Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
PROPOSAL KEGIATAN
PELATIHAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN DIARE
DI WILAYAH KERJA UPT. KESMAS SUKAWATI 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan dilaporkan
terdapat hampir 1,7 milyar kasussetiap tahunnya. Penyakit ini sering menyebabkan
kematian pada anak usia di bawah lima tahun(balita).Dalam satu tahun sekitar 760.000
anak usia balitameninggal karena penyakit ini (World Health Organization (WHO), 2013).
Didapatkan 99% dari seluruh kematian pada anak balita terjadi di negara berkembang.
Sekitar ¾ dari kematian anak terjadi di dua wilayah WHO, yaitu Afrika dan Asia
Tenggara. Kematian balita lebih sering terjadi di daerah pedesaan, kelompok ekonomi dan
pendidikan rendah. Sebanyak ¾ kematian anak umumnya disebabkan penyakit yang dapat
dicegah, seperti kondisi neonatal, pneumonia, diare, malaria,danmeasles (WHO, 2013).
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti
Indonesia karena memiliki insidensidan mortalitas yang tinggi.Diperkirakan 20-50
kejadian diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena
penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang berusia balit.
Menurutdata Departemen Kesehatan, diaremerupakan penyakit kedua Di Indonesia yang
dapat menyebabkan kematiananak usiabalita setelah radang paru atau pneumonia
(Paramitha, Soprima, & Haryanto, 2010).Dari penemuan kasus diaredi fasilitas
masyarakat pada tahun 2011 terdapat 35,5% kasus diare yang ditanganidi Indonesia. Di
Jawa Tengah ditemukan kasus diare sebanyak 1.337.427, dan yang ditangani 225.332
kasus atau sekitar 16,8% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Kejadian diare di kota Surakarta pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu sebanyak 7,06%
dari total jumlah penduduk (Departemen KesehatanRI, 2009).12Penularan diare
dapatdengan cara fekal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, kontak tangan langsung dengan penderita, barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau secara tidak langsung melalui lalat. Cara penularan ini
dikenal dengan istilah 4F, yaitufinger, flies, fluid, field(Subagyo & Santoso, 2012).
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen diantaranya
adalah tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak baik
(Subagyo & Santoso, 2012).Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air
minum yang aman dan sanitasi yang higienis (WHO, 2013).
Seperti jumlah kunjungan dengan keluhan diare di UPT. Kesmas Sukawati 1,
Gianyar, Bali pada tahun 2016 sebanyak 926 pasien, sedangkan pada bulan januari –
September 2018 sebanyak 651 pasien yang berkunjung. Data tersebut menunjukkan
bahwa di daerah ini masih banyak masyarakat yang menderita diare dan perlu
mendapatkan perhatian khusus serta penanganan yang tepat dalam menangani kasus diare
di wilayah kerja UPT. KESMAS SUKAWATI 1. Masyarakat di wilayah ini kemungkinan
masih memiliki kebiasaan yang tidak baik bagi kesehatan seperti tidak menjaga
kebersihan diri dan kebersihan lingkungannya, tidak mencuci tangan dengan baik dan
tepat, dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan lingkungan
sehingga kasus diare pada daerah ini dari tahun ke tahun masih tinggi.
Dari uraian di atas, kami menyimpulkan bahwa kebiasaan gaya hidup masyarakat
yang tidak baik dapat menjadi faktor penyebab masyarakat mengalami diare. Selain itu,
faktor pengetahuan, kesadaran, minat dan partisipasi masyarakat yang kurang menjadi
faktor pendukung terjadinya diare. Sehingga penting untuk dilaksanakannya penyuluhan
mengenai penanganan dan pencegahan kasus diare tersebut agar dapat menurunkan angka
kejadian kasus diare di wilayah kerja UPT. KESMAS SUKAWATI I.
B. Tujuan Umum
Proposal ini bertujuan untuk mengatasi kasus diare serta meningkatkan pengetahuan
masyarakat di wilayah kerja UPT.Kesmas Sukawati 1 mengenai pentingnya menjaga
kesehatan dan kesehatan lingkungan demi kesejahteraan bersama.
C. Tujuan Khusus
1. Untuk menggali pengetahuan masyarakat terhadap definisi diare
2. Untuk menggali faktor penyebab terjadinya diare pada pasien.
3. Untuk menggali tanda gejala diare yang dialami pasien.
4. Untuk mengetahui cara pencegahan terjadinya diare
5. Untuk mengetahui cara penanganan atau pengobatan diare yang tepat.
6. Untuk memberi informasi kepada masyarakat mengenai Prilaku Hidup Bersih dan
Sehat
7. Untuk mengetahui teknik akupresur pada penderita diare
D. Nama Kegiatan
Pelatihan prilaku hidup bersih dan sehat yang berhubungan dengan kasus diare di wilayah
kerja UPT. Sukawati 1.
E. Tema Kegiatan
Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja
UPT. Kesmas Sukawati 1.
F. Landasan Kegiatan
Adapun landasan kegiatan diadakannya pelatihan penanganan kasus diare di wilayah kerja
UPT. Kesmas Sukawati 1 (Lampiran 1).
H. Sasaran Kegiatan
Masyarakat atau kader di wilayah kerja UPT. Kesmas Sukawati 1
I. Susunan Panitia
Panitia terdiri dari seluruh mahasiswa kelas 3B jurusan D-IV Keperawatan Politeknik
Kesehatan Denpasar (Lampiran 2).
J. Susunan Acara
Adapun susunan acara pada kegiatan pelatihan ini yaitu sebagai berikut (Lampiran 3).
L. Penutup
Demikianlah proposal ini kami ajukan untuk dapat dipertimbangkan demi
terealisasinya kegiatan ini. Atas dukungan dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Ketua Panitia
Mengetahui Sukawati,
Pelatihan Life Skills
Ketua Panitia Clinical Instructure/CI
BAB II
LANDASAN KEGIATAN
2. Etiologi PHBS
Hal-hal yang mempengaruhi PHBS sebagian terletak di dalam diri individu itu
sendiri, yang disebut faktor intern, dan sebagian terletak di luar dirinya yang disebut
faktor ekstern (faktor lingkungan).
1. Faktor Internal
a. Keturunan
Seseorang berperilaku tertentu karena memang sudah demikianlah
diturunkan dari orangtuanya. Sifat-sifat yang dimilikinya adalah sifat-sifat yang
diperoleh dari orang tua atau neneknya dan lain sebagainya.
b. Motif
Manusia berbuat sesuatu karena adanya dorongan atau motif tertentu.
Motif atau dorongan ini timbul karena dilandasi oleh adanya kebutuhan, yang
oleh Maslow dikelompokkan menjadi kebutuhan biologis, kebutuhan sosial,
dan kebutuhan rohani.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor-faktor yang ada di luar diri individu bersangkutan. Faktor-faktor
ini mempengaruhi individu sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan
dorongan untuk berbuat sesuatu.
a. Unsur-unsur perilaku bagi individu, meliputi pengertian atau pengetahuan
tentang apa yang akan dilakukannya, keyakinan atau kepercayaan tentang
manfaat dan kebenaran dari apa yang dilakukannya, sarana yang diperlukan
untuk melakukannya, serta dorongan atau motivasi untuk berbuat yang
dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya.
b. Unsur-unsur perilaku bagi individu sebagai anggota kelompok, meliputi
pengertian atau pengetahuan tentang apa yang akan dilakukannya, keyakinan
atau kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa yang dilakukannya,
sarana yang diperlukan untuk melakukannya, dorongan atau motivasi untuk
berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakannya, serta norma atau
dukungan kelompok bahwa apa yang akan dilakukan itu benar atau bisa
diterima oleh kelompoknya.
3. Pohon Masalah PHBS
Cakupan PHBS
Kurangnya
penyuluhan dari Tidak adanya dana
petugas Puskesmas untuk membuat septik
PHBS tank
4. Indikator PHBS
Sasaran PHBS tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga
yaitu pasangan usia subur, ibu hamil dan menyusui, anak dan remaja, usia lanjut
dan pengasuh anak. Indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk menilai keadaan
atau permasalahan kesehatan. Indikator PHBS rumah tangga yang digunakan
yaitu mengacu kepada standar pelayanan minimal bidang kesehatan ada sepuluh
indikator, yaitu :
5. Klasifikasi PHBS
Dari sepuluh indikator PHBS maka akan didapatkan empat klasifikasi rumah
tangga yang menjalankan PHBS. Menurut Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun
2007 klasifikasi tersebut sebagai berikut 6,7,8 :
1. Klasifikasi I (warna merah) : jika melakukan 1 sampai dengan 3 dari 10 indikator
PHBS dalam tatanan rumah tangga.
2. Klasifikasi II (warna kuning): jika melakukan 4 sampai dengan 5 dari 10 indikator
PHBS dalam tatanan rumah tangga.
3. Klasifikasi III (warna hijau) : jika melakukan 6 sampai dengan 7 dari 10 indikator
PHBS dalam tatanan rumah tangga.
4. Klasifikasi IV (warna biru) : Klasifikasi III + ikut dana sehat
Klasifikasi penilaian PHBS menurut Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun
2008 mengalami perubahan, dimana jika salah satu indikator PHBS tidak terpenuhi,
maka tatanan tersebut dinyatakan tidak menjalankan PHBS.
6. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
Pemeriksaan diagnostic yang bisa dilakukan di dalam PHBS ini yaitu,
pemeriksaan kesehatan secara rutin baik pemeriksaan tekanan darah, kolesterol, asam
urat, gula darah, cek lab (darah lengkap).
7. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada PHBS yaitu :
1. Promotif
Promotif yang dimaksud disini yaitu pemberian informasi atau pendidikan kesehatan
kepada keluarga atau masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan
sehat yang di mulai dari tatanan rumah tangga.
2. Preventif
3. Preventif adalah pencegahan. Dimana preventif disini yaitu pencegahan risiko
terserang atau terhindar dari berbagai jenis penyakit dengan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
8. Komplikasi
Bagi orang yang tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat akan berisiko
terserang penyakit. Jika perilaku hidup bersih dan sehat ini tidak diterapkan maka akan
berdampak pada timbulnya komplikasi penyakit lain. Komplikasi PHBS dapat
menyebabkan :
1. Diare karena tidak menerapkan cuci tangan yang bersih.
2. Stroke, hipertensi, jantung yang disebabkan karena merokok.
3. Kematian yang disebabkan karena pada saat persalinan tidak ditolong oleh tenaga
kesehatan.
3. Penyebab Diare
Mekanisme diare (Juffrie, 2011) Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu
gangguan pada proses absorpsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal: diare akibat
gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar
daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus
halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun
atau sekresi di kolon meningkat. Diare juga dapat dikaitkan dengan gangguan
motilitas, inflamasi dan imunologi.
Komplikasi kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami
komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi,
kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Komplikasi paling penting
walaupun jarang diantaranya yaitu: hipernatremia, hiponatremia, demam,
edema/overhidrasi, asidosis, hipokalemia, ileus paralitikus, kejang, intoleransi
laktosa, malabsorpsi glukosa, muntah, gagal ginjal.
Tabel 2.1 Penyebab Diare Akut dan Kronik pada Bayi, Anak-anak dan Remaja
(Sodikin, 2011).
antibiotik
Penyakit seliakus
Sindrom usus
pendek
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh retrovirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
5. Tanda-Tanda Dehidrasi
Tabel 2.2 Skor Maurice King (Juffrie & Mulyani, 2011).
Catatan :
1. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut "dicubit" selama 30-60 detik
kemudian dilepas.
Jika kulit kembali normal dalam waktu :
1. Dehidrasi berat
a. Gelisah rewel/muntah
b. Mata cekung
c. Haus, minum dengan lahap
d. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :
3. Tanpa dehidrasi
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau
ringan/sedang.
2. Rencana pengobatan B
Diare dehidrasi ringan/sedang bila terdapat dua tanda atau lebih: Gelisah, rewel,
mata cekung, ingin minum terus, ada rasa haus, cubitan kulit perut/turgor kembali
lambat. Untuk terapi diare dehidrasi ringan/sedang jumlah oralit yang diberikan
dalam tiga jam pertama sarana kesehatan.
a. Oralit yang diberikan = 75 ml x berat badan anak:
1) Bila BB tidak diketahui berikan oralit
Tabel 2.3 pemberian oralit (juffrie & Mulyani, 2011).
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit, yaitu:
1) Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
2) Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
3) Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
4) Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air
masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakan telah
hilang.
c. Setelah 3-4 Jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian,
pilih rencana terapi A, B atau C untuk melanjutkan terapi:
1) Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
2) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi rencana terapiB
3) Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
4) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terapi C
d. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
1) Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah.
2) Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
3) Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di rumah
Tindakan pencegahan diare adalah hal yang baik dari pada pengobatan, adapun
cara pencegahan diare menurut (Suririnah, 2006) sebagai berikut:
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
8. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.
9. Pencegahanan Diare
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006) adalah
sebagai berikut:
a) Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung
4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Flora usus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri
penyebab diare (Depkes RI, 2006).
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan
resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan
cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya
gizi buruk (Depkes RI, 2006).
d) Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan
sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI, 2006).
e) Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,
dan keluarga harus buang air besar di jamban (Depkes RI, 2006).
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.
2. Bersihkan jamban secara teratur.
3. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan
tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari
buang air besar tanpa alas kaki. (Depkes RI, 2006).
2. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau
anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau
daun besar dan buang ke dalam kakus.
3. Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya.
(Depkes RI, 2006).
10. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian Diare.
Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya melalui
cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen,
atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, files, fluid, field).
Juffrie dan Mulyani (2011) Faktor resiko yang dapat meningkatan penularan
enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis dan cara penyapihan yang tidak
baik. Selain hal-hal tersebut beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu
terakhir dan faktor genetik.
11. Teknik Penanganan Diare Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
A. Langkah-langkah dalam mencuci tangan
Cuci tangan 7 langkah yaitu:
1. Kedua telapak tangan saling digosok.
2. Letakan telapak tangan kanan diatas tangan kiri lalu gosokkan sela-sela jari tersebut dan
sebaliknya.
3. Posisi telapak tangan kanan dan kiri saling menempel, jari-jari saling terkait.
4. Letakan punggung jari kanan pada telapak tangan kiri, posisi saling mengunci dan
sebaliknya.
5. Gosok memutar ibu jari kanan dengan telapak kiri dan sebaliknya.
6. Jari-jari tangan kanan menguncup, gosok memutar diatas telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
7. Gosok memutar pergelangan tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
12. Teknik Penanganan Pertama Diare dengan Obat Tradisional yaitu Daun Jambu
Cara Mengolah Daun Jambu Biji Untuk Diare
Sebenarnya untuk mengolah daun jambu biji tidak sulit, dengan mengkonsumsinya
daun jambu biji muda secara langsung itu pun sudah cukup. Namun alangkah
baiknya daun jambu biji ini diolah untuk mendapatkan khasiat yang maksmial.
Berikut adalah diantarnya:
1) Menumbuk
a. Siapkan 6 lembar daun jambu biji dan 1 cangkir air matang.
b. Tumbuk daun jambu biji hingga halus dan masukkan ke dalam 1 cangkir air
matang.
c. Peras air tersebut dan minum 2 kali sehari.
2) Merebus
a. Siapkan 3 lembar daun jambu biji dan 3 gelas air.
b. Rebus 3 lembar daun jambu biji dalam 3 gelas air hingga tersisa satu gelas.
c. Saring dan minum air rebusan tersebut.
3) Memakannya
a. Ambil daun jambu biji muda, cuci bersih.
b. Beri sedikit garam pada daun, lipat.
c. Kunyah, telan airnya lalu buang ampasnya.
4) Menyeduh
a. Rebus daun jambu biji dengan air mendidih.
b. Seduh air rebusan jambu biji dengan teh, minum 2 kali sehari.
13) Cara pembuatan oralit untuk balita yang memiliki penyakit diare
Takaran dan Waktu Pemberian Oralit
Untuk memberikan efek yang maksimal, Anda harus memberikan oralit sesuai
dengan takaran yang dianjurkan bagi setiap kelompok usia penderita diare.
Pemberian oralit yang pertama dilakukan pada satu jam pertama setelah diare
muncul. Berikut adalah daftar takarannya:
½ sendok teh gula dan seujung garam di larutkan dengan 1 gelas air.
DAFTAR PUSTAKA
Anik Maryunani, 2013, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Jakarta : Trans Info Media
Atikah dan E. Rahmawati.2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Yogyakarta: Nuha
Medika
Depkes RI.2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare Edisi 2011 Halaman
2-11.Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan RI. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan Medika
2011;2:1–37. Diakses pada 30 Oktober 2018 Available at
www.depkes.go.id/download.php?file.../buletin/buletin-diare.pdf
Mc. Kenzie, J.F., Neiger, B.L., & Smeltzer, J.L. 2005. Planning implementing and
evaluation health promotion programs. San Fransisco, CA : Pearson
Education.
Paramitha, G.W., Soprima, M., dan Haryanto, B., 2010. Perilaku Ibu Pengguna Botol
Susu Dengan Kejadian Diare pada Balita. Jakarta Timur : Departemen
Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. 2011. (Online),
(http://www.perdhaki.org/content/perilaku-hidup-bersih-dan-sehat ,diakses
pada tanggal 30 Oktober 2018)
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
Subagyo B., Santoso N.B., 2012. Diare Akut Pada Anak.Surakarta: uns press pp.2-33
Sylvia, A.P., 1995. Patofisiologi jilid 2. Jakarta, EGC
Lampiran 2
SUSUNAN PANITIA
Sie Acara
Koor : Ni Putu Rika Umi Krismonita
Anggota : 1. Mila Cahyani Heryanto
3. Ni Wayan Suratmini
Sie Perlengkapan
2. Kt Elfirasani
Sie Konsumsi
2. Kadek Fajar W
Sie Humas
Sie Dokumentasi
Sie Rohani
Lampiran 3
SUSUNAN ACARA
PELATIHAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN DIARE
DI WILAYAH KERJA UPT. KESMAS SUKAWATI 1
PUKUL KEGIATAN
07.30 – 08.10 Registrasi peserta pelatihan sekaligus pembagian snack
08.10 – 08.25 Pembukaan
08.25 – 08.45 Doa
08.45 – 09.00 Sambutan-sambutan
1) Ketua Panitia
2) Pembina Kegiatan
3) Kepala Puskesmas Sukawati 1 (sekaligus membuka
acara)
SESI I
09.00 – 10.30 Indah Cantika Wahadi dan Luh Eka Desriana Putri
(Narasumber 1)
Perkenalan Mengenai Diare dan Pengenalan Prilaku Hidup
Bersih dan Sehat
10.45 – 11.20 Kadek Meisa Ruspita Dewi dan Ni Luh Gede Inten Yuliana D
(Narasumber 2)
Pengenalan Tehnik Akupresur pada Kasus Diare dan
Demonstrasi dan Pertolongan Pertama Diare Pada Balita
BAB III
KENDALA DAN SOLUSI
3.1 Kendala
Kendala yang kami dapatkan yaitu kurangnya pengetahuan mengenai bagaimana
penyebab dari Diare dan cara penanganan pertama pada Diare, kesadaran dari masyarakat
yang sangat kurang , minat dan partisipasi masyarakat dalam menjaga gaya hidup dan
kebiasaan hidup bersih dan sehat yang mereka terapkan, sehingga masyarakat tidak
terlalu memperhatikan kebiasaan hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan dan
menggunakan jamban yang sehat dan tepat.
3.2 Solusi
Solusi yang bisa kita sarankan yaitu dengan cara memberikan informasi atau health
education kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebersihan baik dalam diri
maupun luar lingkungan serta gaya hidup yang sehat guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Tidak hanya health education yang bisa kita berikan kepada
masyarakat, tapi kita juga bisa memberikan perhatian serta contoh kepada masyarakat
seperti bagaimana cara membuat larutan gula garam , penanganan pertama pada Diare
serta menjaga kesehatan dan gaya hidup yang bersih dan sehat. Kita juga bisa
memberikan informasi kepada masyarakat bahwa kurangnya menjaga perilaku hidup
bersih dan sehat bisa menyebabkan berbagai penyakit serta komplikasi yang akan
ditimbulkan salah satunya yaitu Diare . Sehingga masyarakat mampu menyadari dan
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Dengan demikian derajat kesehatan
masyarakat di wilayah kerja UPT. Kesmas Sukawati 1 menjadi meningkat.
BAB IV
4.1 Simpulan
Diare adalah buang air besar yang lembek atau cair bahkan berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) dan
berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare adalah suatu kondisi ketika gerak peristaltik usus lebih cepat dari biasanya
sehingga pengeluaran buang air besar (BAB) lebih encer dan frekuensinya lebih banyak.
Terkadang, diare bukanlah suatu penyakit yang berbahaya. Namun, diare adalah kondisi
yang menimbulkan dampak serius jika mengakibatkan dehidrasi yang pada akhirnya
menyebabkan syok hipovolemik (dropnya tubuh karena kekurangan cairan).
Penyakit diare disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi bakteri yang juga
bisa menyebabkan keracunan makanan (campylobacter, clostridum difficile, escherichia
coli, salmonella, dan shigella) Radang usus buntu. Alergi makanan juga bisa
menjadi penyebab diare. (Depkes RI, 2009)
Di wilayah kerja UPT. Kesmas Sukawati 1 masih banyak masyarakat yang menderita
Diare, hal tersebut terbukti dengan hasil kunjungan masyarakat ke puskesmas yaitu pada
tahun 2016 sebanyak 926 pasien, sedangkan pada bulan januari – September 2018
sebanyak 651 pasien Diare yang berkunjung. Data tersebut menunjukkan bahwa di
daerah ini masih banyak masyarakat yang menderita Diare dan perlu mendapatkan
perhatian khusus serta penanganan yang tepat dalam menangani kasus Diare di wilayah
kerja UPT. Kesmas Sukawati 1.
4.2 Saran
Dengan adanya proposal ini semoga dapat membantu dalam mengatasi permasalahan
Diare di wilayah kerja UPT. Kesmas Sukawati 1, sehingga derajat kesehatan masyarakat
di wilayah kerja UPT. Kesmas Sukawati 1 meningkat dan masyarakatnya sejahtera.