1
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
BAB I
PENDAHULUAN
2
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
ditambah dengan PNS melalui rekrutmen tenaga honorer daerah maka efektifitas
dan efisiensi intansi pemerintah daerah akan sulit terwujud.
Beban kerja PNS mempunyai korelasi yang positif dengan beban kerja
organisasi. Apabila organisasi mempunyai beban kerja yang besar maka dapat
dipastikan pegawai yang ada dalam organisasi tersebut memiliki beban kerja
yang besar pula. Beban kerja yang besar bukan berarti harus dipenuhi dengan
jumlah pegawai yang banyak. Komposisi yang tepat antara kuantitas dan kualitas
merupakan model ideal untuk membentuk organisasi yang berkinerja tinggi.
Untuk menuju kesana kajian analisis beban kerja ataupun pengukuran beban
kerja pegawai memiliki peran yang penting guna mewujudkan organisasi
berkinerja tinggi tersebut. Pengukuran beban kerja pegawai merupakan metode
penting dalam penataan kepegawaian baik dalam organisasi yang sifatnya mikro
(unit organisasi) maupun makro (instansi pemerintah).
Memperhatikan kondisi seperti tersebut di atas, maka pada tahun 2007 ini
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara
memandang perlu untuk melakukan kegiatan kajian sesuai dengan topik yang
telah dideskripsikan di atas. Kajian ini dimaksudkan untuk menggali dan
menemukan permasalahan serta memberikan rekomendasi kebijakan sehubungan
dengan beban kerja SDM aparatur khususnya di daerah melalui penyusunan
pedoman bagi pengukuran beban kerjanya. Berdasarkan latar belakang
permasalahan tersebut di atas maka judul kajian ini adalah ”Penyusunan
Pedoman Pengukuran Beban Kerja SDM Aparatur Daerah”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan
masalah dalam kajian ini adalah: “bagaimana menyusun pedoman pengukuran beban
kerja SDM aparatur daerah?”
3
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
D. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi pengukuran beban kerja
SDM aparatur daerah;
2. Mengidentifikasi proses dan mekanisme pengukuran beban kerja SDM
aparatur daerah; dan
3. Menyusun pedoman pengukuran beban kerja SDM aparatur daerah.
E. Sasaran
1. Teridentifikasinya aspek-aspek yang mempengaruhi pengukuran beban kerja
SDM aparatur daerah;
2. Teridentifikasinya proses dan mekanisme pengukuran beban kerja SDM
aparatur daerah; dan
3. Tersusunnya pedoman pengukuran beban kerja SDM aparatur daerah.
4
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
BAB II
KERANGKA TEORI
Analisis beban kerja dalam ilmu manajemen sumber daya manusia merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pegawai atau
sumber daya manusia oleh perusahaan atau organisasi. Namun pada
perkembangannya analisis beban kerja tidak hanya dimanfaatkan untuk penataan
pegawai, namun juga untuk menata organisasi agar lebih efektif dalam menjalankan
tugas-tugasnya.
5
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Gambar 1.1
Varian Workload
Kondisi ini pada akhirnya akan menyeret pada situasi yang disebut sebagai
burnout yang didefinisikan oleh Mondy (2005: 375) sebagai “an incapacitating
condition in which individuals lose a sense of the basic purpose and fulfillment of their
work”. Jadi kondisi burnout adalah masa di mana seorang karyawan sudah
kehilangan orientasi dari pekerjaan dan melupakan tujuan dasar mereka dalam
melaksanakan pekerjaan mereka akibat beban kerja yang di luar kemampuan
rasional mereka. Seorang karyawan akan mengalami burnout apabila mereka
sudah demotivasi, dan kehilangan interes terhadap pekerjaannya. Harga yang
harus dibayar apabila burnout terjadi menimpa karyawan adalah produktivitas
yang menurun (reduced productivity), keluar dari pekerjaan (higher turnover), dan
kinerja yang payah (lousy performance). Oleh karenanya sangat jelas mengapa
beban kerja harus mendapat perhatian, karena dampak yang muncul dari dua
varian begitu besar terhadap kelangsungan organisasi itu sendiri.
6
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
kerja (work content) berdasarkan pada analisis pekerjaan terhadap kerja yang perlu
diselesaikan.
Simamora (2004) menambahkan bahwa teknik analisis beban kerja
(workload analysis) memerlukan penggunaan rasio atau pedoman penyusunan staf
standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia. Analisis
beban kerja mengidentifikasi banyaknya karyawan maupun tipe karyawan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasional. Langkah pertama dalam
analisis beban kerja menurut Simamora adalah mengidentifikasi seberapa banyak
keluaran (target pekerjaan) yang hendak dicapai organisasi. Hal ini selanjutnya
diterjemahkan ke dalam jumlah jam kerja karyawan di setiap kategori pekerjaan
yang diperlukan untuk mencapai tingkat keluaran tersebut. Apabila tingkat
keluaran diperkirakan berubah, maka perubahan pekerjaan dapat diprediksi
dengan mengkalkulasi berapa banyak jam kerja karyawan yang dibutuhkan.
Struktur organisasi suatu organisasi sangat menentukan alokasi sumber
daya organisasi pada setiap unit dalam rangka mengimplementasikan rencana
strategis organisasi. Sumber daya disini dapat berupa sistem, sarana dan
prasarana kerja serta yang sangat mutlak adalah sumber daya manusia. Analisis
beban kerja dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana segenap sumber daya
organisasi tersebut dapat dimanfaatkan dan berdaya guna bagi efektifitas dan
efisiensi pencapaian tugas-tugas yang dibebankan kepada organisasi.
Workload Analysis diistilahkan juga dengan A Full-time Equivalent (FTE)
Employee dimana intinya merupakan the total number of person needed to do all
transactions of one process in certain period yaitu jumlah total pegawai yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas pekerjaan dalam periode waktu yang ada.
FTE dihitung dengan memperbandingkan antara waktu kerja yang digunakan
terhadap pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam satu satuan jam
kerja. Satuan jam kerja ini dapat jam perhari jam perminggu jam perbulan atau jam
pertahun. Beberapa rumus FTE diantaranya adalah :
FTE = Total Process time / Effective Working Time per employee
Yaitu FTE dapat diperoleh melalui pembagian antara jumlah waktu kerja
dengan waktu kerja efektif pegawai.
FTE = Total Working Hours/Effective Time
Dimana FTE dapat di hitung melalui jumlah jam kerja total dibagi dengan
waktu kerja efektif.
7
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan dalam analisis beban kerja
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sampling Pekerjaan
Work sampling (sampling pekerjaan) adalah metode pengukuran yang
berbasis pada sejumlah sampel dari pengamatan yang dilakukan pada periode
waktu acak. Metode ini menurut Kurniawan (2004) pertama kali digunakan
oleh L.H.C Tippet disebuah industri tekstil di Inggris dengan nama ”ratio delay”
pada tahun 1940. Konsep dari work sampling adalah melakukan kunjungan
pada waktu-waktu tertentu yang ditentukan secara acak untuk mengetahui apa
yang terjadi atau kegiatan apa yang sedang dilakukan di tempat kerja yang
bersangkutan, frekuensi kegiatan tersebut dan berapa persen waktu yang
digunakan untuk pekerjaan itu. Semakin banyak kunjungan yang dilakukan
semakin kuat dasar untuk mengambil kesimpulan. Menurut Kurniawan
metode sampling pekerjaan memiliki 3 manfaat utama yaitu :
Activity and delay sampling
Activity and delay sampling digunakan untuk mengukur dan mengetahui
distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh para
pekerja/kelompok kerja, atau untuk mengetahui tingkat pemanfaatan
(utilitas) mesin-mesin, peralatan dan fasilitas kerja.
Performance sampling
Performance sampling digunakan untuk mengukur performance index atau
performance level dari pekerja sepanjang waktu kerjanya. Performance sampling
ini juga digunakan untuk mengetahui dan menghitung beban kerja dari para
pekerja serta memperkirakan kelonggaran bagi pekerjaan tertentu.
Work measurement
Work measurement digunakan untuk menghitung dan menentukan waktu
baku dari suatu jenis pekerjaan tertentu.
Distribusi pemakaian waktu kerja atau kelompok pekerja dan tingkat
pemanfaatan sarana kerja atau alat-alat secara mudah diketahui dengan
mempelajari frekuensi setiap kegiatan atau pemakaian dari catatan
pengamatan setiap kali melakukan kunjungan. Menurut Kurniawan (2004)
langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling pekerjaan dilakukan
adalah sebagai berikut :
Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan,
yang akan menentukan besar kecilnya tingkat ketelitian.
Jika sampling ditujukan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah
penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang
baik. Jika belum, perbaikan-perbaikan atas kondisi dan cara kerja harus
dilakukan terlebih dahulu.
Memilih operator-operator yang baik.
Jika perlu mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa
dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan.
8
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
9
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Nama
Jabatan
Hari/ Tanggal
Jam Kerja
Petunjuk Pengisian :
Berikan tanda tally pada elemen pekerjaan yang sedang Anda lakukan pada jam-jam
yang telah ditentukan
A Uraian Tugas
1 Menangani urusan administrasi pensiun pegawai
2 Menyiapkan berkas-berkas administrasi pensiun pegawai
3 Melakukan entry data pensiun pegawai
4 Berkoordinasi dengan bagian lain dalam menangani pensiun
pegawai
5 Mengarsip berkas-berkas pensiun pegawai
6 Menyusun laporan bulanan, triwulanan pegawai yang pensiun
C Kelonggaran
1 Ke kamar kecil/toilet
2 Istirahat/beribadah, makan
3 Bersosialisasi
4 Membaca Koran/browsing internet/berita popular
5 Urusan pribadi atau keluarga
6 Berolahraga
10
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
11
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Matriks. 2.2
Modified Diary Sampling
LEMBAR PENGUKURAN
Nama Hari/Tgl
Jabatan Lokasi
Petunjuk Pengisian:
Berikan Huruf A, B, C atau D pada jam-jam yang telah ditentukan sesuai dengan aktivitas yang sedang Anda lakukan tepat pada jam
tersebut.
12
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
13
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
14
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
15
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan
waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance) atau
kelonggaran seperti melepas lelah, istirahat untuk makan, beribadah,
ke toilet dan sebagainya. Allowance maksimal 30 % dari jumlah jam
kerja formal.
Penghitungan waktu kerja efektif ini sama dengan yang digunakan
oleh KepmenPAN Nomor : KEP/75/M. PAN/7/2004.
3) Standar Waktu Penyelesaian (SWP)
Standar waktu penyelesaian merupakan waktu rata-rata yang diukur dari
satuan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan suatu tugas jabatan.
SWP berdasarkan pedoman teknis dari BKN tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : bahan kerja, proses kerja, kondisi lingkungan
kerja, dan kompetensi pemegang jabatan.
Contoh dalam pedoman BKN disebutkan : Kepala Subbagian Tata Usaha
Mempunyai salah satu tugas : ”Membuat rencana kegiatan Subbag Tata
Usaha setiap tahun berdasarkan rencana operasional Bagian Umum
Kepegawaian sebagai pedoman pelaksanaan tugas”.
Berdasarkan tugas jabatan tersebut, dapat ditentukan standar waktu
penyelesaiannya melalui penghitungan rata-rata yang diperoleh dari
sampel yang ditentukan dalam jabatan yang sama, yaitu : Ka. Subbag TU
Dinas Perhubungan membuat 1 (satu) rencana kegiatan selama 1500 menit,
Ka. Subbag TU Dinas Pertanian membuat 1 (satu) rencana kegiatan selama
1800 menit, Ka. Subbag TU Dinas Pariwisata membuat 1 (satu) rencana
kegiatan selama 1200 menit, sehingga SWP adalah sebagai berikut :
SWP = 1500 + 1800 + 1200 = 4500 : 3 = 1500 menit.
4) Tingkat Efisiensi Jabatan (TEJ)
Tingkat efisiensi jabatan adalah tercapainya penyelesaian suatu tugas
jabatan oleh pemangku jabatan, dengan kualitas pelayanan yang tepat hasil
dan tepat waktu. Hasil penghitungan tingkat efisiensi jabatan ini, dapat
digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui standar efisiensi jabatan yang
diperoleh dari hasil perbandingan antara isi kerja jabatan (IKJ) dengan
jumlah pemangku jabatan (PJ) dikalikan Waktu Kerja Efektif (WKE) selama
satu tahun. Rumus yang dipergunakan adalah :
IKJ
TEJ =
Σ PJ x WKE
Keterangan:
TEJ = Tingkat Efisiensi Jabatan
IKJ = Isi Kerja Jabatan
PJ = Jumlah Pemegang Jabatan
WKE = Waktu Kerja Efektif
BKN dalam pedoman teknis perhitungan beban kerja menggunakan Standar
Tingkat Efisiensi Jabatan (TEJ) sebagai berikut :
16
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Matriks. 2.3
Contoh Penghitungan Tingkat Efisiensi Jabatan
1 Nama Jabatan : Sekretaris
2 Kode Jabatan :
4 Ikhtisar Jabatan :
Menerima dan mencatat kegiatan Kepala Biro Keuangan serta menyampaikan disposisi kepada unit kerja
terkait dan mengadministrasi surat untuk diproses lebih lanjut demi kelancaran pelaksanaan tugas Biro
Keuangan
JUMLAH 0,90
17
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
18
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
19
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
20
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Kegiatan kajian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana
menurut Strauss dan Corbin (2003) memberikan pengertian bahwa istilah
penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya. Moleong (2006) sehubungan dengan penelitian kualitatif mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
B. Jenis Penelitian
Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif,
maka jenis penelitian dalam kajian ini adalah eksplanasi dimana penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis dan analitis dengan maksud untuk
memahami suatu konteks khusus. Dalam kajian ini konteksnya adalah analisis
beban kerja yang mencakup pengukuran beban kerja, aspek-aspek yang
melingkupinya serta mekanisme pengukurannya untuk menyusun pedoman
pengukuran beban kerja pegawai.
21
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
D. Proses Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif seperti
telah disebutkan diatas, maka dalam kajian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah :
a. Wawancara mendalam (in-depth interview), wawancara mendalam
dilakukan terhadap narasumber/informan yang relevan terhadap topik
penelitian dimana narasumber telah ditentukan sebelumnya.
b. Diskusi, dimaksudkan untuk melengkapi data dari narasumber yang lebih
banyak. Sebab diskusi sangat tepat dilakukan kepada beberapa narasumber
terpilih sehingga akan tercipta dialog konstruktif antara peneliti dan
narasumber penelitian. Kegiatan wawancara mendalam dan diskusi
dimaksudkan untuk saling melengkapi terhadap upaya pengumpulan data
sehingga data yang diperoleh dari penelitian akan lebih valid dan reliable
sesuai dengan kebutuhan penelitian.
c. Studi literatur, dimaksudkan untuk membangun konsep dan teori melalui
telaah dan kajian berbagai bahan bacaan seperti buku-buku kepustakaan,
laporan penelitian maupun kajian dan lainnya.
d. Studi dokumen, teknik pengumpulan data dengan melakukan telaah dan
kajian terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini,
seperti; Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan
Beban Kerja yaitu Kep.Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004.
Pedoman teknis perhitungan beban kerja oleh BKN dan dokumen lain
yang relevan.
22
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
3. Keterbatasan Penelitian
Selama proses penelitian berlangsung tim peneliti mengalami berbagai
macam kesulitan dalam pengumpulan datanya. Mulai dari studi literatur
dimana dapat dikatakan buku-buku SDM yang mengupas tentang analisis
beban kerja sangat terbatas. Di lapangan selama proses penelitian ini berjalan
daerah kajian yang telah melaksanakan pengukuran beban kerja juga sangat
sedikit kalau dibilang tidak ada sehingga pengumpulan datanya dapat
dikatakan belum optimal. Diantara kedua keterbatasan penelitian tersebut,
kapasitas peneliti serta situasi dan kondisi yang melingkupinya ikut memberi
dampak pada masih belum optimalnya hasil penelitian ini.
23
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
BAB IV
HASIL PENELITIAN LAPANGAN DAN
ANALISIS DATA
24
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
25
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
26
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
a. Kota Denpasar
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan struktur organisasi di
Kota Denpasar saat ini terdiri dari 16 Dinas, 5 Badan dan 4 Kantor. Secara
kuantitatif jumlah pegawai dirasakan sudah mencukupi tetapi
persebarannya tidak merata. Kondisi ini berdampak terhadap pembagian
beban kerja yang belum merata ke masing-masing individu. Beban kerja
secara organisasi sudah cukup baik, terlihat dari dapat diselesaikannya
semua tugas pekerjaan yang menjadi beban kerjanya. Akan tetapi secara
individual masih banyak yang perlu diperbaiki, karena ada pegawai yang
bebannya berat dan ada yang ringan. Kondisi ini terlihat dari adanya
pegawai yang sangat sibuk ada pegawai yang santai saja.
Menurut narasumber dari Bagian Organisasi dalam menghitung
beban kerja perlu dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Karena karakteristik pekerjaan pegawai yang berbeda, ada yang
bisa langsung dihitung ada pula yang sulit dihitung. Tapi pada akhirnya
semuanya harus terukur. Pengukuran beban kerja diawali dari jelasnya
tupoksi organisasi, tupoksi ini harus diterjemahkan secara mendetail
sehingga ketahuan pembagiannya untuk semua pejabat yang ada di unit
tersebut. Setelah terbagi rata di semua pejabatnya, kemudian masing-masing
diterjemahkan lagi menjadi tugas pokok dan fungsi (job description) dari staf
yang ada dibawahnya. Job description individu inilah yang sebenarnya
menjadi beban kerja pegawai. Beban kerja atau bisa disebut menjadi volume
kerja dari suatu unit harus disesuaikan dengan jumlah pegawai yang ada
serta kemampuan atau kompetensi masing-masing pegawai.
Penetapan beban kerja masing-masing pegawai ini sangat penting
karena terkait dengan keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut. Jangan
sampai seseorang merasa bebannya lebih berat dari yang lain. Prinsipnya
beban kerja unit tidak bisa dibagi rata, artinya semua pegawai mendapat
beban yang sama. Hal ini disebabkan berbedanya kemampuan atau
kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing pegawai. Pegawai yang
mempunyai kemampuan tinggi sepantasnya mendapat beban yang lebih
banyak daripada pegawai yang kemampuannya belum tinggi. sebaiknya ini
juga dikaitkan dengan reward yang diterima, pegawai dengan beban besar
sudah seharusnya mendapat reward yang besar pula. Dalam pengukuran
beban kerja perlu ditetapkan adanya target untuk pencapaian tujuannya.
27
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
28
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
b. Kabupaten Jembrana
Uraian tugas semua perangkat daerah di Kabupaten Jembrana sudah
ditetapkan dalam suatu Peraturan Bupati secara jelas dan tegas. Uraian ini
menjadi dasar untuk menyusun/mengukur beban kerja. Dari uraian tugas
ini diturunkan menjadi fungsi (tupoksi) yang harus dijalankan oleh masing-
masing unit kerja. Saat ini di Kabupaten Jembrana sudah coba dilakukan
pengukuran beban kerja pegawai yang diarahkan untuk mengetahui
kebutuhan nyata pegawai dimasing-masing unit kerja. Keputusan ini
tertuang dalam Keputusan Bupati Jembrana Nomor 820/25/KEPEG/2007
tentang Penataan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Jembrana.
Dalam SK ini terlihat bahwa setiap unit kerja sudah ditetapkan jumlah
personilnya yang meliputi jabatan struktural dan jumlah staf dibawahnya.
Di tingkat Kecamatan, sudah diterbitkan Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2006 tentang Struktur dan Tata Kerja Pemerintahan Kecamatan di
Kabupaten Jembrana. Dalam Perda ini disebutkan rasio untuk berbagai
jabatan yang ada di tingkat Kecamatan. Misalnya rasio untuk petugas
pungut adalah 1 : 6 artinya satu petugas pungut melayani 6
dusun/lingkungan. Rasio untuk staf administrasi dan kepegawaian adalah 1
: 100 artinya satu petugas melayani 100 orang pegawai. Beberapa rasio
lainnya dapat dicermati dalam Perda.
Pertimbangan atau indikator yang digunakan untuk menyusun rasio
berbeda-beda tergantung pada karakteristik unit kerjanya. Misalnya untuk
Sekretariat Kecamatan, indikator yang dipakai dalam penyusunan rasio
adalah : SOT-nya, jumlah pejabat yang ada, jumlah pegawainya, beban
tugas, jumlah dusun dan lingkungan, luas lantai dan luas kebun. Sementara
untuk Kepala Seksi Pendidikan, indikator yang dipakai adalah: SOT-nya,
jumlah pejabatnya, jumlah SD, jumlah robel dsb. Penataan pegawai di
Kabupaten Jembrana dilakukan dengan tidak melakukan rekrutmen
pegawai baru dan saat ini sudah mencapai 5 tahunan. Saat ini jumlah PNS
kurang lebih 4.800 orang ditambah 800-an orang pegawai honorer.
Selain dari aspek kuantitas atau jumlah pegawai, penataan pegawai
juga dilakukan dengan meningkatkan aspek kualitasnya. Dengan jumlah
pegawai yang bisa dikatakan terbatas, Bupati menginstruksikan untuk
menata secara maksimal jumlah yang ada. Dari analisis yang dilakukan oleh
BKD, maka dilakukan penataan pegawai dengan cara distribusi secara tepat
sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain itu setiap pegawai harus
menguasai 3 kompetensi utama, yaitu : komputer, akuntansi dan bahasa
inggris. Ketiga kompetensi ini harus dikuasai oleh semua pegawai, baik staf
maupun pimpinan. Diharapkan dengan dikuasainya tiga kompetensi pokok
ini pelaksanaan tugas akan lebih maksimal.
Komitmen Bupati ini diterapkan dalam melakukan promosi, yaitu
dengan menerapkan model job tender. Jabatan yang lowong diumumkan
secara terbuka dan semua bebas mengajukan diri untuk mengisinya
29
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
30
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
31
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
2. Provinsi Riau
Menurut narasumber di BAPD (Badan Administrasi dan Pendidikan
Pegawai Daerah) Provinsi Riau analisis beban kerja pegawai belum pernah
dilakukan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yang pernah dilakukan
adalah analisis jabatan pegawai. Namun demikian uraian tugas pegawai telah
disusun sebagai pedoman pelaksanaan tugas-tugas pegawai. Dalam rangka
analisis beban kerja dapat dikatakan belum ada konsep tentang pengukuran
beban kerja di Provinsi Riau.
Menurut narasumber di BAPD pengukuran beban kerja merupakan
proses yang rumit, sebelum beban kerja diukur maka harus dilakukan analisis
jabatan terlebih dahulu. Analisis jabatan yang pernah dilakukan di lingkungan
pemerintah provinsi dilakukan terhadap 2 SKPD sebagai pilot project yaitu di
Sekretariat DPRD dan Sekretariat Daerah. Sementara yang lain belum
dilakukan sebab Depdagri mengeluarkan peraturan baru analisis jabatan yang
tertuang dalam Peraturan Kepmendagri No. 4 Tahun 2005 tentang Pedoman
Analisis Jabatan di Lingkungan DPRD dan Pemerintah Daerah.
Menurut narasumber proses pengukuran beban kerja memerlukan
waktu dan kemampuan tersendiri sebab pengukuran beban kerja memerlukan
pendekatan penelitian dalam penyusunannya seperti halnya analisis jabatan.
Berdasar pengalaman dalam analisis jabatan yang pernah dilakukan hambatan
32
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
yang dihadapi adalah terletak pada kualitas SDM yang ada dimana masih
banyak kelemahan-kelemahan yang dimiliki dalam melakukan analisis jabatan.
Kondisi yang sama akan ditemui apabila pengukuran beban kerja pegawai
dilakukan.
Di Provinsi Riau hingga saat ini belum ada pegawai yang menjabat
sebagai pejabat fungsional analis kepegawaian. Analis kepegawaian inilah
yang melaksanakan analisis jabatan terhadap pegawai. Di beberapa daerah
yang telah melakukan analisis beban kerja, bagian organisasi merupakan
leading sector dalam melaksanakan kegiatan analisis beban kerja bekerja sama
dengan unit kepegawaian.
Di Provinsi Riau bagian organisasi menjadi bagian dari BAPD dan
dipimpin oleh pejabat eselon III (Kabag). Kondisi ini menurut seorang
narasumber menyebabkan lingkup tugas dan kewenangan bagian organisasi
terbatas untuk mengurusi tata kelola organisasi setingkat pemerintah provinsi.
Di Provinsi lain Bagian Organisasi sebagian besar adalah Biro Organisasi yang
dipimpin oleh pejabat eselon II. Mestinya menurut narasumber Bagian
Organisasi menjadi Biro setingkat eselon II sehingga lingkup tugas dan
wewenangnya lebih luas dan kuat.
Aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengukuran beban kerja
pegawai menurut narasumber adalah pengukuran beban kerja mesti obyektif
dan meminimalisir subyektifitas hasil pengukuran beban kerja itu sendiri.
Pengukuran beban kerja harus didasarkan pada uraian tugas yang dimiliki
oleh pegawai dengan berlandaskan pada tupoksi organisasi.
Di Dinas Pendidikan Provinsi Riau berdasarkan informasi yang
diperoleh dari narasumber belum pernah dilakukan analisis beban kerja
terhadap pegawai di lingkungan dinas bersangkutan. Sebagai salah satu SKPD
pemerintah provinsi, dinas pendidikan akan mengikuti kebijakan-kebijkana
yang dikeluarkan oleh Gubernur terkait dengan pengelolaan kepegawaian
dalam hal ini adalah unit kepegawaian di lingkungan pemerintah provinsi.
Menurut narasumber beban kerja di dinas pendidikan dapat dikatakan
cukup berat, hal ini disebabkan oleh kemampuan para staf yang masih terbatas
sehingga menyebabkan seolah-olah beban kerja tersebut begitu banyak dan
berat. Contoh riil terhadap kondisi ini adalah dengan alokasi anggaran untuk
pendidikan sebesar hampir 1 triliun (16,4 %) dari APBD yang ada masih
kesulitan bagi SDM di Dinas Pendidikan untuk mengelola anggaran tersebut
secara optimal.
Apabila di kaji lebih jauh sebenarnya beban kerja di dinas pendidikan
tidak banyak, tapi karena SDM yang ada kualitasnya tidak bagus, komputer
tidak bisa, mind set pegawai masih belum berubah maka beban kerja pegawai
menjadi berat. Menurut narasumber sebagian besar pola pikir pegawai sangat
sulit berubah, sehingga kondisi ini menyebabkan kinerja dan produktivitas
pegawai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut narasumber saat ini
33
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
sudah bukan saatnya lagi pegawai untuk bermain-main, pegawai harus lebih
menyadari bahwa mereka digaji untuk bekerja.
a. Kota Pekanbaru
Di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru analisis beban kerja
belum pernah dilaksanakan sama sekali. Hal ini hampir sama dengan
Pemerintah Provinsi Riau dimana belum pernah melakukan kajian maupun
penerapan analisis beban kerja pegawai. Dalam pengumpulan data di Kota
Pekanbaru tidak banyak data yang bisa diperoleh menyangkut pengukuran
beban kerja pegawai. Selama ini yang pernah dilakukan adalah analisis
jabatan pegawai guna menghasilkan uraian jabatan bagi pegawai yang ada
di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru. Narasumber di Bagian
Organisasi menyadari pentingnya analisis beban kerja sebagai salah satu
aspek penting dalam pengelolaan kepegawaian dan organisasi. Namun
karena keterbatasan kemampuan dan sumber daya yang ada sampai saat ini
konsep analisis beban kerja belum pernah diadopsi sebagai upaya untuk
melakukan penataan kepegawaian.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan formasi pegawai rekrutmen
dilakukan berdasarkan kebutuhan unit-unit organisasi dan belum
didasarkan pada analisis beban kerja. Analisis jabatan yang dilakukan pada
tataran tertentu belum dilakukan secara optimal sehingga hal ini juga
mempengaruhi sistem pengelolaan pegawai yang ada. Menurut narasumber
dari bagian kepegawaian salah satu pokok permasalahan dalam penataan
pegawai adalah buruknya kualitas rekrutmen yang selama ini dilakukan.
Rekrutmen yang buruk menyebabkan kualitas pegawai yang diperoleh juga
buruk.
Rekrutmen pegawai mesti dilaksanakan secara profesional untuk
mendapatkan pegawai-pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Menurut narasumber kalau pemerintah tidak mampu bisa saja rekrutmen
pegawai dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga/konsultan SDM
yang profesional sehingga hasilnya benar-benar berkualitas.
Terkait dengan beragamnya kompetensi dan kinerja pegawai negeri
sipil menurut narasumber dari bagian organisasi latar belakang pendidikan
seorang pegawai belum menjamin pegawai bersangkutan akan memiliki
kinerja dan produktifitas yang tinggi. Banyak pegawai dengan jenjang
pendidikan pasca sarjana namun etos kerjanya lemah dan kompetensinya
tidak seperti yang diharapkan. Hal ini pada akhirnya juga dapat
mempengaruhi distribusi beban kerja untuk masing-masing pegawai pada
suatu unit kerja.
b. Kabupaten Pelalawan
Kondisi yang sama ditemui di Kabupeten Pelalawan terkait dengan
pengukuran beban kerja pegawai dimana hingga saat ini belum pernah
34
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
35
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
a. Kota Kupang
Pemerintah Kota Kupang selama ini belum pernah melakukan
kegiatan analisis beban kerja, baik yang bersifat kajian maupun
penerapannya. Bahkan diakui oleh narasumber dari Bagian Organisasi
konsep pengukuran beban kerja belum banyak dipahami oleh pegawai di
Pemerintah Kota Kupang. Menurut narasumber tersebut beban kerja lebih
banyak dimaksudkan untuk mengetahui volume pekerjaan yang dilakukan
pegawai sehari-hari berdasarkan tupoksi unit. Dalam rangka pelaksanaan
tupoksi unit tersebut ada perintah dari atasan untuk kebutuhan organisasi
serta tugas-tugas tambahan yang mendadak diberikan karena sifatnya
mendesak.
Menurut narasumber di BKD faktor-faktor yang mempengaruhi
beban kerja pegawai antara lain adalah, struktur organisasi, karakteristik
unit kerja, distribusi beban kerja ada yang sedikit, sedang serta adapula yang
beban kerja unit yang memang banyak. Aspek-aspek yang menjadi
pertimbangan dalam mengukur beban kerja pegawai adalah adanya target-
36
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
target kegiatan yang menjadi beban pekerjaan para pegawai yang ada di
unit kerja.
Jumlah pegawai di Pemerintah Kota Kupang saat ini adalah 5. 563
orang (BKD Kota Kupang, 2007). Apabila dilaksanakan analisis beban kerja
maka akan memakan biaya yang sangat besar. Disamping itu sampai saat ini
belum ada pedoman standar dari pemerintah pusat dalam rangka
penyusunan analisis beban kerja pegawai sehingga hal ini cukup
menyulitkan pegawai untuk melaksanakan penghitungan beban kerja
pegawai. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan untuk
melaksanakan penghitungan beban kerja pegawai.
Selama ini rekrutmen/pengisian formasi di Pemerintah Kota Kupang
belum menggunakan analisis beban kerja. Mekanisme yang dipakai untuk
pengisian formasi adalah dengan meminta daftar kebutuhan pegawai
disetiap unit kerja. Kira-kira berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan,
kemudian dihimpun dan dari data itulah yang menjadi dasar bagi
Pemerintah Kota Kupang dalam pengusulan pegawai.
Gubernur NTT sebenarnya telah menginstruksikan melalui Perda
Nomor 5 tahun 2006 tentang pelaksanaan keputusan MenPAN nomor:
Kep/75/M.PAN/2004 terkait dengan pedoman perhitungan kebutuhan
pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS di
lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perda tersebut
menginstruksikan para pimpinan SKPD, bupati dan walikota bahwa setiap
satuan kerja perangkat daerah provinsi serta kabupaten/kota telah
mempunyai formasi kebutuhan PNS berdasarkan hasil analisis beban kerja
paling lambat pada bulan September 2007, hanya saja instruksi tersebut
belum dilaksanakan secara tepat waktu.
37
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
38
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
ABK akan baik. Input ini seperti yang diuraikan diatas yaitu adanya tugas
pokok, tugas penunjang dan tugas tambahan yang terekam secara baik dalam
proses penghitungan ABK.
Analisis jabatan memegang peran penting dalam analisis beban kerja,
hasil analisis jabatan menjadi input penting dalam proses analisis beban kerja.
Apabila analisis jabatan tidak akurat maka tingkat presisi analisis beban kerja
yang dilakukan akan kurang. Akan lebih baik jika analisis jabatan terlebih
dahulu dilakukan kemudian diback up dengan analisis beban kerja sehingga
hasilnya akan sangat baik. Organisasi memiliki banyak manfaat jika ABK
dilakukan. Dengan adanya ABK diharapkan akan memenuhi kebutuhan
organisasi dalam rangka menentukan jumlah pegawai. Melalui analisis beban
kerja akan diketahui bagaimana kinerja pegawai, sistem dan mekanisme kerja
organisasi, tantangan kebijakan baru di tiap unit organisasi.
Menurut narasumber dalam pelaksanaan ABK aspek-aspek yang mesti
diperhatikan adalah pertama, dalam hal pengumpulan data, responden
diminta data-data tentang beban kerjanya, kedua, dalam wawancara setiap
orang belum tentu respek menjawab pertanyaan untuk memotret beban
kerjanya karena belum tentu ada pegawai yang bekerja memenuhi standar.
Responden seringkali belum paham betul bagaimana pengisian kuesioner
terkait tugas-tugas yang dilaksanakan.
a. Kota Yogyakarta
Pemerintah Kota Yogyakarta belum pernah melaksanakan analisis
beban kerja bagi pegawai di lingkungannya, baru pada tahun 2007 ini
analisis beban kerja pegawai akan dilaksanakan. Menurut keterangan dari
narasumber literatur mengenai beban kerja sangat terbatas. Disamping itu
dalam analisis beban kerja ini ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
abstrak yang sulit untuk dideskripsikan dan diukur dalam bentuk beban
kerja. Lain dengan pekerjaan yang jelas produknya.
Analisis beban kerja yang akan dilaksanakan di Pemerintah Kota
Yogyakarta nanti berdasarkan pada tugas pertugas jabatan sebagai elemen
pokok analisis beban kerjanya seperti dalam KepMenpan nomor 75.
Semenjak tiga tahun lalu di Kota Yogyakarta dilakukan analisis jabatan
dimana jumlah SKPD yang dilakukan analisis jabatan adalah sebanyak 5
SKPD. Unit-unit organisasi yang baru terbentuk maupun yang baru
digabung ini membutuhkan pegawai baru maka dari itu analisis jabatan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pegawai di unit-unit tersebut
secara tepat.
Menurut narasumber mekanisme dalam analisis beban kerja
pegawai adalah dengan melakukan pengumpulan data melalui kuesioner
maupun wawancara terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan oleh para
pegawai. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan klarifikasi melalui
ekspose hasil penelitian lapangan terhadap unit organisasi yang dianalisis
39
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
b. Kabupaten Sleman
Di Kabupaten Sleman analisis beban kerja (ABK) sudah
dilaksanakan pada tahun 2006 melalui kerjasama dengan Magister
Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Veteran Yogyakarta. Di
Kabupaten Sleman analisis beban kerja rencananya akan disusun untuk
seluruh SKPD namun karena ada bencana gempa sehingga rencana
tersebut tidak terealisasi. Kondisi ini akhirnya disiasati dengan
merasionalisasi anggaran dimana disepakati untuk mengambil sample
sebagai obyek dari pelaksanaan ABK yang dimulai pada tahun 2006.
Sample dalam pelaksanaan ABK adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah (BPKKD), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Kantor
Pengendalian Dampak Lingkungan.
Sebagai pelaksana analisis beban kerja adalah Bagian Organisasi
sebagai leading sectornya didukung oleh unit-unit lain seperti BKD, Bagian
Hukum dan unit kerja lainnya. Kemampuan dalam melakukan analisis
beban kerja yang ada di bagian organisasi masih kurang. Pelaksanaan
analisis beban kerja dilakukan dalam rangka analisis jabatan sekaligus
untuk melakukan penataan kelembagaan yang ada di lingkungan
pemerintah Kabupaten Sleman.
Tujuan dari penyusunan ABK di Kabupaten Sleman tidak sekedar
untuk melihat berapa jumlah kebutuhan pegawai yang dibutuhkan akan
40
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
tetapi juga bisa dipakai untuk menata kelembagaan yang ada. Selain itu
ABK juga dimaksudkan agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pemberian
reward and punishment di Kabupaten Sleman. Bagian Organisasi tentu
mempunyai keterbatasan apabila harus melakukan ABK di 24 SKPD di
Kabupaten Sleman dan itu tidak bisa sekaligus terselesaikan dalam satu
tahun anggaran dan harus melalui beberapa tahap. ABK sebenarnya bisa
dilakukan sendiri oleh masing-masing unit kerja secara mandiri seandainya
SDM yang ada di unit kerja tersebut telah mampu untuk melakukan teknik
analisis beban kerja.
Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam menghitung atau
menganalis beban kerja diantaranya yaitu, data maupun informasi terkait
nama jabatan dan menyeleksi kegiatan tugas yang dilakukan kemudian
dihitung berapa jam kerja efektifnya. Dari sini akan terlihat kebutuhan
pegawai maupun kemampuan rata-rata masing-masing pegawai terhadap
beban kerja yang diembannya. Yang jelas untuk melakukan ABK menurut
narasumber dibutuhkan waktu yang cukup panjang serta dibutuhkan
ketelitian kemampuan analisa yang baik. Sasaran ABK di Kabupeten
Sleman adalah unit terendah pada organisasi yaitu eselon IV.
Sebenarnya pemerintah provinsi yang mengawali kerjasama dengan
UPN kemudian Kabupaten Sleman guna melakukan analisis beban kerja.
Pada saat itu ada kebutuhan dalam mengkaji beban kerja pegawai dalam
kaitannya untuk memberikan reward and punishment kepada pegawai.
Disamping itu analisis beban kerja juga dimaksudkan untuk
mengidentifikasi kebutuhan formasi pegawai. Analisis beban kerja
dilakukan melalui pengisian kuesioner dan pengamatan langsung
dilapangan dimana sebagai pihak yang menyiapkan substansi, instrumen,
analisis dan penyusunan laporan akhirnya adalah UPN Veteran
Yogyakarta.
Kedepan dari ABK yang dilaksanakan akan dimanfaatkan untuk
penataan pegawai, pengelolaan pegawai serta penataan organisasi. Dalam
hal ini sebagai pengguna dari sisi penataan pegawai adalah BKD kalau dari
sisi kelembagaan tentunya dapat dipakai dalam penataan kelembagaan
oleh Bagian Organisasi. Walaupun masih banyak faktor yang
mempengaruhi lembaga itu dibentuk atau tidak, namun hasil ABK dapat
menjadi salah satu acuannya. Selain itu melalui ABK diharapkan ada
gambaran terhadap berapa reward and punishment bagi pegawai artinya
dengan mengetahui kinerja pegawai nantinya akan dapat menjadi tolok
ukur bagi pegawai untuk mendapatkan reward maupun punishment.
Hambatan dalam pengumpulan data ABK diantaranya adalah
adanya masalah perpedaan persepsi dalam pengisian kuesioner dan juga
kesibukan pegawai sehingga pengisian kuesioner cenderung berulang-
ulang. Ini merupakan kendala yang selalu ditemui dalam setiap
pengumpulan data melalui kuesioner. Disamping itu menurut narasumber
41
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
sempat juga beredar isu bahwa dengan adanya ABK nanti akan ada
organisasi yang akan dilikuidasi sehingga hal ini juga mempengaruhi
pegawai di unit-unit organisasi dalam mengisi kuesioner analisis beban
kerja.
Salah satu upaya dalam rangka untuk mengoptimalkan kinerja di
Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman adalah menyusun analisis beban kerja
(ABK). ABK di Kabupaten Sleman dilakukan melalui analisis tugas pokok
dan fungsi unit organisasi kemudian dikaitkan dengan realitas pekerjaan
yang dilakukan oleh personil. Dalam praktiknya memang ada beberapa hal
yang tidak terkomunikasikan antara tugas pokok dan fungsi dengan
realitas di lapangan, sehingga dalam pengisian form pekerjaan (kuesioner)
apapun yang dilakukan pegawai sepanjang masih berhubungan dengan
unit organisasi mesti tercatat dalam form isian.
Tupoksi unit organisasi diturunkan menjadi beban kerja pada unit
organisasi maka implementasinya dihadapkan kepada sejauh mana staf
dapat menjabarkan tugas pokok dan fungsi sehingga staf mempunyai
tingkat kreativitas, mempunyai inovasi dan kedisiplinan yang tinggi dalam
bekerja. Pegawai tidak akan kesulitan dalam menjabarkan serta
menguraikan mengenai beban kerja tersebut. Namun apabila dihadapkan
kepada staf yang kreativitas, kemauan dan kedisiplinannya rendah serta
tidak tahu apa yang dikerjakan maka pegawai tersebut akan kesulitan
dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Seorang staf diharapkan mampu
mencari informasi-informasi sebagai sumber dasar dalam pengayaan
pelaksanaan pekerjaan, kalau tidak kreatif maka pegawai tidak dapat
mengembangkan tugas dan fungsi dari pekerjaannya.
Di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman antara
beban kerja dengan jumlah pegawai masih kurang sehingga lebih banyak
beban kerjanya. Banyaknya item beban kerja membutuhkan tingkat
operasional di lapangan yang sangat tinggi dan juga membutuhkan
beberapa keahlian khusus dalam rangka mendukung suatu pekerjaan.
Pemanfaatan analisis beban kerja di Kabupaten Sleman kedepan adalah
untuk peningkatan kinerja, menghitung kepastian jumlah pegawai dan
juga untuk meningkatkan pemahaman cakrawala/wawasan kepada
pegawai secara makro sehingga pegawai dapat memahami secara
komprehensif mengenai tugas pokok dan fungsinya.
ABK yang disusun oleh bagian organisasi dalam sosialisasinya
sudah bagus, komunikasi dan bimbingan yang dilakukan kepada unit-unit
lain diharapkan dapat memberi pemahaman dalam menerapkan analisis
beban kerja untuk unit organisasi. Mekanisme analisis beban kerja di
Kabupetan Sleman dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan unit
lain di pemda dengan melakukan pencocokan melalui pengambilan contoh
atau sample dari pejabat yang ada.
Hal ini untuk menciptakan sinkronisasi data analisis beban kerja.
42
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
5. Provinsi Maluku
Di Provinsi Maluku menurut informasi dari narasumber di Bagian
Organisasi belum pernah dilakukan kajian maupun penerapan analisis beban
kerja pegawai. Dalam rangka untuk merespon dikeluarkannya PP 8 Tahun
2004, pihak provinsi telah mempersiapkan analisis beban kerja untuk penataan
kelembagaan namun belum sepenuhnya selesai bekerja sama dengan PT
Sinergi, konsultan dari Yogyakarta. Namun diakui apa yang sedang disusun
tidak rinci sebab pedoman yang dikeluarkan dari kantor Kementerian PAN
masih abstrak dan sulit untuk diterapkan.
Menurut seorang narasumber mekanisme perhitungan beban kerja
mestinya sederhana saja, misalnya satu tugas operasional teknis perlu
didukung dengan beberapa tugas administratif. Jadi misalnya seorang kepala
bidang harus membawahi 3 seksi, kemudian ada tugas fungsional dan
administrasi, misalnya perlu ada 1 orang yang punya tugas agendaris, 1 orang
arsiparis dan lain sebagainya. Pemerintah melalui Keputusan Menpan No. 75
tahun 2004, telah menyiapkan instrumen dalam penghitungan formasi
berdasarkan beban kerja, namun persoalannya adalah untuk menentukan
beban kerja, masih kesulitan.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menyusun pedoman
pengukuran beban kerja diantaranya adalah visi misi organisasi, dari visi misi
tersebut baru dirumuskan sasaran strategis organisasi. Dari situ baru bisa
ditentukan capaian peluang pekerjaan, berapa beban kerjanya akan tergambar
disitu. Beban kerja dapat dikatakan sesuatu yang relatif sifatnya, bisa
situasional, bisa tidak tertentu, ada saatnya banyak ada juga saatnya sedikit
jadi lebih kesituasional. Disamping itu beban kerja juga terkait dengan faktor
pimpinan/atasan, berhubungan dengan bagaimana kebijakan pimpinan dalam
mendistribusikan pekerjaan kepada para bawahannya.
Faktor-faktor yang ikut menentukan beban kerja menurut narasumber
diantaranya adalah sarana prasarana pekerjaan, dan bagaimana
memberdayakan SDM yang ada. Menurutnya salah satu penyebab PNS
berkinerja rendah karena standar gajinya yang masih rendah. Analisis beban
kerja pegawai memang belum dilaksanakan namun untuk menghitung formasi
sudah dilakukan yang dikaji melalui pendekatan analisis jabatan dari situ akan
diketahui suatu jabatan memerlukan pendidikan dan seterusnya, itu yang
dipakai oleh Pemerintah Provinsi Maluku.
Akan tetapi kalau mengukur beban kerja belum pernah dilakukan,
43
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
hanya kajian dari analisis jabatan yang pernah dilaksanakan. Terkait dengan
yang sedang disusun oleh Tim dari Yogya indikator yang digunakan adalah
dengan pendekatan kualitatif, misalnya setelah biro A digabung dengan biro B
jumlah pegawainya berapa. Masalahnya beban kerja itu belum atau kurang
bisa diprediksi karena abstrak, kecuali kalau peralatan, sebab sifatnya jelas,
misalnya mobil 5 buah, memerlukan 5 supir, memerlukan 1 ahli bengkel, ini
jelas bisa diketahui, rumah sakit misalnya, 1 orang dokter mampu melayani
pasien 25 orang.
Senada dengan narasumber dari Biro Organisasi, narasumber dari BKD
Provinsi juga menyatakan bahwa sampai saat ini memang belum dilakukan
analisis beban kerja pegawai di Pemerintah Provinsi Maluku. Berbicara beban
kerja, sangat berhubungan dengan personil, jadi beban kerja suatu organisasi
sama dengan berapa personil yang harus disiapkan. Ini penting sebab
pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi akan bisa berjalan dengan baik
apabila didukung oleh personil dan SDM yang terdidik disertai dengan
kompetensi yang memadai. Misalnya dalam meningkatkan kualitas SDM, BKD
berupaya untuk bisa mengetahui kebutuhan unit, konsolidasi internal dengan
unit akhirnya bisa diketahui kira-kira dalam meningkatkan kinerja pegawai
disiplin ilmu apa yang dibutuhkan. Ini contoh bagaimana menjawab beban
kerja, juga melalui pendidikan, bisa dilihat kemampuan seorang S2 berbeda
dengan S1 dalam melakukan tugas pekerjaan.
Berdasarkan informasi dari narasumber di BKD, Pemerintah Provinsi
Maluku memang belum melakukan perhitungan beban kerja. Saat ini fokus
BKD adalah pengaturan personil ke unit-unit kerja melalui pembenahan
pegawai dengan prinsip mengarahkan pegawai pada kompetensi sesuai
dengan unit kerja melalui penataan aparatur. Terkait dengan beban kerja ini
narasumber berpendapat perlunya dikembangkan melalui komunikasi dengan
unit. Jumlah pegawai yang ada berapa, produktifitasnya bagaimana, apakah
pegawai yang ada jumlahnya berlebih atau tidak, jika ada pegawai yang tidak
produktif laporkan ke BKD. Komunikasi antar unit harus dibangun, pimpinan
unit bisa meminta pegawai sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Misalnya pegawai jumlahnya kurang, butuh kompetensi yang seperti ini
sehingga komposisi pegawai bisa ditata dengan baik.
Terkait dengan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk menyusun
pedoman beban kerja yang perlu dipertimbangkan adalah pertama, beban kerja
sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan, kedua, beban kerja juga
dipengaruhi oleh moral, sekalipun pekerjaan ringan tapi kalau orang tidak
disiplin, maka pekerjaan tidak jalan, ketiga, ini sangat mendasar, kesejahteraan
aparatur harus ditingkatkan untuk memotivasi seseorang pegawai agar bekerja
dengan giat.
Untuk sebuah pedoman perhitungan beban kerja yang baik pedoman
perhitungan beban kerja harus dibuat sesederhana mungkin sehingga bisa
lebih aplikatif. Beban kerja pegawai terkait erat dengan kinerja pegawai, kinerja
44
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
naik atau tidak sangat tergantung dari bagaimana beban kerja tersebut
dilaksanakan. Misalnya tukang sapu satu hari dia kerja 2 kali, pagi dan pulang
kantor harus membersihkan lantai, nah kalau tidak kerja berarti hari ini kinerja
tukang sapu tersebut menurun dan beban kerja yang diberikan tidak
dilaksanakan, jadi jelas bahwa ada hubungan antara kinerja dan beban kerja.
Beban kerja adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, pedoman
pengukuran beban kerja yang akan disusun harus bisa membaca kondisi
pegawai. Pedoman tersebut merupakan pedoman yang standar saja, jangan
mencontoh keberhasilan suatu daerah untuk diterapkan ke daerah lain, karena
budaya kerja antara satu daerah dengan daerah lain berbeda.
Di Dinas Kesehatan provinsi pengukuran beban kerja belum ada,
standar pengukuran beban kerja dapat dirumuskan dari uraian-uraian tugas
dimana masing-masing organisasi sudah jelas tugas pokok dan fungsinya.
Namun demikian perhitungan berapa besar beban kerja dan berapa besar
tenaga yang diperlukan, saat ini belum dilakukan, karena saat ini dinas
menampung dua organisasi (kanwil dan dinas). Otonomi daerah
mengharuskan pegawai di kanwil menjadi pegawai daerah, jadi jumlahnya
sekitar 200 pegawai.
Apabila rekrutmen dilakukan dengan benar maka tidak akan ada
kendala dengan beban kerja, kalau rekrutmen sesuai dengan kebutuhan, tidak
akan ada masalah. Saat ini rekrutmen pegawai di Dinas Kesehatan belum
menggunakan analisis beban kerja. Tapi standar hitungan kebutuhan pegawai
untuk melayani masyarakat pedomannya memang ada. Misalnya untuk dokter
berapa, perawat berapa, umpamanya untuk dokter, 30.000 orang harus ada 1
orang dokter, atau 100.000 orang 8 orang dokter ini sudah ada standarnya.
Untuk pelayanan di tingkat supporting unit disini belum pakai standar.
a. Kota Ambon
Saat ini Pemerintah Kota Ambon melalui Bagian Organisasi telah
melaksanakan evaluasi kinerja jabatan dimana hasilnya teridentifikasi
bahwa masih ada beberapa pejabat yang belum memahami tugas pokok
dan fungsinya sehingga dalam pelaksanaan tugas belum optimal.
Disamping itu Pemerintah Kota Ambon juga sudah menganalisis beban
kerja berdasarkan data valid yang merupakan masukan dari unit-unit.
Memang hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi dilihat secara
umum sudah ada perubahan karena pimpinan secara terus-menerus
melaksanakan evaluasi pelaksanaan pekerjaan, tiap bulan masing-masing
unit memberikan masukan-masukan, pekerjaan dibagi habis atau tidak.
Beberapa waktu yang lalu Pemerintah Kota Ambon menerapkan PP
No. 8 tentang kelembagaan, meminta dinas-dinas untuk menyusun beban
kerja. Wewenang mana yang bisa diserap pemerintah kota dan mana yang
belum bisa dilaksanakan, dari kewenangan itu maka disusun struktur tiap-
tiap dinas, jadi struktur yang dibuat harus menggambarkan kewenangan
45
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
46
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
b. Kabupaten Masohi
Di Kabupaten Masohi diperoleh data bahwa pemerintah kabupaten
belum pernah melakukan kajian maupun menerapkan analisis beban kerja
pegawai. Pernah suatu kali diajukan untuk kegiatan, tapi karena alasan
keterbatasan dana, sehingga program tersebut tidak bisa dilaksanakan.
Perhitungan beban kerja sebagai bagian dari analisis beban kerja juga
belum pernah dilakukan. Pemerintah kabupaten dalam hal ini bagian
organisasi dalam rangka menghitung beban kerja masih berdasarkan pada
analisis jabatan disetiap unit kerja. Seorang narasumber berpendapat
analisa beban kerja pegawai sangat penting sehingga dalam sistem
rekruitmen pegawai, analisa jabatan maupun penempatan pegawai dalam
jabatan, hasil analisis beban kerja sangat dibutuhkan.
Disamping itu terdapat hubungan yang erat antara beban kerja
dengan struktur kelembagaan. Apabila beban kerja sedikit sementara
birokrasi kelembagaan banyak, sama saja dengan pemborosan. Maka dari
itu kedepan penyusunan analisa beban kerja sangat penting, dan daerah
sangat membutuhkannya. Untuk saat ini bagian organisasi dan BKD
47
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
48
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
49
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
50
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
beban kerja MenPAN tidak akan memproses pengadaan pegawai baru bagi
daerah. Substansi dan teknis penerapan KepMenpan No. 75 Tahun 2004
sebenarnya belum pernah disosialisasikan secara baik di daerah. Semestinya
pihak MenPAN atau Pemerintah Pusat melakukan bimbingan teknis atau
sosialisasi bagaimana menerapkan kebijakan tersebut.
Idealnya penerapan kebijakan mesti didukung oleh perangkat kebijakan
lain yang mendukung terlaksananya keputusan Menteri PAN tersebut. Banyak
permasalahan muncul di daerah disebabkan lambatnya kebijakan yang
ditunggu-tunggu daerah, misalnya tentang Peraturan Presiden No. 41 Tahun
2007, tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah, kebijakan ini berubah-ubah,
mulai dari PP No. 84 kemudian diubah dengan PP No. 8 dan setelah itu baru
keluar Peraturan Presiden No. 41 Tahun 2007. Kebijakan ini sangat penting dan
berhubungan erat dengan analisis beban kerja organisasi. Tetapi untuk
merubah struktur organisasi dengan kebijakan tersebut tidak mudah dan
secepat harapan orang, karena dipengaruhi oleh Anggaran, SDM, pembahasan
dengan DPRD dan lain-lain.
Instrumen untuk mengukur beban kerja pegawai yang ada adalah daftar
hadir pegawai, apel pagi, apel pulang, dan catatan dari pimpinannya, selain itu
instrumen lain belum ada. Untuk menyusun instrumen pengukuran beban
kerja perlu ada kebijakan pimpinan daerah, umumnya penerapan instrumen
tersebut dikaitkan dengan reward and punishment. Apabila bicara reward and
punishment tentu perlu anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai,
kalau di daerah sering disebut dengan tunjangan kinerja. Apabila sudah ada
instrumen untuk mengukur beban kerja, maka tugas pimpinan menjadi kunci
keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut. Tugas pimpinan diantaranya adalah
memantau pelaksanaan tugas bawahannya, selain itu melaksanakan tugas-
tugas sebagai pimpinan dalam menyelesaikan tugas instansi yang penting.
Perhitungan standar beban kerja dan prosedurnya pada bagian
tatalaksana, mengacu pada aturan yang disusun oleh Biro Organisasi. Biro
Organisasi menyusun surat edaran Gubernur dan disampaikan kepada
masing-masing SKPD sebagai pedoman, karena sifatnya sebagai instansi yang
melayani keperluan organisasi, jadi harus membuat standar-standar kerja bagi
SKPD di lingkungan pemerintah provinsi. Standar kerja tersebut misalnya
kapan waktu penyelesaian pekerjaan, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
standar beban kerja. Untuk standar beban kerja ini yang menyusun
peraturannya adalah Biro Organisasi. Instansi-instansi yang di bawah Pemda
hanya melaksanakan apa yang telah dibuat oleh Biro Organisasi. Apabila ada
surat edaran tentang hal baru dikeluarkan dan diatur dari Biro Organisasi,
maka unit kerja yang lainnya tinggal melaksanakan saja.
Penghitungan beban kerja di Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan
Selatan yang baru belum ada. Dinas hanya menyelenggarakan aturan-aturan
kepegawaian yang sudah ada, misalnya absensi kehadiran pegawai,
pemantauan setiap pimpinan terhadap bawahannya dalam melaksanakan
51
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
52
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
53
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
b. Kota Banjarmasin
Analisis beban kerja dilingkungan Kota Banjarmasin pernah
dibahas bersama-sama antara BKD dengan Bagian Organisasi, akan tetapi
upaya tersebut kurang ditindak lanjuti karena berbagai alasan. Pernah juga
dilakukan bimbingan teknis mengenai pentingnya dilakukan pengukuran
beban kerja bagi setiap unit kerja dan pegawai di lingkungan Kota
Banjarmasin. Provinsi juga menghimbau semua unit organisasi agar
melakukan pemetaan beban kerja karena sangat penting untuk segera
dilakukan. Permasalahan yang ada adalah bahwa belum ada petunjuk
teknis mengenai penghitungan beban kerja dan daerah masih kesulitan
bagaimana cara menerapkan penghitungan beban kerja.
Proses dan mekanisme bagaimana cara menghitung analisis beban
kerja belum dipahami oleh BKD dan Bagian Organisasi dilingkungan Kota
Banjarmasin, karena belum pernah ada sosialisasi mengenai hal tersebut,
pernah juga ada tawaran dari lembaga/instansi lain untuk menyusun
analisis beban kerja, tetapi pihak daerah menunggu keputusan resmi dari
pemerintah pusat (BKN dan MenPAN).
Aspek-aspek yang terkait dengan penghitungan beban kerja
pegawai di setiap unit organisasi antara lain :
Kelembagaan, daerah masih menunggu kebijakan pemerintah mengenai
struktur kelembagaan yang ada, mungkin ada perubahan struktur
organisasi daerah atau perubahan lainnya.
Uraian pekerjaan, dari uraian tugas pokok dan fungsi organisasi perlu
diturunkan menjadi uraian tugas pada setiap jabatan dan setiap pegawai
sesuai dengan pekerjaan/jabatan yang dilakukannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghitungan beban kerja
pegawai, adalah :
Faktor kebijakan yang sering berubah-rubah, menyulitkan bagi daerah
untuk menindak-lanjuti menjadi kebijakan yang ada, selain itu kebijakan
Pemerintah Pusat sering tidak sinkron dengan instansi lainnya.
Faktor kesejahteraan pegawai menjadi isu yang selalu muncul dan
menjadi permasalahan.
Faktor lainnya adalah masalah kebijakan ditingkat Undang-Undang
belum sepenuhnya ditindak-lanjuti dengan peraturan pendukungnya,
misalnya PP (Peraturan Pemerintah dan lain-lain).
Analisis beban kerja organisasi sudah dirancang tetapi sifatnya
masih sementara, analisis beban kerja ini selain digunakan sebagai acuan
untuk kepentingan formasi pegawai, juga diharuskan oleh MenPAN dan
BKN untuk memetakan kebutuhan formasi pegawai (rekrutmen).
Program pengembangan pegawai dilingkungan Kota Banjarmasin
direncanakan oleh BKD dan dibantu oleh unit-unit organisasi yang ada
dilingkungan Kota Banjarmasin untuk memetakan kebutuhan
pengembangan pegawai yang menyangkut: diklat penjenjangan, diklat
54
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
c. Kabupaten Banjar
Penyusunan analisis beban kerja di Kabupaten Banjar belum ada,
hal ini pernah digagas oleh Bagian Organisasi dan BKD, tetapi masih
banyak kendala diantaranya belum rampungnya peraturan pendukung
lainnya antara lain analisa jabatan, analisa beban organisasi dan masih
terkendala oleh rancangan peraturan tentang struktur organisasi
kelembagaan Kabupaten Banjar sesuai peraturan perundangan yang baru
terbit.
Proses dan mekanisme bagaimana cara menghitung analisis beban
kerja, berbicara idealnya proses dan mekanisme penyusunan analisis beban
kerja langkah-langkahnya secara sistematis antara lain :
Diperlukan perangkat peraturan yang saling mendukung mengenai
analisis beban kerja, hal ini ada hubungannya dengan seberapa besar
beban masing-masing unit organisasi yang ada.
Diperlukan komitmen pimpinan dimulai dari level pimpinan tertinggi
sampai level pimpinan terendah, untuk menyukseskan pelaksanaan
pengukuran beban kerja pegawai, hal ini diperlukan keteladanan
seorang pimpinan dalam melakukan tugasnya.
Diperlukan konsistensi pelaksanaan pengukuran beban kerja tersebut,
tanpa adanya konsistensi secara bersama-sama mengenai bagaimana
yang melakukan tugas sesuai dengan beban kerjanya, dan bagaimana
yang tidak melakukan tugas, hal ini diperlukan reward and punisment
yang jelas.
Dan diperlukan adanya keberlangsungan (sustainable) secara sistem,
dimulai dari pimpinan masa sekarang sampai pergantian pimpinan
selanjutnya.
Permasalahan dan hambatan dalam mengukur beban kerja
pegawai adalah :
Masalah yang dihadapi adalah banyak perubahan kebijakan yang terlalu
cepat, sehingga kebijakan yang baru dikeluarkan belum sempat
dijalankan, sudah dikeluarkan kembali kebijakan yang sama dengan
perubahannya, artinya dalam satu kegiatan kebijakannya berbeda-beda
yang dikeluarkan dari Menpan, BKN, Depdagri, sehingga terjadi
tumpang tindih kebijakan.
55
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
56
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
a. Kota Medan
Menurut seorang narasumber beban kerja selalu berkaitan dengan
struktur tugas pokok dan fungsi artinya pembentukan struktur dalam
sebuah kelembagaan itu memang berdasarkan analisis beban kerja.
Penentuan jabatan atau formasi tergantung kepada beban tugasnya artinya
tugas-tugas apa saja yang tidak terpikul oleh jabatan terstruktur tadi yang
harus diberikan kebawahan sehingga akhirnya akan membutuhkan staf.
Beban kerja berhubungan langsung dengan jabatan struktural maupun
jabatan fungsional khusus dan umum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja dalam
pelaksanaannya cukup luas artinya kalau mengadakan analisis beban kerja
tentunya akan lahir siapa yang cocok mengerjakan beban kerja yang telah
ada. Artinya bila melihat beban kerja harus dapat menghitung berapa
idealnya dan apakah orang yang mengerjakan pekerjaan itu cocok atau tidak
cocok. Kemudian beban kerja itu sendiri akan dapat berpengaruh dalam
struktur jabatannya tentunya untuk sistem organisasi. Kebijakan yang
mempengaruhi beban kerja dan juga perlu adanya pegawai yang
mempunyai kompetensi yang memadai untuk menduduki jabatan tersebut.
Memang dalam era sekarang organisasi membutuhkan konsep-
konsep kebutuhan pegawai. Yang tidak kalah penting adalah kesejahteraan
pegawai artinya beban kerja pegawai lebih berat berhak mendapatkan
57
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
b. Kabupaten Langkat
Menurut seorang narasumber beban kerja adalah pekerjaan yang
dibebankan kepada seseorang untuk dilaksanakan dan dipertanggung
jawabkan kepada pegawai. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja
itu adalah dimana ada waktu-waktu tertentu yang membuat beban kerja
baik individu maupun beban kerja organisasi meningkat, tapi ada waktu
tertentu dimana beban kerja itu menurun. Menurut narasumber besar
kecilnya beban kerja tergantung kepada dinas atau instansi yang menangani
pekerjaan yang didasarkan pada tupoksinya. Misalnya, Dinas Pendapatan
akan bekerja lebih gigih atau lebih keras lagi pada saat-saat akhir tahun,
kenapa ? karena dikejar oleh target pekerjaan.
Kemudian pada saat dinas PU melakukan tender para pekerja sibuk
mengawas ke lapangan untuk menyelesaikan sekian hari selesai sebelum
tutup buku/akhir tahun. Seperti itulah jadi beban kerja organisasi besar
kecilnya tergantung kepada masing-masing dinas berdasarkan bidang tugas
tersebut. Pada saat-saat tertentu misal seperti ini lebih digenjot lagi untuk
menyegerakan pekerjaan RAPBD tahun 2008 yang akan segera dibawa ke
DPRD untuk dibahas bersama dengan tim anggaran eksekutif dan legislatif.
Beban kerja yang dibagi ke pegawai sifatnya ada tugas pokok dan
tugas penunjang, tugas khusus dari Bupati kepada asisten, kepala dinas dan
pegawai lainnya merupakan beban kerja yang lain. Sebab pasti ada tugas
dari Bupati yang diberikan secara mendadak. Apabila tugas tersebut bisa
dibagi dengan pejabat lain maka akan dibagi tapi apabila tugas tersebut
sifatnya pribadi/individual maka mesti dilaksanakan sendiri.
Di Kabupaten Langkat belum pernah dilakukan analisis beban kerja
pegawai. Terkait dengan Keputusan Menpan No. 75 tahun 2004 tentang
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka
Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil para pejabat yang memiliki
kaitan dengan keputusan tersebut belum pernah menerimanya. Khususnya
Bagian Organisasi & Bagian Kepegawaian belum pernah tahu tentang
Keputusan Menpan tersebut sehingga belum pernah dilaksanakan apa yang
menjadi amanat keputusan tersebut. Beban kerja adalah suatu kewajiban
58
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
59
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
1. Beban Kerja
Beban kerja seperti yang telah disebutkan dalam bab kerangka teori
merupakan sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai
dalam satu satuan waktu tertentu. Sumber lain menyebutkan beban kerja
sebagai sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu
unit organisasi atau pemegang jabatan. Dalam konteks yang lebih riil beban
kerja sesungguhnya merupakan uraian tugas masing-masing pegawai sebagai
manifestasi dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Seorang
peneliti memiliki uraian tugas mengumpulkan data lapangan berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan maka salah satu beban kerja peneliti tersebut
adalah pengumpulan data lapangan tersebut sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan apakah itu satu minggu, dua minggu atau bahkan lebih, belum lagi
tugas lainnya seperti menyusun laporan penelitian. Seorang staf TU mengetik
surat dan mendistribusikan surat sehari 5 surat dan 4 kali mendistribusikan
surat maka beban kerjanya adalah mendistribusikan surat, mengetik surat dan
tugas klerikal lainnya sesuai dengan waktu yang diperlukan. Seorang kepala
bagian membuat rencana kerja dan program kegiatan tahunan selama 5 hari
efektif pertahun maka hal ini merupakan salah satu beban kerja kepala bagian
bersangkutan.
Besar kecilnya beban kerja pegawai sangat tergantung pada besar
kecilnya beban kerja organisasi dan juga pada posisi dan jabatan pegawai yang
bersangkutan. Ada korelasi positif antara beban kerja organisasi dengan beban
kerja individu pegawai. Beban kerja organisasi yang besar tidak bisa menjadi
acuan bagi tinggi rendahnya kinerja organisasi begitu juga dalam konteks
individu, banyak pegawai yang memiliki beban kerja yang besar tetapi
kinerjanya belum tentu tinggi. Terkait bagaimana kapasitas dan kemampuan
pegawai tersebut dalam melaksanakan tugasnya maka diperlukan analisis
beban kerja sebagai metode untuk mengetahui kapasitas pegawai dalam
melaksanakan tugas, pokok dan fungsi organisasi. Namun dalam
kenyataannya beban kerja tidak kemudian merupakan representasi dari uraian
pekerjaan yang dimiliki oleh pegawai secara tertulis.
Banyak pekerjaan yang tidak secara eksplisit tercantum dalam dokumen
uraian tugas (job description) tapi merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh
pegawai. Dalam hal ini pekerjaan tersebut dapat dikatakan sebagai beban kerja
bagi pegawai bersangkutan seperti dalam jenis-jenis pekerjaan yang telah
diuraikan dalam proporsi waktu di bab kerangka teori. Dalam proses
60
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
pengukuran beban kerja, uraian tugas merupakan salah satu aspek pokok
dalam mekanisme pengukurannya. Penting dalam arti bagaimana pegawai
mengalokasikan waktu dan mengefektifkan tugas dan pekerjaan yang
diembannya sehingga pekerjaan tersebut apakah selesai secara cepat, lambat
atau biasa-biasa saja yang dikonversikan dalam waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Terkait dengan hal ini akan diketahui bagaimana
kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Lebih jauh
pengukuran beban kerja akan lebih efektif apabila terlebih dahulu analisis
jabatan dilakukan sebab dengan demikian uraian tugas sebagai input utama
analisis beban kerja telah tersedia.
61
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
62
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
Gambar 4.1
Mekanisme Pengukuran Beban Kerja Pegawai
Observasi Organisasi
Visi, misi
Tupoksi
Profil Organisasi
Profil Pegawai
Pengumpulan Data
Pengukuran Beban
Kerja
Wawancara
Kuesioner
Laporan Akhir
Validasi Data Pengukuran Beban
Analisis Data dan dan Informasi Kerja
Informasi Saran dan
FGD Rekomendasi
Lampiran Hasil
Pengukuran
63
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
b. Kuesioner/Form Isian
Pembagian kuesioner kepada responden merupakan pengumpulan
data utama lainnya disamping wawancara. Kuesioner ini dimaksudkan
untuk mengumpulkan data aktivitas kerja pegawai yang harus dituangkan
oleh pegawai (sebagai responden) terhadap kuesioner yang telah disiapkan
oleh tim peneliti. Format kuesioner harus disusun sesederhana mungkin
64
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
65
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
66
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
67
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
responden.
c. Mendiagnosa masalah potensial terkait dengan keakuratan data pengukuran
beban kerja dengan menggunakan form klarifikasi dan instrumen survei
yang disistematiskan dalam pertanyaan yang terstruktur.
d. Membangun konsensus atau kesepakatan umum antar peserta terhadap
target beban kerja dimasa yang akan datang dan norma waktu masing-
masing uraian kegiatan.
e. Menganalisis perkiraan jumlah pegawai pada setiap unit terendah dengan
mendasarkan pada beban kerja masing-masing unit.
68
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan
menunjukkan bahwa sebagian besar daerah yang menjadi lokus kajian belum
melaksanakan pengukuran beban kerja. Beberapa kendala diantaranya adalah
daerah kajian belum mengetahui dan memahami tentang pengukuran beban
kerja. Kendala lainnya sebagian narasumber di daerah kajian menganggap
pengukuran beban kerja/analisis beban kerja, sama dengan analisis jabatan
sehingga dalam proses penelitian di lapangan seringkali terjadi salah pengertian
antara analisis beban kerja dengan analisis jabatan. Hal ini berdampak pada
terbatasnya data-data penelitian yang diperoleh di daerah kajian.
Sehubungan dengan diterbitkannya keputusan Menteri PAN tentang
Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja melalui
Kep.Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004. Hampir seluruh daerah kajian
belum menerapkan keputusan tersebut, hal ini disebabkan sosialisasi yang kurang
serta masih rumitnya pedoman. Jika dicermati lebih jauh keputusan yang
dikeluarkan MenPAN sebenarnya tidak membahas mengenai beban kerja tetapi
mengenai penghitungan formasi pegawai. Jadi banyak aspek perhitungan
kebutuhan pegawai dalam pedoman tersebut dan bukan mengenai analisis beban
kerja itu sendiri. Maka tidak mengherankan jika daerah kajian yang telah
memiliki pedoman tersebut masih belum paham terhadap konsep analisis beban
kerja.
Di Kabupaten Jembrana, pemerintah kabupaten telah memulai
mengembangkan analisis beban kerja bagi pegawai di lingkungan pemerintah
kabupaten. Langkah ini dilakukan untuk menata pegawai agar lebih produktif
dan memiliki kinerja yang tinggi dalam melayani masyarakat. Untuk
mewujudkan harapan tersebut, lima tahun terakhir Pemerintah Kabupaten
Jembrana tidak melakukan rekrutmen pegawai dalam rangka mengoptimalkan
kinerja pegawai yang sudah ada. Hasilnya bisa dipetik dimana Kabupeten
Jembrana saat ini merupakan salah satu pemerintah kabupetan yang cukup
berhasil dalam melakukan penataan pemerintahan dan birokrasi di
lingkungannya.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Sleman telah
melakukan analisis beban kerja guna menata kepegawaian serta struktur
organisasi di instansi masing-masing. Aspek-aspek dalam analisis beban kerja
menurut data yang diperoleh di lapangan adalah visi misi organisasi serta adanya
uraian tugas yang jelas yang harus dimiliki oleh pegawai. Di Kabupaten Sleman
analisis jabatan menjadi syarat yang harus dilakukan oleh organisasi jika akan
melakukan analisis beban kerja. Sebab dengan dilakukannya analisis jabatan
maka uraian jabatan sebagai salah satu input utama pengukuran beban kerja
sudah ada.
69
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
B. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan dalam kajian ini adalah sebagai berikut
:
1. Sehubungan dengan pengukuran beban kerja pegawai, instansi daerah perlu
melakukan telaah terhadap kemungkinan dilakukannya pengukuran beban
kerja pegawai dalam rangka untuk menata pegawai dan organisasinya.
2. Pengukuran beban kerja dilakukan dalam konteks analisis beban kerja
organisasi sehingga organisasi dapat mengambil keputusan-keputusan yang
tepat dalam menghitung kebutuhan pegawai, perumusan jabatan, penataan
jabatan, penataan organisasi, penyusunan peta jabatan, termasuk untuk
aktivitas mutasi, serta untuk pengelolaan kepegawaian lainnya.
3. Terkait dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Penataan Organisasi Perangkat Daerah, analisis beban kerja pegawai
sangat relevan bagi pemerintah daerah untuk melakukan penataan organisasi
berikut komponen-komponen yang ada di dalamnya seperti sumber daya
manusia dan sumber daya organisasi lainnya.
4. Sehubungan dengan diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut dan demi
mewujudkan keberhasilan dalam pelaksanaannya maka instansi daerah dapat
menjadikan analisis beban kerja sebagai salah satu instrumen untuk
70
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
71
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Miles. B Matthew & A. Michael Huberman 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Mondy, R. Wayne & Noe, Robert M, 2005, Human Resource Management, Prentice Hall,
Pearson Education, New Jersey
Simamora, Henry, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN
Strauss, Anselm & Juliet Corbin 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Teknik-Teknik Teoritisasi Data, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Laporan Penelitian :
Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sleman dan Magister Ekonomi
Pembangunan UPUN Vetaran Yogyakarta, 2007, Analisis Beban Kerja Di
Lingkungan BPKKD, BUDPAR, KPDL
Kurniawan, Ade, 2004. Analisis dan Pengembangan Metode Pengukuran Beban Kerja
Karyawan Tidak Langsung, Departemen Teknik Industri Institut Teknologi
Bandung.
72