Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINK NEUROLOGI


GUILLAIN-BARRÉ SYNDROME

Disusun Oleh:
Gary Helnawan – 01073190155
Penguji:
dr. Pricilla Yani Gunawan, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 29 JUNI – 11 JULI 2020
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Bpk. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 40 tahun

1.2 Resume
Pasien laki-laki, 40 tahun, datang dengan keluhan sulit menggerakan kedua lengan dan
tungkai 4 hari sebelum masuk ke klinik. Gejala ini adalah baru pertama kali dialami oleh
pasien. Gejala muncul secara tiba-tiba. Gejala semakin lama semakin buruk. Awalnya kedua
lengan dan tungkai pasien lemah. Satu hari sebelum masuk klinik, kedua tungkai pasien tidak
bisa digerakan. Pasien juga mengatakan bahwa awalnya masih bisa naik turun tangga
walaupun sulit, lalu masih bisa memakai baju dan menyisir rambut. Tapi lama kelamaan
tidak bisa lagi. Pasien mengatakan bahwa tidak ada faktor yang memperbaiki maupun yang
memperberat gejalanya. Riwayat demam, riwayat trauma, keluhan kesemutan, nyeri kepala,
mual muntah, dan sesak napas disangkal oleh pasien. Pasien memiliki keluhan lain yaitu
diare. Selain itu, pasien juga memiliki riwayat hipertensi.
Hasil pemeriksaan fisik generalis, pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan saraf kranial,
refleks patologis, sensorik, fungsi otonom dan proprioseptif dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan bahwa terdapat tekanan darah tinggi yaitu
150/80 mmHg, dengan laju pernapasan, denyut nadi, dan suhu dalam batas normal. Hasil
pemeriksaan motorik menunjukkan kekuatan otot ekstremitas bawah 0000/0000 dan
ekstremitas atas 0001/1000, serta tetraparesis atau quadriparesis. Hasil pemeriksaan refleks
fisiologi adalah negatif untuk kedua lengan dan tungkai.
BAB II
PEMBAHASAN KASUS

Guillain-Barré Syndrome (GBS) adalah suatu kumpulan kondisi neuropati akut yang
dikarakteristikan dengan kelemahan atau kelumpuhan yang progresif dan berkurang atau
hilangnya refleks.1 Kelemahan atau kelumpuhan bersifat ascending, dimana dimulai dari
tungkai dan menyebar ke lengan.2 Insidensi GBS di seluruh dunia adalah satu sampai dua
kasus per 100.000 orang per tahun. Selain itu, insidensi GBS lebih banyak di laki-laki
daripada perempuan.3 GBS terdiri dari beberapa tipe, yaitu acute inflammatory demyelinating
polyradiculoneuropathy (AIDP), miller fisher syndrome (MFS), acute motor axonal
neuropathy (AMAN), dan acute motor and sensory axonal neuropathy (AMSAN).4 Salah
satu mekanisme dari GBS adalah terjadinya infeksi yang meningkatkan respon imun, dimana
terjadi reaksi terhadap saraf perifer karena molecular mimicry (antigen asing memiliki
kesamaan strukturan dengan self-antigen). Respon imun akan langsung menuju ke myelin
atau akson, dan hasil akhirnya adalah acute polyneuropathy.5,6

2.1 Patofisiologi
Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP)
Kasus demielinasi lebih banyak terjadi di Eropa dan Amerika Utara, yaitu 90% kasus.
Pada AIDP, terjadi infiltrasi dari sel-sel inflamasi (sel T dan makrofag) ke selubung mielin.
Antibodi akan menempel di permukaan selubung mielin dan mengaktivasi sistem
komplemen. Aktivasi sistem komplemen diikuti dengan terbentuknya membrane-attack
complex (MAC) di permukaan sel schwann dan menginisiasi degenerasi dari mielin.
Makrofag muncul kurang lebih satu minggu setelah proses perusakkan mielin, menginvasi
mielin dan mengambil sisa-sisa mielin yang sudah rusak.5 Pasien dengan AIDP terdapat
ascending paralysis yang dimulai dari tungkai lalu ke lengan. Pasien AIDP juga sering
mengalami masalah sensorik dibandingkan dengan pasien AMAN. Refleks tendon juga
biasanya tidak ada. Lebih dari setengah pasien AIDP mengalami nyeri pada daerah
punggung, panggul dan paha. Selain itu, pasien AIDP juga mengalami gangguan otonom.7

Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)


Kasus AMAN lebih banyak ditemukan di China, Jepang, Bangladesh, dan Meksiko,
dengan jumlah kasus 30-65%.5 Kasus AMAN lebih banyak ditemukan pada anak-anak.
Tetapi penelitian-penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa AMAN juga terjadi pada orang
dewasa. AMAN adalah suatu degenerasi aksonal motorik murni. Pasien dengan GBS-AMAN
terjadi degenerasi dari akson tanpa demielinasi. Hal ini menujukkan bahwa respon imun
hanya menyerang akson.
AMAN sering dihubungkan dengan infeksi oleh Campylobacter jejuni sebagai
pemicunya. Gangliosides adalah suatu komponen molekular yang penting di saraf perifer,
dan berperan terhadap kejadian GBS, salah satunya AMAN. Gangliosides yang berperan
dalam AMAN adalah GM1 dan GD1a. Komponen liposakarida pada permukaan
Campylobacter jejuni memiliki kemiripan terhadap gangliosides GM1 atau GD1a (molecular
mimicry). Karena terdapat kemiripan, respon antibodi selain menyerang bakteri juga
menyerang akson, dan akhirnya terjadi respon inflamasi dan degenerasi dari akson. 7 Pada
pasien AMAN, refleks tendon pasien biasanya juga tidak ada. Selain itu, gangguan fungsi
otonom juga jarang terjadi.7

Acute Motor and Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)


AMSA adalah suatu degenerasi dari akson motorik dan sensorik, yang sifatnya lebih
parah dibandingkan AMAN. Hal ini dikarenakan selain saraf motorik, saraf sensorik juga ikut
terpengaruh dari degenerasi akson, sehingga menyebabkan pemulihan yang lebih lambat atau
tidak sempurna jika dibandingkan dengan AMAN. Secara klinis, AMSAN mirip dengan
AMAN tetapi lebih banyak gejala sensorik dibanding AMAN. Insidensi AMSAN sangat
rendah, yaitu < 10% dari AMAN. 7,8

Miller Fisher Syndrome (MFS)


MFS ditandai dengan ophthalmoplegia, ataxia dan areflexia.9 Sama seperti AMAN,
ada pengaruh dari molecular mimicry yang menyebabkan GBS-MFS. Gangliosides yang
berpengaruh kepada MFS adalah GQ1b. Antibodi biasanya menyerang epitop yang berada di
ocilar motor nerve.7

2.2 Faktor Resiko


Laki-laki lebih banyak menderita GBS dibandingkan perempuan, dengan rasio 2:1.
Berdasarkan umur, semakin tua pasien, semakin beresiko untuk menderita GBS. Tetapi hal
ini tidak menutup kemungkinan bahwa pasien dengan usia yang lebih muda bisa menderita
GBS. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Manisha et al. pada tahun 2017 di India dengan
total sampel sebanyak 66 sampel, menunjukkan bahwa penderita GBS pada pasien di atas 60
tahun sebesar 21.2%, sedangkan pasien dengan usia 10-19 tahun yang menderita GBS
sebesar 15.2%. Pasien dengan usia 40-49 tahun yang menderita GBS sebesar 18.2%. Gejala-
gejala yang mendahului GBS seperti flu like illness (demam dan batuk) menjadi gejala-gejala
yang paling banyak mendahlui GBS, yaitu 24.2%, diikuti dengan diare yaitu 13%.10

Gejala yang dikeluhkan pasien berupa kesulitan menggerakkan kedua tungkai dan
lengan empat hari sebelum masuk klinik yang bersifat mendadak. Pasien juga mengeluhkan
bahwa empat hari sebelumnya hanya lemah. Tetapi lama kelamaan memburuk, yaitu menjadi
tidak bisa digerakkan. GBS adalah suatu gejala neuropati akut yang dikarakteristikan dengan
kelemahan atau kelumpuhan yang progresif.1 Karakteristik GBS lainnya adalah kelemahan
atau kelumpuhan bersifat ascending, dimana pasien mengatakan bahwa empat hari sebelum
datang ke klinik, tangan dan kaki pasien mengalami kelemahan. Tetapi satu hari sebelum ke
klinik, kaki pasien sudah tidak bisa digerakan kembali. Berdasaran hasil pemeriksaan motorik
pasien, didapat bahwa kekuatan otot kedua tungkai pasien adalah 0, sedangkan kekuatan otot
lengan pasien 0001/1000. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa refleks
fisiologis negatif untuk kedua lengan dan tungkai pasien. Selain itu, pemeriksaan fisik saraf
kranial, sensorik, dan fungsi otonom dalam batas normal. Berdasarkan hasil-hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan, varian atau tipe dari GBS pada pasien ini adalah acute
motor axonal neuropathy (AMAN). Karena hanya memiliki masalah motorik, tetapi tidak
dengan sensoriknya. Selain itu, refleks fisiologis pasien juga negatif, dan fungsi otonomnya
dalam batas normal.5 Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP) selain
mengalami masalah motorik, juga mengalami masalah sensorik.5 Masalah sensorik tidak
ditemukan pada pasien ini. Sama halnya dengan acute motor sensory axonal neuropathy
(AMSAN) yang memiliki masalah motorik dan sensorik. Sedangkan miller fisher syndrome
(MFS), memiliki gejala ophthalmoplegia, dimana gejala ini adalah gangguan dari saraf
kranial III, IV dan VI.5 Sedangkan pasien ini pemeriksaan saraf kranial dalam batas normal.

2.3 Diagnosis
Dari kumpulan gejala pasien, dapat disimpulkan diagnosis dari pasien:
1. Diagnnosis Klinis : Quadriparesis tipe perifer (LMN), hipertensi
2. Diagnosis Topis : Saraf Perifer
3. Diagnosis Etiologis : Autoimun
4. Diagnosis Patologis : Aksonal
5. Diagnosis Kerja : Suspek Guillain-Barré Syndrome suspek Acute Motor Axonal
Neuropathy (AMAN)

2.4 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari kasus ini adalah myasthenia gravis (MG). MG adalah suatu
penyakit autoimun yang dikarakteristikan dengan kelemahan di suatu kelompok otot yang
spesifik, seperti otot okular (ptosis atau ophthalmoplegia dan bulbar. MG berperan di
postsynaptic membrane dari neuromuscular junction (NMJ), dimana antibodi menyerang
reseptor asetilkolin (AChR). Dalam proses kelemahannya, terdapat pola hilang timbul. Tetapi
seiring berjalannya waktu, maka gejala itu akan menetap. Kelemahan pada MG biasanya
proksimal, dan lengan lebih terpengaruh dibanding tungkai. Tetapi, dalam 10% kasus
kelemahan bisa lebih dominan di tungkai.11

Pada pasien ini, tidak terdapat kelemahan pada otot okular maupun bulbar, walaupun
GBS juga bisa terdapat gejala yaitu ophthalmoplegia pada miller fisher syndrome (MFS).
Jika MG terdapat gangguan pada NMJ, maka GBS terdapat gangguan di peripheral nerve,
dimana antibodi menyerang akson atau mielin karena proses molecular mimicry. Dalam
proses terjadi GBS, gejala timbul secara mendadak, dan belum pernah mengalami gejala
serupa. Sedangkan pada MG, pola kelemahan hilang timbul, tetapi bisa menetap seiring
perjalanan penyakit. Perbedaan lainnya antara MG dan GBS yaitu letak kelemahan.
Kelemahan pada MG biasanya proksimal, dan lengan lebih terpengaruh. Sedangkan GBS,
kelemahan biasanya distal, dan kaki lebih terpengaruh. Sifat kelemahan pada GBS juga
ascending, dimana proses kelemahan yang diawali dari tungkai bisa naik ke lengan.
Diagnosis banding lainnya adalah vasculitic neuropathy. Pada vasculitic neuropathy,
gejala yang paling menonjol adalah rasa nyeri dan kelemahan progresif yang asimetrik. Pada
GBS-AIDP, juga ditemukan adanya rasa nyeri dan kelemahan progresif. Tetapi, pada GBS-
AIDP kelemahan progresif yang simetris, tidak asimetris. Perjalanan penyakit dari vasculitic
neuropathy berlangsung dalam hitungan bulan, dibandingkan GBS yang dalam hitungan
minggu. Penyebab dari vasculitic neuropathy seperti penyakit hepar hepatitis, infeksi seperti
HIV, dan kanker seperti limfoma. Pada GBS, penyebab yang dapat menimbulkan gejala tidak
jelas.12

Diagnosis banding lainnya adalah myelopathy. Myelopathy memiliki kemiripan dengan


GBS, seperti berkurangnya refleks tendon, kelemahan progresif, gangguan sensorik, dan
parastesia. Pada wernicke’s encephalopathy, dapat ditemukan salah satu gejala seperti
gangguan pergerakkan mata, kelainan berjalan, dan status mental abnormal. Pada GBS-MFS,
juga terdapat ataksia akut dan gangguan gerakan mata, tetapi tidak terdapat status mental
abnormal. Pada chronic inflammatory demyelinating polyneurpathy (CIDP) memiliki banyak
kesamaan dengan AIDP. Hanya saja CIPD progresifitasnya lebih lambat dibandingkan
AIPD.12
BAB III
LAMPIRAN

Gambar 1. (A) Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculopathy (AIDP), (B) Acute


Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Walling AD, Dickson G. Guillain-Barre Syndrome. Am Acad Fam Physicians.


2013;87:1–7.
2. Head VA, Wakerley BR. Guillain-Barré syndrome in general practice: Clinical
features suggestive of early diagnosis. Br J Gen Pract. 2016;66(645):218–9.
3. Sejvar JJ, Baughman AL, Wise M, Morgan OW. Population Incidence of Guillain-
Barré Syndrome: A Systematic Review and Meta-Analysis. 2011;36:123–33.
4. Doets AY, Verboon C, van den Berg B, Harbo T, Cornblath DR, Willison HJ, et al.
Regional variation of Guillain-Barré syndrome. Brain. 2018;141(10):2866–77.
5. Yuki N, Hartung H. Guillain–Barré Syndrome. 2012;
6. Cusick MF, Libbey JE, Fujinami RS. Molecular mimicry as a mechanism of
autoimmune disease. Clin Rev Allergy Immunol. 2012;42(1):102–11.
7. Kuwabara S. Guillain-Barr´e Syndrome Epidemiology, Pathophysiology and
Management. 2004;64(5):1–14.
8. Griffin JW, Li CY, Ho TW, Tian M, Gao CY. Pathology of the Motor-Sensory Axonal
Guillaian-Bare´e Syndrome. Ann Neurol. 1996;17–28.
9. Lo YL. Clinical and immunological spectrum of the Miller Fisher syndrome. Muscle
and Nerve. 2007;36(5):615–27.
10. Shrivastava M, Nehal S, Seema N. Guillain–barre syndrome: Demographics, clinical
profile & seasonal variation in a tertiary care centre of central India. Indian J Med Res.
2017 Feb 1;145(FEBRUARY):203–8.
11. Misra I, Temesgen FD, Soleiman N, Kalyanam J, Kurukumbi M. Myasthenia gravis
presenting like guillain-barré syndrome. Case Rep Neurol. 2012;4(3):137–43.
12. Randall DP. Guillain-Barré Syndrome Differential Diagnosis. Disease-a-Month.
2010;56(5):266–78.

Anda mungkin juga menyukai