Oleh:
Ni Kadek Julian Astiningsih Dwivanissha (P07120216065)
2. Etiologi
Menurut Yuli Aspiani, 2015 ada beberapa etiologi/penyebab terjadinya angina
pektoris, yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Berkurangnya suplai oksigen ke miokard yang disebabkan oleh tiga faktor :
Faktor pembuluh darah :
Aterosklerosis
Spasme
Arteritis
Faktor sirkulasi :
Hipotensi
Stenosis aorta
Insufisiensi
Faktor darah :
Anemia
Hipoksemia
Polisitemia
2) Curah jantung yang meningkat :
Aktivitas yang berlebihan
Makan terlalu banyak
Emosi
Hipertiroidisme
3) Kebutuhan oksigen miokard meningkat, pada :
Kerusakan miokard
Hipertropimiokard
Hipertensi diastolik
b. Faktor predisposisi
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat dirubah :
Umur lebih dari 40 tahun
Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
Hereditas
Ras : insiden pada kulit hitam lebih tinggi
2) Faktor resiko yang dapat dirubah :
Mayor :
Hipertensi
Hiperlipidemia
Obesitas
Diabetes
Merokok
Diet: tinggi lemak jenuh, tinggi kalori
Minor :
Kepribadian tipe A (agresif, ambisius, emosional, kompetitif)
Stress psikologis berlebihan
Inaktifitas fisik.
3. Tanda dan Gejala
a. Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher,
tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri.
b. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa
panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
c. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30
menit.
d. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
e. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul
keringat dingin, palpitasi, dizzines.
f. Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
g. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
4. Tipe Serangan
a. Angina Pektoris Stabil
Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen niokard.
Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktifitas.
Durasi nyeri 3 – 15 menit.
b. Angina Pektoris Tidak Stabil
Sifat, tempat dan penyebaran nyeri dada dapat mirip dengan angina pektoris
stabil.
Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil.
Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tigkat aktifitas
ringan.
Kurang responsif terhadap nitrat.
Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.
Dapat disebabkan oleh ruptur plak aterosklerosis, spasmus, trombus atau
trombosit yang beragregasi.
c. Angina Prinzmental (Angina Varian).
Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroneraterosklerotik.
EKG menunjukkan elevaasi segmen ST.
Cenderung berkembang menjadi infaark miokard akut.
5. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada ketidakadekuatan suply
oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekauan arteri dan
penyempitan lumen arteri koroner (ateriosklerosis koroner). Tidak diketahui secara
pasti apa penyebab ateriosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan ateriosklerosis. (Lynda Juall Carpenito 2001)
Ateriosklerosis merupakan penyakir arteri koroner yang paling sering
ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka artei
koroner berdilatasi dan megalirkan lebih banyak darah dan oksigen keotot jantung.
Namun apabila arteri koroner mengalami kekauan atau menyempit akibat
ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat
Oksid0 yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75 %. Bila penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu
dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel
miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
mereka.
Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka
suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk
membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya
asam laktat nyeri akan reda.
6. Pathway
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri koronaria
Metabolisme an
Seluler hipoksia
aerob
Gangguan Timbunan asam Nyeri
Integritas membran sel
pertukaran laktat meningkat akut
gas berubah
Fatique Kontraktilitas
turun
Intoleransi Penurunan
aktifitas curah jantung
7. Klasifikasi
Menurut Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000 klasifikasi angina pectoris dapat dibagi
dalam beberapa bagian yaitu :
a. Stable Angina
Juga disebut angina klasik. Terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik
tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan
kebutuhan oksigen. Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktifitas fisik seperti
berolah raga, naiktangga, atau bekerja keras. Pajanan dingin, terutama bila disertai
bekerja seperti menyekop salju. Stres mental termasuk stress yang terjadi akibat rasa
marah serta tugas mental seperti berhitung, dapat mencetuskan angina klasik. Nyeri
pada angina jenis ini, biasanya menghilang, apabila individu yang bersangkutan
menghentikan aktivitasnya.
b. Angina Variant (Prinzmetal)
Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya
sering terjadi pada saat istirahat. Pada angina ini, suatu arteri koroner mengalami
spasme yang menyebabkan iskemik jantung. Kadang-kadang tempat spasme
berkaitan dengan aterosklerosis. Ada kemungkinan bahwa walaupun tiak jelas
tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar. Hal ini
menyebabkan peptide vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan
menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina variant
c. Unstable Angina
Merupakan jenis angina yang sangat berbahaya dan membutuhkan
penanganan segera. Dijumpai pada individu dengan penyakit arteri koroner yang
memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal
ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai perkembangan
thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi spasme sebagai respon terhadap
peptida vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang mengalami
kerusakan. Seiring dengan pertumbuhan thrombus, frekuensi dan keparahan
serangan angina tidak stabil meningkat dan individu beresiko mengalami
kerusakan jantung irreversible. Unstable angina dapat juga dikarenakan kondisi
kurang darah (anemia) khususnya jika anda telah memiliki penyempitan arteri
koroner sebelumnya Tidak seperti stable angina, angina jenis ini tidak memiliki
pola dan dapat timbul tanpa aktivitas fisik berat sebelumnya serta tidak menurun
dengan minum obat ataupun istirahat. Angina tidak stabil termasuk gejala infark
miokard pada sindrom koroner akut.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG)
Gambaran EKG yang dibuat pada waktu istirahat dan bukan pada waktu serangan
angina seringkali masih normal. Gambaran EKG terkadang menunjukkan bahwa
klien pernah mendapat infark moikard pada masa lampau, menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri pada klien hipertensi dan angina, dan menunjukkan
perubahan segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada waktu serangan
angina, EKG akan menunjukkan adanya depresi segmen ST dan gelombang T
menjadi negatif. Pada angina prinzmental, menjnjukan adanya elevasi segmen ST
yang mejadi kunci diagnosis, pada beberapa penderita dapat didahului depresi
semen ST sebelum akhirnya elevasi, terkadang juga didapatkan perubahan
gelombang T (gelombang T alternan) serta tidak jarang disertai dengan aritmia
jantung.
b. Enzim Jantung : CPKMB, LDH, AST
c. Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
d. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
i. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ekokardiogram, dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi
atau luasnya AMI.
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah).
m. Angiografi koroner
Arteriografi koroner merupakan satu-satunya teknik yang memungkinkan untuk
melihat penyempitan pada koroner. Suaru kateter dimasukkan lewat arteri femoralis
ataupun brakhialis dan diterusakan ke aorta ke dalam muara arteri koronaria kanan
dan kiri. Media kontras radiografik kemudian disuntikkan
dan cineroentgenogram akan memperlihatkan kontur arteri serta daerah
penyempitan. Kateter ini kemudian didorong lewat katup aorta untuk masuk ke
ventrikel kiri dan disuntikkan lebih banyak media kontras untuk menentukan
bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel kiri. Bila ada stenosis aorta, maka derajat
keparahannya akan dapat dinilai, demikian juga kita dapat mengetahui penyakit
arteri koroner.
n. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
o. Uji Latihan (Treadmill)
Pada arteri prektoris gambaran EKG seringkali masih normal, maka seringkali perlu
dibuat suatu uji jasmani. Pada uji jasmani terbuat dibuat EKG pada waktu istirahat
lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan alat treadmill atau sepeda ergometer
hingga pasien mencapai kecepatan jantung maksimal atau submaksimal dan selama
latihan EKG di observasi demikain pula setelah selesai EKG terus di observasi. Tes
dianggap positif bila didapatkan depresi segmen ST sebesar 1mm atau lebih pada
waktu latihan atau sesudahnya. Lebih-lebih bila disamping depresi segmen ST juga
timbul rasa dada seperti pada waktu serangan, maka kemungkinan besar pasien
memang menderita angina pektoris. Di tempat yang tidak memiliki treadmill, test
latihan jasmani dapat dilakukan dengan cara Master, yaitu latihan dengan naik turun
tangga dan dilakukan pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah melalukan latihan
tersebut.
p. Thallium Exercise Myocardial Imaging
Pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama ujian latihan jasmani dan dapat
menambah sensitivitas dan spesifitas uji latihan. Thallium 201 disuntikkan secara
intravena pada puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan scanning jantung
segera setelah latihan dihentikan dan diulang kembali setelah pasien sehat dan
kembali normal. Bila ada isekmia maka akan tampak cold spot pada daerah yang
menderita isekmia pada waktu latihan dan menjadi normal setelah pasien istirahat.
Pemeriksaan ini juga menunjukkan bagian otot jantung yang menderita isekmia.
9. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut ( Baughman, Diane ,C. 2000) :
a. Penderita mengeluh nyeri dada yang beragam bentuk dan lokasinya.
b. Nyeri berawal sebagai rasa terhimpit, rasa terjepit atau rasa terbakar yang
menyebar ke lengan kiri bagian dalam dan kadang sampai ke pundak, bahu
dan leher kiri, bahkan dapat sampai ke kelingking kiri.
c. Perasaan ini dapat pula menyebar ke pinggang, tenggorokan rahang gigi dan ada
juga yang sampaikan ke lengan kanan.
d. Rasa tidak enak dapat juga dirasakan di ulu hati, tetapi jarang terasa di
daerah apeks kordis.
e. Rasa nyeri dapat disertai beberapan atau salah satu gejala berikut ini :
berkeringat, dingin, mual dan muntah, rasa lemas, berdebar dan rasa akan pingsan
(fainting).
f. Biasanya angina timbul saat melakukan kegiatan fisik (angina stabil).
g. Serangan ini akan hilang bila penderita menghentikan kegiatan fisik tersebut dan
beristirahat.
h. Serangan berlangsung hanya beberapa menit (1 – 5 menit) tetapi bisa sampai lebih
dari 20 menit.
i. Nyeri angina sifatnya konstan. Bila terjadi perubahan misalnya lama
serangan bertambah, nyeri lebih hebat, ambang timbulnya serangan menurun atau
serangan datang saat bangun tidur, maka gangguan ini perlu
diwaspadai. Perubahan ini mungkin merupakan tanda prainfark (angina
tidak stabil).
j. Suatu bentuk ubahan (variant) yang disebut angina Prinzmetal biasanya timbul
saat penderita sedang istirahat.
k. Angina dikatakan bertambah berat apabila serangan berikutnya terjadi sesudah
kerja fisik yang lebih ringan, misalnya sesudah makan. Ini tergolong juga angina
tidak stabil.
l. Pemeriksaan fisik diluar serangan umumnya tidak menunjukkan kelainan
yang berarti. Pada waktu serangan, denyut jantung bertambah, tekanan
darah meningkat dan di daerah prekordium pukulan jantung terasa keras.
m. Pada auskultasi, suara jantung terdengar jauh, bising sistolik terdengar
pada pertengahan atau akhir sistol dan terdengar bunyi keempat.
n. Biasanya didapatkan faktor risiko: hipertensi, obesitas atau diabetes melitus.
2. Diagnosa
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perusi
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung
3. Intervensi
- Stroke Volume index (SVI) meningkat badan, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, rinchi basah, oliguria, batuk, kulit
- Perawatan palpitasi menurun
pucat)
- Brakikardia menurun 3. Monitor tekanan darah
- Takikardia menurun 4. Monitor intake dan output cairan
- Gambaran EKG aritmia menurun 5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
- Lelah menurun
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)
8. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri dada
(meliputi factor pemicu dan pereda,
kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi dan
frekuensi)
2. Monitor EKG 12 sadapan untukperubahan
ST dan T
3. Monitor aritmia (kelainan irama dan
frekuensi)
4. Monitor elektrolit yang dapat
meningkatkan resiko aritmia (mis. Kalium,
magnesium serum)
5. Monitor enzim jantung (mis. CK, CKMB,
Troponin T, Troponin I)
6. Monitor saturasi oksigen
7. Identifikasi stratifikasi pada sindrom
coroner akut (mis. Skor TIMI, Killip,
Crusade) Terapeutik
8. Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
9. Pasang akses intravena
10. Puasakan hingga bebas nyeri
11. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
ansietas dan stress
12. Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
beristirahat dan pemulihan
13. Siapkan menjalani intervensi coroner
perkutan, jika perlu
14. Berikan dukungan emosional dan spiritual
Edukasi
1. anjurkan segera melaporkan nyeri dada
2. Anjurkan menghindari maneuver Valsava
(mis. Mengedan saat BAB atau batuk)
3. Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
4. Ajarkan teknik menurunkan kecemasan dan
ketakutan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiplatelet
2. Kolaborasi pemberian antiangina (mis.
Nitrogliserin, beta blocker, calcium
channe blocker)
3. Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
4. Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
5. Kolaborasi pemberian obat untuk
mencegah maneuver valsava (mis.
Pelunak tinja, antiemetic)
6. Kolaborasi pencegahan thrombus dengan
antikoagulan, jika perlu
7. Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika
perlu
2 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan tindakan …x… jam Pemantauan respirasi
berhubungan dengan diharapkan gangguan pertukaran gas membaik Observasi
ketidakseimbangan ventilasi- dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
perusi Pertukaran gas upaya nafas
1. Tidak terjadi dyspnea 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
2. Tidak terdapat bunyi napas tambahan takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
3. PCO2 membaik Cheyne-stokes, biot, ataksik)
4. PO2 membaik 3. Monitor kemampuan batuk efektif
5. Pola napas membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
6. Warna kulit tidak pucat 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
7. Tidak terjadi sianosis 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray thorakx
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan jika perlu
3. Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera …. x …. Jam, diharapkan nyeri dapat teratasi Observasi
fisiologis dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Pasien tidak meringis 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Pasien tidak gelisah 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Pasien tidak mengalami kesulitan tidur memperingan nyeri
5. Frekuensi nadi membaik (60-100x/menit) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
6. Pola napas membaik tentang nyeri
7. Tekanan darah membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah di berikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nn farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
Menurut Poer. (2012), proses evaluasi dibagi menjadi 2 tahap yaitu:
a. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu)
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane ,C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku Untuk Brunner dan
Suddart, alih Bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC.
Lynda Juall Carpenito. 2001. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat PPNI:
Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2000. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC.
Yuli Aspiani, Reni. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskuler. Jakarta: EGC.