Disusun oleh:
Mifzaldin Akbar Al Kautsar
11919033
Kelompok 3
Asisten:
Indah Putri Natalia Grace
11918033
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktikum “Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Produk
Buah-Buahan Setelah Dipanen” adalah sebagai berikut :
1. Menentukan perubahan total asam buah tomat pada tingkat kematangan
berbeda berdasarkan uji titrasi asam.
2. Menentukan perubahan tekstur, rasa, aroma, dan warna buah tomat pada
tingkat kematangan berbeda berdasarkan uji organoleptik
1.3. Hipotesis
Hipotesis dari pelaksanaan praktikum “Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Produk
Buah-Buahan Setelah Dipanen” adalah sebagai berikut :
1. Total asam (%) pada buah tomat mentah adalah yang terkecil apabila
dibandingkan dengan tomat matang dan terlalu matang. Sedangkan % total
asam pada buah tomat terlalu matang adalah yang terbesar. Semakin tinggi
tingkat kematangan maka akan semakin besar pula % total asamnya.
2. Nilai warna (Hijau terkecil dan merah terbesar), tekstur (Keras terkecil dan
lunak terbesar), dan aroma (Netral terkecil dan harum terbesar) pada buah
tomat mentah adalah yang terkecil apabila dibandingkan dengan tomat
matang dan terlalu matang. Sedangkan nilai warna, tekstur, dan aroma pada
buah tomat terlalu matang adalah yang terbesar. Semakin tinggi tingkat
kematangan maka akan semakin besar pula nilai warna, tesktur, dan
aromanya. Hal tersebut tidak berlaku pada nilai rasa (Asam terkecil dan
manis terbesar), dimana nilai rasa akan meningkat dari mentah hingga ke
matang, lalu menurun ketika terlalu matang.
4
BAB II
TEORI DASAR
5
Pematangan buah tomat dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna
kulit buah tomat. Gambar 2.1 menunjukkan warna pertama tomat berwarna hijau
menyeluruh, warna kedua tomat akan berubah menjadi hijau, kuning, merah
muda dan merah hingga 10%, warna ketiga tomat akan berwarna kuning, merah
muda dan merah di atas 10%, namun tidak melebihi 30%, warna keempat tomat
akan berubah menjadi merah muda dengan warna merah diatas 30%, namun tidak
melebihi 90%, warna kelima tomat akan berubah menjadi merah muda kemerahan
dengan warna merah diatas 60%, namun tidak melebihi 90%, warna keenam
tomat akan berubah menjadi merah hingga melebihi 90% (Hidayatulloh & Riyanto,
2018)
Kandungan vitamin C pada buah yang sudah matang lebih tinggi daripada yang
masih mentah. Semakin matang buah, maka akan semakin bertambah kandungan
vitamin C. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka vitamin C, total asam, nilai
warna, dan kesukaan terhadap aroma akan semakin meningkat, namun kandungan
kadar air, total padatan terlarut, tekstur buah dan nilai kekerasan akan semakin
menurun (Risnayanti, et al., 2015).
2.3. Perubahan Fisik dan Kimia yang Terjadi pada Buah Tomat
Kerusakan secara fisik pada tomat segar mulai terlihat setelah hari kedua yang
ditandai dengan struktur kulit atau permukaan perikarp yang mulai mengerut, tekstur
yang mulai lembek, dan warna yang mulai berubah. Terlihat setelah pada hari kedua,
kerusakan fisik pada tomat yang memar atau luka terjadi lebih cepat. Kerusakan
fisik juga ditandai dengan berkurangnya bobot tomat, kadar air yang terkandung di
dalam tomat mengalami penguapan sebagai hasil dari proses respirasinya (Yuniastri,
et al., 2020).
Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka vitamin C, total asam, nilai
warna, dan kesukaan terhadap aroma akan semakin meningkat, namun kandungan
kadar air, total padatan terlarut, tekstur buah dan nilai kekerasan akan semakin
menurun (Risnayanti, et al., 2015). Enzim pada tomat memungkinkan rekasi kimia
dalam tomat berlangsung lebih cepat yang mengakibatkan berbagai macam
perubahan pada kandungan nutrisi tomat itu sendiri (Yuniastri, et al., 2020).
6
2.4. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Fisik dan Kimia pada Buah Tomat
Kerusakan fisik yang terlihat dari buah tomat disebabkan adanya perbedaan
permukaan tomat dan suhu penyimpanan. Perbedaan permukaan tomat diamati dari
ada atau tidaknya memar di jaringan pericarp tomat. Suhu penyimpanan optimal,
yaitu pada suhu ruang dengan kisaran suhu 30oC dan lemari es dengan kisaran suhu
10oC (Yuniastri, et al., 2020).
Kerusakan fisik pada tomat yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat apabila
dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu dingin. Adanya aktivitas
hormon etilen memengaruhi secara signifikan terhadap jaringan perikarp tomat.
Kerusakan-kerusakan yang terjadi di permukaan tomat akan mempercepat proses
kerusakan pertumbuhan mikroorganisme pada tomat dan mempercepat proses
pelayuan (Yuniastri, et al., 2020).
Saat proses pascapanen, tomat memiliki kandungan gula yang tinggi, aktivitas
air yang rendah, dan pH yang rendah. Kondisi ini cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme terjadi karena tomat kontak dengan
udara. Pada saat penyimpanan, secara terus-menerus terjadi interaksi antara tomat
dengan udara, sehingga akan mempercepat terjadinya proses pembusukan pada tomat.
Proses ini tambah dipercepat dengan kondisi tomat yang telah luka atau tidak ada lagi
lapisan kulit/pericarp yang melindungi bagian dalam dari tomat (Yuniastri, et al.,
2020).
Reaksi oksidasi dalam tomat memicu terjadinya proses pembusukan. Laju
pembusukan akan terus meningkat selama proses pelayuan. Umumnya kerusakan
kimia pada tomat disebabkan adanya aktivitas enzim yang dapat berasal dari tomat itu
sendiri maupun mikroorganisme yang berasal dari luar (Yuniastri, et al., 2020).
7
2.5. Standar Mutu dan Tingkatan Grade pada Buah Tomat
Gambar 2.2. Standar Mutu Tomat Berdasarkan SNI (Sampul Pertanian, 2017).
Menurut SNI, standar mutu yang minimal untuk tomat adalah keseragaman sifat
varietas, bentuk, dan ukuran yang seragam. Buah tomat juga harus memliki kadar
busuk maksimal sebesar 1% atau 1-2 % dan kadar kotoran maksimal sebesar0 %
dengan jumlah kerusakan maksimal pada buahnya sebesar 5 atau 10. Selain itu,
tingkat ketuaan maksimal yang perlu dimiliki oleh buah tomat adalah tua tetapi tidak
terlalu matang dan tidak lunak atau tua tetapi tidak teralu matang dan lunak (Sampul
Pertanian, 2017).
2.6. Refraktometer, Penetrometer, dan Metode Titrasi
Refraktometer bekerja menggunakan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui
suatu larutan. Ketika cahaya datang dari udara ke dalam larutan maka kecepatannya
akan berkurang. Fenomena ini terlihat pada batang yang terlihat bengkok ketika
dicelupkan ke dalam air. Refraktometer memakai prinsip ini untuk menentukan
jumlah zat terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya ke dalamnya. Sumber
cahaya ditransmisikan oleh serat optic ke dalam salah satu sisi prisma dan secara
8
internal akan dipantulkan ke interface prisma dan sampel larutan. Bagian cahaya ini
akan dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan pada sudut tertentu yang
tergantung dari indeks bias larutannya (Hidayanto, et al., 2012).
Prinsip kerja penetrometer adalah menggunakan tekanan, dimana ketika suatu
bahan ditekan oleh pentrometer hingga bahan tersebut tertekan oleh jarum penekan
(cone), jarum penekan tersebut akan mengalami perubahan jarak tekan. Perubahan
jarak tekan tersebut dipengaruhi oleh tingkat kekerasan benda yang diuji (Suwanto &
Yanuarita, 2012).
Titrasi adalah suatu proses dalam analisis volumetrik, dimana suatu titran
diteteskan melalui buret ke larutan lain yang dapat bereaksi dengannya sehingga zat
yang ditambahkan tepat bereaksi dengan zat yang ditambahi. Prinsip titrasi ini adalah
menentukan jumlah asam pada larutan pada saat ditambahkan basa dalam jumlah
ekuivalen atau sebaliknya. Proses titrasi diakhiri apabila telah mencapai titik
ekuivalen yaitu titik dimana penambahan sedikit titran akan menyebabkan perubahan
pH yang cukup besar bagi larutan. Titik titrasi biasanya ditandai oleh perubahan
warna indikator pH (Wardanita, et al., 2013)
2.7. Total Padatan Terlarut (TPT), Kekerasan Buah, dan Total Asam
Total padatan terlarut merupakan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam
larutan. Komponen yang terkandung di dalam buah terdiri atas komponen- komponen
yang larut dalam air, seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, dan protein yang larut dalam
air (Pektin). Kandungan pektin dalam buah memengaruhi total padatan terlarut
dengan membentuk larutan koloidal dalam air selama proses pematangan buah.
Selama proses pematangan buah, pektin yang ada di dalam buah akan terhidrolisis
menjadi komponen-komponen yang larut sehingga pektin kadarnya akan menurun,
sedangkan komponen yang larut dalam air akan meningkat. Total padatan terlarut
akan memengaruhi viskositas dan stabilitas dari sari buah (Farikha, et al., 2013).
Nilai kekerasan buah tomat akan menurun seiring dengan proses pematangan
yang menyebabkan penurunan mutu buah tomat selama penyimpanan. Pelunakan
terjadi karena adanya kerusakan/kemunduran pada struktur sel, komposisi dinding
sel, dan intraseluler pada buah tomat dan merupakan proses biokimia yang
9
melibatkan degradasi protopektin menjadi pektin larut dalam air sehingga daya
kohensi antar dinding sel menjadi menurun (Andriani, et al., 2018).
Peningkatan penambahan sari buah dapat meningkatkan total bakteri asam laktat.
Buah tomat mempunyai dua jenis gula, yaitu glukosa dan fruktosa. Gula tersebut
akan berperan pada bakteri asam laktat untuk menciptakan suasana asam dengan
mengubah nutrisi tersebut sebagai bahan pangan menjadi asam laktat. Ketersediaan
jumlah nutrisi pada tomat akan membuat jumlah sel bakteri meningkat dan
berdampak pada perombakan gula secara maksimal, sehingga total asam pada tomat
akan meningkat dan pH menurun (Savitry, et al., 2018).
10
BAB III
METODOLOGI
11
Tabel 3.2. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat matang
Skor
Atribut Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
Tabel 3.3. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat terlalu matang
Skor
Atribut Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Panelis Rataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Warna
Tekstur
Aroma
Rasa
12
dan dilakukan secara duplo, kemudian dirata-ratakan. Dapat digunakan persamaan
berikut untuk menghitung %Brix.
13
Gambar 3.4. Indeks kematangan buah mangga (warna buah)
14
Gambar 3.6. Indeks kematangan buah alpukat (warna buah)
15
Gambar 3.8. Indeks kematangan buah pepaya (warna buah)
16
Tabel 3.6. Skala Karakteristik Sensori Aroma Buah Tomat
Skala Karakteristik Aroma
1 Netral 100%
2 Netral 75% ; Harum 25%
3 Netral 50% ; Harum 50%
4 Netral 25% ; Harum 75%
5 Harum 100%
17
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.3. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat terlalu matang
Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tekstur 5 2 4 5 5 4 4 5 5 4,3
Aroma 4 2 4 4 4 4 4 5 2 3,6
Rasa 3 1 4 4 3 4 4 4 2 3,2
Tabel 4.4. Nilai total asam buah tomat pada tingkat kematangan berbeda
menggunakan titrasi
Tahap Titrasi ke-1 Titrasi ke-2 Rataan Titrasi Total Asam
Pematangan (mL) (mL) (mL) (%)
Mentah 0,5 0,4 0,5 0,88
Matang 0,65 0,4 0,6 1,06
Terlalu Matang 0,7 0,4 0,75 1,32
18
4.2. Pembahasan
6
5
4
Skor
3
2
1
0
Mentah Matang Terlalu matang
Gambar 4.1. Skor organoleptik buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill) mentah,
matang, dan terlalu matang.
Pada grafik uji kualitatif, dapat dianalisis bahwa nilai skor organoleptik warna
(Hijau terkecil dan merah terbesar), tekstur (Keras terkecil dan lembek terbesar), dan
aroma (Tidak berbau terkecil dan harum terbesar) buah tomat terus meningkat
mengikuti peningkatan tingkat kematangan tomat. Hanya saja hal tersebut tidak
berlaku pada nilai skor organoleptik rasa buah tomat, dimana skor organoleptik buah
tomat meningkat dari kondisi mentah ke kondisi matang, namun menurun ketika telah
terlalu matang.
1,4
1,2
Total Asam (%)
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
Mentah Matang Terlalu Matang
Gambar 4.2. Nilai total asam buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada
tingkat kematangan berbeda.
19
Pada grafik uji kuantitatif, dapat dianalisis bahwa % nilai total asam buah
tomat terus meningkat mengikuti peningkatan tingkat kematangan tomat dari 0,88%
pada buah tomat mentah, 1,06 % pada buah tomat matang, hingga 1,32 % pada buah
tomat terlalu matang.
Menurut literatur dari Risnayanti et al. (2015) kandungan vitamin C pada
buah yang sudah matang lebih tinggi daripada yang masih mentah. Semakin matang
buah, maka akan semakin bertambah kandungan vitamin C. Semakin tinggi tingkat
kematangan buah maka vitamin C, total asam, nilai warna, dan kesukaan terhadap
aroma akan semakin meningkat, namun kandungan kadar air, total padatan terlarut,
tekstur buah dan nilai kekerasan akan semakin menurun. Selanjutnya dapat dianalisis
bahwa hasil pengamatan uji kuantitatif nilai total asam selaras dengan literatur dari
Risnayanti et al. (2015), dimana total asam akan meningkat mengikuti peningkatan
tingkat kematangan tomat. Selain itu, dapat dianalisis pula bahwa pengamatan uji
kualitatif organoleptik warna, tekstur, dan aroma selaras dengan literature dari
Risnayanti et al. (2015), dimana nilai warna, aroma, dan tekstur akan meningkat
mengkuti peningkatan tingkat kematangan tomat. Tetapi, nilai organoleptik rasa dari
buah tomat tidak selaras dengan literatur dari Risnayanti et al. (2015), dimana skor
organoleptik buah tomat meningkat dari kondisi mentah ke kondisi matang, namun
menurun ketika telah terlalu matang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan
tingkat degradasi glukosa pada buah-buah tomat yang dimiliki praktikan, seperti pada
literature oleh Savitry et al. (2018), sehingga terdapat perbedaan rasa dalam uji
organoleptik rasa.
Kematangan tomat terbagi menjadi tiga, yaitu tomat mentah dengan
seluruhnya berwarna merah yang dapat digunakan sebagai sumber prebiotik untuk
kesehatan gusi dan aman dari fermentable oligosaccharides, disaccharides,
monosaccharides, and polyols (FODMAP), tomat matang berwarna merah yang
memiliki antioksidan tinggi dan serat yang baik sehingga banyak dikonsumsi pada
tingkat kematangannya, dan tomat terlalu matang yang memiliki kandungan gula
paling tinggi dan serat paling rendah. Buah tomat yang banyak dijual di pasar
Indonesia adalah buah tomat dengan grade B berdasarkan SNI yang kurang cocok
20
untuk diekspor karena umumnya buah tomat tersebut harus memiliki grade A untuk
dapat diekspor. Oleh karena itu, sebaiknya buah tomat yang diproduksi di Indonesia
tidak perlu untuk diekspor dan dipakai untuk kebutuhan dalam negeri, namun bisa
juga diekspor apabila dilakukan proses pascapanen yang baik dan benar.
Menurut saya, manfaat dari mengetahui perubahan sifat fisik dan kimia
produk buah tomat setelah dipanen pada tingkat kematangan berbeda adalah
praktikan dapat menentukan cara menangani produk pascapanen dengan lebih baik
dan benar berdasarkan uji kualitatif organoleptik warna, tekstur, aroma, dan rasa
maupun uji kuantitatif nilai total asam.
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan berisi jawaban dari tujuan. Ditulis dengan poin-poin, diawali
dengan kalimat. Contoh, “Kesimpulan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut”.
1. Total asam pada buah tomat mentah adalah 0,88 %, pada buah tomat matang
adalah 1,06 %, dan pada buah tomat terlalu matang adalah 1,32 %. Semakin
tinggi tingkat kematangan maka akan semakin besar pula % total asamnya.
2. Nilai warna (Hijau terkecil dan merah terbesar), tekstur (Keras terkecil dan
lunak terbesar), dan aroma (Netral dan harum terbesar) pada buah tomat
mentah adalah yang terkecil apabila dibandingkan dengan tomat matang dan
terlalu matang. Sedangkan nilai warna, tekstur, dan aroma pada buah tomat
terlalu matang adalah yang terbesar. Semakin tinggi tingkat kematangan
maka akan semakin besar pula nilai warna, tesktur, dan aromanya. Hal
tersebut tidak berlaku pada nilai rasa (Asam terkecil dan manis terbesar),
dimana nilai rasa akan meningkat dari mentah hingga ke matang, lalu
menurun ketika terlalu matang.
5.2.Saran
Tidak terdapat saran pada praktikum kali ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, E. S., Nurwantoro, N., & Hintono, A. (2018). Perubahan fisik tomat selama
penyimpanan pada suhu ruang akibat pelapisan dengan agar-agar. Jurnal
Teknologi Pangan, 2(2), 176-183.
[Badan Pusat Statistik]. (2011). Produksi sayuran di indonesia. Diakses pada 09
Februari 2021 dari http://www.bps.go.id.
Farikha, I. N., Anam, C., & Widowati, E. (2013). Pengaruh jenis dan konsentrasi
bahan penstabil alami terhadap karakteristik fisikokimia sari buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus) selama penyimpanan. Jurnal Teknosains Pangan, 2(1).
Fitriyati, F., Ellyzarti, E., & Lande, M. L. (2014). Studi variasi morfolgi tanaman
tomat gunung (Lycopersicum esculentum Mill. var. cerasiforme) di bandar
lampung. Jurnal Ilmiah Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati
(J_BEKH), 2(1), 20-25.
Hidayanto, E., Rofiq, A., & Sugito, H. (2012). Aplikasi portable brix meter untuk
pengukuran indeks bias. [Skripsi]. Semarang : Jurusan Fisika, Universitas
Diponegoro.
Hidayatulloh, A., & Riyanto, I. (2018). Rancang bangun prototipe penyortir buah
tomat berdasarkan kematangan menggunakan image
processing. MAESTRO, 1(1), 60-64.
Mukhlis, M., Harahap, I. S., & Hutasuhut, W. R. (2018). Pengaruh pelililan dan suhu
penyimpanan terhadap sifat fisik-kimia tomat (Lycopersicum esculentum
Mill). Jurnal AGROHITA: Jurnal Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan, 2(1), 6-14.
Risnayanti, R., Sabang, S. M., & Ratman, R. (2015). Analisis perbedaan kadar
vitamin C buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dan buah naga putih
(Hylocereus undatus) yang tumbuh di desa kolono kabupaten morowali
provinsi sulawesi tengah. Jurnal Akademika Kimia, 4(2), 91-96.
Sampul Pertanian. (2017). Standar Mutu Tomat Segar. Diakses pada 09 Februari
2021 dari https://www.sampulpertanian.com/2017/10/standar-mutu-tomat-
23
segar.html#:~:text=Definisi%20tomat%20segar%20menurut%20SNI,keadaan%
20utuh%2C%20segar%20dan%20bersih.&text=2.%20Tomat%20ukuran%20se
dang%20%3A%20Tomat,dari%20100%20gram%20per%20buah.
Savitry, N. I., Nurwantoro, N., & Setiani, B. E. (2018). Total bakteri asam laktat, total
asam, nilai pH, viskositas, dan sifat organoleptik yoghurt dengan penambahan
jus buah tomat. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6(4).
Suwanto, P. E., & Yanuarita, D. H. (2012). Studi dan perancangan penetrometer
digital sebagai alat uji konsistensi bahan berbasis mikrokontroler. Surabaya
: Institut Teknologi Sepuluh November.
Wardanita, W., Jura, M. R., & Tangkas, I. M. (2013). Penetapan kadar rhodamin B
dan natrium benzoat pada saus tomat yang beredar di wilayah pasar inpres kota
palu. Jurnal Akademika Kimia, 2(4), 209-214.
Wijayanti, E., & Susila, A. D. (2013). Pertumbuhan dan produksi dua varietas tomat
(Lycopersicon esculentum Mill.) secara hidroponik dengan beberapa komposisi
media tanam. Buletin Agrohorti, 1(1), 104-112.
Yuniastri, R., Ismawati, I., Atkhiyah, V. M., & Al Faqih, K. (2020). Karakteristik
kerusakan fisik dan kimia buah tomat. Journal of Food Technology and
Agroindustry, 2(1), 1-8.
24
LAMPIRAN
25
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
Tabel 4.3. Penilaian karakteristik sensori pada buah tomat terlalu matang
Skor
Atribut Rataan
Astria Yuni Syifa Kisy Azizah Amir Faisal Dea Akbar
Warna 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tekstur 5 2 4 5 5 4 4 5 5 4,3
Aroma 4 2 4 4 4 4 4 5 2 3,6
Rasa 3 1 4 4 3 4 4 4 3,2
26
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
Keterangan :
N NaOH = Normalitas NaOH yang digunakan
Fp = Faktor pengenceran
Diketahui :
Fp = 10
Buah yang digunakan = 10 gram
Mr Asam Askorbat = 176 gram/mol
N NaOH = 0.1 N
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,5 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 176 𝑥 10
𝑚𝑜𝑙
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑇𝑜𝑚𝑎𝑡 𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎ℎ = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100% = 0,88% (2)
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,6 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 176 𝑥 10
𝑚𝑜𝑙
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑇𝑜𝑚𝑎𝑡 𝑀𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100% = 1,06% (3)
𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75 𝑚𝐿 𝑥 0,1 𝑁 𝑥 176 𝑥 10
𝑚𝑜𝑙
% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝑇𝑜𝑚𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑙𝑢 𝑀𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 = 10 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 100%
= 1,32% (4)
27