Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN MATA KULIAH FISIOLOGI PASCAPANEN (PP2202)

PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN KIMIA PRODUK BUAH-BUAHAN


SETELAH DIPANEN

Tanggal Praktikum : 10 Februari 2021


Tanggal Pengumpulan : 16 Februari 2021

Disusun oleh:
Mifzaldin Akbar Al Kautsar
11919033
Kelompok 3

Asisten:
Indah Putri Natalia Grace
11918033

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JATINANGOR
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 3
1.2. Tujuan ............................................................................................................. 4
1.3. Hipotesis ......................................................................................................... 4
BAB II TEORI DASAR .............................................................................................. 5
2.1. Morfologi dan Klasifikasi Buah Tomat.......................................................... 5
2.2. Tingkat Kematangan serta Ciri-Ciri Segi Fisik dan Kimia Buah Tomat ....... 5
2.3. Perubahan Fisik dan Kimia yang Terjadi pada Buah Tomat.......................... 6
2.4. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Fisik dan Kimia pada Buah Tomat ....... 7
2.5. Standar Mutu dan Tingkatan Grade pada Buah Tomat .................................. 8
2.6. Refraktometer, Penetrometer, dan Metode Titrasi ......................................... 8
2.7. Total Padatan Terlarut (TPT), Kekerasan Buah, dan Total Asam ................. 9
BAB III METODOLOGI ......................................................................................... 11
3.1. Alat dan Bahan ............................................................................................. 11
3.2. Metode .......................................................................................................... 11
3.3. Rubrik Skala Organoleptik ........................................................................... 16
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN .................................... 18
4.1. Hasil pengamatan ......................................................................................... 18
4.2. Pembahasan .................................................................................................. 19
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 22
5.1. Kesimpulan ................................................................................................... 22
5.2. Saran ............................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 23
LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN ................................................................ 26
LAMPIRAN B PERHITUNGAN ............................................................................ 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tomat merupakan salah satu komoditas sayuran yang ditanam dan dipanen oleh
petani di Indonesia. Tomat merupakan sayuran yang multiguna karena digunakan
untuk berbagai hal, yaitu sayuran yang dikonsumsi, bahan baku industri obat-obatan
dan kosmetik, dan bahan baku pengolahan makanan (Wijayanti & Susila, 2013).
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011), dilaporkan bahwa produksi nasional tomat
pada tahun 2006-2010 terus mengalami peningkatan dengan nilai produksi pada
tahun 2006 sebesar 629,744 ton, pada tahun 2007 sebesar 635,474 ton, padatahun
2008 sebesar 725,973 ton, pada tahun 2009 sebesar 853,061 ton, dan pada tahun 2010
sebesar 891,616 ton.
Tomat adalah komoditas yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan pada
komoditas tomat dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis maupun efek fisisologis
seperti lecet, kering layu dan busuk setelah dipanen sehingga berdampak kepada
umur simpan tomat yang tidak panjang, yaitu berkisar 3-6 hari setelah panen. Tomat
merupakan struktur buah yang akan terus mengalami perubahan fisik dan kimia
setelah dipanen. Setelah proses pemasakan, tomat akan terus mengalami perubahan
fisik dan kimia yang disebabkan jaringan dan sel di dalam buah masih hidup dan
melakukan respirasi, proses respirasi tersebut menyebabkan penurunan mutu dan
umur simpan tomat (Mukhlis, et al., 2018)
Oleh karena itu, berdasarkan praktikum “Perubahan Sifat Fisik dan Kimia
Produk Buah-Buahan Setelah Dipanen” ini diharapkan praktikan dapat mempelajari
karakteristik sensori buah tomat. Diharapkan pula agar praktikan dapat menentukan
kekerasan, total padatan terlarut (TPT), dan total asam pada buah tomat. Hal tersebut
sangat berguna dalam menentukan tingkat kematangan buah tomat secara kualitatif
dan kuantitatif agar dapat diolah melalui teknik pascapanen yang baik dan benar.

3
1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum “Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Produk
Buah-Buahan Setelah Dipanen” adalah sebagai berikut :
1. Menentukan perubahan total asam buah tomat pada tingkat kematangan
berbeda berdasarkan uji titrasi asam.
2. Menentukan perubahan tekstur, rasa, aroma, dan warna buah tomat pada
tingkat kematangan berbeda berdasarkan uji organoleptik
1.3. Hipotesis
Hipotesis dari pelaksanaan praktikum “Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Produk
Buah-Buahan Setelah Dipanen” adalah sebagai berikut :
1. Total asam (%) pada buah tomat mentah adalah yang terkecil apabila
dibandingkan dengan tomat matang dan terlalu matang. Sedangkan % total
asam pada buah tomat terlalu matang adalah yang terbesar. Semakin tinggi
tingkat kematangan maka akan semakin besar pula % total asamnya.
2. Nilai warna (Hijau terkecil dan merah terbesar), tekstur (Keras terkecil dan
lunak terbesar), dan aroma (Netral terkecil dan harum terbesar) pada buah
tomat mentah adalah yang terkecil apabila dibandingkan dengan tomat
matang dan terlalu matang. Sedangkan nilai warna, tekstur, dan aroma pada
buah tomat terlalu matang adalah yang terbesar. Semakin tinggi tingkat
kematangan maka akan semakin besar pula nilai warna, tesktur, dan
aromanya. Hal tersebut tidak berlaku pada nilai rasa (Asam terkecil dan
manis terbesar), dimana nilai rasa akan meningkat dari mentah hingga ke
matang, lalu menurun ketika terlalu matang.

4
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Morfologi dan Klasifikasi Buah Tomat


Tomat masuk ke dalam divisi Spermatophyta, anak divisi Angiospermae, kelas
Dicotyledonae, sub-kelas Metachlamidae, ordo Solanales, famili Solanaceae, genus
Lycopersicon (Lycopersicum), dan species Lycopersicum esculentum Mill. Bentuk
tomat memengaruhi ukuran diameter dan panjang buahnya.Diameter rata-rata buah
tomat adalah sebesar 2,419 cm dan panjangnya sebesar 2,428 cm. Tomat yang muda
memiliki warna bervariasi yaitu, hijau tua, hijau tua di bagian atas dan hijau muda
dibagian bawah serta hijau keputihan. Sedangkan, warna buah tomat yang sudah tua,
yaitu merah cerah dan mengkilap. Berat tomat rata-rata 8,22 g/butir dan 2,33
kg/tanaman. Bentuk buah tomat gunung cukup bervariasi yaitu, terdapat yang bulat
dengan permukaan rata dan halus, bulat lonjong dengan permukaan rata dan halus,
dan bulat pipih dengan permukaan sedikit bergelombang dan halus. Diameter buah
tomat lebih banyak dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman walaupun pertumbuhan
dan perkembangan daun dipengaruhi oleh lingkungan, antara lain intensitas cahaya,
temperatur, dan ketersediaan unsur hara, terutama unsur N dan P (Fitriyati, et al.,
2014).
2.2.Tingkat Kematangan serta Ciri-Ciri Segi Fisik dan Kimia Buah Tomat

Gambar 2.1. Indeks kematangan buah tomat (warna buah)

5
Pematangan buah tomat dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna
kulit buah tomat. Gambar 2.1 menunjukkan warna pertama tomat berwarna hijau
menyeluruh, warna kedua tomat akan berubah menjadi hijau, kuning, merah
muda dan merah hingga 10%, warna ketiga tomat akan berwarna kuning, merah
muda dan merah di atas 10%, namun tidak melebihi 30%, warna keempat tomat
akan berubah menjadi merah muda dengan warna merah diatas 30%, namun tidak
melebihi 90%, warna kelima tomat akan berubah menjadi merah muda kemerahan
dengan warna merah diatas 60%, namun tidak melebihi 90%, warna keenam
tomat akan berubah menjadi merah hingga melebihi 90% (Hidayatulloh & Riyanto,
2018)
Kandungan vitamin C pada buah yang sudah matang lebih tinggi daripada yang
masih mentah. Semakin matang buah, maka akan semakin bertambah kandungan
vitamin C. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka vitamin C, total asam, nilai
warna, dan kesukaan terhadap aroma akan semakin meningkat, namun kandungan
kadar air, total padatan terlarut, tekstur buah dan nilai kekerasan akan semakin
menurun (Risnayanti, et al., 2015).
2.3. Perubahan Fisik dan Kimia yang Terjadi pada Buah Tomat
Kerusakan secara fisik pada tomat segar mulai terlihat setelah hari kedua yang
ditandai dengan struktur kulit atau permukaan perikarp yang mulai mengerut, tekstur
yang mulai lembek, dan warna yang mulai berubah. Terlihat setelah pada hari kedua,
kerusakan fisik pada tomat yang memar atau luka terjadi lebih cepat. Kerusakan
fisik juga ditandai dengan berkurangnya bobot tomat, kadar air yang terkandung di
dalam tomat mengalami penguapan sebagai hasil dari proses respirasinya (Yuniastri,
et al., 2020).
Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka vitamin C, total asam, nilai
warna, dan kesukaan terhadap aroma akan semakin meningkat, namun kandungan
kadar air, total padatan terlarut, tekstur buah dan nilai kekerasan akan semakin
menurun (Risnayanti, et al., 2015). Enzim pada tomat memungkinkan rekasi kimia
dalam tomat berlangsung lebih cepat yang mengakibatkan berbagai macam
perubahan pada kandungan nutrisi tomat itu sendiri (Yuniastri, et al., 2020).

6
2.4. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Fisik dan Kimia pada Buah Tomat
Kerusakan fisik yang terlihat dari buah tomat disebabkan adanya perbedaan
permukaan tomat dan suhu penyimpanan. Perbedaan permukaan tomat diamati dari
ada atau tidaknya memar di jaringan pericarp tomat. Suhu penyimpanan optimal,
yaitu pada suhu ruang dengan kisaran suhu 30oC dan lemari es dengan kisaran suhu
10oC (Yuniastri, et al., 2020).
Kerusakan fisik pada tomat yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat apabila
dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu dingin. Adanya aktivitas
hormon etilen memengaruhi secara signifikan terhadap jaringan perikarp tomat.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi di permukaan tomat akan mempercepat proses
kerusakan pertumbuhan mikroorganisme pada tomat dan mempercepat proses
pelayuan (Yuniastri, et al., 2020).
Saat proses pascapanen, tomat memiliki kandungan gula yang tinggi, aktivitas
air yang rendah, dan pH yang rendah. Kondisi ini cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme terjadi karena tomat kontak dengan
udara. Pada saat penyimpanan, secara terus-menerus terjadi interaksi antara tomat
dengan udara, sehingga akan mempercepat terjadinya proses pembusukan pada tomat.
Proses ini tambah dipercepat dengan kondisi tomat yang telah luka atau tidak ada lagi
lapisan kulit/pericarp yang melindungi bagian dalam dari tomat (Yuniastri, et al.,
2020).
Reaksi oksidasi dalam tomat memicu terjadinya proses pembusukan. Laju
pembusukan akan terus meningkat selama proses pelayuan. Umumnya kerusakan
kimia pada tomat disebabkan adanya aktivitas enzim yang dapat berasal dari tomat itu
sendiri maupun mikroorganisme yang berasal dari luar (Yuniastri, et al., 2020).

7
2.5. Standar Mutu dan Tingkatan Grade pada Buah Tomat

Gambar 2.2. Standar Mutu Tomat Berdasarkan SNI (Sampul Pertanian, 2017).

Menurut SNI, standar mutu yang minimal untuk tomat adalah keseragaman sifat
varietas, bentuk, dan ukuran yang seragam. Buah tomat juga harus memliki kadar
busuk maksimal sebesar 1% atau 1-2 % dan kadar kotoran maksimal sebesar0 %
dengan jumlah kerusakan maksimal pada buahnya sebesar 5 atau 10. Selain itu,
tingkat ketuaan maksimal yang perlu dimiliki oleh buah tomat adalah tua tetapi tidak
terlalu matang dan tidak lunak atau tua tetapi tidak teralu matang dan lunak (Sampul
Pertanian, 2017).
2.6. Refraktometer, Penetrometer, dan Metode Titrasi
Refraktometer bekerja menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui
suatu larutan. Ketika cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya
akan berkurang. Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika
dicelupkan ke dalam air. Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan
jumlah zat terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya. Sumber
cahaya ditransmisikan oleh serat optic ke dalam salah satu sisi prisma dan secara

8
internal akan dipantulkan ke interface prisma dan sampel larutan. Bagian cahaya ini
akan dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut tertentu yang
tergantung dari indeks bias larutannya (Hidayanto, et al., 2012).
Prinsip kerja penetrometer adalah menggunakan tekanan, dimana ketika suatu
bahan ditekan oleh pentrometer hingga bahan tersebut tertekan oleh jarum penekan
(cone), jarum penekan tersebut akan mengalami perubahan jarak tekan. Perubahan
jarak tekan tersebut dipengaruhi oleh tingkat kekerasan benda yang diuji (Suwanto &
Yanuarita, 2012).
Titrasi adalah suatu proses dalam analisis volumetrik, dimana suatu titran
diteteskan melalui buret ke larutan lain yang dapat bereaksi dengannya sehingga zat
yang ditambahkan tepat bereaksi dengan zat yang ditambahi. Prinsip titrasi ini adalah
menentukan jumlah asam pada larutan pada saat ditambahkan basa dalam jumlah
ekuivalen atau sebaliknya. Proses titrasi diakhiri apabila telah mencapai titik
ekuivalen yaitu titik dimana penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan
pH yang cukup besar bagi larutan. Titik titrasi biasanya ditandai oleh perubahan
warna indikator pH (Wardanita, et al., 2013)
2.7. Total Padatan Terlarut (TPT), Kekerasan Buah, dan Total Asam
Total padatan terlarut merupakan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam
larutan. Komponen yang terkandung di dalam buah terdiri atas komponen- komponen
yang larut dalam air, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan protein yang larut dalam
air (Pektin). Kandungan pektin dalam buah memengaruhi total padatan terlarut
dengan membentuk larutan koloidal dalam air selama proses pematangan buah.
Selama proses pematangan buah, pektin yang ada di dalam buah akan terhidrolisis
menjadi komponen-komponen yang larut sehingga pektin kadarnya akan menurun,
sedangkan komponen yang larut dalam air akan meningkat. Total padatan terlarut
akan memengaruhi viskositas dan stabilitas dari sari buah (Farikha, et al., 2013).
Nilai kekerasan buah tomat akan menurun seiring dengan proses pematangan
yang menyebabkan penurunan mutu buah tomat selama penyimpanan. Pelunakan
terjadi karena adanya kerusakan/kemunduran pada struktur sel, komposisi dinding
sel, dan intraseluler pada buah tomat dan merupakan proses biokimia yang

9
melibatkan degradasi protopektin menjadi pektin larut dalam air sehingga daya
kohensi antar dinding sel menjadi menurun (Andriani, et al., 2018).
Peningkatan penambahan sari buah dapat meningkatkan total bakteri asam laktat.
Buah tomat mempunyai dua jenis gula, yaitu glukosa dan fruktosa. Gula tersebut
akan berperan pada bakteri asam laktat untuk menciptakan suasana asam dengan
mengubah nutrisi tersebut sebagai bahan pangan menjadi asam laktat. Ketersediaan
jumlah nutrisi pada tomat akan membuat jumlah sel bakteri meningkat dan
berdampak pada perombakan gula secara maksimal, sehingga total asam pada tomat
akan meningkat dan pH menurun (Savitry, et al., 2018).

10
BAB III
METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan


Pada praktikum kali ini digunakan beberapa alat, yaitu penetrometer sebagai alat
untuk mengukur kekerasan buah, refractometer sebagai alat untuk mengukur total
padatan terlaur (TPT), buret untuk mentitrasi sampel buah, labu erlenmeyer untuk
menampung sampel buah encer yang ingin dititrasi, pipet tetes untuk mengambil
sampel buah yang telah diencerkan, mortar sebagai alat untuk menghancurkan
sampel buah, gelas kimia untuk menampung sampel buah encer yang ingin dititrasi,
batang pengaduk untuk mengaduk sampel buah yang terdapat di gelas kimia, baki
plastik untuk membuang bahan praktikum yang telah selesai digunakan, dan pisau
untuk memotong sampel buah.
Selain itu, digunakan juga beberapa bahan, yaitu buah tomat pada tingkat
kematangan yang berbeda (mentah, matang, dan terlalu matang) dan kain saring
yang digunakan untuk menyaring sampel buah yang telah dihancurkan. Selain itu,
digunakan juga NaOH 1 M dan indikator phenolftalein yang digunakan untuk
pengukuran total asam.
3.2. Metode
A. Pengujian Kualitatif
Penilaian diberikan oleh masing-masing panelis dengan dituliskannya skor
sesuai dengan jenis buah yang diamati pada tabel di bawah.
Tabel 3.1. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat mentah
Skor
Atribut Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa

11
Tabel 3.2. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat matang
Skor
Atribut Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa

Tabel 3.3. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat terlalu matang
Skor
Atribut Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa

Kesimpulan diberikan untuk setiap perubahan produk buah-buahan setelah


dipanen pada periode kematangan yang berbeda dan ditentukan pula nilai indeks
kematangan masing-masing jenis buah-buahan yang diuji.
B. Pengujian Kuantitatif
Pengukuran kekerasan buah dilakukan menggunakan penetrometer/fruit
hardnesstester. Pengukuran pada tiga tempat dilakukan, yaitu pada pangkal buah,
bagian tengah, dan bagian ujung buah, kemudian nilainya dirata-ratakan.
Pengukuran total padatan terlarut (TPT) dilakukan menggunakan refractometer.
Daging buah dihancurkan menggunakan mortar dan diencerkan menggunakan
volume air yang terukut, kemudian disaring menggunakan kertas saring. Filtrat
diteteskan ke bagian sensor penetrometer hingga keluar angka dalam satuan %Brix

12
dan dilakukan secara duplo, kemudian dirata-ratakan. Dapat digunakan persamaan
berikut untuk menghitung %Brix.

Gambar 3.1. Rumus menghitung %Brix

Terakhir, pengukuran total asam dilakukan dengan menghancurkan 10 gram buah,


kemudian disaring dan aquades ditambahkan sampai volume 100 ml. Slurry diambil
dan dimasukkan sebanyak 10 ml ke dalam Erlenmeyer, kemudian tiga tetes indikator
phenolftalein diteteskan. Larutan dititrasi dengan NaOH 0,1 M sampai larutan
berwarna merah jambu dan jumlah NaOH dihitung. Dapat digunakan persamaan
berikut untuk menghitung total asam, dimana N NaOH adalah Normalitas NaOH
yang digunakan dan FP adalah Faktor Pengenceran.

Gambar 3.2. Rumus menghitung total asam

C. Indeks Kematangan Buah Klimaterik

Gambar 3.3. Indeks kematangan buah pisang (warna buah)

13
Gambar 3.4. Indeks kematangan buah mangga (warna buah)

Gambar 3.5. Indeks kematangan buah tomat (warna buah)

14
Gambar 3.6. Indeks kematangan buah alpukat (warna buah)

Gambar 3.7. Indeks kematangan buah belimbing (warna buah)

15
Gambar 3.8. Indeks kematangan buah pepaya (warna buah)

3.3. Rubrik Skala Organoleptik


Karakteristik sensori suatu produk buah-buahan ditentukan berdasarkan skala 1-
5, yaitu warna, tekstur, aroma, dan rasa berdasarkan tabel di bawah.
Tabel 3.4. Skala Karakteristik Sensori Warna Buah Tomat
Skala Karakteristik Warna
1 Hijau 100%
2 Hijau 75% ; Merah 25%
3 Hijau 50% ; Merah 50%
4 Hijau 25% ; Merah 75%
5 Merah 100%

Tabel 3.5. Skala Karakteristik Sensori Tekstur Buah Tomat


Skala Karakteristik Tekstur
1 Keras 100%
2 Keras 75% ; Lunak 25%
3 Keras 50% ; Lunak 50%
4 Keras 25% ; Lunak 75%
5 Lunak 100%

16
Tabel 3.6. Skala Karakteristik Sensori Aroma Buah Tomat
Skala Karakteristik Aroma
1 Netral 100%
2 Netral 75% ; Harum 25%
3 Netral 50% ; Harum 50%
4 Netral 25% ; Harum 75%
5 Harum 100%

Tabel 3.7. Skala Karakteristik Sensori Rasa Buah Tomat


Skala Karakteristik Rasa
1 Asam 100%
2 Asam 75% ; Manis 25%
3 Asam 50% ; Manis 50%
4 Asam 25% ; Manis 75%
5 Manis 100%

17
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan


Tabel 4.1. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat mentah
Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1,33
Tekstur 2 5 2 1 2 3 4 1 1 2,33
Aroma 1 5 2 1 1 3 3 2 3 2,33
Rasa 1 5 2 2 2 1 3 1 1 2

Tabel 4.2. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat matang


Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3,7
Tekstur 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3,11
Aroma 2 3 2 4 4 3 4 4 4 3,3
Rasa 2 3 3 5 3 3 4 4 3 3,3

Tabel 4.3. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat terlalu matang
Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tekstur 5 2 4 5 5 4 4 5 5 4,3
Aroma 4 2 4 4 4 4 4 5 2 3,6
Rasa 3 1 4 4 3 4 4 4 2 3,2

Tabel 4.4. Nilai total asam buah tomat pada tingkat kematangan berbeda
menggunakan titrasi
Tahap Titrasi ke-1 Titrasi ke-2 Rataan Titrasi Total Asam
Pematangan (mL) (mL) (mL) (%)
Mentah 0,5 0,4 0,5 0,88
Matang 0,65 0,4 0,6 1,06
Terlalu Matang 0,7 0,4 0,75 1,32

18
4.2. Pembahasan

6
5
4
Skor

3
2
1
0
Mentah Matang Terlalu matang

Warna Tekstur Aroma Rasa

Gambar 4.1. Skor organoleptik buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill) mentah,
matang, dan terlalu matang.

Pada grafik uji kualitatif, dapat dianalisis bahwa nilai skor organoleptik warna
(Hijau terkecil dan merah terbesar), tekstur (Keras terkecil dan lembek terbesar), dan
aroma (Tidak berbau terkecil dan harum terbesar) buah tomat terus meningkat
mengikuti peningkatan tingkat kematangan tomat. Hanya saja hal tersebut tidak
berlaku pada nilai skor organoleptik rasa buah tomat, dimana skor organoleptik buah
tomat meningkat dari kondisi mentah ke kondisi matang, namun menurun ketika telah
terlalu matang.

1,4
1,2
Total Asam (%)

1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Mentah Matang Terlalu Matang

Gambar 4.2. Nilai total asam buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada
tingkat kematangan berbeda.

19
Pada grafik uji kuantitatif, dapat dianalisis bahwa % nilai total asam buah
tomat terus meningkat mengikuti peningkatan tingkat kematangan tomat dari 0,88%
pada buah tomat mentah, 1,06 % pada buah tomat matang, hingga 1,32 % pada buah
tomat terlalu matang.
Menurut literatur dari Risnayanti et al. (2015) kandungan vitamin C pada
buah yang sudah matang lebih tinggi daripada yang masih mentah. Semakin matang
buah, maka akan semakin bertambah kandungan vitamin C. Semakin tinggi tingkat
kematangan buah maka vitamin C, total asam, nilai warna, dan kesukaan terhadap
aroma akan semakin meningkat, namun kandungan kadar air, total padatan terlarut,
tekstur buah dan nilai kekerasan akan semakin menurun. Selanjutnya dapat dianalisis
bahwa hasil pengamatan uji kuantitatif nilai total asam selaras dengan literatur dari
Risnayanti et al. (2015), dimana total asam akan meningkat mengikuti peningkatan
tingkat kematangan tomat. Selain itu, dapat dianalisis pula bahwa pengamatan uji
kualitatif organoleptik warna, tekstur, dan aroma selaras dengan literature dari
Risnayanti et al. (2015), dimana nilai warna, aroma, dan tekstur akan meningkat
mengkuti peningkatan tingkat kematangan tomat. Tetapi, nilai organoleptik rasa dari
buah tomat tidak selaras dengan literatur dari Risnayanti et al. (2015), dimana skor
organoleptik buah tomat meningkat dari kondisi mentah ke kondisi matang, namun
menurun ketika telah terlalu matang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan
tingkat degradasi glukosa pada buah-buah tomat yang dimiliki praktikan, seperti pada
literature oleh Savitry et al. (2018), sehingga terdapat perbedaan rasa dalam uji
organoleptik rasa.
Kematangan tomat terbagi menjadi tiga, yaitu tomat mentah dengan
seluruhnya berwarna merah yang dapat digunakan sebagai sumber prebiotik untuk
kesehatan gusi dan aman dari fermentable oligosaccharides, disaccharides,
monosaccharides, and polyols (FODMAP), tomat matang berwarna merah yang
memiliki antioksidan tinggi dan serat yang baik sehingga banyak dikonsumsi pada
tingkat kematangannya, dan tomat terlalu matang yang memiliki kandungan gula
paling tinggi dan serat paling rendah. Buah tomat yang banyak dijual di pasar
Indonesia adalah buah tomat dengan grade B berdasarkan SNI yang kurang cocok

20
untuk diekspor karena umumnya buah tomat tersebut harus memiliki grade A untuk
dapat diekspor. Oleh karena itu, sebaiknya buah tomat yang diproduksi di Indonesia
tidak perlu untuk diekspor dan dipakai untuk kebutuhan dalam negeri, namun bisa
juga diekspor apabila dilakukan proses pascapanen yang baik dan benar.
Menurut saya, manfaat dari mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia
produk buah tomat setelah dipanen pada tingkat kematangan berbeda adalah
praktikan dapat menentukan cara menangani produk pascapanen dengan lebih baik
dan benar berdasarkan uji kualitatif organoleptik warna, tekstur, aroma, dan rasa
maupun uji kuantitatif nilai total asam.

21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan berisi jawaban dari tujuan. Ditulis dengan poin-poin, diawali
dengan kalimat. Contoh, “Kesimpulan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut”.
1. Total asam pada buah tomat mentah adalah 0,88 %, pada buah tomat matang
adalah 1,06 %, dan pada buah tomat terlalu matang adalah 1,32 %. Semakin
tinggi tingkat kematangan maka akan semakin besar pula % total asamnya.
2. Nilai warna (Hijau terkecil dan merah terbesar), tekstur (Keras terkecil dan
lunak terbesar), dan aroma (Netral dan harum terbesar) pada buah tomat
mentah adalah yang terkecil apabila dibandingkan dengan tomat matang dan
terlalu matang. Sedangkan nilai warna, tekstur, dan aroma pada buah tomat
terlalu matang adalah yang terbesar. Semakin tinggi tingkat kematangan
maka akan semakin besar pula nilai warna, tesktur, dan aromanya. Hal
tersebut tidak berlaku pada nilai rasa (Asam terkecil dan manis terbesar),
dimana nilai rasa akan meningkat dari mentah hingga ke matang, lalu
menurun ketika terlalu matang.
5.2.Saran
Tidak terdapat saran pada praktikum kali ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, E. S., Nurwantoro, N., & Hintono, A. (2018). Perubahan fisik tomat selama
penyimpanan pada suhu ruang akibat pelapisan dengan agar-agar. Jurnal
Teknologi Pangan, 2(2), 176-183.
[Badan Pusat Statistik]. (2011). Produksi sayuran di indonesia. Diakses pada 09
Februari 2021 dari http://www.bps.go.id.
Farikha, I. N., Anam, C., & Widowati, E. (2013). Pengaruh jenis dan konsentrasi
bahan penstabil alami terhadap karakteristik fisikokimia sari buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) selama penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan, 2(1).
Fitriyati, F., Ellyzarti, E., & Lande, M. L. (2014). Studi variasi morfolgi tanaman
tomat gunung (Lycopersicum esculentum Mill. var. cerasiforme) di bandar
lampung. Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati
(J_BEKH), 2(1), 20-25.
Hidayanto, E., Rofiq, A., & Sugito, H. (2012). Aplikasi portable brix meter untuk
pengukuran indeks bias. [Skripsi]. Semarang : Jurusan Fisika, Universitas
Diponegoro.
Hidayatulloh, A., & Riyanto, I. (2018). Rancang bangun prototipe penyortir buah
tomat berdasarkan kematangan menggunakan image
processing. MAESTRO, 1(1), 60-64.
Mukhlis, M., Harahap, I. S., & Hutasuhut, W. R. (2018). Pengaruh pelililan dan suhu
penyimpanan terhadap sifat fisik-kimia tomat (Lycopersicum esculentum
Mill). Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, 2(1), 6-14.
Risnayanti, R., Sabang, S. M., & Ratman, R. (2015). Analisis perbedaan kadar
vitamin C buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan buah naga putih
(Hylocereus undatus) yang tumbuh di desa kolono kabupaten morowali
provinsi sulawesi tengah. Jurnal Akademika Kimia, 4(2), 91-96.
Sampul Pertanian. (2017). Standar Mutu Tomat Segar. Diakses pada 09 Februari
2021 dari https://www.sampulpertanian.com/2017/10/standar-mutu-tomat-

23
segar.html#:~:text=Definisi%20tomat%20segar%20menurut%20SNI,keadaan%
20utuh%2C%20segar%20dan%20bersih.&text=2.%20Tomat%20ukuran%20se
dang%20%3A%20Tomat,dari%20100%20gram%20per%20buah.
Savitry, N. I., Nurwantoro, N., & Setiani, B. E. (2018). Total bakteri asam laktat, total
asam, nilai pH, viskositas, dan sifat organoleptik yoghurt dengan penambahan
jus buah tomat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6(4).
Suwanto, P. E., & Yanuarita, D. H. (2012). Studi dan perancangan penetrometer
digital sebagai alat uji konsistensi bahan berbasis mikrokontroler. Surabaya
: Institut Teknologi Sepuluh November.
Wardanita, W., Jura, M. R., & Tangkas, I. M. (2013). Penetapan kadar rhodamin B
dan natrium benzoat pada saus tomat yang beredar di wilayah pasar inpres kota
palu. Jurnal Akademika Kimia, 2(4), 209-214.
Wijayanti, E., & Susila, A. D. (2013). Pertumbuhan dan produksi dua varietas tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) secara hidroponik dengan beberapa komposisi
media tanam. Buletin Agrohorti, 1(1), 104-112.
Yuniastri, R., Ismawati, I., Atkhiyah, V. M., & Al Faqih, K. (2020). Karakteristik
kerusakan fisik dan kimia buah tomat. Journal of Food Technology and
Agroindustry, 2(1), 1-8.

24
LAMPIRAN

25
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN

. Tabel 4.1. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat mentah


Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1,33
Tekstur 2 5 2 1 2 3 4 1 1 2,33
Aroma 1 5 2 1 1 3 3 2 3 2,33
Rasa 1 5 2 2 2 1 3 1 1 2

Tabel 4.2. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat matang


Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3,7
Tekstur 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3,11
Aroma 2 3 2 4 4 3 4 4 4 3,3
Rasa 2 3 3 5 3 3 4 4 3 3,3

Tabel 4.3. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat terlalu matang
Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tekstur 5 2 4 5 5 4 4 5 5 4,3
Aroma 4 2 4 4 4 4 4 5 2 3,6
Rasa 3 1 4 4 3 4 4 4 3,2

Tabel 4.4. Perhitungan Total Asam


Tahap Titrasi ke-1 Titrasi ke-2 Rataan Titrasi Total Asam
Pematangan (mL) (mL) (mL) (%)
Mentah 0,5 0,4 0,5 0,88
Matang 0,65 0,4 0,6 1,06
Terlalu Matang 0,7 0,4 0,75 1,32

26
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

𝑚𝐿 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑀𝑟 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑠𝑘𝑜𝑟𝑏𝑎𝑡 𝑥 𝑓𝑝


% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 = 𝑥 100% (1)
𝑚𝑔 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖

Keterangan :
N NaOH = Normalitas NaOH yang digunakan
Fp = Faktor pengenceran

Diketahui :
Fp = 10
Buah yang digunakan = 10 gram
Mr Asam Askorbat = 176 gram/mol
N NaOH = 0.1 N
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,5 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 176 𝑥 10
𝑚𝑜𝑙
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑇𝑜𝑚𝑎𝑡 𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100% = 0,88% (2)
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,6 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 176 𝑥 10
𝑚𝑜𝑙
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑇𝑜𝑚𝑎𝑡 𝑀𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100% = 1,06% (3)
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 176 𝑥 10
𝑚𝑜𝑙
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑇𝑜𝑚𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑀𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100%

= 1,32% (4)

27

Anda mungkin juga menyukai