PEMBAHASAN
1.Prestasi kerjanya
2.Hubungan interpersonalnya
3.Penggunaan waktu senggang
Kesehatan jiwa masyarakat adalah suatu keadaan setiap manusia dapat mencapai prestasi
kerja semaksimal mungkin, anak sekolah dapat mencapai prestasi belajar semaksimal mungkin
karena tidak adanya hambatan emosi. Setiap manusia dapat mencapai prestasi kerja semaksimal
mungkin, yang ditandai dengan adanya optimalisasi prestasi, kreativitas dan produktivitas dalam
dunia kerja. Tidak ada upaya saling menghambat, permusuhan, dan menghalangi pencapaian
kinerja seseorang.
Jika memperhatikan tugas pertumbuhan dan perkembangan usia sekolah adalah kerja
keras (industry) vs inferioritas(inferiority). Pada usia ini, anak mulai mengenal lingkungan yang
lebih luas yaitu lingkungan sekolah. Anak harus mulai beradaptasi dengan sekian banyak teman
dan guru dari berbagai macam latar belakang. Dalam diri anak mulai tumbuh sifat kompetitif,
mengembangkan sikap saling memberi dan menerima, setia kawan dan berpegangan pada aturan
yang berlalu. Apabila ini tidak terjadi pada anak, maka sikap inferioritas yang akan berkembang
dalam diri anak.Keinginan orang tua harus diprioritaskan, tetapi keinginan anak tetap harus
dipertimbangkan, untuk menyiapkan anak dalam mengembangkan tugas pertumbuhan dan
perkembangannya. Norma dan nilai orang tua diterapkan kepada anak sesuai dunia anak. Dengan
demikian, hubungan orang tua dengan anak akan tetap berjalan sesuai dengan tugas pertumbuhan
dan perkembangan.Keluarga adalah merupakan unit terkecil dari masyarakat. Oleh karena itu,
kesehatan jiwa masyarakat ditentukan pula oleh kondisi keluarga. Menurut Good & Good,
kesehatan jiwa masyarakat dapat terjadi apabila keluarga dan masyarakat dalam keadaan
sejahtera. Pertanyaannya adalah, apakah keluarga dan masyarakat kita saat ini sudah dalam
keadaan sejahtera? Jika belum, upaya mencapai keadaan sejahtera harus mulai dari keluarga atau
masyarakat?
Anak dipersiapkan dengan baik oleh orang tua dalam tata aturan keluarganya. Apabila
anak dilepaskan dalam masyarakat yang tidak kondusif, maka ketika anak pulang dari sekolah,
dia bisa menirukan ucapan kotor yang didengar dari teman sekolah kepada orang tuanya. Dengan
demikian, untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang sehat jiwa, harus dilakukan upaya
bersama dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan
keluarga menjadi tanggung jawab keluarga, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi
tanggung jawab keluarga, tokoh masyarakat, dan pimpinan masyarakat.
Beberapa stresor di masyarakat ini perlu dikenali untuk mempersiapkan kemampuan adaptasi
keluarga dalam menjalani dan memenuhi tuntutan kehidupan di masyarakat. Selain itu, keluarga
mempunyai tugas untuk menyiapkan anak dalam menghadapi tuntutan kehidupan pada
masanya.Beberapa tugas keluarga antara lain sebagai berikut.
1. Mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang cepat. Jangan terlalu terikat pada
kebiasaan keluarga (family culture), yang seolah menolak perubahan, sehingga mendidik anak
menurut sudut pandang orang tua semata. Akibatnya anak hidup pada dunia “tidak nyata
(unreality) ”.
2. Tidak semua perubahan penting dan perlu diikuti. Pertahankan beberapa norma dan nilai
keluarga yang penting, sehingga keluarga dapat berperan sebagai stabilisator dalam perubahan
yang sangat cepat.
3. Dunia berubah dengan cepat, sehingga setiap orang akan dituntut menghadapi perubahan
itu. Keluarga harus berperan sebagai tempat mendapatkan keamanan dan kenyamanan (security),
sehingga keluarga merupakan tempat berlindung (refuge) dan jaminan (insurance) ketika anak
merasakan ketidaknyamanan di lingkungan luar.
4. Waspada terhadap peran keluarga yang makin berkurang. Tunjukkan selalu figur ibu
(mother figure) atau figur ayah (father figure), sehingga diharapkan anak akan mengembangkan
perilaku dengan meniru orang tuanya.
Ruang lingkup keperawatan kesehatan jiwa masyarakat terdiri atas berbagai rentang masalah
kesehatan jiwa antara kondisi sehat dan sakit, pada usia anak sampai usia lanjut, perawatan di
rumah sakit atau masyarakat, serta kondisi kesehatan jiwa di rumah ataupun di tempat khusus
(industri atau penjara). Area keperawatan kesehatan jiwa masyarakat ini mencakup seluruh kasus
yang terjadi pada usia anak, dewasa, usia lanjut, baik pada kasus individu, kelompok, maupun
keluarga.
Upaya kesehatan jiwa masyarakat meliputi seluruh level dan tindakan keperawatan kesehatan
jiwa. Merupakan pelayanan paripurna, mulai dari pelayanan kesehatan jiwa spesialistik,
integratif, dan pelayanan yang berfokus masyarakat. Selain itu, memberdayakan seluruh potensi
dan sumber daya di masyarakat sehingga terwujud masyarakat yang mandiri dalam memelihara
kesehatannya.Pelayanan kesehatan jiwa spesialistik dilaksanakan di rumah sakit jiwa dengan
berbagai penerapan model praktik keperawatan profesional (MPKP) yang telah
dikembangkan.Pelayanan kesehatan jiwa integratif merupakan pelayanan kesehatan jiwa yang
dilaksanakan di rumah sakit umum. Pelayanan ini berbentuk unit perawatan intensif kejiwaan
(psychiatric intensive care unit—PICU) dan konsultan penghubung keperawatan kesehatan
mental (consultant liaison mental health nursing—CLMHN). Unit psikiatri di rumah sakit umum
merupakan sarana pelayanan keperawatan kesehatan jiwa jangka pendek (short term
hospitalization), sedangkan CLMHN merupakan sarana merawat pasien gangguan fisik umum
yang mengalami masalah psikososial. Pelayanan kesehatan jiwa berfokus pada masyarakat
dimulai dari pelayanan tingkat kabupaten/kota, puskesmas, kelompok khusus sampai keluarga.
Pelayanan ini dikenal dengan
Pencegahan Sekunder
1. Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini masalah
psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan segera.
2. Tujuan pelayanan adalah menurunkan kejadian gangguan jiwa.
3. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang berisiko/memperlihatkan tanda-tanda
masalah psikososial dan gangguan jiwa.
4. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah sebagai berikut.
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber
seperti masyarakat, tim kesehatan lain, dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1) Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data fokus (format terlampir pada modul
pencatatan dan pelaporan).
2) Jika ditemukan tanda-tanda berkaitan dengan kecemasan dan depresi, maka lanjutkan
pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat-tempat
umum).
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan standar
pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) serta memonitor efek samping
pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien
untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan
pengobatan).
6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan segera
kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan
jadwal tindak lanjut.
7) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien di tempat yang aman, melakukan
pengawasan ketat, menguatkan koping dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan
jiwa.
8) Menempatkan pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk dengan menciptakan lingkungan
yang tenang, dan stimulus yang minimal.
9) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu pemulihan
pasien seperti terapi aktivitas kelompok, terapi keluarga, dan terapi lingkungan.
10) Memfasilitasi kelompok swadaya—self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga
atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang membahas masalah-
masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
11) Hotline service untuk intervensi krisis yaitu pelayanan dalam 24 jam melalui telepon berupa
pelayanan konseling.
12) Melakukan tindak lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
Pencegahan Tersier
1. Fokus pelayanan keperawatan pada peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan
kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.
2. Tujuanpelayanan adalah mengurangi kecacatan/ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
3. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan.
4. Aktivitas pada pencegahan tersier antara lain sebagai berikut.
a. Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di masyarakat seperti sumber
pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayanan
terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan meliputi hal se bagai
berikut.
1) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerimaan pasien
gangguan jiwa.
2) Pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang mengalami
kekambuhan.
b. Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri. Fokus pada
kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara berikut.
1) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan menyelesaikan
masalah dengan cara yang tepat.
2) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat.
3) Menyediakan pelatihan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien,
keluarga, dan masyarakat.
4) Membantu pasien dan keluarga merencanakan serta mengambil keputusan untuk dirinya.
c. Program sosialisasi
1) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
2) Mengembangkan keterampilan hidup, seperti aktivitas sehari-hari, mengelola rumah
tangga, dan mengembangkan hobi.
3) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi.
4) Kegiatan sosial dan keagamaan, seperi arisan bersama, pengajian, majelis taklim, dan
kegiatan adat.
d. Program mencegah stigmaStigma merupakan anggapan yang keliru dari masyarakat terhadap
gangguan jiwa. Oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari
isolasi dan diskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu
sebagai berikut.
1) Melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa, serta sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
2) Pendekatan kepada tokoh masyarakat atau orang yang berpengaruh dalam rangka
menyosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.
2.4 Proses kesehatan keperawatan jiwa dalam pelayanan kesehatan jiwa masyarakat
Pendekatan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien adalah
sebagai berikut.
1. Pengkajian
Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2 menit berdasarkan keluhan
pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda menonjol yang mendukung adanya gangguan jiwa, maka
pengkajian dilanjutkan dengan menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data yang
dikumpulkan mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial, dan
pengkajian status mental (format dilampirkan pada modul pencatatan dan pelaporan). Teknik
pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan
langsung terhadap kondisi pasien, serta melalui pemeriksaan.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik masalah yang
bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko mengalami gangguan jiwa. Jika
perawat menemukan anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa, maka perawat harus
berhati-hati dalam penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak menyebutkan
gangguan jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat.
Adapun diagnosis keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pascabencana adalah
sebagai berikut.
1. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja.
a. Depresi
b. Perilaku kekerasan
2. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa.
a. Harga diri rendah
b. Perilaku kekerasan
c. Risiko bunuh diri
d. Isolasi social
e. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
f. Gangguan proses pikir: waham
g. Defisit perawatan diri
3. Masalah kesehatan jiwa pada lansia.
a. Demensia
b. Depresi
3. Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa
yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu:
1. penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan dengan pasien;
2. pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip kesehatan jiwa dan gangguan jiwa;
3. perawatan mandiri (aktivitas kehidupan sehari-hari) meliputi kebersihan diri (misal, mandi,
kebersihan rambut, gigi, perineum), makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil;
4. terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi keluarga;
5. tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek samping).
Dalam menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi satu
diagnosis keperawatan diperlukan beberapa kali pertemuan hingga tercapai kemampuan yang
diharapkan baik untuk pasien maupun keluarga. Rencana tindakan keperawatan ditujukan pada
individu, keluarga, kelompok, dan komunitas.
1. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam kegiatan sehari-hari
dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah.
2. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam merawat pasien dan
menyosialisasikan pasien dengan lingkungan.
3. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka sosialisasi agar
pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.
4. Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat tentang kesehatan
jiwa dan gangguan jiwa, serta menggerakkan sumber-sumber yang ada di masyarakat yang dapat
dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tindakan keperawatan
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat ini. Perawat bekerja sama dengan
pasien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan. Tujuannya adalah
memberdayakan pasien dan keluarga agar mampu mandiri memenuhi kebutuhannya serta
meningkatkan keterampilan koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja dengan
pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi pengobatan
melalui kolaborasi dan rujukan.
5. Evaluasi asuhan Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan dan menyelesaikan masalah.
1. Evaluasi pasien
a. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya.
b. Membina hubungan dengan orang lain di lingkungannya secara bertahap.
c. Melakukan cara-cara meyelesaikan masalah yang dialami.
2. Evaluasi keluarga
a. Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien mandiri.
b. Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa.
c. Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau
kekambuhan.
d. Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera.
e. Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti tetangga, teman dekat,
pelayanan kesehatan terdekat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN