Anda di halaman 1dari 70

Laporan Akhir

Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan


Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

BAB 5 STRATEGI DAN KONSEP PEMBANGUNAN


5.1 Strategi dan Tujuan Pembangunan

5.1.1 Tujuan Pembangunan

Dengan mempertimbangkan pembangunan nasional dan daerah, serta potensi pembangunan,


tujuan dan strategi masa depan di bawah ini diusulkan bahwa dalam pembangunan ekonomi
daerah didasarkan pada pertimbangan terhadap lingkungan dan penanggulangan kemiskinan
untuk merumuskan studi master plan pengembangan jalan.
Tujuan 1: Pengembangan Pulau Sulawesi sebagai Pelopor di Kawasan Timur Indonesia dan
sebagai Pintu Gerbang untuk Pulau-Pulau Lain Indonesia dan Negara-Negara di
Asia.
Tujuan 2: Pengembangan Sulawesi yang Ramah Lingkungan untuk Menanggulangi
Kemiskinan

5.1.2 Strategi Pembangunan

Untuk mencapai tujuan pembangunan, strategi pembangunan daerah di bawah ini diusulkan oleh
Tim Studi:

Strategi 1: Pertumbuhan ekonomi melalui Pengembangan Industri

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi, diperlukan pembangunan industri, khususnya


industri olahan kalau perlu dengan memanfaatkan sumber daya pertanian, kehutanan, perikanan
dan pertambangan.

Strategi 2: Pertumbuhan Ekonomi di Pusat Kegiatan

Perekonomian Sulawesi akan ditingkatkan dengan pembangunan ekonomi dan sosial pada pusat
kegiatan nasional dan wilayah (kota). Pusat kegiatan nasional akan dikaitkan dengan
pembentukan klaster di Pulau Sulawesi dengan memanfaatkan keterkaitan antar pulau dan di
dalam pulau.

Strategi 3: Penanggulangan Kesenjangan Sosial dan Ekonomi dengan Penguatan Layanan


Administrasi Publik

Kesenjangan sosial dan ekonomi dapat ditanggulangi dengan penguatan layanan administrasi
publik dan keterpaduan ekonomi daerah di pulau Sulawesi, khususnya daerah terpencil di
pedesaan.

Strategi 4: Pembangunan Sulawesi dengan Pertimbangan yang cukup pada Lingkungan,


dan Keselamatan terhadap bencana

Sulawesi harus dikembangkan dengan memperhatikan pelestarian lingkungan, pengurangan beban


lingkungan, keamanan dari bencana dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia.

5-1
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.2 Konsep Pembangunan Pulau Sulawesi

5.2.1 Rencana Pembangunan dengan Penguatan Keterkaitan Antar-Daerah di Sulawesi serta


Pulau Lainnya di Indonesia dan Negara-negara Asia Lainnya

(1) Keterkaitan dengan Pulau Lainnya di Indonesia serta Negara-negara Asia lainnya

Rencana tata ruang nasional menjabarkan tiga zona pembangunan di Indonesia, yaitu Zona Utara,
Zona Tengah dan Zona Selatan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.2.1. Sulawesi dapat
menjadi lokasi strategis yang menghubungkan tiga zona pembangunan serta negara-negara
tetangga di Asia Tenggara dan Asia Timur Laut melalui ujung utara Pulau Sulawesi di Manado.
Surabaya sebagai kota industri di Jawa Timur juga dapat memanfaatkan keterkaitan melalui
Sulawesi ini untuk perdagangan internasional.

Cross Boarder
Transport to Mindanao

Northern Belt

Sulawesi

Middle Belt

Southern Belt

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.2.1 Usulan Keterkaitan Zona Pembangunan Indonesia melalui Sulawesi

Peran penting Pulau Sulawesi lainnya dalam pembangunan nasional adalah lokasinya yang sangat
menguntungkan membuat Sulawesi dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan sumber daya
energi di Kalimantan dan Papua. Gambar 5.2.2 memperlihatkan bahwa Sulawesi dapat bertindak
sebagai pusat penyedia sumber daya yang diperlukan seperti makanan, material konstruksi, dan
komoditas lainnya. Oleh karena itu, pembangunan industri tersebut di Sulawesi merupakan hal yang
penting dalam pembangunan sumber energi di Indonesia, yang merupakan industri kunci untuk
kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia.
Pantai barat Sulawesi akan memainkan peran yang signifikan dalam mendukung industri pengolahan
energi kalimantan melalui penyediaan produk-produk pertanian, material konstruksi, dan komoditas
lainnya seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.2.3. Tiga kota yaitu Palu, Mamuju dan Parepare
akan menjadi pusat perdagangan dan distribusi untuk Kalimantan. Dengan pertimbangan bahwa daerah
pengembangan energi Luwuk juga prospektif dan signifikan, mekanisme penyediaan sumber daya yang
dikembangkan di pantai barat Sulawesi juga dapat dimanfaatkan dalam mendukung wilayah Luwuk.

5-2
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Resource Supply Center of


Food, Materials
Energy Center of Oil, Natural
Gas Production

Sulawesi
Kalimantan
Resource
of Food,
Materials,
Manpower Papua
Support

Support

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.2.2 Zona Pengembangan Sumber Daya Energi di Indonesia Timur dan Peran Sulawesi

ToliToli

Kalimantan Palu

Samarinda Luwuk
Poso

Balikpapan Mamuju

Ka

ParePare

Linkage of Western Coast with Eastern Area and Kalimantan


Energy Center of Oil, Natural Gas Production

Resource Center of Food, Material

Reserved Forest
Agricultural Land
Sumber: Tim Studi JICA
Figure 5.2.3 Pengembangan Pantai Barat Sulawesi untuk Eksploitasi Energi di Kalimantan dan
Luwuk

(2) Hubungan Antar Daerah di Sulawesi

Hubungan ekonomi yang ada antara enam propinsi di Pulau Sulawesi harus dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk efektivitas pertumbuhan ekonomi di Sulawesi. Hubungan ekonomi antara pusat
layanan prioritas akan ditingkatkan dan keterkaitan antara daerah inti industri/perdagangan
dengan daerah pedesaan yang miskin juga akan ditingkatkan.

5-3
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Dalam rangka Strategi Pembangunan Daerah 1, diusulkan rencana pembangunan di bawah ini:

1) Rencana Pembangunan Berbasis Hubungan Ekonomi antara Propinsi Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat
Pembangunan berbasis hubungan ekonomi antara Makassar-Kendari merupakan yang paling
penting dalam hubungannya dengan pemanfaatan jumlah penduduk yang terkonsentrasi dan
peningkatan industri di masa depan. Kesuksesan pembangunan ini akan memberikan kontribusi
terhadap keseluruhan pertumbuhan ekonomi pulau Sulawesi.
• Makassar akan tetap menjadi pintu gerbang hubungan antar pulau. Kalimantan sebagai
basis energi dan pulau Jawa akan sangat terkait dengan Makassar dan Kawasan Andalan
Parepare; sementara distribusi dan transportasi komoditas dan penumpang akan
dilakukan melalui pintu gerbang ini.
• Dalam wilayah Mamminasata, dan Kawasan Andalan Parepare, promosi lebih lanjut
untuk industri bahan makanan (kakao, perikanan, rumput laut, gula dan daging), industri
ringan (produk kayu, garmen, sepatu) dan industri semen merupakan sektor yang
prospektif. Pengembangan industri bahan bakar bio diesel juga direkomendasikan,
dengan memanfaatkan pohon kelapa yang banyak tumbuh di daerah pedalaman. Pusat
pengolahan makanan gabungan dapat diwujudkan, seperti yang diusulkan dalam
Gambar 5.3.4.

Kendari
Kolaka
ParePare

Wakatobi
Mamminasata
Plau
BDF Cement
Fishery and Marine Product Processing Nickel
Cocoa Asphalt
Meat Processing (Livestock) and Animal Oil Refinery
Feed Consolidated Food
Light Industry (wood process such as Processing Center
plywood, furniture, garment, shoes, etc.)
Other Food Manufacture (Coffee, Cashew, International/Inter-Regional
Vegetable, Sugar, Palm oil, Vanilla, etc.) Trade/Distribution Center
Reserved forest
Tourism Intra-Regional
Agricultural Trade/Distribution Center

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.2.4 Rencana Pembangunan berbasis Hubungan Ekonomi Makassar-Kendari

5-4
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

• Daerah Parepare akan menjadi pusat perdagangan antar pulau untuk bahan bakar dan
makanan setelah dibangunnya kilang minyak. Perdagangan beras telah terkonsentrasi di
Parepare dengan banyaknya lahan persawahan yang terhampar di bagian timur wilayah
Parepare.
• Makassar dan Pulau Selayar memiliki potensi yang besar sebagai daerah tujuan wisata.
• Kawasan Andalan Kendari/Kolaka akan lebih lanjut dikembangkan sebagai pusat
industri nikel dan aspal. Sektor pertanian (kacang mede, minyak sawit) dan perikanan,
serta pengolahan kayu memiliki potensi yang besar di Baubau, Raha dan Unaaha.
Kegiatan eco-tourism dapat dipromosikan di kepulauan Wakatobi.

2) Rencana Pembangunan Berbasis Hubungan Ekonomi antara Propinsi Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat
Palu-Mamuju-Luwuk kaya akan sumberdaya pertanian/hutan dan memproduksi material untuk
konstruksi. Kawasan Andalan Palu dan Mamuju akan menjadi pusat perdagangan untuk produk
tersebut yang akan dikirim ke daerah penghasil energi di pantai timur Pulau Kalimantan lewat
jalur laut. Industri pengolahan kakao, kayu dan produk lainnya seperti sayur mayur dan ternak
memiliki potensi yang menjanjikan pada kawasan andalan tersebut. Bahan bakar bio diesel
berbasis kelapa juga diusulkan untuk diproduksi di daerah Palu. Daerah Mamasa yang agak
terisolir karena kurangnya akses jalan arteri memiliki potensi produk pertanian yang kaya serta
daerah tujuan wisata seperti di Tana Toraja.

Manado
ToliToli

Gorontalo

Palu Luwuk
Pagimana

Poso
Kamara Oil
Field Banggai

Kolonodale

Ka
Mamuju
Mamasa

BDF Oil/Natural Gas Field


Cocoa LPG Deposit
Light Industry (wood process, etc.) Intra-Regional
Construction Material(Sand, Stone) Trade/Distribution Center
Other Food Manufacture (Coffee, Consolidated Food
Vegetable, Ornage,etc.) Processing Center
Eco-tourism
Reserved Forest
Agricultural Land
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 5.2.5 Rencana Pembangunan Berbasis Keterkaitan Ekonomi antara Palu-Mamuju-Luwuk

5-5
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Kawasan Andalan Luwuk akan memproduksi minyak dan gas alam, dan akan menjadi salah satu
basis energi strategis di Indonesia. Produksi energi di Luwuk akan didukung oleh Palu dan daerah
lainnya dalam hal bahan pangan, material, dan persediaan tenaga kerja. Gambar 5.2.5
memperlihatkan rencana pembangunan berbasis keterkaitan ekonomi antara
Palu-Mamuju-Luwuk.

3) Rencana Pembangunan Berbasis Keterkaitan Ekonomi antara Propinsi Sulawesi Utara dan
Gorontalo
Di daerah pedalaman propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, berbagai jenis produk pertanian,
perikanan, dan kayu akan diproduksi untuk perdagangan melalui pintu gerbang Manado/Bitung
ke negara-negara Asia timur dan negara lainnya di kawasan Pasifik. Industri makanan (misalnya,
pengalengan ikan, kelapa, kopi, minyak sayur, cengkeh, pakan ternak) dan industri ringan
(misalnya pengolahan kayu) akan dikembangkan dan diperluas di Kawasan Andalan
Manado-Bitung. Pengembangan industri bio diesel berbasis kelapa juga direkomendasikan di
daerah ini. Dalam rangka mempromosikan industri tersebut, diperkenalkannya zona
pembangunan ekonomi Manado-Bitung-Likupa dan promosi investasi domestik dan asing
merupakan upaya yang paling efektif.

Melonguane

Tahuna

Manado
ToliTol Bitung
Maluku

Gorontalo

Pagimana
Palu
Luwuk
Poso
Banggai
BDF Reserved forest
Fisher and Marine Product Processing Agricultural
Meat Processing and Animal Feed Land
Light Industry (wood process such as International/Inter-Regional
plywood, furniture, etc.) Trade/Distribution Center
Gold Intra-Regional Trade/Distribution
Other Food Manufacture (Coffee, Clove, Center
Vegetable, Vanilla, etc.)
Consolidated Food
Tourism
Processing Center
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 5.2.6 Rencana Pembangunan Berbasis Ekonomi antara Manado-Gorontalo

5-6
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Dengan memanfaatkan reputasi yang sangat tersohor sebagai daerah tujuan wisata bahari,
direkomendasikan agar Manado mempromosikan eco-tourism bahari dilihat dari ledakan jumlah
dan kebutuhan terhadap sektor pariwisata serta adanya peningkatan pendapatan di negara-negara
Asia, misalnya Cina. Untuk tujuan ini, lingkungan bahari harus dilestarikan melalui koordinasi
menyeluruh antara pembangunan pariwisata dan industri.

Di Gorontalo, pabrik pengolahan jagung, pakan ternak, ikan dan pengolahan ternak memiliki
potensi untuk dikembangkan. Gambar 5.2.6 menunjukkan rencana pembangunan berbasis
keterkaitan ekonomi antara Manado-Gorontalo.

4) Rencana Pembangunan Daerah Pantai Barat

Daerah pantai barat Sulawesi mencakup tiga propinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,
dan Sulawesi Tengah mencakup kota-kota seperti Parepare, Mamuju, Palu dan Tolitoli. Daerah
pesisir ini menempati lokasi yang paling strategis yang dapat mendukung pulau Kalimantan.
Karena bahan makanan, material konstruksi, dan komoditas tidak mencukupi di wilayah
Kalimantan yang kaya akan gas alam, serta jaringan transportasi belum berkembang, maka daerah
pesisir barat Sulawesi merupakan posisi yang sangat menguntungkan untuk mendukung
pulau-pulau tetangga melalui sumber pertanian, konstruksi dan sumber daya manusia dari
propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.2.7;
bahan pangan, material konstruksi dan komoditas akan diangkut ke Kalimantan., sementara
bahan bakar akan diimpor ke Sulawesi. Kawasan Andalan Parepare akan bertindak sebagai pusat
pengiriman untuk komoditas seperti beras, material dan lain-lain.

ToliToli
BDF
Cocoa
Light Industry (wood process such as
plywood, furniture, garment, shoes, etc.)
Palu Construction Material(Sand, Stone)
→Fuel
Other Food Manufacture (Coffee,
←Rock, Stone
Kalimanta Vegetable, Orange,etc.)
Oil Refinery
n
Samarinda
Mamuju Reserved Forest
←Livestock,
Sabban Agricultural Land
Balikpapan meat, vegetable Tana Toraja West Coast Trans Sulawsi
Highway
Intra-Regional
→Fuel Trade/Distribution Center
←Rice, vegetable, Consolidated Food
ParePare
construction material Processing Center

Source: JST
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 5.2.7 Rencana Pembangunan Berbasis Hubungan Ekonomi antara
Pare-Pare-Mamuju-Palu dan Kalimantan

5-7
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.2.2 Konsep Pembangunan Industri

(1) Pembangunan Industri melalui Pemanfaatan Sumber Daya

Rencana tata Ruang Nasional mengindikasikan bahwa Sulawesi akan dikembangkan sebagai
lumbung nasional, untuk pengembangan holtikultura, peternakan, dan industri berbasis sumber
daya alam, khususnya perikanan, pariwisata, perkebunan pertanian, industri maritim, industri
minyak dan gas, pertambangan, dan industri pengolahan.

Kurangnya sumber daya secara global dan eskalasi harga karena peningkatan kebutuhan dari Cina
dan India memberikan kesempatan bagi Sulawesi untuk masuk dan memanfaatkan peluang
tersebut.

Dalam konteks ini, pengembangan industri berbasis sumber daya alam menawarkan langkah yang
paling prospektif bagi Sulawesi, seperti yang diusulkan dalam Strategi Pembangunan Daerah 1.

Namun demikian, sumber daya Sulawesi juga cukup terbatas. Bahkan, terdapat sumber daya yang
belum berkembang di daerah miskin dan pedesaan di pegunungan, khususnya di Gorontalo dan
Sulawesi Tengah tidak dapat dimanfaatkan dengan mudah. Sebagai contoh, pohon kakao dan
kelapa sudah cukup berumur dan produktivitasnya menurun, sehingga kurang menguntungkan
untuk dikembangkan.

Dengan persyaratan tersebut, Tim Studi JICA mengusulkan konsep pembangunan industri seperti
yang diperlihatkan dalam Gambar 5.2.8.

Industrial Development Needs Development Potential


•Promotion of industrial development •Existence of Resources (Agriculture, Mining,
•Industrial development in priority areas and Fishery)
benefiting to rural area in poverty •Existence of developed urban and industrial cores
•Needs for conservation of natural with enough population for development
environment (deforestation & fossil energy Global economy trend: demand increase
consumption related to global warming issue) and value appreciation of energy, natural
resources

Industrial Development Plan


1)Expansion of resource based industry
2)Promotion of inter-island linkages
3)Expansion and development of existing/new Industrial/ trade cores
4)Development of environment related industry and eco-tourism
i d t

Gambar 5.2.8 Rencana Pengembangan Industri Pulau Sulawesi

5-8
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

(2) Industri Berbasis Sumber Daya Prospektif di Sulawesi

Industri prospektif di Sulawesi dirangkum dalam Tabel 5.2.1 berdasarkan diskusi pada Bab 4
mengenai analisis kecenderungan pasar global menurut kategori, daya saing global dan domestik
produk Sulawesi, dan kapasitas produksi Sulawesi.

Tabel 5.2.1 Industrialiasasi Prospektif di Sulawesi


Fase pengembangan
Kategori Jangka Jangka
Pasar/produk prospektif Daerah sumber prospektif
Industri pendek menengah/
panjang
1) Pengolahan Biodiesel untuk konsumsi bahan Daerah produsen kelapa
pertanian bakar domestik di seperti Manado, Makassar, ○
Palu
Pengolahan makanan, seperti • Pusat pengolahan dan
kakao, kopra, kopi, vanili, perdagangan untuk produk
cengkeh, sayur, kacang mede, dll pertanian dan perikanan, ○ ○
untuk pasar luar negeri, seperti Manado, Makassar,
khususnya Cina. Palu, dan ibukota propinsi
2) Ternak/ Daging halal untuk pasar Timur lainnya.
Pengolahan Tengah dan Kalimantan, dsb. • Pusat Pengolahan Makanan
daging/ Pakan ternak dari kopra, jagung, Terpadu direkomendasikan ○ ○
pengolahan pakan ubi jalar, kedelai, dan sisa2 ikan • Pengolahan residu pada
ternak untuk peternakan domestik. pusat pengolahan makanan
3) Industri Produk baru seperti ikan bandeng terpadu yang dapat
perikanan dan untuk pasar ekspor/domestik digunakan untuk pakan
maritim Peningkatan pengolahan ikan ternak/pupuk organik untuk ○ ○
tuna, rumput laut, dll untuk industri ternak domestik.
ekspor.
4) Industri Pengembangan industri minyak Produksi dan pengolahan
pertambangan dan gas alam untuk ekspor dan primer di Sulawesi Tenggara,
pasar domestik. dll.

Peningkatan produksi nikel, aspal,
emas, dsb untuk ekspor dan pasar
domestik.
5) Industri material Kerikil, batu, semen yang diekspor Sulawesi Tengah dan Selatan.

konstruksi ke daerah Kalimantan dan Luwuk.
6) Industri ringan Industri padat karya seperti Pusat pengolahan dan
industri kayu, tripleks, furnitur, perdagangan seperti di
○ ○
garmen, sepatu, dll untuk diekspor. Makassar, Manado, Palu dan
Kendari.
7)Industri Eco-tourism bahari Manado dan pulau terpencil
pariwisata Wakatobi di Sulawesi
○ ○
Tenggara dan Bantaeng di
Sulawesi Selatan.
Sumber: Tim Studi JICA

Saluran pemasaran untuk komoditas internasional seakan akan sudah terbentuk dan merupakan
industri padat karya agar produk Sulawesi dapat masuk ke dalam saluran pemasaran yang sudah
ada. Misalnya, saluran pemasaran dunia untuk produk kakao sudah terbentuk, dan sangat sulit
untuk mengubah sumber impor dan sumber bahan baku. Oleh karena itu, eksportir biji kakao,
pasta dan bubuk kakao hanya perlu mempertahankan saluran ekspor yang ada dan menemukan
pasar baru.

Pasar baru produk Sulawesi dapat ditemukan di Cina dan negara-negara seperti Brazil, Rusia dan
India (negara BRIC) dimana kebutuhan untuk produk impor mengalami peningkatan sementara
saluran pemasaran kurang. Untuk membuka pasar di Cina, beberapa langkah-langkah harus
dilakukan secara strategis dalam kerangka kerja Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Cina.

5-9
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Sebagai contoh, ekspor pasta kakao dan bubuk kakao di Sulawesi akan menemukan pasar baru
apabila PPN yang dibebankan diubah untuk memberikan keuntungan pada kakao olahan lokal.
Produk daerah tropis lainnya juga memperoleh tempat di pasar Cina. Oleh karena itu, studi lebih
lanjut dan mendetail mengenai keterkaitan perdagangan dengan Cina untuk jangka menengah dan
panjang merupakan hal yang penting.

(3) Pembangunan Pusat Inti Industri

Industri di Sulawesi kurang berkembang karena tersebarnya sumber daya pertanian, mineral dan
maritim dan tenaga kerja sementara di sisi lain, jumlah penduduk sangat banyak begitu juga
dengan tingkat pendidikan rata-rata yang cukup rendah. Hanya sedikit industri pabrik dan
pertambangan yang beroperasi di Pulau Sulawesi, seperti yang ditunjukkand alam Gambar 5.2.9.
pengembangan pariwisata juga tidak seefektif apabila dibandingkan dengan daerah tujuan wisata
lainnya di Indonesia dan negara tetangga. Sumber daya yang dikumpulkan dan produk yang
dibuat di wilayah tersebut diekspor ke wilayah yang lebih maju di Indonesia tanpa pengolahan.

Fisher and Marine Product Processing Cement


Meat Processing and Animal Feed Gold
Light Industry (wood process such as Nickel
plywood, furniture, garment, shoes, etc.) Asphalt
Other Food Manufacture (Coffee, LPG Pertamina Matindok Block
Cashew, Vegetable, etc.) LPG Deposit
Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 5.2.9 Industri Pabrik yang Ada Di Sulawesi

Untuk mempromosikan pengembangan industri, pembentukan pusat industri akan meningkatkan


lingkungan investasi langsung dalam dan luar negeri. Dengan mempertimbangkan ketersediaan
dan distribusi sumber daya serta perkembangan industri, konsep pusat industri diusulkan, seperti
yang ditunjukkan dalam Gambar 5.2.10.

5-10
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Manad Bitun

Golontalo
Palu
Legend
Manufacturing Industry -
Integrated Development-

Manufacturing Industry -
Specialized Development-

Mining Resource Processing


Industry
Kendari Tourism Industry Core

International/Inter-Regional
Trade/Distribution Center
Intra-Regional Trade/Distribution
Baubau
Center
Makassar

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.2.10 Konsep Pusat Industri/Perdagangan

(4) Pengembangan Rantai Industri Tipe Klaster

Pengembangan rantai industri menurut Cacao Grower Cacao Plantation

klaster perlu dipromosikan. Secara Processing

bersamaan, masyarakat setempat


termasuk petani, perlu dikembangkan
sebagai pengolah primer dalam rantai Corn
Cacao Plantation
Milk
klaster tersebut. Bentuk pengelolaan Processing

primer ini akan secara signifikan Cacao


memberikan keuntungan kepada Cacao-
Grower
based
masyarakat setempat. Production
Packaging

Untuk menghubungkan klaster-klaster Nuts Grower


Sugar milk Milk
tersebut, maka sistim logistik yang Honey

efisien perlu ditetapkan untuk


menghubungkan daerah-daerah
produksi, zona-zona pengolahan dan Sumber : Tim Studi JICA
Gambar 5.2.11 Ide Rantai Klaster Industri Kakao
pasar.

Rantai industri tipe klaster berdasarkan pengolahan sumber daya dapat dikembangkan di pada
kawasan andalan serta daerah yang berdekatan dalam pulau Sulawesi. Tipe rantai klaster yang
berbeda-beda akan dibentuk menurut kategori sumberdaya Gambar 5.2.11 adalah contoh kasus
untuk produk kakao.

5-11
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.2.3 Penanggulangan Kesenjangan Manad


Ekonomi dan Sosial pada Daerah
Pedesaan melalui Keterpaduan Pusat Bitun
Daerah dan Kota
Golontalo Kotamobagu

Untuk mewujudkan Strategi Pembangunan


Luwuk
3: “Peningkatan Sosial dan Mengurangi Palu

Dampak Kesenjangan Daerah dengan 10 50 100

Pembangunan Terpadu”, berikut ini Mamuju

Palopo Urban population 10,000


dijabarkan rencana hubungan antar
Kawasan Andalan. Parepare Kendari

Gowa
Sejalan dengan peningkatan jumlah
penduduk, maka konsentrasi penduduk di
Baubau
dua kota inti, yakni Makassar dan Manado Makassar
akan melaju, seperti yang ditunjukkan
Sumber: Tim Studi JICA
dalam Gambar 5.2.12. Populasi Gambar 5.2.12 Dua Daerah Inti Perkotaan di Sulawesi
meningkat 320.000 dan 210.000 atau
masing-masing 30% dan 40% dari populasi saat ini, yang diperkirakan untuk dua dekade
mendatang bagi Kota Makassar dan Manado/Bitung. Dengan demikian dua kota inti perlu
dikembangkan labih jauh agar dapat mengatasi peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan
lingkungan perkotaan, pengembangan
habitat baru, pengembangan industri
untuk menciptakan lapangan kerja,
peningkatan layanan pendidikan dan
kesehatan dan lain-lain merupakan syarat
pembangunan pada kedua daerah inti
tersebut.

Pada saat yang sama, setiap ibukota


propinsi akan tetap menjadi pusat propinsi
mereka masing masing. Kenaikan jumlah
penduduk juga diperkirakan akan terjadi di
ibu kota propinsi terutama berkaitan
dengan perpindahan masuk dari daerah
pedesaan. Pertambahan jumlah penduduk
di Kota Kendari dan Kota Palu, sebagai
contoh, diperkirakan masing-masing
170.000 dan 150.000 jiwa dalam dua
dekade mendatang. Dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Sulawesi, ibukota propinsi Sumber:Rencana Tata Ruan Nasional S 2007
dan kota-kota primer, seperti yang Gambar 5.2.13 Pusat Kegiatan di Sulawesi
ditunjukkan dalam Gambar 5.2.13, merupakan sasaran pengembangan untuk menjadi pusat
layanan daerah.

5-12
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Dengan berdasar kepada konsep pengembangan pusat layanan perkotaan seperti yang disebutkan
di atas, diusulkan proposal tambahan berikut ini:

1) Mempertimbangkan pentingnya kota Palu dan Luwuk sebagai daerah penghasil energi, maka
pembangunan Kawasan Kawasan Andalan Palu dan Luwuk akan mengalami percepatan dan akan
dimulai pada lima tahun kedua, bukan lima tahun ketiga, seperti yang pada awalnya dicanangkan
pada rencana tata ruang yang dijelaskan dalam Tabel 2.3.3 dan Gambar 2.3.1. Gambar 5.2.14
menunjukkan distribusi dan tahapan pembangunan Kawasan Andalan, seperti yang dikaji oleh
Tim Studi JICA. Konsep jaringan transportasi strategi bertahap dan kaitan antar Kawasan
Andalan diilustrasikan dalam Gambar 5.2.15.

2) Bagi masyarakat terpencil, khususnya yang secara langsung tidak berdekatan dengan jalan
nasional dan propinsi dan yang mengalami tingkat kemiskinan tinggi dapat dilihat pada Gambar
5.2.16. Dukungan pengembangan yang tepat diperlukan untuk mencapai tujuan pemerintah dan
menurunkan tingkat kemiskinan Indonesia. Penyediaan jalan akses merupakan salah satu tindakan
paling efektif untuk mengurangi kemiskinan.

3) Pemberdayaan petani
setempat melalui alih
teknologi pertanian dan
peningkatan mata pencaharian
penting untuk mencegah
kesenjangan ekonomi daerah.
Teknologi pertanian yang
dibantu oleh investor
perkebunan dan investor asing
dalam industri manufaktur,
selain bantuan lembaga
pertanian pemerintah kepada
petani akan membantu dalam
memproduksi hasil-hasil
pertanian berorientasi pasar.
Lebih daripada itu, intervensi
dalam bidang pendidikan oleh
pemerintah daerah, lembaga Source: JICA Study Team
Figure 5.2.14 Development of Priority Areas and Activity
swadaya masyarakat, dan
Centers based on the Spatial Plan
lembaga donor akan
membantu keluarga setempat dalam meningkatkan mata pencaharian mereka.

5-13
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tahuna Tahuna

Buol Manado Buol Manado


Toli-toli Bitung Toli-toli Bitung
Kwandang Kwandang
Tomhon Tomhon
Isimu Kotamobagu Isimu Kotamobagi
Marisa Marisa
Tilamuta Gorontalo Tilamuta Gorontalo

D Palu l Poso D Palu l Poso


Luwuk Luwuk

Mamuj Kolonodale Mamuj Kolonodale

Spinal Highway
Una-aha Una-aha Nautical
Palopo Kendari Palopo Kendari
Highway
Parepare Parepare
Barru Kolaka Barru Kolaka
Watampon Watampon
Makassar Laha Makassar Laha

Bulukumba Bulukumba
Jeneponto Bauba Jeneponto Bauba

2010 2025 Source: JST


Sumber: Tim Studi JICA
Gambar 5.2.15 Konsep Jaringan Transportasi yang Menghubungkan Kawasan Andalan

Isolated area with high poverty rate

Source: JST

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.2.16 Pemukiman Penduduk Terpencil dengan Tingkat Kemiskinan yang Tinggi

5-14
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.2.4 Pembangunan yang Ramah Lingkungan dan Pencegahan Bencana

Untuk Strategi Pembangunan Daerah 4 yang memerlukan “pembangunan yang memberi


perhatian penuh pada pelestarian lingkungan dan pencegahan bencana”, ada tiga konsep yang
diusulkan sebagaiman diuraikan berikut ini:

(1) Pembangunan Vertikal

Lahan di Pulau Sulawesi telah dimanfaatkan sampai ke tingkat yang paling optimum, sehingga
pembangunan horizontal dalam pemanfaatan pertanian saat ini semakin sulit. Sementara itu,
sebagai kritik bahwa Indonesia memiliki catatan terburuk dalam hal penebangan hutan, maka
reboisasi, paling tidak pelaksanaan pelestarian lahan hutan yang tersisa harus direncanakan dan
dilaksanakan.
* Daripada menebang hutan, disarankan menggunakan lahan secara vertikal dengan
mengganti pohon-pohon tua di lahan penanaman yang ada dalam usaha meningkatkan
hasil panen. Intercropping (tanaman antara) dan multiple cropping (tanaman ganda)
jagung unggul atau tanaman lainnya, seperti kedelai juga diusulkan.
* Pengelolaan sumberdaya alam merupakan hal yang penting. Dengan pengelolaan
sumberdaya alam yang tepat, masyarakat di seluruh Sulawesi akan dapat meningkatkan
pendapatan mereka dan meningkatkan standar kehidupan mereka sejalan dengan
konservasi lingkungan sehingga dapat melestarikan keanekaragaman hayati di pulau
tersebut
* Pembangunan vertikal meningkatkan hasil produk pertanian tanpa perluasan areal dapat
dicapai dengan penerapan pengelolaan tanaman secara lebih efisien, seperti yang
dijelaskan berikut ini:

Kelapa dan Jagung: Untuk Sulawesi, saran yang diusulkan adalah melakukan perluasan areal
penanaman jagung dalam areal budidaya kelapa, sehingga membentuk tanaman antara. Pohon
kelapa akan diganti dengan spesies yang lebih produktif dengan jarak tanam 10m x 10m.
Kemudian, jagung yang memiliki hasil besar, atau tanaman lain seperti kedelai, akan ditanam di
antara pohon-pohon kelapa tersebut. Kelapa akan dipanen setiap 45 hari dan akan menyediakan
bahan baku produksi bio diesel dan produk sampingan lainnya. Dengan cara ini, volume produksi
kelapa akan berlipat ganda, sementara output jagung juga akan mengalami peningkatan. Daging
kopra yang diperoleh dari produksi bio diesel akan digunakan pada areal budidaya kelapa sebagai
pupuk organik yang akan meningkatkan output jagung.

Kakao: Sementara untuk kakao, tanaman hasil bumi utama di Sulawesi, hasil kakao per hektar
dapat ditingkatkan dengan adanya penanaman intensif dan pelaksanaan teknik yang tepat untuk
memaksimalkan hasil per hektar. Walaupun upaya ini telah dilakukan di masa lalu, namun tidak
berhasil karena para petani tidak dimotivasi dengan tepat. Harga jual tidak memberikan
keuntungan yang setara dengan upaya yang dilakukan, dan institusi terkait kekurangan tenaga
serta kemampuan administratif. Hal ini diperburuk dengan kenyataan bahwa areal yang
digunakan untuk budidaya kakao cukup besar, khususnya di Sulawesi Selatan. Kualitas biji kakao
diharapkan dapat mengalami peningkatan apabila kegiatan pengolahan kakao lebih signifikan.
Hal ini berkaitan dengan realita bahwa para investor dalam bisnis pengolahan kakao akan
mempertimbangkan tidak hanya output dan persediaan biji kakao yang stabil, namun kualitas
khusus biji kakao tersebut.
5-15
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Kopi: Ada dua tipe produksi kopi di Sulawesi. Satu adalah produksi kopi melalui produksi kopi
modern dan kedua adalah melalui budidaya kopi rumah tangga yang umum dilakukan oleh petani
penggarap yang juga menanam hasil bumi lainnya. Hasil dan kualitas kopi yang ditanam oleh
petani penggarap dapat ditingkatkan apabila petani kopi skala besar melakukan upaya untuk
menyebarluaskan informasi dan teknik pengelolaan kepada petani kecil. Namun demikian, hal ini
hanya dapat terjadi apabila telah dilakukan pengolahan kopi di Sulawesi, karena operator
pengolahan kopi yang melaksanakan tugas tersebut untuk mempertahankan standar kualitas
internasional.

Tanah untuk Pembangunan Vertikal

Tabel 5.2.2 dan Gambar 5.2.17 memeperlihatkan jenis lahan yang cocok untuk pembangunan
vertikal, khususnya yang menempati lahan hutan kering sekunder dan semak-semak, kira kira
1.080.000 Ha atau rata-rata 6% dari total lahan. Seperti yang dilihat dalam diskusi sebelumnya
mengenai bahan bakar bio diesel, 660.000 Ha merupakan lahan yang diperlukan untuk industri
bio diesel dalam memenuhi kebutuhan bio diesel di Pulau Sulawesi. Dapat dikatakan bahwa areal
ini cukup tersedia dari lahan hutan kering sekunder.

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.2.17 Lahan Potensial untuk Pembangunan Vertikal sektor Pertanian

5-16
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.2.2 Lahan Potensial untuk Pembangunan Vertikal Sektor Pertanian


(1,000ha)
Province Total land Gross Possible Land Net Possible Farmland
North Sulawesi 1,393 139 10% 70 5%
Gorontalo 1,217 200 16% 100 8%
Central Sulawesi 6,809 921 14% 460 7%
West Sulawesi 1,679 205 12% 102 6%
Southeast Sulawesi 3,676 407 11% 204 6%
South Sulawesi 4,612 286 6% 143 3%
Total 19,385 2,157 11% 1,079 6%
Catatan: /1 hutan alam, manggrove, hutan kering primer, rawa, lahan yang tidak dapat digunakan
untuk pertanian, mis: sabana, lahan diatas 1.100 m di atas permukaan laut tidak
dimasukkan.
/2 Lahan pertanian primer diperkirakan 50% lahan yang mungkin digunakan
Sumber: Tim Studi JICA berdasarkan peta guna lahan GIS

(2) Pengurangan Beban Lingkungan (Ide untuk energi baru dan industri berorientasi
siklus)

Di bawah ini diusulkan pengembangan sumber-sumber energi baru, seperti bahan bakar bio-diesel
(Bio-Diesel Fuel/BDF), serta memperkenalkan industri berorientasi siklus melalui penggunaan
kembali residu.

1) Produksi Bio Diesel

Beberapa negara Asia telah melakukan langkah-langkah untuk memperkenalkan bahan bakar bio
diesel dari minyak sayur mentah yang tersedia di daerah mereka. Di Indonesia, percobaan produksi
dan distribusi bio diesel saat ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit.
Sejalan dengan pengembangan bio diesel berbasis minyak kelapa wasit, pemanfaatan pohon jarak
juga menunjukkan kemajuan, khususnya di daerah dengan curah hujan terbatas, karena
budidayanya tidak membutuhkan banyak air.

Sulawesi secara tradisional dikenal sebagai pulau kelapa. Sulawesi memiliki sekitar 700.000 Ha
areal lahan yang ditanami kelapa, dan merupakan 20% wilayah budidaya kelapa di Indonesia.
Bagian utara Sulawesi, yaitu propinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo, merupakan wilayah dimana
budidaya kelapa telah dilakukan sejak dahulu secara intensif.

Tabel 5.2.3 Distribusi Areal Budidaya Kelapa di Pulau Sulawesi


Utara Tengah Selatan Tenggara Gorontalo Barat Total
Areal (ha) 250.923 172.581 119.498 50.375 53.967 67.013 714.357
Persentase 35% 24% 17% 7% 8% 9% 100%

5-17
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

North BDF Zone

Central/West Central BDF Zone 2


BDF Zone

South BDF Zone

BDF Plant
Intermediate Coconut Processing Plant
Sumber:Tim Studi JICA
Gambar 5.2.18 Zona Pengembangan Bio Diesel berbasis Kelapa di Sulawesi

Dengan dominasi komoditi kelapa di Pulau Sulawesi, maka diusulkan untuk membentuk zona
pengembangan bio-diesel. Konsep zona pengembangan bio-diesel berbasis kelapa tersebut dapat
dilihat pada Gambar 5.2.18
Setiap zona, seperti yang tampak pada gambar di atas, direncanakan memiliki setidaknya satu
pabrik penghasil bahan bakar bio-diesel dengan kapasitas 300 ton per hari atau 110.000 kl per
tahun. Pabrik ini membutuhkan sekitar 165.000 Ha lahan budidaya kelapa yang secara eksklusif
diperuntukkan bagi penyediaan bahan baku produksi bio diesel. Apabila empat pabrik bio diesel
dioperasikan dan lahan budidaya kelapa yang baru dikembangkan dengan luas sekitar 660.000 Ha,
total produksi bio-diesel akan mencapai 440.000 kl per tahun.

Jumlah konsumsi diesel di Sulawesi pada tahun 2006 adalah sekitar 1,4 juta KL, diharapkan dapat
meningkat menjadi 2 juta KL dalam 10 tahun mulai tahun 2007. Karena rasio maksimum
campuran bio-diesel dan bahan bakar diesel adalah 20%, maka diperkirakan kebutuhan bio-diesel
Sulawesi akan mencapai 400.000 KL, yang dapat terpenuhi dengan produksi empat pabrik bio-
diesel. Secara teoritis, jika pump price (harga di SPBU yang sudah termasuk pajak) untuk solar
dianggap konstan pada angka US$ 0,55 per liter, maka penjualan 400.000 kl bahan bakar
bio-diesel untuk Pulau Sulawesi saja akan mencapai US$ 220 juta setiap tahunnya

5-18
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.2.4 Analisis SWOT Bio Diesel


Daer Faktor Internal
Profil
ah Kekuatan Kelemahan
Total areal budidaya kelapa Sulawesi secara tradisional telah Sebagian besar pohon kelapa
Sulawesi sekitar 710.000, dan menanam kelapa sejak lama sudah tua, dan
merupakan 22% dari seluruh sehingga merupakan tanaman yang produktivitasnya sangat
wilayah budidaya kelapa sudah dikenal menurun
Indonesia yang hampir 3,2 juta
hektar.
Produksi kelapa di Sulawesi Sulawesi sangat terkenal sebagai
adalah sekitar 600.000 ton per pelopor ekspor minyak kelapa
tahun dari segi berat kopra dan mentah
diolah menjadi minyak kelapa
mentah sekitar 290.000 ton per
tahun atau 35% dari total
Produksi

produksi minyak kelapa mentah


Indonesia.
Indonesia adalah ranking dua Sulawesi memiliki sejumlah pabrik
setelah Filipina dalam hal ekspor produksi minyak kelapa mentah
minyak kelapa mentah dan yang cukup besar. Namun, karena
ranking pertama dalam luasan permintaan pasar terhadap minyak
budidaya kelapa. kelapa mentah mengalami
penurunan dengan meningkatnya
kebutuhan minyak sawit dunia,
maka pabrik pengolah minyak
kelapa beroperasi di bawah
kapasitas.
Perpindahan pasar dari minyak Pasar untuk minyak sayur telah
kelapa ke minyak sawit berubah dari minyak kelapa ke
minyak sawit, dan mengakibatkan
penurunan kebutuhan pasar yang
signifikan terhadap minyak kelapa.
Daer Faktor eksternal
Profil
ah Kesempatan Ancaman
Potensi memperkenalkan Produksi bio diesel menggunakan Kecuali kopra dapat dibeli
produksi dan distribusi bio diesel minyak kelapa mungkin akan oleh produsen bio diesel
cukup besar di Sulawesi karena terealisasi. Apabila dapat dengan harga tetap, bisnis
adanya budidaya kelapa secara direalisasi, maka petani akan bio diesel ini tidak akan
intensif di wilayah ini. mendapatkan pendapatan yang layak untuk dijalankan.
stabil, dan oleh karena itu, Sehingga, petani kelapa
Pasar

perekonomian daerah pedesaan tidak akan mendapatkan


akan meningkat. akses terhadap sumber
pendapatan baru.
Semua bagian kelapa dapat Apabila produk sampingan kelapa Usaha ini tidak akan
digunakan untuk kepentingan dapat didayagunakan secara penuh terwujud kecuali kalau
finansial, sehingga disebut pohon melalui produksi bio diesel,maka pembelian kopra secara
kehidupan. pendapatan petani akan meningkat. konstan dapat dilakukan
oleh para produsen bio.
Sumber: Tim Studi JICA

Karena kurangnya lahan kosong untuk budidaya kelapa, maka diperlukan langkah-langkah
strategis untuk membantu tercapainya produktivitas yang tinggi. Hal ini mencakup penanaman
kembali di perkebunan kelapa yang ada dengan jenis yang lebih produktif dan penggunaan siklus
panen per 45 hari. Analisis SWOT di bawah ini menunjukkan bahwa bio diesel memiliki potensi
yang besar di Sulawesi.

Rencana pengembangan produksi bio-diesel berbasis kelapa telah disiapkan sebelumnya, seperti
yang dapat dilihat pada Apendiks 1 yang terlampir dalam laporan ini.

5-19
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

2) Daur Ulang Residu dari Pusat Pengolahan Makanan Terpadu (Consolidated Food processing
Center): Maksimalisasi sumber daya melalui pemanfaatan residu dari pengolahan produk
pertanian.

Daur ulang residu hanya dapat terealisasi dengan diperkenalkannya sistem daur ulang limbah
pertanian (residu atau ampas) pada lahan pertanian dengan menggunakan metode yang paling
ekonomis dan melalui efisiensi maksimum. Secara teoritis, daur ulang limbah pertanian kembali
lahan pertanian, dan dapat dilakukan oleh masing-masing petani. Namun, para petani dapat
melakukan hal ini dalam skala terbatas dan memberikan dampak yang terbatas pula. Sangat
mungkin mendaur ulang limbah dalam skala yang cukup besar dan menggunakan metode optimal
untuk tujuan komersil.

Namun demikian, di pulau Sulawesi, tipe pengembangan industri ini mungkin akan memerlukan
campur tangan pemerintah secara tepat dan pengorganisasian kepentingan pribadi serta
terbentuknya organisasi petani untuk menyebarluaskan informasi dan teknik serta tujuan kegiatan
yang diusulkan.

Gambar 5.2.19 memberikan ilustrasi contoh fasilitas yang akan membantu operasional sistem
tersebut. Fasilitas ini akan dikembangkan dalam usulan pusat pengolahan makanan terpadu
(CFPC)di wilayah Mamminasata dan Manado yang diusulkan sebagai kompleks industri
pengolahan makanan.

CFPC yang diusulkan untuk tujuan daur ulang residu akan terdiri atas fasilitas berikut ini:

* Pabrik pengolahan residu.


* Pabrik pembangkit bio massa.
* Pembuat makanan ternak dan pupuk organik.
* Fasilitas distribusi umum seperti gudang.
* Sistem penyediaan listrik, sistem penyediaan air, sistem pengolahan limbah cair, sistem
pengolahan limbah padat.

Fungsi penting CFPC adalah bahwa fungsinya tidak terbatas hanya untuk pengolahan makanan
tetapi juga termasuk produk sampingan dari sisa pengolahan pertama dan mendaur-ulangnya
untuk keperluan pertanian sebagai makanan ternak atau pupuk organik. Limbah padat yang bisa
dibakar (misalnya sekam/kulit padi, sabut kelapa, tongkol jagung, dsb) dapat digunakan sebagai
sumber energi bio-massa untuk membangkitkan listrik atau menjalankan ketel uap yang
diperlukan untuk pengolahan makanan.

Dengan cara ini, konsumsi listrik dari jaringan listrik yang umumnya didasarkan pada
pembakaran bahan bakar fossil dan minyak bumi dapat dikurangi, sehingga memberikan
kontribusi terhadap berkurangnya beban lingkungan. Bahkan, jika penurunan penggunaan nahan
bakar fossil yang diharapkan bisa mencaapi lebih dari 100.000 ton karbon dioksida per tahun,
maka porsi pembangkitan energi bio-massa pada fasilitas yang diusulkan akan memerlukan
sertifikat penurunan emisi (CER) sesuai dengan mekanisme pembangunan bersih (CDM).

5-20
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Cocoa Coffee Coconut Rice Livestock Fish &


Marine
Product

Raw MaterialStore Iced, Chilled and Cold Store

Various Plants Traders Various Plants


for Processing of Raw for Processing of Raw
Materials (Drying, crushing, Materials (Cutting,
skinning,
grinding, polishing, milling, de-boning, sorting, filleting.
expelling, etc.) packing, etc.)

Organic
Fertilizer and
Animal Feed
Bio-mass Bio-mass
Power Power Infrastructure and
Generation Residual Generation facilities for residuals
Pprocessing recycling purpose

Stock of Residuals from Crops and Offal from Livestock and Fish

Solid waste disposal facility Waste water treatment facility

Sumber : Tim Studi JICA


Gambar 5.2.19 Fasilitas Daur Ulang Residu dalam Pusat Pengolahan Makanan Terpadu

(3) Pengelolaan Pulau Tahan Bencana

Untuk menanggulangi bencana alam yang mungkin terjadi, kapasitas pencegahan bencana daerah
harus ditingkatkan. Apabila terjadi bencana, bantuan, pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi
daerah yang terkena bencana akan sangat dibutuhkan.

Walaupun Sulawesi belum pernah mengalami bencana besar yang menyebabkan kerusakan
permanen, seperti gunung meletus dan tsunami, ataupun bencana alam seperti banjir bandang
tanah longsor, peristiwa-peristiwa ini tetap masih bisa terjadi. Untuk mengambil langkah-langkah
dalam mengurangi dampak, rehabilitasi kerusakan, dan pemulihan secepatnya, maka diperlukan
persiapan di bawah ini.

* Sistem Informasi Bencana: bencana alam potensial sebaiknya diinformasikan kepada


masyarakat agar mereka paham dan melakukan persiapan. Pelatihan evakuasi reguler akan
meningkatkan kapasitas mereka dalam mencegah, mengurangi dampak, atau bersiap
terhadap kemungkinan bencana.

* Sistem alarm: Walaupun sistem alarm yang sempurna tidak mungkin dapat diperoleh,
sistem alarm bencana dasar akan menjadi sangat praktis untuk kasus becana.

5-21
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

* Aksesibilitas ke daerah yang rusak: Mengamankan akses ke daerah yang rusak karena
bencana sangat penting dilakukan. Penyelamatan dan pemulihan pada tahap awal pasca
bencana merupakan hal yang sangat mendesak bagi korban bencana. Oleh karena itu,
keamanan jalan akses merupakan hal yang paling penting. Sistem akses rute ganda
direkomendasikan tersedia untuk mencapai daerah yang terkena bencana.

* Pemulihan dan rehabilitasi diperlukan oleh korban pasca bencana. Penyediaan dukungan
sistematik dan cepat harus dilakukan melalui metode ilmiah, dan kesiapan terhadap
bencana akan diperoleh lewat pelatihan.

* Pemulihan mata pencarian merupakan target pencegahan bencana. Rekonstruksi akan


dilaksanakan dengan kolaborasi antara masyarakat yang terkena dampak dan lembaga
swadaya masyarakat.

5-22
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.3 Rencana Tata Guna Lahan

5.3.1 Prinsip-Prinsip Tata Guna Lahan

Lahan merupakan elemen dasar dimana masyakarat dapat melaksanakan berbagai jenis kegiata
ekonomi. Untuk menetapkan tata guna lahan yang efektif dan efisien dalam jangka panjang, Studi
ini akan mendesainbeberapa tipe pusat dan zona kegiatan di Pulau Sulawesi. Karena terbatasnya
lahan untuk pembangunan di Sulawesi, maka penggunaan lahan untuk pembangunan yang
mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan perlu lebih diintensifkan. Pada saat yang
bersamaan, agar tidak menimbulkan dampak lingkungan yang negatif, maka perlu diberikan
perhatian dalam usaha kelangsungan lingkungan hidup.

Sebuah pusat diartikan sebagai sebuah simpul/titik yang mengakomodasi (atau akan
mengakomodasi) kepadatan penduduk dalam jumlah tertentu dan juga berbagai kegiatan ekonomi
yang intensif. Simpul-simpul yang ada, misalnya kota-kota besar, kota-kota kecil, serta desa-desa
besar dapat dikategorikan sebagai pusat. Studi ini mengklasifikasikan simpul-simpul yang
potensial sebagai pusat-pusat antar-wilayah/internasional dan juga pusat-pusat dalam wilayah
berdasarkan pertimbangan besarnya populasi dan skala kegiatan ekonomi.

Sebuah zona didefinisikan sebagai sebuah luasan ruang dimana tersedia sumber-sumber daya alam
bernilai yang menyokong kehidupan dan kegiatan ekonomi masyarakat (pada sebuah pusat). Pada
studi ini, zona diklasifikasikan menjadi: (1) zona pertanian, (2) zona hutan daerah, (3) cagar alam,
dan (4) suaka margasatwa.

Tabel di bawah ini menunjukkan gagasan umum klasifikasi tata guna lahan
Tabel 5.3. 1 Klasifikasi Tata Guna Lahan
Klasifikasi I Klasifikasi II Keterangan
Pusat Pusat Akan direncanakan sebagai Pusat
Antar-Wilayah/Internasional Kegiatan Nasional (PKN)
Pusat Dalam Wilayah Akan direncanakan sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW)
Zona Zona Pertanian Daerah pertanian yang ada dan
sekitarnya
Zona Hutan Regional Daerah hutan (termasuk hutan
lindung) dan sekitarnya
Cagar Alam Cagar alam yang ditetapkan
Suaka Margasatwa Suaka Margasatwa yang
ditetapkan
Sumber: Tim Studi JICA

Diharapkan agar para stakeholder terkait, termasuk pemerintah propinsi, akan mempertimbangkan
usulan Klasifikasi Tata Guna Lahan untuk perencanaan/programnya masing-masing, sehingga
akan terbentuk koordinasi yang baik dan pembangunan pulau Sulawesi secara terpadu.

5-23
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.3.2 Kerangka Kerja Tata Guna Lahan per Propinsi

(1) Dasar-dasar Tata Guna Lahan

Berdasarkan klasifikasi tata guna lahan, Studi ini mengusulkan kerangka awal tata guna lahan
untuk Pulau Sulawesi sampai tahun 2024, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3.1.

Tiga pusat antar-wilayah/internasional (ditunjukkan dalam lingkaran merah) dan lima pusat dalam
wilayah (ditunjukkan dalam lingkaran kuning) merupakan pusat-pusat yang akan dibangun untuk
keseluruhan pulau. Diharapkan agar hubungan ekonomi di antara pusat-pusat tersebut akan
meningkat dengan cara mengembangkan atau meningkatkan jaringan jalan arteri dan jalur laut.
Bersamaan dengan itu, zona pertanian perlu ditambah melalui peningkatan produksi dan kualitas
hasil panen tanaman prioritas, sedangkan daerah hijau di pedalaman harus dikelola dengan tepat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Kerangka Kerja Tata Guna Lahan per Propinsi

Propinsi Sulawesi Utara

Propinsi Sulawasi Utara memegang peranan utama dalam Hubungan Ekonomi di Wilayah Utara.
Khusus Manado dan sekitarnya, yang disebut sebagai BIMIDO (Bitung-Minahasa-Manado), akan
dirancang sebagai pusat antar-wilayah/internasional dan diharapkan untuk tumbuh sebagai inti dari
perdagangan internasional untuk masa yang akan datang. BIMIDO memiliki potensi untuk
pengembangan industri terpadu yang didukung oleh sarana penting seperti pelabuhan laut
internasional (Bitung) dan bandar udara internasional (Manado), dengan kekayaan sumber daya
lautnya. Wisata bahari juga merupakan potensi industri yang prospektif yang dapat digabungkan
dengan wilayah wisata hijau (taman nasional) untuk lebih lanjut mempromosikan daya tarik sekor
pariwisata.

Dalam Studi ini diusulkan untuk memperkuat pertalian dengan wilayah barat, jalan yang
berhubungan dengan pesisir pantai utara menuju Gorontalo harus segera ditingkatkan menjadi
ruas jalan Trans-Sulawesi, sedangkan jalan yang yang berhubungan dengan pesisir pantai di
sebelah selatannya akan diprioritaskan dalam jangka panjang atas pertimbangan efektivitas biaya
karena garis pantainya yang berliku-liku. Selain itu, jalan lintas (koridor utara-selatan) antara
jalan pesisir utara dan selatan juga diusulkan dengan mempertimbangkan perhatian terhadap
perlindungan daerah hijau.

Propinsi Gorontalo

Propinsi Gorontalo yang saat ini menerapkan KAPET terutama bertujuan untuk mempromosikan
industri makanan. Industri yang berkaitan dengan jagung merupakan salah satu industri yang
potensial atau strategis menurut rencana ekonomi daerah. Terdapat beberapa wilayah yang dapat
dinyatakan sebagai cadangan alam di dan di sekitar Gorontalo. Perhatian yang cukup perlu
diberikan kepada komoditas serti kelapa, jagung, dan produksi tanaman pangan lainnya.

Kota Gorontalo memegang peranan penting di bidang transportasi, dengan jalan nasional dan jalur
laut nasional yang tersedia bagi Hubungan Ekonomi Bagian Tengah. Sementara itu,
pengembangan transportasi fery di pedalaman yang menghubungkan jalur pantai utara dengan
pantai selatan sangat diperlukan untuk meningkatkan aksesibilitas di wilayah-wilayah terpencil.

5-24
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Sumber: Tim Studi JICA


Gambar 5.3.1 Kerangka Kerja Tata Guna Lahan Pulau Sulawesi hingga 2024

Propinsi Sulawesi Tengah


Palu, yang merupakan Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah, direncanakan sebagai pusat
antar-wilayah/internasional, sedangkan Luwuk sebagai pusat dalam wilayah. Palu mempunyai
lokasi strategis yang menghubungkannya dengan Sulawesi dan Kalimantan (seperti yang
dinyatakan pada Bagian 5.2.2). Palu memiliki potensi pembangunan industri terpadu dengan fokus
pada pertanian di daerah pedalaman yang dapat didukung oleh pelabuhan (di Pantoloan) dan
bandar udara (di Palu). Luwuk memiliki potensi minyak dan gas alam yang sangat besar yang dapat
segera dimanfaatkan, dan diharapkan dapat mendorong industri-industri terkait Sementara itu,
daerah hijaunya perlu dilestarikan dan dilindungi. Meskipun Luwuk telah dirancang sebagai
sebuah KAPET, daerah ini belum dikembangkan/dibangun dengan alasan karakteristik geografis.
5-25
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Untuk membuka daerah ini terhadap perekonomian Sulawesi, diusulkan untuk meningkatkan jalur
transportasi laut dari/ke Luwuk (serta Pagimana) dalam rangka memperkuat pertaliannya dengan
semenanjung yang lain (ke Gorontalo dan ke Kendari), dengan meningkatkan transportasi
pedalaman ke Palu lewat Poso.

Propinsi Sulawesi Barat


Mamuju, sebagai Ibukota Sulawesi Barat, adalah lokasi yang strategis dengan zona pertanian yang
potensial di daerah pedalaman, yang diharapkan akan memberikan kontribusi terhadap pertalian
ekonomi pedesaan, seperti Hubungan Ekonomi Bagian Tengah, Hubungan Ekonomi Bagian Barat,
dan Hubungan Ekonomi Bagian Selatan. Saat ini, jaringan jalan antara Mamuju dan Palu berada
dalam kondisi yang memprihatinkan. Oleh sebab itu, jalan yang merupakan ruas jalan
Trans-Sulawesi antara Palu, Mamuju dan Pare-pare ini harus ditingkatkan untuk melancarkan
pergerakan arus penumpang dan barang Selain itu, jaringan jalan pedalaman ke daerah terpencil
harus ditingkatkan sehingga produk-produk pertanian dapat diangkut dengan lancar.

Propinsi Sulawesi Selatan


Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dan wilayah sekitarnya, yang disebut dengan
MAMMINASATA (Makassar-Gowa-Maros-Takalar) direncanakan sebagai pusat antar-wilayah/
internasional, sementara Pare-pare sebagai pusat dalam wilayah. Makassar dengan prasarana yang
cukup baik merupakan kota yang terbesar di Pulau Sulawesi dalam hal jumlah penduduk dan
kegiatan ekonominya. Untuk lebih jauh menciptakan pembangunan ekonomi yang intensif,
baru-baru ini telah dibuat konsep mengenai Rencana Tata Ruang Terpadu Mamminasata yang
berkoordinasi dengan Badan Kerja Sama Pembangunan Metropolitan Mamminasata (BKSPMM),
yang mengusulkan pembangunan beberapa wilayah industri baru selain KIMA. Pare-pare terletak
sekitar 150km sebelah utara Makassar. Meskipun Pare-pare sudah dirancang sebagai KAPET yang
didukung oleh pelabuhannya, kota ini masih belum memperlihatkan kemajuan yang besar dalam
pembangunannya. Telah dibuat sebuah konsep mengenai rencana pembangunan pabrik kilang
minyak untuk meningkatkan perekonomian di wilayah tersebut.
Untuk lebih jauh meningkatkan perekonomian Sulawesi Selatan, ruas jalan nasional antara
Makassar dan Pare-pare sangat diprioritaskan dalam rangka mengikuti kebijakan pembangunan
nasional.

Propinsi Sulawesi Tenggara


Kendari, Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara ditetapkan sebagai KAPET, dan telah menduduki
posisi teratas dalam PDRB per-kapita di Sulawesi karena produksi tambang nikel dan aspalnya.
Sementara itu, Studi ini akan mengusulkan hubungan yang lebih kuat antara Kendari, Makassar
dan kota-kota lainnya dengan tujuan bisnis dan perdagangan yang lebih efektif/efisien, untuk
menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi.
Dalam rangka lebih mengintegrasikan wilayah ini dengan perekonomian Sulawesi secara
keseluruhan, peningkatan jalur transportasi laut merupakan langkah ideal untuk menjadi jalan
lintas pelayaran yang menghubungkan Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tengah. Pada saat yang
bersamaan, karena propinsi ini mempunyai banyak pulau tanpa akses yang efisien, maka perlu
dipertimbangkan pengembangan sistem transportasi daerah pada wilayah yang terpencil.
Kabupaten Buton adalah salah satu kabupaten dengan PDRB per kapita terendah di Sulawesi.
Meski demikian, pemanfaatan Aspal Buton secara optimal sebagaimana dikaji dalam Apendiks 9

5-26
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

dan eksploitasi minyak dan gas yang dimulai tahun 2007 dapat memberikan kontribusi pada
pembangunan daerah di wilayah bagian selatan pulau Sulawesi ini di masa yang akan datang.

5.4 Promosi Industri

5.4.1 Dasar-dasar Promosi Industri di Sulawesi

Setelah melakukan tinjauan ulang status pulau Sulawesi dari berbagai sudut pandang yang
berbeda, yaitu kondisi alam, trend kependudukan, karakteristik industri, dasar-dasar promosi
industri di masa yang akan datang dapat dirangkum dalam tiga hal, sebagai berikut:
① Untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas di sektor pertanian, agar stabilitas kesempatan
kerja dapat dipertahankan.
② Untuk mempromosikan agroindustri lewat pengenalan teknik dan keahlian yang diperlukan,
dan oleh karena itu kesempatan kerja dan peningkatan nilai tambah akan lebih lanjut tercipta.
③ Untuk mempromosikan produk/industri terpilih dengan menyediakan insentif/dukungan
seperlunya dari sektor publik dalam kemitraan pemerintah-swasta. Dengan melakukan hal ini
kesempatan kerja dan tingkat pendapatan akan mengalami peningkatan.

Wilayah yang paling berkembang di pulau Sulawesi telah ditingkatkan pembangunannya, dan
akan membatasi adanya pengembangan baru dari segi tata guna lahan, serta pelestarian
lingkungan. Dengan situasi ini, satu-satunya tantangan dalam sektor pertanian di Sulawesi adalah
untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman pangan terpilih yang dapat
diolah/diindustrialissasi agar dapat bersaing di pasaran.

Untuk hal-hal tersebut pada poin ① dan ② diatas, stakeholder terkait (sektor swasta dan
pemerintah) harus mencoba membuat komitmen yang total agar membuat sektor dan industri
pertanian di Sulawesi memiliki daya saing dalam jangka menengah atau jangka panjang. Pada
kesempatan yang sama, poin ③ harus diprioritaskan secara strategis agar perekonomian
Sulawesi dapat bertumbuh dalam jangka pendek. Tim Studi mengidentifikasi dan mengusulkan
produksi bahan bakar bio diesel (lihat Apendiks 1) dan pengolahan makanan sebagai sektor
industri yang penting dan prioritas. Ini semua dapat berkontribusi tidak hanya untuk
pembangunan ekonomi pulau Sulawesi namun juga untuk mempromosikan energi baru dan
ekonomi berorientasi siklus.

Bagian selanjutnya, akan mendiskusikan pendekatan yang lebih praktis mengenai ketiga prinsip
diatas dalam rangka mempromosikan industri.

5.4.2 Pengkajian Industri Prospektif


Studi ini telah menetapkan industri/produk prospektif di Pulau Sulawesi. Untuk secara efisien dan
efektif mempromosikan industri tersebut dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi di masa
depan, perlu untuk melihat prasyarat industrialisasi, dan pada titik ini, diperlukan identifikasi
kelebihan dan kekurangan tiap produk/industri.

5-27
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

(1) Pendekatan Analisis Klaster


Dengan mengacu kepada kerangka kerja Klaster Industri yang ditetapkan oleh Michael Porter,
terdapat empat elemen yaitu: i) Kondisi Faktor; ii) Kondisi Kebutuhan; iii) Strategi Perusahaan;
iv) Sstruktur dan Pesaing; dan v) Industri Terkait dan Pendukung akan dianalisa oleh
industri/produk prospektif. Elemen-elemen ini akan mengatur daya saing kompetitif melalui
dinamika dampak timbal balik di antara elemen-elemen tersebut.

Strategi,
struktur dan
pesaing

Kondisi Kondisi
faktor permintaan

Industri
terkait dan
pendukung

Gambar 5.4.1 Diagram Elemen Keunggulan Kompetitif

Kondisi Faktor terdiri dari kualitas/biaya input dan kekhususan/originalitas produk/industri.


Sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan infrastruktur (fisik, informasi dan teknologi)
merupakan satuan komponen yang perlu dinilai dalam aspek kualitas dan penyediaan biaya.
Apabila terdapat karakteristik khusus daerah yang tercermin dalam produk/industri, maka ada
kemungkinan untuk secara umum memiliki keunggulan kompetitif.
Kondisi Kebutuhan diuraikan berdasarkan tingkat kuantitatif/kualitatif dari pasar/konsumen
sasaran dan semangat inovasi yang dibutuhkan/disyaratkan. Apabila tingkat yang dibutuhkan
lebih tinggi atau apabila semangat inovasi lebih jelas, maka kondisi ini akan lebih
menguntungkan bagi produsen/pengusaha, sehingga mereka akan termotivasi untuk
meningkatkan produksi/bisnis mereka.
Strategi perusahaan, struktur dan pesaing diwakili oleh ketepatan investasi dan kelanjutan upaya
peningkatan oleh produsen/pengusaha, dan tingkat kompetisi di antara mereka. Dapat dimengerti
bahwa semakin tinggi persaingan, maka kemungkinan besar keunggulan kompetitif juga
meningkat.
Industri terkait dan pendukung dapat dinilai sebagai keunggulan kompetitif apabila terdapat
sejumlah pemasok yang kompeten dan/atau terdapat akumulasi klaster. Hal tersebut secara
langsung berkaitan dengan klaster lewat interaksi dengan tiga elemen lainnya, dan menghasilkan
keunggulan kompetitif menyeluruh produsen/perusahaan.
Dalam rangka mempromosikan/menguatkan klaster industri, secara teoritis, hal ini dianggap

5-28
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

penting: i) untuk menngkaji tiap elemen produksi/industri dari segi sasaran, ii) untuk
meningkatkan tiap elemen sebisa mungkin, dan iii) untuk mempromosikan dampak interaktif
antar elemen.

(2) Penilaian berdasarkan Industri yang Diusulkan


Berdasarkan kerangka kerja Klaster Industri, industri/produk Pulau Sulawesi yang ditetapkan di
bawah (① hingga ⑨) ini telah dikaji, dari sudut pandang keunggulan kompetitif, oleh karena itu,
identifikasi keunggulan/kelemahan industri tersebut dijabarkan di bawah ini.

① PENGOLAHAN SUMBER DAYA PERTANIAN _1:


Bahan bakar bio diesel berbasis kelapa dan jarak untuk menggantikan bahan domestik di
Sulawesi.
② PENGOLAHAN SUMBER DAYA PERTANIAN _2:
Pengolahan makanan termasuk kakao, kopi, vanili, sayuran, kacang mede, dsb. Untuk pasar
luar negeri, khususnya Cina.
③ PENGOLAHAN TERNAK.DAGING/PAKAN TERNAK:
Daging halal untuk Kalimantan/Timur Tengah. Pakan ternak dari kopra, jagung, ubi jalar,
kacang kedelai, dan residu ikan untuk peternak domestik.
④ PRODUK PERIKANAN DAN KELAUTAN:
Produk baru seperti ikan bandeng untuk ekspor/pasar domestik. Promosi tuna ulahan,
rumput laut, dll untuk ekspor.
⑤ PENGOLAHAN SUMBER DAYA PERTAMBANGAN _1:
Pengembangan minyak bumi dan gas alam untuk ekspor dan pasar domestik.
⑥ PENGOLAHAN SUMBER DAYA PERTAMBANGAN_2:
Peningkatan nikel, aspal, eman, dsb untuk ekspor dan pasar domestik.
⑦ MATERIAL KONSTRUKSI:
Kerikil, batu, semen untuk diekspor ke daerah penghasil energi seperti Kalimantan dan
Luwuk.
⑧ INDUSTRI RINGAN:
Industri padat karya, seperti material kayu, tripleks, furnitur, garmen, sepatu, dsb untuk
ekspor.
⑨ INDUSTRI PARIWISATA:
Eco-tourism bahari.

Rincian mengenai pengkajian ini dijelaskan pada Tabel 5.4.3 (1/9)-(9/9) pada bagian akhir bab
ini, sedangkan pengkajian keseluruhan industri/produk Sulawesi dirangkum sebagai berikut,
berdasarkan keempat elemen yang telah dijelaskan sebelumnya.
¾ Kondisi Faktor: Mencukupi sebagai persyaratan dasar untuk kualitas dan kuantitas,
sementara diperlukan peningkatan lebih lanjut.

5-29
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

¾ Kondisi Kebutuhan: Pasar/konsumen yang potensial diantisipasi, namun kebutuhan mereka


harus dimonitor secara tepat dan teratur untuk bertahan dalam persaingan.
¾ Strategi perusahaan, struktur dan pesaing: Masih memiliki ruang untuk ditingkatkan. Salah
satu kuncinya adalah dengan proaktif mempromosikan investasi langsung dari dalam dan
luar negeri, yang dapat membantu produsen/pengusaha mengatasi kondisi faktor dan
kebutuhan pada saat yang bersamaan,
¾ Industri terkait dan pendukung: Hubungan yang erat dengan Kondisi Faktor, dengan
pemahaman bahwa: “semakin kompeten sumber daya manusia, semakin kompeten suplier
yang tumbuh”. Jadi, perlu untuk mengembangkan sumber daya manusia yang kompeten
sebagai syarat dasar untuk keunggulan kompetitif.

Sementara itu, Tim Studi JICA melakukan upaya untuk memberikan urutan prioritas untuk
produk/industri terpilih,dengan mengurutkan berdasarkan skala “++ (following wind)”, “+ (calm
wind”), dan “- (headwind)” untuk tiap elemen keunggulan kompetitif, berdasarkan penilaian yang
ditunjukkan dalam Tabel 5.4.3. Tabel 5.4.1 memberikan ringkasan urutan prioritas dengan total
skor berdasarkan tingkatan. Apabila total skor adalah lima “+” atau lebih, maka industri tersebut
akan mendapatkan prioritas “A” yang akan dipromosikan sesegera mungkin. Begitu juga apabila
total skor adalah tiga “+” namun kurang dari lima, maka mendapat prioritas “B” yang
membutuhkan beberapa persiapan/peningkatan untuk satu atau dua elemen keunggulan kompetitif
bagi promosi. Dan apabila skor total adalah kurang dari tiga “+”, akan mendapat prioritas “C”
yang membutuhkan lebih banyak upaya sebelum dipromosikan.

5-30
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.1 Prioritas Produk/Industri


Elemen Keunggulan Kondisi Kondisi Strategi Industri Skor total
kompetitif faktor kebutuhan perusahaan, terkait dan
Usulan Industri struktur dan pendukung
pesaing
PENGOLAHAN SUMBER +
DAYA PERTANIAN _1 + ++ - +++
(bahan bakar bio diesel) B
PENGOLAHAN SUMBER Cacao
DAYA PERTANIAN + ++ - + ++++
_2(pengolahan makanan) Coffee B
+ ++ - - +
Ave. +++
PENGOLAHAN TERNAK, Livestock, Meat Processing
DAGING/PAKAN TERNAK + ++ - + +++
Animal Feed B
++ + - + +++
Ave. +++
PRODUK PERIKANAN
DAN MARITIM
+ ++ - - C +

PENGOLAHAN SUMBER
A
DAYA PERTAMBANGAN ++ ++ + + ++++++
_1 (minyak dan gas alam)
PENGOLAHAN SUMBER
DAYA PERTAMBANGAN A
++ ++ + + ++++++
_2
(nikel, aspal, etc.)
MATERIAL KONSTRUKSI ++ + + + A +++++
INDUSTRI RINGAN + ++ - - C +
INDUSTRI PARIWISATA + + - - C ±
++: following wild, +: calm wind, -: head wind
Dari urutan prioritas ini, dapat dilihat bahwa industri pertambangan dianggap sebagai prioritas
utama (peringkat A) untuk segera dipromosikan dan perlu mendapatkan perhatian agar tidak
memberikan dampak luas (spillover effect) ke daerah tersebut. Agroindustri dan industri yang
berkaitan dengan peternakan menempati prioritas kedua (ranking B) yang membutuhkan
manajemen yang tepat untuk dapat masuk ke dalam bisnis skala besar. Pada saat industri ini telah
mengalami pertumbuhan, kelanjutan ekonomi daerah akan dapat diantisipasi dengan potensi
produksi. Di sisi lain, industri perikanan dan maritim, industri ringan dan industri pariwisata
menempati peringkat yang rendah (ranking C) karena kurangnya industri pendukung dan badan
pengelola. Nampak bahwa industri ini akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan
industri lainnya walaupun hasil penilaian untuk faktor kondisi dan kebutuhan menunjukkan nilai
positif. Dari sudut pandang berbeda, industri ini akan diprioritaskan secara strategis dengan
adanya kebijakan yang kuat dari pemerintah.

5-31
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

5.4.3 Kebijakan dan Langkah-langkah untuk Promosi Klaster Industri


Secara umum diusulkan, untuk meningkatkan/memperkuat keunggulan kompetitif klaster industri,
sehingga kebijakan dan langkah-langkah di bawah ini perlu dipertimbangkan.
Tabel 5.4.2 Kebijakan untuk Mendukung/Meningkatkan Keunggulan Kompetitif Klaster Industri
Elemen Keunggulan
Kebijakan/Langkah Pendukung/Peningkatan
Kompetitif
Kondisi Faktor Peningkatan kualitas lebih lanjut, penyediaan yang loebih efisien
① Kerjasama/bimbingan teknis untuk peningkatan
kualitatif/kuantitatif produk pertanian dan maritim.
② Pendidikan dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia.
③ Kerjasama keuangan atau pengenalan skema kredit.
④ Peningkatan/pembangunan prasarana fisik (jalan, air, tenaga
listrik, drainase, pengolahan sampah)
⑤ Peningkatan/pengembangan informasi dan teknologi untuk
mendukung produksi dan distribusi.
Kondisi Kebutuhan Penetapan kebutuhan pasar yang tepat dan berlanjut
⑥ Pendidikan dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia..
⑦ Peningkatan/pengembangan informasi dan teknologi untuk
mendukung produksi dan distribusi.
Strategi perusahaan, Promosi/daya tarik investor dalam/luar negeri
struktur, dan pesaing ⑧ Pelatihan teknis pengolahan produk primer
⑨ Kerjasama keuangan atau pengenalan skema kredit.
⑩ Peningkatan sistem investasi dan perpajakan.
⑪ Peningkatan/pengembangan informasi dan teknologi untuk
mendukung produksi dan distribusi.
Industri terkait dan Pengembangan sumber daya manusia yang mendesak
pendukung ⑫ Kerjasama/bimbingan teknis untuk peningkatan
kualitatif/kuantitatif produk pertanian dan maritim
⑬ Pelatihan kepemimpinan dan pengembangan kapasitas
masyarakat.
⑭ Peningkatan/pembangunan prasarana fisik (jalan, air, tenaga
listrik, drainase, pengolahan sampah)

Berdasarkan kebijakan dan langkah-langkah yang disebutkan di atas, beberapa program spesifik
diusulkan untuk mendukung dan mempercepat pembangunan ekonomi Sulawesi di masa depan,
dengan program prasarana fisik dan program pengembangan kapasitas/institusional.

(1) Peningkatan/Pembangunan Prasarana

— Program Pembangunan Prasarana Transportasi (menekankan ④)

Tujuan Pembangunan/peningkatan prasarana transportasi, misalnya jalan, jalur laut, dan


pelabuhan laut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Pulau Sulawesi.
Masukan i) Peningkatan jalan arteri (jalan nasional dan propinsi)
utama ii) Peningkatan jalan kolektor/lokal (jalan kabupaten)
iii) Peningkatan jalur laut (Kapal Roro)
iv) Pembangunan sarana/prasarana kunci (mis: pelabuhan laut)

5-32
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Periode Jangka Panjang: 2009~2024 (3 tahap)


Pelaku utama - Pemerintah Pusat (Departemen Pekerjaan Umum (Direktorat Jenderal Bina
Marga), Departemen Perhubungan
Stakeholder - Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten)
terkait - Sektor Swasta

— Program Pembangunan Prasarana Infrastruktur (menekankan ⑤,⑦,⑪,⑭)

Tujuan Pembangunan sistem komunikasi/informasi yang akan mendukung kegiatan


produksi, distribusi, dan pemasaran para produsen/perusahaan.
Masukan i) Pemasangan sistem informasi kecepatan tinggi (broadband)
utama ii) Pengembangan kapasitas dan pelatihan bagi instansi pemerintah dan
produsen.
Periode Jangka Menengah: 2014~2024 (2 tahap)
Pelaku utama - Pemerintah Pusat (Departemen Perhubungan, Departmen perindustrian)
Stakeholder - Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten)
terkait - Sektor swasta

(2) Penyusunan Kelembagaan dan Pengembangan Kapasitas

— Program Pengembangan/Promosi Produk Lokal (menekankan①,②,③,⑥,⑧,⑫,⑬)


Tujuan Pengembangan kapasitas untuk produsen maritim dan pertanian dengan tujuan
meningkatkan nilai tambah yang akan berkontribusi terhadap PDRB Pulau
Sulawesi.
Input kunci i) Transfer teknologi ke produsen komoditas olahan (kakao, kopi, dll) dan
keahlian pemasaran.
ii) Pelaksanaan proyek percontohan untuk komoditas pilihan (mis: tiga
komoditas ekspor untuk tiap kabupaten)
Periode Jangka Pendek: 2009~2013
Pelaku utama - Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten)
- Produsen produk pertanian dan maritim
Stakeholder - Pemerintah Pusat (Departemen pertanian, Departemen Perindustrian)
terkait - Sektor swasta

— Program Promosi Ekspor (menekankan ⑥,⑩,⑫)

Tujuan Peningkatan daerah ekspor untuk memperlancar penanganan barang yang


diproduksi untuk tujuan ekspor, sehingga kompeten untuk diperdagangkan di
pasar internasional.
Input utama i) Penyusunan kembali institusi yang bertanggung jawab atas daerah ekspor
ii) Pengembangan kapasitas dan pelatihan yang berkaitan dengan penyusunan
kelembagaan
Periode Jangka pendek: 2009~2013
Pelaku utama - Pemerintah Pusat

5-33
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

— Program Promosi Investasi Dalam dan Luar Negeri (menekankan⑨,⑩)

Tujuan Perbaikan prosedur investasi dan pembentukan “layanan satu atap” untuk
memotivasi investor (setelah kesepakatan kemitraan ekonomi atau EPA:
“Economic Partnership Agreement)
Input utama i) Peningkatan prosedur investasi
ii) Pengembangan kapasitas dan pelatihan selaras dengan penyusunan
kelembagaan
Periode Jangka Pendek: 2009~2013
Pelaku utama - Pemerintah Pusat (BKPM, Departemen Perindustrian)

— Program Konservasi Sumber Daya, Daur Ulang dan Penggunaan Kembali (menekankan
①,⑥,⑧,⑫,⑬)

Tujuan Perencanaan dan pelaksanaan tindakan strategis untuk tujuan konservasi sumber
daya, daur ulang, dan penggunaan ulang, termasuk pengembangan energi
alternatif.
Input utama i) Perencanaan tindakan dan pelaksanaan proyek percontohan
ii) Studi kelayakan pengembangan energi alternatif (mis. Bahan bakar bio
diesel)
Periode Jangka Pendek: 2009~2013
Pelaku utama - Pemerintah Pusat (Departemen Lingkungan Hidup, dan Departemen Energi dan
Pertambangan)
Stakeholder - Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten)
terkait - Sektor Swasta

5.4.4 Program Pelaksanaan Promosi Industri

Seperti yang telah disebutkan dalam bagian 5.4.1, diharapkan stakeholder terkait (pemerintah dan
swasta) membuat komitmen komprehensif untuk promosi industri dalam rangka mencapai target
pertumbuhan ekonomi dari titik awal ekonomi berbasis pertanian.

Tidak terdapat jalan yang mulus dalam pembangunan ekonomi dan promosi industri. Namun
demikian, sekali lagi, setidaknya dua arahan harus ditetapkan sebagai berikut: i) peningkatan
produktivitas dan kualitas pada basis pertanian dan sumber daya lokal yang ada di pulau Sulawesi,
ii) Tantangan lapangan industri baru (mis: industri bio diesel) yang didukung dengan komitmen
para stakeholder. Arahan yang pertama memerlukan upaya yang stabil dari petani dan dukungan
kesabaran dari pemerintah untuk jangka menengah dan panjang, sementara arahan yang kedua
membutuhkan panduan yang tepat dari pemerintah, pimpinan dan dukungan dari sektor swasta
untuk membawa industri ke tingkat yang berkelanjutan.

Gambar 5.4.2 menunjukkan jadwal pelaksanaan skematik untuk promosi industri di Sulawesi,
dimana program yang diusulkan dinyatakan dalam kerangka waktu jangka pendek, menengah dan
jangka panjang. Program prasarana dan program yang terkait dengan kapasitas/kelembagaan
sebaiknya dilaksanakan secara bersamaan, dan saling mendukung seperti dua roda, untuk dapat

5-34
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

mulai secara cepat sehingga perekonomian Sulawesi mendapatkan keuntungan dengan


pertumbuhan yang berlanjut ke masa depan. Seperti yang diilustrasikan dalam gambar, lima tahun
ke depan akan menjadi “Lima tahun yang berharga bagi Sulawesi untuk masuk ke dalam
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan”. Diharapkan bahwa program ini akan diluncurkan
seperti yang diusulkan dengan memberikan semua input yang diperlukan serta energi dan waktu
investasi dari para stakeholder terkait.

Lima tahun yang berharga bagi Sulawesi untuk masuk


ke dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

Kerangka waktu Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang


Kategori program (2009~2013) (2014~2018) (2019~2024)
Peningkatan
pembangunan
Program Pembangunan Prasarana Transportasi
infrastruktur

Program Pembangunan Prasarana Informasi

Institutional
Arrangement and
Program Promosi/Pengembangan Produk Lokal
Capacity Building

Program Promosi Ekspor

Program Promosi Investasi Dalam/Luar Negeri

Program Konservasi Sumber Daya, Daur Ulang dan


Penggunaan Kembali

Gambar 5.4.2 Jadwal Pelaksanaan Promosi Industri Sulawesi

5-35
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (1/9)

Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar


Pengolahan Sumber daya pertanian _1
Bahan bakar bio diesel berbasis kelapa dan jarak untuk menggantikan bahan bakar domestik di
Sulawesi.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif

Bagaimana memotivasi
Manado Strategi sektor swasta
Bagaimana perusahaan,
memotivasi struktur dan
Pasar
petani? pesaing internasional dan
domestik
Palu
Kondisi Kondisi
faktor permintaan

Ekspansi areal
Kendari budidaya, Kompetitif
distribusi/pengu Industri (matang)
mpulan yang terkait dan Kurang kompetitif
efektif pendukung Tdk kompetitif
Makassar (Tdk matang)

Kajian rinci
Kriteria Penilaian
Kondisi faktor Kualitas dan biaya input Sulawesi telah memiliki perkebunan kelapa sejak lama. Saat ini areal
(produksi bahan mentah, budidaya adalah sekitar 710.000 Ha atau 22% dari 3,2 juta Ha di
sumber daya, modal, seluruh Indonesia. Sementara, sebagian besar pohon kelapa sudah tua
prasarana, dll) dan menyebabkan rendahnya produktivitas.
Kekhususan input Sulawesi merupakan pulau pelopor ekspor minyak kelapa mentah dunia
selama bertahun-tahun.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Kebutuhan minyak kelapa mentah telah menurun karena minyak sayur
kebutuhan dan kuantitas berganti dari minyak kelapa ke minyak sawit. Rasio operasi pabrik
minyak kelapa mentah lebih rendah dari kapasitas desain.
Perubahan kebutuhan pasar Harga minyak kelapa mentah didominasi oleh pasar internasional.
Produksi bahan bakar bio-diesel menggunakan minyak kelapa layak
untuk mengembangkan sumber energi baru, apabila kopra dapat dibeli
oleh produsen dengan harga tetap.
Strategi Kemampuan investasi yang Sejumlah rencana produksi minyak kelapa mentah sedang beroperasi,
perusahaan, tepat dan upaya untuk sementara, nampaknya industri tersebut tidak mampu berinvestasi
struktur dan peningkatan kualitas. dalam produksi bio diesel mengingat kondisi pasar dan bisnis minyak
pesaing mentah saat ini.
Persaingan antar perusahaan ---
(masyarakat)
Industri Ketepatan tata ruang industri Penduduk Sulawesi yang sudah mengetahui cara budidaya kelapa.
pendukung & hulu/hilir. Klaster industri Sejumlah pabrik minyak kelapa mentah skala besar sedang beroperasi.
eksisting/akumulasi.
Terkait
Isu-isu yang perlu dipertimbangkan
Karena bisnis produksi bio diesel merupakan hal yang baru bagi pemain bisnis, dukungan dari
pemerintah terkait diperlukan bagi para pemain untuk dapat bertahan dari resiko bisnis, dan selain
itu prioritas yang tinggi harus dilakukan di bawah kebijakan nasional untuk pengembangan sumber
energi baru.

5-36
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (2/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Pengolahan Sumber Daya Pertanian _2
Pengolahan makanan termasuk kakao, kopi, vanili, cengkeh, sayur, kacang mede, dsb untuk
pasar luar negeri, khususnya Cina.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif

Bagaimana memotivasi
Manado Strategi sektor swasta
Bagaimana perusahaan,
memotivasi struktur dan
Pasar internasional
petani? pesaing dan domestik

Palu
Kondisi Kondisi
Mamuju faktor permintaan

Kendari
Ekspansi areal
Tana Toraja budidaya, Kompetitif
distribusi/ Industri terkait (matang)
pengumpulan dan pendukung Kurang kompetitif
yang efektif stries
Tidak kompetitif
Makassar (Tdk matang)

Kajian rinci_Kakao
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Sulawesi memiliki 600.000 ha areal budidaya kakao dengan 450.000
faktor (produksi bahan mentah, petani kakao, 570.000 ton biji kakao diproduksi dengan 350.000 ton
sumber daya, modal, biji kering yang diekspor. Sementara itu, produktivitas rendah dan
prasarana, dll) berfluktuasi. Jarak antara daerah produksi dan daerah pengumpulan
akhir cukup jauh sehingga biaya transportasi cukup tinggi. petani
menjual produknya ke makelar dengan penawaran yang rendah karena
harga secara dominan diatur oleh pedagang.
Kekhususan input Produksi dan ekspor dalam jumlah besar.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Kualitas kakao dievaluasi pada harga rendah di pasar, sementara kakao
kebutuhan dan kuantitas dihargai sebagai bahan dasar produsen cokelat.
Perubahan kebutuhan pasar Tidak ada perubahan yang signifikan.
Strategi Kemampuan investasi yang Organisasi petani kakao tidak efektif untuk menyebarluaskan
perusahaan, tepat dan upaya untuk pengetahuan dan keahlian untuk memproduksi kakao berkualitas tinggi.
struktur dan peningkatan kualitas. tidak ada investor yang tertantang untuk meningkatkan produksi kakao
pesaing di Sulawesi.
Persaingan antar perusahaan Kegiatan pengolahan akan ditingkatkan untuk meningkatkan output
(masyarakat) dan nilai dengan cara melakukan kegiatan yang memeproleh nilai
tambah. Namun demikian, petani dapat kehilangan minatnya untuk
menanam kakao karena banyaknya biaya tambahan, apabila kenaikan
pendapatan tidak terealisasi.
Industri Ketepatan tata ruang industri Banyak diproduksi di Sulawesi Selatan, sementara Sulawesi Tengah
pendukung hulu/hilir. Klaster industri dan Sulawesi Barat mungkin dapat melakukan ekspansi aral budidaya
eksisting/akumulasi. kakao untuk memenuhi permintaan yang bertumbuh.
& Terkait
Isu-isu yang perlu dipertimbangkan _Kakao
Ekspansi kakao cepat pada areal budidaya kakao dapat memberikan ancaman terjadinya
penurunan kualitas lingkungan karena penggundulan hutan, oleh karena itu perlu diberikan
perhatian khusus bagaimana meningkatkan produksi kakao.

5-37
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Kajian rinci_Kopi
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Kuantitas produksi sekitar 3.000 ton pada tahun 2005, dan
faktor (produksi bahan mentah, berkontribusi 10% untuk produksi nasional. Sulawesi menempati
sumber daya, modal, peringkat 4 setelah Jawa Timur, Sumatera Utara dan Aceh.
prasarana, dll) Volume produksi yang tidak konstan dan kecil menyulitkan suplai
secara kontinyu terhadap industri pengolahan biji kopi.
Biaya transportasi dari areal produksi ke pasar cukup tinggi..
Kekhususan input Kopi Sulawesi dikenal sebagai Kopi Toraja dengan reputasi yang baik
dan aneka mitos sejarah kopi tersebut.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Kopi Arabica dirpoduksi di Toraja memiliki aroma khusus yang
kebutuhan dan kuantitas menarik permintaan pasar dunia.
Perubahan kebutuhan pasar Fluktuasi harga kopi arabika sangat akut karena ketergantungan
terhadap kuantitas suplai.
Strategi Kemampuan investasi yang Kopi Toraja yang dipasarkan dengan harga tinggi diproduksi di bawah
perusahaan, tepat dan upaya untuk manajemen investor asing (Key Coffee).
struktur dan peningkatan kualitas. Kualitasnya secara umum masih di bawah standar karena metode
pesaing penanganan setelah panen belum tepat dan tidak konsisten di tingkat
petani. Kesulitan dalam menyediakan atau mendanai pengembangan
produksi.
Persaingan antar perusahaan Petani masih menganggap budidaya Kopi Arabica sebagai kerja
(masyarakat) sampingan, bukan pekerjaan utama.
Industri Ketepatan tata ruang industri Lahan yang tepat untuk Kopi arabica di Sulawesi sebenarnya sangat
pendukung hulu/hilir. Klaster industri terbatas untuk perkebunan skala kecil dan menengah.
eksisting/akumulasi.
& Terkait Saluran distribusi agak rumit bagi petani. Pada umumnya mereka
menjual produknya secara individu ke makelar pada posisi tawar yang
lemah.
Isu-isu yang perlu dipertimbangkan _Kopi
Ekspansi lebih lanjut areal budidaya Kopi Arabica tampaknya sulit untuk dilakukan, sehingga
diperlukan langkah-langkah untuk meningkatkan produktivitas petani.

5-38
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (3/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Peternakan/pengolahan daging/pengolahan pakan ternak
Daging “Halal”untuk Timur Tengah dan Kalimantan.
Pakan ternak dari kopra, jagung, ubi jalar, kacang kedelai, dan sisa pengolahan ikan untuk
peternak domestik.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif
Penetapan
Bagaimana memotivasi
Manado sertifikasi Strategi sektor swasta
daging halal
yang diterima perusahaan,
secara struktur dan
Gorontalo Pasar internasional
internasional pesaing dan domestik

Kondisi Kondisi
faktor permintaan

Pengadaan
sistem rangkaian Kompetitif
pendinginan. Industri (matang)
Pemanfaatan terkait dan Kurang kompetitif
produk pendukung Tidak kompetitif
sampingan.
Makassar (tidak matang)

Kajian Rinci_Peternakan, Pengolahan Daging


Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Sulawesi memproduksi sekitar 230.000 ton produk peternakan yang
faktor (produksi bahan mentah, cukup untuk menutupi konsumsi Pulau Sulawesi per tahun, sementara
sumber daya, modal, itu, tidak terdapat industri pengolahan ternak skala besar.
prasarana, dll)
Kekhususan input Sebagian besar ternak diolah dengan cara “halal”
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Pasar negara ASEAN lainnya dan Timur Tengah yang mengkonsumsi
kebutuhan dan kuantitas daging halal telah berekspansi. Hal ini harus menjadi kesempatan yang
baik untuk peternakan dan industri pengolaha daging di Sulawesi.
Perubahan kebutuhan pasar Kebutuhan daging halal di luar negeri semakin luas.
Strategi Kemampuan investasi yang Sulawesi belum mengembangkan sistem pembekuan skala besar untuk
perusahaan, tepat dan upaya untuk transportasi dan distribusi produk beku atau dingin.
struktur dan peningkatan kualitas.
pesaing Persaingan antar perusahaan ---
(masyarakat)
Industri Ketepatan tata ruang industri Sulawesi tidak memiliki sistem pengolahan yang cukup serta sistem
pendukung hulu/hilir. Klaster industri transportasi untuk daging halal dengan tujuan ekspor.
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan_ Peternakan, Pengolahan Daging
Sistem sertifikasi wilayah dan internasional daging halal yang bertujuan untuk ekspor belum
terbentuk. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat peraturan dan sistem
inspeksi. Harus diberikan perhatian khusus dalam memanfaatkan produk sampingan.

5-39
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Kajian rinci_Pakan ternak


Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Sulawesi memproduksi jagung dan kelapa dalam volume yang besar,
faktor (produksi bahan mentah, dengan areal yang masih tersedia untuk budidaya kelapa
sumber daya, modal,
prasarana, dll)
Kekhususan input ---
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Pakan ternak yang diproduksi dari kopra memiliki pasar luar negeri,
kebutuhan dan kuantitas sementara pasar lokal dapat dikembangkan lebih jauh untuk
mempromosikan pertanian organik yang bernilai tinggi.
Perubahan kebutuhan pasar Diversifikasi material untuk memproduksi pakan ternak perlu
dilaksanakan. Ternak yang diolah sebagai daging halal memiliki
potensi pasar yang besar, khususnya di negara-negara Timur Tengah.
Ternak tersebut dalam kualitas yang baik harus diberi makan dengan
pakan ternak yang baik pula.
Strategi Kemampuan investasi yang Tidak terdapat pabrik pengolahan yang modern dan tepat yang
perusahaa tepat dan upaya untuk beroperasi di Pulau Sulawesi.
peningkatan kualitas.
n, struktur
dan Persaingan antar perusahaan ---
pesaing (masyarakat)

Industri Ketepatan tata ruang industri ---


pendukung hulu/hilir. Klaster industri
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan_Pakan Ternak
Perhatian harus diberikan untuk pemanfaatan produk sampingan.

5-40
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (4/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Produk Perikanan dan Maritim
Produk baru seperti ikan bandeng untuk pasar ekspor/domestik.
Promosi pengolahan tuna, rumput laut, dsb untuk ekspor.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif

Bagaimana memotivasi
Manado Strategi sektor swasta
perusahaan,
struktur dan
Gorontalo Pasar internasional
pesaing
dan domestik

Kondisi Kondisi
faktor permintaan

Kendari
Pengadaan
rangkaian sistim Competitive
pendingin. Industri (matured)
terkait dan Less-Competitive
pendukung Not Competitive
Makassar (not matured)

Kajian Rinci
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Volume ikan adalah sekitar 400.000 ton per tahun di Sulawesi, yang
faktor (produksi bahan mentah, lebih dari cukup untuk menutupi konsumsi tahunan Pulau Sulawesi.
sumber daya, modal, Perikanan di Sulawesi sangat bergantung kepada perikanan pesisir
prasarana, dll) skala kecil yang tidak tepat untuk industri pengolahan skala kecil.
Kekhususan input ---
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Terdapat kemungkinan besar untuk mengembangkan pasar lokal ikan
kebutuhan dan kuantitas yang diawetkan, misalnya ikan tanpa tulang, ikan kering. Produk
tersebut dapat diekspor ke negara lain di Asia.
Perubahan kebutuhan pasar Selera produk akhir harus sesuai dengan persyaratan negara pasar
sasaran.
Strategi Kemampuan investasi yang Karena banyak nelayan tidak memiliki modal untuk investasi pabrik
perusahaan, tepat dan upaya untuk pengolahan ikan, maka kegiatan yang menghasilkan nilai tambah tidak
struktur dan peningkatan kualitas. akan terealisasi.
pesaing Persaingan antar perusahaan ---
(masyarakat)
Industri Ketepatan tata ruang industri Tidak terdapat sistem pendinginan yang berkualitas di Sulawesi.
pendukung hulu/hilir. Klaster industri
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan

5-41
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (5/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Pengolahan bahan tambang_1
Pengembangan minyak dan gas alam untuk ekspor dan pasar domestik
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif

Konsesi Strategi
internasional
dengan
perusahaan,
investor struktur dan
pesaing

Luwuk
Kondisi Kondisi
karama faktor permintaan

Bagaimana
menggabungkan Kompetitif
industri lokal Industri terkait (matang)
dengan investor dan pendukung Kurang kompetitif
asing? stries
Tidak kompetitif
(tidak matang)

Kajian Rinci
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Sumber energi gas alam baru (daerah daratan di Karama Sulawesi
faktor (produksi bahan mentah, Barat dan potensi yang besar di Luwuk, Sulawesi Tengah)
sumber daya, modal, kemungkinan besar akan dieksploitasi oleh investor asing.
prasarana, dll)
Kekhususan input ---
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Pertemuan dengan pasar minyak/gas internasional.
kebutuhan dan kuantitas
Perubahan kebutuhan pasar Trend global dari bahan bakar minyak ke energi daur ulang.
Strategi Kemampuan investasi yang Calon investor asing.
perusahaa tepat dan upaya untuk
peningkatan kualitas.
n, struktur
dan Persaingan antar perusahaan ---
pesaing (masyarakat)

Industri Ketepatan tata ruang industri Tidak terdapat industri terkait.


pendukung hulu/hilir. Klaster industri
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan
Bagaimana menggabungkan industri lokal dengan investor asing akan menjadi kunci dalam
memberikan keuntungan bagi perekonomian lokal. Pada waktu yang sama, perhatian harus
diberikan kepada aspek lingkungan agar tidak memberikan dampak negatif/tidak diinginkan.

5-42
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (6/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Pengolahan bahan tambang_2
Peningkatan nikel, aspal alam, emas, dll uhtuk pasar domestik dan ekspor.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif

Manado Strategi
perusahaan,
struktur dan
Gorontalo
pesaing

Kondisi Kondisi
faktor permintaan
Soroako

Bagaimana Kompetitif
Pomalaa menggabungkan Industri (matang)
industri lokal terkait dan Kurang kompetitif
Baubau dengan investor pendukung Tidak kompetitif
asing? (tidak matang)

Kajian Rinci_Nikel
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Tambang nikel di Sulawesi Tenggara merupakan peringkat keempat di
faktor (produksi bahan mentah, dunia dengan kontribusi 13 juta ton.
sumber daya, modal,
prasarana, dll)
Kekhususan input Lokasi geografis pertambangan nikel dan Sulawesi cukup ideal untuk
mengubah pasar internasional karena lokasi permintaan pasar yang
cukup besar berada sangat dekat dengan Sulawesi.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Kebutuhan nikel sangat besar di pasar internasional berkaitan dengan
kebutuhan dan kuantitas konsumsi nikel di Cina untuk produksi baja tahan karat.
Perubahan kebutuhan pasar Pasar nikel telah merupakan karakter pasar penjual. Oleh karena itu,
harga mengalami peningkatan dengan cepat. Namun demikian,
semuanya tergantung kondisi satu negara (Cina). Perubahan situasi
ekonomi cukup mempengaruhi operasional pertambangan.
Strategi Kemampuan investasi yang PT. Inco berencana mengembangkan tambang baru di Sulawesi
perusahaa tepat dan upaya untuk Selatan, dengan pasar target Cina.
peningkatan kualitas.
n, struktur
dan Persaingan antar perusahaan ---
pesaing (masyarakat)

Industri Ketepatan tata ruang industri Tidak terdapat industri lokal yang dikembangkan.
pendukung hulu/hilir. Klaster industri
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan_Nikel

Catatan: * Deposit Aspal Buton alami telah ditemukan di empat (4) lokasi di Pulau Buton. Perkiraan
jumlah depositnya adalah 600 juta ton. Meskipun jumlah produksi saat ini kecil, namun DPU telah
memerintahkan untuk memanfaatkan sumberdaya Aspal Buton tersebut secara optimal untuk
menggantikan bitumen yang berharga tinggi saat ini (lihat Apendiks 9).

5-43
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (7/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Material konstruksi
Kerikil, batu, semen untuk diekspor ke wilayah pengembangan energi di Kalimantan dan
Luwuk.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif

Strategi
perusahaan,
struktur dan
pesaing

Palu
Kondisi Kondisi
faktor permintaan
Mamuju

Bagaimana Kompetitif
menggabungkan Industri terkait (matang)
industri lokal dan pendukung Kurang kompetitif
dengan investor stries
Makassar Tidak kompetitif
asing?
(tidak matang)

Kajian Rinci
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Produksi semen Sulawesi telah berkespansi dan volume produksi
faktor (produksi bahan mentah, mencapai 1,9 juta ton pada tahun 2005. Sulawesi kaya akan
sumber daya, modal, pegunungan kapur di wilayah pesisir, khususnya di daerah pantai
prasarana, dll) Sulawesi Selatan.
Kekhususan input Karena lokasi daerah potensial untuk pertimbangan semen, biaya
transportasi untuk wilayah lain dapat diminimalisir.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Karena perekonomian Indonesia telah berangsur angsur pulih dari
kebutuhan dan kuantitas krisis ekonomi, kebutuhan semen akan mengalami peningkatan.
Sementara itu, kebutuhan semen sangat berkaitan dengan kinerja
perekonomian negara, sehingga situasi pasar tetap rawan.
Perubahan kebutuhan pasar ---
Strategi Kemampuan investasi yang Perusahaan lokal (PT. Bosowa) dan perusahaan nasional telah saling
perusahaa tepat dan upaya untuk bekerja sama dalam industri semen di Sulawesi Selatan.
peningkatan kualitas.
n, struktur
dan Persaingan antar perusahaan ---
pesaing (masyarakat)

Industri Ketepatan tata ruang industri Tidak terdapat industri hulu/hilir yang dikembangkan.
pendukung hulu/hilir. Klaster industri
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan
Perhatian yang cukup harus diberikan kepada aspek lingkungan agar tidak memberikan dampak
negatif/tidak diinginkan.

5-44
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (8/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Industri ringan
Pabrik padat karya, seperti material kayu, tripleks, furnitur, garmen, sepatu, dsb. untuk
ekspor.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif
Bagaimana
Manado Strategi menarik minat
perusahaan, investor asing/
struktur dan domestik?
pesaing
Palu
Kondisi Kondisi
faktor permintaan

Kendari
Bagaimana
Parepare menggabungkan Kompetitif
industri local
Industri terkait (matang)
dan investor dan pendukung Kurang kompetitif
asing? stries
Makassar Tidak kompetitif
(tidak matang)

Kajian Rinci
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Angkatan kerja untuk pabrik sangat melimpah, khususnya di dalam dan
faktor (produksi bahan mentah, di sekitar kota-kota utama di Pulau Sulawesi seperti Makassar di
sumber daya, modal, Selatan dan Manado di Utara.
prasarana, dll) Kedua kota tersebut, Makassar dan Manado memiliki terminal
kontainer internasional dengan kapasitas penanganan lebih dari 1 juta
TEU per tahun dan bandara internasional tersedia untuk melayani kota
kota utama di Asia Tenggara dengan penerbangan langsung. Prasarana
transportasi jalan menghubungkan titik produksi, pelabuhan laut dan
bandara belum dikembangkan secara tepat. Keahlian dan kinerja
layanan logistik antar moda yang dihubungkan dan menangani kargo
yang diangkut oleh moda transportasi yang berbeda sebaiknya
ditingkatkan.
Kekurangan energi listrik dan biaya listrik yang tinggi merupakan
permasalahan sinifikan pada pabrik dengan produktivitas optimum.
Kekhususan input Lokasi geografis Sulawesi merupakan lokasi ideal untuk pengumpulan
bahan baku dan mengolahnya menjadi barang pabrik untuk diekspor ke
pasar domestik, pasar regional dan pasar internasional karena Sulawesi
merupakan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia secara umum, dan
Indonesia Timur Laut secara khusus.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Pasar industri elektronik dan barang-barang konsumsi akan mengalami
kebutuhan dan kuantitas ekspansi di masa depan untuk pasar internasional, karena adanya
partisipasi berbagai negara diwakili oleh Brazil, Rusia, India, Cina.
Oleh karena itu, kesempatan ekspor dan produk pabrik di Sulawesi
akan berekspansi ke Asia secara umum, khususnya Cina.
Karena adanya pemberlakuan perdagangan bebas dengan syarat dari
WTO, maka tingkat persaingan akan menjadi faktor kunci pabrik lokal
dan internasional. Kecuali peraturan, pengenaan pajak, dsb yang
berkaitan dengan investasi langsung ke Sulawesi disiapkan dan
dipromosikan untuk menarik minat investor, pabrik yang ada di
Sulawesi akan kehilangan daya saingnya dengan wilayah lain, bukan
hanya di Indonesia, namun juga di pasar Internasional.

5-45
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Perubahan kebutuhan pasar Keunggulan komparatif di Sulawesi untuk promosi investasi asing
langsung pada dasarnya tergantung pada kesiapan transportasi antar
moda, prasarana transportasi di kota-kota utama ideal untuk pusat
pabrik produk industri ringan di Kawasan Timur Indonesia.
Pengembangan prasarana yang tepat waktu dan kesiapan sumber daya
manusia merupakan kunci untuk peningkatan investasi asing namun
juga tergantung kepada ketersediaan dana pengembangan modal yang
cukup langka saat ini di Sulawesi.
Strategi Kemampuan investasi yang ---
perusahaa tepat dan upaya untuk
peningkatan kualitas.
n, struktur
dan Persaingan antar perusahaan ---
pesaing (masyarakat)

Industri Ketepatan tata ruang industri ---


pendukung hulu/hilir. Klaster industri
eksisting/akumulasi.
& Terkait
Permasalahan untuk dipertimbangkan
Peningkatan/pengembangan infrastruktur untuk menarik minat investor asing dalam/luar negeri
merupakan prasyarat dasar, dan penyediaan layanan bisnis untuk mendukung dunia usaha.

5-46
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Tabel 5.4.3 Penilaian Industrialisasi yang Diusulkan (9/9)


Kategori Industri/Produk Prospektif dan Pasar
Industri pariwisata
Eco-tourism Bahari.
Pusat Produksi Prospektif Rangkuman Penilaian keunggulan Kompetitif
Bagaimana menarik
Manado Strategi minat investor
Minahasa Peningkatan perusahaan, asing/domestik?
akses menuju struktur dan
tujuan wisata pesaing

Kondisi Kondisi
faktor permintaan
Tana Toraja

Bagainama Kompetitif
menggabungkan Industri terkait (matang)
Makassar Wakatobi industri lokal dan pendukung Kurang kompetitif
Selayar dengan stries
Tidak kompetitif
investor? (tidak matang)

Penilaian Mendetail
Kriteria Penilaian
Kondisi Kualitas dan biaya input Terdapat beberapa daerah resor bahari potensial yang kaya akan sumber
faktor (produksi bahan mentah, daya alam seperti terumbu karang, pasir putih, ikan. Namun, karena
sumber daya, modal, letak lokasi dan jaringan transportasi yang kurang berkembang
prasarana, dll) (pedalaman dan jalur laut), nampaknya sulit untuk menarik minat turis
domestik/asing ke daerah tersebut.
Kekhususan input Terumbu karang alami, tepi pantai yang indah, dsb.
Kondisi Tingkat kebutuhan kualitas Sejumlah pilihan pariwisata bahari di dalam dan di luar indonesia, di
kebutuhan dan kuantitas lingkungan internasional.
Perubahan kebutuhan pasar Turis sangat sensitif terhadap manajemen waktu dan biaya (khususnya
turis Jepang).
Strategi Kemampuan investasi yang Beberapa investasi telah dilaksanakan oleh perusahaan hotel
perusahaa tepat dan upaya untuk domestik/internasional.
peningkatan kualitas.
n, struktur
dan Persaingan antar perusahaan ---
pesaing (masyarakat)

Industri Ketepatan tata ruang industri Tidak terdapat hubungan yang erat antar perusahaan-perusahaan yang
pendukung hulu/hilir. Klaster industri berkaitan dengan pariwisata, misalnya jalur penerbangan, jalur laut,
eksisting/akumulasi. dan hotel. Hubungan antara investor dan perekonomian lokal,
& Terkait
nampaknya tidak begitu kuat. (tidak seperti di Bali).
Permasalahan untuk Dipertimbangkan
Pembangunan resor dimana pengunjung dapat menikmati waktu mereka di lingkungan alami
berdasarkan jadwal dan biaya yang wajar, sementara perhatian yang tepat perlu dilakukan agar
tidak memberikan dampak negatif/tidak diinginkan kepada alam. Selain itu, perlu
dipertimbangkan bagaimana melibatkan ekonomi lokal pada sektor pariwisata.

5-47
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

BAB 6 PENETAPAN KERANGKA KERJA


SOSIAL-EKONOMI
6.1 Kerangka Kerja Demografis

6.1.1 Tinjauan Tren Pertumbuhan Jumlah Penduduk

(1) Kelahiran dan Kematian

Angka Kelahiran Total (TFR) adalah ukuran kelahiran yang merupakan jumlah rata-rata bayi
yang akan dilahirkan oleh seorang wanita sepanjang hidupnya. Seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 6.1.1, TFR untuk propinsi-propinsi di Sulawesi dan Indonesia cenderung mengalami
penurunan dalam 40 tahun terakhir, berkisar antara 2,1 hingga 3,1 pada tahun 1998-2002. TFR
untuk Propinsi Sulawesi Utara adalah 2,1 di tahun 2005, yang merupakan terendah di Pulau
Sulawesi dan lebih rendah daripada rata-rata Indonesia sebesar 2,27 di tahun yang sama. TFR di
propinsi-propinsi lainnya lebih tinggi daripada rata-rata nasional khususnya di Sulawesi Tenggara
yang menunjukkan TFR tertinggi sejak tahun 1980-1984.

Sumber: BPS, Indonesia


Gambar 6.1.1 Perubahan Angka Kelahiran Total di Sulawesi dan Indonesia

Terkecuali di Sulawesi Utara, angka kematian bayi di Pulau Sulawesi jauh lebih tinggi daripada
rata-rata seluruh Indonesia. Di samping itu, tingkat harapan hidup bayi setelah kelahiran di semua
propinsi di Sulawesi (61,0 ~ 70,3 per tahun) jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 74,0.

Tabel 6.1.1 Angka Kematian dan Tingkat Harapan Hidup Bayi, 2000
Angka Kematian Bayi: IMR (per 1.000) Tingkat Harapan Hidup (tahun)
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
Sulawesi Utara 32,08 23,71 27,77 68,23 72,17 70,26
Sulawesi Tengah 72,87 58,78 65,62 59,14 62,81 61,03
Sulawesi Selatan/Barat 63,33 50,34 56,65 61,13 64,9 63,07
Sulawesi Tenggara 59,07 46,61 52,66 62,06 65,87 64,02
Gorontalo 63,33 50,34 56,65 61,13 64,9 63,07
Indonesia - - 36,00 70,78 71,97 74,05
Sumber: Sensus 2000

Terkecuali di Sulawesi Utara, angka kelahiran dan kematian bayi lebih tinggi, dan tingkat harapan
hidup bayi setelah kelahiran lebih rendah daripada propinsi-propinsi lainnya. Indikator-indikator

6-1
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

ini menunjukkan bahwa Sulawesi memiliki pola khusus sebagai daerah yang perekonomiannya
belum berkembang.

(2) Perpindahan Penduduk

Transmigrasi awalnya terjadi pada zaman penjajahan Belanda di awal abad ke-20, dan terus
berlanjut hingga setelah Indonesia merdeka. Program transmigrasi mempunyai tiga (3) tujuan
utama, yaitu (1) memindahkan jutaan penduduk Indonesia dari pulau-pulau dalam yang padat
penduduk (Jawa, Bali, Madura) ke pulau-pulau luar yang kurang padat penduduknya, untuk
mencapai pemerataan perkembangan kependudukan, (2) mengentaskan kemiskinan dengan
menyediakan lahan dan kesempatan baru untuk meningkatkan pendapatan para transmigran yang
miskin dan tidak mempunyai tanah, serta (3) mengeksploitasi potensi yang dimiliki oleh
pulau-pulau luar secara efektif.

Kecenderungan migrasi internal di Sulawesi ditinjau dengan menggunakan data sensus tahun
1971, 1980, 1990, dan 2000 (lihat Tabel 6.1.2). Tabel ini tidak hanya mencakup data transmigrasi
yang diprakarsai oleh pemerintah tetapi juga perpindahan penduduk secara sukarela. Sulawesi
Tengah dan Tenggara memiliki paling banyak penduduk yang berimigrasi. Karena kedua propinsi
tersebut kurang berkembang jika dibandingkan dengan Sulawesi Utara dan Selatan, arus imigrasi
dapat dianggap sebagai hasil dari transmigrasi yang diprakarsai oleh pemerintah dari
daerah-daerah lain (terutama di Pulau Jawa). Jumlah neto imigrasi ke propinsi-propinsi ini
memiliki keenderungan mengalami peningkatan. Di sisi lain, Sulawesi Selatan dan Gorontalo
memiliki jumlah arus emigrasi yang cukup besar.

Tabel 6.1.2 Perubahan Jumlah Neto Migrasi Seumur Hidup di Sulawesi


Jumlah Neto Migrasi Seumur Hidup /
Jumlah Neto Migrasi Seumur Hidup
Jumlah Penduduk
1971 1980 1990 2000 1971 1980 1990 2000
Sulawesi Utara -12.169 -32.965 -65.751 -4.235 -0,71% -1,56% -2,65% -0,21%
Sulawesi Tengah 16.663 150.614 237.782 295.171 1,82% 11,68% 13,89% 13,56%
Sulawesi Selatan/Barat -174.742 -403.687 -422.295 -600.463 -3,37% -6,66% -6,05% -8,39%
Sulawesi Tenggara -4.865 14.836 129.175 271.628 -0,68% 1,57% 9,57% 14,92%
Gorontalo - - - -86.162 - - - -10,34%
Total Sulawesi -175.113 -271.202 -121.089 -124.061
Sumber: Sensus 1971, 1980, 1990 dan 2000; BPS

(3) Piramida Jumlah Penduduk

Gambar-gambar berikut ini menunjukkan piramida jumlah penduduk di lima propinsi di Sulawesi
dan Indonesia. Angka kelahiran, kematian dan pola migrasi yang dibahas sebelumnya juga
tercermin dalam gambar-gambar ini.

Sulawesi Tenggara dengan dasar piramidanya yang lebar atau disebut dengan “piramida meluas”
mengindikasikan besarnya jumlah anak-anak, dan bagian atas yang terus menyempit
menunjukkan bahwa pada kelompok usia yang semakin tua, angka mortalitas semakin tinggi.

6-2
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Piramida ini memperlihatkan penduduk dengan angka kelahiran dan kematian yang lebih tinggi,
serta tingkat harapan hidup yang lebih pendek.

Di sisi lain, piramida jumlah penduduk di Sulawesi Utara dan Gorontalo menunjukkan jumlah
atau persentase penduduk berusia muda yang lebih rendah. Dengan hanya melihat piramida
jumlah penduduk, dapat diketahui bahwa Sulawesi Utara dan Gorontalo memiliki potensi
pertumbuhan penduduk yang lebih rendah, sementara Suawesi Tenggara memiliki potensi
pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi.
FE FE FE
70-74 70-74 70-74
MA MA MA
60-64 60-64 60-64

50-54 50-54 50-54

40-44 40-44 40-44

30-34 30-34 30-34

20-24 20-24 20-24

10-14 10-14 10-14

0-4 0-4 0-4

-120 -100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 -60 -40 -20 0 20 40 60 -140 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140

Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah


FE FE FE
70-74 70-74 70-74
MA MA MA
60-64 60-64 60-64

50-54 50-54 50-54

40-44 40-44 40-44

30-34 30-34 30-34

20-24 20-24 20-24

10-14 10-14 10-14

0-4 0-4 0-4

-500 -400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400 500 -120 -100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 -12,000 -10,000 -8,000 -6,000 -4,000 -2,000 0 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000

Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Indonesia


Sumber: Sensus 2005, BPS
Gambar 6.1.2 Piramida Jumlah Pendudukdi Sulawesi dan Indonesia

(4) Kecenderungan Pertumbuhan Jumlah Penduduk

Pada dasarnya tingkat


pertumbuhan jumlah penduduk
memiliki kecenderungan
mengalami penurunan sejalan
dengan kecenderungan
pertumbuhan jumlah penduduk
nasional. Khususnya tingkat
pertumbuhan penduduk di
Sulawesi Tengah dan Tenggara
yang mengalami penurunan lebih
cepat daripada propinsi-propinsi
lainnya meskipun tingkat Gambar 6.1.3 Perubahan Tingkat Pertumbuhan Jumlah
pertumbuhan penduduk di kedua Penduduk
propinsi ini masih sekitar 2% per
tahun, yang mana masih lebih tinggi daripada rata-rata nasional sebesar 1,3% per tahun selama
periode tahun 2000-2005.

6-3
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Di sisi lain, tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Sulawesi Utara (1,25% per tahun pada
tahun 2000-2005) dan Sulawesi Selatan (1,05%) leih rendah daripada rata-rata nasional.

6.1.2 Tinjauan terhadap Perakiraan Jumlah Penduduk oleh BAPPENAS

Ramalan jumlah penduduk yang resmi dibuat oleh BAPPENAS dan BPS di tahun 2005 dengan
bantuan teknis dari Dana Teknis PBB. Perakiraan tersebut dibuat berdasarkan sensus tahun 2000
dan mencakup periode hingga tahun 2025.

Ramalan ini memberikan perkiraan mengenai ukuran jumlah penduduk dan struktur jenis kelamin
penduduk di masing-masing propinsi1 dari tahun 2000 hingga 2025. Ramalan tersebut merupakan
hasil penerapan model populasi kelangsungan hidup kelompok/bagian terhadap asumsi-asumsi
yang berhubungan dengan angka kelahiran, angka kematian, dan transmigrasi.

Metode kelangasungan hidup kelompok/bagian memerlukan peramalan yang terpisah untuk


masing-masing komponen perubahan jumlah penduduk, yaitu angka kelahiran, angka kematian
dan perpindahan penduduk (migrasi). Dengan informasi ini serta data mengenai perkiraan khusus
usia tahun dasar, ramalan untuk tahun berikutnya dibuat dengan menaikkan setiap kelompok usia
pada tahun sebelumnya ke dalam kelompok usia yang lebih tinggi berikutnya, sementara itu di saat
yang sama juga turut mempertimbangkan dampak-dampak jumlah neto perpindahan penduduk
(migrasi), angka kematian, dan kelahiran.

Angka migrasi bersih diasumsikan berdasarkan oleh kelamin dan kelompok usia berdasarkan
migrasi di tahun 1995 hingga 2000. BAPPENAS meramalkan arus imigrasi bersih untuk Sulawesi
Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara, serta arus emigrasi bersih untuk Sulawesi
Selatan/Barat dan Gorontalo.

Tabel 6.1.3 Ramalan Tingkat Populasi Total dan Urbanisasi oleh BAPPENAS
2005 2010 2015 2020 2025
Populasi Total Utara 2.141,9 2.277,2 2.402,8 2.517,2 2.615,5
(000) Gorontalo 872,2 906,9 937,5 962,4 979,4
Tengah 2.404,0 2.640,5 2.884,2 3.131,2 3.372,2
Selatan/Barat 8.493,7 8.926,6 9.339,9 9.715,1 10.023,6
Tenggara 2.085,9 2.363,9 2.653,0 2.949,6 3.246,5
Tingkat Urbanisasi Utara 43,4 49,8 55,7 61,1 65,7
(%) Gorontalo 31,3 37,0 42,8 48,2 53,2
Tengah 21,0 22,9 24,9 27,3 29,9
Selatan/Barat 32,2 35,3 38,8 42,6 46,7
Tenggara 23,0 25,6 28,5 31,8 35,5
Tingkat Kelahiran Utara 1,9 1,9 1,9 1,8 1,8
Total (%) Gorontalo 2,3 2,2 2,1 2,1 2,1
Tengah 2,3 2,2 2,1 2,1 2,1
South/West 2,3 2,2 2,1 2,1 2,1
Tenggara 2,6 2,4 2,2 2,1 2,1
Utara 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5

1
Karena ramalan dibuat berdasarkan sensus tahun 2000, Sulawesi Selatan dan Barat dianggap satu propinsi. Propinsi
Sulawesi Barat terbentuk (terpisah dari Sulawesi Selatan) pada tahun 2004.

6-4
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Migrasi Bersih (%) Utara 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5


Gorontalo -6,2 -6,2 -6,1 -6 -5,9
Tengah 4,4 4,4 4,4 4,3 4,3
Selatan/Barat -3,4 -3,4 -3,3 -3,3 -3,2
Tenggara 7,5 7,6 7,6 7,7 7,7
Sumber: Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia 2000 - 2025, BAPPENAS 2005

Tabel 6.1.4 Tingkat Pertumbuhan Jumlah Penduduk


2000-05 2005-10 2010-15 2015-20 2020-25
Sulawesi Utara 1,37% 1,23% 1,08% 0,93% 0,77%
Gorontalo 0,91% 0,78% 0,67% 0,53% 0,35%
Sulawesi Tengah 2,01% 1,89% 1,78% 1,66% 1,49%
Sulawesi Selatan/Barat 1,08% 1,00% 0,91% 0,79% 0,63%
Sulawesi Tenggara 2,76% 2,53% 2,33% 2,14% 1,94%
Sumber: Proyeksi Jumlah Penduduk Indonesia, 2000–2025; BAPPENAS 2005

Tabel 6.1.4 memperlihatkan ramalan tingkat pertumbuhan jumlah penduduk tahunan oleh
BAPPENAS. Dari hasil ramalan tersebut dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan jumlah
penduduk akan menurun secara berangsur-angsur. Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk
Sulawesi Tengah dan Tenggara akan lebih tinggi (1,49%~2,76%), sementara di Gorontalo
diramalkan akan cukup rendah (0,35~0,91%) akibat tingginya jumlah neto arus emigrasi (sekitar
6.100 orang per tahun).

6.1.3 Metodologi Peramalan Jumlah Penduduk oleh Tim Studi JICA

(1) Merodologi Peramalan Jumlah Penduduk

Gambar 6.1 menunjukkan metodologi peramalan jumlah penduduk per kabupaten. Ramalan
dibuat berdasarkan antar sensus tahun 2005 dan meliputi periode 2006-2025. Untuk tingkat
propinsi, peramalan tingkat pertumbuhan populasi dan laju urbanisasi menggunakan metode yang
sama dengan BAPPENAS. Ramalan yang dilakukan oleh Tim Studi JICA secara umum dapat
dibagi menjadi tiga langkah, yaitu: (1) perkiraan populasi tertutup, (b) perkiraan perpindahan
penduduk dalam propinsi, dan (3) perkiraan angkatan kerja.

6-5
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Gambar 6.1.4 Bagan Alur Perakiraan Jumlah Penduduk dan PDRB

Perakiraan jumlah penduduk tidak hanya mencakup jumlah penduduk total di masing-masing
kabupaten tetapi juga jumlah penduduk pekotaan/pedesaan, angkatan kerja perkotaan/pedesaan,
serta angkatan kerja pertanian (meliputi perhutanan, perikanan, dan peternakan) dan juga angkatan
kerja non-pertanian.

(2) Perkiraan Jumlah Penduduk Tertutup per Kabupaten

Pertumbuhan jumlah penduduk tertutup menurut kabupaten diramalkan berdasarkan perkiraan


jumlah neto angka kelahiran (NCBR). NCBR menunjukkan tingkat hidup anak-anak per seribu
penduduk pada tahun tertentu. Semakin besar angka NCBR menunjukkan potensi pertumbuhan
alami yang lebih tinggi.

Angka NCBR setiap kabupaten dihitung berdasarkan data sensus tahun 2005 dengan menggunakan
rumus berikut:

"45- 49"
NCBRr1= ∑ ASFR
x ="15-19"
xi × FPxi × {1 (IMRM i × SR + IMRFi ) ÷ (1 + SR)}

Dimana : NCBRi= Perkiraan jumlah neto angka kelahiran di kabupaten “i”


ASFRxi= Angka kelahiran usia tertentu pada kelompok usia “x” di kabupaten “i”
FPxi= Jumlah penduduk perempuan pada kelompok usia “x” di kabupaten “i”

6-6
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

IMRMi= Angka kematian bayi laki-laki di kabupaten “i”


IMRMi= Angka kematian bayi perempuan di kabupaten “i”
SR= Rasio jenis kelamin pada kelahiran (konstan 1,05)

Gambar 6.1.5 menunjukkan perkiraan NCBR untuk setiap kabupaten. Daerah yang berwarna hijau
tua menunjukkan tingkat
NCBR yang tinggi. Seperti
yang terlihat pada peta, angka
kelahiran pada kabupaten-
kabupaten di Sulawesi
Tenggara dan Sulawesi
Tengah lebih tinggi daripada
daerah-daerah lainnya.
Angka kelahiran juga terlihat
lebih tinggi khususnya di
daerah Luwu Utara (31,2) di
Sulawesi Selatan; Bombana
(30,7), Kolaka Utara (30,3),
dan Konawe Selatan (29,5) di
Sulawesi Tenggara; Buol
(30,0) Sulawesi Tengah; dan
Mamuju (29,6) di Sulawesi
Barat.

Daerah-daerah dengan angka


kelahiran yang lebih rendah
antara lain adalah: Minahasa
(15,2), Minahasa Utara (16,1), Gambar 6.1.5 Perkiraan Angka Kelahiran Bersih
Manado (17,1), Minahasa
Selatan (17,1) di Sulawesi Utara, serta Soppeng (15,9) dan Wajo (17,1) di Sulawesi Selatan.

(3) Perkiraan Perpindahan Penduduk (Migrasi) dalam Propinsi menurut Kabupaten/Kota

Perpindahan penduduk (migrasi) dalam propinsi dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi,
demografi, sosial, dan politik. Banyak yang berpandangan bahwa perpindahan penduduk dalam
propinsi merupakan kombinasi antara faktor-faktor "pendorong" yang memotivasi para migran
untuk mencari kesempatan yang lebih baik, dengan faktor-faktor "penarik" yang membuat orang
yang berimigrasi tertarik untuk pindah ke daerah tertentu. Akibatnya, perpindahan penduduk antar
kabupaten menurut hipotesis ini adalah akibat dari berbagai perbedaan kondisi ekonomi dan
non-ekonomi di daerah yang bersangkutan.

6-7
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Dalam ramalan ini, diperkirakan


bahwa perbedaan PDRB per
kapita dan tingkat urbanisasi
antara kabupaten merupakan
faktor yang paling mempengaruhi
perpindahan penduduk.

Sebagai contoh, penduduk akan


pindah dari kabupaten dengan
tingkat PDRB per kapita yang
rendah ke kabupaten kabupaten
dengan PDRB per kapita lebih
tinggi dengan tujuan mencari
kesempatan kerja yang lebih baik
dan memperoleh tingkat
penghasilan yang lebih tinggi.
Selain itu, penduduk akan pindah
ke daerah perkotaan untuk
mendapatkan pelayanan publik
dan menikmati sarana hiburan
yang lebih baik, serta untuk
memperoleh kesempatan kerja
non-pertanian. Variabel-variabel Figure 6.1.6 Perkiraan Pergerakan Migrasi di Sulawesi
hipotesis dan sintesis berupa PDRB per kapita dan tingkat urbanisasi dihitung untuk semua
kabupaten. Di sini, variable-variabel sintesis disebut dengan “koefisien daya tarik.”

PCG rx × UR rx ∑ (PCG ri ÷ PCG pa × UR ri )


NMrx= NM pa × { Pa
− i =1
}
∑ PCG
n
ri ÷n
i =1

Dimana: NMrx: Tingkat jumlah neto migrasi di kabupaten “x”


NMpa: Tingkat jumlah neto migrasi bersih di propinsi “a”
PCGri: PDRB per-kapita di kabupaten “i”
PCGpa: PDRB per-kapita rata-rata di propinsi “a”
Pa: Jumlah seluruh kabupaten di propinsi “a”
URri: TIngkat urbanisasi di kabupaten “i” (nilai minimum = 10%)

Selama periode pembangunan khusus (termasuk Kawasan Andalan dalam Rencana Tata Ruang
Nasional dan pembangunan berskala besar lainnya), koefisien daya tarik diperkirakan akan berlipat
ganda.

Jika koefisien daya tarik sebuah kabupaten lebih tinggi daripada koefisien daya tarik propinsinya,
penduduk akan pindah ke kabupaten tersebut. Semakin tinggi koefisien daya tarik sebuah

6-8
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

kabupaten, maka semakin besar jumlah penduduk yang akan bermigrasi ke kabupaten tersebut.
Selain itu, diperkirakan juga bahwa akan terjadi arus emigrasi di daerah-daerah pedesaan dan
berpindah ke daerah perkotaan di kabupaten-kabupaten lainnya. Besarnya angka migrasi per tahun
ditetapkan berdasarkan ramalan tingkat urbanisasi di setiap propinsi oleh BAPPENAS. Gambar
6.1.6 secara skematis menggambarkan jumlah neto perpindahan penduduk selama periode yang
diramalkan.

(4) Perkiraan Angkatan Kerja di Daerah Perkotaan/Pedesaan dan pada Sektor


Pertanian/Non-Pertanian

Ramalan tingkat angkatan kerja per kabupaten dilakukan baik untuk daerah perkotaan dan
pedesaan berdasarkan tingkat partisipasi tenaga kerja usia tertentu, yang kemudian diperkirakan
berdasarkan angkatan kerja usia tertentu di daerah perkotaan/pedesaan dan total jumlah penduduk
usia tertentu di daerah perkotaan/pedesaan menurut propinsi. Dalam perkiraan ini, tingkat
partisipasi tenaga kerja diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 0,5% per tahun baik di
daerah perkotaan maupun pedesaan.

Jumlah angkatan kerja pertanian dan non-pertanian diperkirakan berdasarkan jumlah angkatan
kerja menurut industri utama di daerah perkotaan/pedesaan, serta berdasarkan ramalan jumlah
penduduk perkotaan/pedesaan menurut kabupaten (lihat Tabel 6.1.6).

ALFu ri05 × P u riy × (LPR u riy ) ALFr ri05 × P r riy × (LPR r riy )
ALFriy= +
NALFu ri05 + ALFu ri05 NALFr ri05 + ALFr ri05
NALFu ri05 × P u riy × (LPR u riy ) NALFr ri05 × P r riy × (LPR r riy )
NALFriy= +
NALFu ri05 + ALFu ri05 NALFr ri05 + ALFr ri05
Dimana ALFu(r)riy: Angkatan kerja pertanian di daerah perkotaan (pedesaan) di kabupaten “i” pada
tahun “y”
NALFu(r)riy: Angkatan kerja non-pertanian di daerah perkotaan (pedesaan) di kabupaten “i”
pada tahun “y”
Pu(r)riy: Jumlah penduduk perkotaan (pedesaan) di kabupaten “i” pada tahun “y”
LPRu(r)riy: Tingkat partisipasi tenaga kerja di daerah perkotaan (pedesaan) di kabupaten “i”
pada tahun “y”

6.1.4 Hasil Perkiraan Jumlah Penduduk per Kabupaten oleh Tim Studi JICA

(1) Tingkat Pertumbuhan Jumlah Penduduk

Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan jumlah penduduk di Pulau Sulawesi selama masa persiapan
master plan (2008-2024) diramalkan sebesar 1,15%, lebih rendah dibandingkan angka tahun
2000-2005 (1,35%), dan tahun 1990-2000 (1,67%). Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk
diramalkan lebih tinggi di Sulawesi Tenggara (2,20%) dan lebih rendah di Gorontalo (0,56%).
Akibatnya, jumlah penduduk keseluruhan di Sulawesi diperkirakan akan meningkat dari 16,4 juta
pada tahun pertama master plan (2008) menjadi 19,7 juta pada tahun terakhir master plan (2024).

6-9
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Hasil ramalan jumlah penduduk secara mendetail terlihat pada Tabel 6.1.5.

Pada tingkat kabupaten, Kota Bau-bau (3,00%) Kendari (2,80%), dan Kolaka Utara (2,40%) di
Sulawesi Tenggara, Kota Pare-pare (2,40%) di Sulawesi Selatan, Kota Bitung (2,05%) di Sulawesi
Utara, dan Kota Palu (1,94%) di Sulawesi Tengah, menunjukkan tingkat pertumbuhan penduduk
yang tinggi (2005-2024)

Tingkat pertumbuhan penduduk pada kabupaten-kabupaten ini melebihi tingkat pertumbuhan


penduduk di dua kota terbesar di Sulawesi, yaitu Makassar Makassar (1,25%), dan Manado
(1,45%).

Di sisi lain, jumlah


penduduk di Kepulauan
Sangihe di Sulawesi Utara
diramalkan akan
mengalami penurunan
sebesar -0,52% per tahun.

Gambar 6.1.7 Tingkat Pertumbuhan Jumlah Penduduk (2005-24)

6-10
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

(2) Perubahan Jumlah Penduduk Perkotaan/Pedesaan

Pertumbuhan jumlah penduduk di


daerah perkotaan diramalkan akan
lebih tinggi (2,52%), sedangkan di
daerah pedesaan akan lebih rendah
(0,58%). Akibatnya, tingkat
urbanisasi di Sulawesi akan
mengalami peningkatan dari 28,0%
di tahun 2005 menjadi 35,8% di
tahun 2024, yang mana masih lebih
rendah daripada rata-rata nasional
yaitu 42,1% untuk tahun 2005.

Sama dengan ramalan oleh


BAPPENAS, kemajuan arus
urbanisasi diramalkan akan
meningkat pesat di Propinsi
Sulawesi Utara (37,3% -> 52,3%)
dan Gorontalo (31.3% -> 53.2%).
Jumlah penduduk pedesaan
diperkirakan akan mengalami
penurunan di propinsi-propinsi
tersebut. Di sisi lain, jumlah
penduduk bersih di daerah Gambar 6.1.8 Peningkatan Jumlah Penduduk Perkotaan dan
Pedesaan
pedesaan untuk tahun 2005-2024 di
Propinsi Sulawesi Tengah dan Tenggara diramalkan akan lebih dari 500,000 jiwa. Kenaikan
jumlah penduduk di pedesaan akan terjadi sebagai akibat dari transmigrasi.

Tabel 6.1.5 Kenaikan Tingkat Jumlah Neto Urbanisasi dan Penduduk


Kenaikan Jumlah Penduduk Bersih
Tingkat Urbanisasi
(2005 - 24)
2005 2024 Perkotaan Pedesaan Total
Sulawesi Utara 37,3% 52,3% 540.016 -117.997 422.019
Sulawesi Tengah 19,5% 25,6% 364.352 513.630 877.982
Sulawesi Selatan 31,2% 38,6% 1.092.940 299.423 1.392.363
Sulawesi Tenggara 21,7% 30,2% 480.732 555.122 1.035.854
Gorontalo 31,3% 53,2% 259.788 -150.192 109.596
Sulawesi Barat 17,4% 23,9% 99.601 52.119 151.720
Total Sulawesi 28,0% 35,8% 2.660.762 1.328.774 3.989.536
Sumber: Tim Studi JICA

6-11
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

(3) Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk di Sulawesi akan meningkat dari 80,0/km2 di tahun 2005 menjadi 100,3 per
km2 di tahun 2024 (lihat Gambar 6.1.9). Ramalan peningkatan kepadatan penduduk di kota-kota
besar di Sulawesi adalah sebagai berikut: Makassar (6.796→8.610), Manado (2.555→3.336),
Gorontalo (2.362→2.986), Parepare (1.134→1.781), Kendari (799→1.348), Palu (734→1.065),
Palopo (571→764), Bitung (485→713), dan Bau-bau (389→683).

Gambar 6.1.9 Perubahan Kepadatan Penduduk

(4) Angkatan Kerja

Jumlah angkatan kerja di Sulawesi diramalkan akan mengalami kenaikan dari 6,3 juta menjadi 9,8
juta selama periode tahun 2005 - 2024, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 2,33%.
Tingkat pertumbuhan yang tinggi ini akan diakibatkan oleh kenaikan tingkat partisipasi tenaga
kerja (tingkat partisipasi tenaga kerja di atas usia 15 tahun diperkirakan akan mengalami kenaikan
dari 60,3% di tahun 2005 dan 70,3% di tahun 2024).

Sementara angkatan kerja pertanian diperkirakan tidak akan mengalami banyak perubahan (dari
3,14 juta di tahun 2005 menjadi 3,83 juta di tahun 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan
sebesar 1,05%), angkatan kerja non-pertanian diperkirakan akan meningkat dua kali lipat (dari 3,16

6-12
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

juta di tahun 2005 menjadi 5,93 juta di tahun 2024 dengan tingkat pertumbuhan 3,37%).
Akibatnya, persentase tenaga kerja pertanian akan menurun dari 49,9% di tahun 2005 menjadi
39,3% di tahun 2024.

Tabel 6.1.6 Hasil Prakiraan Jumlah Penduduk


Jumlah Penduduk AAGR (%) Kepadatan Penduduk Tingkat Urbanisasi(%)
2005 2008 2014 2019 2024 2005-24 2005 2024 2005 2024
Total Sulawesi 15.740,8 16.429,2 17.755,1 18.791,0 19.730,4 1,20% 80,0 100,3 28,0% 35,8%
Sulawesi Utara 2.121,0 2.201,6 2.355,0 2.457,8 2.543,0 0,96% 137,9 167,3 37,3% 52,3%
Bolaang Mongondow 474,9 492,1 525,6 546,7 563,3 0,90% 56,8 67,4 11,9% 17,1%
Minahasa 288,5 296,8 312,6 323,0 331,3 0,73% 258,3 296,6 30,2% 44,8%
Kepulauan Sangihe 191,1 195,5 201,7 203,1 202,9 0,32% 204,1 216,7 14,0% 22,4%
Kepulauan Talaud 74,5 75,7 75,6 72,1 67,5 -0,52% 59,6 54,0 0,1% 0,1%
Minahasa Selatan 276,0 284,5 299,7 308,6 315,1 0,70% 132,7 151,6 10,4% 15,5%
Minahasa Utara 165,8 170,1 178,5 183,0 186,1 0,61% 161,8 181,6 22,2% 33,8%
Kota Manado 405,7 426,1 467,1 499,9 529,9 1,42% 2.554,6 3.336,2 93,4% 100,0%
Kota Bitung 163,8 175,8 200,8 221,5 240,9 2,05% 484,6 712,6 78,9% 100,0%
Kota Tomohon 80,6 85,1 93,3 99,9 106,1 1,45% 706,2 928,9 57,9% 81,8%
Sulawesi Tengah 2.291,0 2.425,1 2.701,4 2.937,1 3.169,0 1,72% 33,5 46,3 19,5% 25,6%
Banggai Kepulauan 150,2 157,9 173,6 186,6 198,1 1,47% 46,7 61,6 4,6% 6,4%
Banggai 288,4 303,7 337,7 370,9 407,4 1,83% 29,8 42,1 21,6% 32,5%
Morowali 169,7 178,5 198,7 215,0 230,5 1,62% 10,6 14,5 6,3% 9,3%
Poso 134,0 141,8 157,4 169,8 187,6 1,79% 15,4 21,5 6,5% 8,6%
Donggala 450,4 477,1 531,5 577,3 621,0 1,70% 43,0 59,3 5,8% 7,6%
Toli Toli 190,2 202,0 225,9 245,0 265,6 1,77% 46,6 65,1 21,0% 27,3%
Buol 110,4 117,8 132,6 144,8 155,5 1,82% 27,3 38,5 7,2% 9,3%
Parigi Moutong 353,4 374,0 416,1 451,0 484,2 1,67% 56,7 77,7 5,0% 6,6%
Toja Una Una 152,4 159,7 174,6 187,4 198,4 1,40% 26,6 34,7 6,7% 9,3%
Kota Palu 291,9 312,6 353,4 389,2 420,7 1,94% 738,8 1.064,8 88,0% 100,0%
Sulawesi Selatan 7.479,7 7.743,4 8.219,1 8.572,9 8.872,1 0,90% 164,1 195,8 31,2% 38,6%
Selayar 114,2 116,1 118,5 119,3 118,8 0,21% 126,4 131,4 14,8% 22,1%
Bulukumba 378,4 388,8 406,7 418,8 427,8 0,65% 327,7 370,5 13,9% 19,2%
Bantaeng 169,1 174,9 185,2 191,8 196,3 0,79% 427,1 496,0 24,0% 32,3%
Jeneponto 326,4 336,8 353,1 364,9 374,0 0,72% 442,5 507,0 7,2% 9,7%
Takalar 246,8 254,0 264,6 272,8 279,5 0,66% 435,7 493,4 14,0% 19,3%
Gowa 572,7 593,1 627,8 653,9 675,7 0,87% 304,1 358,8 26,7% 35,4%
Sinjai 219,0 225,0 235,6 242,3 247,0 0,63% 267,1 301,2 19,1% 26,4%
Maros 286,8 296,7 312,4 324,7 335,3 0,83% 177,2 207,1 18,9% 25,3%
Pangkep 284,4 296,5 317,2 335,0 351,8 1,12% 255,7 316,3 14,2% 22,2%
Barru 158,1 162,4 170,2 175,0 178,1 0,63% 134,6 151,6 24,8% 34,3%
Bone 686,8 707,1 743,0 768,2 788,0 0,73% 150,6 172,9 13,9% 18,9%
Soppeng 225,9 231,0 240,2 246,0 249,8 0,53% 166,2 183,8 18,3% 25,8%
Wajo 371,1 381,3 400,6 413,8 424,1 0,70% 148,1 169,2 20,6% 28,2%
Sidrap 245,4 252,8 267,3 276,9 284,2 0,78% 130,3 150,9 23,7% 32,0%
Pinrang 334,5 345,2 365,7 379,8 390,9 0,82% 170,5 199,3 17,6% 23,5%
Enrekang 180,1 186,1 195,6 201,5 205,2 0,69% 102,0 116,2 9,3% 12,8%
Luwu 312,9 323,9 343,1 356,1 365,8 0,83% 117,0 136,8 5,4% 7,2%
Tana Toraja 436,9 451,6 476,6 493,8 506,8 0,78% 136,3 158,1 12,7% 17,1%
Luwu Utara 287,3 297,4 314,7 326,3 334,8 0,81% 38,0 44,2 4,4% 5,9%
Luwu Timur 206,2 217,9 242,8 260,3 274,8 1,52% 28,6 38,1 16,0% 23,4%
Kota Makassar 1.194,6 1.247,6 1.347,2 1.431,7 1.513,4 1,25% 6.796,3 8.610,1 97,8% 100,0%
Kota Pare Pare 112,6 121,7 138,8 156,8 176,9 2,40% 1.133,8 1.780,9 91,1% 100,0%
Kota Palopo 129,3 135,5 152,0 163,3 173,1 1,55% 570,8 764,4 79,7% 100,0%
Sulawesi Tenggara 1.960,7 2.116,3 2.438,1 2.716,7 2.996,6 2,26% 51,4 78,6 21,7% 30,2%
Buton 266,4 286,5 327,8 361,8 394,0 2,08% 99,6 147,3 3,5% 5,1%
Muna 287,7 310,1 356,6 395,9 434,5 2,19% 58,9 88,9 12,0% 16,9%
Konawe 260,8 279,5 318,3 350,7 382,1 2,03% 22,4 32,7 8,3% 12,1%
Kolaka 266,0 285,0 324,7 359,1 393,8 2,09% 38,5 56,9 24,1% 35,5%
Konawe Selatan 228,8 247,8 286,0 318,4 349,9 2,26% 50,7 77,5 1,1% 1,5%
Bombana 105,8 114,4 131,0 144,5 157,0 2,10% 34,6 51,4 10,2% 14,6%
Wakatobi 96,4 102,6 114,6 123,5 130,8 1,62% 226,3 307,0 2,6% 4,1%
Kolaka Utara 93,4 101,8 117,5 131,9 146,6 2,40% 27,5 43,2 0,1% 0,1%
Kota Kendari 236,3 258,0 305,0 349,7 398,9 2,80% 798,5 1.348,3 80,9% 100,0%
Kota Bau Bau 119,0 130,8 156,6 181,3 208,8 3,00% 389,3 683,1 74,3% 100,0%
Gorontalo 920,0 942,1 982,1 1.010,8 1.029,6 0,59% 75,3 84,3 31,3% 53,2%
Boalemo 113,0 115,3 118,5 120,6 123,3 0,46% 50,3 54,9 6,2% 9,9%
Gorontalo 422,2 431,3 447,0 458,0 466,5 0,53% 123,2 136,1 18,0% 28,6%
Pohuwato 106,8 109,5 115,0 118,4 119,0 0,57% 23,8 26,5 2,4% 3,7%
Bone Bolango 124,9 126,5 128,7 129,5 127,4 0,10% 62,9 64,2 11,4% 19,6%
Kota Gorontalo 153,0 159,5 172,9 184,3 193,5 1,24% 2.362,0 2.986,3 88,6% 100,0%
West Sulawesi 968,4 1.000,8 1.059,3 1.095,7 1.120,2 0,77% 57,2 66,3 17,4% 23,9%

6-13
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Majene 130,3 134,6 143,1 148,4 152,0 0,81% 137,5 160,3 37,9% 50,7%
Polewali Mandar 351,7 363,0 383,2 396,9 407,3 0,78% 173,9 201,4 26,5% 35,8%
Mamasa 120,4 122,6 125,6 126,8 126,6 0,26% 41,4 43,5 0,0% 0,1%
Mamuju 272,9 284,9 307,8 322,2 332,3 1,04% 34,1 41,5 9,5% 12,2%
Mamuju Utara 93,1 95,7 99,6 101,5 102,0 0,48% 30,6 33,5 0,1% 0,1%
Sumber: Tim Studi JICA Catatan: AAGR= Tingkat Pertumbuhan Rata-rata Tahunan

Tabel 6.1.7 Hasil Prakiraan Angkatan Kerja


Angkatan Kerja Sektor Angkatan Kerja Sektor
AAGR (%) AAGR (%) Total Angkatan Kerja AAGR (%)
Pertanian Lainnya
2005 2024 2005-24 2005 2024 2005-24 2005 2024 2005-24
Total Sulawesi 3.144.356 3.832.672 1,05% 3.155.220 5.926.424 3,37% 6.299.577 9.759.096 2,33%
Sulawesi Utara 331.563 351.473 0,31% 517.536 914.722 3,04% 849.099 1.266.195 2,13%
Bolaang Mongondow 122.168 145.054 0,91% 65.562 131.589 3,73% 187.730 276.643 2,06%
Minahasa 49.957 48.551 -0,15% 66.845 118.208 3,05% 116.802 166.760 1,89%
Kepulauan Sangihe 37.706 38.762 0,15% 38.024 61.267 2,54% 75.730 100.029 1,48%
Kepulauan Talaud 16.394 16.023 -0,12% 12.537 16.617 1,49% 28.931 32.641 0,64%
Minahasa Selatan 53.171 60.901 0,72% 57.142 95.319 2,73% 110.313 156.220 1,85%
Minahasa Utara 28.707 29.481 0,14% 35.137 60.284 2,88% 63.843 89.766 1,81%
Kota Manado 4.810 2.666 -3,06% 161.515 265.738 2,66% 166.324 268.404 2,55%
Kota Bitung 8.996 2.851 -5,87% 57.047 118.329 3,91% 66.043 121.180 3,25%
Kota Tomohon 9.655 7.182 -1,54% 23.727 47.370 3,71% 33.382 54.553 2,62%
Sulawesi Tengah 562.124 771.956 1,68% 422.250 887.048 3,98% 984.374 1.659.004 2,79%
Banggai Kepulauan 42.341 58.367 1,70% 19.408 41.791 4,12% 61.749 100.158 2,58%
Banggai 79.249 100.850 1,28% 49.065 117.905 4,72% 128.314 218.755 2,85%
Morowali 44.827 61.856 1,71% 29.503 60.813 3,88% 74.330 122.670 2,67%
Poso 42.198 59.973 1,87% 18.893 43.311 4,46% 61.091 103.284 2,80%
Donggala 122.211 174.611 1,90% 68.958 147.675 4,09% 191.169 322.286 2,79%
Toli Toli 43.141 57.856 1,56% 38.258 80.600 4,00% 81.399 138.456 2,84%
Buol 29.652 43.441 2,03% 14.999 34.145 4,42% 44.651 77.586 2,95%
Parigi Moutong 106.615 150.743 1,84% 46.417 104.708 4,37% 153.032 255.451 2,73%
Toja Una Una 45.392 60.883 1,56% 18.582 41.161 4,27% 63.974 102.044 2,49%
Kota Palu 6.498 3.376 -3,39% 118.166 214.938 3,20% 124.664 218.314 2,99%
Sulawesi Selatan 1.402.229 1.595.833 0,68% 1.549.968 2.734.074 3,03% 2.952.197 4.329.907 2,04%
Selayar 24.059 24.428 0,08% 21.842 34.451 2,43% 45.901 58.879 1,32%
Bulukumba 94.497 105.784 0,60% 63.555 112.989 3,07% 158.052 218.773 1,73%
Bantaeng 44.650 48.710 0,46% 22.283 47.251 4,04% 66.932 95.961 1,91%
Jeneponto 94.334 112.147 0,91% 34.630 70.904 3,84% 128.964 183.051 1,86%
Takalar 39.255 43.939 0,60% 61.965 96.867 2,38% 101.219 140.806 1,75%
Gowa 123.369 135.165 0,48% 109.604 202.713 3,29% 232.973 337.878 1,98%
Sinjai 56.313 61.607 0,47% 29.894 58.687 3,61% 86.207 120.293 1,77%
Maros 50.212 57.537 0,72% 63.741 107.033 2,77% 113.953 164.570 1,95%
Pangkep 30.381 36.179 0,92% 85.407 139.865 2,63% 115.788 176.043 2,23%
Barru 26.950 27.867 0,18% 36.593 60.224 2,66% 63.543 88.091 1,73%
Bone 181.558 208.423 0,73% 96.353 184.493 3,48% 277.911 392.916 1,84%
Soppeng 63.138 66.110 0,24% 32.508 63.074 3,55% 95.646 129.184 1,59%
Wajo 81.577 88.479 0,43% 75.513 130.671 2,93% 157.090 219.150 1,77%
Sidrap 54.954 59.503 0,42% 45.844 83.807 3,23% 100.798 143.309 1,87%
Pinrang 70.328 80.858 0,74% 60.304 108.359 3,13% 130.632 189.217 1,97%
Enrekang 51.300 60.789 0,90% 14.947 33.987 4,42% 66.248 94.775 1,90%
Luwu 76.556 95.508 1,17% 37.845 72.859 3,51% 114.400 168.367 2,05%
Tana Toraja 96.086 115.295 0,96% 57.887 110.923 3,48% 153.972 226.219 2,05%
Luwu Utara 73.048 90.894 1,16% 32.054 63.271 3,64% 105.102 154.165 2,04%
Luwu Timur 49.171 64.439 1,43% 25.741 61.070 4,65% 74.912 125.509 2,75%
Kota Makassar 10.315 6.640 -2,29% 461.096 733.335 2,47% 471.412 739.976 2,40%
Kota Pare Pare 4.064 2.803 -1,94% 37.983 79.659 3,97% 42.047 82.462 3,61%
Kota Palopo 6.115 2.730 -4,16% 42.382 77.582 3,23% 48.496 80.312 2,69%
Sulawesi Tenggara 450.327 666.260 2,08% 368.991 851.388 4,50% 819.317 1.517.648 3,30%
Buton 58.139 91.328 2,41% 43.662 96.234 4,25% 101.801 187.562 3,27%
Muna 71.744 108.994 2,23% 44.307 106.144 4,71% 116.051 215.138 3,30%
Konawe 73.567 108.522 2,07% 39.981 93.038 4,55% 113.548 201.560 3,07%
Kolaka 78.362 102.999 1,45% 38.164 103.546 5,39% 116.526 206.545 3,06%
Konawe Selatan 68.464 109.766 2,52% 32.280 77.458 4,71% 100.744 187.224 3,32%
Bombana 35.016 51.791 2,08% 11.341 31.407 5,51% 46.357 83.198 3,13%
Wakatobi 23.742 33.519 1,83% 17.609 35.365 3,74% 41.351 68.884 2,72%
Kolaka Utara 34.076 56.163 2,66% 7.803 23.490 5,97% 41.879 79.653 3,44%
Kota Kendari 4.614 2.114 -4,02% 90.366 189.418 3,97% 94.981 191.532 3,76%
Kota Bau Bau 2.601 1.064 -4,60% 43.477 95.288 4,22% 46.078 96.352 3,96%
Gorontalo 162.820 172.343 0,30% 186.588 311.487 2,73% 349.408 483.830 1,73%
Boalemo 26.409 29.823 0,64% 16.928 28.940 2,86% 43.337 58.763 1,62%
Gorontalo 79.904 83.215 0,21% 76.964 131.797 2,87% 156.868 215.012 1,67%
Pohuwato 26.317 31.047 0,87% 15.798 27.084 2,88% 42.115 58.131 1,71%
Bone Bolango 26.439 26.228 -0,04% 23.190 35.918 2,33% 49.629 62.146 1,19%
Kota Gorontalo 3.751 2.030 -3,18% 53.708 87.749 2,62% 57.459 89.779 2,38%

6-14
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Sulawesi Barat 235.293 274.807 0,82% 109.889 227.704 3,91% 345.182 502.511 2,00%
Majene 18.412 18.649 0,07% 24.701 45.071 3,22% 43.114 63.720 2,08%
Polewali Mandar 79.296 86.363 0,45% 47.027 96.615 3,86% 126.324 182.978 1,97%
Mamasa 31.091 36.294 0,82% 9.525 18.421 3,53% 40.617 54.715 1,58%
Mamuju 78.190 99.719 1,29% 22.617 54.104 4,70% 100.807 153.823 2,25%
Mamuju Utara 28.304 33.782 0,94% 6.017 13.493 4,34% 34.321 47.275 1,70%
Sumber: Tim Studi JICA Catatan: AAGR= Tingkat Pertumbuhan Rata-rata Tahunan

6-15
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

6.2 Prakiraan PDRB

6.2.1 Tinjauan terhadap Kecenderungan Pertumbuhan PDRB

Gambar 6.2.1 menunjukkan perubahan tingkat pertumbuhan PDRB riil di Indonesia dan
propinsi-propinsi di Pulau Sulawesi dari tahun 1984 hingga 2005. Tingkat pertumbuhan PDRB
propinsi Pulau Sulawesi berubah-ubah dari tahun ke tahun dan pada umumnya lebih tinggi
daripada tingkat pertumbuhan PDB nasional. Dari tahun 1984 hingga 1992, tingkat pertumbuhan
PDRB masing-masing propinsi cenderung mengalami kenaikan. Tingkat pertumbuhan PDRB
rata-rata di Pulau Sulawesi tercatat sebesar 10,42% di tahun 1988 dan 9,57% di tahun 1991.
Meskipun demikian, perkembangan ekonomi yang baik ini menjadi negative akibat krisis ekonomi
di Asia pada akhir tahun 1998. Pada tahun 1998, tingkat PDRB di Sulawesi Selatan (termasuk
Sulawesi Barat), Tenggara, dan Sulawesi Tengah tercatat sekitar -4% hingga -6%. Sulawesi Utara
mengalami tingkat pertumbuhan yang negatif tidak hanya pada tahun 1998 (-2,4%) tetapi juga di
tahun-tahun berikutnya (-5,7%).

Setelah krisis ekonomi, perekonomian di Pulau Sulawesi mulai mengalami perkembangan. Pada
tahun 2005, tingkat pertumbuhan PDRB di masing-masing propinsi di Pulau Sulawesi berkisar
antara 5,1% (Sulawesi Utara dan Gorontalo) dan 7,4% (Sulawesi Tengah).

Sumber: BPS, Indonesia


Gambar 6.2.1 Perubahan Tingkat Pertumbuhan PDRB di Sulawesi dan Indonesia

6.2.2 Tinjauan terhadap Ramalan PDRB oleh BAPPENAS

BAPPENAS membuat prakiraan PDRB untuk setiap pulau di tahun 2003 pada saat mempersiapkan
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 2005-2009 (RPJM). Menurut ramalan tersebut,
tingkat pertumbuhan PDRB Pulau Sulawesi akan semakin meningkat dari 5,67% di tahun 2004
menjadi 8,20% di tahun 2009.

Tingkat pertumbuhan PDRB Pulau Sulawesi lebih tinggi daripada Pulau Jawa-Bali danSumatra,
dan hamper sama dengan pulau-pulau lainnya di Kawasan Timur Indonesia, yaitu Kalimantan dan
pulau-pulau lainnya seperti Papua, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta Maluku.

Disamping ramalan jangka menengah ini (2005-2009), tidak ada ramalan PDRB resmi lainnya
untuk Indonesia. Ramalan jangka menengah ini berdasarkan pulau-pulau besar di Indonesia, dan
6-16
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

bukan berdasarkan propinsi. Saat ini, BAPPENAS sedang mempersiapkan ramalan PDRB jangka
panjang menurut propinsi dengan menggunakan suatu model ekonometrika. Meskipun demikian,
saat ini perakiraan tersebut belum tersedia.

Gambar 6.2.2 Ramalan PDRB oleh BAPPENAS, 2005-2009

6.2.3 Metodologi Ramalan PDRB Jangka Panjang menurut Kabupaten/Kota oleh Tim Studi
JICA

Dengan adanya kondisi-kondisi ini, Tim Studi JICA membuat ramalan PDRB jangka panjang dan
menurut kabupaten berdasarkan ramalan jumlah penduduk (angkatan kerja), sebagaimana yang
disebutkan pada Bagian 6.1. Tahun dasar ramalan ini adalah tahun 2005. Tingkat PDRB untuk
setiap kabupaten tersedia, tetapi tidak terdapat komposisi PDRB menurut industri-industri utama,
kecuali untuk Propinsi Gorontalo. Tim Studi JICA memperkirakan komposisi PDRB tahun 2005
menurut sektor pertanian (termasuk perikanan, kehutanan, dan peternakan) dan non-pertanian,
berdasarkan tingkat produktivitas tenaga kerja setiap industri utama di masing-masing propinsi
serta berdasarkan jumlah angkatan kerja menurut industri utama di setiap kabupaten pada tahun
2005, sebagaimana yang tercantum dalam Sensus tahun 2005.

6-17
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Gambar 6.2.3 Bagan Alur Metodologi Ramalan PDRB

6-18
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Kemudian ramalan PDRB dilakukan dengan menggunakan ramalan angkatan kerja dan
produktivitas tenaga kerja untuk sektor pertanian dan non-pertanian. Tingkat pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja di setiap kabupaten diramalkan berdasarkan kecenderungan di masa
lampau serta rencana pembangunan di masa depan, termasuk rencana pembangunan berskala besar
(seperti pembangunan tambang gas alam & minyak bumi, terminal Gas Alam Cair di Kabupaten
Banggai di Sulawesi Tengah, serta kilang minyak di Kota Parepare di Sulawesi Selatan) serta
Kawasan Andalan yang dicanangkan dalam Rencana Tata Ruang Nasional.

6.2.4 Hasil Ramalan PDRB Jangka Panjang menurut Kabupaten/Kota oleh Tim Studi JICA

(1) Tigkat Pertumbuhan PDRB

PDRB total di Sulawesi diramalkan akan mengalami kenaikan dari Rp. 73.089 miliar di tahun 2005
menjadi Rp. 265.150 miliar di tahun 2024 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 7,02%.
Tingkat pertumbuhan PDRB diperkirakan akan lebih tinggi di Sulawesi Tengah (7,79%) dan
Sulawesi Tenggara (7,44%),
tetapi akan lebih rendah di
Sulawesi Selatan (6,78%)
dan Sulawesi Utara
(6,69%).

Pada tingkat kabupaten,


tingkat pertumbuhan PDRB
akan lebih tinggi untuk
Kabupaten Banggai di
Sulawesi Tengah (9,47%:
pembangunan tambang
minyak & gas alam serta
terminal Gas Alam Cair),
Kota Parepare di Sulawesi
Selatan (9,18%:
pembanguan kilang minyak
dan pesatnya arus
urbanisasi), Kota Palu di
Sulawesi Tengah (8,46%:
arus urbanisasi yang pesat),
serta Kota Kendari
Sulawesi Tenggara (8,73%: Gambar 6.2.4 Prakiraan Angka Pertumbuhan PDRB (2005-24)
arus urbanisasi).

TIngkat pertumbuhan PDRB juga diramalkan akan lebih tinggi di kota-kota lainnya, seperti
Makassar (8,08%), Palopo (7,83%), Baubau (8,76%), Manado (7,22%), Mamuju (7.70%), dan

6-19
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Gorontalo (7,57%).

(2) Komposisi Sektor Pertanian dan Non-Pertanian

Tingkat pertumbuhan rata-rata tahunan untuk sektor pertanian dan non-pertanian di tahun 2005 dan
2024 diprakirakan akan sebesar 4,46% dan 7,97%, secara berturut-turtu. Akibatnya kontribusi
sektor pertanian terhadap total PDRB akan mangalami penurunan dari 33,3% menjadi 21,0%
(meskipun angka ini masil lebih tinggi daripada rata-rata Indonesia sebesar 15,0% untuk tahun
2005). Kontribusi sektor ini terhadap PDRB total akan lebih rendah di Sulawesi Utara (12,3%),
Sulawesi Selatan (18,0%), dan masih akan relatif lebih tinggi di Sulawesi Tengah (31,3%) dan
Sulawesi Barat (30,0%) (lihat Tabel 6.2.5).

Jumlah Kabupaten yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor pertanian (lebih dari 50%
dari PDRB total) akan berkurang dari 24 kabupaten di tahun 2005 menjadi hanya 3 kabupaten di
tahun 2025 (Bone dan Enrekang di Sulawesi Selatan, dan Parigi Moutong di Sulawesi Tengah).

Gambar 6.2.5 Ramalan Perubahan PDRB, 2005-2024

Tabel 6.2.1 PDRB Sektor Pertanian dan Non-Pertanian


2005 (billion Rp.) 2024 (billion Rp.)
Non- Non-Per
Pertanian Total Pertanian Total
Pertanian A/C tanian A’/C’
(A) (C) (A’) (C’)
(B) (B’)
Sulawesi Utara 2.778 9.967 12.745 21,80% 5.377 38.236 43.614 12,33%
Sulawesi Tengah 5.348 5.808 11.156 47,94% 14.507 31.852 46.359 31,29%
Sulawesi Selatan 11.032 25.392 36.424 30,29% 22.771 103.903 126.674 17,98%
Sulawesi Tenggara 2.798 4.682 7.480 37,41% 8.024 21.228 29.252 27,43%

6-20
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Gorontalo 624 1.401 2.025 30,83% 1.431 6.008 7.439 19,24%


Sulawesi Barat 1.727 1.532 3.259 52,99% 3.546 8.267 11.813 30,02%
Total Sulawesi 24.307 48.782 73.089 33,26% 55.656 209.494 265.150 20,99%
Sumber: Tim Studi JICA

(3) PDRB Per-Kapita

PDRB per-kapita akan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,70%. Sehingga, PDRB per-kapita
Sulawesi akan mencapai US$ 1.703 di tahun 2024 (harga konstan 2005), yang lebih besar 2,87 kali
daripada PDRB per-kapita di tahun 2005 (US$ 594). Seperti di tahun 2005, PDRB per kapita
Sulawesi akan tetap yang terbesar di tahun 2024 dan Gorontalo akan memiliki PDRB per kapita
yang terkecil. Meskipun demikian, perbedaan antara propinsi-propinsi ini pada tingkatan tertentu
akan mengecil dari 2,41 kali menjadi 2,09 kali. Selain itu, disparitas regional dalam PDRB
per-kapita akan mengalami penurunan. Variasi koefisien 2 PDRB per-kapita di Sulawesi akan
mengalami penurunan dari 0,59 di tahun 2005 menjadi 0,47 di tahun 2024.

Tabel 6.2.2 Ramalan PDRB Per-Kapita


Rupiah Rupiah Dollar AS
(Harga Konstan 2000) (Harga Konstan 2005) (Harga Konstan 2005)
2005 2024 2005 2024 2005 2024
Sulawesi Utara 6.009 17.055 7.460 21.175 718,9 2.040,5
Sulawesi Tengah 4.870 14.426 6.491 19.230 625,5 1.853,1
Sulawesi Selatan 4.870 14.196 6.555 19.108 631,7 1.841,3
Sulawesi Tenggara 3.815 9.586 5.309 13.340 511,6 1.285,5
Gorontalo 2.201 7.200 3.093 10.117 298,1 974,9
Sulawesi Barat 3.365 10.514 4.057 12.675 390,9 1.221,4
Total Sulawesi 4.643 13.322 6.160 17.674 593,6 1.703,1
Sumber: Tim Studi JICA

2
Variasi koefisien mendeskripsikan tingkatan variasi sampel: deviasi standarnya dibagi secara rata-rata. Angka yang tinggi berarti
memiliki perbedaan sampel yang lebih besar, dan angka yang lebih kecil berarti pembangian sampel yang lebih kecil.

6-21
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Gambar 6.2.6 Perubahan Distribusi PDRB Per-Kapita


Tabel 6.2.3 Prakiraan PDRB, 2000 Harga Konstan
PDRB(Non-Perta
PDRB AAGR (%) PDRB (Pertanian) AAGR (%) AAGR (%) PDRB Per-Kapita AAGR (%)
nian)
2005 2024 05-24 2005 2024 05-24 2005 2024 05-24 2005 2024 05-24
Totak Sulawesi 73.089 265.150 7,02% 24.307 55.656 4,46% 48.782 209.494 7,97% 4.643 13.322 5,70%
Sulawesi Utara 12.745 43.614 6,69% 2.778 5.377 3,54% 9.967 38.236 7,33% 6.009 17.055 5,64%
B.Mongondow 1.949 6.114 6,20% 1.024 2.219 4,16% 926 3.895 7,86% 4.104 10.804 5,23%
Minahasa 1.524 4.843 6,27% 419 743 3,06% 1.106 4.100 7,14% 5.282 14.560 5,48%
Kepulauan Sangihe 764 2.107 5,48% 316 593 3,37% 448 1.514 6,62% 3.998 10.399 5,16%
Kepulauan Talaud 311 729 4,58% 137 245 3,10% 174 484 5,53% 4.180 10.961 5,21%
Minahasa Selatan 1.604 4.984 6,15% 445 932 3,96% 1.159 4.052 6,81% 5.812 15.770 5,39%
Minahasa Utara 965 3.059 6,26% 241 451 3,36% 725 2.608 6,97% 5.824 16.407 5,60%
Kota Manado 3.575 13.447 7,22% 40 41 0,06% 3.535 13.406 7,27% 8.812 25.118 5,67%
Kota Bitung 1.575 6.566 7,80% 75 44 -2,84% 1.500 6.522 8,04% 9.612 26.846 5,55%
Kota Tomohon 476 1.765 7,14% 81 110 1,63% 395 1.655 7,83% 5.905 16.462 5,54%
Sulawesi Tengah 11.156 46.359 779% 5.348 14.507 5,39% 5.808 31.852 9,37% 4.870 14.426 5,88%
Banggai Kepulauan 482 1.747 7,01% 293 798 5,42% 189 949 8,85% 3.211 8.726 5,40%
Banggai 1.293 7.208 9,47% 822 2.068 4,97% 470 5.140 13,41% 4.482 17.380 7,39%
Morowali 984 3.868 7,47% 465 1.268 5,42% 519 2.600 8,85% 5.799 16.570 5,68%
Poso 735 2.815 7,32% 438 1.230 5,58% 297 1.585 9,21% 5.487 14.706 5,33%
Donggala 2.164 8.040 7,15% 1.268 3.580 5,61% 895 4.460 8,82% 4.803 12.775 5,28%
Toli Toli 891 3.360 7,23% 448 1.186 5,26% 444 2.174 8,72% 4.686 12.461 5,28%
Buol 430 1.787 7,78% 205 594 5,75% 225 1.193 9,17% 3.899 11.348 5,78%
Parigi Moutong 2.006 7.811 7,42% 1.106 3.090 5,56% 900 4.721 9,12% 5.676 15.926 5,58%
Toja Una Una 333 1.125 6,62% 235 624 5,26% 97 501 9,01% 2.184 5.613 5,09%
Kota Palu 1.838 8.598 8,46% 67 69 0,14% 1.771 8.529 8,63% 6.297 20.157 6,31%
Sulawesi Selatan 36.424 126.674 6,78% 11.032 22.771 3,89% 25.392 103.903 7,70% 4.870 14.196 5,79%
Selayar 329 963 5,82% 154 285 3,27% 174 679 7,42% 2.877 8.127 5,62%
Bulukumba 1.267 4.494 6,89% 455 924 3,80% 812 3.570 8,10% 3.349 10.474 6,18%
Bantaeng 541 1.900 6,84% 287 567 3,66% 254 1.333 9,11% 3.200 9.646 5,98%
Jeneponto 686 2.150 6,20% 454 980 4,13% 231 1.170 8,91% 2.100 5.728 5,42%
Takalar 668 2.119 6,26% 252 512 3,80% 416 1.608 7,37% 2.706 7.554 5,55%
Gowa 1.364 4.699 6,73% 594 1.181 3,68% 770 3.519 8,33% 2.381 6.917 5,77%
Sinjai 794 2.297 5,75% 542 1.076 3,67% 252 1.221 8,67% 3.625 9.276 5,07%
Maros 858 2.895 6,61% 322 670 3,93% 536 2.225 7,78% 2.992 8.588 5,71%
Pangkep 1.858 5.067 5,42% 293 632 4,14% 1.565 4.435 5,63% 6.532 14.279 4,20%

6-22
Laporan Akhir
Studi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Di Pulau Sulawesi dan
Studi Kelayakan Pengembangan Jalan Arteri Prioritas Di Propinsi Sulawesi Selatan Maret 2008

Barru 550 1.667 6,01% 260 487 3,37% 290 1.180 7,67% 3.475 9.339 5,34%
Bone 2.293 6.217 5,39% 1.749 3.641 3,94% 544 2.576 8,53% 3.338 7.857 4,61%
Soppeng 892 2.514 5,61% 608 1.155 3,43% 283 1.359 8,60% 3.946 10.042 5,04%
Wajo 1.829 6.009 6,46% 786 1.546 3,63% 1.043 4.464 7,95% 4.929 14.114 5,69%
Sidrap 1.117 3.697 6,50% 529 1.040 3,62% 588 2.657 8,26% 4.553 12.953 5,66%
Pinrang 1.886 6.780 6,97% 677 1.413 3,94% 1.208 5.367 8,16% 5.637 17.262 6,07%
Enrekang 574 1.512 5,23% 494 1.062 4,11% 80 450 9,51% 3.187 7.351 4,50%
Luwu 1.254 4.129 6,47% 737 1.669 4,39% 517 2.460 8,56% 4.009 11.240 5,58%
Tana Toraja 1.013 3.613 6,92% 463 1.007 4,18% 550 2.606 8,53% 2.318 7.101 6,07%
Luwu Utara 1.073 3.391 6,24% 704 1.588 4,38% 370 1.804 8,70% 3.735 10.092 5,37%
Luwu Timur 4.004 9.501 4,65% 474 1.126 4,66% 3.530 8.376 4,65% 19.420 34.253 3,03%
Kota Makassar 10.397 45.534 8,08% 99 116 0,82% 10.297 45.418 8,12% 8.703 29.783 6,69%
Kota Pare Pare 524 2.783 9,18% 39 49 1,19% 485 2.734 9,53% 4.657 15.378 6,49%
Kota Palopo 654 2.742 7,83% 59 48 -1,10% 595 2.694 8,27% 5.061 15.666 6,13%
Sulawesi Tenggara 7.480 29.252 7,44% 2.798 8.024 5,70% 4.682 21.228 8,28% 3.815 9.586 4,97%
Buton 447 1.920 7,98% 217 666 6,08% 230 1.254 9,35% 1.676 4.798 5,69%
Muna 968 4.158 7,97% 535 1.590 5,90% 433 2.568 9,83% 3.365 9.406 5,56%
Konawe 832 3.216 7,37% 549 1.583 5,73% 283 1.633 9,66% 3.191 8.285 5,15%
Kolaka 1.928 5.146 5,30% 585 1.503 5,09% 1.343 3.644 5,39% 7.247 12.845 3,06%
Konawe Selatan 623 2.749 8,12% 341 1.068 6,20% 283 1.681 9,84% 2.725 7.721 5,63%
Bombana 270 1.161 7,98% 174 504 5,75% 96 658 10,67% 2.552 7.286 5,68%
Wakatobi 162 608 7,22% 89 245 5,49% 73 363 8,81% 1.676 4.603 5,46%
Kolaka Utara 606 2.217 7,06% 254 819 6,35% 352 1.397 7,53% 6.489 14.825 4,44%
Kota Kendari 1.176 5.768 8,73% 34 31 -0,58% 1.141 5.737 8,87% 4.977 14.102 5,63%
Kota Bau Bau 468 2.308 8,76% 19 16 -1,17% 449 2.293 8,96% 3.934 10.762 5,44%
Gorontalo 2.025 7.439 7,09% 624 1.431 4,46% 1.401 6.008 7,96% 2.201 7.200 6,44%
Boalemo 280 1.001 6,94% 114 276 4,76% 165 724 8,09% 2.473 8.074 6,42%
Gorontalo 768 2.832 7,11% 250 557 4,31% 518 2.275 8,10% 1.819 6.050 6,53%
Pohuwato 351 1.223 6,79% 172 433 5,00% 180 790 8,10% 3.290 10.286 6,18%
Bone Bolango 207 705 6,66% 63 134 4,05% 144 571 7,53% 1.657 5.559 6,58%
Kota Gorontalo 419 1.678 7,57% 26 30 0,78% 394 1.648 7,83% 2.740 8.591 6,20%
Sulawesi Barat 3.259 11.813 7,01% 1.727 3.546 3,86% 1.532 8.267 9,28% 3.365 10.514 6,18%
Majene 454 1.597 6,84% 174 311 3,10% 280 1.286 8,35% 3.486 10.468 5,96%
Polewali Mandar 1.056 3.837 7,02% 499 960 3,50% 557 2.877 9,03% 3.004 9.384 6,18%
Mamasa 460 1.411 6,08% 294 605 3,88% 166 806 8,68% 3.815 11.166 5,81%
Mamuju 876 3.587 7,70% 492 1.108 4,36% 384 2.479 10,32% 3.211 10.744 6,56%
Mamuju Utara 412 1.381 6,57% 267 563 4,00% 145 818 9,53% 4.430 13.553 6,06%
Sumber: Tim Studi JICA Catatan: AAGR= Tingkat Pertumbuhan Rata-rata Tahunan

6-23

Anda mungkin juga menyukai