Anda di halaman 1dari 72

Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur

Lembaga Administrasi Negara

Analisis Beban Kerja PNS

Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur


Lembaga Administrasi Negara
Jakarta
2007

1
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan


Di organisasi publik, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah
menghadapi problem yang serius terkait dengan analisis kebutuhan pegawainya.
Jumlah pegawai yang besar dan kualifikasi pegawai yang tidak sesuai dengan
kebutuhan organisasi adalah contoh nyata kondisi ini. Hal ini disebabkan
sebagian besar instansi pemerintah berikut unit kerja yang ada didalamnya belum
melakukan analisis kebutuhan pegawai yang tepat dalam rangka mewujudkan
organisasi yang efisien dan efektif dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya.
Di daerah, pengelolaan kepegawaiannya semakin kompleks apalagi
semenjak diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 dilaksanakan. Dari sisi kepegawaian berdampak pada pengalihan
lebih dari dua juta pegawai pusat menjadi pegawai daerah. Jumlah yang
sedemikian besar menyebabkan pemerintah daerah merasakan adanya kelebihan
pegawai dalam unit organisasinya. Jumlah pegawai yang ada tidak diimbangi
dengan beban kerja yang memadai yang pada akhirnya menyebabkan pegawai
tidak bekerja secara optimal. Disisi lain pemerintah daerah juga melakukan
rekrutmen pegawai baik melalui penerimaan CPNS maupun dengan
pengangkatan pegawai kontrak/tenaga honor sehingga secara pasti menambah
jumlah aparatur di daerah.
Dalam rangka analisis terhadap kebutuhan pegawai negeri sipil,
pemerintah melalui Kementerian PAN menerbitkan keputusan Menteri PAN
tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja
melalui Kep.Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004. Keputusan tersebut
dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam
menghitung kebutuhan pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka
penyusunan formasi PNS di lingkungannya. Sedangkan tujuan diterbitkannya
keputusan tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas perencanaan pegawai,
khususnya penyusunan formasi yang rasional dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien.
Beberapa tahun terakhir terdapat sinyalemen bahwa jumlah pegawai
honorer daerah mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini tentu
mempengaruhi efektifitas dan efisiensi organisasi dalam melaksanakan tuags
pokok dan fungsinya. Penambahan pegawai tanpa analisis kebutuhan yang
cermat dan akurat hanya akan membebani organisasi. Kebijakan pemerintah
mengangkat pegawai honorer daerah sebagai PNS melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2005 tidak pada tataran tertentu malahan menambah
kompleksnya pengelolaan PNS di daerah. Dengan pegawai yang sekarang ada
saja masih banyak ditemui PNS tidak bekerja sebagaimana mestinya jika

2
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

ditambah dengan PNS melalui rekrutmen tenaga honorer daerah maka efektifitas
dan efisiensi intansi pemerintah daerah akan sulit terwujud.
Beban kerja PNS mempunyai korelasi yang positif dengan beban kerja
organisasi. Apabila organisasi mempunyai beban kerja yang besar maka dapat
dipastikan pegawai yang ada dalam organisasi tersebut memiliki beban kerja
yang besar pula. Beban kerja yang besar bukan berarti harus dipenuhi dengan
jumlah pegawai yang banyak. Komposisi yang tepat antara kuantitas dan kualitas
merupakan model ideal untuk membentuk organisasi yang berkinerja tinggi.
Untuk menuju kesana kajian analisis beban kerja ataupun pengukuran beban
kerja pegawai memiliki peran yang penting guna mewujudkan organisasi
berkinerja tinggi tersebut. Pengukuran beban kerja pegawai merupakan metode
penting dalam penataan kepegawaian baik dalam organisasi yang sifatnya mikro
(unit organisasi) maupun makro (instansi pemerintah).
Memperhatikan kondisi seperti tersebut di atas, maka pada tahun 2007 ini
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur Lembaga Administrasi Negara
memandang perlu untuk melakukan kegiatan kajian sesuai dengan topik yang
telah dideskripsikan di atas. Kajian ini dimaksudkan untuk menggali dan
menemukan permasalahan serta memberikan rekomendasi kebijakan sehubungan
dengan beban kerja SDM aparatur khususnya di daerah melalui penyusunan
pedoman bagi pengukuran beban kerjanya. Berdasarkan latar belakang
permasalahan tersebut di atas maka judul kajian ini adalah ”Penyusunan
Pedoman Pengukuran Beban Kerja SDM Aparatur Daerah”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan
masalah dalam kajian ini adalah: “bagaimana menyusun pedoman pengukuran beban
kerja SDM aparatur daerah?”

C. Ruang Lingkup Kajian


Kajian ini difokuskan pada penyusunan pedoman pengukuran beban
kerja SDM aparatur daerah melalui pengumpulan data yang diperoleh dari
daerah kajian. Ruang lingkup kajian ini adalah untuk menemukan dan
mengidentifikasi aspek-aspek pengukuran beban kerja pegawai, mekanisme dan
metode yang digunakan serta tahapan-tahapan dalam menyusun pedoman
pengukuran beban kerja pegawai. Pengumpulan data lapangan dilakukan
terhadap instansi pemerintah daerah dimana yang ditentukan secara purposive
dengan pertimbangan keseimbangan geografis provinsi di barat, tengah dan
timur.

3
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

D. Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi aspek-aspek yang mempengaruhi pengukuran beban kerja
SDM aparatur daerah;
2. Mengidentifikasi proses dan mekanisme pengukuran beban kerja SDM
aparatur daerah; dan
3. Menyusun pedoman pengukuran beban kerja SDM aparatur daerah.

E. Sasaran
1. Teridentifikasinya aspek-aspek yang mempengaruhi pengukuran beban kerja
SDM aparatur daerah;
2. Teridentifikasinya proses dan mekanisme pengukuran beban kerja SDM
aparatur daerah; dan
3. Tersusunnya pedoman pengukuran beban kerja SDM aparatur daerah.

F. Hasil Yang Diharapkan


Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan pedoman pengukuran beban
kerja SDM aparatur daerah.

4
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

BAB II
KERANGKA TEORI

Analisis beban kerja dalam ilmu manajemen sumber daya manusia merupakan
salah satu metode yang digunakan untuk memperkirakan kebutuhan pegawai atau
sumber daya manusia oleh perusahaan atau organisasi. Namun pada
perkembangannya analisis beban kerja tidak hanya dimanfaatkan untuk penataan
pegawai, namun juga untuk menata organisasi agar lebih efektif dalam menjalankan
tugas-tugasnya.

A. Definisi Beban Kerja


Beban kerja menurut keputusan MenPAN Nomor 75 tahun 2004 adalah
sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan
waktu tertentu. Beban kerja juga didefinisikan sebagai sekumpulan atau sejumlah
kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang
jabatan.
Terminologi beban kerja dalam kaitannya dengan kajian analisis beban
kerja oleh beberapa pihak terkesan berbeda-beda. Namun satu hal yang pasti
bahwa berbicara mengenai beban kerja tidak pernah terlepas dari dua hal pokok
yaitu beban kerja organisasi serta waktu kerja yang dibutuhkan pegawai dalam
menyelesaikan beban pekerjaan yang dimilikinya. Pemanfaatan waktu menjadi
parameter penting dalam setiap kajian beban kerja. Artinya sejauhmana tingkat
penyerapan waktu yang digunakan pegawai dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya ikut menentukan besar kecilnya beban kerja yang dimiliki pegawai
bersangkutan.
Mondy & Noe (2005) menyebutkan bahwa workload atau beban kerja
mempunyai dua varian dasar yaitu:
1. Job overload, A condition that exist when employees are given more work than they can
reasonably handle. Kondisi di mana karyawan atau pegawai melakukan
pekerjaan melebihi tanggung jawab yang seharusnya diemban.
2. Job underload, Occurs when employees are given menial, boring tasks to perform.
Kondisi ini terjadi disebabkan karyawan atau pegawai beban kerjanya rendah,
hal ini membuat jenuh dan bosan terhadap pekerjaan sehingga mempengaruhi
kinerja pegawai.
Job overload terjadi akibat karyawan dengan prestasi kerja di atas rata-rata
(best performer) biasanya selalu dipercayai diberikan tugas atau pekerjaan yang
lebih banyak, baik secara kualitas, maupun kuantitas dibandingkan dengan
pegawai lainnya. Sedangkan job underload dapat terjadi karena dua hal yaitu;
pertama, jumlah karyawan melebihi kebutuhan atau kedua, beban pekerjaan pada
suatu unit organisasi menurun atau terlalu sedikit. Gambar berikut memberikan
ilustrasi dua varian beban kerja yang mengakibatkan kondisi burnout, dan
berakhir pada permasalahan produktivitas, loyalitas dan kinerja pegawai dalam
sebuah organisasi.

5
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Gambar 1.1
Varian Workload

Sumber : Adaptasi dari Mondy dan Noe (2005, 377)

Kondisi ini pada akhirnya akan menyeret pada situasi yang disebut sebagai
burnout yang didefinisikan oleh Mondy (2005: 375) sebagai “an incapacitating
condition in which individuals lose a sense of the basic purpose and fulfillment of their
work”. Jadi kondisi burnout adalah masa di mana seorang karyawan sudah
kehilangan orientasi dari pekerjaan dan melupakan tujuan dasar mereka dalam
melaksanakan pekerjaan mereka akibat beban kerja yang di luar kemampuan
rasional mereka. Seorang karyawan akan mengalami burnout apabila mereka
sudah demotivasi, dan kehilangan interes terhadap pekerjaannya. Harga yang
harus dibayar apabila burnout terjadi menimpa karyawan adalah produktivitas
yang menurun (reduced productivity), keluar dari pekerjaan (higher turnover), dan
kinerja yang payah (lousy performance). Oleh karenanya sangat jelas mengapa
beban kerja harus mendapat perhatian, karena dampak yang muncul dari dua
varian begitu besar terhadap kelangsungan organisasi itu sendiri.

B. Analisis Beban Kerja


Analisis beban kerja adalah suatu teknik pengkajian tentang efisiensi dan
efektifitas kerja suatu unit organisasi. Disamping itu analisis beban kerja juga
merupakan kajian terhadap seberapa besar volume pekerjaan yang dibebankan
pada suatu unit organisasi oleh organisasi dalam menginterpretasikan kebijakan-
kebijakan strategis dimasa yang akan datang. Di dalam manajemen sumber daya
manusia analisis beban kerja merupakan salah satu aktivitas yang dimaksudkan
untuk memperkirakan kebutuhan SDM. Analisa beban kerja akan memberikan
informasi yang akurat terhadap analisa kebutuhan pegawai pada masa yang akan
datang. Seperti diungkapkan oleh Simamora (2004) bahwa metode paling akurat
untuk prakiraan jangka pendek adalah dengan menggunakan informasi muatan

6
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

kerja (work content) berdasarkan pada analisis pekerjaan terhadap kerja yang perlu
diselesaikan.
Simamora (2004) menambahkan bahwa teknik analisis beban kerja
(workload analysis) memerlukan penggunaan rasio atau pedoman penyusunan staf
standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia. Analisis
beban kerja mengidentifikasi banyaknya karyawan maupun tipe karyawan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan organisasional. Langkah pertama dalam
analisis beban kerja menurut Simamora adalah mengidentifikasi seberapa banyak
keluaran (target pekerjaan) yang hendak dicapai organisasi. Hal ini selanjutnya
diterjemahkan ke dalam jumlah jam kerja karyawan di setiap kategori pekerjaan
yang diperlukan untuk mencapai tingkat keluaran tersebut. Apabila tingkat
keluaran diperkirakan berubah, maka perubahan pekerjaan dapat diprediksi
dengan mengkalkulasi berapa banyak jam kerja karyawan yang dibutuhkan.
Struktur organisasi suatu organisasi sangat menentukan alokasi sumber
daya organisasi pada setiap unit dalam rangka mengimplementasikan rencana
strategis organisasi. Sumber daya disini dapat berupa sistem, sarana dan
prasarana kerja serta yang sangat mutlak adalah sumber daya manusia. Analisis
beban kerja dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana segenap sumber daya
organisasi tersebut dapat dimanfaatkan dan berdaya guna bagi efektifitas dan
efisiensi pencapaian tugas-tugas yang dibebankan kepada organisasi.
Workload Analysis diistilahkan juga dengan A Full-time Equivalent (FTE)
Employee dimana intinya merupakan the total number of person needed to do all
transactions of one process in certain period yaitu jumlah total pegawai yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas pekerjaan dalam periode waktu yang ada.
FTE dihitung dengan memperbandingkan antara waktu kerja yang digunakan
terhadap pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dalam satu satuan jam
kerja. Satuan jam kerja ini dapat jam perhari jam perminggu jam perbulan atau jam
pertahun. Beberapa rumus FTE diantaranya adalah :
 FTE = Total Process time / Effective Working Time per employee
Yaitu FTE dapat diperoleh melalui pembagian antara jumlah waktu kerja
dengan waktu kerja efektif pegawai.
 FTE = Total Working Hours/Effective Time
Dimana FTE dapat di hitung melalui jumlah jam kerja total dibagi dengan
waktu kerja efektif.

C. Metode Pengukuran Beban Kerja


Kata pengukuran mempunyai makna proses, cara, atau perbuatan
mengukur dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. Dalam hal ini
metode pengukuran beban kerja berarti merupakan suatu metode, proses, cara
untuk mengukur target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai organisasi.
Istilah pengukuran beban kerja dalam manajemen sumber daya manusia
sebenarnya merupakan bagian dari analisis beban kerja. Dalam arti salah satu
aktivitas analisis beban kerja adalah dengan melakukan pengukuran beban kerja.

7
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Beberapa metode pengukuran yang dapat digunakan dalam analisis beban kerja
diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sampling Pekerjaan
Work sampling (sampling pekerjaan) adalah metode pengukuran yang
berbasis pada sejumlah sampel dari pengamatan yang dilakukan pada periode
waktu acak. Metode ini menurut Kurniawan (2004) pertama kali digunakan
oleh L.H.C Tippet disebuah industri tekstil di Inggris dengan nama ”ratio delay”
pada tahun 1940. Konsep dari work sampling adalah melakukan kunjungan
pada waktu-waktu tertentu yang ditentukan secara acak untuk mengetahui apa
yang terjadi atau kegiatan apa yang sedang dilakukan di tempat kerja yang
bersangkutan, frekuensi kegiatan tersebut dan berapa persen waktu yang
digunakan untuk pekerjaan itu. Semakin banyak kunjungan yang dilakukan
semakin kuat dasar untuk mengambil kesimpulan. Menurut Kurniawan
metode sampling pekerjaan memiliki 3 manfaat utama yaitu :
 Activity and delay sampling
Activity and delay sampling digunakan untuk mengukur dan mengetahui
distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu kerja oleh para
pekerja/kelompok kerja, atau untuk mengetahui tingkat pemanfaatan
(utilitas) mesin-mesin, peralatan dan fasilitas kerja.
 Performance sampling
Performance sampling digunakan untuk mengukur performance index atau
performance level dari pekerja sepanjang waktu kerjanya. Performance sampling
ini juga digunakan untuk mengetahui dan menghitung beban kerja dari para
pekerja serta memperkirakan kelonggaran bagi pekerjaan tertentu.
 Work measurement
Work measurement digunakan untuk menghitung dan menentukan waktu
baku dari suatu jenis pekerjaan tertentu.
Distribusi pemakaian waktu kerja atau kelompok pekerja dan tingkat
pemanfaatan sarana kerja atau alat-alat secara mudah diketahui dengan
mempelajari frekuensi setiap kegiatan atau pemakaian dari catatan
pengamatan setiap kali melakukan kunjungan. Menurut Kurniawan (2004)
langkah-langkah yang dijalankan sebelum sampling pekerjaan dilakukan
adalah sebagai berikut :
 Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan,
yang akan menentukan besar kecilnya tingkat ketelitian.
 Jika sampling ditujukan untuk mendapatkan waktu baku, lakukanlah
penelitian pendahuluan untuk mengetahui ada tidaknya sistem kerja yang
baik. Jika belum, perbaikan-perbaikan atas kondisi dan cara kerja harus
dilakukan terlebih dahulu.
 Memilih operator-operator yang baik.
 Jika perlu mengadakan latihan bagi para operator yang dipilih agar bisa
dan terbiasa dengan sistem kerja yang dilakukan.

8
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

 Menyiapkan peralatan yang diperlukan.


 Melakukan pemisahan sesuai yang diinginkan.
 Menentukan jam pengamatan secara acak dengan interval waktu.
Metode sampling pekerjaan ini terdiri dari metode diary sampling dan
modified diary sampling (MDS).
a. Metode Diary Sampling
Metode diary sampling dimaksudkan untuk mengetahui
karakteristik-karakteristik yang terdapat pada pekerjaan. Pengukuran
dengan metode ini dilakukan dimana proses pengisian di kerjakan oleh
responden sendiri. Metode ini sama-sama memanfaatkan pendekatan
perilaku manusia dalam organisasi.
Berdasarkan telaah yang dilakukan, karakteristik dari metode diary
sampling adalah sebagai berikut :
 Aktivitas-aktivitas yang dilakukan karyawan telah disusun dalam satu
kolom aktivitas yang terdiri dari 3 kategori, yaitu :
1) Uraian tugas
2) Faktor penghambat pekerjaan
3) Kelonggaran
Sehingga responden tinggal memberi tally ( ) pada aktivitas yang
sedang mereka lakukan pada jam-jam yang telah ditentukan tanpa
harus menulis terlebih dahulu aktivitas-aktivitas mereka di lembar
diary.
 Daftar aktivitas yang terdapat pada bagian uraian tugas diambil dari
job description masing-masing pegawai yang terdapat pada SK formasi
jabatan di unit organisasi bersangkutan, sehingga daftar aktivitas antar
responden yang berbeda jabatan akan berbeda pula, begitu pula
sebaliknya. Untuk memperoleh hasil yang valid maka perlu dilakukan
wawancara dengan pihak manajerial atau pegawai yang bersangkutan
dalam penyusunan uraian tugas ini.
 Daftar aktivitas yang terdapat pada bagian faktor penghambat
pekerjaan merupakan aktivitas yang nonproduktif yang tidak
menambah nilai dari pekerjaan yang mereka lakukan.
 Daftar aktivitas yang terdapat pada bagian kelonggaran merupakan
aktivitas yang termasuk pada kategori kelonggaran untuk kebutuhan
pribadi, dan menghilangkan rasa fatique.
 Pemberian tally pada lembar diary dilakukan setiap interval waktu
tertentu yang bersifat konstan, misalnya tiap 15 menit. Penentuan
interval ini bersifat subjektif dengan pertimbangan jika interval terlalu
panjang, maka akan ada aktivitas-aktivitas karyawan yang tidak
terekam oleh diary ini, sedangkan jika interval waktu terlalu pendek
akan menyulitkan responden karena akan menambah frekuensi
pengisian tally pada lembar diary sehingga dikhawatirkan akan
mengganggu pekerjaan responden. Menurut Kurniawan yang perlu

9
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

diperhatikan dalam penentuan interval waktu ini adalah jangan sampai


bertentangan dengan siklus alami dari sifat pekerjaan responden.
Berikut diberikan contoh lembar diary sampling untuk pegawai di salah satu
unit kerja.
Matriks. 2.1
Contoh format lembar Diary Sampling
LEMBAR DIARY SAMPLING

Nama
Jabatan
Hari/ Tanggal
Jam Kerja
Petunjuk Pengisian :
Berikan tanda tally pada elemen pekerjaan yang sedang Anda lakukan pada jam-jam
yang telah ditentukan

No Kegiatan Tally Total

A Uraian Tugas
1 Menangani urusan administrasi pensiun pegawai
2 Menyiapkan berkas-berkas administrasi pensiun pegawai
3 Melakukan entry data pensiun pegawai
4 Berkoordinasi dengan bagian lain dalam menangani pensiun
pegawai
5 Mengarsip berkas-berkas pensiun pegawai
6 Menyusun laporan bulanan, triwulanan pegawai yang pensiun

B Faktor-Faktor Penghambat Pekerjaan


1 Menunggu penggunaan komputer oleh rekan kerja yang lain
2 Menunggu rekan kerja untuk melakukan koordinasi
3 Melakukan tugas lain dari atasan
4 Listrik mati

C Kelonggaran
1 Ke kamar kecil/toilet
2 Istirahat/beribadah, makan
3 Bersosialisasi
4 Membaca Koran/browsing internet/berita popular
5 Urusan pribadi atau keluarga
6 Berolahraga

Adaptasi dari Kurniawan, 2004

Untuk mempermudah pengisian, diberikan petunjuk pengisian


dalam setiap interval berapa menit pegawai diminta untuk mengisi lembar
diarynya. Kelemahan dari metode ini adalah jika karyawan yang menjadi
responden tidak memiliki integritas/kejujuran dalam proses pengisian
buku diarynya, sehingga data-data yang didapatkan menjadi tidak valid.
Selain itu, perlu suatu usaha besar dari pendesain survey untuk menyusun
lembar diary terlebih dahulu, karena aktivitas-aktivitas rinci pegawai
disusun dalam satu kolom aktivitas secara lengkap sehingga pegawai
tinggal melakukan tally dari aktivitas-aktivitas yang muncul selama jam
kerjanya.
Menurut Kurniawan (2004), langkah-langkah yang diperlukan
sebelum melakukan diary sampling adalah sebagai berikut:

10
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

 Menetapkan tujuan pengukuran, yaitu untuk apa sampling dilakukan;


 Melakukan penelitian pendahuluan, untuk mengetahui karakteristik
pekerjaan secara jelas;
 Memilih pegawai yang representative untuk diukur, bila untuk satu
jenis pekerjaan terdapat lebih dari satu orang pegawai;
 Mengumpulkan data sekunder berupa uraian tugas;
 Menentukan saat-saat pengukuran dan lama pengukuran;
 Menyiapkan lembar diary sampling;
 Mengajarkan cara pengisian lembar diary sampling dan waktu
pengisiannya, kepada pegawai yang akan diukur.
b. Modified Diary Sampling (MDS)
Metode Modified Diary Sampling (MDS) merupakan metode yang
dikembangkan oleh Ade Kurniawan seorang alumni Teknik Industri
Institut Teknologi Bandung tahun 2004 untuk mengukur beban kerja
pegawai. Metode ini merupakan modifikasi dari metode diary sampling,
karena karakteristik-karakteristik yang terdapat pada MDS diambil dari
diary sampling, maka pada MDS aktivitas yang digunakan adalah aktivitas
global yang menunjukkan bahwa responden sedang melakukan kegiatan
yang produktif.
Karakteristik dari metode ini yang membedakan dengan metode
terdahulu, yaitu:
 Menggunakan huruf sebagai pengganti penggunaan tally;
 Cara pengisian adalah mencantumkan aktivitas apa yang sedang
dilakukan dengan menggunakan huruf sebagai lambangnya.
Format lembar pengukuran MDS dapat digambarkan berikut ini:

11
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Matriks. 2.2
Modified Diary Sampling
LEMBAR PENGUKURAN

Nama Hari/Tgl

Jabatan Lokasi

Petunjuk Pengisian:
Berikan Huruf A, B, C atau D pada jam-jam yang telah ditentukan sesuai dengan aktivitas yang sedang Anda lakukan tepat pada jam
tersebut.

No Jam Aktivitas Daftar Aktivitas


1 8 : 15
2 8 : 30
3 8 : 45
4 9 : 00 No Aktivitas Simbol
5 9 : 15
1 Melakukan aktivitas yang merupakan tugas dan tanggung jawab
6 9 : 30
dalam bekerja (baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental, seperti A
7 9 : 45 berfikir)
8 10 : 00
2 Menunggu (karena tiadanya fasilitas kerja, menunggu selesainya
9 10 : 15
pekerjaan rekan kerja, ditugaskan atasan untuk pekerjaan lain dan B
10 10 : 30
lainnya)
11 10 : 45
12 11 : 00 3 Aktivitas kelonggoran kerja (istirahat, beribadah, ke toilet,
C
13 11 : 15 mengobrol, bersosialisasi, browsing internet, baca Koran dll)
14 11 : 30 4 Lain – lain *)
15 11 : 45  D
16 12 : 00 
17 13 : 15
18 13 : 30
19 13 : 45
20 14 : 00

Rekapitulasi : Jumlah A + Jumlah B + Jumlah C + Jumlah D = 20


*) Aktivitas D dijabarkan pada tempat yang tersedia dibawahnya.
Sumber : Kurniawan, 2004
Daftar aktivitas responden dibagi ke dalam 4 kategori dimana setiap
kategori diberi lambang masing-masing. Adapun keempat kategori
aktivitas tersebut adalah:
 Melakukan aktivitas yang merupakan tugas dan tanggung jawab
dalam bekerja (baik aktivitas fisik maupun aktivitas mental, seperti
berfikir), diberi symbol huruf A. Aktivitas ini merupakan aktivitas
produktif yang dilakukan oleh responden. Jadi apapun bentuk
aktivitas yang sedang dilakukan oleh responden, pengisian yang
dilakukan adalah dengan memberikan huruf A pada waktu-waktu
yang telah ditentukan;
 Menunggu (baik menunggu karena tiadanya fasilitas kerja, menunggu
selesainya pekerjaan rekan kerja, diminta atasan melakukan pekerjaan
lain) diberi symbol huruf B. Aktivitas ini dikategorikan sebagai
aktivitas nonproduktif;
 Melakukan aktivitas yang termasuk dalam kategori kelonggaran kerja

12
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

(seperti istirahat, bersosialisasi/mengobrol, ke toilet, membaca koran,


browsing internet, beribadah, maupun berolahraga), diberi symbol C.
Segala bentuk aktivitas responden yang berhubungan dengan
kelonggaran kerja dan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan
dimasukkan ke dalam aktivitas ini;
 Aktivitas lain-lain, diberi symbol huruf D. Aktivitas ini sebenarnya
digunakan sebagai antisipasi jika responden merasa bahwa aktivitas
yang sedang dilakukannya tidak termasuk ke dalam kategori A, B dan
C. Dan pada akhir pengukuran, aktivitas ini akan dijustifikasi oleh
peneliti apakah termasuk produktif atau nonproduktif.
Cara pengisian lembar pengukuran adalah dengan memberikan
huruf A, B, C atau D pada kolom aktivitas pada jam-jam yang
bersangkutan sesuai dengan aktivitas yang sedang dilakukan oleh
responden pada jam-jam tersebut.

2. Pendekatan Berdasarkan Aktivitas Atau Job Title


Dalam pendekatan ini perhitungannya adalah setiap aktivitas individu
dikumpulkan sedemikian rupa selama periode tertentu beserta waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan aktivitas tersebut yang kemudian dibagi dengan
total jam kerja dalam periode tertentu. Fokus dalam pendekatan ini adalah
pada aktivitas pekerjaan yang dilakukan individu pegawai. Proses improvement
yang dibutuhkan dalam pendekatan ini adalah pemanfaatan teknologi baru
dan pengembangan kompetensi pegawai.
Proses penghitungan berdasarkan aktivitas pekerjaan (activity base)
dapat digambarkan sebagai berikut :

Pengumpulan Validasi Data :


Data :  FGD;
 Wawancara Analisis Data konfirmasi
 Job Desc data, dan
Analysis klarifikasi data
 Kuesioner

Dalam pengumpulan data, informasi yang dibutuhkan adalah :


 Seluruh aktivitas pegawai
 Mekanisme dan prosedur kerja
 Struktur organisasi
Dalam pengumpulan data ini tim analis harus memiliki keterampilan
wawancara (depth interview) dan keterampilan analisis (analytical skill).
Pendekatan berbasis pada aktivitas pekerjaan ini memiliki asumsi :
 1 (satu) orang pegawai tidak dapat mengerjakan 2 aktivitas pekerjaan
sekaligus, contohnya mengetik surat sambil merapikan dokumen
administrasi lainnya dalam waktu bersamaan.
 Semua aktivitas pekerjaan sifatnya adalah riil dan tercatat beserta waktu
yang dibutuhkan.

13
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Aktivitas pekerjaan tersebut dituangkan dalam kuesioner atau formulir


isian yang diisi sendiri oleh pegawai beserta intensitas pekerjaan tersebut dan
waktu yang dibutuhkannya.

3. Pendekatan Berdasarkan Proses (By Proses)


Pendekatan berdasarkan proses pada intinya adalah metode
penghitungan beban kerja terhadap suatu pekerjaan yang melibatkan orang
lain atau unit kerja lain. Penghitungan berdasarkan proses bertujuan untuk
mengukur kontribusi seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam
pendekatan ini yang dibutuhkan adalah :
 Business Process  Flowchart
Dalam pendekatan ini diperlukan alur pekerjaan yang jelas untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Peran dan kontribusi orang perorang
dalam menyelesaikan pekerjaan dapat dituangkan dalam flowchart untuk
memudahkan identifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pegawai.
 Process time
Pendekatan berdasarkan proses pekerjaan menekankan pentingnya proses
waktu yang dibutuhkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan kontribusi masing-masing pegawai. Hal ini sama dengan
penghitungan beban kerja berdasarkan aktivitas pekerjaan. Setiap proses
pekerjaan membutuhkan waktu kerja efektif dan dalam penghitungan
beban kerja baik berdasarkan aktivitas pekerjaan maupun proses pekerjaan
waktu kerja efektif menjadi elemen pokok dalam proses penghitungannya.
Pendekatan berdasarkan proses pada intinya sama dengan pendekatan
berdasarkan aktivitas. Para pegawai yang terlibat dalam suatu pekerjaan
menuangkan rincian pekerjaan pada formulir isian yang telah disiapkan
berikut waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masing-masing
pekerjaan. Dalam pendekatan berdasarkan proses ini aktivitas improvement
untuk mengoptimalkan suatu proses pekerjaan adalah dengan melakukan
reduksi terhadap proses suatu pekerjaan agar efisien, efektif terhadap waktu
kerja yang dibutuhkan dan mengurangi biaya operasional pekerjaan sehingga
dari sisi kualitas pekerjaan akan tetap baik dan biaya yang dikeluarkan dapat
ditekan seminimal mungkin.

4. Teknik Perhitungan Beban Kerja BKN


Tahun 2006 Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah menyusun
pedoman teknis perhitungan beban kerja dalam rangka penyusunan peta
jabatan pegawai negeri sipil. Maksud dan tujuan dari penyusunan pedoman
tersebut adalah untuk dijadikan acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam
menghitung beban kerja untuk penyusunan kebutuhan jabatan PNS. Selain itu
pedoman tersebut juga bertujuan agar instansi pemerintah memiliki pola dan
standar dalam penyusunan kebutuhan jabatan PNS. Sedangkan manfaatnya
adalah sebagai standar dalam rangka; 1) menyamakan pandangan dan

14
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

memberikan kepastian kebijakan tentang pelaksanaan perhitungan beban kerja,


2) sebagai dasar dalam perhitungan beban kerja, dan 3) untuk memberi
kemudahan dalam pelaksanaan perhitungan beban kerja bagi setiap instansi
pemerintah.
Dalam pedoman teknis tersebut disebutkan bahwa penghitungan beban
kerja mempunyai manfaat yang sangat besar dalam pengelolaan pegawai,
diantaranya adalah untuk:
1) Perumusan Jabatan.
2) Penataan Jabatan, Unit Kerja atau Organisasi.
3) Penyusunan Peta Jabatan.
4) Penyusunan Formasi.
5) Mutasi Pegawai.
6) Perumusan Sasaran Kinerja Individu.
Dalam menghitung beban kerja jabatan BKN menyebutkan 3 (tiga)
aspek pokok yang harus diperhatikan. Ketiga aspek tersebut adalah:
1) Beban Kerja
Beban kerja merupakan aspek pokok yang menjadi dasar untuk
perhitungan. Beban kerja ditetapkan berdasarkan program-program unit
kerja yang selanjutnya dijabarkan menjadi target pekerjaan untuk setiap
jabatan.
Contoh : Ka. Subbagian Tata Usaha Bagian Umum Kepegawaian
Mempunyai salah satu tugas : ”Membuat rencana kegiatan Subbag Tata
Usaha setiap tahun berdasarkan rencana operasional Bagian Umum
Kepegawaian sebagai pedoman pelaksanaan tugas”. Berdasarkan tugas
jabatan tersebut, dapat ditentukan beban kerjanya adalah rencana kegiatan
yang harus diselesaikan dalam waktu satu tahun sebanyak 1 (satu) rencana
kegiatan.
2) Waktu Kerja
Waktu kerja disini adalah Waktu Kerja Efektif (WKE), artinya waktu kerja
yang secara efektif digunakan untuk bekerja. Waktu Kerja Efektif terdiri
atas Hari Kerja Efektif dan Jam Kerja Efektif.
a) Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari
libur dan cuti. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Jumlah hari menurut kalender ...........hari
Jumlah hari minggu dalam 1 tahun ...........hari
Jumlah hari libur dalam 1 tahun ...........hari
Jumlah cuti dalam 1 tahun ...........hari
Jumlah hari minggu, libur dan cuti ...........hari
Jumlah hari kerja efektif ...........hari
Catatan :
Hari libur dapat berupa hari libur nasional dan hari libur kedaerahan.
Tiap-tiap daerah dapat menghitung sendiri hari libur kedaerahannya
apabila memang memilikinya.

15
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Jam kerja efektif adalah jumlah jam kerja formal dikurangi dengan
waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja (allowance) atau
kelonggaran seperti melepas lelah, istirahat untuk makan, beribadah,
ke toilet dan sebagainya. Allowance maksimal 30 % dari jumlah jam
kerja formal.
Penghitungan waktu kerja efektif ini sama dengan yang digunakan
oleh KepmenPAN Nomor : KEP/75/M. PAN/7/2004.
3) Standar Waktu Penyelesaian (SWP)
Standar waktu penyelesaian merupakan waktu rata-rata yang diukur dari
satuan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan suatu tugas jabatan.
SWP berdasarkan pedoman teknis dari BKN tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain : bahan kerja, proses kerja, kondisi lingkungan
kerja, dan kompetensi pemegang jabatan.
Contoh dalam pedoman BKN disebutkan : Kepala Subbagian Tata Usaha
Mempunyai salah satu tugas : ”Membuat rencana kegiatan Subbag Tata
Usaha setiap tahun berdasarkan rencana operasional Bagian Umum
Kepegawaian sebagai pedoman pelaksanaan tugas”.
Berdasarkan tugas jabatan tersebut, dapat ditentukan standar waktu
penyelesaiannya melalui penghitungan rata-rata yang diperoleh dari
sampel yang ditentukan dalam jabatan yang sama, yaitu : Ka. Subbag TU
Dinas Perhubungan membuat 1 (satu) rencana kegiatan selama 1500 menit,
Ka. Subbag TU Dinas Pertanian membuat 1 (satu) rencana kegiatan selama
1800 menit, Ka. Subbag TU Dinas Pariwisata membuat 1 (satu) rencana
kegiatan selama 1200 menit, sehingga SWP adalah sebagai berikut :
SWP = 1500 + 1800 + 1200 = 4500 : 3 = 1500 menit.
4) Tingkat Efisiensi Jabatan (TEJ)
Tingkat efisiensi jabatan adalah tercapainya penyelesaian suatu tugas
jabatan oleh pemangku jabatan, dengan kualitas pelayanan yang tepat hasil
dan tepat waktu. Hasil penghitungan tingkat efisiensi jabatan ini, dapat
digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui standar efisiensi jabatan yang
diperoleh dari hasil perbandingan antara isi kerja jabatan (IKJ) dengan
jumlah pemangku jabatan (PJ) dikalikan Waktu Kerja Efektif (WKE) selama
satu tahun. Rumus yang dipergunakan adalah :
IKJ
TEJ =
Σ PJ x WKE
Keterangan:
TEJ = Tingkat Efisiensi Jabatan
IKJ = Isi Kerja Jabatan
PJ = Jumlah Pemegang Jabatan
WKE = Waktu Kerja Efektif
BKN dalam pedoman teknis perhitungan beban kerja menggunakan Standar
Tingkat Efisiensi Jabatan (TEJ) sebagai berikut :

16
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

A = sangat baik = apabila TEJ > 1


B = baik = apabila TEJ = 0,90 ----- 0,99
C = cukup = apabila TEJ = 0,70 ----- 0,89
D = sedang = apabila TEJ = 0,50 ----- 0,69
E = kurang = apabila TEJ < 0,50
Hasil penghitungan beban kerja adalah tingkat efisiensi jabatan yang
merupakan penjumlahan dari setiap jumlah tingkat efisiensi masing-masing
tugas jabatan.

Matriks. 2.3
Contoh Penghitungan Tingkat Efisiensi Jabatan
1 Nama Jabatan : Sekretaris

2 Kode Jabatan :

3 Unit Kerja/Organisasi : Biro Keuangan BKN

4 Ikhtisar Jabatan :

Menerima dan mencatat kegiatan Kepala Biro Keuangan serta menyampaikan disposisi kepada unit kerja
terkait dan mengadministrasi surat untuk diproses lebih lanjut demi kelancaran pelaksanaan tugas Biro
Keuangan

5 Pengukuran Beban Kerja :

No URAIAN TUGAS SBK SWP WKE BK TEJ KET


Menerima dan mencatat para tamu
pimpinan sesuai dengan keperluannya
1 Tamu 6’ 300 10 0,20
untuk mengatur pertemuan dengan
Kepala Biro Keuangan
Menyampaikan surat masuk dan keluar
yang telah didisposisikan sesuai tata
2 Surat 10’ 300 3 0,10
naskah dinas kepada unit kerja terkait
untuk diproses lebih kanjut
Membuat jadwal/kegiatan pimpinan
pada papan tulis agenda kegiatan
3 pimpinan sesuai agenda acara Kegiatan 5’ 300 6 0,10
pimpinan dan prioritas untuk kelancaran
pelaksanaan tugas
Menerima dan memberi informasi
melalui telepon kepada pejabat yang
4 terkait berdasarkan petunjuk pimpinan Kegiatan 5’ 300 12 0,20
untuk kelancaran pelaksanaan tugas di
Biro Keuangan
Melaksanakan tugas kedinasan lain Tugas
5 Kegiatan - - - 0,30
yang diperintahkan pimpinan Kegiatan tambahan

JUMLAH 0,90

Sumber: BKN, 2006

Tingkat Efisiensi Jabatan Sekretaris Biro Keuangan adalah Baik


Jumlah Pemegang Jabatan : 1 orang

17
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

D. Proporsi Waktu Kerja


Keseluruhan aktivitas kerja apabila diamati sebenarnya memiliki proporsi
waktu yang berbeda-beda yang terdiri dari 2 (dua) proporsi yaitu : berdasarkan
kaitan dengan tugas pekerjaan dan berdasarkan pola beban kerja. Uraian proporsi
waktu kerja dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Kaitan Dengan Tugas Pekerjaan
a. Pekerjaan Utama
Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang terkait langsung dengan
produktivitas untuk mewujudkan target-target pekerjaan. Produktivitas
dalam arti pekerjaan tersebut menghasilkan produk kerja nyata baik dalam
bentuk fisik maupun non fisik. Misalnya staf TU melakukan tugas
mengetik maka produknya naskah, seorang dokter melayani pasien, guru
mengajar di kelas, peneliti melakukan penelitian dan menyusun laporan
penelitian produknya adalah nyata sesuai tugas pekerjaannya. Contoh
tersebut merupakan tugas-tugas utama yang dijalankan pegawai dengan
jabatannya masing-masing dan menghasilkan produk fisik maupun non
fisik.
b. Pekerjaan Pendukung
Pekerjaan pendukung dilakukan untuk mendukung keberhasilan
dan kelancaran pekerjaan utama. Namun pekerjaan pendukung ini jika
dilakukan secara berlebihan akan dapat mengganggu produktivitas dari
pekerjaan utama tentunya apabila dilakukan oleh seorang pegawai yang
sama. Peneliti mengikuti seminar, mengumpulkan literatur penelitian, staf
tata usaha mengantar surat-surat yang masuk merupakan pekerjaan-
pekerjaan pendukung.
c. Pekerjaan Non Operasional
Pekerjaan non operasional bukan pekerjaan untuk mendukung
produktivitas pekerjaan utama namun masih ada hubungannya dengan
pekerjaan dan tugas sehari-hari. Tugas non operasional biasanya
dimaksudkan untuk evaluasi cakupan tugas serta peningkatan disiplin
pegawai. Melakukan tugas-tugas yang diperintahkan atasan yang bukan
merupakan tugas utama misalnya menghadiri rapat baik diinternal instansi
maupun di instansi lain untuk mewakili atasan adalah contoh tugas non
operasional.

2. Berdasarkan Pola Beban Kerja


Berdasarkan pola beban kerja terdapat 3 (tiga) karakteristik pekerjaan, yaitu :
a. Pekerjaan Rutin
Karakteristik pekerjaan yang termasuk dalam kategori ini adalah
pekerjaan-pekerjaan yang memiliki jadwal dan frekwensi yang tetap dan
menjadi rutinitas pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Durasinya yang predictable membuat jenis pekerjaan ini termasuk dalam

18
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

karakteristik pekerjaan utama. Dimana pekerjaan tersebut sudah jelas


kapan dimulai dan kapan selesainya. Misalnya mengumpulkan data,
menyusun laporan merupakan pekerjaan rutin bagi peneliti. Mengetik dan
mengarsip surat merupakan tugas rutin staf bagian TU. Begitu juga dengan
pekerjaan-pekerjaan rutin lain yang dilakukan oleh pegawai sesuai jabatan
masing-masing.
b. Pekerjaan Periodik
Pekerjaan periodik memiliki frekwensi atau jadwal yang tetap
namun durasinya unpredictable seperti penyusunan laporan kegiatan
triwulanan, semesteran dan lainnya. Secara periodik pekerjaan tersebut
sudah jelas namun durasinya unpredictable tidak bisa diketahui kapan tugas
tersebut diselesaikan.
c. Pekerjaan Non Rutin
Pekerjaan non rutin adalah pekerjaan yang apabila dilihat dari pola
beban kerja waktunya unpredictable dan durasinya pun unpredictable. Tugas-
tugas yang mendadak dari atasan dan pimpinan seperti menyusun
telaahan staf, menghadiri rapat dan lain sebagainya adalah pekerjaan-
pekerjaan non operasional.

E. Penyesuaian dan Kelonggaran (allowance) Waktu Dalam Bekerja


Dalam tahap pengukuran beban kerja, pengukur harus mengamati
kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh responden. Ketidakwajaran dapat terjadi
dalam proses pelaksanakan pekerjaan. Misalnya bekerja tanpa kesungguhan,
terburu-buru, atau karena menjumpai kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi
ruangan yang buruk, sarana kerja yang tidak lengkap, dan lain sebagainya. Sebab-
sebab seperti ini akan mempengaruhi performansi kerja. Berdasarkan kewajaran
kerja inilah penyesuaian dilakukan. Pertanyaan yang kemudian muncul
sehubungan dengan kewajaran bekerja adalah kerja yang bagaimana yang disebut
wajar? Dengan standar apa ketidakwajaran kerja responden dinilai? Untuk
memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari
bagaimana bekerjanya seorang operator yang dianggap normal itu, yaitu jika
seorang operator yang dianggap berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang
berlebihan sepanjang hari bekerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan dan
menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya.
Selain pentingnya dilakukan penyesuaian terhadap hasil kerja, dalam
proses kerja seringkali kita melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak berhubungan
langsung dengan pekerjaan, seperti istirahat, makan, sholat dan lainnya.
Aktivitas-aktivitas ini disebut allowance atau kelonggaran. Menurut Kurniawan
(2004) ada 3 (tiga) jenis kelonggaran, yaitu:

1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi


Yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti
minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-

19
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

cakap dengan rekan sekerja, untuk menghilangkan ketegangan ataupun


kejemuan dalam bekerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini terlihat sebagai sesuatu yang mutlak; tidak
bisa misalnya seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau
melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam
kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan
tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) tetapi juga merugikan
perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja
dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.

2. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Fatique


Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitasnya. Karenanya salah satu cara untuk menentukan
besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang
hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun.
Jika rasa fatique itu telah datang dan pekerja harus bekerja untuk
menghasilkan performansi normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja
lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini
berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu anggota badan
yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali
walaupun sangat dikehendaki. Karena itulah kelonggaran untuk melepaskan
rasa lelah karena fatique ini perlu diperhatikan.

3. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan


Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai ”hambatan”. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti
mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja, ada pula
hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di luar kekuasaan
pekerja untuk mengendalikannya. Beberapa contoh hambatan yang tidak
terhindarkan adalah sebagai berikut:
 Menerima atau meminta petunjuk atasan;
 Melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap sarana pekerjaan;
 Listrik mati;
 Memperbaiki kemacetan-kemacetan sarana pekerjaan, seperti printer
ngadat, komputer down dan lainnya;
 Hambatan-hambatan lain seperti, kertas habis, tinta habis dan lain
sebagainya.

20
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Kegiatan kajian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dimana
menurut Strauss dan Corbin (2003) memberikan pengertian bahwa istilah
penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-
temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan
lainnya. Moleong (2006) sehubungan dengan penelitian kualitatif mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

B. Jenis Penelitian
Sesuai dengan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif,
maka jenis penelitian dalam kajian ini adalah eksplanasi dimana penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis dan analitis dengan maksud untuk
memahami suatu konteks khusus. Dalam kajian ini konteksnya adalah analisis
beban kerja yang mencakup pengukuran beban kerja, aspek-aspek yang
melingkupinya serta mekanisme pengukurannya untuk menyusun pedoman
pengukuran beban kerja pegawai.

C. Daerah Penelitian dan Nara Sumber/Key Informan


Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten
Timor Tengah Selatan dan Kota Kupang, Provinsi Maluku, Kabupaten Maluku
Tengah dan Kota Ambon, Provinsi Bali, Kabupaten Jembrana dan Kota Denpasar,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta,
Provinsi Riau, Kabupaten Pelalawan dan Kota Pekanbaru, Provinsi Sumatera
Utara, Kabupaten Langkat dan Kota Medan, dan Provinsi Kalimantan Selatan,
Kabupaten Banjar dan Kota Banjarmasin. Penentuan daerah penelitian ini
dilakukan secara purposive sampling dengan mempertimbangkan keseimbangan
geografis, wilayah barat, tengah dan timur.
Narasumber dalam penelitian ini adalah: Pejabat Struktural Badan
Kepegawaian Daerah (Kepala, Kabid, termasuk Staf), Pejabat Struktural dari Biro
Organisasi (Kepala, Kabag, termasuk Staf) Kepala Dinas serta pejabat struktural
dibawahnya. Nara sumber tersebut dipilih berdasarkan kapasitas dan
kompetensinya sesuai dengan topik kajian dan dilakukan terhadap semua
instansi tersebut baik di provinsi, kabupaten maupun kota. Disamping nara
sumber dari instansi pemerintah kajian ini juga melakukan pengumpulan data
terhadap narasumber di luar instansi pemerintah yang memahami dan memiliki
kompetensi terhadap analisis beban kerja, misalnya praktisi dan konsultan

21
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

manajemen sumber daya manusia.

D. Proses Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kualitatif seperti
telah disebutkan diatas, maka dalam kajian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah :
a. Wawancara mendalam (in-depth interview), wawancara mendalam
dilakukan terhadap narasumber/informan yang relevan terhadap topik
penelitian dimana narasumber telah ditentukan sebelumnya.
b. Diskusi, dimaksudkan untuk melengkapi data dari narasumber yang lebih
banyak. Sebab diskusi sangat tepat dilakukan kepada beberapa narasumber
terpilih sehingga akan tercipta dialog konstruktif antara peneliti dan
narasumber penelitian. Kegiatan wawancara mendalam dan diskusi
dimaksudkan untuk saling melengkapi terhadap upaya pengumpulan data
sehingga data yang diperoleh dari penelitian akan lebih valid dan reliable
sesuai dengan kebutuhan penelitian.
c. Studi literatur, dimaksudkan untuk membangun konsep dan teori melalui
telaah dan kajian berbagai bahan bacaan seperti buku-buku kepustakaan,
laporan penelitian maupun kajian dan lainnya.
d. Studi dokumen, teknik pengumpulan data dengan melakukan telaah dan
kajian terhadap dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini,
seperti; Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian, Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan
Beban Kerja yaitu Kep.Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004.
Pedoman teknis perhitungan beban kerja oleh BKN dan dokumen lain
yang relevan.

2. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan adalah data-data
kualitatif. Data kualitatif, lebih merupakan wujud kata-kata daripada deretan
angka-angka. Data kualitatif merupakan sumber dari deskripsi yang luas dan
berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang
terjadi terhadap suatu fenomena khusus. Miles dan Huberman (1992)
menyatakan bahwa dengan data kualitatif peneliti dapat mengikuti dan
memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat untuk
memperoleh penjelasan yang lebih banyak dan bermanfaat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas teknik analisis data yang
digunakan dalam kajian ini adalah succesive approximation, dimana menurut
Neuman (2003) menjelaskan bahwa teknik tersebut adalah teknik analisis yang
mengaitkan antara data dengan teori untuk menjelaskan kesenjangan yang
terjadi hingga merumuskan suatu generalisasi mengacu proposisi teoritis dan
bertalian yang merefleksikan realitas yang ada.

22
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

3. Keterbatasan Penelitian
Selama proses penelitian berlangsung tim peneliti mengalami berbagai
macam kesulitan dalam pengumpulan datanya. Mulai dari studi literatur
dimana dapat dikatakan buku-buku SDM yang mengupas tentang analisis
beban kerja sangat terbatas. Di lapangan selama proses penelitian ini berjalan
daerah kajian yang telah melaksanakan pengukuran beban kerja juga sangat
sedikit kalau dibilang tidak ada sehingga pengumpulan datanya dapat
dikatakan belum optimal. Diantara kedua keterbatasan penelitian tersebut,
kapasitas peneliti serta situasi dan kondisi yang melingkupinya ikut memberi
dampak pada masih belum optimalnya hasil penelitian ini.

23
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

BAB IV
HASIL PENELITIAN LAPANGAN DAN
ANALISIS DATA

A. Hasil Penelitian Lapangan


1. Provinsi Bali
Pemerintah Provinsi Bali selama ini belum melakukan pengukuran
beban kerja pegawai secara khusus, namun yang dilakukan adalah analisis
jabatan sesuai dengan arahan dari Kementerian PAN untuk menyusun formasi
kebutuhan pegawai. Mekanisme perhitungan formasi pegawai belum
sepenuhnya mengadopsi KepMenPAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka
Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil sehingga hasilnya belum sesuai
dengan yang diharapkan.
Saat ini, BKD Provinsi Bali menyusun kebutuhan tenaga jabatan
fungsional di Provinsi Bali dengan berdasarkan pada beban kerja. Mekanisme
yang dilakukan adalah dengan menanyakan secara langsung kepada masing-
masing unit kerja, jabatan fungsional apa yang dibutuhkan, berapa jumlahnya,
bagaimana spesifikasi jabatannya dan lain sebagainya. Hasil yang diperoleh
meskipun masih mentah ternyata menunjukkan berbagai kenyataan yang
menarik. Jabatan fungsional yang dahulunya tidak begitu dikenal ternyata
dibutuhkan oleh suatu unit kerja, misalnya pranata humas. Peta kebutuhan
jabatan fungsional yang dihasilkan ini juga memberikan gambaran bagi BKD
untuk mengupayakan pengembangannya dan jika memang belum ada maka
akan dilakukan rekrutmen jabatan fungsional sesuai dengan kebutuhan.
Narasumber di BKD menyebutkan bahwa untuk mengukur beban kerja,
perlu dicermati karakteristik pekerjaan PNS yang berbeda-beda. Ada yang
terukur (misalnya dalam bidang pelayanan) tapi ada yang sulit terukur
(misalnya di bidang administrasi, penelitian dsb). Karakteristik pekerjaan PNS
dasarnya adalah sebagai pelayan masyarakat (services) jadi unsur pelayanannya
tinggi sehingga gajinya adalah gaji pokok yang disamakan (sesuai golongan).
Sementara kalau karakteristiknya adalah profit oriented bisa saja gaji
disesuaikan dengan profit yang diperoleh. Pengukuran beban kerja dapat
diukur secara baik sampai pada unit organisasi atau pejabatnya (sesuai tupoksi
masing-masing). Tapi begitu diturunkan ke tingkat staf menjadi sulit karena
uraian tugas (job description) mereka belum ada.
Dengan kata lain uraian tugas menjadi aspek utama untuk bisa
mengukur beban kerja seorang pegawai. Kalau untuk pejabat struktural lebih
mudah dilakukan karena pada umumnya sebagian besar telah memiliki uraian
jabatan, tupoksi bahkan standar kompetensinya. Tiga hal tersebut merupakan
syarat mutlak pengukuran beban kerja agar dapat dilakukan dengan baik.
Uraian jabatan dianalisis melalui kompetensi yang mesti dimiliki jabatan
dimana hal ini akan menunjukkan beban kerja mereka. Jabatan struktural

24
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

dalam eselon yang sama kemungkinan beban kerjanya berbeda walaupun


tupoksinya sama, sebab kompetensi masing-masing pejabatnya serta
karakteristik jabatannya pada umumnya berbeda. Beban kerja pejabat eselon II
di daerah beda dengan pejabat eselon II di pusat, beban kerja pejabat eselon III
di dinas teknis berbeda dengan pejabat eselon III di sekretariat dsb.
Menurut narasumber, beban kerja dihitung dari jam kerja pegawai, dari
pukul 07.30 - 15.30 WIB. Dalam masa kerja tersebut akan nampak kegiatan apa
saja yang dikerjakan, aktivitas mana yang terkait dengan tugas pokoknya,
tugas pendukungnya, dan tugas lain-lain. Masing-masing kegiatan harus diberi
bobot yang berbeda, yang terkait dengan tugas pokok bisa jadi bobotnya lebih
besar dibandingkan tugas lainnya. Kondisi ini kadangkala sulit karena
seringkali tugas lain-lain yang diberikan oleh pimpinan lebih banyak dan
menyita waktu daripada tugas utamanya. Menurut narasumber pengukuran
beban kerja memang harus dilakukan meskipun dalam praktiknya sulit, karena
manfaat yang diperoleh sangat banyak, bisa untuk keperluan penggajian,
pengembangan pegawai dsb.
Beban kerja pegawai dapat dipahami sebagai pelaksanaan tugas
pegawai dalam masa kerja perhari. Agar waktu kerja tersebut efektif maka
dilakukan pengetatan disiplin dengan melaksanakan apel pagi dan sore serta
absensi dengan handkey. Dari waktu yang ada kemudian dihitung bagaimana
para pegawai melaksanakan pekerjaannya selama jam kerja tersebut. Berapa
jam yang digunakan untuk bekerja efektif, berapa menit yang digunakan untuk
istirahat, berapa jam yang digunakan untuk mengobrol, berapa jam untuk lain-
lain dsb. Memang perlu ditetapkan berapa waktu kerja efektif dari sembilan
jam tersebut, apakah cukup 5 jam, 6 jam, 7 jam atau 8 jam sementara sisanya
adalah untuk istirahat dan lain-lain. Penetapan ini tentunya perlu berbagai
pertimbangan yang matang terkait dengan besarnya beban kerja dan
kompetensi yang dimiliki pegawai.
Menurut narasumber di BKD Provinsi kondisi yang saat ini dirasakan
adalah bahwa beban kerja tidak merata lebih disebabkan karena kurang
bagusnya distribusi pegawai. Secara kuantitas bisa dikatakan cukup,
dibuktikan dengan selesainya semua pekerjaan yang ditugaskan. Tetapi dalam
proses penyelesaian tugas tersebut banyak kendala yang dihadapi disebabkan
karena kompetensi pegawai tidak sesuai dengan tugasnya. Kondisi ini perlu
penataan yang lebih baik lagi dengan memperhatikan kesesuaian antara
kompetensi dan tugas pokok pekerjaannya. Bukan hanya dilihat dari kualitas
tetapi juga dari jumlahnya, apakah sudah sesuai atau belum.
Dilihat dari karakteristik pekerjaannya, PNS pada dasarnya ada dua
yaitu, yang menjalankan fungsi lini dan fungsi staf, ada yang terukur ada yang
tidak terukur. Kondisi ini harus dipahami dalam mengukur beban kerja dan
keduanya harus dianalisis secara cermat karena cara mengukurnya pasti
berbeda. Selain itu, pemenuhan sarana dan prasarana kerja juga dapat
mempengaruhi beban kerja. Misalnya bagi pegawai yang sudah dilengkapi

25
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

komputer tentu akan lebih cepat menyelesaikan tugas pengetikan daripada


yang menggunakan mesin ketik manual. Demikian pula dengan pelayanan
SIM, KTP dll, sehingga peran sarana dan prasarana sangat besar dalam beban
kerja.
Di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali narasumber penelitian
menyatakan beban kerja pegawai sangat terkait erat dengan Struktur
Organisasi dan Tatalaksana (SOT). SOT yang ramping akan menyebabkan
meningkatnya beban kerja masing-masing pegawai demikian pula sebaliknya
bila SOT gemuk ada kemungkinan bebannya semakin kecil. Jabatan struktural
yang ada sebenarnya merupakan pelaksana beban kerja atau tugas unit.
Sehingga semakin banyak jabatan struktural yang ada prinsipnya semakin
ringan bebannya karena dikerjakan oleh jabatan struktural yang banyak
tersebut. Akan tetapi dengan perkembangan yang terjadi sekarang dimana
suatu organisasi harus “miskin struktur kaya fungsi” maka secara logika dapat
dikatakan beban kerja seorang pejabat struktural semakin besar/berat.
Dalam rangka pelaksanaan penelitian di Dinas Pekerjaan Umum (PU)
Provinsi Bali dapat disebutkan bahwa pada dasarnya Dinas PU Provinsi Bali
memiliki dua tugas utama, yaitu tugas teknis dan non teknis. Non teknis
sendiri bisa dibagi menjadi dua, yaitu bidang administrasi dan bidang
keuangan. Kondisi ini menuntut pembagian tugas dan pekerjaan yang
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pegawai. Selain itu
kebanyakan pekerjaan di Dinas PU bersifat proyek yang jangka waktunya
terbatas, bisa 6 bulan, 1 tahun atau lainnya sehingga kondisi ini juga
mempengaruhi beban kerja pegawai di Dinas PU. Saat ini Dinas PU Provinsi
Bali mempunyai pegawai sebanyak 706 orang PNS, 300-an tenaga honorer.
Besarnya tenaga honorer ini disebabkan karena sifat pekerjaannya yang
sebagian proyek. Pada kenyataannya tenaga honorer tersebut dipakai terus
setiap tahun karena kegiatannya berkelanjutan, meskipun proyek dan
pekerjaan berbeda namun yang mengerjakan orang-orangnya sebagian besar
masih sama.
Secara teoritis, beban kerja diturunkan dari visi, misi organisasi yang
selanjutnya diterjemahkan kedalam tugas pokok dan fungsi organisasi.
Tupoksi ini selanjutnya diterjemahkan oleh masing-masing pejabat yang ada di
unit organisasi sampai habis. Masing-masing pejabat mempunyai tupoksi yang
berbeda sesuai level dan kemampuannya. Tupoksi masing-masing pejabat ini
kemudian diterjemahkan menjadi job description dari pegawai-pegawai yang
ada di unit tersebut. Masing-masing sesuai dengan peran, kemampuan, latar
belakang dan mendapat tugas untuk melaksanakan tupoksi atasannya/unitnya
secara merata dan dibagi habis. Rekrutmen menjadi kunci utama untuk
menyesuaikan kompetensi pegawai dengan tupoksi unit.
Beban kerja pada prinsipnya ada siklusnya, ada saatnya beban berat ada
saatnya ringan dan ada saatnya biasa-biasa saja. Dalam konsep pengukuran
beban kerja harus dilihat pada beban standarnya, jangan sampai yang diukur

26
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

adalah beban terberatnya sehingga disebutkan butuh tambahan pegawai


banyak, atau yang diukur adalah beban teringannya sehingga disebutkan
pegawai tidak ada pekerjaan. Kalau yang terukur adalah beban standar maka
kebutuhan pegawai yang terpotret adalah pegawai yang standar juga. Kondisi
ini kelihatan pada pelaksanaan tugas Dinas PU yang jenis pekerjaannya berupa
proyek time series. Makanya di Dinas PU banyak pegawai dengan status tenaga
honorer.

a. Kota Denpasar
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan struktur organisasi di
Kota Denpasar saat ini terdiri dari 16 Dinas, 5 Badan dan 4 Kantor. Secara
kuantitatif jumlah pegawai dirasakan sudah mencukupi tetapi
persebarannya tidak merata. Kondisi ini berdampak terhadap pembagian
beban kerja yang belum merata ke masing-masing individu. Beban kerja
secara organisasi sudah cukup baik, terlihat dari dapat diselesaikannya
semua tugas pekerjaan yang menjadi beban kerjanya. Akan tetapi secara
individual masih banyak yang perlu diperbaiki, karena ada pegawai yang
bebannya berat dan ada yang ringan. Kondisi ini terlihat dari adanya
pegawai yang sangat sibuk ada pegawai yang santai saja.
Menurut narasumber dari Bagian Organisasi dalam menghitung
beban kerja perlu dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan
kualitatif. Karena karakteristik pekerjaan pegawai yang berbeda, ada yang
bisa langsung dihitung ada pula yang sulit dihitung. Tapi pada akhirnya
semuanya harus terukur. Pengukuran beban kerja diawali dari jelasnya
tupoksi organisasi, tupoksi ini harus diterjemahkan secara mendetail
sehingga ketahuan pembagiannya untuk semua pejabat yang ada di unit
tersebut. Setelah terbagi rata di semua pejabatnya, kemudian masing-masing
diterjemahkan lagi menjadi tugas pokok dan fungsi (job description) dari staf
yang ada dibawahnya. Job description individu inilah yang sebenarnya
menjadi beban kerja pegawai. Beban kerja atau bisa disebut menjadi volume
kerja dari suatu unit harus disesuaikan dengan jumlah pegawai yang ada
serta kemampuan atau kompetensi masing-masing pegawai.
Penetapan beban kerja masing-masing pegawai ini sangat penting
karena terkait dengan keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut. Jangan
sampai seseorang merasa bebannya lebih berat dari yang lain. Prinsipnya
beban kerja unit tidak bisa dibagi rata, artinya semua pegawai mendapat
beban yang sama. Hal ini disebabkan berbedanya kemampuan atau
kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing pegawai. Pegawai yang
mempunyai kemampuan tinggi sepantasnya mendapat beban yang lebih
banyak daripada pegawai yang kemampuannya belum tinggi. sebaiknya ini
juga dikaitkan dengan reward yang diterima, pegawai dengan beban besar
sudah seharusnya mendapat reward yang besar pula. Dalam pengukuran
beban kerja perlu ditetapkan adanya target untuk pencapaian tujuannya.

27
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Target ini untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan beban kerjanya.


Ini merupakan satu kesatuan dengan penilaian kinerja pegawai.
Kalau dimungkinkan dibuat suatu kontrak kerja, pada awal tahun
ditetapkan beban kerja individu, target yang hendak dicapai, hal-hal yang
dapat mendukung atau menghalangi pencapaiannya dan akhirnya
ditetapkan kesepakatan bersama dalam pelaksanaan beban kerja dan
pencapaiannya. Beban kerja bisa diukur dengan tiga pendekatan, yaitu :
input, proses dan output. Ketiga pendekatan ini harus diperhatikan untuk
melihat tingkat kesulitannya ada dimana, sehingga bisa dicarikan solusinya.
Beban kerja bersifat periodik, terkadang banyak/berat, terkadang
sedikit/ringan, sehingga perlu dicari beban kerja rata-ratanya. Kondisi ini
sangat berpengaruh apabila penghitungan beban kerja digunakan untuk
menentukan kebutuhan pegawai, jangan sampai yang diukur adalah
kebutuhan pada saat beban berat sehingga disebutkan perlu pegawai
banyak padahal nanti pas beban ringan pegawai tersebut tidak dibutuhkan
lagi. Sehingga perlu dipahami benar berapa beban rata-ratanya.
Untuk tambahan pegawai yang diperlukan pada saat beban kerja
banyak bisa dilakukan dengan menggunakan tenaga kontrak sehingga tidak
membebani anggaran, begitu pekerjaan selesai mereka selesai juga. Kalau
bisa disederhanakan urutan dalam penyusunan beban kerja adalah : tupoksi
unit – uraian tugas individu – rincian tugas individu. Uraian tugas bisa
disusun pertahun, atau direvisi setiap 6 bulan untuk melakukan berbagai
penyesuaian terkait dengan meningkatnya kemampuan yang dimiliki
pegawai (karena ikut diklat dsb).
Di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Denpasar diperoleh data bahwa
struktur organisasi Dinas PU Kota Denpasar terdiri dari 4 Subdin, yaitu :
perencanaan dan pengendalian, bina marga, pengairan serta perumahan dan
penyehatan lingkungan. Pejabat eselon II ada 1 orang, eselon III ada 5 orang
dan eselon IV ada 14 orang. Saat ini jumlah pegawai yang ada di Dinas PU
total kurang lebih sebanyak 299 orang terdiri dari 45 orang PNS, 45 orang
THL (Tenaga Honorer Lapangan), 195 orang tenaga harian lepas dan kurang
lebih 45 tenaga proyek. Memang belum dilakukan analisa atau pengukuran
beban kerja di Dinas PU.
Sistem pembagian beban kerja di Dinas PU dilakukan secara
sistematis yang melibatkan pegawai PNS maupun honorer. Misalnya dalam
melaksanakan pengawasan pengairan, urutannya Kepala Dinas - Subdin
Pengairan - Kasie Pengawasan - Mandor - Ketua kelompok - Masyarakat.
Pada tingkat mandor, mulai diperhitungkan beban kerja yang diukur dari
luasan cakupan wilayah kerjanya. Misalnya panjang sungai, luas sawah atau
ladang yang dialiri, jumlah kelompok masyarakat yang dibina dsb. Hasil
perhitungan akan menentukan berapa keperluan mandor untuk masing-
masing wilayah.

28
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

b. Kabupaten Jembrana
Uraian tugas semua perangkat daerah di Kabupaten Jembrana sudah
ditetapkan dalam suatu Peraturan Bupati secara jelas dan tegas. Uraian ini
menjadi dasar untuk menyusun/mengukur beban kerja. Dari uraian tugas
ini diturunkan menjadi fungsi (tupoksi) yang harus dijalankan oleh masing-
masing unit kerja. Saat ini di Kabupaten Jembrana sudah coba dilakukan
pengukuran beban kerja pegawai yang diarahkan untuk mengetahui
kebutuhan nyata pegawai dimasing-masing unit kerja. Keputusan ini
tertuang dalam Keputusan Bupati Jembrana Nomor 820/25/KEPEG/2007
tentang Penataan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Jembrana.
Dalam SK ini terlihat bahwa setiap unit kerja sudah ditetapkan jumlah
personilnya yang meliputi jabatan struktural dan jumlah staf dibawahnya.
Di tingkat Kecamatan, sudah diterbitkan Peraturan Daerah Nomor 2
Tahun 2006 tentang Struktur dan Tata Kerja Pemerintahan Kecamatan di
Kabupaten Jembrana. Dalam Perda ini disebutkan rasio untuk berbagai
jabatan yang ada di tingkat Kecamatan. Misalnya rasio untuk petugas
pungut adalah 1 : 6 artinya satu petugas pungut melayani 6
dusun/lingkungan. Rasio untuk staf administrasi dan kepegawaian adalah 1
: 100 artinya satu petugas melayani 100 orang pegawai. Beberapa rasio
lainnya dapat dicermati dalam Perda.
Pertimbangan atau indikator yang digunakan untuk menyusun rasio
berbeda-beda tergantung pada karakteristik unit kerjanya. Misalnya untuk
Sekretariat Kecamatan, indikator yang dipakai dalam penyusunan rasio
adalah : SOT-nya, jumlah pejabat yang ada, jumlah pegawainya, beban
tugas, jumlah dusun dan lingkungan, luas lantai dan luas kebun. Sementara
untuk Kepala Seksi Pendidikan, indikator yang dipakai adalah: SOT-nya,
jumlah pejabatnya, jumlah SD, jumlah robel dsb. Penataan pegawai di
Kabupaten Jembrana dilakukan dengan tidak melakukan rekrutmen
pegawai baru dan saat ini sudah mencapai 5 tahunan. Saat ini jumlah PNS
kurang lebih 4.800 orang ditambah 800-an orang pegawai honorer.
Selain dari aspek kuantitas atau jumlah pegawai, penataan pegawai
juga dilakukan dengan meningkatkan aspek kualitasnya. Dengan jumlah
pegawai yang bisa dikatakan terbatas, Bupati menginstruksikan untuk
menata secara maksimal jumlah yang ada. Dari analisis yang dilakukan oleh
BKD, maka dilakukan penataan pegawai dengan cara distribusi secara tepat
sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Selain itu setiap pegawai harus
menguasai 3 kompetensi utama, yaitu : komputer, akuntansi dan bahasa
inggris. Ketiga kompetensi ini harus dikuasai oleh semua pegawai, baik staf
maupun pimpinan. Diharapkan dengan dikuasainya tiga kompetensi pokok
ini pelaksanaan tugas akan lebih maksimal.
Komitmen Bupati ini diterapkan dalam melakukan promosi, yaitu
dengan menerapkan model job tender. Jabatan yang lowong diumumkan
secara terbuka dan semua bebas mengajukan diri untuk mengisinya

29
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

tentunya dengan memenuhi syarat administrasinya terlebih dahulu. Setelah


dilakukan tes oleh pihak ketiga yang independen (Universitas Udayana)
secara professional. Diakui secara umum, beban kerja memang berat karena
jumlah pegawai yang semakin sedikit (minus growth) sementara beban kerja
tidak berkurang justeru bertambah. Tetapi harus diyakini bisa dilakukan,
buktinya sampai saat ini tidak ada masalah, memang saat ini harus
difokuskan untuk dapat mengisi formasi-formasi yang masih kosong
sebagaimana ditunjukkan dalam lampiran.
Saat ini struktur organisasi Kabupaten Jembrana terdiri dari 7 Dinas, 2
Badan, 2 Kantor dan 8 Bagian serta 35 Kelurahan dan 244 Banjar. Melihat
kondisi ini sebenarnya perlu pegawai yang lebih banyak tapi karena
komitmen Bupati yang kuat maka dirasakan tidak ada beban. Untuk
menghitung beban kerja yang gampang, misalnya adalah penyapu lantai.
Dilakukan pengamatan secara langsung terhadap kinerja seorang penyapu
lantai, dalam satu hari ternyata dia mampu menangani kebersihan kurang
lebih 100 m. Lantai seluas itu harus dijaga kebersihannya selama satu hari
selama masa kerjanya, dari menyapu, mengepel dan menjaga kebersihannya
dari pagi sampai sore. Sehingga diperoleh rasio untuk penyapu lantai 1 : 100
m. Dari perhitungan ini dapat diperoleh kebutuhan penyapu lantai untuk
areal satu lantai atau bahkan satu gedung karena luas lantainya sudah
diketahui.
Secara umum, penentuan formasi dapat dilakukan dengan
mencermati dan menganalisis 3 hal, yaitu: objek yang dilayani/dikerjakan,
volume/besarnya beban tugas dan waktu penyelesaiannya. Setelah semua
ditetapkan kebutuhannya, diperoleh data ternyata ada kelebihan pegawai
sebanyak 108 orang. Tetapi setelah dicermati dan dianalisis kembali ternyata
bukan kelebihan tetapi karena tidak sesuainya kompetensi yang dimiliki
tersebut dengan tupoksi unitnya. Makanya saat ini yang mendesak
dilakukan adalah penataan dengan cara distribusi pegawai dari unit yang
kelebihan ke unit yang kurang dengan memperhatikan kompetensi yang
dimiliki. Maka penguasaan tiga kompetensi utama : bahasa inggris,
komputer dan akuntansi menjadi kebutuhan mutlak agar pegawai dapat
ditempatkan dimana saja.
Kunci untuk bisa menyusun instrumen pengukuran beban kerja
adalah ditetapkannya uraian tugas atau job description yang jelas untuk
masing-masing pegawai. Saat ini, di Kabupaten Jembrana, uraian tugas
untuk eselon II, III dan IV serta staf sudah ada dan ditetapkan. Uraian tugas
tersebut selanjutnya dijadikan dasar untuk menyusun beban kerja atau
rasionya.
Pada dasarnya semua tugas PNS itu bisa diukur artinya tidak ada
yang tidak terukur. Yang perlu dilakukan adalah pengamatan yang cermat
agar sesuai dengan senyatanya, sehingga tidak ada yang tercecer.
Permasalahan yang sering muncul dalam pengukuran beban kerja adalah,

30
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

apakah pegawai itu mengerjakan tugas yang merupakan bagian uraian


tugasnya atau tugas orang lain. Jangan sampai seorang pegawai kelihatan
sibuk tetapi tidak terkait dengan tugasnya, sehingga tugas dia sendiri malah
tidak dapat diselesaikan karena mengerjakan tugas orang lain. Disinilah
pentingnya uraian tugas seorang pegawai ditetapkan.
Di Kabupaten Jembrana karena struktur organisasinya yang ramping
menjadi kesulitan tersendiri dalam menampung berbagai kebutuhan yang
ada. Sebagai contoh saat ini ada 7 Dinas, ada kesan terlalu memaksakan diri
dalam menampung kebutuhan yang ada. Saat ini ada Dinas yang
menampung 5 kebutuhan, yaitu Dinas Kehutanan, Kelautan, Pertanian,
Peternakan dan Perikanan. Dahulunya 5 dinas digabung menjadi satu dinas.
Kondisi ini kalau dikaitkan dengan beban kerja menjadi sangat berat, yang
dulunya menjadi beban dinas dengan kewenangan dan sumber daya yang
besar, saat ini menjadi beban seorang Sub Dinas yang kewenangan maupun
sumber dayanya sangat terbatas. Bisa dibayangkan bagaimana beban
kerjanya.
Masih lumayan kondisi di PU (Pekerjaan Umum) yang digabung
dengan LH (Lingkungan Hidup). Meskipun dalam pelaksanaan kerjanya
banyak sekali tumpang tindih dengan dinas lain, misalnya dengan Dinas
Kebersihan dan Pertamanan. Hal ini menegaskan pentingnya menetapkan
visi, misi dan tupoksi dari masing-masing unit kerja yang ada dan
menghindarkannya dari tumpang tindih dengan instansi lain. Beban kerja
organisasi tidak bisa dipisahkan dengan beban kerja individu. Kalau beban
kerja organisasi tidak terdefinisi secara jelas bagaimana bisa menentukan
beban kerja individu.

c. Kantor Regional BKN di Bali


Kanreg Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Bali baru saja berdiri,
yaitu sejak bulan Januari 2007. Saat ini strukturnya terdiri dari 1 eselon II
(Kepala), 4 eselon III (Kabid) dan 11 eselon IV (Kasie). Sampai saat ini masih
ada posisi yang lowong, yaitu eselon III kosong satu jabatan, sementara
eselon IV kosong 7 jabatan. Jumlah keseluruhan pegawai adalah sebanyak 25
orang PNS. Beban kerja yang harus ditangani oleh Kanreg BKN Bali adalah
Provinsi Bali, NTT dan NTB. Secara kuantitatif, jumlah pegawai yang harus
dilayani oleh Kanreg BKN Bali adalah sebanyak 330.000 orang pegawai. Ini
harus dihandle oleh 25 orang pegawai BKN. Untuk idealnya perlu ditambah
kurang lebih 50 orang lagi. Dan distribusi di masing-masing bidang juga
berbeda sesuai dengan beban kerjanya.
Untung saja beban kerja di BKN karena menyangkut penyelesaian
masalah administratif, ada fluktuasinya. Kadang banyak sekali dan kadang
tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Kondisi ini menguntungkan
dalam pengaturan beban kerja pegawai di Kanreg BKN. Misalnya untuk
bidang kenaikan pangkat, beban kerja terberat adalah menjelang bulan April

31
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

sehingga pada bulan ini dilakukan keroyokan dalam menyelesaikan


tugasnya. System keroyokan ini bisa dilakukan karena ritme beban kerja di
masing-masing bidang berbeda, sehingga bisa saling membantu. Tetapi
system ini bisa dilakukan hanya untuk tugas yang bersifat sederhana, kalau
memerlukan analisis yang mendalam tetap harus dihandle oleh bidang yang
bersangkutan.
Kondisi ini menegaskan perlunya dicermati adanya ritme beban kerja
yang tidak sama selama satu tahun. Ada saatnya peak season, masa dimana
beban kerja sangat banyak/tinggi dan ada masa santai dimana tidak ada
pekerjaan. Kondisi ini menuntut dilakukannya analisis dimana atau berapa
beban kerja rata-ratanya? Sehingga bisa ditetapkan kebutuhan pegawai
secara nyata?. Kondisi ini juga menuntut adanya jenis pegawai kontrak yang
dibutuhkan pada saat peak season, dan dapat dilepas pada saat tidak ada
pekerjaan.
Beban kerja pegawai harus disesuaikan dengan kompetensi atau
kemampuan yang dimiliki pegawai, jangan sampai pegawai merasa berat
dalam menyelesaikan tugasnya dan sebaliknya merasa terlalu ringan.
Sehingga bisa dikatakan beban kerja ini sifatnya sangat pribadi karena
terkait kemampuan masing-masing pribadi sehingga tidak bisa
digeneralisasikan. Beban kerja harus terukur secara jelas dan transparan
dengan instrumen yang tepat bisa diukur dengan melihat pada waktu
penyelesaian tugas atau beban kerja yang diberikan.

2. Provinsi Riau
Menurut narasumber di BAPD (Badan Administrasi dan Pendidikan
Pegawai Daerah) Provinsi Riau analisis beban kerja pegawai belum pernah
dilakukan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau, yang pernah dilakukan
adalah analisis jabatan pegawai. Namun demikian uraian tugas pegawai telah
disusun sebagai pedoman pelaksanaan tugas-tugas pegawai. Dalam rangka
analisis beban kerja dapat dikatakan belum ada konsep tentang pengukuran
beban kerja di Provinsi Riau.
Menurut narasumber di BAPD pengukuran beban kerja merupakan
proses yang rumit, sebelum beban kerja diukur maka harus dilakukan analisis
jabatan terlebih dahulu. Analisis jabatan yang pernah dilakukan di lingkungan
pemerintah provinsi dilakukan terhadap 2 SKPD sebagai pilot project yaitu di
Sekretariat DPRD dan Sekretariat Daerah. Sementara yang lain belum
dilakukan sebab Depdagri mengeluarkan peraturan baru analisis jabatan yang
tertuang dalam Peraturan Kepmendagri No. 4 Tahun 2005 tentang Pedoman
Analisis Jabatan di Lingkungan DPRD dan Pemerintah Daerah.
Menurut narasumber proses pengukuran beban kerja memerlukan
waktu dan kemampuan tersendiri sebab pengukuran beban kerja memerlukan
pendekatan penelitian dalam penyusunannya seperti halnya analisis jabatan.
Berdasar pengalaman dalam analisis jabatan yang pernah dilakukan hambatan

32
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

yang dihadapi adalah terletak pada kualitas SDM yang ada dimana masih
banyak kelemahan-kelemahan yang dimiliki dalam melakukan analisis jabatan.
Kondisi yang sama akan ditemui apabila pengukuran beban kerja pegawai
dilakukan.
Di Provinsi Riau hingga saat ini belum ada pegawai yang menjabat
sebagai pejabat fungsional analis kepegawaian. Analis kepegawaian inilah
yang melaksanakan analisis jabatan terhadap pegawai. Di beberapa daerah
yang telah melakukan analisis beban kerja, bagian organisasi merupakan
leading sector dalam melaksanakan kegiatan analisis beban kerja bekerja sama
dengan unit kepegawaian.
Di Provinsi Riau bagian organisasi menjadi bagian dari BAPD dan
dipimpin oleh pejabat eselon III (Kabag). Kondisi ini menurut seorang
narasumber menyebabkan lingkup tugas dan kewenangan bagian organisasi
terbatas untuk mengurusi tata kelola organisasi setingkat pemerintah provinsi.
Di Provinsi lain Bagian Organisasi sebagian besar adalah Biro Organisasi yang
dipimpin oleh pejabat eselon II. Mestinya menurut narasumber Bagian
Organisasi menjadi Biro setingkat eselon II sehingga lingkup tugas dan
wewenangnya lebih luas dan kuat.
Aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengukuran beban kerja
pegawai menurut narasumber adalah pengukuran beban kerja mesti obyektif
dan meminimalisir subyektifitas hasil pengukuran beban kerja itu sendiri.
Pengukuran beban kerja harus didasarkan pada uraian tugas yang dimiliki
oleh pegawai dengan berlandaskan pada tupoksi organisasi.
Di Dinas Pendidikan Provinsi Riau berdasarkan informasi yang
diperoleh dari narasumber belum pernah dilakukan analisis beban kerja
terhadap pegawai di lingkungan dinas bersangkutan. Sebagai salah satu SKPD
pemerintah provinsi, dinas pendidikan akan mengikuti kebijakan-kebijkana
yang dikeluarkan oleh Gubernur terkait dengan pengelolaan kepegawaian
dalam hal ini adalah unit kepegawaian di lingkungan pemerintah provinsi.
Menurut narasumber beban kerja di dinas pendidikan dapat dikatakan
cukup berat, hal ini disebabkan oleh kemampuan para staf yang masih terbatas
sehingga menyebabkan seolah-olah beban kerja tersebut begitu banyak dan
berat. Contoh riil terhadap kondisi ini adalah dengan alokasi anggaran untuk
pendidikan sebesar hampir 1 triliun (16,4 %) dari APBD yang ada masih
kesulitan bagi SDM di Dinas Pendidikan untuk mengelola anggaran tersebut
secara optimal.
Apabila di kaji lebih jauh sebenarnya beban kerja di dinas pendidikan
tidak banyak, tapi karena SDM yang ada kualitasnya tidak bagus, komputer
tidak bisa, mind set pegawai masih belum berubah maka beban kerja pegawai
menjadi berat. Menurut narasumber sebagian besar pola pikir pegawai sangat
sulit berubah, sehingga kondisi ini menyebabkan kinerja dan produktivitas
pegawai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut narasumber saat ini

33
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

sudah bukan saatnya lagi pegawai untuk bermain-main, pegawai harus lebih
menyadari bahwa mereka digaji untuk bekerja.

a. Kota Pekanbaru
Di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru analisis beban kerja
belum pernah dilaksanakan sama sekali. Hal ini hampir sama dengan
Pemerintah Provinsi Riau dimana belum pernah melakukan kajian maupun
penerapan analisis beban kerja pegawai. Dalam pengumpulan data di Kota
Pekanbaru tidak banyak data yang bisa diperoleh menyangkut pengukuran
beban kerja pegawai. Selama ini yang pernah dilakukan adalah analisis
jabatan pegawai guna menghasilkan uraian jabatan bagi pegawai yang ada
di lingkungan Pemerintah Kota Pekanbaru. Narasumber di Bagian
Organisasi menyadari pentingnya analisis beban kerja sebagai salah satu
aspek penting dalam pengelolaan kepegawaian dan organisasi. Namun
karena keterbatasan kemampuan dan sumber daya yang ada sampai saat ini
konsep analisis beban kerja belum pernah diadopsi sebagai upaya untuk
melakukan penataan kepegawaian.
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan formasi pegawai rekrutmen
dilakukan berdasarkan kebutuhan unit-unit organisasi dan belum
didasarkan pada analisis beban kerja. Analisis jabatan yang dilakukan pada
tataran tertentu belum dilakukan secara optimal sehingga hal ini juga
mempengaruhi sistem pengelolaan pegawai yang ada. Menurut narasumber
dari bagian kepegawaian salah satu pokok permasalahan dalam penataan
pegawai adalah buruknya kualitas rekrutmen yang selama ini dilakukan.
Rekrutmen yang buruk menyebabkan kualitas pegawai yang diperoleh juga
buruk.
Rekrutmen pegawai mesti dilaksanakan secara profesional untuk
mendapatkan pegawai-pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Menurut narasumber kalau pemerintah tidak mampu bisa saja rekrutmen
pegawai dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga/konsultan SDM
yang profesional sehingga hasilnya benar-benar berkualitas.
Terkait dengan beragamnya kompetensi dan kinerja pegawai negeri
sipil menurut narasumber dari bagian organisasi latar belakang pendidikan
seorang pegawai belum menjamin pegawai bersangkutan akan memiliki
kinerja dan produktifitas yang tinggi. Banyak pegawai dengan jenjang
pendidikan pasca sarjana namun etos kerjanya lemah dan kompetensinya
tidak seperti yang diharapkan. Hal ini pada akhirnya juga dapat
mempengaruhi distribusi beban kerja untuk masing-masing pegawai pada
suatu unit kerja.

b. Kabupaten Pelalawan
Kondisi yang sama ditemui di Kabupeten Pelalawan terkait dengan
pengukuran beban kerja pegawai dimana hingga saat ini belum pernah

34
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

dilakukan kajian maupun penerapan hasil analisis beban kerja pegawai.


Apalagi dengan statusnya sebagai kabupaten baru maka dapat dikatakan
Kabupaten Pelalawan masih melakukan pembenahan dan penataan secara
mendasar terhadap sumber daya dan infrastruktur yang dimilikinya.
Pengelolaan kepegawaian masih bussiness as usual sebab fokus
pengelolaan pegawai belum optimal disebabkan jumlah pegawai di
Kabupaten Pelalawan belum memenuhi angka ideal yang seharusnya.
Analisis beban kerja di Pelalawan belum dilaksanakan namun untuk analisis
jabatan sudah dilaksanakan tapi juga masih terbatas. Uraian tugas disusun
oleh masing-masing unit kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

3. Provinsi Nusa Tenggara Timur


Menurut narasumber di Biro Kepegawaian analisis beban kerja adalah
suatu teknik manajemen yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh
informasi mengenai tingkat efektifitas dan efisiensi kerja organisasi
berdasarkan volume kerja. Semakin tinggi beban kerja semakin banyak jumlah
pegawai yang dibutuhkan, dan sebaliknya semakin sedikit beban kerja semakin
sedikit jumlah pegawai yang dibutuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja menurut narasumber
antara lain lingkungan pekerjaan baik internal maupun eksternal organisasi,
kompetensi pegawai, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kebijakan,
kelebihan dan kekurangan pegawai di suatu unit kerja. Aspek-aspek yang
menjadi pertimbangan dalam pengukuran beban kerja antara lain
Pengumpulan Data Jabatan (nama produk berdasarkan tahapan dan norma
produk berdasarkan pelayanan dan jumlah pegawai), pengolahan data dan
verifikasi yaitu hasil pengolahan data yang dilakukan untuk melihat kevalidan
data yang ada.
Selama ini pengukuran beban kerja pegawai dapat dimanfaatkan untuk
mengetahui jumlah kebutuhan pegawai di setiap unit berdasarkan beban kerja
serta untuk mengetahui tingkat efisiensi dan tingkat prestasi jabatan/unit.
Selain itu analisis beban kerja juga dimaksudkan untuk melakukan distribusi
PNS secara profesional di instansi sesuai dengan beban kerja. Analisis beban
kerja dilakukan untuk melihat kesesuaian antara jumlah dan komposisi PNS
dengan kebutuhan masing-masing organisasi, dan sistem penilaian kinerja
yang obyektif. Metode yang dipakai dalam pengukuran beban kerja adalah :
 Metode teknik analisis : adalah metode ilmiah dengan menggunakan
pengukuran waktu yang teliti melalui pengamatan langsung.
 Metode praktis empiris adalah metode pengukuran berdasarkan
pengalaman perorangan atau pemegang jabatan.
Dasar penghitungan pegawai selama ini dilaksanakan melalui analisis
jabatan, perkiraan persediaan pegawai, perhitungan kebutuhan pegawai,
perhitungan keseimbangan persediaan dan kebutuhan pegawai, dari hasil
analisis beban kerja kebutuhan dan formasi pegawai pada Satuan Kerja

35
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Perangkat Daerah untuk menghitung jumlah kebutuhan pegawai/pejabat


SKPD Provinsi NTT digunakan rumus : Jumlah Beban/Bobot Kerja Jabatan di
bagi jumlah Jam Kerja Efektif per Tahun. Penghitungan ini dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dalam penataan kelembagaan dan kepegawaian
di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten dan Kota.
Permasalahan dan hambatan yang dihadapi Provinsi Nusa Tenggara
Timur dalam mengukur beban kerja pegawai diantaranya adalah jumlah
pegawai di Provinsi Nusa Tenggara Timur kurang lebih 5. 814 orang sehingga
perlu waktu untuk dapat menghitung analisis beban kerja dengan baik dan
benar. Yang menjadi permasalahan dalam mengukur beban kerja pegawai
adalah SDM dalam menghitung beban kerja pegawai minim atau
keterlambatan data-data yang valid dari setiap SKPD, sehingga target yang
harus diselesaikan biasanya melebihi waktu yang ditentukan. Namun setidak-
tidaknya walaupun terdapat permasalahan dan hambatan, analisis beban kerja
harus tetap dilakukan.
Terkait dengan Keputusan Menteri PAN No. 75 tahun 2004 tentang
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka
Penyusunan Formasi PNS. Secara substansi Gubenur Provinsi Nusa Tenggara
Timur telah menginstruksikan untuk menerapkan keputusan tersebut sebagai
dasar dari penetapan ABK selain itu mengacu pula pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 4 tahun 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis
Jabatan dijajaran Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah kemudian
ditindak lanjuti dengan Peraturan Gubernur NTT Nomor 40 tahun 2006
tentang pelaksanaan Analisis Jabatan di Lingkungan Pemerintah Provinsi NTT,
Kabupaten dan Kota.

a. Kota Kupang
Pemerintah Kota Kupang selama ini belum pernah melakukan
kegiatan analisis beban kerja, baik yang bersifat kajian maupun
penerapannya. Bahkan diakui oleh narasumber dari Bagian Organisasi
konsep pengukuran beban kerja belum banyak dipahami oleh pegawai di
Pemerintah Kota Kupang. Menurut narasumber tersebut beban kerja lebih
banyak dimaksudkan untuk mengetahui volume pekerjaan yang dilakukan
pegawai sehari-hari berdasarkan tupoksi unit. Dalam rangka pelaksanaan
tupoksi unit tersebut ada perintah dari atasan untuk kebutuhan organisasi
serta tugas-tugas tambahan yang mendadak diberikan karena sifatnya
mendesak.
Menurut narasumber di BKD faktor-faktor yang mempengaruhi
beban kerja pegawai antara lain adalah, struktur organisasi, karakteristik
unit kerja, distribusi beban kerja ada yang sedikit, sedang serta adapula yang
beban kerja unit yang memang banyak. Aspek-aspek yang menjadi
pertimbangan dalam mengukur beban kerja pegawai adalah adanya target-

36
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

target kegiatan yang menjadi beban pekerjaan para pegawai yang ada di
unit kerja.
Jumlah pegawai di Pemerintah Kota Kupang saat ini adalah 5. 563
orang (BKD Kota Kupang, 2007). Apabila dilaksanakan analisis beban kerja
maka akan memakan biaya yang sangat besar. Disamping itu sampai saat ini
belum ada pedoman standar dari pemerintah pusat dalam rangka
penyusunan analisis beban kerja pegawai sehingga hal ini cukup
menyulitkan pegawai untuk melaksanakan penghitungan beban kerja
pegawai. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan untuk
melaksanakan penghitungan beban kerja pegawai.
Selama ini rekrutmen/pengisian formasi di Pemerintah Kota Kupang
belum menggunakan analisis beban kerja. Mekanisme yang dipakai untuk
pengisian formasi adalah dengan meminta daftar kebutuhan pegawai
disetiap unit kerja. Kira-kira berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan,
kemudian dihimpun dan dari data itulah yang menjadi dasar bagi
Pemerintah Kota Kupang dalam pengusulan pegawai.
Gubernur NTT sebenarnya telah menginstruksikan melalui Perda
Nomor 5 tahun 2006 tentang pelaksanaan keputusan MenPAN nomor:
Kep/75/M.PAN/2004 terkait dengan pedoman perhitungan kebutuhan
pegawai berdasarkan beban kerja dalam rangka penyusunan formasi PNS di
lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Perda tersebut
menginstruksikan para pimpinan SKPD, bupati dan walikota bahwa setiap
satuan kerja perangkat daerah provinsi serta kabupaten/kota telah
mempunyai formasi kebutuhan PNS berdasarkan hasil analisis beban kerja
paling lambat pada bulan September 2007, hanya saja instruksi tersebut
belum dilaksanakan secara tepat waktu.

b. Kabupaten Timor Tengah Selatan


Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) beribukota di Soe, letaknya
yang dibagian timor tengah dan selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur
membuat kabupaten tersebut diberi nama Kabupaten Timor Tengah Selatan
atau biasa disingkat TTS. Jumlah pegawai di TTS saat ini 7.140 orang
pegawai (BKD Kabupaten TTS, 2007) dengan berbagai latar belakang
pendidikan.
Terkait dengan penghitungan beban kerja pegawai di TTS,
narasumber baik di BKD maupun di Bagian Organisasi menyatakan sampai
saat ini belum pernah dilakukan penghitungan beban kerja pegawai di TTS.
Kajian mengenai analisis beban kerja pegawai juga belum pernah dilakukan
dalam rangka pengelolaan pegawai negeri sipilnya. Untuk kebutuhan
formasi PNS selama ini TTS mendasarkan diri pada formasi yang disediakan
pemerintah yang kemudian menjadi dasar penyusunan formasi oleh
pemerintah daerah.

37
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Formasi PNS selama ini dipenuhi melalui kebutuhan unit-unit kerja


yang ada di TTS tanpa melalui analisis beban kerja. Terkait dengan kajian
pengukuran beban kerja pegawai ini, data yang dikumpulkan untuk lokus
kajian di TTS sangat terbatas. Hal ini disebabkan di TTS memang belum
pernah dilakukan analisis beban kerja, bahkan pemahaman konsep analisis
beban kerja oleh beberapa staf dan pejabat struktural di bagian organisasi
dan BKD Kabupaten TTS juga belum memadai. Kondisi ini menyulitkan tim
peneliti dalam rangka mengumpulkan data yang dibutuhkan.

4. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta


Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini telah melaksanakan
analisis beban kerja dimana sebagai pelaksananya adalah Biro Organisasi.
Menurut peraturan yang ada apabila menyusun formasi pegawai maka harus
didasarkan pada analisis jabatan dan analisis beban kerja. Dalam hal ini yang
menyusun analisis jabatan adalah biro organisasi yang sekaligus menyusun
analisis beban kerja fungsional. Saat ini biro organisasi sudah memiliki
instrumennya, sedangkan sebagai user-nya adalah BKD. Menurut narasumber
untuk menyusun formasi tidak hanya menggunakan hasil analisis beban kerja
akan tetapi ada aspek lain yang harus diperhatikan seperti; ketersediaan
anggaran, kebijakan pemerintah pusat, keberadaan sarana dan prasarana
lainnya. Biro Organisasi ikut berperan penting dalam rangka menyusun
formasi pegawai karena hasil ABK merupakan salah satu pertimbangan dalam
menyusun formasi pegawai.
Salah satu manfaat dari ABK adalah untuk mengukur kinerja pegawai
dengan beban kerja yang dimilikinya. Jika seorang pegawai tidak melakukan
pekerjaan sesuai dengan beban kerjanya berarti bisa saja nilai kinerjanya tidak
baik tetapi kalau misalnya pegawai bisa memenuhi beban kerja yang
dibebankan kepadanya maka pegawai tersebut dinilai kinerjanya baik.
Untuk menyusun analisis beban kerja aspek-aspek yang perlu
diperhatikan adalah; struktur organisasi, hasil yang ingin dicapai kedepan
termasuk peralatan/sarana dan prasarana kerja yang digunakan. Misalnya
pekerjaan mengetik menghasilkan 100 halaman 1 hari jika dikerjakan dengan
mesin ketik manual sedangkan jika dengan komputer akan lebih cepat dan bisa
mencapai 200 halaman. Hal ini berarti pekerjaan tersebut dipengaruhi oleh
sarana disamping kualifikasi pendidikan juga penting dan sangat
mempengaruhi analisis beban kerja.
Pelaksanaan ABK (analisis beban kerja) di Provinsi Yogyakarta menemui
beberapa kendala karena memang waktu pelaksanaan ABK di Biro Organisasi
ini para pengumpul data ada yang belum menguasai betul tentang kebijakan
pemerintah daerah. Disamping itu beberapa instrumen misalnya kuesioner
substansinya masih perlu dipertajam dan masih perlu diperbaiki lagi. Menurut
seorang narasumber kelebihan dari ABK adalah lebih obyektif dari segi
keilmuan dan cara penghitungan, apabila input proses ABK baik maka hasil

38
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

ABK akan baik. Input ini seperti yang diuraikan diatas yaitu adanya tugas
pokok, tugas penunjang dan tugas tambahan yang terekam secara baik dalam
proses penghitungan ABK.
Analisis jabatan memegang peran penting dalam analisis beban kerja,
hasil analisis jabatan menjadi input penting dalam proses analisis beban kerja.
Apabila analisis jabatan tidak akurat maka tingkat presisi analisis beban kerja
yang dilakukan akan kurang. Akan lebih baik jika analisis jabatan terlebih
dahulu dilakukan kemudian diback up dengan analisis beban kerja sehingga
hasilnya akan sangat baik. Organisasi memiliki banyak manfaat jika ABK
dilakukan. Dengan adanya ABK diharapkan akan memenuhi kebutuhan
organisasi dalam rangka menentukan jumlah pegawai. Melalui analisis beban
kerja akan diketahui bagaimana kinerja pegawai, sistem dan mekanisme kerja
organisasi, tantangan kebijakan baru di tiap unit organisasi.
Menurut narasumber dalam pelaksanaan ABK aspek-aspek yang mesti
diperhatikan adalah pertama, dalam hal pengumpulan data, responden
diminta data-data tentang beban kerjanya, kedua, dalam wawancara setiap
orang belum tentu respek menjawab pertanyaan untuk memotret beban
kerjanya karena belum tentu ada pegawai yang bekerja memenuhi standar.
Responden seringkali belum paham betul bagaimana pengisian kuesioner
terkait tugas-tugas yang dilaksanakan.

a. Kota Yogyakarta
Pemerintah Kota Yogyakarta belum pernah melaksanakan analisis
beban kerja bagi pegawai di lingkungannya, baru pada tahun 2007 ini
analisis beban kerja pegawai akan dilaksanakan. Menurut keterangan dari
narasumber literatur mengenai beban kerja sangat terbatas. Disamping itu
dalam analisis beban kerja ini ada pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
abstrak yang sulit untuk dideskripsikan dan diukur dalam bentuk beban
kerja. Lain dengan pekerjaan yang jelas produknya.
Analisis beban kerja yang akan dilaksanakan di Pemerintah Kota
Yogyakarta nanti berdasarkan pada tugas pertugas jabatan sebagai elemen
pokok analisis beban kerjanya seperti dalam KepMenpan nomor 75.
Semenjak tiga tahun lalu di Kota Yogyakarta dilakukan analisis jabatan
dimana jumlah SKPD yang dilakukan analisis jabatan adalah sebanyak 5
SKPD. Unit-unit organisasi yang baru terbentuk maupun yang baru
digabung ini membutuhkan pegawai baru maka dari itu analisis jabatan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pegawai di unit-unit tersebut
secara tepat.
Menurut narasumber mekanisme dalam analisis beban kerja
pegawai adalah dengan melakukan pengumpulan data melalui kuesioner
maupun wawancara terhadap tugas-tugas yang dilaksanakan oleh para
pegawai. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan klarifikasi melalui
ekspose hasil penelitian lapangan terhadap unit organisasi yang dianalisis

39
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

beban kerjanya. Aspek yang perlu diperhatikan menurut narasumber dari


bagian organisasi adalah adanya perhitungan waktu kerja efektif yang
digunakan pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya apakah harian,
mingguan, bulanan atau tahunan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja pegawai misalnya
teknologi/sarana prasarana, karena teknologi dapat mengurangi
mekanisme kerja. Berdasarkan informasi dari narasumber pemanfaatan
analisis beban kerja adalah untuk pengambilan kebijakan dalam
menentukan besaran tunjangan penghasilan, penentuan kebutuhan
pegawai, mutasi dan rotasi pegawai termasuk promosi pegawai.
Disamping itu hasil analisis beban kerja pegawai nantinya juga untuk
memberikan reward dan punishment seperti pemberian tunjangan
kesejahteraan berdasarkan indeks.
Hambatan yang dihadapi dalam melakukan analisis beban kerja
menurut narasumber adalah SDM dalam arti pengisian kuesioner oleh
pegawai atau wawancara kepada para staf selalu tidak berjalan sesuai
dengan yang diharapkan. Kalau tim analisis jabatan sendiri di Pemerintah
Kota Yogyakarta sudah cukup banyak ada sekitar 30 orang dengan
kapasitas yang cukup. Rekrutmen pegawai di Kota Yogyakarta didasarkan
pada analisis jabatan sehingga pegawai yang direkrut sesuai dengan
kebutuhan.

b. Kabupaten Sleman
Di Kabupaten Sleman analisis beban kerja (ABK) sudah
dilaksanakan pada tahun 2006 melalui kerjasama dengan Magister
Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Veteran Yogyakarta. Di
Kabupaten Sleman analisis beban kerja rencananya akan disusun untuk
seluruh SKPD namun karena ada bencana gempa sehingga rencana
tersebut tidak terealisasi. Kondisi ini akhirnya disiasati dengan
merasionalisasi anggaran dimana disepakati untuk mengambil sample
sebagai obyek dari pelaksanaan ABK yang dimulai pada tahun 2006.
Sample dalam pelaksanaan ABK adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan
Kekayaan Daerah (BPKKD), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Kantor
Pengendalian Dampak Lingkungan.
Sebagai pelaksana analisis beban kerja adalah Bagian Organisasi
sebagai leading sectornya didukung oleh unit-unit lain seperti BKD, Bagian
Hukum dan unit kerja lainnya. Kemampuan dalam melakukan analisis
beban kerja yang ada di bagian organisasi masih kurang. Pelaksanaan
analisis beban kerja dilakukan dalam rangka analisis jabatan sekaligus
untuk melakukan penataan kelembagaan yang ada di lingkungan
pemerintah Kabupaten Sleman.
Tujuan dari penyusunan ABK di Kabupaten Sleman tidak sekedar
untuk melihat berapa jumlah kebutuhan pegawai yang dibutuhkan akan

40
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

tetapi juga bisa dipakai untuk menata kelembagaan yang ada. Selain itu
ABK juga dimaksudkan agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pemberian
reward and punishment di Kabupaten Sleman. Bagian Organisasi tentu
mempunyai keterbatasan apabila harus melakukan ABK di 24 SKPD di
Kabupaten Sleman dan itu tidak bisa sekaligus terselesaikan dalam satu
tahun anggaran dan harus melalui beberapa tahap. ABK sebenarnya bisa
dilakukan sendiri oleh masing-masing unit kerja secara mandiri seandainya
SDM yang ada di unit kerja tersebut telah mampu untuk melakukan teknik
analisis beban kerja.
Aspek-aspek yang dipertimbangkan dalam menghitung atau
menganalis beban kerja diantaranya yaitu, data maupun informasi terkait
nama jabatan dan menyeleksi kegiatan tugas yang dilakukan kemudian
dihitung berapa jam kerja efektifnya. Dari sini akan terlihat kebutuhan
pegawai maupun kemampuan rata-rata masing-masing pegawai terhadap
beban kerja yang diembannya. Yang jelas untuk melakukan ABK menurut
narasumber dibutuhkan waktu yang cukup panjang serta dibutuhkan
ketelitian kemampuan analisa yang baik. Sasaran ABK di Kabupeten
Sleman adalah unit terendah pada organisasi yaitu eselon IV.
Sebenarnya pemerintah provinsi yang mengawali kerjasama dengan
UPN kemudian Kabupaten Sleman guna melakukan analisis beban kerja.
Pada saat itu ada kebutuhan dalam mengkaji beban kerja pegawai dalam
kaitannya untuk memberikan reward and punishment kepada pegawai.
Disamping itu analisis beban kerja juga dimaksudkan untuk
mengidentifikasi kebutuhan formasi pegawai. Analisis beban kerja
dilakukan melalui pengisian kuesioner dan pengamatan langsung
dilapangan dimana sebagai pihak yang menyiapkan substansi, instrumen,
analisis dan penyusunan laporan akhirnya adalah UPN Veteran
Yogyakarta.
Kedepan dari ABK yang dilaksanakan akan dimanfaatkan untuk
penataan pegawai, pengelolaan pegawai serta penataan organisasi. Dalam
hal ini sebagai pengguna dari sisi penataan pegawai adalah BKD kalau dari
sisi kelembagaan tentunya dapat dipakai dalam penataan kelembagaan
oleh Bagian Organisasi. Walaupun masih banyak faktor yang
mempengaruhi lembaga itu dibentuk atau tidak, namun hasil ABK dapat
menjadi salah satu acuannya. Selain itu melalui ABK diharapkan ada
gambaran terhadap berapa reward and punishment bagi pegawai artinya
dengan mengetahui kinerja pegawai nantinya akan dapat menjadi tolok
ukur bagi pegawai untuk mendapatkan reward maupun punishment.
Hambatan dalam pengumpulan data ABK diantaranya adalah
adanya masalah perpedaan persepsi dalam pengisian kuesioner dan juga
kesibukan pegawai sehingga pengisian kuesioner cenderung berulang-
ulang. Ini merupakan kendala yang selalu ditemui dalam setiap
pengumpulan data melalui kuesioner. Disamping itu menurut narasumber

41
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

sempat juga beredar isu bahwa dengan adanya ABK nanti akan ada
organisasi yang akan dilikuidasi sehingga hal ini juga mempengaruhi
pegawai di unit-unit organisasi dalam mengisi kuesioner analisis beban
kerja.
Salah satu upaya dalam rangka untuk mengoptimalkan kinerja di
Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman adalah menyusun analisis beban kerja
(ABK). ABK di Kabupaten Sleman dilakukan melalui analisis tugas pokok
dan fungsi unit organisasi kemudian dikaitkan dengan realitas pekerjaan
yang dilakukan oleh personil. Dalam praktiknya memang ada beberapa hal
yang tidak terkomunikasikan antara tugas pokok dan fungsi dengan
realitas di lapangan, sehingga dalam pengisian form pekerjaan (kuesioner)
apapun yang dilakukan pegawai sepanjang masih berhubungan dengan
unit organisasi mesti tercatat dalam form isian.
Tupoksi unit organisasi diturunkan menjadi beban kerja pada unit
organisasi maka implementasinya dihadapkan kepada sejauh mana staf
dapat menjabarkan tugas pokok dan fungsi sehingga staf mempunyai
tingkat kreativitas, mempunyai inovasi dan kedisiplinan yang tinggi dalam
bekerja. Pegawai tidak akan kesulitan dalam menjabarkan serta
menguraikan mengenai beban kerja tersebut. Namun apabila dihadapkan
kepada staf yang kreativitas, kemauan dan kedisiplinannya rendah serta
tidak tahu apa yang dikerjakan maka pegawai tersebut akan kesulitan
dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Seorang staf diharapkan mampu
mencari informasi-informasi sebagai sumber dasar dalam pengayaan
pelaksanaan pekerjaan, kalau tidak kreatif maka pegawai tidak dapat
mengembangkan tugas dan fungsi dari pekerjaannya.
Di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman antara
beban kerja dengan jumlah pegawai masih kurang sehingga lebih banyak
beban kerjanya. Banyaknya item beban kerja membutuhkan tingkat
operasional di lapangan yang sangat tinggi dan juga membutuhkan
beberapa keahlian khusus dalam rangka mendukung suatu pekerjaan.
Pemanfaatan analisis beban kerja di Kabupaten Sleman kedepan adalah
untuk peningkatan kinerja, menghitung kepastian jumlah pegawai dan
juga untuk meningkatkan pemahaman cakrawala/wawasan kepada
pegawai secara makro sehingga pegawai dapat memahami secara
komprehensif mengenai tugas pokok dan fungsinya.
ABK yang disusun oleh bagian organisasi dalam sosialisasinya
sudah bagus, komunikasi dan bimbingan yang dilakukan kepada unit-unit
lain diharapkan dapat memberi pemahaman dalam menerapkan analisis
beban kerja untuk unit organisasi. Mekanisme analisis beban kerja di
Kabupetan Sleman dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan unit
lain di pemda dengan melakukan pencocokan melalui pengambilan contoh
atau sample dari pejabat yang ada.
Hal ini untuk menciptakan sinkronisasi data analisis beban kerja.

42
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Kedepan pemerintah perlu menyusun pedoman ABK disesuaikan dengan


realita/kondisi dan struktur organisasi yang ada. Disamping itu pedoman
ABK harus mempertimbangkan perkembangan sistem organisasi serta arah
kebijakan suatu unit kerja tentunya didukung dengan
kebutuhan/penempatan personil yang sesuai dengan tujuan dan
kebutuhan organisasi.

5. Provinsi Maluku
Di Provinsi Maluku menurut informasi dari narasumber di Bagian
Organisasi belum pernah dilakukan kajian maupun penerapan analisis beban
kerja pegawai. Dalam rangka untuk merespon dikeluarkannya PP 8 Tahun
2004, pihak provinsi telah mempersiapkan analisis beban kerja untuk penataan
kelembagaan namun belum sepenuhnya selesai bekerja sama dengan PT
Sinergi, konsultan dari Yogyakarta. Namun diakui apa yang sedang disusun
tidak rinci sebab pedoman yang dikeluarkan dari kantor Kementerian PAN
masih abstrak dan sulit untuk diterapkan.
Menurut seorang narasumber mekanisme perhitungan beban kerja
mestinya sederhana saja, misalnya satu tugas operasional teknis perlu
didukung dengan beberapa tugas administratif. Jadi misalnya seorang kepala
bidang harus membawahi 3 seksi, kemudian ada tugas fungsional dan
administrasi, misalnya perlu ada 1 orang yang punya tugas agendaris, 1 orang
arsiparis dan lain sebagainya. Pemerintah melalui Keputusan Menpan No. 75
tahun 2004, telah menyiapkan instrumen dalam penghitungan formasi
berdasarkan beban kerja, namun persoalannya adalah untuk menentukan
beban kerja, masih kesulitan.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam menyusun pedoman
pengukuran beban kerja diantaranya adalah visi misi organisasi, dari visi misi
tersebut baru dirumuskan sasaran strategis organisasi. Dari situ baru bisa
ditentukan capaian peluang pekerjaan, berapa beban kerjanya akan tergambar
disitu. Beban kerja dapat dikatakan sesuatu yang relatif sifatnya, bisa
situasional, bisa tidak tertentu, ada saatnya banyak ada juga saatnya sedikit
jadi lebih kesituasional. Disamping itu beban kerja juga terkait dengan faktor
pimpinan/atasan, berhubungan dengan bagaimana kebijakan pimpinan dalam
mendistribusikan pekerjaan kepada para bawahannya.
Faktor-faktor yang ikut menentukan beban kerja menurut narasumber
diantaranya adalah sarana prasarana pekerjaan, dan bagaimana
memberdayakan SDM yang ada. Menurutnya salah satu penyebab PNS
berkinerja rendah karena standar gajinya yang masih rendah. Analisis beban
kerja pegawai memang belum dilaksanakan namun untuk menghitung formasi
sudah dilakukan yang dikaji melalui pendekatan analisis jabatan dari situ akan
diketahui suatu jabatan memerlukan pendidikan dan seterusnya, itu yang
dipakai oleh Pemerintah Provinsi Maluku.
Akan tetapi kalau mengukur beban kerja belum pernah dilakukan,

43
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

hanya kajian dari analisis jabatan yang pernah dilaksanakan. Terkait dengan
yang sedang disusun oleh Tim dari Yogya indikator yang digunakan adalah
dengan pendekatan kualitatif, misalnya setelah biro A digabung dengan biro B
jumlah pegawainya berapa. Masalahnya beban kerja itu belum atau kurang
bisa diprediksi karena abstrak, kecuali kalau peralatan, sebab sifatnya jelas,
misalnya mobil 5 buah, memerlukan 5 supir, memerlukan 1 ahli bengkel, ini
jelas bisa diketahui, rumah sakit misalnya, 1 orang dokter mampu melayani
pasien 25 orang.
Senada dengan narasumber dari Biro Organisasi, narasumber dari BKD
Provinsi juga menyatakan bahwa sampai saat ini memang belum dilakukan
analisis beban kerja pegawai di Pemerintah Provinsi Maluku. Berbicara beban
kerja, sangat berhubungan dengan personil, jadi beban kerja suatu organisasi
sama dengan berapa personil yang harus disiapkan. Ini penting sebab
pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi akan bisa berjalan dengan baik
apabila didukung oleh personil dan SDM yang terdidik disertai dengan
kompetensi yang memadai. Misalnya dalam meningkatkan kualitas SDM, BKD
berupaya untuk bisa mengetahui kebutuhan unit, konsolidasi internal dengan
unit akhirnya bisa diketahui kira-kira dalam meningkatkan kinerja pegawai
disiplin ilmu apa yang dibutuhkan. Ini contoh bagaimana menjawab beban
kerja, juga melalui pendidikan, bisa dilihat kemampuan seorang S2 berbeda
dengan S1 dalam melakukan tugas pekerjaan.
Berdasarkan informasi dari narasumber di BKD, Pemerintah Provinsi
Maluku memang belum melakukan perhitungan beban kerja. Saat ini fokus
BKD adalah pengaturan personil ke unit-unit kerja melalui pembenahan
pegawai dengan prinsip mengarahkan pegawai pada kompetensi sesuai
dengan unit kerja melalui penataan aparatur. Terkait dengan beban kerja ini
narasumber berpendapat perlunya dikembangkan melalui komunikasi dengan
unit. Jumlah pegawai yang ada berapa, produktifitasnya bagaimana, apakah
pegawai yang ada jumlahnya berlebih atau tidak, jika ada pegawai yang tidak
produktif laporkan ke BKD. Komunikasi antar unit harus dibangun, pimpinan
unit bisa meminta pegawai sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Misalnya pegawai jumlahnya kurang, butuh kompetensi yang seperti ini
sehingga komposisi pegawai bisa ditata dengan baik.
Terkait dengan aspek-aspek yang dibutuhkan untuk menyusun
pedoman beban kerja yang perlu dipertimbangkan adalah pertama, beban kerja
sangat berhubungan dengan tingkat pendidikan, kedua, beban kerja juga
dipengaruhi oleh moral, sekalipun pekerjaan ringan tapi kalau orang tidak
disiplin, maka pekerjaan tidak jalan, ketiga, ini sangat mendasar, kesejahteraan
aparatur harus ditingkatkan untuk memotivasi seseorang pegawai agar bekerja
dengan giat.
Untuk sebuah pedoman perhitungan beban kerja yang baik pedoman
perhitungan beban kerja harus dibuat sesederhana mungkin sehingga bisa
lebih aplikatif. Beban kerja pegawai terkait erat dengan kinerja pegawai, kinerja

44
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

naik atau tidak sangat tergantung dari bagaimana beban kerja tersebut
dilaksanakan. Misalnya tukang sapu satu hari dia kerja 2 kali, pagi dan pulang
kantor harus membersihkan lantai, nah kalau tidak kerja berarti hari ini kinerja
tukang sapu tersebut menurun dan beban kerja yang diberikan tidak
dilaksanakan, jadi jelas bahwa ada hubungan antara kinerja dan beban kerja.
Beban kerja adalah sesuatu yang harus dilaksanakan, pedoman
pengukuran beban kerja yang akan disusun harus bisa membaca kondisi
pegawai. Pedoman tersebut merupakan pedoman yang standar saja, jangan
mencontoh keberhasilan suatu daerah untuk diterapkan ke daerah lain, karena
budaya kerja antara satu daerah dengan daerah lain berbeda.
Di Dinas Kesehatan provinsi pengukuran beban kerja belum ada,
standar pengukuran beban kerja dapat dirumuskan dari uraian-uraian tugas
dimana masing-masing organisasi sudah jelas tugas pokok dan fungsinya.
Namun demikian perhitungan berapa besar beban kerja dan berapa besar
tenaga yang diperlukan, saat ini belum dilakukan, karena saat ini dinas
menampung dua organisasi (kanwil dan dinas). Otonomi daerah
mengharuskan pegawai di kanwil menjadi pegawai daerah, jadi jumlahnya
sekitar 200 pegawai.
Apabila rekrutmen dilakukan dengan benar maka tidak akan ada
kendala dengan beban kerja, kalau rekrutmen sesuai dengan kebutuhan, tidak
akan ada masalah. Saat ini rekrutmen pegawai di Dinas Kesehatan belum
menggunakan analisis beban kerja. Tapi standar hitungan kebutuhan pegawai
untuk melayani masyarakat pedomannya memang ada. Misalnya untuk dokter
berapa, perawat berapa, umpamanya untuk dokter, 30.000 orang harus ada 1
orang dokter, atau 100.000 orang 8 orang dokter ini sudah ada standarnya.
Untuk pelayanan di tingkat supporting unit disini belum pakai standar.

a. Kota Ambon
Saat ini Pemerintah Kota Ambon melalui Bagian Organisasi telah
melaksanakan evaluasi kinerja jabatan dimana hasilnya teridentifikasi
bahwa masih ada beberapa pejabat yang belum memahami tugas pokok
dan fungsinya sehingga dalam pelaksanaan tugas belum optimal.
Disamping itu Pemerintah Kota Ambon juga sudah menganalisis beban
kerja berdasarkan data valid yang merupakan masukan dari unit-unit.
Memang hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi dilihat secara
umum sudah ada perubahan karena pimpinan secara terus-menerus
melaksanakan evaluasi pelaksanaan pekerjaan, tiap bulan masing-masing
unit memberikan masukan-masukan, pekerjaan dibagi habis atau tidak.
Beberapa waktu yang lalu Pemerintah Kota Ambon menerapkan PP
No. 8 tentang kelembagaan, meminta dinas-dinas untuk menyusun beban
kerja. Wewenang mana yang bisa diserap pemerintah kota dan mana yang
belum bisa dilaksanakan, dari kewenangan itu maka disusun struktur tiap-
tiap dinas, jadi struktur yang dibuat harus menggambarkan kewenangan

45
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

masing-masing dinas. Mengenai pemenuhan SDM, untuk eselon II dan III


sudah terpenuhi berikut kompetensinya, tapi untuk eselon IV dan staf ini
yang masih belum.
Khusus di Dinas Kesehatan ada pedoman yang jelas, di dalamnya
dimasukkan UPTD termasuk Puskesmas yang menyerap tenaga cukup
banyak dengan standar tenaga dari Depkes yang harus dipenuhi. Pernah
suatu ketika pemerintah kota menghitung beban kerja Puskesmas dengan
kebutuhan tenaga medisnya. Di Kota Ambon masih ada pengembangan
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu dimana semua memerlukan SDM
atau pegawai, berapa kebutuhan pegawai yang dibutuhkan, Pemerintah
Kota Ambon masih menghitung.
Untuk Dinas Kesehatan ada standar dari Depkes, 1 Puskesmas 40
tenaga, tapi itu dinilai terlalu banyak, kalau 20 Puskesmas memerlukan 800
tenaga, sementara disini baru tersedia tenaga dengan dinas saja baru 520-
an, masih perlu tambahan tenaga. Disamping itu depkes juga
mengeluarkan satu standar lagi yang disebut indikator teknis yaitu
menghitung bobot kerja Puskesmas, apakah melaksanakan program kerja
Puskesmas atau tidak.
Apabila berbicara tentang penyusunan organisasi menurut PP 8,
pemerintah kota mengacu pada prinsip hemat struktur kaya fungsi. Hal ini
kemudian dihubungkan dengan kewenangan dan beban kerja, jadi dari
awal telah disusun uraian tugas per hari, per minggu, per bulan bahkan per
tahun. Beban kerja harian bobotnya lebih besar sehingga dari bobot kerja
tersebut berapa pegawai yang dibutuhkan akan dianalisis. Dari hasil
analisis tersebut disusun rumpun jabatan, kemudian dimasukkan ke dalam
bidang-bidang dan menjadi dasar dibentuknya suatu bidang berdasarkan
bobot beban kerja.
Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan beban
kerja yang pasti diantaranya adalah tiap-tiap unit kerja ada uraian
tugasnya, dari kepala sampai dengan staf. Jadi beban kerja dibagi habis ke
semua pegawai melalui uraian tugas yang telah ditetapkan. Cuma dalam
praktek kadang-kadang ada beban yang begitu banyak. Kalau hal
pengisian jabatan pemerintah kota sudah punya standar kompetensi
jabatan, malah sudah dirubah sampai 2 kali, ada tahapan seleksi, penyajian
visi misi.
Untuk penyusunan formasi pegawai didasarkan pada analisa
kebutuhan sesuai beban kerja, yang disusun Ortala baru kemudian disusun
formasinya. Besar kecilnya beban kerja sebenarnya relatif, tergantung
dinas-dinasnya, relative karena kalau kerja sesuai jam kerja rata-rata
kekurangan tenaga, dimana hal ini terkait dengan disiplin dan
kesejahteraan. Di pemerintah kota sudah punya tunjangan transportasi,
kalau pegawai tidak masuk dipotong tunjangannya, selain itu juga di beri
hukuman disiplin. Pemerintah kota juga menyediakan tunjangan

46
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

pelayanan publik dan meniadakan honor-honor kegiatan. Hal ini


dilakukan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja menurut narasumber
diantaranya adalah kualitas SDM, disamping itu ada item-item kerja yang
dikerjakan tiap hari, ada item-item kerja yang tidak perlu dikerjakan tiap
hari, misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali, dimana hal ini
menunjukkan bobot yang berbeda. Terkait dengan Kep.Menpan
No.75/2004 tentang pedoman umum penyusunan formasi berdasarkan
beban kerja belum dilaksanakan. Untuk pengembangan pegawai
Pemerintah Kota Ambon cukup agresif dalam meningkatkan pegawainya
yang didasarkan pada analisis kebutuhan. Pengembangan pegawai melalui
pendidikan formal diusulkan oleh masing-masing unit. Sebelum tahun
2001 jumlah pegawai berpendidikan S2 masih sedikit kurang lebih 3 orang,
saat ini 50-an pegawai sudah berpendidikan S2. Jumlah S1 saat ini sudah
tidak terhitung lagi.
Mekanisme pengukuran beban kerja lahir dari masing-masing
kewenangan yang ada, kemudian disusun struktur organisasi. Dari
kewenangan itu kemudian di breakdown ke kegiatan, dari satu kewenangan
itu kegiatannya cukup banyak dan harus ada SDM yang mesti disiapkan.
Kewenangan yang dimiliki organisasi menjadi tupoksi, dari tupoksi dilihat
visi misinya apa. Kualitas dan kuantitas pegawai bisa menjadi faktor
penghambat dalam menghitung beban kerja. Satu faktor yang ikut
mempengaruhi penghitungan beban kerja adalah sarana prasarana kerja,
ada pegawai yang tidak kebagian tempat duduk, komputer, alat tulis
kantor, kertas, ruangan kerja yang nyaman dan sehat dan lain sebagainya.

b. Kabupaten Masohi
Di Kabupaten Masohi diperoleh data bahwa pemerintah kabupaten
belum pernah melakukan kajian maupun menerapkan analisis beban kerja
pegawai. Pernah suatu kali diajukan untuk kegiatan, tapi karena alasan
keterbatasan dana, sehingga program tersebut tidak bisa dilaksanakan.
Perhitungan beban kerja sebagai bagian dari analisis beban kerja juga
belum pernah dilakukan. Pemerintah kabupaten dalam hal ini bagian
organisasi dalam rangka menghitung beban kerja masih berdasarkan pada
analisis jabatan disetiap unit kerja. Seorang narasumber berpendapat
analisa beban kerja pegawai sangat penting sehingga dalam sistem
rekruitmen pegawai, analisa jabatan maupun penempatan pegawai dalam
jabatan, hasil analisis beban kerja sangat dibutuhkan.
Disamping itu terdapat hubungan yang erat antara beban kerja
dengan struktur kelembagaan. Apabila beban kerja sedikit sementara
birokrasi kelembagaan banyak, sama saja dengan pemborosan. Maka dari
itu kedepan penyusunan analisa beban kerja sangat penting, dan daerah
sangat membutuhkannya. Untuk saat ini bagian organisasi dan BKD

47
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

menyusun standarisasi posisi untuk menempatkan pegawai dalam


menduduki suatu jabatan sesuai dengan kompetensi, keahlian, dan
kepangkatan yang dimilikinya.
Terkait dengan KepmenPAN No. 75 tentang perhitungan formasi
pegawai berdasarkan beban kerjanya di Kabupaten Masohi belum pernah
mengadopsi itu. Untuk formasi CPNS dilaksanakan analisis kebutuhan,
tanpa itu pengadaan pegawai tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan
daerah. Menurut seorang narasumber jika sebelum melaksanakan analisis
beban kerja, akan lebih baik jika analisis jabatan dilaksanakan terlebih
dahulu. Sebab hasil dari analisis jabatan (spesifikasi jabatan dan uraian
jabatan) inilah yang akan menjadi dasar bagi proses analisis beban kerja,
hal ini dimaksudkan agar hasil analisis beban kerjanya tidak kabur.
Menurut narasumber untuk menyusun pedoman pengukuran beban
kerja pegawai aspek yang paling penting yang harus diperhatikan adalah
beban kerja atau tugas yang dilaksanakan oleh masing-masing pegawai
dalam waktu berapa jam mampu diselesaikan. Berapa pekerjaan yang
diselesaikan dalam satu hari, sehingga beban kerja yang diukur dengan
tugas pokok dan fungsi yang dimiliki pegawai pas atau tidak. Lebih jauh
pengukuran beban kerja dapat menjadi standar bagaimana
memaksimalkan kinerja pegawai.
Menurut narasumber faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja
diantaranya menyangkut tingkat kesejahteraan pegawai yang masih
minim. Kecilnya gaji membuat pegawai tidak memiliki komitmen yang
tinggi kepada tugas pekerjaannya sehingga beban yang akan dibagi tidak
sesuai dengan kapasitas pegawai yang bersangkutan. Disamping itu faktor
fasilitas pendukung, sarana kerja juga mempengaruhi beban kerja
seseorang. Selama ini dasar untuk rekrutmen, pengembangan pegawai,
mutasi, terkait dengan beban kerja organisasi secara keseluruhan
dilaksanakan BKD berdasarkan Surat Edaran Gubernur.
Jam kerja di Pemerintah Kabupaten Masohi dimulai pada pukul 7.30
wib dengan apel pagi, kemudian kerja sampai pukul 13.00 wib setelah itu
pelayanan kepada publik sudah sepi, jam 14.15 pulang, untuk hari Jumat
sampai dengan pukul 11.00 wib. Saat ini diakui komposisi antara jumlah
pegawai dengan beban kerja yang dimilikinya belum merata, ada unit yang
berlebihan, ada juga yang kekurangan. Hal ini disebabkan analisa
jabatan belum benar-benar dilakukan untuk menempatkan seseorang
dalam suatu jabatan. Untuk menyusun pedoman pengukuran beban kerja
pegawai perlu diperhatikan kultur dan lingkungan di daerah, di Jakarta
jam masuk kerja 7. 30 wib tapi di daerah jam 7.30 itu sudah siang. Terkait
dengan penyusunan pedoman pengukuran beban kerja akan lebih baik jika
sebelum dijadikan pedoman yang pasti, dipanggil seluruh kabupaten, kota,
semacam rakor supaya daerah bisa memberikan saran masukan terhadap
pedoman yang akan ditetapkan.

48
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

6. Provinsi Kalimantan Selatan


Penghitungan beban kerja di lingkungan Biro Organisasi secara formal
belum pernah dilakukan, akan tetapi Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan melalui Biro Organisasi sudah berupaya dengan melakukan bimbingan
teknis dan seminar mengenai pentingnya pengukuran beban kerja bagi setiap
unit organisasi atau SKPD baik di tingkat provinsi dan di kabupaten serta di
kota se-Provinsi Kalimantan Selatan. Biro Organisasi menghimbau semua unit
organisasi bahwa penghitungan beban kerja adalah sangat penting dan
mendesak untuk segera dilakukan.
Permasalahan yang terjadi di daerah adalah bahwa belum ada petunjuk
teknis mengenai penghitungan beban kerja untuk setiap SKPD. Daerah masih
kesulitan bagaimana cara menerapkan penghitungan beban kerja, untuk itu
harapan pemerintah daerah perlu ada sosialisasi dan pembimbingan dari
pemerintah pusat mengenai bagaimana cara, metode yang digunakan untuk
menyusun instrumen penghitungan beban kerja yang dapat
diimplementasikan di daerah baik di provinsi, kabupaten maupun kota di
Kalimantan Selatan.
Sampai saat ini belum ada petunjuk resmi (legal formal) kebijakan daerah
terkait proses dan mekanisme penghitungan beban kerja pegawai. Namun
demikian setiap pimpinan unit organisasi sudah dihimbau untuk membuat
aturan-aturan yang berkaitan dengan penghitungan beban kerja. Misalnya
analisis beban kerja, analisis kebutuhan organisasi, standar kinerja, uraian
tugas organisasi dan uraian tugas pegawai serta masih banyak lagi. Menurut
seorang narasumber aspek-aspek yang terkait dengan penghitungan beban
kerja pegawai antara lain adalah :
 Organisasi, secara kelembagaan seberapa besar struktur organisasi yang ada
dan seberapa jauh rentang-kendalinya. Apakah tugas pokok dan fungsinya
sudah diatur dan diuraikan secara jelas, serta bagaimana koordinasi dan
hirarkinya.
 Uraian tugas, dari uraian tugas pokok dan fungsi organisasi perlu
diturunkan menjadi uraian tugas pada setiap jabatan, dan selanjutnya dibuat
uraian tugas setiap pegawai sesuai dengan pekerjaan/jabatan yang
dilakukannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghitungan beban kerja pegawai,
sesungguhnya sangat banyak, tetapi menurut narasumber ada beberapa faktor
yang sering dirasakan pegawai daerah, misalnya :
 Faktor ekonomis (kesejahteraan pegawai), faktor kesejahteraan pegawai
menjadi isu yang selalu muncul di setiap ada permasalahan, kalau kita
bandingkan gaji PNS dengan gaji swasta di Kalimantan Selatan ini gaji PNS
lebih rendah, untuk itu apabila kebijakan penghitungan beban kerja
dirasakan memberatkan pegawai dan tidak sesuai dengan kesejahteraan

49
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

yang diharapkan pegawai, maka kebijakan tersebut tidak akan berjalan


dengan baik.
 Faktor kebijakan (aturan-aturan Pusat maupun Daerah), aturan mengenai
penghitungan beban kerja di daerah belum disosialisasikan secara baik di
daerah, dan yang lebih penting lagi adalah belum ada aturan-aturan
mengenai penghitungan beban kerja bagi PNS. Semestinya ada aturan-
aturan pendukung mengenai analisis beban kerja, standar penilaian kinerja,
reward and punishment, dan aturan lain yang berkaitan dengan beban kerja,
selanjutnya dapat dibuatkan kebijakan daerah untuk implementasinya di
daerah.
Selama ini yang sudah ada adalah analisis jabatan, analisis beban kerja
ini digunakan untuk menyusun formasi pegawai (bezetting) perkiraan
kebutuhan pegawai pemerintah daerah. Analisis jabatan ini selain digunakan
sebagai acuan untuk kepentingan formasi pegawai, juga diharuskan oleh
MenPAN dan BKN untuk memetakan kebutuhan formasi pegawai. Disamping
itu sanksi yang diberikan oleh BKN adalah apabila belum ada analisis jabatan
maka formasi pegawai yang diajukan akan ditolak/dikembalikan.
Program pengembangan pegawai sebenarnya sangat membutuhkan
adanya analisis beban kerja, dan biasanya program pengembangan pegawai
sudah disusun oleh Badan Kepegawaian Daerah. Program pengembangan
pegawai yang ada biasanya meliputi :
 Diklat Struktural;
 Diklat Teknis;
 Diklat Fungsional;
 Diklat Manajemen;
 Tugas Belajar ;
 Dan kegiatan lain yang terkait dengan pengembangan pegawai.
Permasalahan dan hambatan dalam mengukur beban kerja pegawai
adalah belum adanya komitmen pemerintah dan komitmen pimpinan :
 Komitmen pemerintah, apabila komitmen pemerintah jelas, ada kebijakan
yang sinkron dan saling mendukung baik dari BKN, MenPAN, LAN, DDN
satu kata dan satu bahasa untuk mengatur manajemen PNS secara nasional,
maka tujuan tersebut akan berjalan dengan baik. Yang terjadi sekarang ini
adalah belum adanya komitmen pemerintah untuk melakukan perbaikan
dalam tubuh birokrasi secara nasional.
 Komitmen pimpinan, untuk kelancaran implementasi suatu kebijakan
ditentukan oleh komitmen pimpinan, mulai dari pimpinan puncak, maka
implementasi kebijakan tersebut akan berjalan dengan baik.
Penerapan KepMenpan No. 75 Tahun 2004 tentang Perhitungan
Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan
Formasi PNS, sudah dilakukan. Kebijakan tersebut terkait erat dengan formasi
dan kebutuhan pegawai, sejak tahun 2005 untuk rekrutmen PNS baru sudah
menggunakan analisis beban kerja. Karena kalau tidak berdasarkan analisis

50
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

beban kerja MenPAN tidak akan memproses pengadaan pegawai baru bagi
daerah. Substansi dan teknis penerapan KepMenpan No. 75 Tahun 2004
sebenarnya belum pernah disosialisasikan secara baik di daerah. Semestinya
pihak MenPAN atau Pemerintah Pusat melakukan bimbingan teknis atau
sosialisasi bagaimana menerapkan kebijakan tersebut.
Idealnya penerapan kebijakan mesti didukung oleh perangkat kebijakan
lain yang mendukung terlaksananya keputusan Menteri PAN tersebut. Banyak
permasalahan muncul di daerah disebabkan lambatnya kebijakan yang
ditunggu-tunggu daerah, misalnya tentang Peraturan Presiden No. 41 Tahun
2007, tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah, kebijakan ini berubah-ubah,
mulai dari PP No. 84 kemudian diubah dengan PP No. 8 dan setelah itu baru
keluar Peraturan Presiden No. 41 Tahun 2007. Kebijakan ini sangat penting dan
berhubungan erat dengan analisis beban kerja organisasi. Tetapi untuk
merubah struktur organisasi dengan kebijakan tersebut tidak mudah dan
secepat harapan orang, karena dipengaruhi oleh Anggaran, SDM, pembahasan
dengan DPRD dan lain-lain.
Instrumen untuk mengukur beban kerja pegawai yang ada adalah daftar
hadir pegawai, apel pagi, apel pulang, dan catatan dari pimpinannya, selain itu
instrumen lain belum ada. Untuk menyusun instrumen pengukuran beban
kerja perlu ada kebijakan pimpinan daerah, umumnya penerapan instrumen
tersebut dikaitkan dengan reward and punishment. Apabila bicara reward and
punishment tentu perlu anggaran untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai,
kalau di daerah sering disebut dengan tunjangan kinerja. Apabila sudah ada
instrumen untuk mengukur beban kerja, maka tugas pimpinan menjadi kunci
keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut. Tugas pimpinan diantaranya adalah
memantau pelaksanaan tugas bawahannya, selain itu melaksanakan tugas-
tugas sebagai pimpinan dalam menyelesaikan tugas instansi yang penting.
Perhitungan standar beban kerja dan prosedurnya pada bagian
tatalaksana, mengacu pada aturan yang disusun oleh Biro Organisasi. Biro
Organisasi menyusun surat edaran Gubernur dan disampaikan kepada
masing-masing SKPD sebagai pedoman, karena sifatnya sebagai instansi yang
melayani keperluan organisasi, jadi harus membuat standar-standar kerja bagi
SKPD di lingkungan pemerintah provinsi. Standar kerja tersebut misalnya
kapan waktu penyelesaian pekerjaan, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
standar beban kerja. Untuk standar beban kerja ini yang menyusun
peraturannya adalah Biro Organisasi. Instansi-instansi yang di bawah Pemda
hanya melaksanakan apa yang telah dibuat oleh Biro Organisasi. Apabila ada
surat edaran tentang hal baru dikeluarkan dan diatur dari Biro Organisasi,
maka unit kerja yang lainnya tinggal melaksanakan saja.
Penghitungan beban kerja di Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan
Selatan yang baru belum ada. Dinas hanya menyelenggarakan aturan-aturan
kepegawaian yang sudah ada, misalnya absensi kehadiran pegawai,
pemantauan setiap pimpinan terhadap bawahannya dalam melaksanakan

51
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

tugas-tugasnya, serta kebijakan pimpinan (Dinas) yang perlu dilakukan di


lingkungan Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan. Instrumen
penghitungan beban kerja perlu didukung dengan kebijakan yang tegas dari
pemerintah pusat dan perlu membenahi aturan-aturan lain yang perlu
dibenahi, misalnya DP3, Penilaian Kinerja, Pola Karier dan lain-lain.
Tanpa ada pembenahan itu semua akan sulit dilaksanakan, dan yang
lebih penting lagi adalah setiap kebijakan yang dikeluarkan harus melalui
konsep dan penelitian yang matang mengenai permasalahan-permasalahan
yang ada di daerah. Khususnya terkait dengan aparatur daerah, kebijakan
tersebut perlu dipantau dilakukan pembimbingan/pendampingan sampai
suatu kebijakan tersebut dapat di implementasikan di lapangan.
Terkait dengan penghitungan beban kerja pegawai di organisasi aspek-
aspek yang harus ada menurut narasumber diantaranya adalah peraturan
kepegawaian yang ada, kelembagaan, dan sosialisasinya.
 Aspek peraturan kepegawaian, sejak adanya otonomi daerah peraturan
kepegawaian khususnya mengenai aparatur daerah banyak yang mengatur,
misalnya saja MenPAN dan BKN sering tidak saling koordinasi, dan
mengenai kebijakannya sudah ada UU No. 43 Tahun 1999. Tetapi mengenai
kepegawaian juga diatur oleh UU No. 32 Tahun 2005 mengenai
Pemerintahan Daerah, dan peraturan tersebut juga tidak saling sinergis. Hal
ini menunjukkan bahwa potret peraturan kepegawaian perlu dibenahi atau
direformasi untuk memperbaiki manajemen kepegawaian secara nasional.
 Aspek kelembagaan, masalahnya juga hampir sama dengan aspek peraturan
kepegawaian, misalnya saja kebijakannya sering berganti-ganti, daerah baru
mempelajari dan memahami suatu kebijakan, sudah diganti dengan
peraturan yang baru lagi. Bagaimana mungkin akan melakukan perbaikan
kelembagaan jika hal ini terus terjadi. Tetapi jika berbicara beban kerja
organisasi maka semestinya suatu organisasi memiliki tupoksi yang jelas,
termasuk beban kerjanya dan jelas siapa yang dilayani.
 Aspek sosialisasi merupakan hal sangat penting, pengalaman selama ini
setiap kebijakan pemerintah keluar langsung diedarkan ke instansi-instansi
maupun ke daerah. Namun bagaimana persepsi tentang kebijakan tersebut
terserah saja, yang terjadi maka banyak perbedaan persepsi di lapangan.
Untuk itu perlu ada sosialisasi dan pembimbingan agar suatu kebijakan
dapat ditangkap esensinya dan dapat dilaksanakan secara baik di lapangan
khususnya di daerah.
Menurut narasumber faktor-faktor yang mempengaruhi penghitungan
beban kerja pegawai daerah cukup banyak, antara lain :
 Faktor peraturan perundangan pendukung penyusunan analisis beban kerja
belum tersedia secara lengkap, sehingga instansi di daerah merasa kesulitan
untuk memulainya.
 Faktor budaya kerja, budaya kerja harus digerakkan dari mulai unsur
pimpinan instansi, tanpa apa motor penggerak penciptaan budaya kerja

52
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

maka motivasi kerja sulit diciptakan di lingkungan kerja instansi


pemerintah.
 Faktor kesejahteraan pegawai (insentif), penghitungan beban kerja pegawai
biasanya dilatar-belakangi oleh pemberian insentif bagi pegawai.
Selama ini belum pernah dilakukan penyusunan analisis beban kerja,
berbagai kebijakan mengenai kepegawaian semuanya diterbitkan oleh BKD
Provinsi, dan Dinas Kehutanan sebagai instansi pengguna, hanya menerima
dan melaksanakan berbagai peraturan baik dari Pemerintah Pusat (MenPAN
dan BKN) maupun dari Pemerintah Daerah, salah satu manfaat yang dirasakan
adalah untuk memetakan kebutuhan formasi pegawai (rekrutmen).

a. Kantor Regional VII BKN Kalimantan Selatan


Penyusunan standar kinerja individu yang sedang disusun oleh
BKN menemui permasalahan dan kendala. Gambarannya BKN ingin
mengetahui berapa pegawai yang ada secara nasional, dengan demikian
kita akan mendapatkan jumlah pegawai yang ideal sesuai dengan beban
kerja yang ada. Semestinya pejabat yang paling rendah dapat menghitung
kebutuhan pegawai dimasing-masing unit organisasi, kalau sekarang yang
paling rendah Eselon IV walaupun masih diperbolehkan Eselon V,
kemudian perhitungan dan pembahasannya pada tingkat yang terendah.
Sebenarnya pada tingkat Eselon IV harus bisa menghitung dan
merekap berapa banyak Staf yang ada dan yang dibutuhkan unit kerjanya.
Tentunya harus melihat volume pekerjaan dan uraian pekerjaan serta
kemampuan dari pada personil sekaligus sarana dan prasarana yang
digunakan. Apabila masing-masing pejabat yang terendah sudah dapat
menghitung jumlah kebutuhan pegawai walaupun belum sempurna,
setidaknya akan diketahui kira-kira berapa jumlah pegawai yang
dibutuhkan oleh organisasi.
Pembahasan formasi ketingkat Eselon III mendiskusikan mengenai
kebutuhan pegawai pada setiap unit kerja, misalnya ada yang perlu
tambahan lima pegawai dan sebagainya. Di dalam diskusi akan dibahas
mengapa perlu lima tambahan pegawai dan latar belakang pendidikannya
apa, strata berapa apakah sarjana, sarjana muda, SLTA, SMK, dan
seterusnya. Selanjutnya akan dapat ditarik kesimpulan berapa jumlah
pegawai yang ada dan yang dibutuhkan beserta pendidikannya.
Kemudian pembahasan pada tingkat eselon II untuk membahas
apa yang dihasilkan pada lingkup eselon III menjadi suatu keputusan yaitu
jumlah pegawai yang dibutuhkan sesuai dengan beban kerja yang ada.
Setiap instansi atau unit kerja tentunya akan berbeda beban kerjanya, maka
akan ditentukan juga dengan kemampuan Sumber Daya Manusianya,
sehingga setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan efisien dan efektif.

53
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

b. Kota Banjarmasin
Analisis beban kerja dilingkungan Kota Banjarmasin pernah
dibahas bersama-sama antara BKD dengan Bagian Organisasi, akan tetapi
upaya tersebut kurang ditindak lanjuti karena berbagai alasan. Pernah juga
dilakukan bimbingan teknis mengenai pentingnya dilakukan pengukuran
beban kerja bagi setiap unit kerja dan pegawai di lingkungan Kota
Banjarmasin. Provinsi juga menghimbau semua unit organisasi agar
melakukan pemetaan beban kerja karena sangat penting untuk segera
dilakukan. Permasalahan yang ada adalah bahwa belum ada petunjuk
teknis mengenai penghitungan beban kerja dan daerah masih kesulitan
bagaimana cara menerapkan penghitungan beban kerja.
Proses dan mekanisme bagaimana cara menghitung analisis beban
kerja belum dipahami oleh BKD dan Bagian Organisasi dilingkungan Kota
Banjarmasin, karena belum pernah ada sosialisasi mengenai hal tersebut,
pernah juga ada tawaran dari lembaga/instansi lain untuk menyusun
analisis beban kerja, tetapi pihak daerah menunggu keputusan resmi dari
pemerintah pusat (BKN dan MenPAN).
Aspek-aspek yang terkait dengan penghitungan beban kerja
pegawai di setiap unit organisasi antara lain :
 Kelembagaan, daerah masih menunggu kebijakan pemerintah mengenai
struktur kelembagaan yang ada, mungkin ada perubahan struktur
organisasi daerah atau perubahan lainnya.
 Uraian pekerjaan, dari uraian tugas pokok dan fungsi organisasi perlu
diturunkan menjadi uraian tugas pada setiap jabatan dan setiap pegawai
sesuai dengan pekerjaan/jabatan yang dilakukannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penghitungan beban kerja
pegawai, adalah :
 Faktor kebijakan yang sering berubah-rubah, menyulitkan bagi daerah
untuk menindak-lanjuti menjadi kebijakan yang ada, selain itu kebijakan
Pemerintah Pusat sering tidak sinkron dengan instansi lainnya.
 Faktor kesejahteraan pegawai menjadi isu yang selalu muncul dan
menjadi permasalahan.
 Faktor lainnya adalah masalah kebijakan ditingkat Undang-Undang
belum sepenuhnya ditindak-lanjuti dengan peraturan pendukungnya,
misalnya PP (Peraturan Pemerintah dan lain-lain).
Analisis beban kerja organisasi sudah dirancang tetapi sifatnya
masih sementara, analisis beban kerja ini selain digunakan sebagai acuan
untuk kepentingan formasi pegawai, juga diharuskan oleh MenPAN dan
BKN untuk memetakan kebutuhan formasi pegawai (rekrutmen).
Program pengembangan pegawai dilingkungan Kota Banjarmasin
direncanakan oleh BKD dan dibantu oleh unit-unit organisasi yang ada
dilingkungan Kota Banjarmasin untuk memetakan kebutuhan
pengembangan pegawai yang menyangkut: diklat penjenjangan, diklat

54
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

teknis, diklat fungsional dan lainnya, karena hal ini menyangkut


perencanaan anggaran yang akan dibutuhkan setiap tahunnya.
Permasalahan dan hambatan dalam mengukur beban kerja
pegawai adalah :
 Belum adanya kebijakan yang tegas mengenai analisis beban kerja.
 Peraturan ditingkat nasional sering berubah-rubah, sehingga daerah
tidak sempat melakukan perbaikan sudah diganti, maka dari itu daerah
sering menunggu kepastiannya.

c. Kabupaten Banjar
Penyusunan analisis beban kerja di Kabupaten Banjar belum ada,
hal ini pernah digagas oleh Bagian Organisasi dan BKD, tetapi masih
banyak kendala diantaranya belum rampungnya peraturan pendukung
lainnya antara lain analisa jabatan, analisa beban organisasi dan masih
terkendala oleh rancangan peraturan tentang struktur organisasi
kelembagaan Kabupaten Banjar sesuai peraturan perundangan yang baru
terbit.
Proses dan mekanisme bagaimana cara menghitung analisis beban
kerja, berbicara idealnya proses dan mekanisme penyusunan analisis beban
kerja langkah-langkahnya secara sistematis antara lain :
 Diperlukan perangkat peraturan yang saling mendukung mengenai
analisis beban kerja, hal ini ada hubungannya dengan seberapa besar
beban masing-masing unit organisasi yang ada.
 Diperlukan komitmen pimpinan dimulai dari level pimpinan tertinggi
sampai level pimpinan terendah, untuk menyukseskan pelaksanaan
pengukuran beban kerja pegawai, hal ini diperlukan keteladanan
seorang pimpinan dalam melakukan tugasnya.
 Diperlukan konsistensi pelaksanaan pengukuran beban kerja tersebut,
tanpa adanya konsistensi secara bersama-sama mengenai bagaimana
yang melakukan tugas sesuai dengan beban kerjanya, dan bagaimana
yang tidak melakukan tugas, hal ini diperlukan reward and punisment
yang jelas.
 Dan diperlukan adanya keberlangsungan (sustainable) secara sistem,
dimulai dari pimpinan masa sekarang sampai pergantian pimpinan
selanjutnya.
Permasalahan dan hambatan dalam mengukur beban kerja
pegawai adalah :
 Masalah yang dihadapi adalah banyak perubahan kebijakan yang terlalu
cepat, sehingga kebijakan yang baru dikeluarkan belum sempat
dijalankan, sudah dikeluarkan kembali kebijakan yang sama dengan
perubahannya, artinya dalam satu kegiatan kebijakannya berbeda-beda
yang dikeluarkan dari Menpan, BKN, Depdagri, sehingga terjadi
tumpang tindih kebijakan.

55
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

 Masalah kebijakan Menpan mengenai pengangkatan seluruh tenaga


honorer bukan mengatasi masalah tetapi akan membuat masalah baru,
karena kebijakan MenPAN tersebut tanpa melalui analisa kebutuhan
beban kerja.
 Perampingan dan pemekaran organisasi juga harus melalui Analisa
Kebutuhan Beban Kerja sehingga dapat meminimalisir tumpang tindih
pekerjaan.

7. Provinsi Sumatera Utara


Menurut narasumber dari Biro Organisasi Provinsi Sumatera Utara
beban kerja adalah target-target pekerjaan yang diwajibkan atau yang
diserahkan kepada seorang pegawai. Beban kerja merupakan konsep yang
sudah sering didengar khususnya dilingkungan Biro Organisasi namun dalam
praktik penyelenggaraan perhitungannya belum diterapkan karena saat
Keputusan Menpan No. 75 Tahun 2004 diterbitkan belum ada langkah-langkah
sosialisasi. Pengukuran beban kerja untuk seluruh pegawai mulai dari staf, lini
dan pembantu itu berbeda-beda karena beban tugas di Sekretariat ada yang
sifatnya insidensial.
Unit organisasi yang telah memiliki standar prosedur yang sudah jelas
itu (beban kerja) akan dapat diukur dengan mudah. BUMN biasanya sudah
mempunyai standar, Dinas Pendapatan mungkin juga sudah standar. Jadi di
Sekretariat Daerah misalnya beban kerjanya bisa lebih besar karena kadang-
kadang namanya staf, on call 24 jam, jam berapapun dia siap dipanggil untuk
melaksanakan tugas. Dalam pengukuran beban kerja Job description harus ada,
mulai dari staf sampai pejabat struktural harus memiliki uraian pekerjaan
dengan demikian akan bisa diukur beban kerjanya.
Untuk menentukan beban kerja perlu disusun norma standar, metode,
dan pedoman yang dapat dijadikan pegangan oleh seluruh instansi. Instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah yang sudah pernah menyusun dan
menerapkan penghitungan beban kerja perlu memberikan masukan kepada
pemerintah dalam rangka penyusunan pedoman analisis beban kerja. Dulu
dalam rangka pengelolaan kepegawaian, analisis jabatan merupakan aspek
yang sangat penting dan menjadi dasar dalam penataan kepegawaian.
Menurut narasumber, Depdagri juga menyusun konsep menyangkut
penghitungan beban kerja, masalahnya sekarang adalah apakah konsep
tersebut sudah diatur dalam bentuk keputusan. Konsep dari Depdagri tersebut
belum tahu kelanjutannya seperti apa, disyahkan atau belum juga tidak tahu.
Yang pasti konsep tersebut berbeda dengan dari Kementerian PAN mulai dari
cara pengukurannya hingga formulir dan lampiran yang digunakan juga
berbeda. Jadi sepertinya tidak ada sinkronisasi antara Kementerian PAN
dengan Mendagri, MenPAN konsepnya begini, Mendagri beda lagi. Akan lebih
baik jika ada saling pengertian antara MenPAN dengan Mendagri dalam
mengeluarkan suatu produk yang bisa dijadikan pedoman, tidak ada dualisme.

56
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Masih menurut narasumber konsep dari MenPAN agak sederhana


dimana terdiri dari empat metode. Satu metode berdasarkan produk, satu lagi
metode berdasarkan hasilnya, perangkat kerjanya, yang untuk melatih dengan
perangkat kerja itu dapat disetujui. Kemudian yang paling pas untuk dijadikan
fakta metode berdasarkan penjabaran tugas pokok dan fungsi, pendekatan
dengan tupoksi. Setiap tugas, beban yang diberikan itu dihitung berapa waktu
dibutuhkan? berapa bobot tugas per hari?, berapa menyusun surat per hari,
satu kali surat dibutuhkan waktu berapa lama ? Konsep yang disusun
MenPAN lebih teliti daripada konsep dari Mendagri banyak sekali format
formulirnya jadi agak menyusahkan.
Sampai saat ini pemerintah provinsi belum melakukan analisis beban
kerja pegawai karena sedikit bingung mau mengikuti mana apakah dengan
konsep MenPAN atau Mendagri. Beban kerja organisasi yang berubah akan
menyebabkan beban kerja pegawai ikut berubah. Struktur kelembagaan bisa
sangat mempengaruhi beban kerja, hal ini terkait dengan perubahan taget-
target, perubahan fungsi-fungsi, perubahan komposisi pegawai dan lain-lain
yang mempengaruhi organisasi. Kompetensi pegawai untuk menyelesaikan
beban tugas merupakan faktor penting, bahkan beban kerja pegawai dapat
ditentukan oleh seberapa baik kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing
pegawai.

a. Kota Medan
Menurut seorang narasumber beban kerja selalu berkaitan dengan
struktur tugas pokok dan fungsi artinya pembentukan struktur dalam
sebuah kelembagaan itu memang berdasarkan analisis beban kerja.
Penentuan jabatan atau formasi tergantung kepada beban tugasnya artinya
tugas-tugas apa saja yang tidak terpikul oleh jabatan terstruktur tadi yang
harus diberikan kebawahan sehingga akhirnya akan membutuhkan staf.
Beban kerja berhubungan langsung dengan jabatan struktural maupun
jabatan fungsional khusus dan umum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja dalam
pelaksanaannya cukup luas artinya kalau mengadakan analisis beban kerja
tentunya akan lahir siapa yang cocok mengerjakan beban kerja yang telah
ada. Artinya bila melihat beban kerja harus dapat menghitung berapa
idealnya dan apakah orang yang mengerjakan pekerjaan itu cocok atau tidak
cocok. Kemudian beban kerja itu sendiri akan dapat berpengaruh dalam
struktur jabatannya tentunya untuk sistem organisasi. Kebijakan yang
mempengaruhi beban kerja dan juga perlu adanya pegawai yang
mempunyai kompetensi yang memadai untuk menduduki jabatan tersebut.
Memang dalam era sekarang organisasi membutuhkan konsep-
konsep kebutuhan pegawai. Yang tidak kalah penting adalah kesejahteraan
pegawai artinya beban kerja pegawai lebih berat berhak mendapatkan

57
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

pendapatan yang lebih besar dibadingkan pegawai yang beban kerjanya


ringan.
Konsep awal analisis beban kerja pegawai tentunya adalah adanya
tugas dan fungsi pegawai serta perlunya sinergi antara unit satu dengan unit
lainnya. Satu jabatan yang belum mempunyai standar kompetensi yang
terukur tentunya akan berpengaruh juga terhadap kondisi pegawai. Analis
beban kerja belum pernah dilakukan di Kota medan. Kebutuhan pegawai
selama ini dipenuhi melalui analisis kebutuhan masing-masing unit
organisasi yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Medan.

b. Kabupaten Langkat
Menurut seorang narasumber beban kerja adalah pekerjaan yang
dibebankan kepada seseorang untuk dilaksanakan dan dipertanggung
jawabkan kepada pegawai. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja
itu adalah dimana ada waktu-waktu tertentu yang membuat beban kerja
baik individu maupun beban kerja organisasi meningkat, tapi ada waktu
tertentu dimana beban kerja itu menurun. Menurut narasumber besar
kecilnya beban kerja tergantung kepada dinas atau instansi yang menangani
pekerjaan yang didasarkan pada tupoksinya. Misalnya, Dinas Pendapatan
akan bekerja lebih gigih atau lebih keras lagi pada saat-saat akhir tahun,
kenapa ? karena dikejar oleh target pekerjaan.
Kemudian pada saat dinas PU melakukan tender para pekerja sibuk
mengawas ke lapangan untuk menyelesaikan sekian hari selesai sebelum
tutup buku/akhir tahun. Seperti itulah jadi beban kerja organisasi besar
kecilnya tergantung kepada masing-masing dinas berdasarkan bidang tugas
tersebut. Pada saat-saat tertentu misal seperti ini lebih digenjot lagi untuk
menyegerakan pekerjaan RAPBD tahun 2008 yang akan segera dibawa ke
DPRD untuk dibahas bersama dengan tim anggaran eksekutif dan legislatif.
Beban kerja yang dibagi ke pegawai sifatnya ada tugas pokok dan
tugas penunjang, tugas khusus dari Bupati kepada asisten, kepala dinas dan
pegawai lainnya merupakan beban kerja yang lain. Sebab pasti ada tugas
dari Bupati yang diberikan secara mendadak. Apabila tugas tersebut bisa
dibagi dengan pejabat lain maka akan dibagi tapi apabila tugas tersebut
sifatnya pribadi/individual maka mesti dilaksanakan sendiri.
Di Kabupaten Langkat belum pernah dilakukan analisis beban kerja
pegawai. Terkait dengan Keputusan Menpan No. 75 tahun 2004 tentang
Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka
Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil para pejabat yang memiliki
kaitan dengan keputusan tersebut belum pernah menerimanya. Khususnya
Bagian Organisasi & Bagian Kepegawaian belum pernah tahu tentang
Keputusan Menpan tersebut sehingga belum pernah dilaksanakan apa yang
menjadi amanat keputusan tersebut. Beban kerja adalah suatu kewajiban

58
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

yang harus dilaksanakan oleh seorang aparatur yang memiliki jabatan


berdasarkan tugas dan fungsinya.
Menurut narasumber faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja;
pertama tergantung pada situasi. Contoh : teman-teman yang bekerja di
Dinas Sosial diakhir tahun beban kerjanya tinggi di karenakan pada akhir
tahun sering terjadi hujan yang mengakibatkan banjir. Kenapa beban
kerjanya memuncak karena tugas pokok dan fungsinya melindungi
masyarakat bekerja sama dengan satkorlak sedangkan pegawai di Dinas
Sosial sangat terbatas. Tetapi kalau pada hari normal beban kerja seakan-
akan tidak ada, hanya membuat laporan dan tugas-tugas yang lain. Jadi
tupoksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi beban kerja.
Selain itu hal lain yang mempengaruhi beban kerja menurut
narasumber adalah deskripsi pekerjaan. Deskripsi pekerjaan dalam suatu
struktur organisasi itu sangat mempengaruhi beban kerja pegawai. Apabila
suatu jabatan di anjab dengan baik disatu unit SKPD maka beban kerjanya
tidak bertumpuk pada satu bidang kerja yang ada, sehingga pembagian
beban kerja berdasarkan tupoksi tidak terpaku pada satu jabatan tertentu.
Beban kerja berkorelasi kuat dengan struktur organisasi.
Terkait dengan keputusan Menpan No. 75 Tahun 2004, secara teknis
sebenarnya penting untuk alat ukur kebutuhan pegawai. Dalam bezeting
pegawai akan dihitung berapa pegawai yang sudah pensiun sehingga bisa
diketahui sebelum 2 tahun atau 5 tahun kedepan berapa pegawai yang akan
pensiun, sehingga bisa diketahui keadaan pegawai sehingga akan dibuat
rata-rata berapa pegawai yang masih aktif dan yang sudah keluar.
Sehubungan dengan pedoman pengukuran beban kerja yang perlu
diperhatikan adalah metodenya harus sederhana sesuai dengan kemampuan
pegawai di daerah yang masih kurang, dan orang-orang yang terlibat perlu
ikut semacam bimbingan teknis.

B. Aspek-Aspek Pengukuran Beban Kerja Pegawai


Organisasi berikut elemen-elemen yang ada di dalamnya seperti struktur
organisasi, pegawai/sdm, teknologi dan lainnya berpengaruh terhadap distribusi
beban kerja. Pengukuran beban kerja memiliki beberapa aspek dalam proses
analisisnya. Yang perlu ditekankan disini adalah bahwa pengukuran beban kerja
bukan semata-mata untuk menghitung beban kerja seorang pegawai secara
kuantitatif an sich. Misalnya setelah dilakukan pengukuran beban kerja akhirnya
diketahui bahwa pegawai A memiliki beban kerja 100 beban kerja, B memiliki 80
beban kerja dan lain sebagainya. Namun pengukuran beban kerja ini adalah
sebagai media, metode untuk menganalisis seberapa besar volume pekerjaan
yang dibebankan kepada pegawai oleh organisasi dalam mencapai dan atau
menjalankan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Dari analisis tersebut selanjutnya dapat dihasilkan rekomendasi misalnya
berapa jumlah pegawai yang layak untuk suatu unit organisasi, bagaimana

59
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

tingkat kinerja pegawai, untuk penyusunan struktur gaji, menyusun struktur


organisasi, dan lainnya. Dalam rangka melakukan analisis beban kerja termasuk
dalam proses pengukurannya maka dibutuhkan aspek-aspek yang harus ada jika
analisis atau pengukuran beban kerja akan dilakukan. Identifikasi terhadap data
dan informasi hasil penelitian, aspek-aspek penting dalam pelaksanaan
pengukuran beban kerja adalah: 1) Beban Kerja, 2) Waktu Kerja Efektif (WKE).

1. Beban Kerja
Beban kerja seperti yang telah disebutkan dalam bab kerangka teori
merupakan sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai
dalam satu satuan waktu tertentu. Sumber lain menyebutkan beban kerja
sebagai sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu
unit organisasi atau pemegang jabatan. Dalam konteks yang lebih riil beban
kerja sesungguhnya merupakan uraian tugas masing-masing pegawai sebagai
manifestasi dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Seorang
peneliti memiliki uraian tugas mengumpulkan data lapangan berdasarkan
waktu yang telah ditetapkan maka salah satu beban kerja peneliti tersebut
adalah pengumpulan data lapangan tersebut sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan apakah itu satu minggu, dua minggu atau bahkan lebih, belum lagi
tugas lainnya seperti menyusun laporan penelitian. Seorang staf TU mengetik
surat dan mendistribusikan surat sehari 5 surat dan 4 kali mendistribusikan
surat maka beban kerjanya adalah mendistribusikan surat, mengetik surat dan
tugas klerikal lainnya sesuai dengan waktu yang diperlukan. Seorang kepala
bagian membuat rencana kerja dan program kegiatan tahunan selama 5 hari
efektif pertahun maka hal ini merupakan salah satu beban kerja kepala bagian
bersangkutan.
Besar kecilnya beban kerja pegawai sangat tergantung pada besar
kecilnya beban kerja organisasi dan juga pada posisi dan jabatan pegawai yang
bersangkutan. Ada korelasi positif antara beban kerja organisasi dengan beban
kerja individu pegawai. Beban kerja organisasi yang besar tidak bisa menjadi
acuan bagi tinggi rendahnya kinerja organisasi begitu juga dalam konteks
individu, banyak pegawai yang memiliki beban kerja yang besar tetapi
kinerjanya belum tentu tinggi. Terkait bagaimana kapasitas dan kemampuan
pegawai tersebut dalam melaksanakan tugasnya maka diperlukan analisis
beban kerja sebagai metode untuk mengetahui kapasitas pegawai dalam
melaksanakan tugas, pokok dan fungsi organisasi. Namun dalam
kenyataannya beban kerja tidak kemudian merupakan representasi dari uraian
pekerjaan yang dimiliki oleh pegawai secara tertulis.
Banyak pekerjaan yang tidak secara eksplisit tercantum dalam dokumen
uraian tugas (job description) tapi merupakan tugas yang harus dikerjakan oleh
pegawai. Dalam hal ini pekerjaan tersebut dapat dikatakan sebagai beban kerja
bagi pegawai bersangkutan seperti dalam jenis-jenis pekerjaan yang telah
diuraikan dalam proporsi waktu di bab kerangka teori. Dalam proses

60
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

pengukuran beban kerja, uraian tugas merupakan salah satu aspek pokok
dalam mekanisme pengukurannya. Penting dalam arti bagaimana pegawai
mengalokasikan waktu dan mengefektifkan tugas dan pekerjaan yang
diembannya sehingga pekerjaan tersebut apakah selesai secara cepat, lambat
atau biasa-biasa saja yang dikonversikan dalam waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Terkait dengan hal ini akan diketahui bagaimana
kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Lebih jauh
pengukuran beban kerja akan lebih efektif apabila terlebih dahulu analisis
jabatan dilakukan sebab dengan demikian uraian tugas sebagai input utama
analisis beban kerja telah tersedia.

2. Waktu Kerja Efektif (WKE)


Komponen Waktu Kerja Efektif (WKE) merupakan waktu kerja yang
digunakan secara efektif oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya
dalam waktu satu tahun. Waktu Kerja Efektif terdiri dari Hari Kerja Efektif
(HKE) dan Menit Kerja Efektif (MKE).
a. Hari Kerja Efektif (HKE)
Hari kerja efektif adalah jumlah hari dalam kalender dikurangi hari
libur nasional dan cuti. Perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut :
Perhitungan untuk 6 hari kerja :
Jumlah hari menurut kalender 365 hari
Jumlah hari Minggu dalam 1 tahun 52 hari
Jumlah hari libur dalam 1 tahun 14 hari
Jumlah cuti dalam 1 tahun 12 hari
Jumlah Hari Kerja Efektif 287 hari
Untuk 6 hari kerja maka hari kerja efektif dalam 1 tahun adalah 287 hari.
Perhitungan untuk 5 hari kerja :
Jumlah hari menurut kalender 365 hari
Jumlah hari Sabtu dan Minggu 104 hari
Jumlah hari libur nasional 14 hari
Jumlah cuti dalam 1 tahun 12 hari
235 hari
Untuk 5 hari kerja maka hari kerja efektif dalam 1 tahun adalah 235 hari.
Jika daerah memiliki hari libur daerah maka perhitungannya di sesuaikan
dengan jumlah hari libur daerah tersebut.

b. Menit Kerja Efektif (MKE)


Menit kerja efektif perhari adalah jumlah menit dalam waktu satu
hari kerja yang dihitung berdasarkan jumlah jam kerja perminggu setelah
dikurangi tingkat allowance (kelonggaran) waktu kerja. Jika menit kerja
efektif konversi dalam waktu kerja satu tahun maka perhitungannya harus
disesuaikan dengan hari kerja efektif dan jam kerja efektif yang dipakai
dalam waktu satu tahun. Allowance dalam kajian ini ditetapkan sebesar 20

61
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

%. Perhitungan menit kerja efektif dapat dilihat sebagai berikut :


Menit Kerja Efektif (MKE) untuk 6 hari kerja :
1 Minggu 6 hari kerja,
1 hari 8 jam kerja, 6 hari = 48 jam kerja/Minggu
allowance 20 % = 8 X 20% = 1,6 jam perhari
Jam kerja efektif perhari adalah = 6,4 jam perhari
Jam kerja efektif perminggu 6 hari kerja adalah = 38,4 jam perminggu
Menit kerja efektif perminggu sebesar = 38,4 X 60 = 2304 menit
Jam kerja efektif satu tahun = 287 x 6,4 jam = 1837 jam.
Menit kerja efektif pertahun adalah = 1837 x 60 = 110.220 menit pertahun
perorang.

Menit Kerja Efektif (MKE) untuk 5 hari kerja :


1 hari 8 jam kerja, 5 hari = 40 jam kerja
allowance 20 % = 8 X 20% = 1,6 jam perhari
Jam kerja efektif perhari adalah 6,4 jam
Jam kerja efektif 5 hari kerja = 32 jam perminggu
Menit kerja efektif perminggu sebesar = 32 X 60 = 1920 menit perminggu
Jam kerja efektif satu tahun untuk 5 hari kerja = 235 x 6,4 = 1504 jam Menit
kerja efektif 1 tahun adalah = 1504 x 60 = 90.240 menit pertahun.
Allowance dalam hal ini adalah kelonggaran waktu yang diberikan
kepada pegawai untuk melakukan istirahat seperti makan, minum,
beribadah. Dalam kajian ini tim peneliti mengajukan 20 % dari jam kerja
yang ada untuk istirahat, makan, beribadah dan lainnya.

C. Mekanisme Pengukuran Beban Kerja


Sebagai suatu metode maka pengukuran beban kerja harus dilaksanakan
melalui proses dan mekanisme ilmiah yang memungkinkan tujuan dalam
pelaksanaan pengukuran beban kerja tersebut berhasil. Pelaksanaan pengukuran
beban kerja jelas membutuhkan tim khusus yang akan melakukan pengukuran
beban kerja di organisasi. Tim ini di instansi pemerintah dalam praktiknya terdiri
dari unit kepegawaian seperti analis kepegawaian serta tim dari Biro/Bagian
Organisasi. Sebagai contoh di Provinsi DI Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
pelaksana kegiatan analisis beban kerja adalah Bagian Organisasi sedangkan BKD
adalah strategic partner dan user dari hasil analisis beban kerja. Tim pengukuran
beban kerja nantinya akan bertugas menyusun kerangka kerja, instrumen
pengumpulan data serta mekanisme kerja tim sampai dengan laporan akhir hasil
pengukuran beban kerja selesai tersusun.
Berdasarkan analisis data dan informasi yang diperoleh di lapangan,
proses dan mekanisme pengukuran beban kerja dapat digambarkan dalam
kerangka kerja sebagai berikut :

62
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Gambar 4.1
Mekanisme Pengukuran Beban Kerja Pegawai

Observasi Organisasi
 Visi, misi
 Tupoksi
 Profil Organisasi
 Profil Pegawai

Pengumpulan Data
Pengukuran Beban
Kerja
 Wawancara
 Kuesioner
Laporan Akhir
Validasi Data Pengukuran Beban
Analisis Data dan dan Informasi Kerja
Informasi  Saran dan
 FGD Rekomendasi
 Lampiran Hasil
Pengukuran

Kerangka pikir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Observasi Terhadap Organisasi


Pengukuran beban kerja sangat terkait erat dengan kondisi empiris
organisasi, visi misi organisasi serta tugas pokok dan fungsi organisasi.
Mengapa demikian sebab beban kerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya
lebih merupakan pengejawantahan dari visi misi dan tupoksi organisasi yang
menjadi target pekerjaan organisasi. Oleh organisasi target pekerjaan
selanjutnya diturunkan dalam bentuk uraian tugas masing-masing pegawai
yang ada dalam organisasi guna mencapai target pekerjaan tersebut.
Tim pengukuran beban kerja harus memahami terlebih dahulu
organisasi yang akan diukur beban kerjanya melalui observasi yang harus
dilakukan oleh tim analis. Filosofi organisasi, tujuan dan apa yang akan dicapai
serta tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan oleh organisasi harus
dipahami dengan baik. Pemahaman terhadap organisasi ini dapat dilakukan
dengan mempelajari dokumen-dokumen tentang organisasi yang dikeluarkan
secara resmi oleh organisasi.
Selain pemahaman terhadap organisasi tersebut observasi juga
dilakukan untuk memperoleh data yang lebih fokus terkait dengan
pengukuran beban kerja di organisasi. Data tersebut seperti profil organisasi,
struktur organisasi secara lengkap yang meliputi jumlah unit organisasi dan
visi misi serta tupoksi masing-masing unit organisasi. Disamping itu data lain
yang relevan dalam pengukuran beban kerja adalah data mengenai profil
pegawai yang ada di organisasi secara lengkap.
Data ini meliputi distribusi pegawai disemua unit organisasi, golongan
dan jabatan pegawai, latar belakang pendidikan pegawai, dan data pegawai

63
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

lainnya. Perlu juga diketahui program pengembangan pegawai, mutasi,


promosi dan lainnya yang telah dilaksanakan oleh unit kepegawaian untuk
mengetahui kebijakan pengelolaan kepegawaian yang selama ini dilaksanakan.
Data-data tersebut akan sangat bermanfaat untuk memperdalam analisis
pengukuran beban kerja pegawai.

2. Pengumpulan Data Pengukuran Beban Kerja


Tahapan krusial dalam proses pengukuran beban kerja adalah
pengumpulan data beban kerja pegawai. Tahapan ini terdiri dari 2 (dua)
aktivitas pokok, yaitu :
a. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan data dan
informasi terkait dengan beban kerja pegawai di unit yang akan diukur
beban kerjanya. Wawancara dimaksudkan untuk menggali lebih dalam
terhadap semua aspek yang berkaitan erat dengan beban kerja organisasi
maupun pegawai, bagaimana mekanisme kerjanya, distribusi beban
kerja/pekerjaan bagi pegawai, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
pekerjaan, kualitas dan kuantitas sarana-prasarana pekerjaan, termasuk
tingkat kinerja masing-masing pegawai dapat diteliti dan digali secara luas
dan mendalam.
Narasumber/key informan dalam wawancara dapat merupakan
pimpinan unit, pejabat/manajer yang langsung membawahi pegawai serta
jika dibutuhkan dapat juga mewawancarai beberapa pegawai yang
mewakili pegawai di unit organisasi secara keseluruhan. Mengenai siapa
dan berapa jumlah key informan yang akan diwawancarai tergantung
kebutuhan.
Pegawai/staf biasa bukan target utama dalam pengumpulan data
melalui wawancara tersebut. Agar proses pengumpulan data melalui
wawancara dapat berlangsung efektif maka perlu disusun pedoman
wawancara, penentuan key informan terpilih harus di pastikan pada saat
wawancara akan dilaksanakan. Disamping itu waktu dan tempat
wawancara harus terjadwal dengan baik dimana jadwal tersebut telah
disepakati antara peneliti dan key informan. Hal ini perlu ditekankan sebab
kesiapan dalam wawancara akan mempermudah dan memperlancar
proses wawancara dimana secara otomatis akan mempengaruhi kualitas
hasil wawancara.

b. Kuesioner/Form Isian
Pembagian kuesioner kepada responden merupakan pengumpulan
data utama lainnya disamping wawancara. Kuesioner ini dimaksudkan
untuk mengumpulkan data aktivitas kerja pegawai yang harus dituangkan
oleh pegawai (sebagai responden) terhadap kuesioner yang telah disiapkan
oleh tim peneliti. Format kuesioner harus disusun sesederhana mungkin

64
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

namun tetap mampu mengakomodasi kebutuhan tim analis terhadap data-


data yang diperlukan dari responden untuk memotret aktivitas responden
dalam melakukan pekerjaannya. Kuesioner ini diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk mengumpulkan data rincian tugas /responden serta
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas pekerjaan tersebut.
Tahap pengisian kuesioner inilah yang paling krusial dalam proses
pengukuran beban kerja pegawai. Dalam tahapan ini masalah yang selalu
timbul adalah responden kesulitan dalam mengisi kuesioner, isi kuesioner
tidak lengkap, pengumpulan kuesioner yang terlambat bahkan jumlah
kuesioner seringkali kurang dari target yang telah ditentukan. Hal ini
merupakan masalah-masalah yang sering dihadapi terkait dengan
pengumpulan data melalui kuesioner. Untuk mengeliminir kondisi ini tim
analis perlu cermat dalam menyusun maupun pada saat akan membagikan
kuesioner tersebut. Uji coba kuesioner dapat dilakukan oleh tim sendiri
sebelum kuesioner benar-benar akan di tetapkan sebagai instrumen
pengukuran.
Jika kuesioner sudah dinilai layak untuk menjadi instrumen
pengukuran beban kerja maka tugas tim selanjutnya adalah melakukan
sosialisasi terhadap kuesioner tersebut kepada pegawai atau organisasi
yang akan diukur beban kerjanya. Hal ini bisa dilakukan dengan
memberikan pelatihan pengisian kuesioner kepada atasan atau perwakilan
pegawai ditiap unit organisasi sehingga atasan atau perwakilan pegawai
tersebut bisa memberikan arahan dan penjelasan kepada pegawai lainnya
dalam mengisi kuesioner. Disamping itu untuk efektifitas pengumpulan
kuesioner para pegawai yang sudah diberi pelatihan tersebut juga dapat
diberi tanggung jawab dalam pengumpulan data kuesioner tersebut.
Sehubungan dengan pentingnya data kuesioner ini maka upaya-upaya
agar kuesioner dapat terkumpul sesuai dengan target yang telah
ditentukan harus tetap dilakukan.
Organisasi yang terdiri dari banyak unit organisasi dan ratusan
pegawai membutuhkan tenaga dan waktu tersendiri terkait dengan
pengumpulan data melalui kuesioner ini. Dalam pengumpulan data
melalui kuesioner ini sebenarnya bisa saja tidak semua pegawai di unit
organisasi melakukan pengisian kuesioner. Namun pengisian dilakukan
oleh beberapa pegawai yang bisa mewakili organisasi. Dimana pegawai
tersebut harus mampu memberikan gambaran yang konkrit dan obyektif
terhadap tugas pokok dan fungsi organisasi melalui tugas dan pekerjaan
yang menjadi beban kerja organisasi. Pegawai ini harus terpilih dan
merupakan representasi dari pegawai-pegawai lainnya.
Pertanyaannya adalah adakah pegawai dengan kualifikasi tersebut
dimana dua atau tiga orang dapat menjabarkan semua jenis pekerjaan yang
menjadi beban kerja pegawai-pegawai lainnya. Untuk alasan penghematan
biaya hal ini bisa dilakukan dibandingkan harus melakukan pembagian

65
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

kuesioner kepada seluruh pegawai yang menjadi responden, sebab harus


diakui pengukuran beban kerja membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Namun resikonya adalah jika hal ini dilakukan maka kemungkinan besar
kualitas data yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Kuesioner yang akan dibagikan terdiri dari kolom-kolom isian yang
harus mencerminkan aktivitas pegawai selama menjalankan tugas
pekerjaannya. Terkait dengan hal ini waktu yang dibutuhkan dalam
melaksanakan tugas pekerjaan tersebut harus secara rinci dapat terpotret.
Konversi waktu yang digunakan sebaiknya dalam menit dimana rincian
pekerjaan menggambarkan aktivitas pekerjaan dalam waktu sepanjang
tahun. Sehingga bisa jadi sebuah pekerjaan membutuhkan waktu 10 menit,
100 menit, 1000 menit bahkan 10.000 menit tergantung jenis dan
karakteristik pekerjaan. Disinilah masalah yang seringkali timbul, pengisi
kuesioner seringkali kebingungan untuk membedakan mana pekerjaan
harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Hal ini penting diperhatikan
untuk mengetahui waktu yang digunakan dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaan tersebut.
Maka dari itu penyusunan format kuesioner ini sebenarnya
merupakan tantangan tersendiri bagi tim. Bagaimana bisa membuat sebuah
instrumen pengukuran yang simpel dan mudah diisi oleh responden serta
valid dalam pengukuran datanya. Dalam hal ini tim pengukuran beban
kerja dapat mengembangkan kuesioner dari model work sampling, diary
sampling dan model kuesioner lainnya yang ditujukan untuk
mengobservasi dan menggali data aktivitas pekerjaan pegawai berikut
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Untuk pemilihan responden yang akan mengisi kuesioner tim harus
melihat terlebih dahulu untuk tujuan apa pengukuran beban kerja tersebut
dilakukan. Misalnya untuk menghitung jumlah pegawai staf di satu unit
organisasi kuesioner dibagikan kepada seluruh pegawai staf di organisasi
tersebut atau dengan perwakilkan pegawai (namun perlu dipahami
batasan-batasannya). Apabila untuk mengukur efektifitas kinerja jabatan
khususnya jabatan struktural maka kuesioner harus diisi oleh pejabat
struktural bersangkutan. Untuk jabatan fungsional tidak termasuk dalam
kajian ini karena jabatan fungsional memiliki ukuran kinerja sendiri
melalui angka kredit yang dikumpulkan. Pengukuran efektifitas kinerja
jabatan ini dapat pula dilakukan untuk mengetahui perlu tidaknya jabatan
struktural disuatu unit organisasi ditambah atau dikurangi.
Contoh format kuesioner akan diberikan dalam subbab penyusunan
pedoman pengukuran beban kerja.

3. Analisis Data dan Informasi


Setelah data dan informasi terkumpul semua baik melalui observasi
awal maupun pengumpulan data maka tim pengukuran beban kerja dapat

66
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

mulai melakukan analisis data dan informasi yang diperoleh selama


pengumpulan data dilakukan. Analisis data dapat dilakukan melalui ferifikasi
dan pengelompokan data berdasarkan kebutuhan. Disamping itu proses input
data terhadap kuesioner yang diisi responden juga menjadi pekerjaan
tersendiri yang harus mendapat perhatian lebih dari anggota tim. Data hasil
wawancara dapat dikelompokan tersendiri, data kuesioner dapat di bagi-bagi
sesuai dengan unit organisasi masing-masing. Data sekunder yang
dikumpulkan sejak observasi jangan pernah disepelekan sebab masih sangat
diperlukan dalam proses analisis dan validasi data. Penyortiran dan ferifikasi
data di atas barulah tahap awal dalam proses awal analisis data. Proses
selanjutnya yang sangat menentukan kualitas hasil pengukuran beban kerja
adalah analisis itu sendiri. Analisis data harus difokuskan untuk menjawab
tujuan-tujuan dari dilaksanakan kegiatan pengukuran beban kerja pegawai.
Tujuan pengukuran beban kerja harus menjadi pedoman analisis beban kerja
sehingga analisis dapat dilakukan secara terarah dan fokus.

4. Validasi Data dan Informasi


Validasi data dan informasi dilakukan untuk memperkuat analisis data
yang telah dilakukan sebelumnya. Validasi data dapat dilakukan dengan
melaksanakan FGD (focus group discussion) antara tim dengan narasumber di
unit organisasi yang mengetahui seluk beluk organisasi, mulai dari sistem dan
mekanisme kerja, distribusi beban kerja, kinerja masing-masing pegawai dan
lainnya. FGD dilakukan untuk melakukan penyelarasan data, mencapai
kesepakatan dan konsensus dengan narasumber yang mewakili organisasi
terhadap data-data yang salah interpretasi, pengisian yang tidak lengkap, dan
kekurangan-kekurangan lainnya. Khususnya untuk data yang diperoleh
melalui kuesioner validasi data sangat diperlukan.
Pelaksanaan FGD lebih baik tidak lebih dari 20 orang yang terdiri dari
perwakilan tim pengukuran beban kerja dan perwakilan dari atasan maupun
pegawai terpilih. Lebih dari 20 orang FGD tidak akan fokus dan dapat
menghambat tercapainya tujuan FGD itu sendiri. Validasi ini diharapkan
menjadi akhir proses analisis data. Untuk itu peran aktif peserta FGD sangat
diharapkan guna memverifikasi data, mencocokkan, mengoreksi dan
menyepakati data-data yang telah terkumpul.
Tujuan FGD adalah untuk memperoleh pengertian yang mendalam
pada topik yang diteliti. Penggunaan FGD pada pengukuan beban kerja secara
spesifik bertujuan untuk :
a. Memperoleh data dan informasi tentang beban kerja terhadap uraian tugas
unit yang seharusnya atau target beban kerja unit di masa yang akan datang
pada unit terendah atau sub-bagian pada unit organisasi.
b. Mengklarifikasi hasil sementara pengukuran beban kerja terkait dengan
uraian kegiatan unit, volume kerja dan norma waktu yang diisikan oleh

67
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

responden.
c. Mendiagnosa masalah potensial terkait dengan keakuratan data pengukuran
beban kerja dengan menggunakan form klarifikasi dan instrumen survei
yang disistematiskan dalam pertanyaan yang terstruktur.
d. Membangun konsensus atau kesepakatan umum antar peserta terhadap
target beban kerja dimasa yang akan datang dan norma waktu masing-
masing uraian kegiatan.
e. Menganalisis perkiraan jumlah pegawai pada setiap unit terendah dengan
mendasarkan pada beban kerja masing-masing unit.

5. Dokumen Laporan Akhir Pengukuran Beban Kerja


Setelah proses pengumpulan data dan analisis data selesai tim analis
bisa menyusun laporan akhir analisis beban kerja. Penyusunan laporan akhir
harus lengkap, apa yang menjadi tujuan penelitian harus terjawab dalam
laporan penelitian. Rekap kuesioner akan lebih baik jika dilampirkan untuk
memperkuat data yang telah dihasilkan.
Sebelum laporan akhir menjadi dokumen laporan resmi akan lebih baik
jika dilakukan ekspose hasil kajian kepada pihak yang telah memberi
kepercayaan dalam melakukan analisis beban kerja pegawai. Ekspose ini
dimaksudkan untuk menjelaskan dan melaporkan secara resmi semua proses
dan hasil kajian yang telah dilakukan. Manfaat ekspose ini juga sangat besar
dalam rangka memperoleh masukan, ide, pendapat dan saran untuk
menyempurnakan laporan kajian. Ekspose ini akan lebih strategis sifatnya jika
diikuti oleh para pimpinan unit organisasi dan anggota organisasi yang lain.
Tidak ada ruginya jika ekspose laporan akhir dilakukan sebab akan dapat
memberikan nilai tambah yang positif bagi tim analisis beban kerja maupun
laporan akhir kajian yang telah disusun.

D. Penyusunan Pedoman Pengukuran Beban Kerja


Berdasarkan analisis data dapat dikemukakan bahwa penyusunan
pedoman pengukuran beban kerja membutuhkan 2 (dua) komponen pokok
sebagai elemen untuk melakukan analisis pengukuran beban kerja. Tiga
komponen pokok tersebut adalah : 1) beban kerja pegawai, 2) waktu kerja efektif.
Pedoman Pengukuran Beban Kerja ada di halaman lampiran.

68
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang dilakukan
menunjukkan bahwa sebagian besar daerah yang menjadi lokus kajian belum
melaksanakan pengukuran beban kerja. Beberapa kendala diantaranya adalah
daerah kajian belum mengetahui dan memahami tentang pengukuran beban
kerja. Kendala lainnya sebagian narasumber di daerah kajian menganggap
pengukuran beban kerja/analisis beban kerja, sama dengan analisis jabatan
sehingga dalam proses penelitian di lapangan seringkali terjadi salah pengertian
antara analisis beban kerja dengan analisis jabatan. Hal ini berdampak pada
terbatasnya data-data penelitian yang diperoleh di daerah kajian.
Sehubungan dengan diterbitkannya keputusan Menteri PAN tentang
Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja melalui
Kep.Men.PAN Nomor: KEP/75/M.PAN/7/2004. Hampir seluruh daerah kajian
belum menerapkan keputusan tersebut, hal ini disebabkan sosialisasi yang kurang
serta masih rumitnya pedoman. Jika dicermati lebih jauh keputusan yang
dikeluarkan MenPAN sebenarnya tidak membahas mengenai beban kerja tetapi
mengenai penghitungan formasi pegawai. Jadi banyak aspek perhitungan
kebutuhan pegawai dalam pedoman tersebut dan bukan mengenai analisis beban
kerja itu sendiri. Maka tidak mengherankan jika daerah kajian yang telah
memiliki pedoman tersebut masih belum paham terhadap konsep analisis beban
kerja.
Di Kabupaten Jembrana, pemerintah kabupaten telah memulai
mengembangkan analisis beban kerja bagi pegawai di lingkungan pemerintah
kabupaten. Langkah ini dilakukan untuk menata pegawai agar lebih produktif
dan memiliki kinerja yang tinggi dalam melayani masyarakat. Untuk
mewujudkan harapan tersebut, lima tahun terakhir Pemerintah Kabupaten
Jembrana tidak melakukan rekrutmen pegawai dalam rangka mengoptimalkan
kinerja pegawai yang sudah ada. Hasilnya bisa dipetik dimana Kabupeten
Jembrana saat ini merupakan salah satu pemerintah kabupetan yang cukup
berhasil dalam melakukan penataan pemerintahan dan birokrasi di
lingkungannya.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Sleman telah
melakukan analisis beban kerja guna menata kepegawaian serta struktur
organisasi di instansi masing-masing. Aspek-aspek dalam analisis beban kerja
menurut data yang diperoleh di lapangan adalah visi misi organisasi serta adanya
uraian tugas yang jelas yang harus dimiliki oleh pegawai. Di Kabupaten Sleman
analisis jabatan menjadi syarat yang harus dilakukan oleh organisasi jika akan
melakukan analisis beban kerja. Sebab dengan dilakukannya analisis jabatan
maka uraian jabatan sebagai salah satu input utama pengukuran beban kerja
sudah ada.

69
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Sleman memiliki


persamaan dalam menentukan aspek-aspek pengukuran beban kerja, termasuk
dalam hal proses dan mekanisme pengukurannya. Walaupun belum semua unit
kerja di Provinsi Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dilakukan analisis beban
kerja namun langkah ini sangat strategis guna meningkatkan kualitas pentaan
pegawai dan organisasi dimasing-masing instansi. Peningkatan kinerja menjadi
tujuan utama kedua instansi dalam rangka pelaksanaan analisis beban kerja
tersebut. Melalui analisis beban kerja pegawai, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman berharap pengelolaan pegawai dan penataan
organisasi dapat berjalan secara optimal.
Daerah kajian lain yang belum pernah melakukan pengukuran maupun
analisis beban kerja untuk penataan pegawai dan efektifitas dan efisiensi
organisasi dapat melakukan pengukuran atau analisis beban kerja seperti halnya
ketiga instansi tersebut. Apalagi jika dikaitkan dengan ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,
setidaknya instansi di daerah dapat meresponnya dengan melakukan analisis
beban kerja. Seperti yang telah disinggung di bab sebelumnya analisis beban kerja
memiliki peran penting dalam rangka untuk menata pegawai dan struktur
organisasi, untuk mengetahui jumlah kebutuhan pegawai, tingkat kinerja
pegawai bahkan sebagai rekomendasi kebijakan dalam memberikan tambahan
penghasilan maupun struktur gaji pegawai. Analisis beban kerja memiliki peran
strategis dalam upaya untuk penataan dan pengelolaan sumber daya organisasi
seperti yang diakui oleh daerah kajian.

B. Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat diberikan dalam kajian ini adalah sebagai berikut
:
1. Sehubungan dengan pengukuran beban kerja pegawai, instansi daerah perlu
melakukan telaah terhadap kemungkinan dilakukannya pengukuran beban
kerja pegawai dalam rangka untuk menata pegawai dan organisasinya.
2. Pengukuran beban kerja dilakukan dalam konteks analisis beban kerja
organisasi sehingga organisasi dapat mengambil keputusan-keputusan yang
tepat dalam menghitung kebutuhan pegawai, perumusan jabatan, penataan
jabatan, penataan organisasi, penyusunan peta jabatan, termasuk untuk
aktivitas mutasi, serta untuk pengelolaan kepegawaian lainnya.
3. Terkait dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
tentang Penataan Organisasi Perangkat Daerah, analisis beban kerja pegawai
sangat relevan bagi pemerintah daerah untuk melakukan penataan organisasi
berikut komponen-komponen yang ada di dalamnya seperti sumber daya
manusia dan sumber daya organisasi lainnya.
4. Sehubungan dengan diterbitkannya peraturan pemerintah tersebut dan demi
mewujudkan keberhasilan dalam pelaksanaannya maka instansi daerah dapat
menjadikan analisis beban kerja sebagai salah satu instrumen untuk

70
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

dimanfaatkan dalam mengelola kepegawaian dan pentaan organisasi di


lingkungan masing-masing.
5. Pedoman analisis beban kerja yang disusun oleh pemerintah baik melalui
Kementerian PAN maupun hasil-hasil kajian yang telah dilakukan oleh BKN
dan instansi pemerintah lainnya seyogyanya terus disempurnakan. Hal ini
menyangkut bagaimana melakukan sebuah analisis beban kerja yang baik,
tepat dan aplikatif, termasuk dalam konteks pemanfaatan dan kegunaan dari
analisis beban kerja itu sendiri. Kondisi ini didasari oleh kenyataan bahwa
banyak pedoman yang dikeluarkan oleh pemerintah seringkali sulit untuk
diaplikasikan.

71
Pusat Kajian Kinerja Sumber Daya Aparatur
Lembaga Administrasi Negara

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :
Miles. B Matthew & A. Michael Huberman 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

Mondy, R. Wayne & Noe, Robert M, 2005, Human Resource Management, Prentice Hall,
Pearson Education, New Jersey

Neuman, W. Laurence, 2003. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative


Approaches. Fifth Edition, Boston USA, Allyn and Bacon Peason Education, Inc

Simamora, Henry, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN

Strauss, Anselm & Juliet Corbin 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Tatalangkah dan
Teknik-Teknik Teoritisasi Data, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Laporan Penelitian :
Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Sleman dan Magister Ekonomi
Pembangunan UPUN Vetaran Yogyakarta, 2007, Analisis Beban Kerja Di
Lingkungan BPKKD, BUDPAR, KPDL

Kurniawan, Ade, 2004. Analisis dan Pengembangan Metode Pengukuran Beban Kerja
Karyawan Tidak Langsung, Departemen Teknik Industri Institut Teknologi
Bandung.

Direktorat Standarisasi Jabatan Dan Formasi, 2006, Pedoman Teknis Perhitungan


Bebankerja Dalam Rangka Penyusunan Peta Jabatan Pegawai Negeri Sipil, BKN

Kementerian PAN, 2004. Pedoman perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan


Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi PNS.

72

Anda mungkin juga menyukai