Tugas Riset Kualitatif Kelompok 4 Autisme Final
Tugas Riset Kualitatif Kelompok 4 Autisme Final
Disusun oleh :
Kelompok 4
Damayanti Polapa (20200920100030)
Dayana Noprida (20200920100003)
Fenty Efendy (20200920100050)
Pipit Pitriani (20200920100048)
Idawati (20200920100043)
M. Didin Wahyudin (20200920100035)
Sahariah (20200920100038)
Sarini (20200920100039)
M. Didin Wahyudin (20200920100035)
Tri Imroatun (20200920100023)
Wisnu Handoko (20200920100027)
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah proposal riset
kualitatif dengan judul “Peran orang tua dalam meningkatkan kemampuan anak
autis berinteraksi dengan lingkungannya di Komunitas Yayasan Rumah Autis di
Bekasi ”.
Penyusunan makalah ini adalah salah satu tugas pada mata kuliah riset kualitatif
dalam keperawatan pada program magister keperawatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Penulis ucapkan terimakasih atas bantuan dari semua pihak yang mendukung
dalam pembuatan makalah ini maka makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan, hal itu karena keterbatasan
penulis sebagai mahasiswa yang dalam hakikatnya sebagai manusia. Oleh karena itu,
permohonan maaf kami haturkan sebelumnya serta segala kritik dan saran sangat kami
harapkan adanya.
Penulis berharap dengan adanya makalah ini semakin akan semakin meningkatkan
ilmu pengetahuan terkait peningkatan kualitas peran orang tua dengan anak autis untuk
mengenalkan lingkungan kepada anaknya.
Jakarta, Oktober 2020
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
dalam hal interaksi sosial, masalah dalam bahasa yang digunakan dalam
komunikasi sosial, perkembangan bahasa sangat lambat serta fungsi saraf. Hal
tersebut dapat terlihat dengan tidak ada kontak mata, adanya keganjilan perilaku
mengulang-ngulang kata atau pun kalimat. Ada juga diantara mereka yang
menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep yang abstrak.
Cara bermain anak autis sangat kurang variatif, kurang imajinatif serta
tidak dapat meniru. Anak autis secara tiba-tiba sering menangis tanpa sebab,
menolak untuk dipeluk, tidak menengok atau menoleh bila dipanggil namanya
bahkan tidak tertarik pada berbagai jenis atau bentuk permainan, namun seringkali
bukan dinaiki tapi sepeda tersebut dibalik dan ia memutar-mutar bolanya, dapat
menggambar sesuatu objek secara baik dan rinci tetapi sebaliknya tidak dapat
mengancing bajunya, pintar atau trampil bongkar pasang permainan tertentu tapi
sangat sulit/sukar mematuhi dan mengikuti perintah, dapat berjalan tepat pada
usia normal tapi tidak dapat berkomunikasi, sangat lancar membeo bicara tapi
tidak dapat atau sulit berbicara dari diri sendiri, pada suatu waktu dapat secara
tepat dan cepat melakukan sesuatu tapi pada lain waktu tidak sama sekali. Anak
tersebut hanya bermain sendiri, tidak dapat bermain dengan anak yang lain, tidak
Ciri-ciri anak autis dapat kita ringkas sebagai anak dalam kategori asosial
yang ditandai dengan menarik diri dan menghindar secara sukarela terhadap
interaksi sosial apapun. Beberapa gejala sosial, baik dalam komunikasi maupun
interaksi sosial yang di alami anak autis, yaitu tidak mampu menjalin interaksi
sosial yang memadai, seperti kontak mata yang tidak jelas, ekspresi dan gerak
gerik yang kurang tertuju, tidak bisa bermain dengan baik dengan teman-
sendiri, kurang mampu bahkan tidak mampu mengadakan hubungan sosial dan
emosional yang timbal balik, ada satu pola yang dipertahankan sehingga itu
mempunyai minat dalam satu hal, maka ia hanya akan fokus pada satu hal saja.
Dalam hal beban penyakit, ASD menyumbang secara global selama lebih dari
9.000.000 tahun tinggal dengan cacat dan untuk 121 Cacat disesuaikan hidup
Statistik Indonesia dalam Raden dan Ilmi (2015), jumlah anak autis usia 5 hingga
19 tahun yang berhasil didata pada tahun 2014 ada sekitar 112 ribu jiwa.
Mengutip dari klinikautis.com, pada tahun 2015 satu per 250 anak mengalami
gangguan autisme dan terdapat kurang lebih 12.800 anak dengan autisme dan
Menurut Diah (2018), berdasarkan dari Badan Pusat Statistik pada 2016
menunjukkan 4,6 juta anak adalah autisme. Jumlah anak autis di Jakarta pusat
sepanjang tahun 2020 sejumlah 49 anak dan jumlah ini diperkirakan akan terus
merasa aneh dan menjadi suatu permasalahan bagi mereka. Mengingat sifat
perkembangan pada anak, maka gangguan autisme tidak dapat dipandang sebelah
walaupun tidak bisa disembuhkan 100 persen, autis dapat dilatih melalui terapi
berbeda sehingga modal awal dan hasil akhir sangat tergantung pada kuantitas dan
tersebut. Namun walaupun dikatakan bahwa anak autis tersebut sulit disembuhkan
, tetapi ada beberapa anak autis yang juga berhasil di tengah lingkungan
Vadil kelahiran 24 Mei 1994, tercatat ia beberapa kali turut memperkuat DKI
Jakarta dalam sejumlah kejuaraan renang. Berkat terapi yang dilakukan secara
intensif dan terpadu ia dapat berkomunikasi dengan baik dan tampil sebagai
kelahiran Jakarta, 8 Oktober 1997 juga merupakan penderita autis yang berhasil
normal sebagaimana pelajar lainnya dengan perolehan nilai yang bagus dan dapat
menjalani aktivitas secara mandiri seperti naik angkutan kota ke sekolah, bergaul
dengan teman sebaya dan mengembangkan hobi menyanyi, menulis lagu dan
bermain gitar, Hasan Al Faris Tanjung lahir pada 14 Juni 1998 itu berhasil
sembuh dan sejak sekolah dasar menempuh pendidikan di sekolah reguler Al Fikri
Depok meraih nilai rata-rata 8,8 pada ujian nasional. Faris berhasil sembuh
setelah menjalani terapi ABA serta diet dan intervensi biomedis sejak usia 1,5
tahun.
manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat tinggal dan ditandai oleh
sebagainya. Keluarga juga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat dimana
mempunyai arti paling strategi dalam mengisi dan membekali nilai-nilai dan
memegang fungsi sentral bagi orang tua untuk mengontrol anak-anaknya dan
budaya. Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi
diri dengan lingkungan. Melalui proses interaksi itu anak secara bertahap belajar
orang tua mencerminkan harapan dan cita-cita mereka. Apa yang disosialisasikan
mendidik anak supaya anak memperoleh dasar-dasar pergaulan hidup yang benar
dan baik karena setiap orang tua juga memiliki fungsi dan peran untuk
membentuk potensi anak. Makna dan corak fungsi dan peran itu serta
Melalui fungsi dan peran orang tua inilah anak lebih mengenal dunia sekitar dan
pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari sehingga anak mengalami proses
sosialisasi awal.
mengalami anak autis tetapi kebanyakan dari mereka terlambat untuk menyadari
bahwa anak mereka memiliki perbedaan dengan anak-anak yang lain saat
berinteraksi dengan lingkungannya dan akan menjalani terapi ketika anak tersebut
telah di diagnosa sebagai anak autis. Mereka hanya menganggap autis hanya
gangguan mental saja, dan masalah itu adalah hal yang sepele, ada juga sebagian
yang menganggap autis adalah hukuman atas dosa yang mereka perbuat dimasa
lalu, dan sampai ada yang menganggap autis adalah penyakit keturunan. Selain
itu, di dalam proses mengasuh anak mereka, banyak tantangan dan permasalahan
yang dimiliki oleh orangtua terhadap anak autis. Hal inilah yang menarik bagi
peneliti bagaimana mereka melakukan peran dan tanggung jawab kepada anaknya
“Yayasan Rumah Autis”. Komunitas ini merupakan yayasan yang menjadi tempat
berbagi pengalaman orang tua dalam mendidik anak autis. Ia memiliki beberapa
cabang antara lain Tangerang, Tanjung Priuk, Depok, Bekasi dan Karawang.
peneliti terutama di Cabang Pusat yang berada di kota Bekasi dengan jumlah
anggota 58 orang anak penderita autisme. Adapun fokus penelitian ini adalah
untuk menganalisis fungsi dan peran orang yang memiliki anak Autism Spectrum
Disorder yaitu fungsi orang tua yang berhasil dan disfungsinya serta peran dan
tindakan sosial orang tua terhadap anak autisnya agar dapat berinteraksi sosial dan
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari fokus penelitian tersebut, maka yang menjadi
fungsi dan peran orang tua dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi anak
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fungsi dan peran
2. Tujuan Khusus
kehidupan sosial mereka dan perlu adanya suatu program atau kegiatan
sekitarnya.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa, keluarga dan
Secara etimologi kata “autisme” berasal dari kata “auto” dan “isme” yang
artinya “auto” yaitu diri sendiri sedangkan “isme” yaitu paham. Autism Spectrum
Disorder atau yang lebih dikenal dengan autism merupakan gangguan yang terjadi
pada otak, yang menyebabkan beberapa area berbeda di otak tidak mampu
sosial dengan orang lain. Menurut Rury (2018), Autisme pertama kali ditemukan
oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Secara alami anak dengan autisme terlahir
kembang pada kemampuan bahasa dan sosialnya. Anak yang terlahir dengan
mereka pun tidak umum seperti robot, echolalia, kesulitan memahami kata ganti
orang, dll. Menurut Kanner dalam Rury (2018), sempat melontarkan gagasan
bahwa autisme terjadi karena orangtua yang dingin atau sering disebut sebagai
model ‘refrigerator mother’. Namun, beberapa tahun kemudian dia meralat bahwa
gangguan sensoris, pola bermain dan emosi. Menurut Autism Society of America
dalam Engelbertus (2015), pengertian autis di bagi menjadi lima jenis autis yaitu :
1. Sindrom Asperger
Jenis gangguan ini ditandai dengan defisiensi interaksi sosial dan kesulitan
lain. Anak yang menderita jenis autisme ini kurang sensitif terhadap rasa sakit,
namun tidak dapat mengatasi paparan suara keras atau sinar lampu yang tiba-tiba.
Anak dengan sindrom Asperger memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-
2. Autistic Disorder
Autistic disorder disebut juga sebagai true autism atau childhood autism
karena sebagian besar berkembang pada tiga tahun awal usia anak. Pada sebagian
besar kasus, anak yang terkena autis tidak memiliki kemampuan berbicara dan
menarik diri secara ekstrim terhadap lingkungan sosialnya dan bersikap acuh tak
acuh. Anak tidak menunjukkan kasih sayang atau kemauan untuk membangun
komunikasi.
Autisme jenis ini meliputi berbagai jenis gangguan dantidak spesifik terhadap
satugangguan.Tingkatkeparahanmulaidariyangringansampaiketidakmampuan
yang ekstrim. Umumnya didiagnosis dalam 5 tahun pertama usia anak. Pada
gangguan ini, keterampilan verbal dan non-verbal efektif terbatas sehingga pasien
Gejala-gejalagangguaninimunculketikaseoranganakberusiaantara3sampai 4
tahun. Pada dua tahun awal, perkembangan anak nampak normal yangkemudian
motorik.Anakmenjadikehilangansemuaketerampilanyangdiperolehsebelumnya
5. RettSyndrome
Rett syndrome relatif jarang ditemukan dan sering keliru didiagnosis sebagai
perempuan yang ditandai oleh pertumbuhan ukuran kepala yang abnormal. Rett
syndrome disebabkan oleh mutasi pada urutan sebuah gen tunggal. Gejala awal
Menurut Rury (2018), jenis-jenis autis yang diatas merupakan bagian dari
defenisi Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) yang
sebagai standar dunia pada tahun 2013 dikeluarkan Diagnostic and Stastical
didefinisikan sebagai:
kontak mata dan bahasa tubuh atau kekurangan dalam memahami dan
komunikasinon-verbal.
ditunjukkan paling tidak dua dari contoh di bawah ini (saat ini atau
perubahan kecil, kesulitan padat transisi, cara berpikir yang kaku, ritual
pada salam, butuh melalui rute yang sama setiap bepergian atau makan
yang tidak normal pada intensitas dan fokus (misalnya ketertarikan yang
kuat atau easyikan pada benda-benda yang tidak biasa, keterbatasan minat
4) Hiper atau hipo reaktif terhadap sensori input dan minat yang tidak biasa
3. Gejala-gejala di atas harus terlihat dalam perkembangan anak usia dini (tetapi
umurnya, atau mungkin tertutupi oleh strategi terapi yang dilakukan kemudian).
sangat unik dan berbeda di setiap anaknya karena diagnosa anak autis bisa
berbentuk anak yang tampilannya berbeda sehingga kita juga tidak bisa
membandingkan antara anak autis yang satu dengan anak autis lainnya tetapi kita
Secara umum anak dengan autisme memiliki ciri-ciri dimana tidak memiliki
dengan lingkungan sekitar. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk belajar yang
mengalami keterlambatan bicara bahkan sampai tidak bias bicara sama sekali.
Anak dengan autisme juga memiliki kemampuan bahasa yang berbeda dan
memiliki keterbatasan dalam komunikasi dua arah seperti mereka mengetahui dan
paham akan benda yang di pegangnya tetapi mereka sulit dan bingung untuk
menyampaikan apa nama benda yang sudah dipegangnya tersebut dan dilain
waktu mereka berbicara tetapi hanya meniru dan mengulang-ngulang kata tanpa
makna. Menurut Dessy, Meilanny dan Yessi (2017), secara umum ada beberapa
sangat kurang hidup, ekspresi muka kurang hidup, ekspresi mata kurang hidup,
dan gerak-geriknya kurang tertuju dan tidak dapat bermain dengan teman sebaya.
1. Aspek Komunikasi
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang-ulang dan jika bicara,
2. Aspek Perilaku
Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistic atau rutinitas yang tidak ada gunanya
Selain itu Menurut Sunu dalam Jojor (2017), adapun ciri-ciri anak autis
sebagai berikut :
1. Kurangnya motivasi, anak autis biasanya terlihat menarik diri dari lingkungan
sosial dan sibuk dengan dunianya sendiri. Beberapa anak autis biasanya tidak
memiliki keinginan untuk ingin tahu dunia yang ada di sekitarnya. Mereka tidak
memilikikeinginanuntukmemberitahulingkungandanmemperluasruanglingkup
mereka.
Sikap ini sering membuat anak autis menjadi kurang peka jika ada bahaya di
sekelilingnya. Misalnya saat anak tersebut berada di kolam renang atau di jalan
raya.
3. Motivasi untuk stimulasi diri tinggi. Anak autis sering terlihat sibuk
4. Merespon imbalan secara langsung. Hal ini akhirnya menjadi salah satu cara
pengasuhan orangtua, masalah saat kehamilan, saat melahirkan dan ketika sesudah
proses melahirkan, adanya riwayat penyakit autoimun yang berasal dari orangtua,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial sedangkan menurut Leonardo dan Paolo
(2018), penyebab autis lebih besar pengaruhnya berasal dari gen tetapi faktor
kehamilan dan kondisi ibu, racun organik, polusi udara, atau paparan obat selama
kehamilan.
bahwa banyak orang tua yang mengalami keterlambatan kesadaran orang tua pada
pengetahuan yang cukup tentang autisme di antara orang tua. Selain tanda dan
gejala, orang tua juga tidak menyadari metode diagnosis dan pengobatan. Hal ini
autis.
Selain itu, peran dan fungsi didalam suatu keluarga yang telah berubah dan
Menurut Seffia (2015), Anak autis memerlukan perhatian yang lebih banyak dari
orang tua terutama ibu yang terlibat langsung dalam kepengasuhan anak sepanjang
mental anggota keluarga terutama pada anak autis. Menurut Faturohman dalam
interaksi orang tua dengan anak. Hal ini akan memberikan sumbangan dan
pada anak yang lambat laun akan mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut
biasanya tanpa sengaja dan mengakibatkan krisis internal dan eksternal yang salah
terjadi pada anaknya tersebut adalah hal yang wajar atau tidak menganggap
Autisme secara umum telah diketahui terjadi empat kali lebih sering pada
anak laki-laki dibandingkan yang terjadi pada anak perempuan. Hal ini juga
dijelaskan pada DSM IV bahwa autis lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan pada perempuan, dengan perbandingan 4-5:1 untuk kasus autis pada
autisme ini dapat diawali dengan deteksi dini pada anak-anak yang mempunyai
karakteristik autis. Deteksi dini dapat dilakukan oleh orang tua, dokter anak,
keluarga ataupun guru anak. Mayoritas orangtua yang memiliki anak dengan
autisme biasanya terdeteksi dari usia 1 tahun sampai 3 tahun disaat anak normal
sudah pandai berbicara dan komunikasi, sementara anak dengan autism memiliki
keterlambatan bicara atau memiliki bahasa yang aneh. Menurut Khaula (2018),
ASD dapat dideteksi mulai usia 18 bulan dan dapat didiagnosis dengan pasti sejak
usia 2 tahun.
Menurut Samantha (2018), secara umum gejala autis sudah terlihat dimana
berulang yang dapat mencakup: ucapan berulang atau gerakan; keinginan kuat
untuk kesamaan, dapat diprediksi dan rutin; minat yang intens atau luar biasa dan
sensitivitas hipo atau hiper untuk dalam sensorik seperti cahaya, suara dan sensasi
variabilitas yang hebat dalam presentasi dan dampaknya pada fungsi harian
yang dapat berupa hubungan antar individu, antar individu dan kelompok,maupun
diartikan sebagai sesuatu yang dianggap nilai atau maknanya yang diberikan oleh
mereka yang menggunakannya. Thibaut dan Kelley dalam Ditha (2017), bahwa
interaksi sosial sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua
orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain
atau berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap
balik dari keterlibatan dan ketertarikan anak autis terhadap sesuatu yang berada di
denganmenggunakangerakan-gerakanuntukbisamengutarakankeoranglain.Hal ini
dikarenakan bahwa anak autis kurang mampu menjalin hubungan dengan baik,
seperti kontak mata sangat kurang ketika berinteraksi dengan orang lain, ekspresi
wajah yang kurang hidup, gerak gerik yang kurang fokus, tidak bisa bermain
dengan teman sebaya, tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, serta
Beberapa gangguan interaksi social pada anak autism yang telah disebutkan,
menimbulkan hambatan sosial bagi anak autis. Hambatan sosial anak autis akan
berubah sesuai dengan perkembangan usia. Menurut Asrizal (2016), sejak tahun
pertama, anak autis mungkin telah menunjukkan adanya gangguan pada interaksi
sosial yang timbal balik, seperti menolak untuk disayang atau dipeluk, tidak
kurang dapat meniru pembicaraan atau gerakan badan, gagal menunjukkan suatu
objek kepada orang lain, serta adanya gerakan pandangan mata yang abnormal;
Permainan yang bersifat timbal balik mungkin tidak akan terjadi. Sebagian anak
autis tampak tidak acuh atau tidak beraksi terhadap pendekatan orang tuanya,
sebagian lainnya malahan merasa cemas apabila berpisah dan melekat pada orang
mereka lebih suka bermain sendiri. Keinginan untuk menyendiri yang sering
aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial. Kesadaran sosial yang kurang
interaksi sosial pada anak autis. Menurut Suharni dkk (2016), cara untuk
meningkatkan interaksi sosial pada anak autis yang cukup maka peran orang tua
interaksi sosial yang cukup. Dalam hal ini perlu kerjasama antara orang tua dan
anak karena kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang utama
dan sebagai suatu usaha untuk memberikan proses penyembuhan yang baik
terhadap anak autis. Sedangkan yang harus dilakukan orang tua dalam melakukan
interaksi sosial dengan anak autis yakni melakukan kontak langsung dengan anak
autis seperti berbicara,tersenyum dan Bahasa isyarat. Disamping orang tua sebagai
ilmu untuk memilih terapi yang tepat dan sesuai sehingga dapat menentukan
Anak dengan autisme sejauh ini memang belum bisa disembuhkan tetapi
masih dapat diterapi. Menurut Thomas dan Joel (2015), diagnosis dini dan
anak akan memiliki hasil yang lebih baik dan mengurangi gangguan fungsional.
perilaku- perilaku yang tidak diharapkan dari pengidap autism dapat berkurang
dan dirubah tergantung dari berat tidaknya gangguan yang ada, kecepatan
Gejala yang timbul pada anak autis sangat bervariasi, oleh karena itu terapi
sangat individual dan tergantung keadaan dan gejala yang timbul dan harus
ditanganin secara holistic oleh tim ahli. Menurut Sri (2014), ada beberapa terapi
1. Terapibicara
Terapi bicara yaitu terapi yang melatih dan melancarkan otot-otot mulut anak
2. Terapibiomedik
agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak misalnya keracunan logam berat,
3. Terapimakanan
Terapi makanan beberapa anak autis pada umumnya mempunyai riwayat alergi
Terapi diet disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak.
4. Terapiperilaku
terkendali dan mengerti norma social yang berlaku. Fokus penanganan dalam
perilaku ini tidak menerapkan hukuman bila anak merespon negative atau salah
instruksi yang diberikan. Pada penanganan yang tepat, dini, intensif dan optimal,
Setiap orang tua pasti menginginkan anak yang sehat dari segi fisik maupun
mental dengan harapan dapat menjadi generasi penerus orangtua dan berguna bagi
keluarga dan orang lain. Namun ketika orang tua memiliki anak dengan kondisi
seusia yang lain akan menjadi suatu tantangan bagi orang tua tersebut seperti
memiliki anak autis. Seperti yang sudah di jelaskan di atas bahwa anak autis
memiliki sindrom yang membuat anak-anak yang menyandangnya tidak mampu
menjalin hubungan sosial secara normal bahkan tidak mampu untuk menjalin
orang tua terhadap anak autisme seperti tidak percaya, sedih, kecewa, merasa
bersalah, marah dan menolak. Perasaan tidak percaya bahwa anaknya mengalami
dari berbagai sumber, kebanyakan orangtua dengan perasaan amat terpukul dan
Menurut Mangunsong dalam Ade dan Ira (2016), reaksi yang muncul pada
orang tua ketika anaknya dikatakan memiliki permasalahan pada kondisi fisik
maupun kesehatan adalah tidak percaya, terjadi goncangan batin, terkejut dan
tidak mempercayai kenyataan yang menimpa anak mereka. Bukan hal yang
mudah bagi orang tua untuk percaya bahwa anaknya dikatakan bermasalah,
apalagi anaknya dikatakan menyandang autisme. Beberapa orang tua ada yang
memiliki dorongan untuk melarikan diri dari masalahnya, berpurapura bila anak
mereka menjadi terlalu cemas dan terlalu berlebihan dalam menjaga anak.
Beberapa orang tua ada yang memiliki dorongan untuk melarikan diri dari
Selain itu, masih banyak terdapat orangtua yang belum mampu menerima dan
penerimaan yang ditunjukkan oleh orangtua merupakan aspek yang penting untuk
mengalami fase seperti ini sampai pada akhirnya ke tahap penerimaan dan
hatinya dengan ikhlas, dalam artian dapat merawat serta melihat anak agar dapat
mandiri dalam mengikuti tumbuh kembangnya seperti anak yang normal. Namun
ada beberapa orangtua merasa bahwa dengan memiliki anak seperti itu adalah
suatu yang memalukan sehingga orangtua menganggap bahwa anak tidak akan
dapat bertumbuh dan berkembang seperti anak yang normal, bahkan banyak
tidak perlu diterapi. Ada indikasi terburuk apabila orangtua tidak mau merawat
anaknya maka orangtua bertindak cuek dan seperti tidak mempunyai anak yang
seperti itu. Berikut ciri-ciri orangtua yang memiliki bentuk penerimaan positif:
3. Tidak merasa rendah diri dan bersikap terbuka terhadap orang lain tentang
kondisi anaknya.
Ciri-ciri orangtua yang memiliki bentuk penerimaan negatif:
3. Merasa rendah diri dan bersikap tertutup terhadap orang lain tentang kondisi
anaknya.
Menurut Selvi dan Shanty (2017), sangatlah penting bagi seorang orangtua
yang memiliki anak dengan autisme untuk dapat menerima diri mereka sendiri
dan menerima keadaan anaknya sehingga orangtua dapat mengasuh dan merawat
anaknya dengan baik meskipun dihadapkan pada situasi-situasi yang unik atau
akan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif dan suportif bagi anak, serta
dapat diupayakan dengan lebih efektif untuk menjadikan anak yang memiliki
kebutuhan khusus lebih mandiri. Anak autisme yang diterima oleh orang tua akan
dapat mampu bekerja sama dengan orang lain, bersahabat, ceria, dan bersikap
penerimaan orangtua saat bersama anak autism. Hal ini dapat menentukan dan
autism cenderung bersikap menolak dan “masuk” kembali ke dunianya dan jika
sikap orang tua yang positif, biasanya membuat anak-anak lebih terbuka akan
sifat, arti atau keterangan tentang sesuatu. Dapat juga diartikan sebagai
atau sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Pemahaman
tentang anak autis merupakan pengetahuan yang mencakup segala informasi yang
berhubungan dengan gangguan pada anak yang mencakup perilaku, bahasa, dan
sosialisasi yang perlu diketahui oleh orangtua. Disini orangtua harus memahami
tentang anak autisme dengan cukup baik. Orangtua yang banyak memperoleh
tindakan yang diambil pada anak dan menganggap anak tersebut mengalami cacat
atau bahkan tidak bisa berbicara selamanya. Orangtua adalah penentu kehidupan
anak sebelum dan sesudah dilahirkan karena itu adalah tanggung jawab orangtua
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan
merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk
sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh
interaksi yang baik antara orang tua dengan anak-anaknya maka di dalam keluarga
itu harus menjalankan peranannya sesuai dengan fungsi dan kedudukannya. Setiap
wajar. Fungsi orang tua di dalam keluarga merupakan suatu ukuran orang tua di
dalam suatu keluarga agar sebuah keluarga dapat beroperasi sebagai unit dan
bagaimana anggota di dalam suatu keluarga dapat berinteraksi satu sama lain. Hal
ini dapat mencerminkan gaya pengasuhan, konflik di dalam keluarga, dan kualitas
Randi (2016) fungsi keluarga menurut teori keluarga adalah sebagai berikut:
2. Fungsi reproduksi
Cara lain hanya lah kemungkinan teoritis saja dan sebagian masyarakat yang
3. Fungsi sosialisasi
Fungsi ini diberikan bagi anak-anak kedalam alam dewasa yang dapat
4. Fungsi efeksi
Keluarga bertujuan memberikan kebutuhan akan kasih sayang atau rasa cinta bagi
anggota keluarga.
kelamin, dan urutan kelahiran. Ini berfungsi sebagai dasar untuk member status
sosial.
6. Fungsi perlindungan
7. Fungsi ekonomi
dari orang tua sebagai orang terdekat dengan anak-anaknya. Peranan orang tua
dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Menurut John W. Santrock
dalam Aisyah (2016), dalam peran orang tua pada masa anak disini dijadikan
Orang tua boleh mengatur kesempatan anak untuk melakukan berinteraksi dengan
lingkungan disekitarnya. Selain itu aspek penting lainnya dari peran manajerial
adalah pemantauan efektif atas anak yang meliputi mengawasi pilihan anak
tentang tempat sosial, aktivitas dan teman. Menurut Istiati dalam Wilda (2017),
Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah berperan
sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari nafkah, serta pemberi rasa
aman bagi anak dan istrinya dan juga sebagai anggota dari kelompok sosialnya
2. Peran Ibu
Sebagaiseorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana peran ibu
sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh dan pendidikan anak-
anaknya, sebagai pelindung dari anak-anak saat ayahnya sedang tidak ada
dirumah, mengurus rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai pencari
nafkah. Selain itu ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok dari
peranan social serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan dimana dia tinggal.
Kita ketahui bahwa orang tua merupakan pendidik utama bagi anak tetapi banyak
hal yang mempengaruhi akan perubahan peran dalam keluarga. Adanya berbagai
khususnya dalam keluarga adalah fungsi-fungsi dari lembaga keluarga itu sendiri
yang mulai beralih pada lembaga social lainnya sehingga peran di dalam suatu
1. Kekacauan
Yaitu pecahnya suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran
social jika salah satu atau beberapa anggota keluarga gagal menjalankan
Merupakan unit keluarga yang tak lengkap dapat dianggap sama dengan
Terputusnya keluarga disini karena salah satu atau kedua pasangan dalam
atau bekerjasama antara satu dengan yang lain dan terutama gagal memberikan
dukungan emosional satu dengan yang lain. Hal ini menjadikan peranan yang
dipenjarakan atau terpisah dari keluarga karena peperangan, depresi atau hal-hal
lain. Dengan keadaan seperti ini menjadikan adanya perubahan peranan. Misalnya
ayah yang meninggal dunia, menjadikan istri dari ayah tersebut untuk mampu
berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan yang menafkahi anak-anaknya
(keluarganya).
atau badaniah yang parah. Misalnya anak yang mungkin terbelakang mentalnya
atau seorang anak atau suami atau istri mungkin menderita penyakit jiwa, penyakit
yang parah dan terus menerus mungkin juga menyebabkan kegagalan atau
suatu keegoisan diri. Konflik di dalam suatu keluarga sering terjadi yang akhirnya
pengembangan diri anak autis agar dapat berinteraksi dan beradaptasi dengan
lingkungannya bukan hanya dari pelaku terapis saja tetapi peran dan fungsi orang
tua secara langsung sangat diperlukan karena memiliki anak autis berarti juga
memiliki kendala yang lebih dibandingkan dengan anak yang normal. Menurut
memiliki anak dengan ASD menimbulkan banyak tantangan yang unik untuk
kesulitan dengan transisi yang dialami oleh banyak anak dengan ASD,
peningkatan
isolasi sosial yang dialami oleh orang tua yang sering harus menarik (secara
yang dapat bertentangan dengan orang tua bekerja komitmen, dan yang mungkin
dampak keuangan keluarga. Selanjutnya peran ayah dan ibu sangatlah membantu
peran orangtua yaitu ayah dan ibu adalah hal yang utama. Peran orangtua
merupakan salah satu aspek dalam keberhasilan proses terapi, selain profesional
dan terapis. Dibutuhkan penangangan dalam waktu yang lama bahkan bisa
sebagi terapis, maka harus menjadi terapi dari seluruh sumber daya yang telah
disediakan dan mereka harus menjadi organizer dari semua terapis dalam
terapi anak autisnya pada klinik terapi yang dipilih. Menurut Dian (2017), hal ini
dikarenakan dengan alasan sudah membayar dengan mahal dan terapislah yang
dokter anak, terapis) dan orangtua (ayah dan ibu) diperlukan untuk keberhasilan
terapi. Bentuk peran orang tua yang diharapkan dalam pelaksanaan terapi adalah
kekurangan).
1.4 LandasanTeori
ilmiah jika penelitian tersebut dianalisis menggunakan sebuah teori. Adapun teori
lain dan memiliki arti, baik bagi diri si pelaku maupun bagi orang lain. Dalam
tindakan sosial mengandung tiga konsep, yaitu tindakan, tujuan dan pemahaman.
Ciri-ciri
Dari tindakan social adalah : tindakan memiliki makna subjektif, tindakan nyata
tindakan diarahkan pada orang lain dan tindakan merupakan respon terhadap
tindakan orang lain. Berdasarkan pemahaman dan penelitian, teori tindakan yang
tanggapan (response). Mead menyatakan ada empat tahapan yang dilakukan oleh
1. Impuls
terhadap rangsangan itu. Rasa lapar adalah contoh dari impuls. Aktor
(binatang maupun manusia) secara spontan dan tanpa piker memberikan reaksi
memikirkan reaksi yang tepat (misalnya, makan sekarang atau nanti). Dalam
tetapi juga pengalaman masa lalu dan mengantisipasi akibat dari tindakan di
2. Presepsi
terhadap rangsangan yang berhubungan dengan impuls dalam hal ini rasa
lapar dan juga berbagai alat yang tersedia untuk memuaskannya. Manusia
masuk maupun citra mental yang ditimbulkannya. Aktor tidak secara spontan
3. Manipulasi
4. Konsumsi
Teori tindakan sosial ini digunakan sebagai teori utama dalam penelitian
ini. Dalam teori tindakan sosial dijelaskan bahwa tindakan sosial adalah
bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Tindakan individu
yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah tindakan orang tua yang
sosial, tindakan itu mempunyai makna atau arti subjektif bagi dirinya dan
diarahkan kepada anaknya. Tindakan yang dilakukan oleh orang tua tersebut
merupakan tindakan apa saja yang dilakukan oleh orangtua sebagaimana dia
tidak semata mata mengajarkan pola pola perilaku sosial kepada individu
1. Proses sosialisasi adalah peroses belajar, yaitu proses akomodasi yang mana
2. Semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu
diripribadinya.
Dalam kajian teori sosialisasi George Herbert Mead menjelaskan bahwa
sosialisasi merupakan proses dimana manusia belajar melalui cara, nilai dan
di dalam teori George Herbert Mead (Ahmad: 2016), proses sosialisasi dilakukan
1. Tahap Persiapan
pemahaman tentang diri. Pada tahap ini, anak-anak talah mulai kegiatan meniru
2. Tahap Meniru
peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai
terbentukkesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya,
dan yang lainnya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu
dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anaknya. Dengan kata lain, kemampuan
untuk menempatkan diri pada posisi orang lain sudah mulai terbentuk
Pada tahap ini, peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan
digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh
kesadaran. Kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia
dengan teman-temannya. Pada tahap ini, lawan berinteraksi semakin banyak dan
secara bertahap juga mulai dipahami. Bersama dengan itu, anak mulai memahami
menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain ia
tindakan sosial mulai dari sosialiasasi, dan pengambilan peran. Hal ini mencakup
pembahasan dari turunan teori tindakan sosial dari Mead. Penelitian ini juga
menjadikan konsep seperti pengambilan peran yang mana actor peran disini
adalah informan penelitian yang merupakan orang tua yang memiliki anak autis.
Aktor dalam peran penelitian ini adalah posisi seseorang atau individu
atau individu dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu
bahwa perilaku yang diharapkan tidak berdiri sendiri, melainkan individu yang
selalu dalam berkaitan dengan adanya orang-orang lain.Dari sudut pandang dan
analogi diatas maka lahirlah teori peran dalam masyarakat pada umumnya.
Kemudian pengambilan peran termasuk dalam kaitannya dengan fungsi dan peran
orang tua yang disini sebagai aktor dalam proses-proses kehidupan anak autis.
Setelah pembahasan mengenai konsep pengambilan peran yang hal ini sangat
berkaitan dengan teori fungsi dalam pembahasan selanjutnya di penelitian ini.
Fungsi dan peran erat kaitannya dengan turunan dari teori tindakan sosial dari
kehidupan baik kehidupan individu, keluarga, bahkan kehidupan sosial. Salah satu
adalah teori AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency), yang
mengenai struktur dari proses interaksi, Parsons menyatakan bahwa keluarga dapat
dianggap sebagai contoh dari kelompok kecil dalam sistem sosial. Menurut
Syamsul, dkk (2016) teori Talcott Parson ada empat fungsi penting untuk semua
1. Adaptasi (Adaption)
adaptasi. Adaptasi yang dilakukan oleh suatu sistem keluarga bertujuan untuk
tujuan bersama para anggota dalam suatu sistem sosial. Sistem meliputi spectrum
konsep yang sangat luas, pengertian sistem tidak lain adalah suatu kesatuan unsur-
unsur yang saling berinteraksi. Setiap keluarga mempunyai tujuan atau rencana
yang akan dicapai (output), dengan syarat adanya sumberdaya keluarga (input)
baik materi, energi, dan informasi. Sehingga keluarga dapat mencapai tujuannya,
keluarga,
makaperlumelaluiprosesyangharusditempuh.Masalahpencapaiantujuandalamsuatu
keluarga dapat diukur dari kualitas dan performace tujuan itu sendiri. Pencapaian
tujuan berdasarkan kualitas dapat diukur dari nilai yang didapat dari pencapaian
tujuan, biasanya berupa kepuasan dan penghargaan terhadap sesuatu yang telah
dicapai.
3. Intergrasi (Intergration)
para anggota dalam suatu sistem sosial. Konsep Parson tentang sistem sosial,
berawal pada tingkat mikro antara ego dan alter-ego yang didefinisikan sebagai
bentuk sistem sosial paling mendasar. Parson berkomitmen untuk melihat sistem
sosial sebagai sebuah interaksi dan menggunakan status-peran sebagai unit dasar
dari sistem. Konsep ini merupakan komponen struktural dari sistem sosial.
terdiri dari subsistem yang saling berhubungan dan berinteraksi sehingga sulit
untukdipisahkandanmempunyaitujuanyangakandicapai.Hubunganyangterikat
begitu erat yang terjadi pada satu bagian pasti mengakibatkan perubahan dalam
seluruh sistem yang menjadi sifat dan karakteristik baru yang merupakan suatu
fungsi dari keterkaitan tersebut. Hal ini terkait dengan tindakan integrasi di dalam
keluarga. Tindakan integrasi dalam suatu keluarga merupakan hal penting dalam
AGIL sehingga adanya suatu keterikatan yang saling membangun dan tetap
1. Menerapkan Pola Asuh Konsisten Pada Anak Autis disusun oleh Rina Mirza
(ISSN : 0854 – 2627). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sumatera
Utara Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberi pemahaman pada
masyarakat pada umumnya dan orangtua yang memiliki anak autis pada
khususnya mengenai berbagai teori yang berkaitan dengan autis, terapi yang bisa
diberikan pada anak autis serta penerapan pola asuh yang tepat untuk
mendampingi anak autis. Penelitian ini memfokuskan pada latar belakang dimana
gangguan autis adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga anak yang
mengalami autis memerlukan terapi untuk membantunya dalam merubah
perilakunya agar dapat bertahan dimasa yang akan datang. Terapi yang dilakukan
ini nantinya harus terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda
pada anak autis harus dilakukan dengan intensif, terpadu dan konsisten.
Disamping itu, seluruh keluarga juga harus terlibat secara aktif untuk memacu
komunikasi dengan anak dan menerapkan kekonsisten ini pula. Dalam hal ini,
orang tua mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar dalam mendidik
anak-anaknya, termasuk anak dengan autis ini. Penerapan pola asuh yang
diberikan orang tua secara konsisten juga mempunyai peranan yang penting dalam
upaya membantu anak autis untuk dapat bertahan dengan kondisi lingkungan
kedepannya. Dengan kata lain bahwa, disamping memberi pelatihan/ terapi yang
tepat untuk perubahan perilaku, penerapan pola asuh yang konsisten juga salah
satu upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua pada anaknya. Dalam hal
kaitannya dengan penelitian saya adalah sama-sama meneliti tentang anak autis
tetapi di dalam penelitian ini, saya lebih memfokuskan pada tindakan orangtua apa
saja agar dapat menyiapkan anak autis tersebut agar mampu berinteraksi
denganlingkungannya.
2. Strategi Sosial Terhadap Anak Kepada Anak Autis, disusun oleh Aisti Rahayu
Kharisma Siwi dan Nisa Rachmah Nur Anganti (ISSN :2541450X), Fakultas
untuk memahami strategi orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial pada anak
penyandang autis. Penelitian ini memfokuskan pada latar belakang dimana adanya
pendampingan atau sering disebut sebagai pola asuh akan mempermudah anak
yang dialami orang tua untuk mengajarkan interaksi kepada orang lainya itu anak
tersebut belum bisa fokus terhadap lingkungan, jika diajak berbicara masih
melihat benda- benda di sekitar lingkungan dan tidak melihat orang yang diajak
berbicara. Selain itu, karena anak tersebut dianjurkan diet makanan berbahan
namun karena anak tersebut mempunyai adik, maka kadang kecolongan dalam
Dalam hal kaitannya dengan penelitian saya adalah sama-sama meneliti tentang
ocara orang tua dalam mengajarkan interaksi sosial pada anak autis tetapi di dalam
penelitian ini, saya meneliti tentang apa saja peran yang dilakukan oleh orang tua
serta melihat apakah fungsi orang tua di dalam suatu keluarga tersebut berjalan
dengan semestinya atau tidak. Selain itu penelitian ini hanya berfokus dua arah
yaitu antara peran dan fungsi orang tua dengan anak autis saja tidak dengan
Pekanbaru, disusun oleh Aminatul Fitri, Zulfan Saam, dan Yulis Hamidy (ISSN
1978-5283), Universitas Riau Pekanbaru, Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah
yang terus menerus menyebabkan anak tidak dapat menerima stimulus dengan
baik saat belajar, sulitnya anak untuk beradaptasi dengan lingkungan karena
gerakan yang berlebihan yang berakibat kurangnya pemahaman orang lain dan
lingkungan sulit menerima keadaan anak autis. Perilaku defisit kebalikan dari
perilaku hiperaktif, ditandai dengan anak cenderung duduk diam dan tidak mau
diajak bermain, mendengar suara suka menutup kupingnya. Hal ini tentunya
menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap perkembangan anak autis
hiperaktif dan ada yang defisit. Anak autis akan menjadi pribadi yang semakin
dewasa setiap harinya dan tidak terlepas dari lingkungan social dan fisik
disekitarnya. Untuk itu diperlukan dukungan sosial keluarga dan lingkungan fisik
serta perhatian khusus keluarga dalam mengendalikan perilaku anak ke arah yang
positif karena keluarga mempunyai waktu lebih banyak bersama anak dan
diharapkan lebih memahami anak. Untuk itu pentingnya peranan keluarga dalam
perkembangan anak menjadi lebih baik. Anak yang dukungan sosial keluarganya
baik cenderung akan berdampak terhadap perilaku anak yang lebih terarah. Dalam
hal kaitannya dengan penelitian saya adalah sama-sama meneliti tentang anak
autis tetapi di dalam penelitian ini, selain di lihat dari dukungan sosial yang
diberikan orangtua terhadap anak autisme tetapi apa saja usaha yang dilakukan
oleh orangtua agar mereka mendapatkan dukungan sosial yang baik dan lebih
terarah sehingga dapat lebih kuat dalam menyiapkan anak autisnya untuk
Keterampilan Sosialisasi Anak Autis, disusun oleh Mega Iswari, Elsa Efrina,
anak autis dipilih dalam studi ini. Jumlah partisipan yang terlibat yaitu tujuh orang
anak autis, tujuh orang tua dari anak autis, empat orang kepala sekolah, empat
orang guru kelas dan empat orang guru khusus. Penelitian dilakukan secara
kualitatif dan data yang dikumpulkan berupa kemampuan dasar sosialisasi anak
kemampuan social anak autis terlihat rendah, namun mereka rata-rata memiliki
intelektual yang bagus. Dari lingkungan keluarga khusus dan kepala sekolah
untuk mengembangkan kemampuan sosial anak autis. Penelitian ini salah satu
penelitian yang relevan untuk dijadikan sebagai referensi bagi peneliti. Objek
tetapi yang membedakan dengan penelitian ini adalah subjek dalam penelitian ini.
Penelitian yang akan diteliti ini subjek peneliti hanya orang tua dan hanya melihat
fungsi dan peran apa saja yang di lakukan oleh orang tua tersebut, sehingga
mereka dapat menyiapkan anak mereka agar dapat berinteraksi dan beradaptasi
Chrisnita Vani, Santoso Tri Raharjo, & Eva Nuriyah Hidayat (ISSN : ISSN: 2442-
semua orangtua yang tulus menerima anak dengan disabilitas dan memberikan
kasih sayang secara penuh hal ini dapat terlihat dari penerimaan orangtua yang
atau kasih saying orang tua kepada anak dengan disabilitas. Belum banyak orang
tua yang menerima anak dengan disabilitas dengan hati yang tulus, yang
Dalam hal ini, perlu adanya pengasuhan baik dari keluarga terutama kedua orang
tua anak. Pengasuhan yang baik akan menghasilkan anak dengan disabilitas dapat
memenuhi kebutuhan dan mendapatkan hak mereka sehingga dapat berfungsi
secara sosial. Atas dasar hasil penelitian diatas bahwa penelitian ini dapat
dijadikan sebagai referensi bagi peneliti tersebut. Hal yang dapat membedakan
dengan penelitian tersebut adalah objek kajian yang diteliti yaitu anak disabilitas
secara kompleks dan juga membahas tentang parent support group yang dapat
dengandisabilitas.
Anak merupakan suatu bentuk investasi dan harapan masa depan baik bagi
Hal ini dikarenakan menyangkut akan masa depan anak tersebut. Perlu adanya
optimalisasi perkembangan anak, karena selain krusial juga pada masa itu anak
membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau keluarga sehingga
secara mendasar hak dan kebutuhan anak dapat terpenuhi secara baik sehingga
dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang sehat jasmani dan rohani,
cerdas, bahagia, bermoral tinggi dan terpuji. Namun tidak semua anak dilahirkan
keterbatasan fisik maupun psikis salah satunya adalah anak mengalami gangguan
autis.
interaksi dengan lingkungan yang sangat lambat atau bahkan tidak ada sama
sekali. Bagi orang tua melihat permasalahan yang seperti ini merupakan suatu
bagian permasalahan yang begitu berat dan harus diterima oleh orangtua.
Beragam reaksi yang ditimbulkan dari orang tua juga berbeda antara yang satu
dengan yang lain termasuk juga peran yang diambil oleh orangtua. Peran dari
pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak karena sebagian besar dari
kehidupan anak adalah didalam rumah. Untuk itu didalam penelitian ini peneliti
berusaha untuk menganalisis bagaimana fungsi dan peran orang tua dalam
lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang menjadi bentuk usaha-usaha mereka yang
harus ditentukan dan diterapkan dalam penanganan anak autis sehingga anak
kerangka berfikir
Orang Tua
Anak Autis
Aisti Rahayu Kharisma Siwi dan Nisa Rachmah Nur Anganti. 2017. Strategi
Sosial Terhadap Anak Kepada Anak Autis. ISSN :2541450X.
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Aminatul Fitri, Zulfan Saam, dan Yulis Hamidy. 2016. Pengaruh Dukungan
Sosial Keluarga Terhadap Perilaku Anak Autis Di Kota Pekanbaru.
ISSN 1978- 5283. Jurnal Ilmu Lingkungan. Universitas Riau
Pekanbaru, Riau
Chrisnita Vani, Gabriela , Tri Raharjo, Santoso & Nuriyah Hidayat, Eva.
2017. Pengasuhan (Good Parenting) Bagi Anak Disabilitas DOI :
https://doi.org/10.24036/4.1296 7. Jurnal Aplikasi IPTEK Indonesia
Universitas Negeri Padang.
Dessy, Hasanah S. Meilannya, Budiarti. Yessi, Rachmasari. 2017.Peran
Pekerja Sosial Dalam Penanganan Anak Autis ISSN:25281577.
Universitas Padjajaran. Bandung
Dwi, Rikha Rachmawaty. 2014. Pemahaman Autisme Pada Orang Tua Yang
Memiliki Anak Autis Di Lembaga Potensi Perkembangan Anak
“Triple A” Malang. P-ISSN: 0853-8050, E-ISSN: 2502-6925.
Fakultas Psikologi. Universitas Wisnuwardhana. Malang
Essie, Octaria dan Zilda, Fahnia. 2014. Presentasi Moloklusi Pada Anank
Autis dan Anak Normal Di Kota Medan. Departemen Ilmu
Kedokteran Gigi Anak.Fakultas Kedoteran Gigi. Universitas Sumatera
Utara.
F. Boat Thomas and T. Wu. Joel. 2015. Mental Disorders and Disabilities
Among Low-Income Children. Institute of Medicine. Division of
Behavioral and Social Sciences and Education
https://doi.org/10.17226/21780. THE NATIONAL ACADEMIES
PRESS. Washington, DC
Hevi, Susanti. 2014. Representasi Konsep Diri Orang Tua Yang Memiliki
Anak Autis. Universitas Riau. Pekanbaru
Muji Rahayu, Sri. 2014. Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis. Jurnal
Pendidikan Anak Volume III Edisi 1 Juni 2014. SLB Pamardi Putra.
Bantul
Rina Mirza, 2016. Menerapkan Pola Asuh Konsisten Pada Anak Autis ISSN :
08542627. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sumatera
Utara Medan.
Roro, Raden Jane Adjeng P, dkk. 2015. Pengaruh Terapi ABA terhadap
Interaksi Sosial Anak Autis di SLB Autis Prananda Bandung.
Fakultas Psikologi ISSN: 2460-6448430. Universitas Islam Bandung.
Bandung.
Salar Anwar, Muhammad, dkk. 2018. Knowledge, Awareness, and
Perceptions Regarding Autism Among Parents in Karachi, Pakistan
DOI : 10.3389/fneur.2018.00670. Dow University Health science,
Karachi, PAK
Suharni, Ni Luh Putu Eka, Neni Maemunah. 2016. Hubungan Pola Asuh
Orang Tua Terhadap Interaksi Sosial Pada Anak Autis Di Yayasan
Insan Mandiri jl. Pisang kipas no. 34 A Kelurahan Jatimulyo Malang.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Malang
Surya Febrianto, Ade dan Darmawanti Ira. 2016. Studi Kasus Penerimaan
Seorang Ayah Terhadap Anak Autis ISSN: 2087-1708. Program Studi
Psikologi Universitas Negeri Surabaya. Surabaya
https://klinikautis.com/2015/09/06/jumlah-penderita-autis-di-
indonesia
http://puterakembara.org/rm/peran ortu.htm
https://www.kompasiana.com/pewarisnegri/54f77e25a333111a648b4690
/mereka-berhasil-sembuh-dari-autis Diperbarui: 23 Juni 2015
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/603/partisipasi-
keluarga-untuk-anak-autistik# Dipublikasikan Pada : Rabu, 24
Februari 2016
56