Anda di halaman 1dari 45

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS


EDUCATION (RME) TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF
MATEMATIKA SISWA KELAS IV DI SDN PADASUKA 2

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
Statistika Deskriptif yang diampu oleh
Aprilia Eki Saputri, M.Pd.

Oleh:
Aghni Khairunnisa NIM. 1702610
Asri Ananda Afsari A. Rosid NIM. 1700442
Bella Dharma Fitri NIM. 1702057
Ropiah Tul’adawiyah NIM. 1705456
Kelas 7A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


DEPARTEMEN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dalam keteguhan hati dan kerja
keras penulis masih diberi kesempatan untuk mengerjakan dan menyusun
perencanaan proposal penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME)Terhadap Hasil Belajar Ranah Kognitif
Matematika Siswa Kelas IV di SDN Padasuka 2”. Dalam penyusunan proposal ini
tidak mungkin dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan peran serta dari berbagai
pihak. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih
kepada yang terhormat:
1. Ibu Aprilia Eki Saputri, M.Pd., selaku dosen mata kuliah Statistika Deskriptif,
Universitas Pendidikan Indonesia yang telah memberikan arahan dan ilmu
pengetahuannya selama perkuliahan berlangsung, serta tersusunnya proposal
ini semoga ilmu yang didapatkan bermanfaat bagi penulis dan orang lain.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan
memberikan semangat selama penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik saran yang
membangun demi kesempurnaan proposal selanjutnya. Dapat memberikan
manfaat khususnya bagi penulis pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, 23 Desember 2020

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Pembatasan Masalah..........................................................................................3

C. Rumusan Masalah..............................................................................................4

D. Tujuan Penelitian................................................................................................4

E. Manfaat Penelitian..............................................................................................5

BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................6

A. Kajian Teori Variabel Penelitian......................................................................6


1. Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)..............6
2. Sintaks......................................................................................................8
3. Kelebihan dan Kelemahan.....................................................................10
4. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelejaran RME.................11
5. Hasil Belajar...........................................................................................13
6. Penelitian Terdahulu Yang Relevan......................................................15

B. Definisi Operasional.........................................................................................16

C. Kerangka Berpikir Penelitian..........................................................................17

D. Hipotesis............................................................................................................19

BAB III METODOLOGI....................................................................................20

A. Metode dan Model Penelitian.........................................................................20

B. Populasi, Sampel, Subyek, Lokasi dan Rencana Jadwal Penelitian...........22

ii
C. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................24

D. Instrumen Penelitian.........................................................................................25

E. Teknik Analisis Data.................................................................................26

F. Alat Analisis Statistika..............................................................................29

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................38

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ..............................................................19
Gambar 3.1 Nonequivalent Control Group Design...............................................21

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel ................................................................23
Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Nilai rxy ..............................................................27
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Realibilitas ........................................................27
Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda ...................................................................28
Tabel 3.5 Interpretasi Indeks Kesukaran ..............................................................29

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar   dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa itu,
itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa.
Pendidikan yang maju memberikan implikasi terhadap majunya suatu bangsa.
Guru merupakan ujung tombak keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Kemampuan guru dalam mengajar terdiri dari kemampuan merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, melakukan penilaian, dan
merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Efektivitas
pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam merencanakan
pembelajaran.
Perubahan kebijakan tentang kurikulum khususnya di sekolah dasar,
menuntut guru untuk dapat menyesuaikan pembelajaran dengan kebijakan
yang berlaku. Kebijakan tentang Kurikulum 2013 khususnya tentang
penyusunan RPP dan pelaksanaan pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan
Menengah adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57
Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014
tentang Proses Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut, pembelajaran pada jenjang sekolah
dasar harus dilaksanakan secara tematik terpadu, demikian juga dengan
perencanaan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru juga harus RPP
tematik terpadu sesuai dengan ketentuan dalam kebijakan-kebijakan di atas.
Demikian dengan adanya kebijakan yang diikuti tantangan era
globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang

1
memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama
yang efektif. Salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut adalah matematika. Konsep-konsep
matematika merupakan bagian dari aktivitas manusia yang kemudian disadari
dan dikembangkan menjadi suatu pengetahuan yang selanjutnya digunakan
untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Hal tersebut
menunjukan bahwa begitu dekatnya matematika dalam kehidupan sehari-hari.
National Council of Teacher Mathematics (2000) menetapkan bahwa terdapat
5 keterampilan proses yang perlu dimiliki siswa melalui pembelajaran
matematika yang tercakup dalam standar proses, yaitu: (1) pemecahan
masalah (problem solving); (2) Penalaran dan pembuktian (reasoning and
proof); (3) Komunikasi (communication); (4) Koneksi (connection); dan (5)
Representasi (representation). Keterampilan-keterampilan tersebut termasuk
pada berpikir matematika tingkat tinggi (High Order Mathematical Thinking)
yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran matematika.
Pendidikan matematika di sekolah dasar merupakan kemampuan awal
seorang anak dalam memahami konsep matematika yang akan mempengaruhi
pengetahuan pada jenjang berikutnya. Sejalan dengan pendapat Hudojo
(1990) bahwa matematika berhubungan dengan ide-ide/konsep-konsep
abstrak yang tersusun secara hirarkis, untuk mempelajari suatu konsep yang
berdasarkan pada konsep yang lain, seseorang perlu memahami lebih dahulu
konsep prasyarat tersebut, tanpa memahami konsep prasyarat tersebut tidak
mungkin orang itu memahami konsep barunya dengan baik. Berdasarkan
pendapat diatas, maka pembelajaran pada materi matematika harus dikemas
secara menyenangkan dan bermakna. Dalam hal ini menunjukkan tingkat
penguasaan materi yang sangat minim bisa disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya rendahnya perhatian, motivasi belajar, keterampilan siswa dalam
menyelesaikan masalah dan respon siswa pada saat pembelajaran.
Hasil refleksi terhadap temuan tersebut menunjukkan bahwa prestasi
belajar siswa di mata pelajaran matematika yang masih tergolong rendah
umumnya dikarenakan sebagian besar siswa kesulitan menghubungkan materi
matematika dengan konsep-konsep materi matematika sebelumnya dan

2
konsep dalam materi itu sendiri sehingga akan berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Selain itu, rendahnya penguasaan materi peserta didik
disebabkan oleh guru kurang terampil dalam menciptakan pembelajaran yang
kreatif, inovatif, menyenangkan dan bermakna bagi siswa.
Untuk mengatasi hasil belajar peserta didik, model pembelajaran
dengan melihat urgensi, fenomena, dan indikator mengenai koneksi
matematis dibutuhkan model pembelajaran yang dapat menunjang
pelaksanaan pembelajaraan di mana menempatkan peserta didik sebagai
subjek belajar dan membuat pelajaran matematika menjadi lebih bermakna
dan menyenangkan. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan analisis
kebutuhan peserta didik untuk aktif mengalami langsung pembelajaran agar
bermakna dan menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik di atas adalah model pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) menekankan bahwa objek-objek lingkungan
sekitar dapat digunakan sebagai konteks pembelajaran Matematika dalam
membangun keterkaitan Matematika melalui interaksi sosial. Hal ini akan
menjadikan pembelajaran bermakna bagi siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, untuk mengatasi masalah
rendahnya pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran matematika,
maka diterapkan tindakan menggunakan model pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME). Tindakan tersebut selanjutnya akan diteliti
melalui penelitian quasi eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Realistic Mathematics Education Terhadap dan Hasil Belajar
Ranah Kognitif Matematika Siswa Kelas IV di SDN Padasuka 2”.

B. Pembatasan Masalah
Banyak hal yang menyebabkan siswa mengalami masalah dalam belajar
Matematika. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti
memberikan batasan ruang lingkup dari penelitian yang akan dilakukan.
Peneliti hanya melaksanakan penelitian dengan permasalahan pada pengaruh
model RME terhadap hasil belajar ranah kognitif siswa kelas IV pada
matapelajaran Matematika di SD Negeri Padasuka 2. Oleh sebab itu, dalam

3
penelitian ini peneliti hanya ingin mencari tahu bagaimna pengaruh model
RME terhadap hasil belajar ranah kognitif siswa pada mata pelajaran
Matematika.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, diketahui
bahwasanya penting bagi guru untuk mengetahui pengaruh model
pembelajaran terhadap hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar. Adapun
rumusan masalah penelitian ini yaitu “Adakah pengaruh penggunaan model
pembelajaran RME terhadap hasil belajar ranah kognitif matematika siswa di
kelas IV SDN Padasuka 2?” Permasalahan tersebut dirumuskan ke dalam
beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana rancangan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran RME pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDN
Padasuka 02?
2. Bagaimanakah pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
RME pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDN Padasuka 02?
3. Bagaimanakah pengaruh penggunaan model pembelajaran RME terhadap
hasil belajar ranah kognitif matematika siswa di kelas IV SDN Padasuka
2?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil
belajar ranah kognitif matematika siswa di kelas IV SDN Padasuka 2.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini ialah memperoleh informasi
mengenai:
1. Untuk mengetahui rancangan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran RME pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDN
Padasuka 02.
2. Untuk mengetahui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran
RME pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDN Padasuka 02.

4
3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran RME
terhadap hasil belajar ranah kognitif matematika siswa di kelas IV SDN
Padasuka 02.
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang ingin
dicapai, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat sebagai digunakan
sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama pada
bidang pendidikan di sekolah dasar guna meningkatkan kualitas
pembelajaran, khususnya pada kemampuan koneksi matematis siswa
melalui model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
pada siswa kelas IV Sekolah Dasar dan juga sebagai salah satu bahan
rujukan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa kelas IV Sekolah Dasar, diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan dan pengalaman mengenai kemampuan koneksi
matematis yang kemudian dapat secara beriringan meningkatkan
kualitas pemahaman siswa.
b. Bagi pendidik/guru, diharapkan dapat menjadi referensi dalam
merencanakan pelaksanaan pembelajaran matematika dalam upaya
mengetahui pengaruh terhadap hasil belajar siswa melalui model
pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME).
c. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah pengalaman dalam
meneliti dan meningkatkan wawasan yang luas sebagai calon guru di
masa yang akan datang. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan
menjadi pedoman dan acuan penelitian selanjutnya.
d. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujuan
untuk menambah informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori Variabel Penelitian


1. Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
Secara harfiah Realistic Mathematics Education diterjemahkan
sebagai pendidikan matematika realistik yaitu pendekatan belajar
matematika yang dikembangkan atas dasar gagasan Frudenthal. Menurut
Frudenthal (Ariyadi, 2012: 20) matematika merupakan suatu bentuk
aktivitas manusia. Menurut (Tarigan, 2006:4), secara garis besar RME
adalah pendekatan yang orientasinya menuju kepada penalaran siswa
yang bersifat realistik dan ditujukan kepada pengembangan pola pikir
praktis, logis, kritis dan jujur dengan berorientasi pada penalaran
matematika dalam menyelesaikan masalah. Hadi (2005: 19) menjelaskan
bahwa dalam matematika realistik dunia nyata digunakan sebagai titik
awal untuk pengembangan ide dan konsep matematika. Rahayu (2010)
mengemukakan bahwa pendidikan matematika realistik merupakan suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan realitas
dan lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran.
Selain itu, RME menekankan pada keterampilan proses
matematika, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman
sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan akhirnya
menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah baik secara
individu maupun kelompok. Namun, perlu diketahui bahwa dalam RME
tidak hanya berhenti pada penggunaan masalah realistik. Masalah
realistik hanyalah pengantar siswa untuk menuju proses matematisasi.
Matematisasi adalah suatu proses untuk mematematikakan suatu
fenomena. Dalam penerapan RME terdapat dua jenis matematisasi yaitu
matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi

6
horizontal berkaitan dengan proses generalisasi (generalizing) yang
diawali dengan pengidentifikasian konsep matematika berdasarkan
keteraturan (regularities) dan hubungan (relation) yang ditemukan
melalui visualisasi dan skematisasi masalah. Gagasan ini menunjukkan
bahwa RME tidak menempatkan matematika sebagai produk jadi,
melainkan suatu proses yang sering disebut dengan guided reinvention.
Oleh sebab itu, RME menjadi suatu alternatif dalam pembelajaran
matematika dalam penelitian ini.
Pada pelajaran Matematika di sekolah dasar materi tentang pecahan
merupahan salah satu materi yang dianggap sulit bagi siswa. Menurut
Sukayati (2003: 17), beberapa kesulitan yang dialami oleh kebanyakan
siswa kelas IV SD dalam mempelajari belajar matematika tentang konsep
pecahan antara lain: (a) sulit mamahami tentang makna pecahan, (b) sulit
mamahami pecahan senilai dan menyederhanakan pecahan, (c) sulit
untuk membandingkan serta mengurutkan pecahan, (d) sulit melakukan
operasi hitung pecahan, (e) merubah bentuk pecahan ke bentuk lain yang
berbeda, (f) sulit menerapkan konsep pecahan dalam soal cerita.
Kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari konsep pecahan
juga diperparah dengan penggunaan model dan media pembelajaran yang
monoton dan tidak menarik. Siswa cenderung pasif selama pembelajaran.
Siswa hanya menerima konsep-konsep matematika yang telah jadi
melalui menghapal rumus atau konsep. Sehingga siswa cenderung tidak
menunjukkan ketertarikan dan minat untuk belajar. Solusinya dapat
dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang
menyenangkan.
Salah satu karakteristik mendasar dalam RME yang diperkenalkan
oleh Frudenthal adalah guided reinvention sebagai suatu proses yang
dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep
matematika dengan bimbingan guru (Ariyadi Wijaya, 2012: 20). Sejalan
dengan pendapat Frudenthal, Gravemeijer (Tarigan, 2006: 4)
mengemukakan empat tahap dalam proses guided reinvention, yaitu; (a)
tahap situasional, (b) tahap referensial, (c) tahap umum, (d) tahap formal.

7
Perlu adanya perubahan karena dianggap sangat global dan dirumuskan
kembali menjadi lima karakteristik RME untuk merancang pembelajaran
Matematika, yaitu:
a. Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia
nyata. Masalah yang digunakan sebagai titik awal pembelajaran harus
nyata bagi siswa agar mereka dapat langsung terlibat dalam situasi
yang sesuai dengan pengalaman mereka. Sebab pembelajaran yang
langsung diawali dengan matematika formal cenderung menimbulkan
kecemasan matematika (mathematics anxiety).
b. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model. Model harus
sesuai dengan abstraksi yang harus dipelajari siswa. Model dapat
berupa keadaan atau situasi nyata dalam kehidupan siswa. Model
dapat pula berupa alat peraga yang dibuat dari bahan-bahan yang juga
ada di sekitar siswa.
c. Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka
dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru. Siswa
memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi penyelesaian
masalah sehingga diharapkan akan diperoleh berbagai varian dari
pemecahan masalah tersebut.
d. Proses pembelajaran harus interaktif. Interaksi baik antar guru dan
siswa maupun siswa dengan siswa merupakan elemen yang penting
dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat berdiskusi dan bekerja
sama dengan siswa lain, bertanya, dan menanggapi pertanyaan serta
mengevaluasi pekerjaan mereka.
e. Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin
ilmu lain, dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan
sebagai satu kesatuan yang saling terkait dalam menyelesaiakan
masalah (Aisyah, 2007).
2. Sintaks
Berdasarkan prinsip dan karakteristik RME serta memperhatikan
berbagai pendapat tentang proses pembelajaran matematika dengan

8
pendekatan RME di atas, maka disusun langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan RME sebagai berikut:
a. Memahami masalah kontekstual
Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi
pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa
untuk memahami masalah yang diberikan tersebut. Jika terdapat hal-
hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa.
Karakteristik RME yang muncul pada langkah ini adalah
karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual
sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat
yaitu interaksi.
b. Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan
interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang
dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah, selanjutnya
siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri
berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga
dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu
dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi
bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian
masalah-masalah tersebut.
c. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara
berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan pada
diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan siswa untuk berani
mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda
dengan lainya. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang
tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu
menggunakan kontribusi siswa dan karakteristik keempat yaitu
terdapat interaksi antara siswa dengan siswa yang lain.

9
d. Menyimpulkan
Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan
pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur
yang terkait dengan masalah realistic yang diselesaikan.
Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong
kedalam langkah ini adalah adanya interaksi antara siswa dengan
guru (pembimbing).

Model pembelajaran matematika selama ini yang menganggap


bahwa matematika adalah alat yang siap pakai, model pemelajaran RME
cenderung memandang bahwa matematika sebagai suatu proses yang
penting. Dengan melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang
disusun berdasarkan karakteristik dan prinsip RME, siswa didukung
untuk mencipta ulang matematika di bawah bimbingan guru dan bahan
pelajaran. Dan untuk mencipta ulang matematika menjadi bentuk formal
dan abstrak, siswa diarahkan bergerak secara bertahap dari penggunaan
pengetahuan dan strategi penyelesaian informal, intuitif dan konkret
menuju ke yang lebih formal, abstrak, dan baku. Dapat dikatakan bahwa
pembelajaran terpusat pada siswa (Student Centered), Sehingga dapat
dipastikan bahwa kegiatan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran RME akan jauh lebih menyenangkan untuk siswa. Siswa
akan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga
ketertarikkan dan motivasi serta minat mereka tumbuh dan berkembang.
Dan sebagai dampak pengiringnya, kreatifitas dan efektivitas serta hasil
belajar dapat meningkat.
3. Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan penggunaan model pembelajaran Realistic Mathematics
Education yaitu siswa mampu:
1. Membangun sendiri pengetahuannya, mempermudah siswa untuk
mengingat kembali apa yang telah dipelajari.

10
2. Merasakan suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan dan
bermakna dengan menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa
tidak cepat bosan untuk belajar matematika.
3. Merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban siswa
ada nilainya.
4. Bekerja sama dalam kelompok.
5. Melatih keberanian diri siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
6. Melatih diri untuk terbiasa berpikir dan mengemukakan pendapat.
7. Menumbuhkan karakter pendidikan berbudi pekerti, misalnya: saling
kerja sama dan menghormati teman yang sedang berbicara.

Kelemahan penggunaan model pembelajaran Realistic


Mathematics Education yaitu:
1. Kebiasaan siswa yang sulit dihilangkan karena seringnya diberi
informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan menemukan
sendiri jawabannya.
2. Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa yang memiliki
kemampuan yang rendah.
3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti
temannya yang belum selesai.
4. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran
saat itu.
5. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan
dalam evaluasi atau memberi nilai.
4. Teori Belajar yang Mendukung Model Pembelejaran RME
Teori belajar yang berkaitan dengan model pembelajaran RME
masing-masing teori memiliki kekhasan tersendiri dalam mempersoalkan
belajar. Menurut Bruner (dalam Suyono dan Hariyanto, 2014: 28) teori
belajar adalah deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah
menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada
hubungan diantara variabel yang menentukan hasil belajar. Dengan
memahami berbagai teori belajar diharapkan pembelajaran akan lebih
baik dan dapat meningkatkan hasil belajar.

11
a. Teori Belajar Behaviorisme
Teori behaviorisme sangat dipengaruhi oleh kejadian –
kejadian di dalam lingkungannya yang akan memberikan
pengalaman – pengalaman belajar. Seseorang dianggap telah belajar
apabila mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Teori
behaviorisme ini sangat menekankan pada apa yang dapat dilihat
yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam
pikiran manusia. Dengan kata lain lebih menekankan pada laku
objektif, nyata dan dapat diamati.

b. Teori Belajar Konstruktivisme


Teori belajar konstruktivis memaknai belajar sebagai proses
mengonstruksi pengetahuan melalui proses internal seseorang dan
interaksi dengan orang lain. Hasil belajar akan dipengaruhi oleh
kompetensi dan struktur intelektual seseorang. Hasil belajar
dipengaruhi pula oleh tingkat kematangan berpikir, pengetahuan, dan
percaya diri dalam proses belajar.
c. Teori Belajar Kognitivisme
Kelompok teori kognitif beranggapan bahwa belajar adalah
pengorganisasian aspek – aspek kognitif dan presepsi untuk
memperoleh pemahaman. Dalam model ini tingkah seseorang
ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat
dipengaruhi oleh proses berpikir internal yang terjadi selama proses
belajar.
Suyono dan Hariyanto (2014: 73-102) menyatakan teori – teori
belajar berdasarkan pendekatan kognitivisme. Teori – teori belajar yang
berbasis dengan pendekatan ini di antaranya teori kognitif Gestalt, teori
kognitif Jean Piaget, teori belajar Bruner, teori belajar Gagne, teori
bermakna bermakna Ausubel.
a. Teori belajar kognitif Gestalt

12
Pokok pandangan Gesalt adalah objek atau peristiwa tertentu
akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasi.
b. Teori kognitif Jean Piaget
Teori ini beranggapan bahwa perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf.
c. Teori belajar Bruner
Teori belajar Bruner berkeyakinan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh dalam kehidupannya.
d. Teori belajar Gagne
Teori belajar Gagne beranggapan dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi untuk diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar.
e. Teori belajar bermakna Ausubel
Teori ini beranggapan bahwa belajar merupakan suatu proses
di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori


belajar yang mendukung model Realistic Matematics Education adalah
teori belajar kognitivisme antara lain teori piaget, bruner, ausubel. Ketiga
teori ini menekankan pada aktivitas peserta didik dalam
mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Seperti halnya Realistic
Matematics Education, yang membuat setiap siswa ikut aktif dalam
kegiatan pembelajaran untuk dapat memahami materi pelajaran.
5. Hasil Belajar
Berikut ini adalah beberapa pendapat para pakar mengenai hasil
belajar. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil

13
belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi
hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
pengajaran dari puncak proses belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono
(2006) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Dari definisi di atas,
maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah prestasi
belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar
dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku
seseorang.
Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran khusus,
guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu
bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh
mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin
dicapai. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik
pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan
melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena
itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya
memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut.
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan
pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. Sugihartono, dkk. (2007)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai
berikut:
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor
psikologis.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor
eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat.

14
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar di atas,
peneliti menggunakan faktor eksternal berupa penggunaan model
pembelajaran Realistic Mathematics Education yang menuntu
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran Matematika. Tentu
saja suatu hasil belajar memiliki indikator utama capaian siswa dalam
pembelajaran diantaranya:
a. Ketercapaian daya serap terhadap bahan pembelajaran yang akan
diajar saat itu, baik individu/kelompok dan biasanya diukur dengan
menetapkan KKM (Kriteria Ketuntasan belajar Minimal).
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai
oleh siswa baik secara individul/kelompok.

6. Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Penelitian-penelitian yang relevan dan menunjang terhadap
keberhasilan peningkatan pemahaman konsep matematis pada siswa
sekolah dasar kelas IV, yakni yang pertama penelitian yang dilakukan
oleh Ningtias (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Realistic Mathematics Education Terhadap Hasil Belajar Siswa dan Nilai
Karakter Matematika Siswa Kelas V SDN 05 Kota Bengkulu” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terhadap hasil belajar
siswa dan nilai karakter matematika siswa yang telah memperoleh
pembelajaran menggunakan model pembelejaran Realistic Mathematics
Education sehingga siswa dapat mengkontruk pengetahuannya sendiri
dan telibat aktif dalam pembelajaran.
Penelitian selanjutnya yakni penelitian yang dilakukan oleh Nur’aini,
dkk (2016) berjudul “ Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis dan
Kepercayaan Diri Siswa Pada Materi Penyederhanaan Pecahan” dengan
hasil penelitian yang menujukkan bahwa adanya peningkatan
pemahaman matematis siswa yang berdampak pada pengetahuan,
peningkatan kepercayaan diri siswa ditunjukkan dengan kontribusi siswa

15
dalam pembelajaran dan teciptanya pembelajaran yang bermakna. Selain
itu, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki pemahaman yang
baik akan memiliki kepercayaan diri yang baik dan terlaksananya
pembelajaran menggunakan model pembelajaran RME ini memiliki
faktor pendukung yaitu kinerja guru yang optimal dan respon positif dari
siswa yang didukung hasil wawancara yang menyebutkan bahwa siswa
merasa tertarik dan senang terhadap pembelajaran.

16
B. Definisi Operasional
Penelitian tindakan sekolah ini melibatkan dua variabel yaitu variabel
terikat dan variabel bebas yang perlu dijelaskan secara operasional, yaitu:
1. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam
proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan
pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk mengetahui tercapai
tidaknya tujuan pembelajaran khusus, guru perlu mengadakan tes
formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Penilaian
formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan
pembelajaran khusus yang ingin dicapai. Hasil belajar memiliki indikator
utama capaian siswa dalam pembelajaran diantaranya:
a. Ketercapaian daya serap terhadap bahan pembelajaran yang akan
diajar saat itu, baik individu/kelompok dan biasanya diukur dengan
menetapkan KKM (Kriteria Ketuntasan belajar Minimal).
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran telah dicapai
oleh siswa baik secara individul/kelompok.
2. Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education merupakan
suatu pendekatan pembelajaran matematika yang lebih menekankan
realitas dan lingkungan sebagai titik awal dari pembelajaran untuk
menyelesaikan suatu masalah. RME memiliki lima karakteristik untuk
merancang pembelajaran Matematika, yaitu:
a. Pembelajaran harus dimulai dari masalah yang diambil dari dunia
nyata.
b. Dunia abstrak dan nyata harus dijembatani oleh model.
c. Siswa memiliki kebebasan untuk mengekspresikan hasil kerja mereka
dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan guru.
d. Proses pembelajaran harus interaktif.
e. Hubungan diantara bagian-bagian dalam matematika, dengan disiplin
ilmu lain, dan dengan masalah lain dari dunia nyata diperlukan

17
sebagai satu kesatuan yang saling terkait dalam menyelesaiakan
masalah.

Pelaksanaan model pembelajaran Realistic Mathematics Education


(RME) ini diamati keterlaksanaan langkah-langkah spesifiknya yaitu:
a. Memahami masalah kontekstual
b. Menyelesaikan masalah kontekstual
c. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
d. Menyimpulkan

C. Kerangka Berpikir Penelitian


Hasil kajian empirik yang peneliti lakukan terhadap siswa kelas IV
SDN Padasuka 2 pada pembelajaran matematika menunjukkan bahwa Proses
pembelajaran Matematika di lapangan masih didominasi oleh guru. Dengan
kata lain, pembelajaran masih menggunakan model pembelajaran biasa yang
banyak berpusat pada guru yaitu model pembelajaran ekspositori. Model
pembelajaran tersebut merupakan kegiatan pembelajaran mulai dari
penjelasan materi, pemberian contoh dan soal latihan Selain itu dari hasil
observasi, guru masih jarang menggunakan media pembelajaran dan
mengaitkan materi pelajaran Matematika dengan isu-isu dan masalah yang
ada di dalam kehidupan siswa. Hal ini mengakibatkan siswa kurang aktif
dalam pembelajaran dan kesulitan menerima konsep pelajaran. Oleh karena
itu keberhasilan pembelajaran Matematika masih belum maksimal. Hasil
yang rendah tersebut diantaranya didukung oleh temuan bahwa: (1) guru
tidak menggunakan metode dan model yang bervariatif; (2) pembelajaran
monoton dan tidak kontesktual; dan (3) fasilitas penunjang pembelajaran
kurang lengkap.
Hasil refleksi terhadap temuan tersebut menunjukkan bahwa faktor
yang menyebabkan masih rendahnya pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran Matematika diduga disebabkan oleh pembelajaran yang kurang
memberikan ruang kepada siswa untuk memahami masalah secara
kontekstual, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
unttuk berinteraksi sosial. Padahal proses pembelajaran Matematika bukan

18
hanya sekedar pemberian informasi dari guru kepada siswa, melainkan
melalui komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa dan dalam
komunikasi timbal balik itu siswa diberi kesempatan untuk terlibat aktif
dalam belajar baik mental, intelektual, emosional maupun fisik.
Idealnya, pembelajaran dilaksanakan atau dikemas secara menarik dan
menyenangkan. Seperti halnya, menggunakan metode atau model yang
bervariatif disesuaikan dengan kondisi siswa dan materi yang akan diajarkan,
pembelajaran bersifat kontekstual, meningkatkan motivasi belajar siswa
terlebih dahulu agar siswa aktif dalam pembelajaran, dan menjadikan
pembelajaran bermakna bagi siswa dengan menggunakan beberapa media
atau fasilitas yang sekolah sediakan sebaik mungkin sesuai dengan materi
yang akan diajarkan. Salah satu model pembelajaran yang kontekstual dan
mengatikan antara konteks pembelajaran matematika dengan interaksi social
sehingga pembelajaran bermakna adalah model pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME).
Salah satu model pembelajaran Matematika yang dapat diterapkan oleh
guru adalah model pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME).
Model pembelajaran RME menekankan bahwa objek-objek lingkungan
sekitar dapat digunakan sebagai konteks pembelajaran Matematika dalam
membangun keterkaitan Matematika melalui interaksi sosial. Hal ini akan
menjadikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Model RME memiliki
prinsip mengajak siswa mencipta ulang matematika menjadi bentuk formal
dan abstrak, siswa diarahkan bergerak secara bertahap dari penggunaan
pengetahuan dan strategi penyelesaian informal, intuitif dan konkret menuju
ke yang lebih formal, abstrak, dan baku. Dapat dikatakan bahwa
pembelajaran terpusat pada siswa (Student Centered), Sehingga dapat
dipastikan bahwa kegiatan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran RME akan jauh lebih menyenangkan untuk siswa dan
memberikan pengaruh baik pada hasil belajar kognitif siswa.

19
Guru Matematika
Hasil Belajar Ranah
Kogitif Rendah
Pembelajaran
Konvensional Penerapan Model RME

Hasil Belajar Ranah


Kogitif Meningkat

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu masalah, apabila
peneliti telah mendalami permasalahan suatu penelitiannyadengan seksama
serta menetapkan anggapa dasar, lalu membuat sebuah teori sementara, yang
kebenarannya masih perlu diuji (di bawah kebenaran). Peneliti
mengumpulkan data-data yang paling berguna untuk membuktikan
hipotesisnya (Rahmaniar, dkk., 2015).

20
BAB III
METODOLOGI

A. Metode dan Model Penelitian


Ditinjau dari permasalahan yang ada, peneliti menggunakan pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu penelitian yang hasilnya
disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka.
Pendekatan ini dipilih karena penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis
kegiatan penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan
terstruktur sejak awal mulai dari pembuatan desain penelitian, baik itu tentang
tujuan penelitian, subjek penelitian, objek penelitian, sampel data, sumber
data, maupun metodologinya. Variable penelitian terukur dengan berbagai
bentuk skala pengukuran, yaitu skala nominal, ordinal, interval, maupun rasio
(Suharso, 2009).
Dalam pendekatan ini peneliti banyak dituntut menggunakan angka,
mulai dari pengumpulan data, penafsiran data tersebut, serta penampilan hasil
akhir. Oleh karena itu data yang terkumpul harus diolah secara statistik, agar
dapat ditafsir dengan baik. Data yang diolah tersebut diperoleh melalui nilai
hasil pre test dan post test untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
yang digunakan terhadap hasil belajar siswa kelas IV di SDN Padasuka II.
Menurut Nana S. Sukmadinata (2010: 53), penelitian kuantitatif didasari pada
filsafat positivisme yang menekankan fenomena objektif yang dikaji secara
kuantitatif atau dilakukan dengan menggunakan angka, pengolahan statistik,
struktur, dan percobaan terkontrol. Menurut Sugiyono (2010: 73), terdapat
beberapa bentuk desain eksperimen yaitu: pre-exsperimental design, true
experimental design, factorial design, dan quasi experimental design.
Sugiyono (2010: 75) menyatakan bahwa ciri utama dari quasi experimental
design adalah pengembangan dari true experimental design, yang mempunyai
kelompok kontrol namun tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol
variabel—variabel dari luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.
Metode berasal dari methodos dalam bahasa Yunan yang berati cara
atau jalan yang ditempuh, sedangkan menurut KBBI (2020) metode adalah

21
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan guna mencapai
apa yang telah ditentukan. Penenlitian ini dapat mencapai ninak kebenarak
melalui pengalaman empiris yang dapat dibuktikan secara langsung dengan
menggunakan suatu cara dan mendapatkan hasil yang sesuai realita.
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperimental (eksperimen semu)
dengan melibatkan dua kelas yang diberikan perlakuan yang berbeda yaitu
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang dibandingkan dari True
Eksperimental Design karena memiliki kelompok kontrol tetapi tidak
berfungsi penuh mengontrol variable luar yang mempengaruhi pelaksanaan
penelitian (Sugiyono, 2011).
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa quasi
experimental design adalah jenis desain penelitian yang memiliki kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen tidak dipilih secara random. Peneliti
menggunakan desain quasi experimental design karena dalam penelitian ini
terdapat variabel-varibel dari luar yang tidak dapat dikontrol oleh peneliti.
Menurut Sugiyono (2010: 75) quasi experimental design terdapat dua
bentuk yaitu time series design dan nonequivalent control group design.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental design
dan menggunakan model nonequivalent control group design. Sebelum diberi
treatment, baik kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi test yaitu
pretest, dengan maksud untuk mengetahui keadaan kelompok sebelum
treatment.Kelompok eksperimen akan memperoleh perlakuan dengan
menggunakan model Realistic Mathematics Education (RME), sedangkan
kelompok kontrol akan mendapatkan metode konvensional. Dua kelompok
tersebut diberikan pre-test dan post-test. Pre-test diberikan untuk mengetahui
keadaan awal terhadap materi adakah perbedaan antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Hasil pre-test yang baik bila nilai kelompok
eksperimen tidak berbeda. Dengan demikian, rancangan penelitian ini sebagai
berikut:

22
Gambar 3.1 Nonequivalent Control Group Design
Keterangan :
𝐎𝟏 = Kelompok eksperimen sebelum diberi treatment
𝐎𝟐 = Kelompok ekperimen setelah diberi treatment
𝐎𝟑 = Kelompok kontrol sebelum ada treatment
𝐎𝟒 = Kelompok kontrol yang tidak diberi treatment
𝐗 = Treatment (penggunaan alat perminan edukatif filling word)

B. Populasi, Sampel, Subyek, Lokasi dan Rencana Jadwal Penelitian


. .Di lapangan, peneliti berperan sebagai perencana, pengajar, pengamat,
pelaksanan pengumpulan data, penganalisis data, dan pelapor hasil penelitian.
Adapun populasi dan sampel pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Populasi
Menurut pandangan para ahli diantaranya adalah sugiyono (dalam
Ajat Rukajat, 2018, hlm.61) menyatakan bahwa populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut
Hadari Nawawi (dalam Ajat Rukajat, 2018, hlm.61) menyatakan bahwa
populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejalan, nilai
test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu dalam penelitian.
Dalam penelitian ini, populasi yang dijadikan subjek adalah
peserta didik kelas IV SD Negeri Padasuka 2.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010) untuk itu, sampel yang diambil harus benar-benar
representatif atau mewakili keadaan populasi yang sebenarnya. Untuk
memperoleh smpel yang representatif, dalam penelitian ini digunakan
teknik pengambilan sampel Total Sampling. Teknik Total Sampling
merupakan keseluruhan objek penelitian yang dapat dijangkau oleh

23
peneliti atau objek populasi yang merangkap sebagai sampel penelitian.
Pengambilan sampel terjadi apabila populasi penelitian merupakan
populasi yang besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi tersebut.
Teknik pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini yaitu
menggunakan teknik Total Sampling., sebanyak 35 peserta didik kelas
IV yang menjadi sampel representatif di SD Negeri Padasuka 2. Jadi
jumlah populasi dan sampel dalam penelitian ini jika disajikan ke dalam
bentuk tabel yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel

Objek Penelitian Populasi Sampel


Peserta Didik (Laki-laki) 22 orang 22 orang
Peserta Didik 13 orang 13 orang
(Perempuan)
Jumlah 35 orang 35 orang
Dan adapun subyek, lokasi dan jadwal penelitian, sebagai berikut:
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah 32 siswa kelas IV di
SDN Padasuka 2 Kecamatan Cibatu Kota Garut Jawa Barat yang terdiri
dari 10 siswi dan 22 siswa dengan karakteristik bahwa hampir semua
siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan pada di SDN Padasuka 2
Kecamatan Cibatu Kota Garut Jawa Barat dengan karakteristik bahwa
hampir semua siswa mengalami kesulitan dalam pembelajaran.
3. Rencana Jadwal Penelitian
Rencana penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai
dengan Maret 2021 selama kurang lebih tiga bulan. Pada bulan Januari
menyusun RPP, bulan Februari pelaksanaan penelitian tindakan sekolah
siklus I dan siklus II, dan bulan Maret pengambilan data, pengolahan
data dan penyusunan laporan.

24
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel yang diteliti adalah tes
dalam bentuk pretest, posttest, dan observasi. Sumber data adalah seluruh
sampel dimana setiap siswa diminta untuk mejawab soal pada lembar tes:
a. Tes Hasil Belajar
Tes adalah sejumlah pertanyaan yangdisampaikan pada seseorang
atau sejumlah orang untuk mengungkapkan keadaan atau tingkat
perkembangan salah satu atau beberapa aspek psikologis (prestasi, hasil
belajar, minat, bakat, sikap, dan lain-lain). Tes dilakukan pada kelas yaitu
tes awan (Pretest) dan tes akhir (Post-test). Hasil pretest digunakan untuk
mengetahui keadaan awal siswa sedangkan hasil postest untuk melihat
kemampuan akhir siswa dalam pemecahan masalah matematika. Test ini
berbentuk uraian yang masing-masing terdiri dari 5 butir soal.
Dalam penelitian ini kemampuan pemeahan masalah siswa diukur
dengan menggunakan tes uraian. Pretes diberikan kepada siswa sebelum
adanya perlakuan sedangkan posttes setelah adanya perlakuan untuk
siswa.
b. Observasi
Pada penelitian ini observasi dilakukan saat proses pembelajaran
berlangsung. Lembar observasi yang digunakan adalah lembar observasi
nilai penguasaan materi pada siswa yang meliputi nilai perhatian siswa
pada materi, keberanian siswa saat bertanya, kemampuan siswa saat
mengerjakan soal matematika, dan keaktifan siswa. Dalam fase ini,
observer mengamati proses pembelajaran dan mengumpulkan data
mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut,
baik yang terjadi pada siswa maupun situasi di dalam kelas. Observasi
digunakan untuk mengetahui atau melihat penguasaan materi siswa saat
pembelajaran berlangsung.

25
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat ukur yang digunakan
dalam rangka kegiatan mengumpulkan dan mengolah informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik (Wardhani, 2010: 10).
Instrumen dalam penelitian ini berupa lembar tes hasil belajar dan lembar
observasi nilai karakter Matematika.
a. Lembar Tes
Tes yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa berupa soal
tes subjektif yang berbentuk essai (uraian). Tes diberikan sebelum
dilakukan kegiatan pembelajaran (pretest) dan setelah dilakukan kegiatan
pembelajaran (posttest). Lembar tes yang digunakan pada penelitian ini
untuk mengetahui hasil belajar siswa pada ranah kognitif sampai pada
tahap analisis konsep (C4) dengan materi memecahkan masalah yang
berkaitan dengan segi banyak bangun datar.
Tes ini terdiri dari 5 soal essai (uraian). Tes ini berbentuk soal essai
(uraian) karena tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa
mendalami suatu masalah yang diteskan. Lembar tes diberikan kepada
kedua kelas sampel dan waktu pelaksanaan pengambilan data (penelitian)
dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran Matematika di sekolah.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan lembar tes
(Arikunto, 2009: 153) adalah sebagai berikut :
1) Penyusunan soal instrumen
2) Uji coba instrumen
3) Analisis item
b. Lembar Observasi Siswa
Lembar observasi adalah alat penilaian yang digunakan untuk
mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan
yang akan diamati (Sudjana, 2009: 84). Pada penelitian ini lembar
observasi yang digunakan adalah lembar observasi kemampuan berhitung
Matematika meliputi nilai perhatian siswa pada materi, keberanian siswa
saat bertanya, kemampuan siswa saat mengerjakan soal matematika, dan
keaktifan siswa.

26
Lembar observasi yang digunakan telah di validasi oleh ahli yaitu
Dr. Tatang Syaripudin, M. Pd. Observasi dilakukan oleh observer sesuai
dengan petunjuk yang terdapat di dalam deskriptor lembar observasi.

E. Teknik Analisis Data


Sebelum instrumen tes diberikan, terlebih dahulu dilakukan pengujian
terhadap validasi, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrumen
test tersebut diantaranya sebagai berikut:
a. Validasi Instrumen
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu
instrumen. Suatu data yang dihasilkan dari sebuah instrumen yang valid,
maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut valid karena dapat
memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan
kenyataan atau keadaan yang sesungguhnya. Dengan kata lain, jika data
yang dihasilkan oleh instrumen benar dan valid, sesuai dengan
kenyataan, maka instrumen yang digunakan tersebut juga valid. Untuk
menentukan tingkat validitas instrumen yang akan diujicoba, dihitung
koefisien antara skor paa butir soal tersebut dengan skor total. Koefisien
validitas butir soal diperoleh dengan menggunakan rumus korelasi
product-moment memakai raw score (Suherman, 2003:41), yaitu:

Keterangan :

rxy : koefisien korelasi antara X dan Y


n : banyaknya testi
X : skor setiap butir soal masing-masing siswa
Y : skor total masing-masing siswa

Nilai rxy diartikan sebagai nilai koefisien korelasi (Suherman,


2003:112), dengan kriteria sebagai berikut.

27
Tabel 3.2 Interpretasi Validitas Nilai rxy
Nilai Koefisien Korelasi Kategori
0,90 ≤ rxy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi
0,70 ≤ rxy ≤ 0,90 Validitas tinggi
0,40 ≤ rxy ≤ 0,70 Validitas Sedang
0,20 ≤ rxy ≤ 0,40 Validitas Rendah
0,00 ≤ rxy ≤ 0,20 Validitas Sangat Rendah
rxy ≤ 0,00 Tidak Valid

b. Reliabilitas Intstrumen
Suatu alat evaluasi disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut
relatif sama (konsisten atau ajeg) jika digunakan untuk subjek yang
sama (Suherman, 2003:131). Rumus yang digunakan untuk mencari
koefisien reliabilitas soal bentuk uraian adalah dengan rumus Alpha
sebagai berikut (Suherman, 2003:139).

Keterangan :
r11 : koefisien reliabilitas
n : banyak butir soal
Si2 : varians skor tiap butir soal
St2 : varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat
evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibut oleh J.P Guildford
(Suherman, 2003:139) berikut ini.
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Reliabilitas
Nilai Koefisien Reliabilitas Kategori
0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
0,70 ≤ r11 ≤ 0,90 Reliabilitas tinggi
0,40 ≤ r11≤ 0,70 Reliabilitas Sedang
0,20 ≤ r11 ≤ 0,40 Reliabilitas Rendah
r11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah

28
c. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal
tersebut untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi
dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman, 2003:159).
Derajat daya pembeda (DP) suatu butir soal dinyatakan dengan Indeks
Diskriminasi yang benilai dari -1,00 sampai dengan 1,00. Daya
pembeda soal dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Iswanto,
2012:24).
X A− XB
DP=
SMI
Keterangan:
XA : rata-rata skor kelas atas
XB : rata-rata skor kelas bawah
SMI : skor maksimum ideal (bobot)
Kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan daya
pembeda adalah seperti berikut ini (Suherman, 2003:155).
Tabel 3.4 Interpretasi Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda Kategori
0,70 ≤ DP ≤ 1,00 Sangat Tinggi
0,40 ≤ DP ≤ 0,70 Baik
0,20 ≤ DP ≤ 0,40 Cukup
0,0 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek
DP < 0,20 Sangat Jelek

d. Tingkat Kesukaran
Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan
yang disebut indeks kesukaran (IK). Bilangan tersebut adalah
bilangan real pada interval (kontinu) 0,00 sampai dengan 1,00. Soal
dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti butir soal tersebut
terlalu sukar, sebaliknya soal dengan indeks kesukaran 1,00 berarti
soal tersebut terlalu mudah. IK dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus (Iswanto, 2012:26).
x
IK =
SMI

29
Keterangan :
IK : Indeks Kesukaran
x : Rata-rata butir soal
SMI : Skor Maksimum ideal
Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran, digunakan kriteria
sebagai berikut (Suherman, 2003:170).
Tabel 3.5
Interpretasi Indeks Kesukaran
Nilai Indeks Kesukaran Kategori
IK = 0,00 Soal Terlalu Sukar
0,00 ≤ IK ≤ 0,30 Soal Sukar
0,30 ≤ IK ≤ 0,70 Soal Sedang
0,70 ≤ DP ≤ 1,00 Soal Mudah
IK= 1,00 Soal Terlalu Mudah

F. Alat Analisis Statistika


Data yang digunakan adalah data variabel bebas yaitu Model
Pembelajaran RME (X) sedangkan variabel terikat yaitu hasil belajar sisiwa
(Y). Alat analisis statistika yang digunakan sebagai berikut:
1. Deskripsi Data Nominal
Menurut Sudjana (2005) mengemukakan bahwa data yang telah
dikumpulkan, baik berasal dari populasi ataupun sampel, untuk keperluan
laporan dana tau analisis selanjutnya, perlu diatur, disusun, disajikan
dalam bentuk yang jelas dan baik. Garis besarnya ialah: table atau daftar
dan grafik atau diagram.

2. Deskripsi Distribusi Frekuensi


Untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang kelas
yang sama, maka dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Sudjana,
2005):
a. Tentukan rentang (R), ialah data terbesar dikurangi data terkecil.

30
b. Tentukan banyak kelas interval yang diperlukan. Banyak kelas
sering biasa diambil paling sedikit 5 kelas dan paling banyak 15
kelas, pilih menurut keperluan. Cara lain cukup bagus untuk untuk n
berukuran n ≥ 200 misalnya, dapat menggunakan aturan Sturges,
yaitu:
Banyak Kelas (B) – 1 + (3,3) log n
Dengan n menyatakan banyak data dan hasil akhir dijadikan
bilangan bulat.
c. Tentukan panjang kelas interval p. ini, secara ancer-ancer ditentukan
oleh aturan:
Rentang( R)
P=
Banyak Kelas(B)
Harga p sesuai dengan ketelitian satuan data yang digunakan. Jika
data berbentuk satuan, ambil harga p teliti sampai satuan. Untuk data
hingga satu desimal, p ini juga diambil hingga satu desimal, dan
begitu seterusnya.
d. Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini bisa diambil
sama dengan data terkecil atau data yang lebih kecil dari data
terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah
ditentukan. Selanjutnya daftar diselesaikan dengan menggunakan
harga-harga yang telah dihitung.
e. Maka pada penelitian ini, variabel hasil pretest dengan p = 6 dan
memulai dengan nilai yang lebih kecil dari nilai terkecil, diambil 40,
maka kelas pertama berbentuk 40-45, kelas kedua 46-51, dan
seterusnya. Sedangkan pada variabel post test dengan p = 4 dan
memulai dengan nilai yang lebih kecil dari nilai terkecil, diambil 80,
maka kelas pertama berbentuk 80-83, kelas kedua 83-86, dan
seterusnya.
Selanjutnya menyajikan data yang telah disusun dalam
daftarr distribusi frekuensi menjadi diagram seperti diagram batang
namun sisi-sisi batang harus berimpitan dan pada tengah-tengah tiap
sisi atas yang berdekatan dihubungkan dan sisi terakhir dihubungan

31
setengah jarak kelas interbal pada sumbu datar. Bentuk diagram ini
dinamakan polygon frekuensi.
3. Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak
Pada ukuran gejala pusat dan ukuran letak terdapat dua macam.
Golongan pertama: rata-rata atau rata-rata hitung, rata-rata ukur, rata-
rata harmonic, dan modus. Golongan kedua meliputi: median, kuartil,
desil, dan persentil. Dan pada penelitian ini, menggunakan ukuran
gejala pusat dan ukuran letak meliputi: rata-rata hitung, modus, median,
kuartil, desil, dan persentil (Sudjana, 2005).
a) Rata-Rata Hitung (Mean)

∑ fi. ci
Mean ( X́ ) = Xo + P
( ∑ fi )
b) Modus
b1
Modus (Mo) = b + P ( b 1+b 2)
c) Median
1
Median (Me) = b + P 2
n−F
f ( )
d) Kuartil
¿ −F
Ki = b + P 4
( )
f
e) Desil
¿ −F
Di = b + P
( )
10
f
f) Persentil
¿ −F
Pi = b + P
(
100
f )

32
4. Ukuran Penyimpangan atau Dispersi dan Simpangan Baku
Ukuran simpangan dan ukuran dispersi atau dinamakan juga
ukuran variasi, yang menggambarkan bagaimana berpencarnya data
kuantitatif. Beberapa ukuran dispersi yang terkenal adalah: rentang,
rentang antar kuartil, simpangan kuartil atau deviasi kuartil, rata-rata
simpangan atau rata-rata deviasi, simpangan baku atau deviasi standar,
varians dan koefisien variasi (Sudjana, 2005).
a) Rentang
Rentang = data terbesar-data terkecil
b) Rentang Antar Kuartil
RAK = K3 – K1
c) Simpangan Kuartil atau Deviasi Kuartil
1
SK = (K3 – K1)
2
d) Rata-Rata Simpangan atau Rata-Rata Deviasi

RS =
∑ |Xi−x́|
n
e) Simpangan Baku atau Deviasi Standar
2
2 ∑ fi ( Xi− X́ )
S=
n−1
2 2
n ∑ fi . ci −( ∑ fi . ci )
2
S=P 2
( n ( n−1 ) )
f) Bilangan Baku

Zi = x́0 + S0 ( Xi−x́
s )
dengan x́0 = 0 dan S0 = 1
5. Distribusi Normal dan Pengujiannya
Penyelidikan normalitas (penyelidikan untuk mengetahui apakah
data atau populasi berdistribusi normal). Misalnya, dianut berdasarkan
kepada asumsi bahwa populasi yang sedang diselidiki berdistribusi
normal. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, artinya ternyata populasinya
tidak berdistribusi normal, maka kesimpulan berdasarkan teori itu tidak
berlaku. Karenanya, sebelum teori lebih lanjut digunakan dan

33
kesimpulan diambil berdasarkan teori di mana asumsi normalitas
dipakai, terlebih dahulu perlu diselidiki apakah asumsi itu dipenuhi atau
tidak (Sudjana, 2005).
Dari sini kemudian dibentuk daftar distribusi frekuensi
kumulatif kurang dari. Selanjutnya, frekuensi kumulatif relatif ini
digambarkan pada kertas grafik khusus, disebut kertas peluang normal
atau singkatnya kertas peluang (Sudjana, 2005).
6. Test Chi Kuadrat
Chi kuadrat digunakan untuk berbagai keadaan. Diantaranya
untuk menaksir simpangan baku, untuk menguji homogenitas varians
beberapa populasi dan masih ada persoalan lain yang dapat diselesaikan
dengan mengambil manfaat distribusi chi kuadrat (Sudjana, 2005).
Dalam penelitian ini, chi kuadrat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a) Uji Independen Dua Faktor
Akan diselidiki mengenai asosiasi atau hubungan atau
kaitan antar faktor. Dengan kata lain apakah terdapat atau tidak
suatu kaitan diantara faktor-faktor tersebut. Jika ternyata tidak
terdapat kaitan antara faktor-faktor biasa dikatakan bersifat
independen atau bebas, tepatnya bebas statistik. Melalui uji
independen dua faktor juga kita dapat mengetahui ada ata tidak
adanya “pengaruh” mengenai beberapa taraf atau tingkatan suatu
faktor terhadap kejadian fenomena.
1) Asosiasi Antara Dua Faktor dalam Daftar Kontingensi BxK
Dalam daftar di muka tiap sel telah dibagi dua oleh
garis diagonal. Bagian sel kiri atas berisikan banyak data
hasil pengamatan, jadi Oij, sedangkan bagian kanan bawah
berisikan banyak data teoritik atau diharapkan terjadi, yakni
Eij (Sudjana, 2005). Harga Eij dihitung dengan rumus:
misalnya menghitung :
( oi−Ei )
Eij =
n

34
Dan untuk menguji hipotesis bahwa faktor-faktor
tersebut bersifat independen. Menghitungnya yaitu dengan
cara:
k
2 ( oi−Ei )2
X =∑
i Ei
oi 2
X2 = ∑ –n
Ei 2
Sehingga nantinya dapat disimpulkan ada atau tidak
adanya hubungan yang nyata antara faktor tersebut.
2) Koefisien Kontingensi C
Untuk mengetahui derajat hubungan anatara faktor
yang satu dengan faktor yang lainnya, maka digunakan
koefisien kontingensi C dengan cara menghitung sebagai
berikut:

x2
C=
√ x 2 +n
Setelah itu, agar harga C yang diperoleh dapat dipakai
untuk menilai derajat asosiasi antara faktor, maka C ini perlu
dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimum yang
bisa terjadi. Harga C maksimum dihitung dengan cara:
m−1
Cmaks =
√ m
Dengan m = harga minimum antara B dan K (yakni
minimum antara banyak baris dan banyak kolom). “Makin
dekat harga C kepada 𝐶𝑚𝑎𝑘𝑠, maka makin besar derajat
asosiasi antara faktor. Dengan kata lain, faktor yang satu
makin berkaitan dengan faktor lainnya” (Sudjana, 2005).
7. Test Distribusi Normal
Uji distribusi normal atau kenormalan perlu di cek kembali
keberlakuannya agar langkah-langkah selanjutnya dapat
dipertanggung jawabkan. Untuk mengecek kembali, dilakukan dengan
test distribusi normal melalui perhitungan statistika X 2 . Statistika X 2
dihitung dengan rumus (Sudjana, 2005):

35
( oi−Ei )
Eij =
n
Dan untuk menentukan kriteria pengujian digunakan distribusi
chi kuadrat dengan dk= (k-3) dan taraf α.
Dalam penelitian ini, menghasilkan distribusi normal dapat
diterima. Karena 𝑋2 pada variabel X dan Y berada dibawah
𝑋0,99(3)2= 11,3. Dengan α = 0,01 dan dk = 3.
8. Analisis Regresi
Analisis regresi adalah studi yang menyangkut masalah
hubungan yang didapat bentuk persamaan matematik yang
menyatakan hubungan fungsional antara variabel-variabel. Yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metoda kuadrat terkecil untuk
regregrasi linier.
Metoda ini dapat dipakai untuk menentukan dugaan bentuk
regresi apakah linier atau tidak. Didapat persamaan: Y^ =𝑎+𝑏𝑋.
Koefisien-koefisien regresi a dan b untuk regresi linier, ternyata
dapat dihitung dengan rumus:
a = ¿¿
b = n ∑ XiYi−¿¿ ¿
Jika terlebih dulu dihitung koefisien b, maka koefisien a dapat
dihitung dengan 𝑎= Y^ – b X́ , dengan X́ dan Y^ masing-masing rata-rata
untuk variabel-variabel X dan Y.
Rumus-rumus diatas dipakai untuk menentukan koefisien-
koefisien regresi Y atas X. untuk koefesien-koefesien regresi X atas
Y, rumus yang sama digunakan tetapi harus diperhitungkan tempat
untuk simbul-simbul X dan Y.
Jadi, untuk regresi X atas Y yang ditaksir oleh : ^
X = 𝑐 + 𝑑𝑌.
Dengan mrnggunakan data hasil penelitian, maka koefisien-
koefisiennya dihitung dari rumus:
c = ¿¿
d = n ∑ XiYi−¿¿ ¿

36
9. Analisis Korelasi
Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variabel-
variabel dikenal dengan nama analisis korelasi. Ukuran yang dipakai
untuk mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif,
dinamakan koefisien korelasi (Sudjana, 2005).
a. Korelasi dalam Regresi Linear
Berdasarkan data yang dikumpulkan antara variabel X dan
variabel Y, maka koefisien relasi (r) dalam sekumpulan data (Xi,
Yi) berukuran n, dapat dihitung sebagai berikut:
r = n ∑ XY −¿ ¿ ¿
Berdasarkan rumus di atas, maka kita perlu mencari ΣX,
ΣY, ΣXY, Σ X 2 dan ΣY 2.
Dalam Sudjana, 2005 bahwa akan berlaku 0 ≤ r 2 ≤ 1
sehingga untuk koefisien korelasi didapat hubungan -1 ≤ r ≤ +1.
Harga r = -1 menyatakan adanya hubungan linier sempurna tak
langsung antara X dan Y. ini berarti bahwa titik-titik yang
ditentukan oleh (Xi, Yi) seluruhnya terletak pada garis regresi
linier dan harga X yang besar menyebabkan atau berpasangan
dengan Y yang kecil sedangkan harga X yang kecil berpasangan
dengan Y yang besar. Harga r = +1 menyatakan adanya
hubungan linier sempurna langsung antara X dan Y. letak titik-
titik ada pada garis regresi linier yang bersifat bahwa harga X
yang besar berpasangan dengan harga Y yang besar, sedangkan
harga X yang kecil berpasangan dengan Y yang kecil pula.
Harga-harga r lainnya bergerak antara -1 dan +1 dengan
tanda negative menyatakan adanya korelasi tak langsung atau
korelasi negative dan tanda positif adanya korelasi langsung atau
korelasi positif. Khusus untuk r = 0, maka hendaknya ini
ditafsirkan bahwa tidak terdapat hubungan linier antara variabel-
variabel X dan Y (Sudjana, 2005).

37
b. Koefisien Korelasi Data dalam Daftar Distribusi Frekuensi
Jika Cx menyatakan sandi untuk variabel X dan Cy sandi
untuk variabel Y, maka:
r = n ∑ FiCxCy – ¿¿ ¿
Setelah itu, buatlah table harga-harga yang perlu untuk
menghitung koefisien korelasi data dalam daftar. Lalu, pada baris
akhir dan kolom akhir, FiCxCy , dapat dijadikan alat pengecek
apakah perhitungan yang kita lakukan benar atau tidak. Jika
ΣFiCxCy sama besar maka perhitungan dalam daftar itu benar
(Sudjana, 2005).
Hasil r adalah menyatakan derajat hubungan antara
pendapatan X dan pendapatan Y, apabila pola hubungan antara Y
dan X berbentuk linier.

38
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Nyimas. (2007). Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.


Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Ajat Rukajat. (2018). Pendekatan Penelitian Kuantitatif: Quantitative
Research Approach. Yogyakarta: Deepublish.
Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
Revisi 6. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ariyadi, W. (2012). Pendidikan Matematika Realistik, Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Depdikbud. (2019). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Dimyati dan Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
Banjarmasin: Tulip.
Hudoyo, Herman. (1990). Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP.
Iswanto. (2012). Upaya meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Matematika Siswa Melalui Pendekatan Cooperative Learning Tipe
Jigsaw Pada Pokok Bahasan Sifat-Sifat Bangun Ruang Sederhana .
Skripsi pada PGSD FIP, Universitas Pendidikan Indonesia.
KBBI, 2020. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at:
https://kbbi.web.id/metode
Nana Syaodih Sukmadinata. (2010). Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. United
States of America : The National Council of Teachers of Mathematics,
Inc.

39
Ningtias, A. D. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Realistic
Mathematics Education Terhadap Hasil Belajar Siswa dan Nilai
Karakter Matematika Siswa Kelas V SDN 05 Kota Bengkulu. Bengkulu:
PGSD Universitas Bengkulu.
Nur’Aini, E. S., dkk. (2016). Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME) Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis dan
Kepercayaan Diri Siswa Pada Materi Penyederhanaan Pecahan. Jurnal
Pena Ilmiah. Vol. 1 (1), Mei, 691-700.
Rahayu, N. (2010). Jari Sakti Tuntaskan Matematika. Jakarta: Pustaka
Makmur.
Rahmaniar, dkk. (2015). Kemampuan Merumuskan Hipotesis Fisika Pada
Peserta Didik Kelas X MIA SMA Barrang Lompok. Jurnal Pendidikan
Fisika, 3 (3), 232-240
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Rosda Karya.
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Afabeta
Sukayati. (2003). Media Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar (Makalah
Pelatihan Superfisi Pengajaran Untuk SD, Tanggal 19 Juni s.d. 02 Juli
2003). Yogyakarta: PPPG Matematika.
Suharso Puguh, (2009). Metode Penelitian Kuantitatif unuk Bisnis. Jakarta:
PT. Remaja Rosida Karya.
Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung:
JICA UPI
Suyono & Hariyanto. (2014). Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep
Dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tarigan, D. (2006). Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Wardhani, I. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka.

40

Anda mungkin juga menyukai