Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DALAM sistem Pemerintah Indonesia, istilah reformasi birokrasi sering dihubungkan dengan
pelaksanaan good governance. Pemerintahan yang baik itu sendiri berkaitan erat dengan keberadaan
birokrasi yang memiliki ciri-ciri minimal sebagai berikut
Pertama, secara struktural dilambangkan dengan birokrasi yang efektif efisien, memfokuskan pada
pelayanan. Kedua, secara sistemik dilambangkan dengan berlakunya birokrasi yang memiliki standar
kepastian dan kemudahan serta terukur. Ketiga, secara kultur dilambangkan dengan penampilan yang
ramah, dan perilaku manusiawi.
Masalahnya adalah, apakah kultur lokal dapat di sinergikan dengan birokrasi yang baik, pelayanan prima
maupun good governance? Menurud Said, M. Mas’ud, dalam Birokrasi di Negara Birokratis (2007) ada
tiga teori utama yang dapat di gunakan bagi pembenahan birokrasi Indonesia yakni sinergitas antara
budaya lokal dengan reformasi birokrasi dengan melalui revitalisasi budaya lokal.
Pertama, pendekatan behavioris, yaitu pada SDM birokrasi dan kepemimpinannya. Kedua, pendekatan
sosial politik, yaitu cara kerja dan metode yang dikembangkan dengan memperhatikan sosio politik
Ketiga Pendekatan institusional yaitu dengan mengutamakan unsur organisasi dan pemenuhan sarana
prasarana yang baik.
Dimana ciri birokrasi di Pemerintahan Indonesia ditandai oleh adanya ko-eksistensi antara nilai-nilai
budaya intelektual barat (weberian) dan nilai-nilai budaya birokrasi tradisional yang bersumber pada
konfigurasi historis sosiokultural setempat.
Di dalam banyak hal, nilai-nilai budaya tradisioanal tadi dapat berfungsi sebagai modifying system yang
mempengaruhi intensitas sifat nilai-nilai weberian birokrasi. Tugas administrasi diantaranya adalah
berkaitan dengan transplantasi budaya barat yang rasional dan mengeliminasi budaya birokrasi yang
detrimental, mengidenstifikasi unsur-unsur sosio-kultural tradisional yang mempunyai potensi untuk
dijadikan cultural resources untuk menunjang proses transformasi structural.
Peran Birokrasi Pemerintahan dalam Pelayanan Publik yakni berfungsi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik di masyarakat dan aparatur negara. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak penyelenggara
pelayanan publik maupun masyarakat.
Aparatur penyelenggara harus merasa memiliki kewajiban hukum untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat, sedangkan masyarakat merasa apa yang harus dilakukan oleh aparatur negara tersebut
merupakan hak dari masyarakat. Mengenai keinginan undang-undang ini, selanjutnya dapat dilihat atau
tercermin di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, yang di dalam ketentuan pada pasal 4
disebutkan, sebagai berikut:
Pertama, terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
Kedua, terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi yang baik.
Keempat, terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
Berdasarkan hal diatas dapat dikemukakan bahwa pelayanan publik merupakan kewajiban pemerintah
untuk dilaksanakan sebaik-baiknya, baik dalam hal pelayanan administrasi, maupun pelayanan atas
barang jasa. Oleh karena itu sesungguhnya tidak cukup alasan untuk tidak memberikan pelayanan yang
baik kepada masyarakat, sebab hal tersebut adalah kewajiban bagi aparat penyelenggara negara untuk
memberikan pelayanan yang terbaik.
Pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang
dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau
penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda
Pendudukan (KTP), akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Ijin
Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Paspor,
Sertifikat kepemilikan atau penguasaan Tanah dan sebagainya.
Pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang
digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.
Pelayanan jasa yaitu pelayanan yang menghasikan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik,
misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.
Selain itu, bentuk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat menurut Lembaga Administrasi
Negara (1998) dapat dibedakan ke dalam beberapa
jenis pelayanan yaitu:
Pelayanan Pemerintahan, yaitu merupakan pelayanan masyarakat yang erat dalam tugas-tugas umum
pemerintahan seperti pelayanan Kartu Keluarga/KTP, IMB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Imigrasi,
Pertanahan, Pelayanan Kepolisian, Pengadilan, bidang Kelistrikan, Telekomunikasi dan Transportasi
umum dan masal baik Darat Laut dan Udara.
Pelayanan pembangunan, merupakan pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana
dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam aktifitasnya sebagai warga
masyarakat, seperti penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan dan lainnya.
Pelayanan Utilitas merupakan penyediaan utilitas seperti listrik, air, telepon, dan transportasi. Pelayanan
Kebutuhan Pokok, merupakan pelayanan yang menyediaan bahan-bahan kebutuhan pokok masyarakat
dan kebutuhan perumahan seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah.
Pelayanan Kemasyarakatan, merupakan pelayanan yang berhubungan dengan sifat dan kepentingan
yang lebih ditekankan kepada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti pelayanan kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu dan lainnya.
Pertama, mempercepat proses pelaksanaan kerja. Kedua, meningkatkan produktifitas barang dan jasa.
Ketiga, ketepatan ukuran / kualitas produk terjamin dalam gerak pelaku pelayanan dengan fasilitas
ruangan yang cukup. Keempat, menimbulkan rasa kenyamanan. Kelima, menimbulkan perasaan puas
dan mengurangi sifat emosional penyelenggara pemerintahan dan negara.
Untuk menilai kualitas pelayanan publik bukanlah kegiatan yang sangat mudah khususnya pemberian
pelayanan publik yang bersifat jasa maupun administratif, namun terlepas dari persoalan tersebut
masalah mengenai kualitas pelayanan publik pada saat ini telah menjadi tolok ukur suatu negara
dikatakan gagal atau baik. Kualitas pelayanan merupakan perbandingan antara kenyataan atas
pelayanan yang diterima dengan harapan atas pelayanan yang ingin diterima.
Dalam mengevaluasi kualitas pelayanan tidak hanya ditentukan oleh pemerintah saja namun juga
ditentukan oleh masyarakat. Hal ini seperti yang dijelaskan bahwa berbicara mengenai kualitas
pelayanan, ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani saja tapi lebih banyak dilayani,
karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan beradasarkan
harapan-harapan mereka dalam memenuhi kepuasannya. Karena dalam pelayanan publik, kepuasan
masyarakat merupakan faktor penentu kualitas, maka setiap organisasi penyedia layanan publik
diharapkan mampu memberikan kepuasan kepada pelanggannya.
Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari: Pertama,
transparansi, yakni pelayanan bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
Kedua, akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketiga, kondisional, yakni pelayanan yang dapat sesuai dengan kondisi dan
kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektivitas.
Keempat, partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
Kelima kesamaan hak, yakni pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun
khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain.
Keenam, keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan
antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
Dalam praktek pelayanan publik saat ini di Indonesia, kita menginginkan birokrasi publik yang terdiri dari
manusia-manusia yang berkarakter, yang dilandasi sifat-sifat kebajikan, yang akan menghasilkan
kebajikan-kebajikan yang menguntungkan masyarakat dan mencegah tujuan menghalalkan segala cara.
Karakter ini harus ditunjukkan, bukan hanya menghayati nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kebebasan
yang mendasar, tetapi juga nilai kejuangan.
Hal terakhir ini penting karena birokrasi pelayan publik ini adalah pejuang dalam arti menempatkan
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan, rela berkorban, dan bekerja keras tanpa
pamrih. Dengan semangat kejuangan itu seorang birokrat, akan sanggup bertahan dari godaan untuk
tidak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran.
Rujukan
1. Peran Budaya Birokrasi Dalam Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Makalah oleh Tatik Jumiarti 2019.
2. Pelayanan Publik dan Birokrasi Pemerintahan Makalah oleh Amir Syamsuardi 2019.
Editor : Ali