Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telah sama diketahui negara-negara di dunia semakin menunjukkan
kemajuan baik dari segi teknologi dan dari segi ilmu pengetahuan. Hal ini
menyebabkan kesehatan yang merupakan salah satu yang menjadi faktor dari
kemajuan tersebut juga semakin di tingkatkan. Salah satu yang paling banyak
menjadi sorotan adalah perbaikan dari segi pelayanan kesehatan itu sendiri.
Pelayanan kesehatan ini berarti setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat.
Baik dan buruk suatu pelayanan kesehatan itu sendiri terwujud sebagai
bentuk pengaplikasian dari sistem kesehatan yang berlaku dalam suatu kawasan
tertentu. Di Indonesia, sistem kesehatan diatur dalam dalam Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) yang telah dilakukan reformasi sebanyak empat kali yaitu SKN
1982, SKN 2004, SKN 2009, dan SKN 2012. Namun pereformasian sistem
kesehatan ini kurang signifikan dalam memeperbaiki status kesehatan masyarakat
Indonesia. Hal ini dapat kita lihat dari derajat kesehatan di Indonesia yang masih
rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Hal ini juga diperparah dengan kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang pola hidup sehat dan cara-cara mencegah penularan penyakit. Salah satu
penyakit yang sudah cukup lama menjadi momok bagi Indonesia adalah
HIV/AIDS. Penyakit ini terus menunujukan peningkatan dari tahun ke tahun. Ada
79 daerah prioritas di mana epidemi AIDS sedang meluas. Daerah tersebut
menjangkau delapan provinsi: Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur,
Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sekitar 170.000 sampai
210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Perkiraan
prevalensi keseluruhan adalah 0,1% di seluruh negeri, dengan pengecualian
Provinsi Papua, di mana angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4%, dan cara

1
penularan utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan
pelindung.
Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai
5.500 jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat
terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung
dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan
hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 Juni 2007, 42% dari kasus AIDS
yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual dan 53% melalui
penggunaan obat terlarang.
Diperkirakan jumlah orang dengan HIV / AIDS (ODHA) di Indonesia
mencapai 400,000 orang dan 100,000 orang akan meninggal karena AIDS. Pada
tahun 2015 jumlah ODHA di Indonesia akan meningkat menjadi 1 juta penderita
dan diperkirakan pula akan ada 350,000 kematian akibat AIDS pada tahun yang
sama. Jumlah kasus AIDS baru yang tercatat pada tahun 2006 mencapai 2873
kasus, jumlah ini meningkat lebih dari 2 kali lipat dibandingkan dengan jumlah
kasus 17 tahun sebelumnya. Dari kasus baru yang dilaporkan, 82% terjadi pada
laki – laki dan 74% di antaranya berumur di bawah 30 tahun. Sementara itu,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan bahwa ada sekitar
171,000 sampai 219,000 ODHA di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan pada Oktober 2013 menunjukkan, dari Juli
sampai dengan September 2013 jumlah infeksi HIV baru yang dilaporkan
sebanyak 10.203 kasus, sedangkan jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan
sebanyak 1.983 kasus. Dari jumlah tersebut, kalangan remaja adalah salah satu
kelompok dengan porsi cukup besar. Persentase kumulatif kasus di kalangan
remaja memang tidak sebesar kelompok usia lainnya, namun tetap memerlukan
perhatian besar. Bahkan badan PBB untuk masalah anak, UNICEF menyatakan
jumlah kematian HIV/AIDS di kalangan remaja di seluruh dunia meningkat
hingga 50 persen antara tahun 2005 dan 2012 dan menunjukkan tren
mengkhawatirkan. UNICEF menyebutkan, sekitar 71.000 remaja berusia antara
10 dan 19 tahun meninggal dunia karena virus HIV pada tahun 2005. Jumlah itu
meningkat menjadi 110.000 jiwa pada tahun 2012. Dari data tersebut tampak

2
ancaman HIV/AIDS bagi remaja sungguh nyata. Ironisnya, sebagian besar remaja
belum mengetahui secara menyeluruh soal penyakit mematikan ini. Bahkan di
antara mereka menganggap, HIV sebagai penyakit yang tak berbahaya. Lebih
parah lagi, banyak sekali pemahaman salah terkait HIV/AIDS. Padahal dengan
pemahaman dan edukasi yang tepat, penularan dapat dicegah sehingga kematian
akibat HIV/AIDS dapat ditekan.
Berdasarkan data di atas, penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia masih
perlu ditingkatkan lagi. Tentu saja peran serta pemerintah dan lembaga-lembaga
kesehatan lainnya dalam hal ini sangatlah besar. Dalam penanggulangan
HIV/AIDS di Indonesia tentu saja sangat bergantung pada kebijakan-kebijakan
yang diterapkan pemerintah, termasuk dalam pengaplikasian fungsi manajemen
organizing dalam menanggulangi masalah HIV/AIDS di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana pemerintah Indonesia untuk melakukan fungsi manajemen
organizing dalam penanggulangan HIV/AIDS?
2. Masalah apa saja yang di alami Indonesia dalam penerapan fungsi manajemen
oraganizing untuk penanggulangan HIV/AIDS ?
3. Solusi apa yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia dalam melakukan
fungsi manajemen organizing untuk penanggulangan HIV/AIDS ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memahami apakah
pengaplikasian fungsi organizing dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Apakah kebijakan itu sudah baik atau belum, Apakah masalah yang dihadapi oleh
pemerintah Indonesia dalam hal tersebut, dan solusi apa yang dapat dilakukan
pemerintah dalam melakukan fungsi manajemen tersebut.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency


Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya
(SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency
Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-
benar bisa disembuhkan.

B. Penularan HIV/AIDS

Penularan HIV dapat terjadi melalui :

 Jarum suntik
 Alat tindik
 Alat tato
 Transfusi Darah
 Ibu Hamil kepada janinnya
 Lewat cairan dan darah saat proses persalinan
 Melalui ASI ibu kepada bayi
 Melalui hubungan seks bebas lewat genital, oral dan anal

Penularan penyakit AIDS yang paling sering terjadi memang melalui


hubungan seksual. Orang yang terkena aids, pada awalnya tidak akan menunjukan

4
gejala orang yang mengalami infeksi penyakit HIV AIDS biasanya akan terlihat
sehat seperti orang lain yang tidak mengalami infeksi. Sebelum penyakit HIV
berubah menjadi penyakit AIDS, maka penderitanya akan terlihat normal dan
biasanya ini terjadi dalam kurun waktu 5-10 tahun. Penderita pnyakit HIV
biasanya tidak bisa dikenali dengan melihatnya secara langsung. Untuk
mengetahui seseorang mengalami infeksi HIV atau tidak, maka harus dilakukan
tes darah unutk membuktikannya. Namun walaupun mereka terlihat seperti orang
yang sehat, mereka juga akan bisa menularkan virus HIV kepada orang lain. virus
HIV ini akan hidup di dalam darah, cairan dalam vagina wanita, cairan speerma
pria, air susu ibu hamil dan cairan infeksi pada penderitanya.

Penyakit HIV dan penyakit lainnya akan mudah masuk kedalam tubuh jika
tubuh kita mengalami luka atau iritasi pada alat kelamin. Oleh sebab itulah resiko
yang sangat besar terjadi ketika melakukan hubungan intim tanpa menggunakan
kondom.

Harus diketahui bahwa ada beberapa hal yang tidak akan menjadi
penyebab HIV AIDS. Yaitu :

 Gigitan pada serangga


 Bersalaman atau bersentuhan dengan penderita Aids
 Berpelukan atau berciuman (terkecuali penderita mengalami sariawan)
 Menggunakan peralatan makan dengan bersama
 Menggunakan toilet yang sama
 Tinggal serumah dengan orang yang menderita HIV.

Di Indonesia sendiri perkembangan HIV/AIDS bila dilihat dari segi


jumlah dengan cara penularan mulai menunjukkan sesuatu yang mengkhawatirkan
pada tahun 1987. Ada tiga periode yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk
mengembangkan kebijakan penanggulangan HIV/AIDS.

5
1.1. Tahun 1987 – 1994

Kasus AIDS pertama di Indonesia diidentifikasi di Bali pada seorang laki-


laki asing yang kemudian meninggal pada April 1987. Orang Indonesia pertama
yang meninggal karena AIDS dilaporkan di Bali pada Juni 1988. Sejak itu
masalah HIV di Indonesia mulai menjadi perhatian terutama oleh kalangan tenaga
kesehatan.

Pemeriksaan darah yang dilakukan diberbagai ibukota propinsi pada


sekitar tahun 1990 menunjukkan bahwa infeksi HIV telah menyebar ke berbagai
propinsi tetapi prevalensinya masih rendah. Pemeriksaan sekitar 10.500 darah
donor yang diperiksa hasilnya ternyata negatif. Gejala-gejala meningkatnya
infeksi HIV di Indonesia mulai nyata ketika pemeriksaan darah donor (DD) pada
tahun 1992/1993 menunjukkan HIV positif pada 2 diantara 100.000 DD yang
kemudian meningkat menjadi 3 per 100.000 DD pada tahun 1994/1995.

1.2. Tahun 1994 – 2002

Penularan HIV di Indonesia meningkat sesudah tahun 1995. Hal ini dapat
dilihat pada darah donor yang positif HIV meningkat dari 3 per 100.000 DD pada
1994 menjadi 4 per 100.000 DD pada 1998/ 1999, kemudian meningkat menjadi
16 per 100.000 DD pada tahun 2000. Ini berarti peningkatan sebanyak 8 kali
dalam sepuluh tahun terakhir.

Pada tahun 2000, terjadi perubahan epidemi HIV yang meningkat secara
nyata diantara pekerja seks (PS) dan bervariasi dari satu daerah ke daerah lain. Di
Tanjung Balai Karimun, Propinsi Riau hanya ditemukan 1 % pada 1995/1996
kemudian meningkat menjadi lebih dari 8,38%, pada tahun 2000. Prevalensi HIV
pada PS di Irian Jaya (Merauke) sebesar 26,5%, di DKI Jakarta (Jakarta Utara)
sebesar 3,36% dan di Jawa Barat sebesar 5,5%.

6
Pada tahun yang sama, hampir semua propinsi di Indonesia telah
melaporkan infeksi HIV. Meskipun prevalensi HIV secara umum masih rendah,
tetapi Indonesia digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang
terkonsentrasi (concentrated level epidemic) karena terdapatnya kantong-kantong
epidemi dengan prevalensi yang lebih dari 5% dari sub-populasi tertentu.

Pada tahun 1999 terjadi fenomena baru dalam penularan HIV/AIDS yaitu
infeksi HIV mulai terlihat pada penyalahguna Napza suntik. Penularan HIV
diantara penyalahguna Napza suntik terjadi sangat cepat karena penggunaan jarum
suntik bersama. Pada tahun 1999, 18% dari para penyalahguna Napza yang
dirawat di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang terinfeksi
HIV dan meningkat menjadi 40% pada tahun 2000 dan 48% pada tahun 2001.
Sedangkan pada tahun 2000 di Kampung Bali di Jakarta 90% dari penyalahguna
Napza suntik terinfeksi HIV.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sejak tahun 1996 sampai dengan
tahun 2002 terjadi peningkatan kasus hampir 17,5%. Pada tahun 1996 hanya 2,5
% dari kasus AIDS melalui Napza suntik, dan pada tahun 2002 sudah hampir 20
%.

Dari semua data yang telah dikumpulkan maka secara umum dapat
dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak tertular HIV dibanding wanita. Pada tahun
2000 ditemukan prevalensi HIV yang tinggi pada wanita penjaja seks; di Merauke
26,5%, Tanjung Balai Karimun 8%. Dalam 16 tahun terakhir sampai dengan akhir
tahun 2002 telah dilaporkan sebanyak 1.016 kasus AIDS. Jumlah yang tercatat
tersebut sebenarnya jauh lebih kecil dari prevalensi yang sesungguhnya, karena
adanya fenomena gunung es. Pada tahun 2002 diperkirakan jumlah orang yang
terinfeksi HIV berkisar antara 90.000-130.000 orang.

1.3 Kecenderungan di masa depan

Infeksi HIV di Indonesia cenderung tetap meningkat pada masa lima tahun
mendatang berkaitan dengan bertambah banyaknya hubungan seksual yang tidak

7
terlindung dan penularan HIV melalui jarum suntik penyalahguna Napza.
Dikhawatirkan terjadi penyebaran epidemi baru dan kasus AIDS yang dirawat
akan bertambah banyak. Kematian akibat AIDS di antara kelompok penduduk
usia produktif akan meningkat.

Berbagai jenis obat anti retrovirus (ARV) semakin tersedia, walaupun


tidak mudah didapatkan karena masih mahal dan kebijakan tentang pengadaan,
pendistribusian dan penyalahgunaanan ARV juga semakin jelas.

Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap ODHA masih ada walaupun secara


relatif sudah mulai berkurang, hal ini disebabkan karena pemahaman masyarakat
mengenai HIV/AIDS semakin meningkat.

C. Pemerintah Indonesia Dalam Melakukan Fungsi Manajemen Organizing


Untuk Penanggulangan HIV/AIDS

Organizing (organisasi) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah
sasaran. Mengorganisasikan (organizing) adalah suatu proses menghubungkan
orang-orang yang terlibat dalam organisasi tertentu dan menyatu padukan tugas
serta fungsinya dalam organisasi. Dalam proses pengorganisasian dilakukan
pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab secara terperinci berdasarkan
bagian dan bidang masing-masing sehingga terintegraasikan hubungan-hubungan
kerja yang sinergis, koperatif, harmonis dan seirama dalam mencapai tujuan yang
telah disepakati.

Adapun dalam menanggulangi HIV/AIDS pemerintah Indonesia melalui


kementrian kesehatan mengembangkan strategi nasional penanggulangan
HIV/AIDS. Dimana dalam strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS telah
dimasukkan fungsi manajemen organizing yang memberikan tanggung jawab
serta peran baik itu bagi pemerintah maupun masyarakat.

8
Adapun peran dan tanggung jawab pemerintah adalah sebagai berikut di
atur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam
penanggulangan penyakit HIV/AIDS tersebut.

1. Pemerintah

a. Tingkat Pusat

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat sebagai Ketua Komisi


dibantu oleh beberapa Menteri sebagai Wakil Ketua dan Anggota,
mengkoordinasikan penyusunan rencana kebijakan nasional tentang pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia dengan titik berat pada ketahanan
keluarga.

Tugas dan tanggung jawab Komisi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS


secara rinci adalah :

1) membina dan menyediakan layanan teknis dan layanan sosial yang


dibutuhkan program penanggulangan HIV/AIDS berada di luar
jangkauan/kemampuan masyarakat;

2) bekerjasama dengan para mitra dalam upaya penanggulangan


HIV/AIDS, dengan mengembangkan petunjuk-petunjuk yang tepat untuk
menjamin pengelolaan kasus dan pelayanan langsung yang merata dan
berkualitas, sesuai kebutuhan;

3) mengembangkan dan memelihara lingkungan dan tata cara kerja yang


mendorong, memudahkan dan mendukung kegiatan penanggulangan HIV/AIDS
yang kreatif dan bertanggung jawab dilakukan oleh berbagai kelompok
masyarakat dan lembaga non pemerintah.

b. Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya

9
Upaya penanggulangan HIV/AIDS di daerah dipimpin oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I, Bupati/Walikota KDH TK II, dengan peran aktif para
pejabat Pemerintah dari sektor terkait, wakil-wakil dari lembaga dan Organisasi
Non Pemerintah serta universitas/lembaga pendidikan tinggi di daerah.

Tugas dan tanggung jawab Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Daerah


adalah :

1) memimpin, mengelola dan mengkoordinasikan kegiatan


penanggulangan HIV/AIDS di daerah;

2) mengindentifikasi lokasi/wilayah yang potensial untuk penyebaran


HIV/AIDS yang lebih cepat;

3) menghimpun, menggerakkan dan memanfaatkan sumber-sumber daya


secara efektif;

4) menjamin alokasi anggaran/dana untuk penanggulangan HIV/AIDS dari


sumber-sumber lokal;

5) secara efektif dan efisien memanfaatkan sumber daya dan dana baik
yang berasal dari tingkat pusat, daerah, masyarakat maupun luar negeri;

6) membantu dan memudahkan upaya masyarakat, lembaga dan


Organisasi Non Pemerintah dalam memobilisasi sumber daya dan dana untuk
kegiatan penanggulangan HIV/AIDS.

c. Tingkat Kecamatan.

Upaya pananggulangan HIV/AIDS di Tingkat Kecamatan dipimpin oleh


Camat,dengan kerjasama para pelaksana sektor terkait, wakil-wakil dari
masyarakat lembaga dan Organisasi Non Pemerintah setempat.

10
Tugas dan tanggung jawab Camat dalam upaya penanggulangan
HIV/AIDS di Kecamatan adalah :

1) memimpin, mengelola dan mengkoordinasikan kegiatan


penanggulangan HIV/AIDS di kecamatannya:

2) mengindentifikasi lokasi/wilayah yang potensial untuk penyebaran


HIV/AIDS yang lebih cepat:

3) menghimpun menggerakan dan memanfaatkan sumber daya dan dana


setempat secara efektif dan membantu kelancaran upaya masyarakat dan
lembaga/Organisasi Non Pemerintah dalam kegiatan penanggulangan HIV/ AIDS.

d. Tingkat Kelurahan dan desa.

Lurah/Kepala Desa memegang peran kunci dalam memimpin pelaksanaan


pencegahan/penanggulangan HIV/AIDS dalam wilayahnya masing-masing.

Tugas dan fungsinya adalah :

1) Mendorong upaya masyarakat dan memberikan kemudahan untuk


kegiatan kelompok-kelompok masyarakat sesuai jiwa dan semangat Strategi
Nasional;

2) bekerjasama dengan perangkat pemerintah untuk menjamin


pelakasanaan kegiatan yang efektif dan efisien program penanggulangan
HIV/AIDS ditingkat Kelurahan dan Desa.

2. Masyarakat

a. Rumah tangga dan keluarga

Keluarga merupakan unit sosial yang sangat penting untuk


mengembangkan pola perilaku yang sehat dan bertanggung jawab dan yang

11
memberikan pelayanan dan dukungan pertama dan utama bagi mereka yag hidup
dengan HIV/AIDS.

Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat perlu ditingkatkan ketahanannya


dengan meningkatkan dan memantapkan peran serta fungsi-fungsi keluarga agar
ikut bertanggung jawab membina anggotanya untuk mencegah penularan
HIV/AIDS serta tidak bersikap diskriminatif terhadap pengidap HIV/serta
penderita AIDS.

b. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Organisasi/Lembaga Non


Pemerintah.

LSM dan Organisasi/lembaga Non Pemerintah memainkan peranan yang


penting dan diakui sebagai mitra setara dalam usaha nasional untuk
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Untuk menjangkau orang-orang dan
kelompoknya, dengan kebutuhan khusus antara lain kelompok remaja, agama,
wanita, profesi yang biasanya tidak atau sulit-terjangkau oleh petugas pemerintah.

Untuk mendukung kegiatan LSM, Organisasi/Lembaga Non Pemerintah


secara optimal dapat dikembangkan pusat data dan informasi serta jaringan
kerjasama yang efektif.

3. Dunia usaha/swasta

Peranan dunia usaha/swasta sebagai mitra setara dalam usaha Nasional


Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia sangat penting untuk rnempercepat dan
memperluas jangkauan upaya penanggulangan HIV/AIDS dalam lingkungan
sendiri serta menunjang dana, sarana, tenaga ahli dan lain-lain upaya
penanggulangan HIV/AIDS Nasional.

D. Masalah dalam Penanggulangan HIV/AIDS dalam segi fungsi Organizing

Dalam sub bagian kali ini kita akan membahas bagaimana kebijakan
pemerintah dalam membagi peran serta tanggung jawab apakah telah sesuai

12
dengan apa yang dikehendaki atau tidak. Apakah hal ini dapat kiranya
mengurangi jumlah penderita penyakit HIV/AIDS yang ada di Indonesia ini.

Dari uraian pada bagian sebelumnya jelas bahwa pembagian tugas yang
dilakukan pemerintah bukanlah hal yang sembarangan, ini karena tidak adanya
peran serta tanggung jawab yang saling tumpang tindih antara satu dengan yang
lain. Namun apakah hal ini berarti dalam melakukan fungsi organizing ini
perintah Indonesia telah berhasil, ini bukanlah patokan karena sampai saat
sekarang ini jumlah pandemi penderita HIV/AIDS belum berkurang sesuai
dengan harapan kita bersama.

Hal ini disebabkan karena para pemangku kepentingan yang telah di


amanatkan tugas serta tanggung jawab tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Ini jelas karena jika mereka menjalankan tugasnya dengan baik maka menurut
saya program dan kebijakan tersebut paling tidak dapat memberikan pengaruh
yang besar bagi berkurang penyakit HIV/AIDS di Indonesia ini.

Tidak hanya pada pemangku kepentingan masyarakat harus betul-betul


memberikan perhatian dan kesadarannya tentang bahayanya penyakit ini.
Meskipun Indonesia belum terlalu signifikan terkena dampak dari pandemic
penyakit HIV ini, namun sebagai masyarakat kita harus tetap waspada dan
menambah pengetahuan kita terhadap penyakit ini agar tidak salah dalam
menangani penyakit ini dalam masyarakat.

Dalam menghadapi masalah memang hal yang paling dibutuhkan adalah


kerjasama dan kesadaran individu. Begitu juga dalam menghadapi masalah
kesehatan seperti AIDS ini. Perlu adanya kerjamasama yang baik antara pihak-
pihak yang terkait di dalamnya agar penyakit ini dapat segera meninggalkan
negara yang tercinta ini.

Meskipun hanya sekedar retorika dari penulis namun seharusnya hal ini
dapat menjadi bahan pertimbangan dan pengingat baik bagi pemerintah maupun
masyarakat dunia dan Indonesia khusunya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil dari makalah ini adalah
bahwasanya sikap dan kebijakan pemerintah sudah cukup baik sampai pada
pembagian tanggung jawab dan tugas karena tidak adanya peran dan tanggung
jawab yang saling tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Namun hal yang
masih perlu diperbaiki lagi adalah kerjasama antara semua pihak yang harus lebih
di perkuat lagi karena kerjasama yang kuat akan menghasilkan hasil yang kuat
pula.
B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah perlu adanya
pengembangan karakter Individu pada setiap orang yang terkait dalam
penanggulangan HIV/AIDS ini sehingga tidak ada lagi orang yang mementingkan
kepentingan individunya dalam menjalankan tugasnya ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga.Jakarta:1994.


Binarupa Aksara.

Komisi Penanggulangan AIDS, Kantor Menteri Koordinator Kesejahteraan


Rakyat, RI: Sidang Kabinet Khusus HIV/AIDS, Desember 2002. Ancaman
HIV/AIDS di Indonesia. Semakin nyata, perlu penanggulangan lebih nyata.
Jakarta, 2002.

Komisi Penanggulangan AIDS, Kantor Menteri Koordinator, RI: Strategi


Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia 1994. Jakarta, 1994.

http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1056
http://www.spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1056&gg=1

15
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
FUNGSI MANAJEMAN ORGANIZING TERHADAP
PENANGGULANGAN HIV/AIDS DI INDONESIA

Makalah ini diajukan dalam Rangka Memenuhi


Tugas Dasar-dasar AKK

CAKRA DARMAWAN (K1114075)


DAHYUNIAR (K11114034)
MELANI ASMARANI (K11114008)
NURUL IFFA SAFITRI (K11114312)
MUHAMMAD HAFIF (K11114324)
MUH NURCHOLIQ FAHREZA (K11114009)
SITI HARDIYANTY (K11114029)
RIZKA ZULFIAH AHMAD (K11114073)
GHEA ANANDA YUNUS (K11114082)

FAKULTAS KESEHATAN MASYRAKAT


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

16
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi
sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru
sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada
terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
yaitu ” Kebijakan Pemerintah Dalam Fungsi Manajeman Organizing Terhadap
Penanggulangan Hiv/Aids Di Indonesia”.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga besar penulis yang telah
memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata
penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Makassar, Oktober 2014

Penyusun

17
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN UMUM....................................................................... 4
A. Definisi HIV/AIDS................................................................................ 4
B. Penularan HIV/AIDS............................................................................. 4
C. Pemerintah Indonesia Dalam Melakukan Fungsi Manajemen
Organizing Untuk Penanggulangan HIV/AIDS …............................... 8
D. Masalah dalam Penanggulangan HIV/AIDS dalam segi
fungsi Organizing …............................................................................. 12
BAB III PENUTUP..................................................................................... 14
A. Kesimpulan............................................................................................ 14
B. Saran....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 15

18

Anda mungkin juga menyukai