Eklamsia
Di Ruang ICU
Disusun Oleh :
Lany Avriana
620190040033
TAHUN 2019
A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika pre eklampsia
memburuk menjadi kejang (Helen Varney ; 2007).
Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan
wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria. (Obsetri
Patologi ; UNPAD).
Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan
tekanan darah (Sistole >180 mmHg, Diastole >110 mmHg),
proteinuria, oedema, kejang atau penurunan kesadaran.
2. ETIOLOGI
Menurut Manuaba, IBG 2001, penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara
lain :
a) Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-eklamsia.
b) Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik
dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila
janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh
sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi
dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan
dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi
tetap berjalan.
c) Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai
sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.
Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem
pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi
selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan
permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan
proteinuria dan oedem lebih jauh.
d) Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolism oksigen yang
sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas
ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal
bebas akan timbul bila ikatan pasangan electron rusak. Sehingga elektron
yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan
menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang
utama adalah placenta, karena placenta dalam pre-eklamsia mengalami
iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang
banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak
sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal,
dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar
antioksidan juga menurun.
e) Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan
kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau
proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase
lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak
akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah.
Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal
yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel
pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre-eklamsia.
f) Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin.
Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang
menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan
ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan
derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan
trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding
7:1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat
dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g) Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram perhari. Bila terjadi kekurangan
kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan
dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan kelemahan
konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume
sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot
pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
3. TANDA GEJALA
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang
atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
- Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
(pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar
ke kanan dan ke kiri.
- Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan
kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
- Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat,
mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat
tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
- Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang
antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap
dalam keadaan koma. (Muchtar Rustam,1998: 275).
4. PATOFISIOLOGI
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra
mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan
miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak
kembar atau hidraminion. Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya
vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang
belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan
aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan
semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan
retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada
arterior. Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran
darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat
dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi
plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
5. PATHWAYS
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada umumnya diagnosa pre-eklamsia didasarkan atas adanya dua dari trias
gejala utama. Uji diagnostik yang dilakukan pada pre-eklamsia. Menurut
Prawirohardjo,1999 adalah :
1) Uji Diagnostik Dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan
oedem, pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi
2) Uji Laboratorium Dasar
Evaluasi hematologic (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi
eritrosit pada sediaan hapus darah tepi)
Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino
transferase, dan lain-lain)
Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
3) Uji Meramalkan Hipertensi
Roll over test
Cara memeriksa :
Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik,
kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit,
setelah itu bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil
pemeriksaan; ROT(+) jika perbedaan >15 mmHg, ROT(-) jika
perbedaan <15 mmHg.
Pemberian infus angiotensin II
Mean Arterial Pressure yaitu :
tekanan siastole + 2 tekanan diastole 3 Hasil(+) : >85
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN PRIMER
Airways
- Sumbatan atau penumpukan secret
- Wheezing atau krekles
Breathing
- Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
- RR lebih dari 24x permenit, irama ireguler dangkal
- Ronchi, krekles
- Ekspansi dada tidak penuh
- Penggunaan otot bantu nafas
Circulation
- Nadi lemah , tidak teratur
- Takikardi
- Tekanan darah meningkat atau menurun
- Edema
- Gelisah
- Akral dingin
- Kulit pucat, sianosis
- Output urine menurun
Dissability
- Kaji adanya penurunan tingkat kesadaran
- Adanya gangguan verbal, motorik dan sensorik serta reflek pupil
2. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
Kepala : bentuk meshocepal, tidak ada lesi
Wajah : bentuk oval
Mata : bentuk simetris, tidak nampak secret, pupil isokor,
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Hidung : bentuk simetris, tidak ada sumbatan, tidak ada secret
Mulut : simetris, tidak mencing, mukosa lembab, bibir tidak
sianomis, tidak ada stomatitis
Telinga : bentuk simetris, tidak ada serumen
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe,
tidak ada peningkatan JVP
Dada :
- Paru-paru
I : gerakan dada simetris, tidak nampak retraksi dinding
dada, tidak ada lesi
P : tidak ada krepitasi, vocal fremitus sama kiri dan kanan
P : terdengar sonor pada seluruh lapang paru ICS 1-6
A : terdengar vesikuler
- Jantung
I : tidak nampak pulsasi aorta
P : tidak teraba nyeri
P : terdengar pekak pada ICS 2 kanan dan kiri
A : S1 > S2 reguler
Abdomen :
I : umbilicus simetris, tidak terdapat luka
A : bising usus 8x permenit
P : terdengar timpani
P : tidak distensi, tidak terdapat nyeri tekan
Genetalia : laki-laki atau perempuan
Ekstermitas : ekstermitas bawah dan ekstermitas atas
b. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
kejang
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan
dengan perubahan pada plasenta
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya
perfusi darah keplacenta
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifanya Circulatory Care Circulatory Care :
Kebersihan Jalan Kriteria Hasil : Monitor kecepatan
Nafas Frekuensi irama, kedalaman
pernafasan dan kesulitan
dalam batas bernafas
normal Catat pergerakan
Irama dada, catat
pernafasan ketidaksimetrisan,
dalam batas peninggian otot-otot
normal bantu, dan retraksi
Pernafasan bibir pada otot
dengan mulut supraclafikulas dan
mengerucut intercostals
Monitor pola nafas
(misalnya;
bradipnea, takipnea,
hiperventilasi,
pernafasan
khusmaul,
pernafasan 1:1,
apneustik, respirasi
biot dan pola ataxic)
Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau memperburuk
sesak nafas
Posisikan pasien
miring kesamping,
sesuai dengan
indikasi untuk
mencegah aspirasi,
lakukan teknik
logroll jika pasien
diduga mengalami
cedera leher
2. Resiko Cedera Risk Control Enverionment
Immune Status Management :
Safety Sediakan
Behavior lingkungan yang
Kriteria Hasil : aman untuk klien
Klien terbebas Identifikasi
dari cidera kebutuhan
Klien mampu keamanan klien,
menjelaskan sesuai kondisi fisik
cara atau dan fungsi kognitif
metode untuk klien dari riwayat
mencegah terdahulu klien
cedera Menghindarkan
Mampu lingkungan yang
memodifikasi berbahaya
gaya hidup Memasang side rail
untuk tempat tidur
mencegah Menyediakan
cedera tempat tidur yang
Menggunakan nyaman dan bersih
fasilitas Menempatkan
kesehatan saklar lampu
yang ada ditempat yang
Mampu mudah dijangkau
mengenali oleh klien
Membatasi
pengunjung
Mengontrol
lingkungan
3. Gangguan Kriteria Hasil : Kaji tanda dan
Psikologis (Cemas) Klien tampak respon verbal serta
rileks nonverbal terhadap
Klien dapat ansietas
beristirahat Ciptakan lingkungan
TTV dalam yang tenang dan
batas normal nyaman
Ajarkan tehnik
relaksasi
Minimalkan
rangsang yang
membuat stress
Diskusikan dan
orientasikan klien
dengan lingkungan
dan peralatan
Berikan sentuhan
pada klien dan ajak
kllien berbincang-
bincang dengan
suasana tenang
Berikan support
mental
Kolaborasi
pemberian sedative
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri. Jakarta :EGC