Anda di halaman 1dari 5

Urethral Catheterization

Oleh : Wahid

Kateterisasi urethra dapat bertujuan untuk tujuan diagnostik maupun tujuan terapeutik. Berikut
ini merupakan beberapa fungsi dari kateterisasi,
- Mendrainase urine dari vesica urinaria. Mengapa perlu dilakukan kateterisasi? Karena orang
tersebut tidak dapat mengeluarkan urine secara voluntary.
- Fungsi kaeterisasi yang lain adalah untuk memasukkan terapi medikamentosa atau
memasukkan kontras radiografi. Contohnya, padakeganasan kandung kemih, kita bisa
memasukkan obat kemoterapi langsung ke dalam kandung kemih.
- Fungsi berikutnya adalah untuk irigasi pada kandung kemih. Pada kasus dimana kita khawatir
terjadinya penumpukan bekuan darah atau banyaknya debris karena komunikasi antara vesica
urinaria dengan saluran yang lain, maka dibutuhkan irigasi pada kandung kemih. Contohnya
adalah pada kasus hematuria, kita khawatir terbentuk bekuan darah pada vesica urinaria, maka
sebelum bekuan itu terbentuk, kita irigasi pada kandung kemihnya. Contoh lain adalah pada
kasus fistula antara saluran cerna dengan vesica urinaria, jika terdapat fistula tersebut maka
kotoran yang ada pada gastrointestinal tract bisa masuk ke vesica urinaria, jika tidak dilakukan
irigasi maka bisa menyumbat urinary tract, oleh karena itu perlu kita lakukan irigasi.
- Selain fungsi terapeutik tadi, ada juga fungsi diagnostik. Salah satu fungsi diagnostik dari
kateterisasi urethra adalah untuk mengukur volume residual urine. Namun, cara ini sudah
banyak ditinggalkan, karena sudah ada cara yang lebih mudah untuk mengukur sisa volume
urine, yaitu dengan USG.
- Untuk pemeriksaan urine, juga bisa didapat dengan kateterisasi. Misalnya ketika kita akan
melakukan pemeriksaan urine yang membutuhkan urine bebas kontaminasi, bisa dengan
memasang kateter.

Terdapat beberapa kontraindikasi pemasangan kateter, tetapi ditekankan satu hal yang harus
dipegang, yaitu jika kita mencurigai adanya cedera pada urethra, maka tidak boleh dipasang
kateter. Pertanyaan selanjutnya muncul, kapan kita tahu bahwa pasien teresebut megalami cedera
urethra? Kuncinya hanya satu, yaitu jika kita menemukan adanya meatal bleeding, maka itu tanda
cedera urethra.
Apa itu meatal bleeding? Apa bedanya dengan hematuria? Apa perbedaan antara keduanya?
Sesuai dengan namanya, meatal bleeding artinya darah yang keluar secara spontan dari meatus
urethra externum. Sedangkan hematuria artinya adanya darah yang terdapat pada urine. Pada
meatal bleeding, keluarnya darah tidak dipengaruhi oleh miksi, sedangkan pada hematuria
keluarnya darah selalu bersamaan dengan miksi. Misalnya, kita mendapati seorang pasien laki – laki
ketika membuka celananya, terlihat ada darah di celana dalamnya, di ujung penis, atau ada darah di
meatus urethra eksternus-nya, maka kita curiga bahwa pasien tersebut mengalami menstruasi
meatal bleeding, bukan hematuria.
Kontraindikasi pemasangan kateter yang lain adalah perineal hematoma dan floating of the
prostate. Pada floating prostate, kita yang belum terbiasa melakukan digital rectal examination
akan kesulitan untuk menemukan kelainan ini. Namun, bagi yang sudah terbiasa melakukan DRE
dan mengetahui gambaran prostat normal pada pasien yang dilakukan DRE, akan dengan mudah
mengidentifikasi jika terjadi floating prostate.

JENIS – JENIS KATETER


Kateter bisa dibagi menjadi 2, yaitu berdasarkan pangkal dan ujungnya. Berdasarkan pangkalnya,
kateter terbagi menjadi one-way catheter, two-way catheter, dan three-way catheter. Pada one-
way catheher, kateter digunakan untuk drainase saja. Pada two-way catheter, pangkal yang satu
untuk drainase saja, sedangkan yang satunya lagi untuk fiksator yang dapat digunakan untuk fiksasi
pada vesica urinaria dalam jangka waktu tertentu. Pada three-way catheter, pangkal yang satu untuk
drainase, satunya lagi untuk fiksasi, dan yang satunya lagi untuk irigasi. Oleh karena itu, seperti
fungsi kateterisasi yang telah disebutkan sebelumnya, jika kita ingin melakukan irigasi, maka kita
menggunakan three-way catheter.
Berdasarkan ujung-nya, ada yang ujungnya rounded, ada yang berujung filiform (runcing). Kateter
yang berujung runcing biasanya diguakan untuk kasus – kasus dimana ada suatu massa yang
mendesak urethra, misalnya pada kasus pembesaran prostat (prostate hypertrophy). Namun perlu
diketahui, kateter jenis ini tidak ada di Indonesia.
Berdarakan bahan untuk membuatnya, kateter ada bermacam – macam jenis. Perbedaan bahan
pembuatan ini akan menentukan waktu penggunaan kateter, berapa lama kateter tersebut bisa
berada di urinary tract. Ada yang berbahan latex, dilapisi silicon, dilapisi teflon, berbahan silicon
murni, PVC. Untuk kateter yang berbahan rubber atau latex, bisa bertahan 14 hari di urinary tract.
Kateter yang dilapisi silicon atau Teflon bisa bertahan selama 1 bulan. Sedangkan yang berbahan
dasar silicon murni bisa bertahan selama 3 bulan.

UKURAN KATETER
Ukuran kateter dinyatakan dalam satuan Cherriere (Ch) atau French (Fr) yang dapat dilihat di
pangkal kateter. Ukuran dalam French/Cherriere ini menggambarkan ukuran lingkar luar kateter
dalam millimeter (mm). Misal sebuha kateter berukuran 16 Fr, maka keliling linkaran terluar dari
kateter tersebut adalah 16 mm. Jika dikonversikan ke diameter, maka 1 Fr = 0.33 mm, sesuai dengan
rumus keliling lingkaran yang sudah kita pelajari sebelumnya.
Berapa ukuran yang sesuai untuk kita pasang? Untuk dewasa, ukuran yang sesuai adalah 16 Fr
atau 18 Fr. Untuk dewasa tapi dengan kasus hematuria, minimal ukuran kateter adalah 20 Fr, jika
perlu dengan three-way catheter. Untuk anak – anak, perhitungannya adalah umur (dalam tahun) +
6 Fr, maksimal 16 Fr. Tetapi di Indonesia tidak ada ukuran keteter ganjil, maka jika hasil
penghitungan ini didapatkan ukuran kateter ganjil, kita ambil ukuran kateter 1 di bawahnya.
Misalnya, anak usia 1 tahun, kita hitung dia seharusnya dipasang kateter engan ukuran 7 Fr, tetapi
karena di Indonesia tidak ada ukuran 7 Fr, kita pasang ukuran 6 Fr. Jika usianya lebih dari 10 tahun,
maka ukurannnya 16 Fr.
Selain ukuran keliling luar kateter, ada pula ukuran balon yang bisa kita lihat di kemasan kateter.
Biasanya ukuran balon berkisar antara 5 ml – 50 ml. Balon ini dikembangkan dengan aqua dan
digunakan sebagai fiksator di dalam vesica urinaria. Perlu ditekankan bahwa besarnya balon tidak
berbanding lurus dengan lancarnya aliran drainase urine. Jika urine masih merembes, bukan berarti
ukuran balon kurang dan balon perlu dikembangkan lagi, tetapi karena salurannya tersumbat.
Ukuran balon yang besa juga akan lebih berpotensi menyebabkan spasme vesica urinaria, orangnya
merasa tidak nyaman, dan urine akan lebih sering bocor.
Ukuran yang sama antara one-way catheter, two-way catheter, dan three-way catheter (misalnya
sama – sama 20 Fr), maka lubang drainase yang paling besar ada pada one-way catheter, meskipun
menunjukkan angka yang sama yaitu 20 Fr. Karena pada two-way dan three–way catheter terdapat
lubang tambahan untuk lubang fiksasi balon dan lubang irigasi, sehingga ukuran lubang drainasenya
lebih kecil.

VESICA URINARIA
Sedikit tentang anatomi vesica urinaria, organ ini mempunyai dua fungsi, yaitu penyimpanan
urine (storage) dan mengeluarkan urine/miksi (voiding) karena memiliki otot yang mampu
berkontraksi. Kapasitas normalnya antara 400 – 500 ml, dan seseorang sudah merasa ingin miksi jika
vesica urinarianya terisi minimal 150 ml. Ketika kosong, vesica urinaria berada di cavum pelvis mayor
dan tidak bisa teraba, tetapi ketika terisi dia akan berada di atas symphysis dan dapat diperkusi
maupun palapasi.
Penting kita untuk mengidentifikasi apakah vesica urinaria pasien terisi atau kosong. Untuk apa
kita perlu mengetahui hal tersebut? Tadi sudah disebutkan indikasi pemasangan kateter ada yang
diagnostik dan ada yang terapeutik. Terapeutik contohnya untuk drainase urine pada pasien yang
tidak bisa mengeluarkan urine. Contoh kasus misalnya, ada pasien datang mengeluh tidak bisa
berkemih, maka hanya ada dua kemungkinan, pasien mengalami retensi urine atau pasien tersebut
anuria. Perbedaannya adalah, ada atau tidaknya urine dalam vesica urinaria pasien tersebut. Pada
retensi urine, akan dijumpai banyak urine di vesica urinaria pasien tersebut. Sedangkan pada anuria,
tidak akan kita jumpai adanya urine di vesica urinarianya. Kepentingan kita mengetahui hal ini adalah
untuk menentukan terapi yang tepat, pemasangan kateter dilakukan jika pasien tersebut mengalami
retensi urine, sedangkan pada anuria kita tidak bisa memasang kateter begitu saja melainkan harus
dicari penyebabnya lalu diberkan terapi yang tepat.
Darimana kita mengetahui apakah retensi urine ataukah anuria? Dari pemeriksaan fisik. Pada
pasien retensi urine, akan kita jumpai pada inspeksi adanya bulging, perubahan suara dari timpani
menjadi redup pada perkusi, adanya massa ketika kita palpasi. Tetapi pada anuria, tidak ada tanda –
tanda bulli penuh tersebut.

URETHRA LAKI – LAKI


Karena urethra pada laki – laki lebih panjang daripada wanita, sehingga dibagi menjadi beberapa
bagian. Urethra posterior terdiri sepanjang pars prostatica dan pars membranosa, urethra anterior
terdiri dari pars bulbosa dan pars penis.
Pada kondisi flaccid, urethra laki – laki berbentuk S, tapi ketika penisnya ereksi bentuknya
cenderung L atau U. Untuk memasang kateter, perlu kita luruskan urethranya terlebih dahulu
sehingga bentuknya cenderung L dengan melakukan traksi (tarikan) pada penis. Meluruskan urethra
bertujuan agar pemasangan lebih lancer dan kemungkinan risiko cedera berkurang.

URETHRA WANITA
Urethra pada wanita memiliki panjang sekitar 4 mm dan diameter 8 mm. Pada wanita yang
obese, urethra terdorong agak ke belakang karena adanya lemak prepubis yang tebal.

RETENSI URINE
Retensi urine adalah ketidakmampuan vesica urinaria untuk mengosongkan urine, baik karena
adanya obstruksi pada traktus urinarius, menurunnya kontraktilitas vesica urniaria, atau kombinasi
dari keduanya. Retensi urine dibagi menjadi 2, yaitu :
- Acute Urinary Retention, ditandai dengan ketidakmampuan secara tiba – tiba untuk
mengeluarkan urine disertai distensi yang menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan di area
perut bagian bawah. Perkusi dan palpasi abdomen bagian bawah menunjukkan vesica urinaria
yang penuh, terdistensi, dan nyeri.
- Chronic Urinary Retention, tidak ditandai dengan nyeri, dan biasanya pasien bukan
mengeluhkan nyerinya tetapi eneuresis nocturnal/ngompol di malam hari, dan symptom yang
sedikit di traktus urinariusnya.
Chronic Urinary Retention dibagi menjadi 2 berdasarkan tekanannya, yaitu Lower Pressure
Chronic Urinary Retention dan High Pressure Urinary Retention. Pada LPCUR, vesica urinaria
terdistensi, lembut dan sulit dirasakan, tampak normal pada pemeriksaan USG, dan serum
creatinine normal. Pada HPCUR, terjadi enuresis, vesica urinaria yang menegang tetapi tidak
nyeri, hipertensi, bilateral hydronephrosis, terdapat symptom gagal ginjal dan retensi Natrium
dan air.
TEKNIK PEMASANGAN KATETER
- Langkah yang pertama adalah inform consent, jelaskan dan diskusikan prosedur yang akan
dilaksanakan dengan pasien.
- Tempatkan pasien pada posisi supinasi yang nyaman
- Siapkan trolley beserta kelengkapan alat yang dibutuhkan, seperti kateter, urine bag, gloves
steril, handuk steril, duk steril, spuit injeksi, kassa dengan povidone iodine, aquades untuk
mengembangkan balon, plester, dan lubrikan larut air yang mengandung zat anesthesia (jika
tidak terdapat campuran anesthesinya, bisa dibuat sendiri dengan mencampur lubrikan dan
lidocaine)
- Gunakan prosedur aseptic, gunakan gloves secara open method
- Tutup dengan duk steril
- Pada laki – laki, ambil lubrikan dan masukkan 10 – 15 ml ke urethra dengan spuit yang telah
dilepas jarumnya
- Pada wanita, sebarkan di labium mayor dan cukup gunakan 5 ml saja
- Masukkan kateter secara perlahan sampai percabangannya (untuk two-way dan three-way
catheter), hindari pemasangan dengan kecepatan yang berlebihan atau dorongan yang terlalu
kuat untuk mencegah cedera urethra
- Ketika sudah sampai, kembangkan balon untuk fiksasi, tetapi pastikan dulu bahwa balon
mengembang di dalam vesica urinaria dan bukan mengembang di urethra karena bisa
menyebabkan rupture urethra
- Untuk memastikan ujung kateter telah sampai, caranya adalah dengan melihat apakah urine
sudah mengalir atau belum. Jika sudah mengalir, maka ujung kateter sudah sampai di vesica
urinaria. Tetapi pada beberapa kasus urine tidak langsung mengalir keluar karena saluran masih
tertupu oleh lubrikan, untuk memastikannya cukup dengan aspirasi, jika keluar urine maka ujung
kateter telah sampai di vesica urinaria
- Jika sudah dikembangkan, tarik kateter sampai di leher vesica urinarianya. Jika tidak bisa tertarik
lagi/tertahan, maka kateter sudah terfiksasi dan balon sudah sampai di leher vesica urinaria
- Sambungkan kateter dengan urine bag dan fiksasi kateter ke tubuh pasien dengan plester di area
inguinal/perut bagian bawah

MELEPAS KATETER
- Ambil cairan/aquades dari balon hingga kateter bisa dilepas/ditarik tanpa tahanan
- Lepas bandage glans penis
- Pada laki – laki, pegang penis dan Tarik untuk meluruskan urethra
- Tarik perlahan kateter sepanjang urethra dan hindari pergerakan yang tiba – tiba atau kasar
- Ltakkan kateter dan urine bag di kontainer
- Lakukan disinfeksi pada orificium urethra
- Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

EDUKASI
- Ada 3 tempat yang dapat menjadi port entry microorganism, yang pertama adalah sambungan
antara kateter dengan meatus urethra externus (di ujung penis), tempat yang kedua adalah
sambungan antara kateter dan urine bag, tempat yang ketiga adalah ujung kateter tempat
keluarnya urine di urine bag. Ketiga tempat tersebut harus selalu dalam keadaan tertutup.
Sambungan antara kateter dan urethra bisa dibalut dengan kassa dan diberi povidone iodine.
Sambungan antara kateter dengan urine bag harus selalu tertutup. Dan pada ujung kateter di
urine bag harus selalu tertutup, kecuali pada saat pengosongan urine bag boleh dibuka tetapi
setelah itu harus segera ditutup lagi/dipasang kembali
- Urine bag harus selalu diletakkan di bawah vesica urinaria
- Pastikan selang dalam keadaan baik dan jangan terlipat agar tidak terjadi obstruksi

Anda mungkin juga menyukai