Anda di halaman 1dari 2

NAMA : SIDIK LEGOWO

NIM : 19/441661/FI/04672

RESUME ARTIKEL FILSAFAT ISLAM PRA-MODERN


Salah satu yang mempengaruhi berkembangnya filsafat pada perdaban kaum muslim adalah
gelombang helenisme yang menghampiri bangsa Arab. Proses helenisme ini berkembang
ketika dinasti Abbasiyah berlangsung. Peran helenisme dipengaruhi pula oleh orang-orang
Persia yang kala itu dinasti Abbasiyah memiliki pertumbuhan pengaruh dari Persia, yang
pemerintahannya dibawahi oleh orang-orang Sasan yang disebut sebagai kaum sekertaris
(pegawai negeri). Orang-orang ini merupakan pembawa budaya Persia atau lebih tepatnya
persia di Irak. Beberapa dari mereka adalah orang Kristen, namun kemungkinan besar
Zoroaster, karena Zoroastrianisme yang secara resmi diakui. Salah satu sekertaris yang
menonjol yaitu Ibn Al-Muqaffa, yang merupakan salah satu pencipta prosa Arab yang banyak
menerjemahkan bahasa Persia kedalam bahasa Arab. Bukunya yang paling terkenal adalah
Kalila dan Dimna, dia menyatakan ketidaksukaannya terhadap tradisi Islam dan Arab yang
dominan dengan mengadopsi sudut pandang dari Manichean (Maniisme), dan di antara
karya-karyanya ada yang menyerang Al-Qur'an.
Pada masa ini juga terdapat perebutan kekuasaan antara kaum sekertaris dan kaum ulama,
banyak dari kaum ulama mendukung Abbasiyah daripada Umayyah. Perselisihan mereka
juga dihubungkan pada perselisihan tradisi arab dan Persia juga terhadap shi’ism (syiah) dan
sunnism (sunni). Perbedaan dari shi’ism dan sunnism adalah shi’ism lebih mencari sebuah
sosok pemimpin yang disebut imam, sedangkan sunni mempercayai bahwa pembebasan
hanya berasal dari mengikuti aturan suci seperti Al-Qur’an dan Hadits. Al-Ma’mun mencoba
menyelesaikan konflik tersebut dengan meminta bahwa orang dengan posisi yang penting
harus menyatakan doktrin kepercayaannya bahwa Al-Qu’an adalah kata dari Tuhan secara
publik. Pandangan Al-Ma’mun hampir sama dengan pandangan Zaidiyah, salah satu dari
doktrin mereka adalah bahwa imam haruslah merupakan salah satu keluarga dari sang nabi
dan membuatnya klaimnya dengan sebuah pedang. Meskipun Al-Ma’mun bukanlah salah
satu dari keluarga sang nabi, tetapi ia telah mengklaimkan dirinya dengan pedang. Selain
menjadi khalifah yang pertama kali menggunakan term imam yang disukai oleh para syiah, ia
juga beranggapan bahwa imam haruslah orang yang paling handal di dalam komunitasnya,
dan poin dari ajaran zaydiyah yang lain adalah bahwa Ali menjadi penerus sang nabi karena
dia yang paling handal dan bukan karena keturunan darah.
Terlepas dari perdebatan antara syiah dan sunni, islam berpegang teguh terhadap Al-Qur’an
dan Hadits. Sehingga banyak dari kaum muslim yang meragukan gagasan mengenai tradisi
intelektual peradaban lain, terutama Yahudi dan Kristen. Kendati demikian tetap terdapat
kaum muslim yang mempelajari mengenai hal-hal selain menegenai agamanya.sehingga
pengaruh pemikiran yunani di masa tersebut dapat diterima walaupun banyak pula
mengalami tentangan. Sistem edukasi helenistik telah diberlakukan di Irak dibawah
pemerintahan Sasania dan kemudian dilanjutkan oleh kaum muslim, , subjek utama yang
diajarkan mengenai ilmu kedokteran dan beberapa filsafat ditambah dengan sains bergaya
Yunani. ). Pengajar biasanya adalah seorang Kristen, dan universitas yang paling terkenal
berada di Gunde-Shapur. Sistem pendidikan Helenistik demikian lengkap dan tersebar di
sejumlah lembaga, bahkan sebelum masa kekhalifaan Abbasiyah penerjemahan karya-karya
sains dan filsafat Yunani telah lama dilakukan.
Kemudian pada masa yang sama, Khalifah Al-Ma’mun meminta untuk membangun sebuah
institusi dengan nama “Rumah Kebijaksanaan” (Bayt Al-Hikma), dimana buku akan di
terjemahkan dan disalin, lalu perpustakaan digunakan sebagai referensi. Salah satu
penerjemah yang tersohor adalah Hunayn bin is’haq, seorang Kristen dari Al-Hira yang
menjadi guru dalam ilmu kedokteran di Baghdad. Tidak seperti penerjemah terdahulu yang
menerjemahkannya dari bahasa Suryani, Hunayn telah belajar bahasa Yunani dan memiliki
kebiasaan untuk membuat manuskrip sebelum menerjemahkan.
Semua hasil terjemahan ini terjadi karena dalam beberapa poin masih dapat terhubung
dengan tradisi yang masih hidup. Fakta mengenai penaklukan Syria telah menggantikan
Bahasa Yunani menyarankan bahwa itu tidak berada dalam kondisi yang baik, apapun
alasannya hal tersebut berhubungan dengan kelemahan kehidupan intelektual islam yang
berada di Mesir, yang sekitar tahun 718 universitasnya dipindahkan ke Antiokhia. Di
Antiokhia bertahan selama lebih dari satu abad, tetapi sekitar 850 bermigrasi ke arah timur ke
Harrån, di sepanjang jalan menuju Mosul, dan kemudian sekitar setengah abad kemudian
tertarik ke kota metropolis, Baghdad. Migrasi ini lebih ditekankan kepada para guru dan
beberapa isi dari perpustakaan. Di Baghdad mereka mengambil baian penuh pengetahuan di
ibukota atau paling tidak dapat bersimpati pada filsafat Selain perguruan tinggi Aleksandria
di Harrån, yang berada di bawah arahan Kristen, ada pusat penyembahan berhala milik sekte
yang dikenal sebagai Şabi'ans, agama mereka berisi tentang penyembahan terhadap bintang,
tetapi memiliki dasar dalam filsafat Yunani, dan sebagai konsekuensinya mereka
memberikan kontribusi penting bagi pengompilasian tradisi intelektual Helenistik. Di tahun
872 salah satu ulama terkemuka mereka, Thabit bin Qurra, yang telah belajar di Baghdad,
berselisih dengan sektenya dan meninggalkan Harran ke kota. Di kota dengan bantuan dari
beberapa khalifah ia mengabdi untuk menerjemahkan dan membuat karyanya sendiri,
terkhususkan dalam bidang kedokteran dan matematika.
Bagaimana tepatnya transisi dibuat dari terjemahan ke komposisi karya asli tidak sepenuhnya
jelas. Kemuudian transisi ini dijelaskan oleh Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq Al-Kindi (Al-
Kindi), dia adalah filsuf islam pertama dan satu-satunya yang keturunan arab. Al-Kindi
tampaknya telah berbagi pandangan mereka tentang pertanyaan dogmatis, dalam hal ini ia
jauh lebih dekat dengan tubuh utama pemikiran teologis Islam daripada kebanyakan filsuf
lainnya, ia menghabiskan waktunya untuk belajar, dan juga ahli dalam berbagai Sains
Yunani. Filsafat yang banyak ia adopsi adalah Neoplatonisme, seperti filsuf islam yang lain.
Meskipun mempelajari Aristoteles secara seksama, ia tetap melihat melalui sudut pandang
neoplatonis. Cendekiawan yang lain pada masa awal Abbasiyah adalah Abu Bakar
Muhammad ibn Zakariyya ar-Razzi (Rhazes), Dia terkenal sebagai seorang dokter, dan karya
medisnya banyak dibaca dan dihargai oleh Eropa. Daya tarik dari sains dan filsafat Yunani
terhadap para muslim terjadi karena minat praktisnya, para khalifah memperdulikan
kesehatannya dan orang-orang disekitarnya percaya bahwa sains Yunani dapat membantu
mereka.
Pemikiran rasional, kefilsafatan atau spekulatif teolog yang dikenal dengan nama kalam,
telah ada sebelum akhir abad ke delapan. Salah satu mutakallimun yang menonjol adalah
Dirar ibn-‘Amr, yang pada masa kekuasaan Harun ar-Rashid. Dia telah berkunjung di
Baghdad, tapi banyak menghabiskan waktu hidupnya di Basra, yang mana ia menjadi
pemimpin diskusi Kalam disana. Cendekiawan lain yang sezaman dengan Dirar dan juga
berpartisipasi dengan dialog teologinya adalah Hisham ibn-al-Hakam. Sudut pandangnya
hampir sama dengan Dirar, tetapi sudut pandang politiknya berbeda. Setelah periode Dirar
dan Hisham, perkembangan Kalam dipegang oleh sekte Mu’tazilah, tapi beberapa orang
Muktazilah belajar dengan dua orang tersebut dan terinspirasi oleh mereka.

Anda mungkin juga menyukai