Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “ Taharah Mandi “. Penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Fikih Ibadah semester dua jurusan Pendidikan
Agama Islam.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan - kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami miliki.Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
pada waktu dan kesempatan berikutnya.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak -
pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Bapak Frandy
selaku dosen mata kuliahFikih Ibadah.
Akhirnya, kami berharap semoga Allah SWT memberikan keberkahan kepada kita semua
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thaharah menurut pengertian bahasa berarti “suci/kesucian” atau
‘bersih/kebersihan”. Kata ini mengandung pengertian yang lebih luas, yaitu mencakup
kebersihan atau kesucian dari segala kotoran yang bersifat fisik (material), seperti
kencing dan kotoran, maupun secara hukum seperti berhadats. Seseorang dikatakan
bersih dari hadats, apabila telah mandi dan berwudhu. Seseorang yang dalam keadaan
junub disebut kotor secara hukum karena dia belum mandi wajib. Dia disebut bersih
apabila ia telah mandi. Mandi adalah cara untuk membersihkan badan dari junub (hadats
besar). Seseorang juga dipandang kotor secara hukum, apabila ia belum berwudhu.
Seseorang yang sudah berwudhu sudah dipandang bersih menurut hukum. Wudhu adalah
cara untuk membersihkan badan dari kotoran (hadats kecil).1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mandi ?
2. Apa saja hal-hal yang mewajibkan mandi ?
3. Apa rukun-rukun mandi ?
4. Apa kesunnatan dalam mandi ?
5. Apa hal-hal dimakruhkan dalam mandi ?
6. Apa macam-macam mandi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian mandi
2. Mengetahui hal-hal yang mewajibkan mandi
3. Mengetahui rukun-rukun mandi
4. Mengetahui kesunnatan dalam mandi
5. Mengetahui hal-hal yang dimakruhkan dalam mandi
6. Mengetahui macam-macam mandi
1
Ahmad Thib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam, Bogor:Kencana, 2003, Hal.34
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mandi
Pengertian mandi menurut lughat (etimology) yaitu mengalirnya air secara mutlak,
baik di badan atau lainnya. Sedangkan menurut syara' (terminology) yaitu mengalirkan
air ke seluruh tubuh dengan syarat-syarat tertentu dan di sertai niat. Dalil-dalil yang
mewajibkan mandi yaitu firman Allah dalam surat Al Mâ-idah ayat:6:
)6 : قَا َل هللاُ تَ َعالَى َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا (المائدة
Artinya:Allah berfirman“Apabila kamu semua junub (hadas besar) maka mandilah”.
(QS. Al Mâ-idah : 6)
Dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim :
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال َما ُء ِمنَ ْال َما ِء (رواه مسلم) اي الغسل من المني
َ قَا َل النَّبِ ُّي
Artinya: Nabi bersabda :"Wajib mandi sebab keluarnya mani".
(HR. Muslim)
Kewajiban bagi seseorang untuk mandi dari hadats besar, yaitu ketika akan
melaksanakan hal-hal yang disyaratkan suci dari hadas besar seperti shalat, thawaf dan
lain-lain.
1. Keluar sperma dengan cara apapun, baik disertai syahwat atau tidak
2. Memasukkan khasafah (penis) kedalam farji (lubang jalan depan atau belakang),
baik milik orang maupun hewan
3. Terputusnya darah haidl
4. Terputusnya darah nifas
5. Melahirkan
6. Baru masuk Islam, bila sebelumnya pernah junub
7. Mati, selain mati syahid dunia akhirat.
Catatan :
Mati syahid dunia akhirat yaitu mati dalm perang dengan tujuan membela agama Allah
(kebenaran) dan matinya sebab perang.
Versi Imam Hambali
Artinya :“Sesungguhnya Nabi SAW. menyuruh Tsumamah bin Atsal dan Qois bin 'Asim
supaya mandi ketika keduanya masuk islam. (HR. Abu Dâwud)
C. Rukun-rukun mandi
1. Berkumur (madmadlah);
2. Menghirup air kehidung dan mengeluarkannya (istinsyak);
3. Meratakan air keseluruh badan yang tampak (kulit dan rambut).
Imam Hanafi mengkategorikan madmadlah dan istinsyaksebagai rukun mandi,
tendensi Beliau adalah firman Allah surat Al Mâ-idah : 6 :
)6 : قَا َل هللاُ تَ َعالَى َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا (المائدة
Artinya:Allah berfirman “Apabila kamu semua junub (hadats besar), maka bersucilah
(mandi)”.(QS. Al-Ma’idah : 6)
Artinya: Berkumur dan Istinsyak merupkan dua hal wajib ketika mandi janabah, dan
sunah ketika berwudlu.
Rukun Mandi Versi Imam Mâliki
1. Niat, boleh dilakukan sebelum membasuh badan;
2. Terus menerus(muwâlah), seperti dalam wudlu;
3. Menggosok anggota badan yang dibasuh (dalku);
4. Memasukkan jari-jari tangan satu ke sela-sela jari tangan yang lain dan ke rambut
(takhlîl);
5. Mengalirkan air ke seluruh tubuh (kulit dan rambut).
Menurut konsep Imam Mâliki muwâlah dalam mandi termasuk fardlu, karena Beliau
bertendensi pada sebuah ayat Al Qur'an surat Al Mâ-idah ayat : 6 :
Mandi Jum’at
Waktunya mandi jum'at dimulai dari terbitnya fajar sodiq, dengan niat:
ْت ْال ُغس َْل لِيَوْ ِم ْال ُج ْم َع ِة ُسنَّةً هللِ تَ َعالَى
ُ ن ََوي
Artinya: Saya niat mandi jum'at supanya mendapatkan kesunahan, karena Allah SWT.
Banyak sekali hal-hal yang disunahkan ketika hari Jum’at, diantaranya memotong
kuku tangan dan kaki, memotong rambut, membersihkan badan dari kotoran dan bau
kurang enak. Referensi yang dijadikan dasar disunahkan mandi Jum'at adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhôri :
2
Tholhah Ma’ruf, Moh.Halimi, Syaikhul Hakim, Abdullah, Nanang Ni’amillah, Fuad Hasan, FIQIH IBADAH, (Kediri:
Lembaga Ta’lif Wannasyr, 2010).Hlm 46-47
3
Ibid.,Hlm 47
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل الَ يَ ْغتَ ِس ُل َر ُج ٌل يَوْ َم ْال ُج ْم َع ِة َويَتَطَهَّ ُر بِ َما ا ْستَطَا َع ِم ْنطُه ٍْر َويَ َّد ِهنُ ِم ْن ُد ْهنِ ِه أَوْ يَ َمسُّ ِم ْن َ ى َّ ِاِ َّن النَّب
ِةvهُ َوبَ ْينَ ْال ُج ُم َعvَا بَ ْينvهُ َمvَت إِ َذا تَ َكلَّ َم ْا ِإل َما ُم إِالَّ ُغفِ َر ل ِ ب لَهُ ثُ َّم يُ ْن
ُ ص َ ُق بَ ْينَ ْاثنَي ِْن ثُ َّم ي
َ ِصلِّي َما ُكت ُ ب بَ ْيتِ ِه ثُ َّم يَ ْخ ُر ُج فَالَ يُفَ ِّرِ ِطي
)(رواه البخاري ْاألُ ْخ َرى
Artinya:Nabi bersabda "Tiada bagi seseorang yang mandi, memakai wangi-wangian,
berangkat Jum’atan, lalu mendengarkan Imam ketika sedang membacakan khutbah
Jum’at, kecuali ia akan diampuni dosanya sampai Jum’at mendatang".
(HR. Bukhôri)
Disunahkan mandi ketika datangnya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, tendensi
kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Mâjah :
)صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَ ْغت َِس ُل يَوْ َم ْال ِع ْي َد ْي ِن (رواه ابن ماجة
َ ََكان
Artinya: "Nabi SAW. mandi pada dua hari raya (Idul fitri dan Idul Adha)".
(HR. Ibnu Mâjah).
Waktunya mandi hari raya ('Idul fitri dan 'Idul adha) mulai dari terbitnya fajar
sâdiq dengan niat :
ْ ِْت ْال ُغس َْل لِيَوْ ِم ِع ْي ِد ْالف
األَضْ َحى ُسنَّةً هللِ تَ َعالَى/ط ِر ُ ن ََوي
Artinya: "Saya niat mandi hari raya Idul Fitri / Idul Adha supanya mendapatkan
kesunahan, karena Allah SWT".
Diantara hal-hal yang disunahkan pada hari raya adalah memakai pakaian yang
baru dan bersih dan memakai wangi-wangian.
Mandi Ihrom
Seseorang yang hendak melakukan ihrom haji atau umroh disunahkan mandi
terlebih dahulu. Dasar kesunahan ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Zaid bin
Tsâbit :
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تَ َج َّر َد ِ ِإل ْهالَلِ ِه َوا ْغتـ َ َس َل َّ ِت أَنَّهُ َرأَى النَّب
َ ي ٍ َِر َوى زَ ْي ُد ابْنُ ثَاب
Artinya: Zaid bin Tsâbit melihat Rasulullah tidak berpakaian (yang dilarang bagi
orang yang sedang ihrom) karena hendak ihrom, dan Beliau mandi.(Hadits hasan)
Waktunya mandi ihrom yaitu ketika seseorang hendak melakukan ihrom dengan niat:
ِ ِْت ْال ُغس َْل ل
إلحْ َر ِام ُسنَّةً هللِ تَ َعالَى ُ ن ََوي
Artinya: "Saya niat mandi karena hendak ihrom supanya dapat kesunahan, karena
Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah membaca makalah yang saya buat tentang mandi wajib yang mana
cabang dari thaharah, dapat diambil kesimpulan bahwasanya mandi wajib tidaklah
seperti mandi yang biasa kita lakukan dalam keseharian kita. Namun mandi untuk
menghilangkan hadats besar yang ada pada diri kita dan dalam sebuah moment yang
khusus pula. Mandi wajib dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dengan tetap
mengikuti madzhab yang baik dan benar juga tidak melenceng dari syariat Islam serta
yang melakukan pun merasa nyaman melakukannya.
Thib Raya, Ahmad dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk Beluk Ibadah Dalam Islam,
Bogor:Kencana, 2003
Tholhah Ma’ruf, Moh.Halimi, Syaikhul Hakim, Abdullah, Nanang Ni’amillah, Fuad Hasan,
FIQIH IBADAH, (Kediri: Lembaga Ta’lif Wannasyr, 2010).