Dosen
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
1. Pengertian
Analisis manfaat dan biaya digunakan untuk mengevaluasi penggunaan sumber-
sumber ekonomi agar sumber yang langka tersebut dapat digunakan secara efisien.
Pemerintah mempunyai banyak program atau proyek yang harus dilaksanakan sedangkan
biaya yang tersedia sangat terbatas. Dengan analisis ini pemerintah menjamin penggunaan
sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program-program yang memenuhi
kriteria efisiensi. Analisis manfaat dan biaya merupakan alat bantu untuk membuat keputusan
publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Ada dua pihak yang menaruh
perhatian pada analisis ini, yaitu pertama, para praktisi teknis dan ekonom yang berperan
dalam mengembangkan metode analisis, pengumpulan data, dan membuat analisis serta
rekomendasi. Kedua, pemegang kekuasaan eksekutif yang berwenang untuk membuat
peraturan dan prosedur untuk melaksanakan keputusan publik.
Analisis manfaat dan biaya ini hanya menitikberatkan pada efisiensi penggunaan
faktor produksi tanpa mempertimbangkan masalah lain seperti distribusi, stabilisasi ekonomi
dan sebagainya. Analisis ini hanya menentukan program dari segi efisiensi sedangkan
pemilihan pelaksanaan program berada di tangan pemegang kekuasaan eksekutif yang dalam
memilih juga mempertimbangkan faktor lain. Suatu program yang efisien mungkin tidak
akan dilaksanakan karena menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin lebar.
Sebaliknya program yang menimbulkan distribusi pendapatan yang semakin baik akan dipilih
meskipun program tersebut tidak terlalu efisien ditinjau dari hasil analisis manfaat danbiaya.
Proyek yang mempunyai nilai IRR yang tinggi yang mendapat prioritas. Walaupun
demikian pertimbangan untuk melaksanakan proyek tidak cukup hanya dengan IRR-nya saja,
tetapi secara umum tingkat pengembaliannya (rate of return) harus lebih besar dari biaya
oportunitas penggunaan dana. Jadi suatu proyek akan dilaksanakan dengan
mempertimbangkan tingkat pengembalian (IRR) dan tingkat diskonto (i). Tingkat diskonto
disebut juga sebagai external rate of return, merupakan biaya pinjaman modal yang harus
diperhitungkan dengan tingkat pengembalian investasi. Investor akan melaksanakan semua
proyek yang mempunyai IRR > i dan tidak melaksanakan investasi pada proyek yang harga
IRR < i.
Ada beberapa kelemahan dari metode IRR, yaitu :
- Metode IRR dapat menyebabkan pemilihan proyek yang keliru karena metode ini tidak
memperhatikan skala investasi. Pemilihan proyek berdasarkan metode ini akan memberikan
hasil yang keliru apabila skala atau besarnya proyek yang dibandingkan berbeda. Dalam hal
ini metode NPB akan memberikan evaluasi yang konsisten walaupun skala proyek yang
dibandingkanberbeda.
- Metode IRR mungkin akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk proyek yang
mempunyai waktu lebih dari 2 tahun maka harga IRR dapat mempunyai 2 nilai atau lebih
yang dapat membingungkan (de Neufville, 1990). Pemilihan nilai IRR akan mempunyai
implikasi yang berbeda dan tidak ada suatu kriteria pun yang secara teoritis dapat
menunjukkan pilihan IRR yang akandipakai.
Pada metode NPB tingkat bunga yang diinginkan telah ditetapkan sebelumnya,
sedangkan pada metode IRR, kita justru akan menghitung tingkat bunga tersebut. Tingkat
bunga yang akan dihitung ini merupakan tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai
sekarang dari tiap-tiap cash inflow yang didiskontokan dengan tingkat bunga tersebut sama
besarnya dengan nilai sekarang dari initial cash outflow atau nilai proyek. Dengan kata lain
tingkat bunga ini adalah merupakan tingkat bunga persis investasi bernilai impas, yaitu tidak
menguntungkan dan juga tidak merugikan. Dengan mengetahui tingkat bunga impas ini,
maka dapat dibandingkan dengan tingkat bunga pengembalian atau rate of return yang
diinginkan, jika lebih besar berarti investasi menguntungkan dan bila sebaliknya investasi
tidakmenguntungkan.
Contoh Perhitungan Internal Rate of Return Menggunakan Microsoft Excel 2000:
Misalnya IRR yang dihasilkan oleh sebuah proyek adalah 25% yang berarti proyek ini
akan menghasilkan keuntungan dengan tingkat bunga 25%. Bila rate of return yang
diinginkan adalah 20%, maka proyek dapat diterima kelayakannya.
Sebagai misal apabila Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen PT.
Genitya Dabatas mensyaratkan IRR yang diharapkan dari proyek ini adalah 25%, maka
berdasarkan perhitungan menggunakan Microsoft Excel 2000, dimana IRR sesungguhnya
adalah 34,13%, maka investasi untuk proyek ini dapat diterima kelayakannya.
4.3. Metode Perbandingan Manfaat dan Biaya(BCR)
Metode BCR adalah suatu cara evaluasi suatu proyek dengan membandingkan nilai
sekarang seluruh proyek diperoleh dari proyek tersebut dengan nilai sekarang seluruh biaya
proyek tersebut. Rumus yang digunakan adalah:
T Mt
t=0
(1+i)tBCR=
T Bt
t=0 (1+i)t
Berdasarkan metode ini, suatu proyek akan dilaksanakan apabila BCR > 1. Metode
BCR akan memberikan hasil yang konsisten dengan metode NPB, apabila BCR > 1 berarti
pula NPB > 0.
Metode BCR mempunyai kelemahan dalam hal membandingkan dua buah proyek
karena tidak ada pedoman yang jelas mengenai hal yang masuk sebagai perhitungan biaya
atau manfaat. Manfaat selalu dapat dianggap sebagai biaya yang negatif dan sebaliknya. Oleh
karena itu BCR dapat selalu dibuat lebih tinggi dengan memasukkan biaya sebagai manfaat
negatif. Oleh karena itu BCR dapat dimanipulasi oleh orang yang mengevaluasi agar nilai
BCR lebih tinggi dari yang sebenarnya (Mangkoesoebroto, 1998).
Contoh penggunaan metode BCR dalam sebuah proyek:
Departemen PU mempertimbangkan untuk membuat jalur baru karena banyaknya
kecelakaan lalu lintas yang terjdi. Diestimasikan ongkos pembangunan jalur baru per km
adalah $100.000 sepanjang 51 km dengan perkiraan umur 30 tahun dengan ongkos perawatan
diperkirakan 3% dari ongkos awal. Kepadatan lalu lintas pada jalan ini adalah 10.000
kendaraan per hari dan analisis dilakukan pada tingkat bunga 7%. Estimasi angka kecelakaan
turun dari 8 menjadi 4 per 100 juta km kendaraan kalau jalan baru dibuka.
Ongkos yang ditimbulkan dari adanya kecelakaan meliputi: ongkos kerugian properti,
pengeluaran untuk keperluan medis, dan hilangnya upah bagi orang yang mengalami
kecelakaan. Dari data yang diperoleh, informasi bahwa rata-rata ada 35 kecelakaan ringan
dan 240 kerusakan properti untuk setiap satu kecelakaanfatal.
Ongkos ekuivalen saat ini dari setiap klasifikasi kecelakaan tersebut adalah sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang $ 900.000
kecelakaan ringan 10.000
kerusakan properti 1.800
Dengan data-data di atas maka ongkos agregat dari kecelakaan per satu kecelakaan fatal bisa
dihitung sebagai berikut:
kecelakaan fatal per orang $ 900.000
kecelakaan ringan ($10.000 x 35) 350.000
kerusakaan properti ($1.800 x 240) 432.000
total $1.682.000
Dengan metode BCR tentukan apakah usulan pembukaan jalur baru tersebut bisa diterima
atau tidak.
Manfaat ekivalen tahunan AE(i) yang diharapkan per km:
8 410,000 365$1,682,000
100,000,000
dan ongkos-ongkos ekuivalen tahunan AE(i) yang diharapkan per km adalah:
A / P,7,30
$1,500,000 0.0806 $1,500,000
$165,900
0.03
sehingga BCR adalah:
$245,572
BC7 1.48
$165,900 $245,572$45,000
BC7 $120,900 1.66
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan masing-masing metode analisis seperti
ditunjukkan pada Tabel 3. Dari ketiga metode analisis tersebut NPB merupakan yang terbaik
karena metode lainnya dapat memberikan hasil yang keliru dalam menentukan pilihan proyek
yang akan dilaksanakan.
Tabel 3. Rangkuman Perbandingan Metode Analisis
Metode
NPB IRR BCR
Cerminan Skala
TIDAK TIDAK YA
Proyek
Mudah Mengurutkan
Karakteristik TIDAK YA YA
Proyek
AGAK
Mudah digunakan MUDAH MUDAH
SUKAR
Mencerminkan Mudah
Berfokus pada
Kelebihan tingkat mengurutkan
nilai uang
pengenmbalian proyek
Sukar Hasil dapat
Bias dalam
Kekurangan mengurutkan membingungk
operasional
proyek an
Sumber : de Neufville (1990)
H0 CDSp
G
ASP1
H1 Dp
O P2 P0 P1 Padi
Diagram 7.1.
Permintaan dan Penawaran
Padi Sumber: Mangkoesoebroto (1998)
Jumlah produksi padi per tahun ditunjukkan pada sumbu datar sedangkan harga padi
per kilogram pada sumbu tegak. Kurva Dp menunjukkan kurva permintaan dan S adalah
kurva penawaran (diasumsikan padi dihasilkan dengan struktur biaya konstan). Sebelum
adanya pembangunan dam, keseimbangan terjadi pada titik D dengan jumlah padi yang
diproduksikan sebesar OQ0kilogram per tahun dan harga OH0rupiah.
Adanya proyek dam menyebabkan kurva penawaran bergeser ke bawah (Sp) dan pada
titik keseimbangan G, output yang terjadi sebesar OP1kilogram dan dengan harga yang lebih
rendah, yaitu sebesar OH1rupiah. Kurva permintaan menunjukkan jumlah barang yang akan
dibeli pada berbagai tingkat harga sedangkan kurva penawaran adalah jumlah barang yang
ditawarkan pada tiap tingkat harga. Pada jumlah barang sebesar P 2kilogram, konsumen
bersedia membeli padi dengan harga BF2rupiah, padahal harga yang diminta penjual hanya
sebesar CP2rupiah sehingga ada surplus konsumen sebesar BC. Kalau kita analisis dengan
cara yang sama untuk setiap jumlah output, maka pada produksi padi sebanyak OP 0kilogram
konsumen bersedia membeli sebesar area OP0DH0, sehingga terdapat surplus konsumen
sebesar DEH0. Apabila harga yang terjadi sebesar OH 1rupiah maka ada surplus konsumen
sebesar H1GDE. Jadi dengan adanya proyek pembuatan dam maka output naik dalam jumlah
yang besar (P0P1), sehingga harga juga turun secara sangat berarti (H0H1) dan ada tambahan
surplus konsumen sebesar H0DGH1(H1GE - H0DE). Jadi daerah di bawah kurva permintaan
diantara kedua harga menunjukkan penilaian konsumen karena perubahan (peningkatan)
kemampuan mereka untuk membeli barang dengan harga yang lebih rendah. Besarnya
surplus konsumen dapat diukur apabila orang yang melakukan evaluasi proyek mampu
menghitungbentukkurvapermintaandengantepat.Untukproyek-proyekbesarperubahan
surplus konsumen merupakan ukuran yang paling tepat untuk mengukur perubahan
kesejahteraan masyarakat dan bukan sekedar nilai total hasil dari suatu proyek.
Oleh karena itu, pada proyek yang skalanya besar evaluasi manfaat proyek tersebut
harus dilakukan dengan mengukur surplus konsumen.
7.5. Pemilihan Tingkat Diskonto atauBunga
Masalah lainnya yang juga penting adalah penentuan tingkat bunga. Dri analisis
disatas kita ketahui bahwa penentuan tingkat bunga merupakan suatu hal yang sangat penting
karena dilaksanakannya suatu proyek sangat tergantung dari tingkat bunga mana yang kita
pilih. Dalam kenyataannya, di masyarakat terdapat berbagai tingkat bunga, misalnya tingkat
bunga tabanas, tingkat bunga deposito (yang juga bermacam-macam tingkatnya tergantung
jenis dan jangka waktunya), tingkat bunga pinjaman bank, dan tingkat bunga tidak resmi
yang besarnya berbeda-beda. Jadi, tingkat bunga manakah yang sebaiknya dipilih dalam
melakukan suatu evaluasiproyek?.
Penentuan tingkat diskonto atau tingkat bunga merupakan hal yang sangat penting
oleh karena hasil suatu proyek dapat berbeda-beda tergantung dari tingkat bunga yang dipilih.
Misalnya pemerintah harus memilih salah satu dari 2 proyek, yaitu proyek I yang memberi
hasil bersih sebesar Rp90 juta yang diterima seketika, atau proyek II yang memberi hasil
bersih sebesar Rp 100 juta dua tahun setelah proyek tersebut selesai. Tabel 7.5 memberikan
NBS untuk kedua proyek tersebut.
Tabel 7.5.
Nilai Bersih Sekarang (NBS) Proyek I dan II
Tingkat Bunga NBS proyek I NBS proyek II
0 90 = 90 / (1+0)0 100 / (1+0)2= 100
5 90 = 90 / (1+0,5)0 100 / (1+0,5)2= 90,9
10 90 = 90 / 1+0,10)0 100 / (1+0,5)2= 82,6
Sumber: Mangkoesoebroto (1998)
Dari tabel 7.5 dapat dilihat bahwa nilai bersih sekarang (NBS) dari proyek I sebesar
90 pada tingkat bunga manapun yang dipilih oleh karena hasil dari proyek tersebut, diterima
seketika. Sebaliknya nilai bersih sekarang dari proyek II berbeda-beda tergantung dari tingkat
bunga yang dipilih. Apabila tingkat bunga yang dipilih adalah nol dan 5 persen, maka
pemerintah akan memilih proyek II karena proyek tersebut memberikan nilai bersih sekarang
yang lebih besar daripada proyek I. Sebaliknya apabila tingkat bunga yang dipilih adalah 10
persenmakaproyekIyangakandipilihkarenamemberikannilaibersihsekarangyanglebih
besar daripada proyek II. Dari Tabel 7.3. dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat bunga
yang dipilih dalam melakukan evaluasi proyek, akan semakin rendah nilai bersih sekarang
dari suatu proyek yang menghasilkan jumlah tertentu pada suatu waktu yang akan datang. Ini
berarti dari segi efisiensi akan semakin sedikit proyekyang dilaksanakan oleh karena proyek-
proyek yang memberikan nilai bersih sekarang yang positif dengan semakin tingginya tingkat
bunga akan memberikan nilai bersih yang negatif. Jadi tingkat bunga yang tinggi akan
mengurangi kebutuhan akan pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan program-
programnya.
Pada sektor swasta tingkat diskonto yang dipakai pada umumnya sama dengan tingkat
bunga yang berlaku karena tingkat bunga mencerminkan oportunitas penggunaan dana. Akan
tetapi tingkat bunga yang berlaku untuk setiap proyek seharusnya juga berbeda-beda karena
perbedaan risiko pemberi pinjaman. Apabila pemberi dana merasa ragu-ragu akan
pengembalian uang yang digunakan, maka ia akan meminta bunga yang tinggi agar ia dapat
memperoleh kembali uang yang dipinjamkan dalam waktu yang relatif singkat. Jadi tinggi
rendahnya bunga disebabkan karena perbedaan risiko yang diperkirakan oleh pemberi
pinjaman. Tingkat diskonto yang dipakai dalam evaluasi proyek-proyek pemerintah.
Seharusnya mencerminkan hasil yang didapat (rate of return) apabila dana untuk program
pemerintah tersebut dipakai oleh sektor swasta, sehingga tingkat diskonto yang dipakai
seharusnya mencerminkan biaya oportunitas proyek pemerintah. Secara teoretis, pemindahan
sumber-sumber ekonomi dari sektor swasta ke sektor pemerintah hanya bisa dilakukan
apabila sumber-sumber ekonomi tersebut dapat memberi hasil yang lebih tinggi apabila dana
tersebut digunakan oleh pemerintah daripada digunakan oleh swasta. Hal ini akan menjamin
penggunaan sumber-sumber ekonomi secara efisien. Selain itu, tingkat diskonto dalam
evaluasi proyek harus mencerminkan kesediaan masyarakat untuk menangguhkan konsumsi
sekarang dengan menabung untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi di kemudian hari.
Apabila pemerintah memerlukan dana yang diambil dari tabungan masyarakat maka tingkat
bunga pada tabungan masyarakat harus sama dengan tingkat diskonto untuk tujuan evaluasi
proyek-proyekpemerintah.
Karena sulitnya menentukan tingkat diskonto yang tepat sedangkan penentuan tingkat
diskonto adalah hal yang sangat penting dalam evaluasi suatu proyek maka para ahli ekonomi
menggunakan tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang mereka perkirakan dengan
mempertimbangkan risiko pajak dan tingkat inflasi. Suatu contoh perhitungan tingkat
diskonto sosial, misalnya dalam suatu proyek yang mempunyai derajat risiko yang kecil
sekali sedangkan tingkt diskonto pada pinjaman pemerintah (yang tidakmemperhitungkan
risiko) sebesar 10 persen serta pajak perusahaan sebesar 50 persen. Dalam hal ini biaya
oportunitas dari uang yang dipinjamkan sebesar 5 persen karena sektor swasta yang
melakukan suatu investasi dan menghendaki tingkat hasil bersih sebesar 5 persen harus
memperoleh manfaat paling sedikit sebesar 10 persen, sebab dari manfaat sebesar 10 persen
tersebut sebagian, yaitu sebesar 50 persen harus dibayar kepada pemerintah sebagai pajak.
Arrow berpendapat bahwa karena pemerintha melaksanakan berbagai proyek, maka
secara keseluruhan proyek-proyek pemerintah tidak mempunyai risiko. Ini disebabkan karena
kegagalan dalam proyek yang satu akan diimbangi oleh keberhasilan dalam proyek yang lain,
sehingga Arrow berpendapat bahwa faktor risiko yang harus dimasukkan dalam perhitungan
tingkat diskonto pada evaluasi proyek-proyek sektor swasta tidak perlu diperhitungkan dalam
proyek-proyek pemerintah. Walaupun demikian, perhitungan tingkat diskonto dengan
mempertimbangkan faktor risiko pada setiap proyek merupakan cara yang paling baik
walaupun sangat sulit dilakukan. Cara lain yang banyak dilakukan adalah dengan
menggunakan tingkat diskonto dengan memasukkan perbedaan rata-rata risiko antara proyek
pemerintah dan proyek swasta, misalnya dengan menambahkan perbedaan dari rata-rata
risiko pada tingkat diskonto yangdipakai.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam suatu evaluasi proyek adalah tingkat inflasi.
Faktor ini merupaka faktor yang penting untuk diperhitungkan terutama pada perekonomian
yang selalu mengalami inflasi. Tingkat diskonto yang diumumkan atau yang dikenakan pada
badan-badan perbankan adalah tingkat diskonto nominal. Suatu analisis manfaat dan biaya
dilakukan dengan menggunakan tingkat harga konstan sehingga tingkat diskonto yang
digunakan haruslah tingkat diskonto nyata (real discount rate), yaitu tingkat diskonto nominal
dikurangi tingkat inflasi. Suatu contoh perhitungan besarnya tingkat diskonto sosial
ditunjukkan dalam tabel 7.6.
Tabel 7.6.
Penghitungan Tingkat Diskonto Sosial
KEUNTUNGAN KELEMAHAN
10. Studi Kasus Analisis Manfaat dan Biaya: Jokowi-Proyek MRT Diputus 2 HariLagi
Selasa, 18 Desember 2012 | 17:34
Dijadwalkan pertemuan dengan Menko Ekonomi untuk memutuskan skema
investasi dan subsidi. Pemerintah pusat diharapkan akan mengeluarkan keputusan tentang
mega proyek Mass Rapid Transit dalam dua hari ini. Keputusan yang dibuat akan dikaitkan
dengan subsidi dan investasi untuk angkutan moda berkapasitas besar itu.
Gubenur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, pihaknya akan melakukan rapat
dengan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa untuk membahas finalisasi MRT.
Pertemuan ini merupakan rangkaian perundingan dalam mengambil keputusan terkait skema
investasi dan juga subsidi.
”Dua hari lagi bertemu, tinggal keputusan terakhir. Ini mengenai sharing investasi,
kita pokoknya minta agar Pak Menko bisa memberikan jalan keluarnya,” ujarnya kepada
wartawan di Pangkalan Undara Halim Perdanakusumah, hari ini.
Di tempat yang sama, Hatta mengakui, dalam waktu dua hari ini akan ada keputusan
soal MRT keluar dari kementeriannya. Kementerian Koordinator Perekonomian dan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan sama-sama mencari solusi terbaik untuk proyek ini.
Yang Hatta tekankan adalah bagaimana subsidi bisa dimanfaatkan untuk harga tiket
agar terjangkau oleh masyarakat. ”Ini persoalan bagaimana subsidi bisa diberikan untuk per
tiketnya agar tidak membebankan masyarakat dan tidak membebani DKI. Ini perlu kita lihat
bagaimana struktur yang pas,” ujarnya.
Penulis: Arientha Primanita/ RatnaNuraini