjalan?

8. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari kedua setelah

operasi?

9. Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari ketiga setelah

operasi?

D. Perilaku

1. Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

2. Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

3. Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

Probing :

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu mau melakukan mobilisasi dini?

4. Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

5. Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan miring kanan?

6. Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

7. Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

8. Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?
9. Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

10. Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

11. Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

12. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

13. Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apa yang membuat anda merasa senang?

14. Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Jika ada,

- Apa yang dilakukan?

- Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

b. Jika tidak ada,

- Apakah melakukan mobilisasi dini?

15. Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?


Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN PENDUKUNG (KELUARGA PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 19 November 2009
3. Waktu Wawancara : 13.35-14.05 WIB
4. Tempat Wawancara : Ruang 405

B. Identitas
1. Nama : Nn. S
2. Umur : 25 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan : SMK

1. Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?

2. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?

3. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

4. Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?


5. Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?

6. Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?

7. Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?

8. Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apakah pasien merasa takut?

b. Apakah pasien merasa senang?

9. Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu

(keluarga)?

10. Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga lakukan?

11. Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?

12. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca

operasi?

13. Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa sebabnya?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN PENDUKUNG (KELUARGA PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 21 November 2009
3. Waktu Wawancara : 11.30-12.05 WIB
4. Tempat Wawancara : Ruang Tunggu Pasien

B. Identitas
1. Nama : An. H
2. Umur : 16 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SMA

1. Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?

2. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?

3. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

4. Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?

5. Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?


6. Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?

7. Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?

8. Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apakah pasien merasa takut?

b. Apakah pasien merasa senang?

9. Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu

(keluarga)?

10. Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga lakukan?

11. Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?

12. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca

operasi?

13. Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa sebabnya?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN PENDUKUNG (KELUARGA PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 26 November 2009
3. Waktu Wawancara : 12.15-13.00 WIB
4. Tempat Wawancara : Ruang Tunggu Pasien

B. Identitas
1. Nama : Tn. I
2. Umur : 22 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SMK

1. Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?

2. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?

3. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

4. Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?

5. Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?


6. Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?

7. Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?

8. Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apakah pasien merasa takut?

b. Apakah pasien merasa senang?

9. Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu

(keluarga)?

10. Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga lakukan?

11. Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?

12. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca

operasi?

13. Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa sebabnya?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN PENDUKUNG (KELUARGA PASIEN)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 29 November 2009
3. Waktu Wawancara : 13.05-14.10 WIB
4. Tempat Wawancara : Ruang 402

B. Identitas
1. Nama : Tn. J
2. Umur : 29 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SMA

1. Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?

Probing :

a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?

2. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?

3. Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

4. Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?

5. Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?


6. Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?

7. Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?

8. Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Apakah pasien merasa takut?

b. Apakah pasien merasa senang?

9. Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu

(keluarga)?

10. Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga lakukan?

11. Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?

12. Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca

operasi?

13. Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa sebabnya?
Lampiran 4

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN PENDUKUNG (PERAWAT)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 19 November 2009
3. Waktu Wawancara : 12.30-12.50 WIB
4. Tempat Wawancara : Ruang Konsultasi

B. Identitas
1. Nama : Ns. S
2. Umur : 35 tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : S1 Keperawatan

I. Data tentang Mobilisasi Dini

1. Apakah perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai

mobilisasi dini sebelum tindakan operasi?

2. Informasi apa saja yang diberikan kepada pasien mengenai mobilisasi dini?

3. Menurut Bapak/Ibu apa tujuan dari mobilisasi dini?

4. Menurut Bapak/Ibu apa manfaat yang diperoleh pasien dari melakukan mobilisasi

dini?
5. Komplikasi apa saja yang mungkin timbul pada pasien pasca operasi appendectomy

akibat tidak melakukan mobilisasi dini?

6. Komplikasi apa yang sering/paling banyak terjadi akibat tidak melakukan mobilisasi

dini pada pasien pasca operasi appendectomy?

7. Berapa lama rata-rata hari rawat pasien pasca operasi appendectomy?

8. Mobilisasi dini seperti apa yang dianjurkan untuk pasien pasca operasi appendectomy?

9. Apa yang dilakukan perawat untuk membantu pasien melakukan mobilisasi dini?

10. Apakah perawat membantu pasien untuk melakukan mobilisasi dini?

11. Tindakan apa yang dilakukan perawat jika ada pasien yang tidak melakukan mobilisasi

dini?

12. Apa yang menyebabkan pasien tidak melakukan mobilisasi dini?

13. Apa yang menyebabkan pasien merasa takut untuk melakukan mobilisasi dini?

14. Apa yang perawat lakukan untuk menenangkan pasien tersebut?

15. Kapan pasien pasca bedah appendectomy diperbolehkan untuk mulai melakukan

mobilisasi dini?
Lampiran 5

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

INFORMAN PENDUKUNG (DOKTER)

A. Identitas Pewawancara
1. Nama Pewawancara : Rizka Rismalia
2. Tanggal Wawancara : 4 Desember 2009
3. Waktu Wawancara : 11.30-13.00 WIB
4. Tempat Wawancara : Poli Bedah Minor

B. Identitas
1. Nama : dr. W
2. Umur : 33 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pendidikan : S2

Data tentang Mobilisasi Dini

1. Perlukah mobilisasi dini dilakukan untuk pasien pasca operasi appendectomy?

2. Apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?

3. Manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini setelah operasi

appendectomy?

4. Dampak apa yang diperoleh jika pasien tidak melakukan mobilisasi dini setelah

operasi appendectomy?
5. Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi jika pasien pasca operasi appendectomy

tidak melakukan mobilisasi dini?

6. Pasien seperti apa yang diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi dini setelah

operasi?

7. Kapan sebaiknya pasien mulai untuk melakukan mobilisasi dini?

8. Mobilisasi dini seperti apa yang dianjurkan untuk dilakukan pasien pasca operasi

appendectomy?

9. Adakah makanan atau minuman yang dilarang untuk dikonsumsi pasien pasca operasi

appendectomy?

a. Jika ada,

- Makanan apa saja yang tidak boleh dikonsumsi?

- Mengapa makanan itu tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi?

10. Apakah ada diet khusus bagi pasien pasca operasi appendectomy?

a. Jika ada,

- Diet yang seperti apa yang harus diikuti?

- Mengapa diet itu penting untuk dilakukan pasien pasca operasi

appendectomy?

11. Adakah perbedaan mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien pasca operasi

appendectomy dengan pasien pasca operasi lainnya?


Lampiran 6

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Selamat pagi/siang/sore Bapak/Ibu, perkenalkan nama saya Rizka Rismalia mahasiswa Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang sedang melakukan penelitian di RSUP Fatmawati dalam rangka
menyelesaikan tugas akhir. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu
atas kesediaan Bapak/Ibu.

Saya di sini bermaksud untuk memperoleh penjelasan/pengalaman dari Bapak/Ibu mengenai


Mobilisasi Dini atau pergerakan setelah operasi. Saya mohon Bapak/Ibu dapat memberikan
penjelasan dan pendapat apa yang Bapak/Ibu rasakan. Saya tidak akan menilai jawaban
Bapak/Ibu karena jawaban Bapak/Ibu tidak ada yang benar dan salah. Partisipasi Bapak/Ibu
sangat penting tetapi saya tidak akan memaksa jika Bapak/Ibu tidak bersedia.

Selama wawancara berlangsung, saya akan mencatat dan merekam apa yang Bapak/Ibu
katakan. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak ada penjelasan yang terlewat. Proses
wawancara ini berlangsung kurang lebih selama 1 jam. Data dan Identitas Bapak/Ibu akan
dijamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Bila Bapak/Ibu bersedia, saya mohon Bapak/Ibu menandatangani surat pernyataan ini dan
akan dilanjutkan dengan wawancara.

Setelah membaca surat pernyataan ini, saya bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
tanpa dipaksa dari pihak manapun.

Jakarta, November 2009

Informan

Nama Jelas Peneliti


Hasil Wawancara tentang Perilaku pada Informan Kunci (Pasien)

a. Hasil wawancara dengan Ny. I (49 tahun)

Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

“ya...saya seh ikutin aja apa kata dokter, kalau dokternya nyuruh saya untuk
makan ya saya makan terus kalau disuruh minum obat ini ya saya minum terus
kalau disuruh gerak-gerak ya saya ikutin, tadi dokternya sudah datang katanya
sudah boleh gerak-gerakin kaki sama miring ke kiri miring ke kanan...ya saya
ikutin buat coba miring-miring ke kiri sama ke kanan,,,kan dokter yang lebih tahu
kondisi saya jadi ya saya nurut aja apa kata dokter...”

Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

“saya takut...karena kan luka operasinya masih baru jadi takut robek lagi, takut
ada yang lepas...”

Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“iya mba ada rasa takut waktu saya coba buat gerak-gerak...ya yang saya takutin
ya itu takut luka operasinya nggak sembuh, kan baru banget dioperasi jadi takut
jahitannya lepas..”

Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

“tadi sekitar jam 9an atau ½ 10an saya sudah bisa gerak-gerakin kaki sama
miring ke kiri miring ke kanan, soalnya tadi perawatnya bilang suruh miring-
miring...jadi ya kalau dihitung-hitung sekitar 10 jam abis operasi saya baru bisa
gerak-gerakin kaki.”

Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan mirig kanan?

“pas tadi dokter datang kan sudah dibolehin buat gerak-gerakin kaki sama
miring ke kiri miring ke kanan, nah saya coba ikutin tapi baru bisa miring ke kiri
aja kalau miring ke kanan belum berani kan jahitannya di kanan...sampe
sekarang seh baru 3 kali miringnya..”
Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

“paling ditemenin sama anak saya yang besar soalnya dari kemarin kan dia yang
nganter dan nungguin saya tapi nggak terus-terusan sama dia kan dia juga harus
ngurus administrasi, kadang-kadang sama kakak saya...jadi kalau saya mau
miring ke kiri kalau nggak kuat atau mau muntah anak saya atau kakak saya
yang bantuin..tapi kadang-kadang saya sendiri juga bisa”

Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

“yang saya lakuin paling cuma gerakain kepala (menggeser kepala), jadi cuma
kepalanya aja yang digeser...”

Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?

“nggak ya...perawat cuma datang dan nganjurin buat gerak-gerak aja, lagian
kan disini ada kakak saya dan anak saya yang nunggu jadi mereka yang
bantuin..”

Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

“ya...kalau saya paling minta bantuin sama anak saya atau kakak saya buat
miring-miring, tapi nggak selalu minta bantuin kalau saya bisa sendiri ya saya
gerakin aja sendiri..”

Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

“saya kan operasi jam 11 malam terus baru mulai gerakin kaki ya tadi sekitar
jam 9an..”

Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

“kalau nyeri ada seh tapi nggak begitu nyeri...cuma kalau mau duduk masih
kurang nyaman aja kaya ada yang ganjel gitu, terus agak ngeri juga
jahitannya...paling terasa pusing aja kalau duduk. Tapi kalau lagi duduk atau
gerak-gerakin badan ada terasa nyeri ya saya nggak lanjutin paling saya tiduran
lagi atau istirahat dulu sampe nyerinya hilang..”
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

“perasaan saya...ya ada rasa takut dan ngeri juga karena kan jahitannya masih
baru jadi kalau kebanyakan gerak takut lepas, terus ada juga senangnya soalnya
badan sudah bisa digerakin kan kata dokter kalau sudah bisa digerakin berarti
sudah mulai pulih dan bisa pulang...”

Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini? (Probing : Apa yang

membuat anda merasa senang?)

“iya senang mba,,,ya kaya tadi yang saya bilang, kata dokter kalau saya sudah
bisa gerakin badan berarti saya sudah mulai pulih dan bisa cepat pulang soalnya
saya nggak betah disini lama-lama, kepikiran anak saya yang masih sekolah di
rumah...”

Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Jika ada, apa yang dilakukan? Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

b. Jika tidak, apakah melakukan mobilisasi dini?

“sebenarnya nggak ada seh mba, cuma takut dan ngeri aja jadi kalau sudah
nggak takut baru digerak-gerakin lagi tapi kalau ngerasa nyeri dan takut ya
tiduran lagi...”

Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“ya, biar saya cepat sembuh aja jadi biar cepat pulang...”

b. Hasil wawancara dengan Tn. R (20 tahun)

Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

“kalau saya ikutin aja aturan dokter, kalau disuruh minum obat ya saya
minum...”
Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

“waktu itu yang saya rasain masih sakit perut saya, mungkin karena baru aja
dioperasi, terus kepala saya juga sakit waktu mulai gerak-gerakin kaki dan
miring kiri miring kanan...”

Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

c. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

d. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“nggak ada mba, saya nggak ngerasa takut buat bergerak soalnya kalau saya
bakal ngelakuin apa aja untuk sembuh..”

Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

“tadi seh sekitar jam 8an saya mulai gerak-gerakin kaki padahal saya operasi
jam ½ 9 malam tapi saya baru bisa gerak-gerakin tadi pagi jam 8, saya disuruh
juga miring kiri dan miring kanan terus saya ikutin juga jadi saya sudah berani
miring kiri miring kanan...”

Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan miring kanan?

“nggak begitu sering seh mba, baru 2 kali saya miring ke kiri dan miring ke
kanan..”

Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

“saya di sini ditemani sama adik dan bapak saya, kalu mau miring ke kiri ke
kanan seh sendiri juga saya bisa tapi kalau duduk atau ke kamar mandi saya
ditemanin sama bapak...”

Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

“saya paling cuma tiduran aja atau miring-miring aja tapi kalau ke kamar mandi
kalau nggak ditemani saya nggak berani soalnya masih ngerasa pusing jadi takut
jatuh...kalau jalan aja masih belum tegak masih agak bungkuk karena kan masih
sakit”

Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?
“nggak ada, nggak dibantu sama perawatnya tapi dibantu sama bapak atau adik,
kalau ibu yang jaga ya dibantu sama ibu”

Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

“kalau perawatnya nggak bantuin ya nggak apa-apa, saya bisa gerak-gerakin


sendiri atau kan bisa dibantu sama bapak”

Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

“kan saya baru mulai gerak-gerakin kaki sama miring-miring jam 8an, tadi
malam operasi jam ½ 9 berarti kurang lebih 11 jam abis operasi saya baru mulai
gerak-gerak..”

Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

“kalau nyeri atau ngerasa sakit kepala paling saya tiduran doang, kan sakit
kepalanya atau nyerinya kalau abis ngelakuin gerakan kaya berdiri, abis jalan,
lama kelamaan jadi sakit..kan kalau kelamaan juga sakit..terus kalau pusing gitu
paling saya duduk tapi tempat tidurnya agak ditinggiin...”

Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

“ya senang aja mba udah bisa gerak-gerakin badan, paling kadang-kadang suka
ngerasa sakit aja di luka operasinya ya kaya nyeri gitu...”

Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini? (Probing : Apa yang

membuat anda merasa senang?)

“ya, senang banget karena udah bisa digerak-gerakin dan udah bisa pulang,
kalau saya kan kalau untuk sembuh apa aja saya lakuin apalagi kalau kata dokter
disuruh gerak-gerakin terus duduk biar cepet sembuh ya saya ikutin jadi biar
saya bisa cepat pulang...”

Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

a. Jika ada, apa yang dilakukan? Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

b. Jika tidak, apakah melakukan mobilisasi dini?


“paling agak susah digerakin aja waktu awalnya terus sama di luka
operasinya soalnya kalau untuk nurunin kaki kalau mau jalan masih agak sakit
tapi saya tetap maksain diri buat gerakin, tetap ngelakuin walaupun ngerasa
susah...”

Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“biar cepat sembuh dan bisa pulang ke rumah terus biar bisa kerja lagi...”

c. Hasil wawancara dengan Tn. T (39 tahun)

Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

“ya, kalau saya mah gimana yang ngerawat di sini aja, ikutin aja apa petunjuk
dokter di sini kalau di suruh minum obat ya saya minum obat terus kalau disuruh
gerak-gerak ya saya ikutin untuk gerak-gerak...”

Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

“waktu pertama kali saya gerakin kaki yang saya rasain masih agak kaku aja
belum bisa angkat kaya gini (menunjukkan sambil mengangkat dan menekuk kaki)
jadi masih kaya patung...tapi udah ngerasa senang juga udah bisa digerakin
soalnya tadi malam kan belum bisa digerakin sama sekali”

Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“ya ada, agak takut-takut juga, karena kalau banyak gerak takut ininya (sambil
menunjuk ke luka operasi) jahitannya berubah jadi takut jahitannya robek..”

Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

“ya sekitar jam 10an saya sudah mulai angkat kaki atau saya gerak-gerakin...”

Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan mirig kanan?

“udah sering seh mba, tapi saya nggak tahu sudah berapa sering soalnya nggak
saya itungin..”
Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

“dari pertama saya masuk ke rumah sakit sih ditungguin sama keponakan saya,
tapi sekarang lagi gantian sama istri saya, keponakan saya juga bantu kalau-
kalau saya mau miring atau mau ke kamar mandi, dia bantu pegangin infus...”

Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

“kalau nggak ada yang bantuin ya saya tiduran aja paling miring-miring aja di
tempat tidur, kalau ke kamar mandi nggak berani sendiri soalnya masih ada rasa
takut juga...”

Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?

“nggak, perawat nggak bantu...paling cuma periksa aja..paling saya dibantu


keponakan atau istri saya kalau sendiri belum berani karena masih sakit jadi
masih ada rasa-rasa takut gitu namanya juga jahitan baru...”

Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

“ya saya istirahat aja, tiduran, makan, kalau nggak betah saya miring-miring
aja...”

Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

“jam 10an saya mulai berani gerakin kaki jadi sekitar 12 jam abis operasi saya
baru berani..”

Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

“kalau nyeri saya nggak berani buat jalan mba, paling ya buru-buru duduk aja,
duduk juga kalau kelamaan masih ada rasa ngilu ya kaya ada rasa bengkak atau
memar aja gitu mba, kalau nggak duduk ya saya tiduran aja di tempat tidur...”

Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

“rasanya ya agak kaku aja mba waktu pertama gerakin kaki tapi senang juga
sudah bisa gerak tapi belum berani buat banyak gerak mba takut jahitannya lepas
kan masih baru...”
Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini? (Probing : Apa yang

membuat anda merasa senang?)

“ya senang sih mba karena ya ada perubahan soalnya tadinya nyeri banget
waktu sebelum operasi gimana nantinya, ada rasa takut juga, nggak tahu dibius
kaya gimana semalam aja nggak ngerasa apa-apa terus kedinginan juga di ruang
operasi...jadi nggak tahu juga di dalam kamar operasi kaya gimana, niy aja baru
bisa angkat kakinya ya senang bisa angkat kaki jadi nggak kaku dan nggak pegel
mba, kalau diem aja kan pegel...”
Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

c. Jika ada, apa yang dilakukan? Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

d. Jika tidak, apakah melakukan mobilisasi dini?

“nggak ada sih mba, paling kadang-kadang kerasa nyeri atau takut tapi ya
saya tetap gerakin kaki atau miring-miring abisnya nggak betah juga mba
kalau di tempat tidur aja...”

Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“ya ikutin anjuran dokter aja untuk gerak, kata dokter kan kalau kitanya rajin
buat gerak-gerakin badan katanya badannya enakan, dah ngerasa pulih jadi biar
sembuh dan bisa cepet pulang, biar saya bisa dagang lagi mba...”

d. Hasil wawancara dengan Ny. W (27 tahun)

Usaha apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

“saya ikutin instruksi dokter aja, kalau disuruh makan ya makan, minum obat ya
saya minum ya bagaimana baiknya aja lah...”

Apa yang Bapak/Ibu rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

“ya saya pikir saya sudah sehat aja gitu jadi tinggal nunggu luka kering aja
cuma tinggal nunggu kencing aja gitu jadi ya saya pikir sudah nggak ada lagi
keluhan gitu eh nggak tahunya malah bikin saya lemah kaya gini, saya mah
lemahnya tuh sekarang tapi setiap saya tanya jawabnya itu katanya proses, saya
juga kan mau berbuat apa, sakit kaya gini kan juga saya nggak tahan...”
Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Bapak/Ibu?

a. Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut?

b. Jika Tidak, apa alasan Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“ya pasti takut ya mba, pertama yang saya takutin itu karena ini baru dioperasi
ya mba jadi takut robek gitu, selain itu ditakut-takutin juga sama teman-teman
juga ya kan, katanya jangan banyak bergerak ntar kan itu kan jahitannya masih
basah walaupun kamu ngerasa sehat tapi jahitan kamu kan belum kering, cuma
karena luka itu nggak sakit makanya saya berani gerak gitu, saya kan orang
awam baru ngerasain kaya gini jadi bener-bener awam...”

Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

“kan ini belum pulih ya kakinya, pagi juga belum bereaksi terus siang-siangnya
jam berapa tuh ya sekitar jam 10an atau jam 11an udah mulai bisa bergerak,
diperiksa kan yang datang lain-lain ya, yang satu nyuruh miring kanan miring
kiri ya udah saya ikutin aja...”

Berapa sering Bapak/Ibu miring kiri dan mirig kanan?

“ya, sudah sering mba...nggak tahu juga sudah berapa kali, pokoknya sudah
sering..”

Siapa yang menemani Bapak/Ibu untuk melakukan mobilisasi dini?

“suami, tapi saya untuk gerak-gerak gitu sendiri juga saya berani, kuat saya mah
sendiri..makan aja orang-orang mah pada disuapin tapi kalau saya makan
sendiri aja orang nggak ada rasa apa-apa...”

Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak

mendampingi anda?

“saya sih nggak masalah, orang jalan aja sendiri ke kamar mandi juga nggak
apa-apa...”

Ketika Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?

“nggak ada mba, paling cuma periksa atau nganjurin kita untuk gerak-gerak
aja...”
Jika perawat tidak mendampingi Bapak/Ibu dalam melakukan mobilisasi dini, apa

yang anda lakukan?

“kalau saya mau ke kamar mandi ya saya jalan aja sendiri walau nggak dibantu
sama perawat atau suami saya, terus kalau mau istirahat ya saya tiduran aja di
tempat tidur...”

Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

“berapa jam ya mba,,,kira-kira 12 jam setelah operasi lah saya baru mulai
bergerak...”

Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

“ya kaya tadi aja mba saya kalau nyeri pegangan buat bergerak ya miring kanan
miring kiri sambil nahan sakit (menunjukkan wajah meringis) kalau sakit ya
pokoknya saya cari posisi enak aja deh...biar nggak tegang gitu...jadi walaupun
nyeri masih saya tahan aja tapi pelan-pelan bergeraknya...”

Bagaimana perasaan Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

“ya begitu mba, ngerasa enakan aja gitu karena kalau diam aja kayanya badan
pada tegang, jadi saya suka cari posisi enak aja mba biar nyaman...”

Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini? (Probing : Apa yang

membuat anda merasa senang?)

“ya mba pasti ada rasa senang, soalnya saya merasa sudah pulih mba, ngerasa
enakan aja gitu, itu yang bikin saya ngerasa senang...”

Hambatan apa yang Bapak/Ibu alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing :

c. Jika ada, apa yang dilakukan? Apa tetap melakukan mobilisasi dini?

d. Jika tidak, apakah melakukan mobilisasi dini?

“ya ada, paling hambatannya di rasa nyeri mba...kalau lagi datang nyerinya
ya kaya tadi mba saya pegangan dulu sambil saya tahan aja terus bergeraknya
pelan-pelan...”
Apa motivasi Bapak/Ibu melakukan mobilisasi dini?

“motivasi saya ya saya ingin pingin banget bisa bergerak tapi bergeraknya
jangan nimbulin rasa sakit, saya pengen cepet pulang juga pingin istirahat di
rumah gitu jadi pengen banget cepet sembuh biar bisa pulang...”
Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung (Keluarga Pasien)

a. Hasil wawancara dengan Nn. S (Keluarga Ny. I)

Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?


Probing :
c. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

d. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?

“kalau sebelumnya nggak pernah, cuma waktu teman saya jenguk ibu dia ngasih
tahu kalau nanti udah enakan miring kiri, miring kanan, saya tanya tahunya dari
mana katanya ada di mading depan, ya sudah saya lihat ke mading depan ternyata
ada, di situ di kasih tahu jika sudah enakan lakukan gerakan miring kiri miring
kanan terus coba buat duduk sama jalan, soalnya buat melancarkan aliran darah
biar darahnya nggak beku...itu aja mba”
Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?
“jujur ya mba karena ini pengalaman pertama nganter ibu ke rumah
sakit...sekalinya nganter tau-tau ibu disuruh operasi, jadi nggak tahu apa itu
pergerakan setelah operasi karena ini pengalaman pertama banget...”
Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

“ya...itu seperti yang saya baca di mading depan manfaatnya untuk ya biar darah
nggak beku, melancarkan peredaran darah, untuk apa lagi ya mba saya lupa tapi
yang saya ingat dari baca di mading ya untuk itu...”
Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?
“saya yang nemenin...jadi gini saya memang dari awal belum pulang-pulang ke
rumah tapi kadang kalau saya harus ngurus-ngurus administrasi jadi saya harus
ninggalin ibu saya untuk beli makanan, jadi saya nggak tahu pasti ibu saya
melakukan pergerakan itu dengan siapa tapi saya pernah bantu ibu juga, saya
pernah lihat ibu saya itu miring kanan miring kiri terus gerak-gerakin kaki
juga...”
Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?
“mungkin sekitar jam ½ 11an, itu pertama kali...”
Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?
“sampai saat ini sih ibu saya cuma gerak-gerakin kaki aja sama miring kanan
miring kiri jadi belum berani jalan katanya tempat tidurnya ketinggian, ngeri
turunnya katanya...”
Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?
“kira-kira 11 jam yang lalu ibu saya mulai gerak-gerak...”
Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?
Probing :
“nggak ada keluhan apa-apa, mungkin yang dikeluhin mual tapi kata perawatnya
dijelasin itu efek dari pembiusan...”
c. Apakah pasien merasa takut?

“ya, ibu bilang masih takut-takut buat bergerak soalnya kalau banyak
bergerak takut jahitannya robek, gitu katanya...”

d. Apakah pasien merasa senang?

“kalau dibilang senang sih gimana ya kalau soal perasaan mah, agak-agak
sedikit takut ya kan karena baru dioperasi tapi harus mencoba untuk miring
kanan miring kiri karena kan takut jahitannya lepas ata karena takutnya gitu,
perasaan itu seh mungkin bukan karena senangnya tapi karena lahamdulillah
sudah dioperasi...”
Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu
(keluarga)?

“ya...kita sih nggak maksain ibu harus gerak terus kalau emang ibunya lagi
nggak mau ya biarin aja istirahat dulu...”
Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga lakukan?

“kalau ibu ngerasain nyeri waktu gerak, ya paling kita bilangin ‘kalau emang
nyeri istirahat aja dulu nggak usah gerak-gerak dulu, tunggu nyerinya sampe
hilang’...”
Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?
“ya...paling saya dan keluarga yang lainnya cuma ngingetin, ‘Ma, kalau makan
tuh makannya harus rutin’, terus sama ikutin saran dokter aja jangan sampe
makannya udah dikasih tapi nggak dihabiskan padahal makan itu bagus untuk
tubuh biar nggak lemas, dan yang pasti kita selalu berdoa...”
Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca
operasi?

“yang saya baca di mading depan sih penting soalnya untuk melancarkan
peredaran darah biar darahnya nggak beku lagi, saya juga cuma tahu itu aja sih
belum tahu yang detailnya, tahunya juga pas disini...”
Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa sebabnya?

“kalau kata dokternya sih boleh makan apa aja, tapi kalau kata yang lainnya
katanya nggak boleh makan ikan bandeng sama udang soalnya takut gatal di luka
operasinya terus nanti takut digaruk-garuk jadi nanti takut sakit lagi...”

b. Hasil wawncara dengan An. H (Keluarga Tn. R)

Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?


Probing :
“nggak, nggak pernah...”
a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?

Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?


“nggak tahu mba...”
Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

“biar nggak kaku aja, ehm...itu kali mba, tapi saya nggak tahu lagi...”

Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?

“kadang-kadang saya yang bantuin kalau saya lagi nunggu abang, tapi kalau
nggak ya paling dibantuin sama bapak soalnya bapa juga gantian nunggu...”
Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?
“kira-kira tadi sekitar jam 9 udah mulai gerak-gerakin...”
Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?
“kalau kemarin (hari pertama) belum berani, tapi hari ini (hari kedua) abang
dah jalan ke kamar mandi...”
Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?
“kalau nggak salah 10 jam setelah operasi...eh, 11 jam deh kan dioperasi jam ½
9 terus baru mulai gerak jam 9 berarti 11 ½ jam...”
Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :
“abang sih nggak bilang apa-apa waktu itu paling nyeri dikit...”
a. Apakah pasien merasa takut?

“nggak sih mba, abang nggak bilang kalau takut...”

b. Apakah pasien merasa senang?

“kalau senang ya paling ada soalnya kan udah bisa gerakin jadi nggak
kaku lagi...”
Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu
(keluarga)?

“ya dibiarin aja nggak usah dipaksain, biar aja tiduran dulu sambil saya seka
keringatnya...”
Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga
lakukan?

“ya...ngeliatin aja, pingin bantuin takut repot kan lagi sakit, takut salah
pegang...”
Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?
“ya berdoa sama kasih semangat biar dia cepet sembuh...”
Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca
operasi?

“penting sih, supaya cepet sembuhlah...itu aja”


Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa
sebabnya?

“apa ya...nggak ada sih mba tapi paling katanya nggak boleh makan yang pedes
soalnya kan ususnya baru dioperasi takut belum pulih banget takut kambuh
lagi...”

c. Hasil wawncara dengan Tn. I (Keluarga Tn. T)

Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?


Probing :
“nggak, belum pernah soalnya baru ini pertama kali ngalamin ada keluarga yang
dioperasi...”
a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?


Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?
“kalau disuruh ngejelasin saya bingung mba, nggak tahu mau jelasin apa
soalnya saya kurang tahu apa itu pergerakan setelah operasi...paling kalau
ngelakuin pergerakan setelah operasi bisa bikin badan nggak kaku...itu kali ya
mba”
Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

“ya...mungkin biar badannya nggak kaku aja kali”


Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?

“kalau nggak saya, tante (istri om), soalnya kalau nggak dibantuin ke kamar
mandi soalnya takut jatuh kan di kamar mandi licin jadi sambil bantu pegangin
infus...”
Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?
“om kan sadar kira-kira jam 2 malam itu udah mulai mau bicara terus paginya
sekitar jam 10an baru gerakin tangan terus agak siangan sekitar jam 11an udah
bisa miring tapi masih sakit...”
Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?
“baru hari ini (hari kedua post op) om berani jalan, tapi jalannya ke kamar
mandi aja...”
Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?
“ya jam 10 pagi abis operasi baru berani gerak-gerak...ya sekitar 12 jam setelah
operasi lah...”
Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :
“ya,,,dia sih agak takut buat gerakin...”
a. Apakah pasien merasa takut?

“ya, dari awal sih emang agak takut soalnya kan dia elum dikasih tahu
sama dokternya, pertama dia mau miring emang agak takut pas dokternya
bilang udah miringin aja ke kanan terus dia miring, kalau takut sih mungkin
jahitannya atau dadanya sakit, mungkin takut sakit itu...”

b. Apakah pasien merasa senang?

“ya...ada soalnya udah nggak kaku atau pegal lagi badannya katanya dah
gitu hari ini juga udah boleh pulang jadi dah agak baikan...”
Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu
(keluarga)?

“ya saya nggak bisa maksain buat gerak terus kan kasihan sapa tau mau istirahat
kan kecapean, ya biarin aja lah...paling cuma bilang ya sabar aja ya om...”
Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga
lakukan?

“ya dielus-elus aja sambil dipijetin kakinya terus sambil bilang sabar aja ya
om...”
Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?
“ya...paling kita ngedoain aja...”
Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca
operasi?

“ya penting juga kan kalau dia diam aja trus badannya kaku kan dia mungkin
jadi agak lebih lama lagi tinggal di sini, jadi biar cepet sembuh...”
Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa
sebabnya?

“nggak ada sih...kayanya kalau itu nggak ada larangan, jadi ngikutin dokter aja
jadi kalau dokternya nyuruh makan ini atau nggak boleh makan itu ya...diikutin
aja...”

d. Hasil wawancara dengan Tn. J (Keluarga Ny. W)

Pernahkah keluarga mendapat informasi mengenai mobilisasi dini?


Probing :
“belum pernah dengar saya, baru in aja saya tahu...”
a. Dari mana keluarga mendapat informasi tersebut?

b. Informasi apa saja yang diperoleh mengenai mobilisasi dini?


Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini itu?
“duh...kurang tahu juga ya mba, soalnya nggak pernah denger sih tentang
pergerakan setelah operasi...”
Menurut Bapak/Ibu manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini?

“ya...menurut saya sih ada manfaatnya juga, untuk apa ya...supaya dia nggak
kaku aja badannya...apa lagi sih saya bingung juga...”
Siapa yang menemani/membantu pasien saat melakukan mobilisasi dini?

“ya...kadang-kadang saya yang nemenin atau bantuin dia kalau mau ke kamar
mandi, takut dia jatuh...tapi dia kadang nggak mau malah dia ke kamar mandi
sendiri...”
Kapan pasien pertama kali miring kanan dan miring kiri?
“pas disuruh miring kanan miring kiri sama perawatnya waktu itu pagi juga
sekitar jam 10an,,,dia miring kanan miring kiri pas disuruh...”
Kapan pasien mulai berani untuk berjalan?
“dia mah waktu hari pertama juga udah jalan sendiri ke kamar mandi, agak
siang sekitar jam 2an...”
Berapa jam setelah operasi pasien mulai berani untuk mobilisasi dini?
“berapa ya...pokoknya waktu itu pagi-pagi deh dia udah mulai gerak-
gerak,,,sekitar jam 10an gitu deh mba sedangkan dia operasi jam 10 malam...”
Bagaimana perasaan pasien saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

Probing :
“ya,,dia katanya ngerasa dah sehatan, ya senang lah soalnya dah bisa
digerakin...”
a. Apakah pasien merasa takut?

“nggak, nggak ada kayanya justru dianya ini bandel pengen banyak
bergerak-gerak, kalau ini udah baikan dia jalan deh...”

b. Apakah pasien merasa senang?

“ya, dia bilang udah ngerasa enakan, udah sembuh apalagi udah bisa
gerak jadi nggak kaku lagi badannya...”
Jika pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini, apa yang dilakukan Bapak/Ibu
(keluarga)?

“ya...biarin aja nggak usah dipaksa, paling saya sambil kipasin terus bilang
sabar aja...”
Ketika pasien merasa nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang keluarga
lakukan?

“ya,,,saya paling cuma pegangin aja, kadang saya kipas-kipas, bilangin buat
sabar, tahan aja...”
Dukungan seperti apa yang diberikan keluarga kepada pasien?
“bantu kasih dukungan supaya dia lebih kuat lagi, kasih support aja supaya dia
cepet sembuh aja sama bantu doa...”
Menurut Bapak/Ibu apakah mobilisasi dini penting untuk dilakukan pada pasien pasca
operasi?

“kurang tahu juga ya...penting nggak penting mungkin ya, takutnya kalau banyak
bergerak takut ada perubahan sama jahitannya takutnya lama sembuhnya jadi
yang saya takutin seperti itu, mungkin butuh beberapa waktu aja kali ya...”
Apakah ada makanan atau hal yang dilarang pada pasien pasca operasi? Apa
sebabnya?

“ya ada,,,mungkin kalau kata orang tua dulu kalau abis operasi nggak boleh
makan yang amis-amis atau asem soalnya takut bikin gatal atau takut lukanya
nggak kering...”
Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung (Perawat)

Apakah perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai


mobilisasi dini sebelum tindakan operasi?

“biasanya informasi itu diberikan sebelum operasi itu jarang diberikan, yang
biasanya dilakukan adalah setelah operasi itu pasien keluar dari kamar operasi
kita jemput baru keluarga dan pasien diberikan informasi mengenai mobilisasi
dini...”
Informasi apa saja yang diberikan kepada pasien mengenai mobilisasi dini?

“informasi yang biasa diberikan kepada pasien dan keluarganya yaitu tentang
hal-hal apa yang harus dilakukan mengenai mobilisasi dini pada pasien,
misalnya setelah 24 jam pertama pasien kita anjurkan untuk pertama miring
kanan miring kiri kemudian pada hari berikutnya pasien sudah bisa duduk,
setelah itu kalau tidak ada keluhan apa-apa baru pasien boleh berdiri di samping
tempat tidur kemudian sorenya sudah bisa jalan sudah bisa aktif...”
Menurut Bapak/Ibu apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?
“menurut saya yang dimaksud dengan mobilisasi dini adalah suatu tindakan
yang diberikan kepada pasien pasca operasi mulai dari pasien boleh miring kiri
miring kanan, duduk jika sudah tidak pusing kemudian duduk dengan kaki
menjuntai, berdiri di samping tempat tidur, dan kemudian pasien dapat berjalan,
yang mana tindakan tersebut bertujuan untuk mempercepat penyembuhan luka
dan pasien dapat pulang ke rumah tanpa efek samping dari rumah sakit...”
Menurut Bapak/Ibu apa tujuan dari mobilisasi dini?
“menurut saya tujuan melakukan mobilisasi dini ya untuk itu memperlancar
sirkulasi darah dalam tubuh kemudian di area lukanya tersebut juga sehingga
luka tersebut memperoleh suplai nutrisi yang cukup ke luka sehingga luka
tersebut dengan normal dapat pulih kembali...”
Menurut Bapak/Ibu apa manfaat yang diperoleh pasien dari melakukan mobilisasi
dini?

“manfaatnya itu salah satunya luka itu akan cepat sembuh karena sirkulasinya
akan lancar disitu kemudian tidak akan menimbulkan atau lukanya akan sembuh
dengan sempurna tidak menimbulkan misalnya luka dengan jaringan parut atau
luka yang basah juga akan cepat sembuh kemudian juga mengurangi rasa mual,
kembung akibat mobilisasi dini karena mungkin efek samping dari anestesi,
biasanya peristaltik ususnya juga akan cepat kembali...”
Perlukah mobilisasi dini dilakukan untuk pasien pasca operasi appendectomy?

“ya, mobilisasi dini perlu dilakukan karena dengan melakukan mobilisasi dini
akan melancarkan sirkulasi darah sehingga luka operasi akan cepat sembuh dan
pasien dapat cepat pulang ke rumah...”
Komplikasi apa saja yang mungkin timbul pada pasien pasca operasi appendectomy
akibat tidak melakukan mobilisasi dini?

“kalau untuk komplikasi kalau untuk yang parah banget sih tidak akan terjadi
apa-apa paling hanya pada luka itu ya akan lama kering atau sembuhnya maka
itu setiap ganti perban dilihat lukanya ada nanah atau pus tidak, merah atau
bengkak tidak...”
Komplikasi apa yang sering/paling banyak terjadi akibat tidak melakukan mobilisasi
dini pada pasien pasca operasi appendectomy?

“kalau di ruangan ini sendiri pasiennya kan paling lama 3 hari udah boleh
pulang, biasanya tuh dari rumah komplikasinya, nah setelah di rumah, sekian
hari ada di rumah karena tidak melakukan mobilisasi sendiri dia akan datang
lagi dengan keluhan luka itu basah berair gitu jadi harus tetap dirawat lukanya
di sini...”
Berapa lama rata-rata hari rawat pasien pasca operasi appendectomy?
“hari rawat pasien post op appendectomy rata-rata 2-3 hari udah boleh pulang,
hari ini masuk untuk operasi, besoknya di sini lusa udah boleh pulang...”
Pasien seperti apa yang diperbolehkan melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

“semua pasien yang baru menjalani operasi biasanya kita anjurkan untuk
melakukan mobilisasi dini karena kan untuk penyembuhan dirinya, jika pasien itu
sudah tidak merasa pusing biasanya kita bolehkan untuk melakukan mobilisasi
dini,,”
Mobilisasi dini seperti apa yang dianjurkan untuk pasien pasca operasi appendectomy?

“pertama-tama setelah 24 jam pasien kita anjurkan untuk bergerak misalnya bila
dia tidak pusing untuk miring kanan miring kiri di tempat tidur, terus duduk,
besoknya pasien kita anjurkan untuk berdiri di sisi tempat tidur kalau udah kuat
baru jalan...”
Apa yang dilakukan perawat untuk membantu pasien melakukan mobilisasi dini?

“sebetulnya kalau untuk membantu pasien itu miring kanan miring kiri di tempat
tidur atau berjalan ke kamar mandi biasanya tidak, paling kita membantunya
hanya memberikan penkes...”

Apakah perawat membantu pasien untuk melakukan mobilisasi dini?


“kalau pasiennya itu bisa melakukan sendiri sih itu biasanya tidak dibantu, kalau
pasien-pasien yang malas ya itu kita bantu, paling hanya kita bantu untuk
meninggikan poasi tempat tidurnya...”
Tindakan apa yang dilakukan perawat jika ada pasien yang tidak melakukan mobilisasi
dini?

“ya kita memberikan pendidikan kesehatan mengenai apa saja damapk atau efek
dari tidak melakukan mobilisasi dini sehingga pasien itu merasa perlu melakukan
mobilisasi dini...”
Apa yang menyebabkan pasien tidak melakukan mobilisasi dini?
“biasanya karena pasien itu takut atau tidak paham, kebanyakan pasien dan
keluarganya masih awam tentang mobilisasi dini, ada juga keluarga atau kerabat
bilang ke pasiennya jangan banyak atau nggak boleh gerak dulu ntar takut
jahitannya lepas jadi karena pengaruh orang lain juga makanya jadi malas
mobilisasi dini, selain tidak mengerti mengenai manfaat, takut jahitan lepas juga
menjadi sebab pasien itu tidak mobilisasi dini...”
Apa yang menyebabkan pasien merasa takut untuk melakukan mobilisasi dini?

“mungkin pasien itu tidak mengerti mengenai manfaat atau tujuan mobilisasi dini
itu untuk apa kemudian takut jahitannya lepas juga, kurangnya motivasi yang
diberikan oleh perawat di sini agar dia mau melakukan mobilisasi dini, agar ke
depannya itu lebih baik, sebelumnya kan sudah ada itu penelitian atau Problem
Solving for Better Healthcare (PSBH) yang diadakan ruangan ini mengenai
mobilisasi dini, sebelumnya sih sudah berjalan dengan baik cuma kayanya akhir-
akhir ini antara belum tau bagaimana lagi memberikan informasi kepada
pasien...”
Apa yang perawat lakukan untuk menenangkan pasien tersebut?
“ya dengan memberikan informasi tadi mengenai mobilisasi dini apa tujuannya
apa manfaatnya sehingga pasien tersebut mau kita bantu untuk melakukan
mobilisasi dini dengan tahapan-tahapan seperti yang disampaikan tadi sehingga
dia mau melakukan mobilisasi dini, memang seh awalnya pasti sakit ya, pasti
nyeri karena yang namanya operasi awalnya memang pasti sakit kemudian kita
ajarkan teknik relaksasi ke pasiennya sehingga pasien itu mau mobilisasi dini...”
Kapan pasien pasca bedah appendectomy diperbolehkan untuk mulai melakukan
mobilisasi dini?

“biasanya kalau disini pasien yang telah menjalani operasi diperbolehkan untuk
melakukan mobilisasi dini yaitu 24 jam setelah operasi itu untuk pasien yang
dengan anestesi spinal baru boleh melakukan pergerakan, walaupun ada yang
menyebutkan 6-8 jam setelah operasi sudah boleh melakukan
pergerakan...karena ditakutkan ya efek dari anestesinya itu, apalagi kalau pasien
dengan anestesi spinal ditakutkan kalau terlalu dini mobilisasinya nanti terjadi
kelumpuhan atau mungkin pasien itu merasa pusing, mual...tetapi kalau pasien
yang dianestesi umum itu biasanya seh 12 jam setelah operasi sudah boleh
melakukan pergerakan...”
Apakah ada diet khusus bagi pasien pasca operasi appendectomy?
b. Jika ada,
- Diet yang seperti apa yang harus diikuti?
- Mengapa diet itu penting untuk dilakukan pasien pasca operasi
appendectomy?

“sebenarnya tidak ada diet khusus untuk pasien post op appendectomy,


pasien biasanya pertama-tama kita, misalnya operasi pagi terus siangnya
kita berikan makan sekitar jam 12 siang, kita berikan kalau pasien
operasinya pagi, kalau minum biasanya pertama diberikan 3 sendok dulu”
Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung (Dokter Spesialis Bedah)

Perlukah mobilisasi dini dilakukan untuk pasien pasca operasi appendectomy?

“ya, mobilisasi dini perlu dilakukan karena dengan mobilisasi dini dapat
mengembalikan kondisi pasien ke dalam keadaan yang lebih baik...”
Apa yang dimaksud dengan mobilisasi dini?
“menurut saya yang dimaksud dengan mobilisasi dini yaitu suatu aktivitas yang
dilakukan oleh pasien yang baru menjalani operasi, yang dilakukan secara
bertahap mulai dari melakukan pergerakan yang ringan di atas tempat tidur
kemudian duduk, dan besoknya jika pasien itu tidak merasa pusing atau tidak ada
keluhan pasien itu dapat berjalan...biasanya mobilisasi dini itu dilakukan 12-24
jam pertama setelah operasi itu untuk pasien dengan anestesi spinal kalau pasien
dengan anestesi umum biasanya saat pasien itu sadar dia sudah boleh mobilisasi
tapi ada juga yang mengatakan 6-8 jam setelah operasi baru boleh melakukan
mobilisasi dini...”
Manfaat apa yang dapat diperoleh dari melakukan mobilisasi dini setelah operasi
appendectomy?

“dengan melakukan mobilisasi dini dapat memperlancar sirkulasi darah


terutama ke luka operasi sehingga luka operasi dapat memperoleh suplai yang
cukup dan luka operasi itu dapat cepat sembuh, selain itu dapat mengembalikan
kondisi seperti sebelum sakit, mengurangi distensi abdomen (perut kembung)
karena usus yang paralitik akibat banyak usus yang terpegang saat operasi.
Biasanya kembung itu karena usus itu kan diam (tidak ada gerakan) sehingga gas
terkumpul dan tidak dapat dialirkan dari bagian proximal ke bagian distal...di
samping itu dengan melakukan mobilisasi dini dapat menstimulasi usus yang
paralitik sehingga dapat memunculkan peristaltik usus.”
Dampak apa yang diperoleh jika pasien tidak melakukan mobilisasi dini setelah
operasi appendectomy?

“dampaknya yaitu sirkulasi darah pasien kurang lancar karena kan tidak
melakukan mobilisasi sehingga luka operasi itu lama keringnya dan akan basah
terus dan akan lama juga sembuhnya...”
Menurut Bapak/Ibu apa tujuan dari mobilisasi dini?
“tujuan melakukan mobilisasi dini yaitu agar sirkulasi darah lancar, seperti yang
sudah saya jelaskan tadi, luka operasi mendapatkan suplai yang cukup maka luka
tersebut akan cepat sembuh, selain itu dapat juga membantu kondisi pasien
menjadi pulih sehingga pasien dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa saat
sebelum sakit...”
Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi jika pasien pasca operasi appendectomy
tidak melakukan mobilisasi dini?

“jarang ya terjadi komplikasi yang berat pada pasien post op appendectomy,


walaupun bronchopneumonia bisa terjadi itu karena orthostatik atau bedrest
yang lama dan biasanya sering terjadi pada lansia karena lansia sering
mengalami batuk tetapi tidak dapat maksimal mengeluarkan dahak sehingga
dahak terkumpul pada paru-paru bagian basal. Sebenarnya BP tidak hanya dapat
terjadi pada pasien post op appendectomy apalagi appendectomy sekarang
merupakan operasi yang ringan bukan operasi besar, tetapi BP dapat terjadi
pada pasien lain yang memang bedrest total dan tidak melakukan mobilisasi
sama sekali...”
Berapa lama rata-rata hari rawat bagi pasien pasca operasi appendectomy?

“biasanya pasien post op appendectomy itu tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk dirawat, biasanya sekitar 2-3 hari pasien itu dirawat di rumah sakit, tetapi
kadang-kadang ada juga yang lebih lama dari itu, ya tergantung dari kondisi
pasien itu sendiri...”
Pasien seperti apa yang diperbolehkan untuk melakukan mobilisasi dini setelah
operasi?

“semua pasien yang post op appendectomy memang diperbolehkan atau


dianjurkan untuk mobilisasi dini tetapi sifat individu itu kan unik ya, ada yang
sudah kelihatan baikan dan siap melakukan mobilisasi dini tetapi ada juga pasien
yang masih lemah tetapi dari kita menganjurkan jika pasien sudah merasa
enakan san pusing sudah hilang boleh mobilisasi dini tapi kita menganjurkan
untuk melakukan pergerakan yang ringan dulu seperti duduk dan jangan
langsung jalan...”
Kapan sebaiknya pasien mulai untuk melakukan mobilisasi dini?
“seperti yang saya bilang tadi, untuk mobilisasi dini pada prinsipnya kita lihat
dari jenis anestesinya, jika anestesi umum ketika pasien sadar kita bisa
menganjurkan untuk langsung mobilisasi dini atau tunggu 6-8 jam setelah
operasi, tetapi untuk pasien dengan anestesi spinal ada yang mengatakn tunggu
12-24 jam setelah operasi karena karena jika pasien yang dengan anestesi spinal
melakukan mobilisasi yang terlalu dini khawatir luka bekas tusukan belum
tertutup sempurna dan mengakibatkan Liquor Cerebro Spinalis (LCS) keluar atau
kebocoran sehingga mengakibatkan headache atau sakit kepala pada pasien.”
Mobilisasi dini seperti apa yang dianjurkan untuk dilakukan pasien pasca operasi
appendectomy?

“kita akan menganjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi dini secara


bertahap mulai dari melakukan gerakan yang ringan seperti miring kiri miring
kanan atau duduk pada hari pertama post op dan kemudian baru dianjurkan
untuk berjalan di hari berikutnya...”
Adakah makanan atau minuman yang dilarang untuk dikonsumsi pasien pasca operasi
appendectomy?

b. Jika ada,
- Makanan apa saja yang tidak boleh dikonsumsi?
- Mengapa makanan itu tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi?
“sebenarnya tidak ada, pasien itu dapat mengkonsumsi makanan apa saja
tetapi ada beberapa pasien apalagi di Indonesia yang banyak budayanya
dan kebanyakan pasien masih mengikuti budaya tersebut. Ada pasien yang
berpendapat tidak boleh makan ini atau makan itu padahal siapa tahu
makanan itu justru baik untuk kondisi tubuhnya...”
Apakah ada diet khusus bagi pasien pasca operasi appendectomy?
c. Jika ada,
- Diet yang seperti apa yang harus diikuti?
- Mengapa diet itu penting untuk dilakukan pasien pasca operasi
appendectomy?

“untuk pasien yang baru operasi appendectomy tidak memerlukan diet


khusus, pasien tersebut perlu mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti
makanan yang kadar proteinnya tinggi (misalnya ikan, telur, dll).
Makanan itu baik untuk dikonsumsi karena mengandung banyak protein
jadi dapat membantu mengembalikan kondisi sehingga tenaga pasien
pulih kembali dan mempercepat penyembuhan luka...”
Adakah perbedaan mobilisasi dini yang dilakukan pada pasien pasca operasi
appendectomy dengan pasien pasca operasi lainnya?

“tidak ada, jadi kita melihat bukan dari jenis operasinya tapi dari jenis
anestesinya...”
Lampiran 7

HASIL UJI VALIDITAS

1. Karakteristik Informan

Dalam penelitian ini, seluruh informan berjumlah 2 orang yang terdiri dari 1 orang

pasien post appendectomy sebagai informan kunci dan 1 orang perawat yang bertugas di

Paviliun Mawar RSUD Tangerang sebagai informan pendukung.

1.1 Umur

Umur pasien post appendectomy (informan kunci) yaitu 17 tahun sedangkan umur

perawat yang bertugas (informan pendukung) yaitu 30 tahun.

1.2 Pendidikan

Saat ini informan kunci masih duduk di bangku SMA kelas 2, sedangkan

informan pendukung berpendidikan D3 Keperawatan.

1.3 Pekerjaan

Pekerjaan informan kunci adalah seorang pelajar yang bersekolah di sebuah MA

swasta di daerah Serpong, Cisauk. Pekerjaan informan pendukung sebagai seorang

perawat juga menjabat sebagai Wakil Kepala Ruangan di Paviliun Mawar RSUD

Tangerang.

2. Gambaran Pengetahuan tentang Mobilisasi Dini

2.1 Pengetahuan tentang Pengertian Mobilisasi Dini

Setelah dilakukan penelitian melalui wawancara kepada informan, didapatkan

hasil bahwa pasien post operasi appendectomy (informan kunci) tidak tahu apa itu
mobilisasi dini setelah operasi. Berikut adalah ungkapan yang diucapkan informan

tersebut :

Nn. R (pasien)

“ga tau juga sih soalnya baru pertama ini dioperasi, jadi ga tau kalo gerak-gerak

itu penting, taunya juga pas di sini jadi kaget juga. Tapi dikasih tau kalo abis operasi

ga boleh banyak minum dulu trus ga boleh terlalu banyak gerak banget kata

perawatnya gitu, istirahat dulu yang cukup.”

Tetapi pasien mengetahui bahwa melakukan pergerakan setelah operasi penting.

Seperti ungkapan : “penting juga seh, supaya cepet sembuh aja...”

Pada dasarnya pasien baru mengetahui tentang mobilisasi dini, seperti manfaat

melakukan mobilisasi dini setelah diberikan informasi tentang mobilisasi dini setelah

menjlani operasi. Informasi atau pendidikan kesehatan yang diberikan perawat

kepada pasien yang menjalani operasi hanya seputar jenis penyakit yang diderita

pasien, apa yang akan dilakukan terhadap pasien, dll. Seperti ungkapan di bawah ini :

Ny. E (perawat RSUD Tangerang)

“ya, kita memberikan penkes kepada pasien sebelum pasien menjalani operasi.

Kalo pasien yang elektif secara otomatis kita ngasih tau jenis penyakit dan apa yang

akan dilakukan sekaligus menerangkan bahwa dia ntar akan dilakukan ini dan

terjadi begini artinya bila pasien kesakitan pasien dianjurkan tarik napas dalam trus

untuk mobilisasinya biasanya kita tergantung dari jenis anestesinya, kalo dia

anestesi spinal itu biasanya dia bedrest 1x24 jam dan kalo pasien bius umum dan

jenis penyakitnya tidak terlalu berat kita hanya menganjurkan bisa mobilisasi secara
dini dalam arti pasien boleh mobilisasi dini yaitu mika miki dan bila pasien tidak

pusing pasien boleh duduk.”

“tapi kalo pasien itu dari OK cyto yang tidak terencana biasanya kita setelah

pasien sampe ruangan juga akan dikasih tahu ‘ibu akan bedrest dalam 1x24 jam

setelah itu ibu boleh gerak’ tapi kita juga dikasih tau kenapa pasien itu tidak boleh

gerak dalam waktu 1x24 jam pertama karena dia biusnya spinal gitu tapi kalo

pasiennya dibius umum biasanya sih boleh mobilisasi sedini mungkin sesuai

keadaan umum pasiennya.”

Nn. R (pasien)

“sebelum operasi dikasih tau kalo ga boleh makan selama 6 jam, dipasang alat-

alat persiapan untuk operasi itu aja. Perawat juga ngasih tau kalo abis operasi

disuruh gerak-gerakin kaki.”

Pada dasarnya perawat memberikan informasi mengenai mobilisasi dini kepada

pasien sebelum operasi. Hanya informasi mengenai pengertian mobilisasi dini,

manfaat, tujuan melakukan mobilisasi dini dan tahap-tahap apa saja yang dilakukan

tidak diberitahukan kepada pasien sebelum pasien dioperasi. Pasien baru dianjurkan

untuk menggerak-gerakkan kaki, duduk, dan berjalan setelah pasien menjalani

operasi dan kembali ke ruang perawatan. Seperti ungkapan :

“biasanya pasien app dan kalo pasien itu secara elektif akan lebih terarah lagi

mobilisasinya artinya pasien itu akan kita anjurkan, ‘ibu bergerak dalam waktu 24

jam pertama boleh mobilisasi’.”


2.2 Pengetahuan tentang Tujuan Mobilisasi Dini

Menurut perawat tujuan melakukan mobilisasi dini itu untuk memberikan rasa

nyaman ke pasien juga akan memberikan rasa rileks, seperti ungkapan :

”mobilisasi dini itu selain memberikan rasa nyaman ke pasien itu akan

berpengaruh jugamisalkan pasien yang suka mobilisasi itu dia akan merasa rileks

dalam arti yang tadinya otot-otot yang tadinya kaku kemudian digerakkan pelan-

pelan maka ototnya menjadi tidak tegang.”

2.3 Pengetahuan tentang Manfaat Mobilisasi Dini

Saat ditanya mengenai manfaat melakukan pergerakan setelah operasi, pasien

menjawab bahwa dia tidak tahu pasti manfaat melakukan pergerakan setelah operasi

hanya saja biar tidak kram kalau melakukan pergerakan. Berikut ini adalah ungkapan

yang dinyatakan pasien saat ditanya mengenai manfaat melakukan pergerakan setelah

operasi :

“ya ga tau juga sih, tapi biar ga kram banget biar kramnya kurang, ya

ngelenturin otot-otot kaki aja yang tadi kram.”

Sedangkan perawat mempunyai jawaban sendiri saat ditanyakan manfaat dari

mobilisasi dini. Menurutnya pasien yang melakukan mobilisasi dini akan terlihat

tampak lebih segar wajahnya dan bisa mendapatkan izin untuk pulang dari dokter

lebih cepat. Seperti ungkapan :

“kita akan tahu bila pasien sudah melakukan mobilisasi itu akan terlihat dari

mukanya, dia akan terlihat segeran sedangkan pasien yang tidak melakukan

mobilisasi dia terlihat agak kesakitan kemudian dokter juga akan menanyakan pasien

ini melakukan mobilisasi atau ga, kalo dia melakukan mobilisasi kan ketahuan juga
dari wajahnya kelihatan segeran dan dokter akan mengizinkan pasien untuk pulang

dan kita akan membuat perencanaan pulang, kalo yang tidak mobilisasi kita tidak

akan membuatkan perencanaan pulang. Kita juga akan menganjurkan kepada pasien

mobilisasi apa yang bisa dilakukan di rumah tergantung dari jenis operasinya.

Misalnya, untuk operasi hernia itu kan sampai 3 bulan ga boleh angkat beban yang

berat-berat lebih dari 5 kg. Tapi saya rasa untuk pasien app tidak ada masalah

dengan mobilisasi asalkan orangnya kuat.”

2.4 Pengetahuan tentang Tahap-Tahap Mobilisasi Dini

Pada dasarnya pasien cukup tahu mengenai gerakan-gerakan apa yang boleh

dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga setelah operasi. Misalnya saat pasien

ditanya “Menurut Mba, gerakan pertama apa yang boleh dilakukan setelah pasien

menjalani operasi?”. Pasien menjawab, “Saya cuma ngerasain sakit kan kaki juga

susah digerakin jadi paling kaki dan tangan aja.” Sedangkan saat ditanya kapan

pasien diperbolehkan berjalan, pasien menjawab, “paling 2 atau 3 hari lagi, besok

kan baru belajar duduk-duduk, tadi kan baru belajar kalo makan baru ntar sore

katanya baru boleh.”

Pasien juga mengatakan, “Kata dokter ntar sore boleh belajar makan sedikit-

sedikit trus duduk.” Kalimat tersebut merupakan jawaban pasien saat ditanyakan

gerakan apa yang boleh dilakukan pada hari kedua. Dan saat ditanyakan gerakan apa

yang boleh dilakukan pada hari ketiga setelah operasi, pasien menjawab “Ya paling

boleh jalan-jalan aja di sekitar kamar, keluar ya paling gitu doang.”


3. Gambaran Perilaku tentang Mobilisasi Dini

3.1 Perilaku Pasien tentang Mobilisasi Dini

Untuk perilaku pasien post appendectomy dalam melaksanakan mobilisasi dini

terlihat sudah cukup baik. Hanya saja terkadang masih ada rasa takut untuk melakukan

mobilisasi dini sehingga perlu dibantu oleh keluarga dan pasien baru berani untuk

mobilisasi jika sudah diinstruksikan oleh dokter atau perawat.

Hasil Wawancara dengan Informan Kunci

Usaha apa yang Mbak lakukan untuk mempercepat penyembuhan luka setelah

operasi?

“ini aja biasa aja, paling cuma gerak-gerakin kaki..tapi blm berani bwt
yang lain-lain.”

Apa yang Mbak rasakan saat pertama kali melakukan mobilisasi dini?

“ngrasa kram kakinya trus takut, ada rasa perih sama sakit aja di luka
operasi, ya ga terlalu gimana ya...sakitnya ga terlalu parah waktu pagi
pas biusannya abis.”

Saat melakukan mobilisasi dini, adakah rasa takut pada diri Mbak?

Probing : (Jika Ya, apa yang menyebabkan Bapak/Ibu merasa takut? Jika Tidak, apa

alasan Bapak/Ibu mau melakukan mobilisasi dini?)

“ada seh, takut terganggu ke luka operasinya.”

Kapan Bapak/Ibu pertama kali melakukan mobilisasi dini setelah operasi?

“pertama kali gerakin kaki tadi baru jam 06.30, itu juga baru bisa jempol
kaki aja.”

Berapa sering Mbak miring kiri dan miring kanan?

“kalo miring kanan masih takut, kalo tidur miring ke kiri nanti kalo udah
pegel baru telentang. Kalo miring kanan belum tapi kalo miring kiri
sering banget, paling sekitar 5 menit sekali, kalo miring kiri masih takut
karena luka operasinya di kanan, takut jadinya takut bahaya lagi, ntar aja
deh..tapi paling dipelan-pelanin semua.”

Siapa yang menemani Mbak untuk melakukan mobilisasi dini?

“waktu pertama-tama gerakin kaki ga dibantu siapa-siapa, kata dokter


kan jangan dulu digerak-gerakin kalo belum kuat tapi karena saya udah
pingin cepet gerak jadi saya usaha sendiri.”
“pas mau pipis ke kamar mandi saya dibantuin sama mama.”

Bagaimana cara Mbak melakukan mobilisasi dini jika keluarga tidak mendampingi

anda?

“ga berani, sulit soalnya tadi aja pas mau angkat gayung susah, sama
mama dibantu ke dalam kan, ya belum berani sendiri gitu, masih takut,
tadi juga di closet gimana ya takut nyeri, tapi kata mama pelan-pelan
dulu.”

Ketika Mbak melakukan mobilisasi dini, adakah perawat yang

mendampingi/membantu?

“perawatnya tadi doang pagi bantuin bangun, pake baju juga dibantuin
sama perawatnya.”

Jika perawat tidak mendampingi Mbak dalam melakukan mobilisasi dini, apa yang

anda lakukan?

“ya saya tetep gerakin badan, daripada kaku semuanya tapi paling mama
yang bantuin.”

Berapa jam setelah operasi Bapak/Ibu mulai berani untuk melakukan mobilisasi dini?

“tadi kan saya mulai gerak-gerakin kaki jam 06.30 trus saya dioperasi
jam 11 malam jadi kira-kira 7 jam baru saya mulai berani bwt gerak-
gerak.”

Jika anda merasakan nyeri saat melakukan mobilisasi dini, apa yang anda lakukan?

“kalo emang sakit banget diudahin, kalo emang ga sakit pelan-pelan


diusahain.”
Bagaimana perasaan Mbak saat melakukan mobilisasi dini?

“ya takut juga.”

Merasa senangkah Bapak/Ibu saat melakukan mobilisasi dini?

Probing : Apa yang membuat anda merasa senang?

“ya merasa seneng juga karena bisa...seneng karena tadinya kan berat
banget buat gerakin kaki, pegel banget kan gini aja (berbaring saja di
tempat tidur tanpa menggerakkan anggota badan) sekarang digerakin
udah bisa, seneng banget.”

Hambatan apa yang Mbak alami saat melakukan mobilisasi dini?

Probing : (Jika ada, Apa yang dilakukan? Apa tetap melakukan mobilisasi dini? Jika

tidak ada, Apakah melakukan mobilisasi dini?)

“mama, kata mama ga boleh gerak-gerak dulu kata mama gitu takut kena
pengaruh sama jahitannya, mama dari tadi ngomel aja, tapi masih tetep
ngelakuin walopun mama marah-marah sampe keluar ya tetep gimana ya
kalo gini aja (diem aja) kan ga enak ya pegel, sakit, kalo digerakin kan ga
terlalu kram, kalo tadi kramnya parah banget sampe ga bisa digerakin.”

Apa motivasi Mbak melakukan mobilisasi dini?

“supaya cepet sembuh aja gitu, supaya cepet pulang udah ga betah
banget di sini, dari tadi udah minta pulang, tadinya minta dirawat di
rumah aja tapi kata susternya ga boleh masih basah banget lukanya, kalo
bisa 4-5 hari lagi di sini.”

3.2 Peran Perawat dalam Membantu Pasien untuk Mobilisasi Dini

Dalam penyembuhan pasien, perawat juga mempunyai peran yang cukup penting

bagi pasien agar melaksanakan mobilisasi dini. Adanya informasi atau anjuran dari

perawat dapat mempengaruhi pasien tersebut untuk bergerak setelah operasi. Tetapi

ada juga pasien yang menurut perawat agak manja dan susah juga untuk mobilisasi
dini. Untuk itu perawat memberikan suatu pengertian agar pasien tersebut mau untuk

mobilisasi dini.

Hasil Wawancara dengan Informan Pendukung (Perawat)

Apakah perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai

mobilisasi dini sebelum tindakan operasi?

“ya, kita memberikan penkes kepada pasien sebelum pasien menjalani


operasi”
Informasi apa saja yang diberikan kepada pasien mengenai mobilisasi dini?

“Kalo pasien yang elektif secara otomatis kita ngasih tau jenis penyakit
dan apa yang akan dilakukan sekaligus menerangkan bahwa dia ntar
akan dilakukan ini dan terjadi begini artinya bila pasien kesakitan pasien
dianjurkan tarik napas dalam trus untuk mobilisasinya biasanya kita
tergantung dari jenis anestesinya, kalo dia anestesi spinal itu biasanya dia
bedrest 1x24 jam dan kalo pasien bius umum dan jenis penyakitnya tidak
terlalu berat kita hanya menganjurkan bisa mobilisasi secara dini dalam
arti pasien boleh mobilisasi dini yaitu mika miki dan bila pasien tidak
pusing pasien boleh duduk.”
“tapi kalo pasien itu dari OK cyto yang tidak terencana biasanya kita
setelah pasien sampe ruangan juga akan dikasih tahu ‘ibu akan bedrest
dalam 1x24 jam setelah itu ibu boleh gerak’ tapi kita juga dikasih tau
kenapa pasien itu tidak boleh gerak dalam waktu 1x24 jam pertama
karena dia biusnya spinal gitu tapi kalo pasiennya dibius umum biasanya
sih boleh mobilisasi sedini mungkin sesuai keadaan umum pasiennya.”
Komplikasi apa saja yang mungkin timbul pada pasien pasca operasi appendectomy

akibat tidak melakukan mobilisasi dini?

“sebenernya kalo komplikasi itu, ininya sih ga ada cuma akan


berpengaruh pada hasil apa yang kita harapkan, misalnya pasien itu
apalagi yang laparatomy (app dengan perforasi terus dilakukan
laparatomy) dia tidak mobilisasi biasanya luka operasinya itu akan jelek
dalam arti ada infeksi luka operasi, kalo kita menganjurkan untuk
mobilisasi biasanya dalam 1 atau 2 x 24 jam kita akan ganti balut kita liat
ada rembesan atau tidak, kalo dia luka operasinya jelek kita harapkan
dengan mobilisasi permukaan luka operasinya akan kelihatan adakah
rembesan atau tidak, itu yang perlu kita evaluasi kenapa sih perlu
mobilisasi dini.”
Komplikasi apa yang sering/paling banyak terjadi di ruangan ini akibat tidak

melakukan mobilisasi dini pada pasien pasca operasi appendectomy?

“sebenernya komplikasi yang berat tidak ada ya untuk mobilisasi dini,


cuma kita bisa membandingkan pasien yang diem-diem yang ga
mobilisasi dengan pasien yang cepet melakukan mobilisasi akan terlihat
dari mukanya ‘oh, yang ini udah enakan, yang ini masih kesakitan aja
karena dia males mobilisasi’.”
Berapa lama rata-rata hari rawat pasien pasca operasi appendectomy?

“kalo untuk app murni 2-3 hari, kecuali pasien app dengan perforasi yang
dilakukan laparatomy biasanya minimal 5 hari baru boleh pulang.”
Mobilisasi dini seperti apa yang dianjurkan untuk pasien pasca operasi appendectomy?

“saya rasa untuk pasien app tidak ada masalah dengan mobilisasi,
asalkan orangnya kuat dia sudah boleh gerak, artiannya dalam waktu 24
jam pertama biasanya pasien apalagi yang spinal paling boleh mika-miki
dulu, setelah pasiennya kuat boleh duduk.”
Apa yang dilakukan perawat untuk membantu pasien melakukan mobilisasi dini?

“biasanya kita mengatur posisi tempat tidurnya, di sisni kan kita udah
ada yang elektrik ataupun manual jadi kita mengatur posisi kepala dari
yang 30º, 45º sampai 60º. Selain itu perawat juga akan memberitahu
tentang mobilisasi artiannya jika pasien itu tidak tahu kan biasanya
karena pasien itu tidak tahu makanya dia akan diam saja trus kalo dia
tidak tahu trus ga dikasih tahu sama perawatnya dia akan berpengaruh
sama hasil operasinya.”
Apakah perawat membantu pasien untuk melakukan mobilisasi dini?

“ya, pasti dibantu.”


Tindakan apa yang dilakukan perawat jika ada pasien yang tidak melakukan mobilisasi

dini?

“kita kasih pengertian mobilisasi itu gunanya untuk apa. Nah, dari situ
biasanya pasien akan mengerti kalo memang pasien itu misalkan
operasinya berat misalnya lukanya jelek itu akan mempengaruhi proses
penyembuahannya juga artinya kalo pasien tidak mau mobilisasi apa
yang dioperasi itu kita tidak akan tahu. ‘Oh, ini pasien ini belum
mobilisasi jadi apa yang di dalam setelah operasi itu tidak keluar’,
misalnya kalo pasien tidak mobilisasi pusnya tidak akan keluar trus yang
lainnya juga tidak akan ketahuan, dia sudah bisa duduk atau belum trus
apa yang dirasakan pasien juga tidak ketahuan.”
Apa yang menyebabkan pasien tidak melakukan mobilisasi dini?

“kebanyakan pasien yang tidak melakukan mobilisasi dini itu istilahnya


ada yang kurang paham atau masih awamlah apalagi banyak keluarga
pasiennya kata si A ga boleh bergerak, kata si B jangan bergerak karena
operasi ini nih jadi biasanya sih karena pengaruh dari luar kalo dari kita
pasti akan dijelaskan pasien ini boleh bergerak kapan dalam artian kita
akan menganjurkan pasien itu boleh bergerak sedini mungkin yang sudah
ditentukan yaitu 24 jam pertama untuk spinal boleh bergerak biasanya
pasien ga mau bergerak karena pengaruh orang lain, katanya kalo abis
operasi ga boleh bergerak takut jahitannya jebol lah, apalah gitu.”
Apa yang menyebabkan pasien merasa takut untuk melakukan mobilisasi dini?

“ya seperti yang sudah saya jelaskan tadi, pasien biasanya takut untuk
bergerak karena ada pengaruh dari orang lain, katanya kalo abis operasi
ga boleh gerak takut jebol jahitannya.”
Apa yang perawat lakukan untuk menenangkan pasien tersebut?

“kita bisa membandingkan satu pasien dengan pasien yang lain biasanya
kalo pasien dikasih contoh real akan cepat paham misalkan ada pasien
baru trus yang sebelahnya pasien sesudah operasi. Nah, kita bandingkan,
‘Bu, liat yang sebelahnya aja ga papa, dengan gerak ibu akan lebih enak
ntarnya jadi ‘ketahuan ada keluhan atau tidak.’ Jadi kita akan
membandingkan dengan pasien sebelahnya apalagi kalo jenis operasinya
sama itu akan lebih gampang istilahnya akan cepat mengerti dan akan
melakukan apa yang kita instruksikan.”
Kapan pasien pasca bedah appendectomy diperbolehkan untuk mulai melakukan

mobilisasi dini?

“sebenarnya dalam waktu 6-8 jam sudah bisa mobilisasi karena pengaruh
obat biusnya kata anestesi, dari anestesi itu minimal 6-8 jam sudah boleh
mobilisasi dalam arti mika-miki itu udah boleh apalagi kalo ada pasien
yang manja biasanya dia akan lebih susah makanya kita kasih tenggang
waktu dalam 1x24 jam itu dia istilahnya bolehlah kalo nekuk-nekuk kaki,
mika-miki itu maksimal 24 jam tapi kalo pasiennya kadang kan ada pasien
yang istilahnya gagah gitu belum apa-apa mau gerak, udah duduk kita
harus kasih tahu juga bahay kalo dengan spinal cepat-cepat duduk dia
akan mempengaruhi dengan pusing dan rembesan dari liquor yang ada di
dalam.”
Lampiran 8 : Matriks mengenai Pengetahuan

Kelompok Informan Pertanyaan : bagaimana pengetahuan informan tentang....


Pendukung (Petugas
Kesehatan) Pengertian Tujuan Mobilisasi Dini Tahap-Tahap Manfaat Mobilisasi Dini
Mobilisasi Dini Mobilisasi Dini

1. Perawat Tindakan yang 1. Memperlancar 1. 24 jam post op 1. Luka akan cepat


Ruangan diberikan pada sirkulasi dalam miring kanan sembuh
pasien post op, tubuh miring kiri
mulai dari mika 2. Sirkulasi lancar
miki, duduk, 2. Suplai nutrisi ke 2. Bila tidak
luka baik pusing duduk 3. Mengurangi rasa
duduk dengan kaki mual
menjuntai, berdiri 3. Luka dapat pulih 3. Hari kedua
di samping TT, dengan normal berdiri di sisi 4. Mengurangi
berjalan, untuk TT kembung
mempercepat
4. Berjalan 5. Peristaltik usus
penyembuhan luka,
cepat kembali
pulang tanpa efek
samping

2. Dokter Aktivitas yang 1. Mempertahankan 1. Miring kiri 1. Memperlancar


dijalani oleh pasien sirkulasi darah miring kanan sirkulasi darah
post op, dilakukan atau duduk
secara bertahap, 2. Luka operasi dapat pada hari 2. Luka operasi dapat
melakukan cepat sembuh pertama suplai yang cukup
pergerakan di atas 3. Mengembalikan 3. Luka operasi cepat
TT, duduk, besok 2. Hari kedua
kondisi pasien boleh berjalan sembuh
berjalan jika tidak seperti sebelum sakit
pusing, dilakukan 4. Mengembalikan
12-24 jam pertama kondisi seperti
(pasien dengan sebelum sakit
anestesi spinal), 6-
8 jam pertama 5. Mengurangi
(pasien dengan distensi abdomen
anestesi umum) 6. Menstimulasi usus
yang paralitik

7. Memunculkan
peristaltik usus

Lampiran 8 : Pengetahuan Informan Kunci mengenai Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Kunci Pertanyaan : Bagaimana Pengetahuan Informan mengenai...

Pengertian Mobilisasi Dini Tujuan Mobilisasi Dini Manfaat Mobilisasi Dini

Ny. I Tidak tahu Biar cepat sembuh Tidak tahu

Tn. R Kurang tahu Biar cepat sembuh, bisa cepat Tidak tahu juga, mungkin biar
pulang kaki tidak kaku, cepat sembuh,
bisa cepat pulang

Tn. T Tidak tahu Biar cepat sembuh. Bisa cepat Aliran darah lancar, tidak pegal
pulang

Ny. W Tidak mengerti Biar cepat sembuh, bisa cepat Kondisi pulih, bisa buang gas,
pulang BAK lancar
Lampiran 8 : Pengetahuan Informan Pendukung (Keluarga Pasien) Menegenai Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : Bagaimana Pengetahuan Informan mengenai...


Pendukung (Keluarga
Pasien) Pengertian Mobilisasi Dini Tujuan Mobilisasi Dini Manfaat Mobilisasi Dini

Nn. S Pengalaman pertama, tidak Melancarkan peredaran darah, Biar darah tidak beku,
tahu biar darah tidak beku melancarkan peredaran darah

An. H Tidak tahu Cepat pulang Badan tidak kaku

Tn. I Bingung, tidak tahu Badan tidak kaku Badan tidak kaku

Tn. J Kurang tahu Tidak tahu Badan tidak kaku


Lampiran 8 : Matriks : Pengetahuan Informan tentang Tahap-Tahap Mobilisasi Dini

Kelompok Menurut Bapak/Ibu, gerakan apa yang boleh dilakukan....


Informan Kunci
Gerakan Pertama Pada Hari Kedua Pada Hari Ketiga
Setelah Menjalani Setelah Operasi Setelah Operasi
Operasi

Ny. I Tidak tahu Duduk, jalan Tidak tahu

Tn. R Tidak tahu, mungkin Duduk Duduk, jalan


gerak-gerakin kaki
sama miring-miring

Tn. T Miring kanan miring Jalan Jalan-jalan


kiri, duduk

Ny. W Gerakin kaki, miring Jalan-jalan Jalan-jalan ke kamar


kanan miring kiri mandi dan sekitar
kamar

Kelompok Informan Menurut Bapak/Ibu, kapan boleh bergerak...


Kunci
Kapan diperbolehkan Bergerak Kapan diperbolehkan
Setelah Operasi untuk Berjalan

Ny. I Hari ini (hari pertama post op) Nanti siang (hari pertama
post op)

Tn. R Hari ini (hari pertama post op) Besok (hari kedua post op)

Tn. T Pagi ini (hari pertama post op) Besok (hari kedua post op)

Ny. W Hari ini (hari pertama post op) Hari ini (hari pertama post
op)
Lampiran 8 : Pengetahuan Informan Pendukung (Petugas Kesehatan) mengenai Tahap-Tahap
Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Kapan Sebaiknya Pasien Post Appendectomy Mulai untuk


Pendukung (perawat Melakukan Mobilisasi Dini
dan dokter)

Perawat Ruangan 24 jam setelah operasi untuk pasien dengan anestesi spinal, 12 jam
setelah operasi untuk pasien dengan anestesi umum

Dokter Segera setelah pasien sadar atau 6-8 jam setelah operasi untuk pasien
dengan anestesi umum, 12-24 jam setelah operasi untuk pasien
dengan anestesi spinal
Lampiran 8 : Pengetahuan Informan

Kelompok Informan Pertanyaan : bagaimana pengetahuan informan tentang....

Pengertian Mobilisasi Tujuan Mobilisasi Dini Tahap-Tahap Manfaat Mobilisasi


Dini Mobilisasi Dini Dini

Umur < 30 tahun Tidak tahu 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama tidak 1. Tidak tahu juga
tahu, mungkin
2. Bisa cepat pulang gerak-gerakin kaki 2. Mungkin biar kaki
sama miring- tidak kaku
miring 3. Cepat sembuh
2. Hari kedua boleh 4. Bisa cepat pulang
duduk
5. Kondisi pulih
3. Hari ketiga boleh
duduk, jalan 6. Bisa buang gas

4. Hari pertama 7. BAK lancar


gerakin kaki sama
miring kanan
miring kiri

5. Hari kedua boleh


jalan

6. Hari ketiga boleh


jalan-jalan ke
kamar mandi di
sekitar kamar
> 30 tahun Tidak tahu 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama tidak 1. Tidak tahu
tahu
2. Bisa cepat pulang 2. Aliran darah lancar
2. Hari kedua boleh
duduk, jalan 3. Tidak pegal

3. Hari ketiga tidak


tahu

4. Hari pertama
miring kanan
miring kiri

5. Hari kedua boleh


jalan

6. Hari ketiga boleh


jalan-jalan

Jenis Perempuan Tidak tahu dan tidak 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama tidak 1. Tidak tahu
Kelamin mengerti tahu
2. Bisa cepat pulang 2. Kondisi pulih
2. Hari kedua boleh
duduk, jalan 3. Bisa buang gas

3. Hari ketiga tidak 4. BAK lancar


tahu

4. Hari pertama
gerakin kaki sama
miring kanan
miring kiri

5. Hari kedua boleh


jalan

6. Hari ketiga boleh


jalan-jalan ke
kamar mandi di
sekitar kamar

Laki-Laki Kurang tahu dan tidak 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama tidak 1. Tidak tahu juga
tahu tahu, mungkin
2. Bisa cepat pulang gerak-gerakin kaki 2. Mungkin biar kaki
sama miring- tidak kaku
miring 3. Cepat sembuh
2. Hari kedua boleh 4. Bisa cepat pulang
duduk
5. Aliran darah lancar
3. Hari ketiga boleh
duduk, jalan 6. Tidak pegal

4. Hari pertama
miring kanan
miring kiri

5. Hari kedua boleh


jalan

6. Hari ketiga boleh


jalan-jalan

Pekerjaan Buruh (IRT, Tidak tahu dan kurang 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama tidak 1. Tidak tahu
Pedagang, tahu tahu
Sopir) 2. Bisa cepat pulang 2. Mungkin biar kaki
2. Hari kedua boleh
duduk, jalan tidak kaku

3. Hari ketiga tidak 3. Cepat sembuh


tahu
4. Bisa cepat pulang
4. Hari pertama tidak
tahu, mungkin 5. Aliran darah lancar
gerak-gerakin kaki 6. Tidak pegal
sama miring-
miring

5. Hari kedua boleh


duduk

6. Hari ketiga boleh


duduk, jalan

7. Hari pertama
miring kanan
miring kiri

8. Hari kedua boleh


jalan

9. Hari ketiga boleh


jalan-jalan

Karyawan Tidak mengerti 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama 1. Kondisi pulih
gerakin kaki sama
2. Bisa cepat pulang miring kanan 2. Bisa buang gas
miring kiri 3. BAK lancar
2. Hari kedua boleh
jalan
3. Hari ketiga boleh
jalan-jalan ke
kamar mandi di
sekitar kamar

Pendidikan SD Tidak tahu dan kurang 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama tidak 1. Tidak tahu
tahu tahu
2. Bisa cepat pulang 2. Mungkin biar kaki
2. Hari kedua boleh tidak kaku
duduk, jalan
3. Cepat sembuh
3. Hari ketiga tidak
tahu 4. Bisa cepat pulang

4. Hari pertama tidak 5. Aliran darah lancar


tahu, mungkin 6. Tidak pegal
gerak-gerakin kaki
sama miring-
miring

5. Hari kedua boleh


duduk

6. Hari ketiga boleh


duduk, jalan

7. Hari pertama
miring kanan
miring kiri

8. Hari kedua boleh


jalan

9. Hari ketiga boleh


jalan-jalan

SMA Tidak mengerti 1. Biar cepat sembuh 1. Hari pertama 1. Kondisi pulih
gerakin kaki sama
2. Bisa cepat pulang miring kanan 2. Bisa buang gas
miring kiri 3. BAK lancar
2. Hari kedua boleh
jalan

3. Hari ketiga boleh


jalan-jalan ke
kamar mandi di
sekitar kamar

Perguruan Tindakan yang diberikan 1. Memperlancar 1. 24 jam post op 1. Luka akan cepat
Tinggi pada pasien post op, sirkulasi dalam tubuh miring kanan sembuh
(Perawat dan mulai dari mika miki, miring kiri
Dokter) duduk, duduk dengan 2. Suplai nutrisi ke luka 2. Sirkulasi lancar
kaki menjuntai, berdiri baik 2. Bila tidak pusing
duduk 3. Mengurangi rasa
di samping TT, berjalan, 3. Luka dapat pulih mual
untuk mempercepat dengan normal 3. Hari kedua berdiri
penyembuhan luka, di sisi TT 4. Mengurangi
pulang tanpa efek 4. Mempertahankan kembung
samping sirkulasi darah 4. Berjalan
5. Peristaltik usus
Aktivitas yang dijalani 5. Luka operasi dapat 5. Miring kiri miring cepat kembali
oleh pasien post op, cepat sembuh kanan atau duduk
dilakukan secara pada hari pertama 6. Memperlancar
6. Mengembalikan sirkulasi darah
bertahap, melakukan
kondisi pasien seperti 6. Hari kedua boleh
pergerakan di atas TT, 7. Luka operasi dapat
sebelum sakit berjalan
duduk, besok berjalan suplai yang cukup
jika tidak pusing,
dilakukan 12-24 jam 8. Luka operasi cepat
pertama (pasien dengan sembuh
anestesi spinal), 6-8 jam
pertama (pasien dengan 9. Mengembalikan
anestesi umum) kondisi seperti
sebelum sakit

10. Mengurangi
distensi abdomen

11. Menstimulasi usus


yang paralitik

12. Memunculkan
peristaltik usus
Lampiran 8 : Matriks Pengetahuan : Pemberian Informasi Sebelum Operasi/Sebelumnya Pernah
Mendapatkan Informasi

Kelompok Informan Pertanyaan : Apakah Sebelum Operasi diberikan Informasi


Kunci Mengenai Mobilisasi Dini

Ny. I Tidak pernah

Tn. R Tidak pernah dapat informasi

Tn. T Tidak diberi tahu sebelum operasi

Ny. W Tidak pernah dapat informasi

Perawat Ruangan Jarang diberikan informasi sebelum operasi

Kelompok Informan Pertanyaan : Apakah Pernah Mendapat Info mengenai


Pendukung Mobilisasi Dini,

Dapat dari Siapa, Info tentang Apa

Nn. S Pernah, dari teman dan mading, melakukan pergerakan biar darah
tidak beku dan melancarkan peredaran darah

An. H Tidak pernah

Tn. I Belum pernah

Tn. J Belum pernah


Lampiran 8 : Matriks Pengetahuan : Pengetahuan mengenai Pentingnya Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : Menurut Bapak/Ibu, Pentingkah/Perlukah


Kunci Mobilisasi Dini dilakukan, Mengapa...

Ny. I Belum tahu

Tn. R Tidak tahu

Tn. T Perlu, agar badan tidak kaku

Ny. W Tidak tahu

Kelompok Informan Pertanyaan : Menurut Bapak/Ibu, Pentingkah/Perlukah


Pendukung Mobilisasi Dini dilakukan, Mengapa...
(Keluarga Pasien)

Nn. S Penting, untuk melancarkan peredaran darah, agar darah tidak beku

An. H Penting, agar cepat sembuh

Tn. I Penting, agar badan tidak kaku, agar cepat sembuh

Tn. J Kurang tahu, penting nggak penting, jika banyak gerak ada
perubahan pada jahitan (jahitan lepas)

Kelompok Informan Pertanyaan : Menurut Bapak/Ibu, Pentingkah/Perlukah


Pendukung (Petugas Mobilisasi Dini dilakukan, Mengapa...
Kesehatan)

Perawat Ruangan Perlu, luka operasi cepat sembuh, agar sirkulasi darahnya lancar

Dokter Perlu, dapat mengembalikan kondisi pasien ke dalam keadaan yang


lebih baik
Lampiran 9 : Matriks mengenai Perilaku Informan : Perasaan saat Melakukan Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : Bagaimana Perasaan saat Mobilisasi Dini...


Kunci
Yang dirasakan saat Adakah Rasa Takut, Perasaan saat Adakah Rasa Nyeri, Merasa
Pertama Kali Mobilisasi Jika Ya Mengapa Mobilisasi Dini Apa yang dilakukan Senangkah, Apa
Dini Takut, dan Jika yang Membuat
Tidak Alasan senang
Melakukan
Mobilisasi Dini

Ny. I Takut Ya, takut luka operasi Agak takut dan Ya, sedikit..berhenti Ya..agar cepat
tidak sembuh dan ngeri bergerak, istirahat sembuh, boleh
jahitan lepas menunggu nyeri pulang
hilang

Tn. R Sakit/Nyeri di perut Tidak, ingin cepat Senang, merasa Ya..tiduran Ya..agar cepat
sembuh sakit pada luka sembuh, cepat
operasi, nyeri pulang, bisa kerja
lagi

Tn. T Kaku pada kaki, senang Ya, takut jahitan robek Agak kaku dan Ya...berhenti dulu, Ya..tidak nyeri
takut cepat-cepat duduk, lagi, kaki tidak
tiduran kaku dan pegal

Ny. W Merasa sehat Ya, ditakuti teman Merasa enakan, Ya..menahan sambil Ya..sudah merasa
nanti luka jahitan nyaman bergerak perlahan, pulih, merasa
robek pegangan, dan enakan
mencari posisi enak
Kelompok Informan Pertanyaan : Bagaimana Perasaan saat Mobilisasi Dini...
Pendukung (Keluarga
Informan) Yang dirasakan saat Adakah Rasa Perasaan saat Adakah Rasa Merasa
Pertama Kali Takut, Mengapa Mobilisasi Dini Nyeri, Apa yang Senangkah, Apa
Mobilisasi Dini Takut, dan Alasan dilakukan yang Membuat
Melakukan Keluarga senang
Mobilisasi Dini

Nn. S Mual Ya..takut jahitannya Ngeri dan takut Ya..menasehati Ya...sudah


robek untuk istirahat dioperasi dan
bisa cepat
sembuh

An. H Nyeri Tidak..ingin cepat Nyeri Ya..melihat saja Ya...badan tidak


sembuh dan membiarkan kaku

Tn. I Agak takut Ya..takut sakit pada Agak takut Ya...mengelus- Ya...badan tidak
jahitan, dada sesak elus, memijat kaku dan pegal,
kaki, menasehati merasa baikan
untuk sabar

Tn. J Senang Tidak..ingin Tidak takut, Ya..membantu Ya...merasa


kondisinya membaik senang, kadang memegangi, enakan, sembuh,
merasa lemas mengipasi, tidak kaku lagi
menasehati untuk
kuat, sabar, dan
menahan nyeri
Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Perasaan Informan saat Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : bagaimana perasaan saat mobilisasi dini.....

Yang dirasakan Adakah Rasa Perasaan saat Adakah Rasa Merasa


saat Pertama Kali Takut, Jika Ya Mobilisasi Dini Nyeri, Apa yang Senangkah, Apa
Mobilisasi Dini Mengapa Takut, dilakukan yang Membuat
dan Jika Tidak senang
Alasan
Melakukan
Mobilisasi Dini

Umur < 30 tahun 1. Sakit/nyeri di 1. Tidak, ingin 1. Senang 1. Ya..tiduran 1. Ya, agar cepat
perut cepat sembuh sembuh, cepat
2. Merasa sakit 2. Ya, menahan pulang, bisa
2. Merasa sehat 2. Ya, ditakuti pada luka sambil kerja lagi
teman nanti luka operasi bergerak
jahitan robek perlahan, 2. Ya, sudah
3. Nyeri pegangan, dan merasa pulih,
4. Merasa enakan mencari posisi merasa enakan
enak
5. Nyaman

> 30 tahun 1. Takut 1. Ya, takut luka 1. Agak takut 1. Ya, 1. Ya, agar cepat
operasi tidak sedikit..berhenti sembuh, boleh
2. Kaku pada kaki sembuh dan 2. Ngeri bergerak, pulang
dan senang jahitan lepas istirahat
3. Agak kaku 2. Ya, tidak nyeri
menunggu
2. Ya, takut jahitan 4. Takut nyeri hilang lagi, kaki tidak
robek kaku dan pegal
2. Ya, berhenti
dulu, cepat-
cepat duduk,
tiduran

Jenis Perempuan 1. Takut 1. Ya, takut luka 1. Agak takut 1. Ya, 1. Ya, agar cepat
Kelamin operasi tidak sedikit..berhenti sembuh, boleh
2. Merasa sehat sembuh dan 2. Ngeri bergerak, pulang
jahitan lepas 3. Merasa enakan istirahat
menunggu 2. Ya, sudah
2. Ya, ditakuti 4. Nyaman nyeri hilang merasa pulih,
teman nanti luka merasa enakan
jahitan robek 2. Ya, menahan
sambil bergerak
perlahan,
pegangan, dan
mencari posisi
enak

Laki-Laki 1. Sakit/nyeri di 1. Tidak, ingin 1. Senang 1. Ya..tiduran 1. Ya, agar cepat


perut cepat sembuh sembuh, cepat
2. Merasa sakit 2. Ya, berhenti pulang, bisa
2. Kaku pada kaki 2. Ya, takut jahitan pada luka dulu, cepat- kerja lagi
dan senang robek operasi cepat duduk,
tiduran 2. Ya, tidak nyeri
3. Nyeri lagi, kaki tidak
4. Agak kaku kaku dan pegal

5. Takut

Pekerjaan Buruh (IRT, 1. Takut 1. Ya, takut luka 1. Agak takut 1. Ya, 1. Ya, agar cepat
Pedagang, operasi tidak sedikit..berhent sembuh, boleh
Sopir) 2. Kaku pada kaki sembuh dan 2. Ngeri i bergerak, pulang
3. Sakit/nyeri di jahitan lepas 3. Senang istirahat
menunggu 2. Ya, agar cepat
perut 2. Tidak, ingin 4. Merasa sembuh, cepat
sakit
cepat sembuh pada luka nyeri hilang pulang, bisa
operasi kerja lagi
3. Ya, takut jahitan 2. Ya..tiduran
robek 5. Nyeri 3. Ya, tidak nyeri
3. Ya, berhenti lagi, kaki tidak
6. Agak kaku dulu, cepat- kaku dan pegal
cepat duduk,
7. Takut tiduran

Karyawan 1. Merasa sehat 1. Ya, ditakuti 1. Merasa enakan 1. Ya, menahan 1. Ya, sudah
teman nanti luka sambil bergerak merasa pulih,
jahitan robek 2. Nyaman perlahan, merasa enakan
pegangan, dan
mencari posisi
enak

Pendidikan SD 1. Takut 1. Ya, takut luka 1. Agak takut 1. Ya, 1. Ya, agar cepat
operasi tidak sedikit..berhenti sembuh, boleh
2. Kaku pada kaki sembuh dan 2. Ngeri bergerak, pulang
3. Sakit/nyeri di jahitan lepas 3. Senang istirahat
menunggu 2. Ya, agar cepat
perut 2. Tidak, ingin 4. Merasa sakit sembuh, cepat
nyeri hilang
cepat sembuh pada luka pulang, bisa
operasi 2. Ya..tiduran kerja lagi
3. Ya, takut jahitan
robek 5. Nyeri 3. Ya, berhenti 3. Ya, tidak nyeri
dulu, cepat- lagi, kaki tidak
6. Agak kaku cepat duduk, kaku dan pegal
tiduran
7. Takut
SMA 1. Merasa sehat 1. Ya, ditakuti 1. Merasa enakan 1. Ya, menahan 1. Ya, sudah
teman nanti luka sambil bergerak merasa pulih,
jahitan robek 2. Nyaman perlahan, merasa enakan
pegangan, dan
mencari posisi
enak
Lampiran : Matriks mengenai Perilaku Informan : Dukungan Keluarga

Kelompok Pertanyaan : Siapa yang Menemani/Membantu saat Mobilisasi Dini.......


Informan Kunci
Adakah Keluarga yang Bagaimana Cara Adakah Perawat yang Apa yang dilakukan
Menemani/Membantu Mobilisasi Dini Jika Menemabi/Membantu Jika Perawat tidak
Mobilisasi Dini, Siapa tidak ditemani/dibantu Mobilisasi Dini Menemani/Membantu
Mobilisasi Dini

Ny. I Ya ada..anak dan kakak Gerakin kepala saja Tidak ada Minta bantuan anak atau
(menggeser kepala) kakak untuk bergerak

Tn. R Ya..adik dan bapak Tiduran, miring-miring Tidak ada Bergerak sendiri saja

Tn. T Ya..keponakan dan istri Tiduran, miring-miring Tidak ada Istirahat, tiduran, makan,
di tempat tidur miring-miring

Ny. W Ya..suami, kadang Berani untuk bergerak Tidak ada Jalan sendiri kalau mau
sendiri/tidak dibantu untuk sendiri ke kamar mandi, istirahat,
bergerak tidur
Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Dukungan Keluarga

Kelompok Informan Pertanyaan : Apa yang Keluarga Lakukan Jika...


Pendukung
(Keluarga Pasien) Pasien Tidak Mau Pasien Merasa Nyeri
Mobilisasi Dini

Nn. S Tidak memaksa, membiarkan Menasehati untuk istirahat

An. H Membiarkan Melihat saja dan membiarkan

Tn. I Tidak memaksa, membiarkan Mengelus-elus, memijat kaki,


menasehati untuk sabar

Tn. J Membiarkan, mengipasi Membantu memegangi,


mengipasi, menasehati untuk
kuat, sabar, dan menahan
nyeri

Kelompok Informan Pertanyaan : Dukungan


Pendukung Seperti Apa yang
(Keluarga Pasien) Diberikan......

Nn. S Mengingatkan untuk makan,


berdoa, tidak memaksa untuk
bergerak

An. H Berdoa dan memberikan


semangat

Tn. I Berdoa

Tn. J Beri dukungan, mensupport,


berdoa
Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Hambatan yang Dialami

Kelompok Informan Pertanyaan : Hambatan Apa yang Dialami, Jika


Kunci ada apa yang dilakukan, apa tetap mobilisasi
dini

Ny. I Takut dan ngeri..tiduran saja..bergeraknya jika


sudah tidak takut

Tn. R Susah digerakin..sakit pada luka..tetap maksain buat


gerakin

Tn. T Nyeri/takut..tetap gerakin kaki atau miring-miring

Ny. W Nyeri..pegangan dulu, tahan lalu bergerak perlahan


Lampiran : Matriks mengenai Perilaku : Frekuensi Melakukan Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : Kapan dan Berapa Sering Informan...


Kunci
Kapan Pertama Kali Berapa Jam Setelah Berapa Sering Mika
Mobilisasi Dini Operasi Berani Miki
Mobilisasi Dini

Ny. I Jam 9 atau ½ 10 pagi ± 10 jam 3x

Tn. R Jam 8 pagi ± 11 jam  2x

Tn. T Sekitar jam 10 pagi ± 12 jam  Sering, tidak terhitung

Ny. W Sekitar jam 10 pagi ± 12 jam  Sering

Matriks : Komplikasi atau Dampak yang Mungkin Muncul Akibat Tidak Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : apa akibat jika pasien tidak melakukan mobilisasi dini...
Pendukung
Komplikasi yang mungkin Komplikasi yang sering Dampak/efek samping
terjadi.. terjadi di ruangan.. yang terjadi...

Perawat Ruangan Tidak ada, mungkin infeksi Tidak ada Luka operasi susah
luka operasi di rumah sembuh, sirkulasi tidak
lancar

Dokter Jarang/tidak ada -  Sirkulasi darah kurang


lancar
Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Waktu bagi Informan Kunci Mulai Mobilisasi Dini

Kelompok Pertanyaan : Kapan Mulai Berjalan dan Berapa jam Post Op


Informan mulai Mobilisasi Dini
Pendukung
(Keluarga Pasien) Kapan Pasien Mulai Berani untuk Berapa jam Post Op
Berjalan pasien Mulai
Mobilisasi Dini

Nn. S Belum berani sampai hari kedua post op ± 11 jam

An. H Hari kedua post op ± 11 jam 

Tn. I Hari kedua post op ± 12 jam  

Tn. J Hari pertama post op ± 12 jam 

Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Sosio Budaya (makanan yang dilarang)

Kelompok Informan Pertanyaan : Adakah makanan yang dilarang untuk dikonsumsi


Pendukung pasien post op, makanan apa, mengapa...

Nn. S Ya ada..ikan bandeng dan udang (makanan amis)..karena bisa


menyebabkan gatal pada luka operasi kemudian digaruk dan luka tidak
sembuh/sakit lagi

An. H Ya ada..makan pedas..takut ususnya kambuh sakit lagi

Tn. I Tidak ada

Tn. J Ada..makanan amis dan asam..takut lukanya gatal dan tidak kering

Perawat Ruangan Tidak ada

Dokter Tidak ada


Matriks : Dukungan Perawat

Kelompok Informan Pertanyaan : apa yang perawat lakukan...


Pendukung
Untuk membantu pasien Jika pasien tidak Untuk menenangkan
mobilisasi dini melakukan mobilisasi pasien yang takut
dini mobilisasi dini

Perawat Ruangan Memberikan pendidikan Memberikan pendidikan Memberikan informasi


kesehatan kesehatan tentang mobilisasi dini,
mengejarkan teknik
relaksasi

Matriks : Penyebab Pasien tidak Melakukan Mobilisasi Dini

Kelompok Pertanyaan : Apa yang menyebabkan...


Informan
Pendukung Pasien tidak melakukan mobilisasi dini Pasien takut untuk melakukan
mobilisasi dini

Perawat Ruangan Takut, tidak paham/tidak tahu tentang Tidak mengerti manfaat/tujuan mobilisasi
mobilisasi dini, pengaruh keluarga dini, takut jahitan lepas, kurang motivasi
dari perawat dalam pemberian informasi
Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Perilaku Informan Mengenai Usaha yang dilakukan untuk Mempercepat
Penyembuhan Luka

Kelompok Informan Pertanyaan : Usaha yang dilakukan untuk


Kunci Penyembuhan Luka

Ny. I Ikuti apa kata dokter

Tn. R Ikuti aturan dokter

Tn. T Ikuti apa petunjuk dokter

Ny. W Ikuti instruksi dokter

Lampiran 9 : Matriks Perilaku : Motivasi Melakukan Mobilisasi Dini

Kelompok Informan Pertanyaan : Apa Motivasi Melakukan


Kunci Mobilisasi Dini...

Ny. I Agar cepat sembuh, agar cepat pulang

Tn. R Agar cepat sembuh, agar cepat pulang, bisa kerja


lagi

Tn. T Agar cepat sembuh, cepat pulang, bisa dagang lagi

Ny. W Agar cepat pulang, ingin istirahat di rumah, ingin


sembuh
Matriks : Lama Hari Rawat

Kelompok Informan Pertanyaan : berapa lama


Pendukung rata-rata hari rawat...

Perawat Ruangan 2-3 hari

Dokter 2-3 hari atau tergantung


kondisi pasien

Matriks : Mobilisasi Dini yang dapat dilakukan oleh pasien post operasi appendectomy

Kelompok Informan Pertanyaan : Mobilisasi dini seperti apa yang boleh dilakukan
Pendukung oleh pasien post op appendectomy...

Perawat Ruangan 24 jam post op miring kanan miring kiri di tempat tidur (bila tidak
pusing), duduk, besok boleh berdiri di sisi tempat tidur dan boleh
berjalan

Dokter Melakukan mobilisasi secara bertahap, miring kanan miring kiri atau
duduk pada hari pertama post op, besoknya berjalan

Matriks : pasien yang boleh melakukan mobilisasi dini

Kelompok Informan Pertanyaan : pasien seperti apa yang boleh melakukan


Pendukung mobilisasi dini

Perawat Ruangan Jika pasien itu sudah tidak merasa pusing, tidak ada keluhan

Dokter Semua pasien yang baru operasi, merasa enakan, jika sudah tidak
pusing
Matriks : Diet untuk Pasien Post Operasi

Kelompok Informan Pertanyaan : apakah ada diet khusus, diet seperti apa,
Pendukung mengapa..

Perawat Ruangan Tidak ada, makan secara bertahap mulai makan lunak dulu (bubur)
kemudian makan seperti biasa, minum secara bertahap (pertama 3
sendok makan) kemudian ½ cc per jam (jika tidak ada keluhan baru
dan tidak kembung)

Dokter Tidak ada, makanan tinggi protein seperti ikan dan telur

Matriks : Perbedaan Mobilisasi Dini anatara Pasien Post Op Appendectomy dengan Pasien Post Op
Lainnya

Kelompok Informan Pertanyaan : adakah perbedaan mobilisasi dini pada pasien post
Pendukung op app dengan post op lainnya...

Dokter Tidak ada, dilihat dari jenis anestesinya...

Anda mungkin juga menyukai