BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Silvia Sukirman Jalan raya atau jalur lalu lintas (tranvelled way
= carriage way) adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukan
untuk lalu lintas kenderaan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane)
kenderaan. Lajur kenderaan yaitu bagian dari jalur lalu lintas yang khusus diperun
tukan untuk dilewati oleh suatu rangkaian kenderaan beroda empat atau lebih
dalam satu arah . jadi jumlah jalur minimal untuk jalan 2 arah dan pada umumnya
disebut sebagai jalan 2 lajur 2 arah. Jalur lalu lintas untuk satu arah minimal
terdiri dari 1 lajur lalu lintas.
Dimana :
D 1,2 = Jarak antara titik 1 dan titik 2 (m )
X1, Y1 = Koordinat dari titik 1 (m)
X2, Y2 = Koordinat dari titik 2 (m)
Lengkung Full Circle terdiri dari bagian lingkaran tanpa adanya peralihan.
Untuk menghitung lengkung Full Circle dipergunakan persamaan sebagai berikut
Tc = R . Tg. / 2…………………………………………………………
(2.3)
Ec = Tc . Tg / 4…….……………………………. ………….………....
(2.4)
Lc = ( 2p.R ) / 360………………………………………….……….….
(2.5)
Dimana :
Tc = Jarak antara Tc ke PI dan PI ke Ct ( m )
Rc = Jari- jari rencana (m)
Ec = Jarak PI lengkung peralihan (m)
D = Sudut tangen ( 0 )
Lc = Panjang bagian tikungan (m)
Tabel 2.2 : Batas kecepatan rencana pada lengkung Full Circle (FC)
Kecepatan Rencana Jari-jari lengkung minimum (Rc) m
8
120 2.500
100 1.500
80 900
60 500
50 350
40 250
30 130
20 60
120 600
100 370
90 280
80 210
60 115
50 80
40 50
30 30
20 15
Adapun lengkung Spiral Circle Spiral seperti diperlihatkan pada gambar 2.2
berikut :
Ls.90
qs = ……………………………………………………………….
.R
(2.6)
Dc = D - 2.qs …………………………………………….………………...
(2.7)
c ( 2. .R )
Lc = . …………………………………………………………
360
(2.8)
Kontrol :
Lc > 20 ………………..Ok! S-C-S
Lt = Lc + 2.Ls ……………………………………………………………(2.9)
2
P = Ls R (1 - cos s) ………………………………………………
6.R
(2.10)
Ls3
k = Ls – ( ) - R . sin q s …………………………………….
40 . R 2
(2.11)
Es = ( R + P ) sec D/2 - R………………………………………………(2.12)
Ts = (R + P) tg D/2 + k…………………………………………………(2.13)
Dimana :
Ts = Jarak antara titik Ts ke PI (m)
R = Jari jari titik Ts dan PI (m)
p = Jarak antara tangen dan busur lingkaran (m)
k = Jarak antara Ts dan Cs pada garis lurus (m)
Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Lc = Panjang lengkung circle (m)
D = Sudut perpotongan kedua bagian tangen (°)
Lt = Panjang lengkung circle (m)
Ls = Panjang lengkung spiral (m)
qs = Sudut Spiral (o)
Dc = Sudut busur lingkaran (o)
11
Dimana :
Ts = Jarak antara titik Ts ke PI (m)
R = Jari jari lengkung (m)
Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
D = Sudut perpotongan kedua bagian tangen (o)
L = Panjang lengkung spiral (m)
q = Sudut Spiral (o)
Bentuk dari lengkung Spiral-Spiral ialah seperti diperlihatkan pada gambar 2.3 di
bawah ini
12
Jarak pandang henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk dapat
menghentikan kenderaannya, guna untuk memberikan keamanan pada pengemudi
kendaraan. Jarak pandang henti menurut Silvia Sukirman (1994) terdiri dari dua
elemen yaitu jarak yang ditempuh sesudah pengemudi menginjak rem dan jarak
yang ditempuh sementara pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti,
dihitung dengan menggunakan rumus:
d1 = 0,278 . V . t ………………………………………………..(2.21)
jarak pengereman dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
V2
d2 = ...................................................................…….(2.22)
254. fm
V = Kecepatan (Km/Jam)
t = Waktu reaksi, diambil 2,5 detik dari AASTHO (1990)
fm = Koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah
memanjang
+ = Untuk pendakian
- = Untuk Penurunan
L = Kelandaian jalan
Untuk mendapatkan tingkat pelayanan suatu jalan yang baik dan selalu
tetap sama, baik pada bagian lurus maupun pada bagian tikungan maka perlu
adanya pelebaran perkerasan pada tikungan dan menghindari kemungkinan
kendaraan akan keluar dari jalurnya karena kecepatan yang terlalu tinggi.
Menurut Siulvia Sukirman (1994), besarnya pelebaran perkerasan pada
tikungan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
B = ( Rc 2 64) 1,25 2 64 Rc 2 64 1,25……………….(2.28)
Rc = R- ¼ lebar perkerasan + ½ b…………………………………… .(2.29)
0,105.V
Z = ………………………………………………………….
R
(2.30)
Bt = n (B + C ) + Z……………………………………………………(2.31)
b = Bt – Bn……………………………………………………………
(2.32)
Dimana :
15
2.9 Stationing
Berdasarkan jarak trase jalan dan elemen-elemen lengkungan yang diperoleh,
maka dapat ditentukan stationing. Menurut Silvia Sukirman (1994), stationing
16
landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan dan diberi
tanda negatif untuk penurunan dari kiri.
Kelandaian jalan pada alinyemen vertikal terdiri tas dua bagian, yaitu :
a. Landai minimum, yaitu landai datar atau landai ideal ( 0 % ) dan dalam
perencanaan disarankan menggunakan :
1. Landai datar untuk jalan–jalan diatas tanah timbunan yang tidak
mempunyai kereb.
2. Landai 0,15 % yang dianjurkan untuk jalan-jalan diatas tanah timbunan
dengan medan datar dan mempergunakan kereb.
3. Landai minimu sebesar 0,3 - 0,5 % yang dinjurkan untuk jalan-jalan
didaerah galian atau jalan yang memakai kereb.
b. Landai maksimum, yaitu kelandaian diatas landai datar atau landai ideal dan
mulai memberikan pengaruh kepada gerak kenderaan mobil penumpang
walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan truck yang terbebani
penuh. Panjang maksimum landai yang masih dapat diterima tanpa
mengakibatkan gangguan jalannya arus lalu lintas yang berarti atau biasa
disebut dengan panjang kritis landai, adalah panjang yang mengakibatkan
pengurangan kecepatan maksimum sebesar 25 % Km/Jam. Kelandaian
maksimum dan panjang kritis landai tersebut seperti diperlihatkan pada tabel
2.4 dan 2.5 di bawah ini :
Tabel 2.4 : Kelandaian Maksimum
Kecepatan Rencana
80 60 50 40 30 20
(Km/Jam)
Kelandaian maks standart (%) 4 5 6 7 8 9
Kelandaian maks Mutlak (%) 8 9 10 11 12 13
Sumber : Spesifikasi Standart Untuk Perencanaan Geometrik Jalan Raya luar
kota (Rancangan Akhir) 1990
Tabel 2.5 :Panjang Kritis Untuk Kelandaian-Kelandaian Yang melebihi
Maksimum Standart
ke bagian lengkung vertikal yang diberikan simbol PLV. Titik B merupakan titik
peralihan dari bagian lengkung vertikal ke bagian tangen dan di beri simbol PTV.
Titik PPV dalah titik perpotongan kedua bagiab tangen. Letak titik-titik pada
lengkung vertikal dinyatakan denagn X dan Y terhadap sumbu koordinat yang
melalui titik A.
Menurut Djamal Abdat (1981), untuk menentukan perbedaan aljabar
landai dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut ini :
A = g1 – g2 ...........................................................................……(2.37)
Dimana :
A = Pergeseran aljabar landai (%)
titik tert inggi - titik terendah
g1,2 = Kelandaian jalan = .100%
jarak
2.13 Drainase
20
Dalam merencanakan drainase, data pendukung yang harus ada lain data
curah hujan dan luas daerah yang mempengaruhi pengaliran
terhadap saluran. Hal ini akan berpengaruh terhadap besarnya penampang yang
harus di dimensi, dimana penampang ini harus ekonomis dan juga harus mampu
menampung air secara baik.
a. Analisa intensitas hujan
Perhitungan besarnya intensitas hujan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
(tc), yaitu lamanya air yang mengalir dari tempat yang terjauh kesaluran
pembuang dan juga tergantung pada lokasi daerah pengaliran.
Untuk menghitung besarnya data curah hujan rata-rata dapat
menggunakan persamaan berikut ini :
Sd
Xt = Xa + ( yt yn) ................................................. (2.40)
Sn
Untuk menghitung waktu konsentrasi (Tc) digunakan persamaan berikut :
Tc = t1 + t2 ……………………………………………………..(2.41)
2 nd 0 ,167
t1 = ( 3,28 L0 )
3 s
L
t2 =
60 V
Menurut Standar Nasional Indonesia ( SNI – 03 – 342 – 1994 ), untuk
menghitung besarnya curah hujan digunakan persamaan berikut :
XT
I = 90 % ´ …………………………………………… (2.42)
4
Dimana :
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
Xt = Curah hujan rata-rata (mm)
Tc = Waktu konsentrasi (menit)
S = Kemiringan daerah pengaliran (%)
nd = Koefisien hambatan
t1 = Waktu Inlet (menit)
t2 = Waktu aliran (menit)
V = Kecepatan air rata – rata diselokan (m/dtk)
21
2.14 Kubikasi
22
ab
Luas Trapesium : A= . t .................................... (2.45)
2
a. Luas Segitiga : A = ½ . a . t ..................................... (2.46)
b. Luas segi empat : A = b . t ........................................... (2.47)
Dimana :
A = Luas (m2)
a = Panjang alas atas (m)
b = panjang alas bawah (m)
t = Tinggi (m)
b b
t t t
a t
23
Menurut Carl F. Meyer dan David W. Gibson (1984), bahwa mass curve
diagram merupakan suatu cara untuk mengetahui besarnya perbandingan volume
galian serta timbunan, sehingga didapatkan volume komulatif dari kedua volume
di atas. Mass curve diagram dari pekerjaan tanah adalah grafik kontinue dari
jumlah netto dan diplotkan dengan station-station sebagai sumbu absis dari jumlah
aljabar galian serta timbunan sebagai koordinat. Biasanya, volume galian diberi
tanda positif sedangkan timbunan diberi tanda negatif.