Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan cacat
atau kematian (Munir, 2015). Definisi stroke menurut World Health Organization
adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik
fokal maupun global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler
(Munir, 2015).
Definisi lain dari Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian
otak. Dua jenis stroke yang utama adalah ischemic dan hemorraghic. (Black &
Hawks, 2014).
Dari beberapa pengertian stroke menurut ahli diatas dapat disimpulkan bahwa stroke
adalah suatu penyakit atau gangguan pada sistem neurologis yang terjadi akibat
kurangnya suplai oksigen ke otak secara mendadak dapat terjadi karena adanya
sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak yang dapat menimbulkan gejala-
gejala bahkan menyebabkan kematian.

B. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
a. Elektroensefalogram (EEG)
Mengidentifikasi penyakit yang didasarkan pada pemeriksaan pada gelombang
otak dan memungkinkan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. Pada
pasien stroke biasanya dapat menunjukkan apakah terdapat kejang yang
menyerupai dengan gejala stroke dan perubahan karakteristik EEG yang
menyertai stroke yang sering mengalami perubahan (Hello sehat, 2018).
b. Sinar X
Menggambarkan pada perubahan kelenjar lempeng pineal pada daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang terdapat
pada trombosis serebral.
c. Angiografi serebral
Pemeriksaan ini membantu untuk menentukan penyebab stroke secara spesifik
antara lain perdarahan, obstruksi arteri, olkusi/ruptur
d. CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya edema, adanya
hematoma, iskemia dan adanya infark pada stroke. Hasil pemeriksaan tersebut
biasanya terdapat pemadatan di vertikel kiri dan hiperdens lokal.
e. Fungsi Lumbal
Tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli dan TIA (Transient
Ischaemia Attack). Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis berhubungan
dengan proses inflamasi.
f. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetik dengan menentukan
besar atau luas perdarahan yang terjadi pada otak. Hasil dari pemeriksaan ini
digunakan untuk menunjukan adanya daerah yang mengalami infark,
hemoragik, dan malinformasi arteriovena.
g. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/ aliran
darah/ muncul plaque/aterosklerosis).
h. Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung dan menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari masa yang meluas.

2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Seperti Hemoglobin, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Semua itu berguna untuk
mengetahui apakah pasien menderita anemia, sedangkan leukosit untuk
melihat sistem imun pasien. Jika kadar leukosit pada pasien diatas normal,
berarti ada penyakit infeksi yang sedang menyerang.
b. Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu pothromin time, partial
thromboplastin (PTT), Internasional Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat tes ini berguna untuk mengukur seberapa cepat darah
mengumpal. Pada pasien stroke biasanya ditemukan PT/PTT dalam keadaan
normal.
c. Tes Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam urat
dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke biasanya memiliki yang gula
darah yang tinggi. Apablia seseorang memiliki riwayat penyakit diabetes yang
tidak diobati maka hal tersebut dapat menjadi faktor pemicu resiko stroke
(Robinson, 2014).

C. Pengkajian Sistem Neurologi


1. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran
Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen, apatis, sopor,
soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan memiliki tingkat kesadaran letargi dan
composmetis dengan GCS 13-15
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah tinggi
dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
2) Nadi
Biasanya nadi normal
3) Pernafasan
Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada bersihan jalan napas
4) Suhu
Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan stroke
hemoragik
c. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
d. Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris
kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien
kesulitan untuk mengunyah.
e. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang
baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : diameter pupil
2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) :
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
f. Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan
biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus
VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
g. Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus
VII (facialis) : lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan
dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) :
ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah
dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus)
: pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan
namun artikulasi kurang jelas saat bicara
h. Telinga
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika
suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
i. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku kuduk(+)
j. Thorak
1) Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : bunyi normal (sonor)
Auskultasi: suara normal (vesikuler)
1) Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal Auskultasi:suara vesikuler
k. Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan
reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores pasien tidak merasakan
apa-apa.
l. Ekstremitas
1) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal
yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan
perawat. Pada pemeriksaan reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-
apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman
tromer (+).
2) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella biasanya
femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+).
Tabel 2.1

Nilai Kekuatan Otot

Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Black&Hawks, (2014)

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan
otak, vasospasme serebral, edema serebral
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler,
kelemahan anggota gerak
3. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah
4. Gangguan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan menelan
5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak,
perubahan sistem saraf pusat
E. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Kaji status neurologic
perfusi jaringan tindakan keperawatan setiap jam
serebral diharapkan perfusi 2. Kaji tingkat kesadaran
Definisi : rentan jaringan serebral pasien dengan GCS
mengalami penurunan menjadi efektif dengan 3. Kaji pupil, ukuran, respon
sirkulasi jaringan otak kriteria hasil : terhadap cahaya, gerakan
yang dapat menganggu 1. Tanda-tanda vital mata
kesehatan normal 4. Kaji reflek kornea
2. Status sirkulasi lancar 5. Evaluasi keadaan motorik
3. Pasien mengatakan dan sensori pasien
nyaman dan tidak 6. Monitor tanda vital setiap 1
sakit kepala jam
4. Kemampuan 7. Hitung irama denyut nadi,
komunikasi baik auskultasi adanya murmur
8. Pertahankan pasien bedrest,
beri lingkungan tenang,
batasi pengunjung, atur
waktu istirahat dan aktifitas
9. Pertahankan kepala tempat
tidur 30-45° dengan posisi
leher tidak menekuk/fleksi
10. Anjurkan pasien agar tidak
menekuk lutut/fleksi,
batuk, bersin, feses yang
keras atau mengedan
11. Pertahankan suhu normal
12. Pertahankan kepatenan
jalan napas, suction jika
perlu, berikan oksigen
100% sebelum suction dan
suction tidak lebih dari 15
detik
13. Monitor AGD, PaCO2
antara 35- 45mmHg dan
PaO2 >80 mmHg
14. Berikan obat sesuai
program dan monitor efek
samping
a. Antikoagulan:hepari n
b. Antihipertensi
c. Antifibrolitik :Amicar
d. Steroid, dexametason
e. Fenitoin, fenobarbital
Pelunak feses
15. persiapkan pembedahan
jika tepat, evakuasi bekuan,
terapi aneurisma atau
angioplasti serebral.

Hambatan mobilitas Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan motorik


fisik Definisi : tindakan 2. Ajarkan pasien untuk
keterbatasan keperawatan melakukan ROM minimal
dalam gerakan fisik atau diharapkan 4x perhari bila mungkin
satu atau lebih mobilitas fisik tidak 3. Bila pasien di tempat tidur,
ekstremitas terganggu kriteria lakukan tindakan untuk
secara mandiri dan hasil: meluruskan postur tubuh
terarah Batasan 1. Peningkatan aktifitas a. Ubah posisi sendi bahu
karakteristik: fisik tiap 2-4 jam
1. Penurunan 2. Tidak ada kontraktur b. Sanggah tangan dan
kemampuan otot pergelangan pada
melakukan 3. Tidak ada ankilosis kelurusan alamiah
keterampilan motorik pada sendi 4. Observasi daerah yang
halus 4. Tidak terjadi tertekan termasuk warna,
2. Penurunan penyusutan otot edema atau tanda lain
kemampuan 5. Pertahankan gangguan sirkulasi
melakukan integritas kulit 5. Inspeksi kulit terutama
keterampilan motorik pada daerah tertekan, beri
kasar bantalan lunak
Faktor yang berhubungan 6. Lakukan massage pada
: daerah tertekan
1. Gangguan 7. Konsultasikan dengan ahli
neuromuskular fisioterapi
2. Gangguan sensori 8. Kolaborasi stimulasi
elektrik
9. Kolaborasi dalam
penggunaan tempat tidur
anti dekubitus

Sumber : NANDA International (2015) & Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia


(2016).

F. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Implementasi keperawatan terdiri dari
beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

G. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang didasarkan pada
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan
keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah
ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada individu. Evaluasi keperawatan dilakukan
dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen yaitu :
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

SUMBER :

Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika (https://books.google.co.id/books?
id=AKDNoVXFVnEC&pg=PA56&dq=pengertian+stroke&hl=jv&sa=X&ved=2a
hUKEwijnv_bs7PuAhVmIbcAHc4pDA8Q6AEwAXoECAQQAg#v=onepage&q
=pengertian%20stroke&f=false)
Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks, (2014). Medical Surgical Nursing vol 2.
Jakarta: Salemba Medika
Munir, Badrul. 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto
Robinson, J.M., & Saputra, L. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah
(Jilid 1). Jakarta : Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai