TINJAUAN PUSTAKA
Taylor (dalam Muttaqin, 2010) mendefinisikan stress sebagai kondisi yang tidak
seimbang antara sumber pribadi (personal resources) dengan tuntutan yang
dimiliki. Ketidakseimbangan tersebut dinilai oleh individu sebagai sebuah kondisi
yang berbahaya dan mengancamkeberadaannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa stress adalah segala peristiwa/kejadian baik berupa
tuntutan-tuntutan lingkungan maupun tuntutan-tuntutan internal (fisiologis/
psikologis) yang menuntut, membebani, atau melebihi kapasitas sumber daya
adaptif individudan mengharuskan individu untuk melakukan sesuatu dalam
rangka mempertahankan diri.
Dengan demikian, perpaduan antara sumber stres dan hasil stres mengarahkan
pada pengertian bahwa stres tidak bisa dipisahkan dari reaksi tubuh terhadap
sumber-sumber stres yang ada. Atau dengan kata lain, tubuh tidak akan
memberikan respon apapun kalau tidak ada rangsangan. Oleh karena itu, stres
respons dapat disimpulkan sebagai reaksi tubuh secara jasmaniah terhadap
sumber-sumber stres yang ada atau rangsangan yang menyerang tubuh.
Adapun model stress yang diperkenalkan Selye adalah General Adaptation
Syndrome atau disingkat dengan istilah GAS (Rice, 2011), ada tiga tahapan
stres respons :
1) Alarm (tanda bahaya)
2) Resistance (perlawanan)
3) Exhaustion (kelelahan).
Richard Lazarus dan Susan Folkman adalah tokoh yang terkenal dalam
mengembangkan teori stres model transaksional menyatakan bahwa stres
adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh
seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam mengahadapi situasi
yang membahayakan atau mengancam kesehatan. Lazarus dan Folkman
menegaskan bahwa appraisal adalah faktor utama dalam menentukan seberapa
banyak jumlah stres yang dialami oleh seseorang saat berhadapan dengan
situasi berbahaya (mengancam). Dengan kata lain, stres adalah hasil dari
terjadinya transaksi antara individu dengan penyebab stres yang melibatkan
proses pengevaluasian (Dewe, 2012).
Selain itu, sumber stres merupakan kejadian atau situasi yang melebihi
kemamampuan pikiran atau tubuh saat berhadapan dengan sumber stres
tersebut. Ketika situasi tersebut memberikan rangsangan, maka individu akan
melakukan appraisal (penilaian) dan coping (penanggulangan).
3. Klasifikasi Stress
Stuart dan Sundeen (2005) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu :
a. Stres ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini
dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah
berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
b. Stres sedang
Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres berat Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian
pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.
b. Faktor Kognitif
Lazarus percaya bahwa stres pada individu tergantung pada bagaimana
mereka membuat penilaian secara kognitif dan menginterpretasi
suatukejadian. Penilaian kognitif adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk
menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup
mereka sebagai suatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang (penilaian
primer) dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk
menghadapi suatu kejadian dengan efektif (penilaian skunder). Strategi
”pendekatan” biasanya lebih baik dari pada strategi ”menghindar”.
c. Faktor Kepribadian
Pemilihan strategi mengatasi masalah yang digunakan individu dipengaruhi
oleh karakteristik kepribadian seperti kepribadian optimis dan pesimis.
Menurut Carver, individu yang memiliki kepribadian optimis lebih cenderung
menggunakan strategi mengatasi masalah yangberorientasi pada masalah yang
dihadapi. Individu yang memiliki rasaoptimis yang tinggi lebih mensosiasikan
dengan penggunaan strategi coping yang efektif. Sebaliknya, individu yang
pesimis cenderung bereaksi dengan perasaan negatif terhadap situasi yang
menekan dengan cara menjauhkan diri dari masalah dan cenderung
menyalahkan diri sendiri.
d. Faktor Sosial-Budaya
Akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari
kontak yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang
berbeda. Stres alkuturasi adalah konsekuensi negatif dari akulturasi. Anggota
kelompok etnis minoritas sepanjang sejarah telah mengalami sikap
permusuhan, prasangka, dan ketiadaan dukungan yang efektif selama
krisis,yang menyebabkan pengucilan, isolasi sosial, dan meningkatnya stres.
6. Macam-Macam Adaptasi
a. Adaptasi fisiologis
Adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk mempertahankan
fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan internal, respons dapat
dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap tahap perkembangan punya
stresor tertentu. Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik
negatif, yaitu suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu
keadaan abnormal seperti penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons
adaptif seperti mulai mengigil untuk membangkitkan panas tubuh. Ketiga dari
mekanisme utama yang digunakan dalam menghadapi stressor dikontrol oleh
medula oblongata, formasi retikuler dan hipofisis. Riset klasik yang telah
dilakukan oleh Hans Selye telah mengidentifikasi dua respons fisiologis
terhadap stres, yaitu :
1) LAS ( Lokal Adaptasion Syndrome)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres, responnya
berjangka pendekKarakteristik dari LAS :
a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua
system
b) Respons bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk menstimulasikannya
c) Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d) Respons bersifat restorative
2) GAS (General Adaptasion Syndrom)
Merupakan respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres. Respons
yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin.
Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem
Neuroendokrin. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
a) Fase alarm
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahan dari tubuh dan pikiran
untuk menghadapi stresor seperti pengaktifan hormon yang berakibat
meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk
bereaksi. Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk
melakukan respons melawan atau menghindar. Respons ini bisa
berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor menetap maka
individu akan masuk kedalam fase resistensi
b) Fase resistensi (melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan
psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh
berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada
keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab
stres. Bila teratasi, gejala stres menurun atau normal. Bila gagal maka
individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS yaitu:
Fase kehabisan tenaga.
c) Fase exhaustion (kelelehan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat tertanggulangi
pada fase sebelumnya. Tahap ini cadangan energi telah menipis atau
habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres.
Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap stresor
inilah yang akan berdampak pada kematian individu tersebut.
b. Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan
melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian
perilaku yang dapat diterima dan berhasil.Perilaku adaptasi psikologi dapat
konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk menyelesaikan konflik. Perilaku destruktif mempengaruhi
orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, kepribadian dan situasi
yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adaptasi psikologis
juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi
pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik pemecahan masalah secara
langsung untuk menghadapi ancaman atau dapat juga mekanisme pertahanan
ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional dan dengan
demikian memberikan perlindungan individu terhadap ansietas dan stres.
Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak
langsung.
1) Task oriented behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif
untuk mengurangi stres, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan
memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 2005). Tiga tipe umum perilaku
yang berorientasi tugas adalah :
a) Perilaku menyerang
Adalah tindakan untuk menyingkirkan atau mengatasi suatu stresor.
b) Perilaku menarik diri
Adalah menarik diri secara fisik atau emosional dari stresor.
c) Perilaku kompromi
Adalah mengubah metode yang biasa digunakan, mengganti tujuan
atau menghilangkan kepuasan terhadap kebutuhan untuk memenuhi
lain atau untuk menghindari stress.
c. Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam
bentuk ekstrem, stres yang terlalu berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika diasuh
dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons
koping adaptif yang sehat (Haber, 2002)
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu
yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan sistem
pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap stresor, tetapiremaja tanpa sistem
pendukung sosial sering menunjukan peningkatan masalah psikososial
(Dubos, 2002).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung
jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan
realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka.
Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus
menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan
mereka.
e. Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stresdalam banyak
cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stres yang
berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin
memandang stresor sebagai hukuman.
2. Sumber koping
Sumber koping merupakan pilihan-pilihan atau strategi yang membantu seseorang
menentukan apa yang dapat dilakukan dan apa yang berresiko. Sumber koping
adalah faktor pelindung. Hal yang termasuk sumber koping adalah asset finansial/
kemampuan ekonomi, kemampuan dan keterampilan, dukungan sosial, motivasi,
serta hubungangan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Stuart,
2009).
3) Looking for silver lining masalah yang berat terkadang akan membawa
kebutaan dalam upaya menyelesaikan masalah, walaupun sudah dengan
usaha yang maksimal, terkadang masalah belum ditemukan titik temu,
oleh sebab itu seberat apapun masalah yang dihadapi manusia harus tetap
berfikir positif dan dapat diambil hikmah dari setiap masalah. Pada fase ini
diharapkan manusia mampu menerima kenyataan sebagai sebuah ujian dan
cobaan yang harus dihadapi selalu berusaha menyelesaikan masalah tanpa
menurunkan semangat motivasi.
5. Respon koping
Menurut Model Adaptasi Stres Stuart respon idividu terhadap stress berdasarkan
faktor predisposisi, sifat stresor, persepsi terhadap situasi dan analisis sumber
koping dan mekanisme koping. Respon koping klien dievaluasi dalam suatu
rentang yaitu adaptif atau maladaptif (Stuart, 2009).
a. Reopons mekanisme koping adaptif
Respon yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan
mencapai tujuan, seperti berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah
dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, tehnik relaksasi,
latihan seimbang dan aktifitas konstriktif.
Keliat, BA. dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok. Cetakan I.
Jakarta. EGC.
Lyon, B. L. 2012. Stress, coping, and health. In Rice, H. V. (Eds.) Handbook of stress,
coping and health: Implications for nursing research, theory, and practice. USA: Sage
Publication, Inc.
Mino, Y., Babazono, A., Tsuda, T., & Yasuda, N. 2006. Can stres management at the
workplace prevent depression? A randomized controlled trial.Psychotherapy and
Psychosomatics, https://search.proquest.com/docview/235468602?accountid=17242
Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Nasir, Abdul dan, Abdul, Muhith. 2011. Dasar-dasar Keperawatan jiwa, Pengantar dan
Teori. Jakarta: Salemba Medika
Serido J, Almeida DM, Wethington E. Chronic stressors and daily hassles: Unique and
interactive relationships with psychological distress. Journal of Health and Social
Behavior. 2004;45:17–33
Schneiderman, N., Ironson, G., & Siegel, S. D. 2008. STRES AND HEALTH: Psychological,
Behavioral, and Biological Determinants.
https://doi.org/10.1146/annurev.clinpsy.1.102803.144141.STRES
Staal, M. A. 2004. Stress, cognition, and human performance: A literature review and
conceptual framework. Nasa technical memorandum, 212824, 9. http://
humanfactors.arc.nasa.gov/web/library/publications/publications.php
Sundeen & Stuart. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta : EGC