1. PENGERTIAN
Ankle sprain atau pergelangan kaki yang terkilir merupakan cedera
muskuloskeletal yang paling sering terjadi pada pergelangan kaki. Penyakit ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan gerakan inversi dan plantar fleksi dari
pergelangan kaki saat menapakkan kaki. Ankle sprain terjadi 3 – 5 % dari
kunjungan di departemen gawat darurat di Inggris, dengan angka kejadian 5600
insidensi per hari. (Doherty C, 2014)
Ankle merupakan salah satu sendi di tubuh yang berada pas diatas kaki,
yang berfungsi menumpu berat badan, tapi juga mempunyai gerakan harmonis
tertentu waktu berdiri dan berjalan atau bahkan untuk berlari (Kowalak, 2011)
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan
menjepit atau memutar (Brunner & Suddarth, 2009)
Ankle sprain adalah kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada
ligamentum lateral compleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan
plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah,
dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/ tanah yang tidak rata (Sutedjo,
2008)
2. ETIOLOGI
Penyebab utama ankle sprain yaitu trauma atau ruda paksa langsung.
Gerakan yang sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan plantar
fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai. Jika
pergelangan kaki ditempatkan dalam posisi yang abnormal, peregangan
berlebihan pada ligamen dapat terjadi. Ligamen dari pergelangan kaki yang
berfungsi sebagai menstabilkan sendi akan terulur, sehingga terjadi nyeri,
disfungsi dan limitasi pada ankle.
Selain itu, stabilitas dari ankle juga dapat memicu terjadinya sprain
ankle. Stabilitas sendi berasal dari beberapa factor yaitu susunan struktural
dari tulang yang membentuk sendi dan ligamen disekitarnya. Banyaknya
tulang penstabil pada sisi sebelah medial yang mengakibatkan lebih stabil
dibandingkan sisi lateral. Ketika tekanan cukup besar pada sisi medial , maka
akan menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki.
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan
atau melawan kekuatan inverse, maka serabut ligamentum sisi lateral menjadi
tertekan atau robek. (Marilynn. J & Lee. J. 2011)
3. KLASIFIKASI
a. Sprain derajat I (kerusakan minimal)
Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan
pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan
instabilitas atau gangguan fungsi.
4. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala mungkin timbul karena sprain meliputi :
1. Nyeri lokal (khususnya pada saat menggerakkan sendi)
2. Pembengkakan dan rasa hangat akibat inflamasi
3. Gangguan mobilitas akibat rasa nyeri (yang baru terjadi beberapa jam setelah
cedera)
4. Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah ke dalam jaringan sekitarnya.
5. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah
6. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
7. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
8. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan.
5. PATOFISIOLOGI
Sprain biasanya terjadi sesudah gerakan memuntir yang tajam. sprain jika difiksasi
dapat sembuh dalam dua hingga tiga minggu tanpa tindakan bedah korektif.
Sesudah itu secara berangsur-angsur pasien dapat kembali melakukan aktivitas
normal. sprain pada pergelangan kaki merupakan cedera sendi yang paling sering
dijumpai dan kemudian diikuti oleh keseleo pada pergelangan tangan, siku, serta
lutut.
Kerusakan ligamen dapat menyebabkan instabilitas kaki sehingga mudah
terjadinya sprain ulang, atau penyembuhan terhambat , gangguan stabilitas hingga
ligamen laxity (pasif stability) dan penurunana fungsi neuromuscular (active
stability). Trauma penyebab ligament ditandai melebihi elastisitasnya sehingga
terjadi kerobekan mikrokopis hingga makrokopis, akibat kerobekan jaringan lunak
yang di ikuti proses inflamasi (Fong, 2009).
Jika sebuah ligamen mengalami ruptur maka eksudasi inflamatori akan terjadi
dalam hematoma diantara kedua ujung potongan ligamen yang putus itu. Jaringan
granulasi tumbuh kedalam dari jaringan lunak dan kartilago sekitarnya.
Pembentukan kolagen dimulai empat hingga lima hari sesudah cedera dan pada
akhirnya akan mengatur serabut-serabut tersebut sejajar dengan garis
tekanan/stres. Dengan bantuan jaringan fibrosa yang vaskular, akhirnya jaringan
yang baru tersebut menyatu dengan jaringan disekitarnya. Ketika reorganisasi ini
berlanjut, ligamen yang baru akan terpisah dari jaringan sekitarnya dan akhirnya
menjadi cukup kuat untuk menahan tegangan otot normal.
6. PATHWAY
Cedera sendi
Gangguan pola
Prosedur imobilisasi
tidur
tentang tubuh
Gangguan citra
tubuh
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rontgen/ radiologi.
Pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan diagnosa.
Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan sendi.
2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan gelombang
frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail.
3. CT-Scan
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
4. Artrografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk
melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam
kisaran pergerakannya sementara itu diambil gambar sinar-X serial.
Artrogram sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau
kronik kapsul sendi atau ligament penyangga lutut, bahu, tumit, panggul, dan
pergelangan tangan.
8. Penatalaksanaan
Segera setelah terjadi cedera, melakukan penatalaksanaan cedera akut pada
umumnya yaitu dengan RICE: Rest, Ice, Compression dan Elevation
1) REST
Mengistirahatkan area yang cedera, dengan meminimalkan gerakan pada area
yang cedera dan bila perlu menggunakan brace/ tapping pada saat melakukan
aktivitas
2) ICE
Melakukan kompres es di lokasi cedera selama 15- 20menit tiap 2-3 jam sekali.
Kompres es sebanyak yang dilakukan 48- 72 jam pertama setelah cedera
3) COMPRESSION
Melalakukan kompresi dengan menggunkan bebat elastic atau adhesive
bandage di lokasi cedera. Fungsi dari bebat ini adalah untuk mengurangi
bengkak dan perdarahan di area cedera.
4) ELEVATION
Mengelevasikan area yang ceder lebih tinggi dari level jantung untuk
mengurangi perdarahan dan bengkak