Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN DOWN SYNDROME

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

1.Kurnia Sariputri

2.Lindayani

3.M.Yudi Saputra

4.Melda Andriani

5.Nadia Sartika Putri

6.Nadiya Khairunnisa

7.Ni Made Kencana Puspa Riyanti

8.Novera Adellia Ramadhanti

9.Nurul Azizah

10.Restu Susvialdi Hakim Jauhari

11.Rolly Ansa

12.Salwa Nur’aini Hariansyah

13.Satriana

TINGKAT : 2.A

DOSEN PENGAMPU : 1. SUPARNO,APP.M.Kes

2.MEILINAESTIANI,SKM.M.Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT,dimana atas rahmat dan
karunianya lah kami dapat menyusun makalah yang mengangkat tentang“ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK DENGAN DOWN SYNDROME”.Dalam proses penyusunan makalah ini,
tentu saja kami mengalami banyak permasalahan.Namun berkat arahan dan dukungan dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.Pada
kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih kepada coordinator mata perkuliahan
Keperawatan Anak, yaitu Ibu Meilina Estiani .M.Kes dan Bapak Suparno,APP,M.Kes yang
telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini
masih belum sempurna, baik dari isi maupun sistematika penulisannya, maka dari itu kami
berterima kasih apabila ada keritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
program studi ilmu keperawatan nantinya.

Baturaja, 6 oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar.........................................................................................................................i

Daftar isi...................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................1

Latar belakang...............................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................................2

A.Definisi Sindrom Down...............................................................................................................2

B.Epidemiologi...............................................................................................................................3

C.Etiologi.......................................................................................................................................3

D.Patofisiologi...............................................................................................................................4

E.Manifestasi Klinis........................................................................................................................5

F.Diagnosis Sindrom......................................................................................................................8

G.Tumbuh Kembang Anak Dengan Sindrom Down.......................................................................8

H.Penatalaksanaan........................................................................................................................9

I.Prognosis....................................................................................................................................10

J.Pencegahan................................................................................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................................12

A.Pengkajian.................................................................................................................................12

B.Analisa Data..............................................................................................................................14

C.Intervensi Keperawatan............................................................................................................15

BAB IV PENUTUP..........................................................................................................................20

Kesimpulan...................................................................................................................................20

Saran............................................................................................................................................20

Daftar pustaka.........................................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Down Sindrom (mongoloid) adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan
menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi mental.
Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2
kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi
genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik. Dahulu orang-orang
dengan down sindrom ini disebut sebagai penderita mongolisme atau mongol. Istilah ini muncul
karena penderita ini mirip dengan orang-orang Asia (oriental) karena matanya yang khas, tetapi
sekarang istilah ini sudah tidak digunakan lagi karena dapat menyinggung perasaan suatu bangsa.

Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom. Baik
perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang menyebabkan keluarga sulit untuk menerima
keadaan anak dengan down sindrom. Setiap keluarga menunjukkan reaksi yang berbeda-beda
terhadap berita bahwa anggota keluarga mereka menderita down sindrom, sebagian besar memiliki
perasaan yang hampir sama yaitu: sedih, rasa tak percaya, menolak, marah, perasaan tidak mampu
dan juga perasaan bersalah (Selikowitz, 2001). Untuk dapat membantu mengoptimalkan
perkembangan anak dengan Down Sindrom, keluarga diharapkan untuk selalu memberikan
dukungan sosial kepada anak tersebut. Dukungan sosial berfokus pada sifat interaksi yang
berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu.

Secara fisik dan psikologis anak- anak dengan sindrom ini mempunyai keistimewaan yang
bisa dikembangkan. Secara fisik anak-anak ini memiliki ligamen-ligamen elastis penyambung tulang
lebih fleksibel, sehingga tubuh mereka lebih lentur dibandingkan anak nor mal. Apabila dilatih
menari, gerakan mereka terlihat indah. Mendidik anak down sindrom yang paling penting adalah
fokus. Bila fokus pada satu bidang tertentu, mereka akan mengerjakannya dengan sepenuh hati.
Hanya saja dalam menangani anak yang menderita down sindrom perlu kesabaran ekstra. Untuk itu
dalam hal ini sangat dibutuhkan dukungan sosial keluarga untuk membantu mengoptimalkan
perkembangan anak down sindrom (Ramelan, 2008).

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

2
A. Definisi Sindrom Down

Sindrom Down (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini
terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan. Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang
dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kromosom adalah merupakan
serat-serat khusus yang terdapat di dalam setiap sel di dalam badan manusia dimana terdapat
bahan- bahan genetik yang menentukan sifat- sifat seseorang. Selain itu down syndrom disebabkan
oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini
adalah dari segi struktur muka dan satu atau ketidakmampuan fisik dan juga waktu hidup yang
singkat. Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang)
yaitu hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21). Sedangkan bayi dengan penyakit down
syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom 21 dimana 3 kromosom 21 menjadikan
jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom.

Nama Down Syndrome sendiri berasal dari nama seorang dokter yang pertama kali
melaporkan kasus hambatan tumbuh kembang psikomotorik dan berakibat gangguan mental pada
tahun 1866. Dokter tersebut adalah Dr. John Langdon Down dari Inggris. Sebelumnya kelainan
genetika ini disebut sebagai “Monglismus”, sebab memang penderitanya memiliki ciri fisik
menyerupai ras Mongoloid. Karena berbau rasialis maka nama ini diganti menjadi Down Syndrome.
Terlebih setelah tahun 1959 diketahui bahwa kelainan genetika ini dapat terjadi pada ras mana saja
tanpa membedakan jenis kelamin.

Sejak bayi baru lahir atau neonatus, Down Syndrome bisa dideteksi. Bahkan kemajuan
teknologi memungkinkan dilakukannya amniosentesis, yaitu pengambilan cairan kandungan untuk
diperiksa keadaan kromosom janin bayinya. Berbagai teori telah diajukan untuk menerangkan
berbagai kelainan klinis pada Down Syndrome. Antara lain adanya suatu produk yang disebut
sebagai radikal bebas yang bersifat toksik dalam jaringan. Dalam keadaan normal pun dalam tubuh
kita selalu terbentuk radikal bebas, tapi tubuh manusia normal dapat menetralisirnya. Pada kasus
Down Syndrome karena ada ketidakseimbangan enzim tertentu maka terjadi kelebihan radikal
bebas. Penetralannya bisa dibantu dengan pemberian anti oksidan seperti vitamin E. Sayangnya
telah terbukti bahwa pemberian anti oksidan ini tidak terlalu membantu. Hal ini disebabkan oleh
adanya faktor lain yang belum kita ketahui. Sampai saat ini pemicu kelainan kromosom belum bisa
diungkap. Dalam dunia kedokteran, Down Syndrome tidak bisa diobati secara causatif karena
kromosom yang mengalami kelainan itu sudah menyebar ke seluruh tubuh. Yang bisa dilakukan
hanya memberi latihan dan terapi fisioterapi agar otak dan organ tubuhnya bisa dirangsang
berfungsi dengan baik.
B. Epidemiologi

Sindrom Down merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada
manusia. Diperkirakan angka kejadiannya terakhir adalah 1 dari 700 kelahiran hidup. Angka kejadian
pada saat konsepsi lebih besar, tetapi lebih dari 60% mengalami abortus spontan dan setidaknya
20% lahir mati. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya usia ibu sehingga angka kejadian
pada usia kehamilan 16 minggu (waktu tersering dilakukan amniosentesis) 1 dari 300 pada ibu
berusia 35 tahun, meningkat menjadi 1 dari 22 bila usia ibu 45 tahun. Sindrom down dapat terjadi
pada semua ras. Dikatakan bahwa angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada
kulit hitam, tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan
sosial ekonomi adalah sama.

C. Etiologi

Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada
kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :

1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )


2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )

Selama satu abad sebelumnya banyak hipotesis tentang penyebab sondrom Down yang
dilaporkan. Tetapi semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun
1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “non disjunctional” sebagai
penyebabnya, yaitu:

1. Genetik

Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “non disjunctional”. Bukti yang


mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan
adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom
Down.

2. Radiasi

Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “non disjunctional” pada
sindrom Down ini. Uchida 1981 (dikutip Pueschel dkk.) menyatakan bahwa sekitar 30% ibu
yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di daerah perut
sebelum terjadinya konsepsi. Sedangkan peneliti lain tidak mendapatkan adanya hubungan
antara radiasi dengan penyimpangan kromosom.

3. Infeksi

Infeksi juga dikatakan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom Down.
Sampai saat ini belum ada peneliti yang mampu memastikan bahwa virus dapat
mengakibatkan terjadinya “non disjunctional”.

3
4. Autoimun

Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. Penelitian Fialkow
1966 (dikutip dari Pueschel dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan
autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu
kontrol yang umurnya sama.

5. Umur Ibu

Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan “non disjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya
konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan
secara tajam kadar LH dan FSH secara tiba- tiba sebelum dan selama menopause, dapat
meningkatkankan kemungkinan terjadinya non disjunction.

6. Umur Ayah

Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya
pengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom
Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya.
Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

Faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi
koitus masih didiskusikan kemungkinan sebagai penyebab dari sindrom Down.

D. Patofisiologi

Kromosom 21 yang lebih akan memberi efek ke semua sistem organ dan menyebabkan
perubahan sekuensi spektrum fenotip. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam
nyawa, dan perubahan proses hidup yang signifikan secara klinis. Sindrom Down akan menurunkan
survival prenatal dan meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak – anak yang terkena
biasanya mengalami keterlambatan pertumbuhan fisik, maturasi, pertumbuhan tulang dan
pertumbuhan gigi yang lambat. Kelainan bawaan pada sindrom Down disebabkan karena gangguan
keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadinya
kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak saat proses meiosis yang disebut sebagai non
disjunction. Sebagian besar kasus (95%) adalah trisomi 21, kemudian 1% kasus dengan mosaik dan
4% translokasi.

Lokus 21q22.3 pada proksimal lebihan kromosom 21 memberikan tampilan fisik yang tipikal
seperti retardasi mental, struktur fasial yang khas, anomali pada ekstremitas atas, dan penyakit
jantung kongenital. Hasil analisis molekular menunjukkan regio 21q.22.1-q22.3 pada kromosom 21
bertanggungjawab menimbulkan penyakit jantung kongenital pada penderita sindrom Down.
Sementara gen yang baru dikenal, yaitu DSCR1 yang diidentifikasi pada regio 21q22.1-q22.2, adalah
sangat terekspresi pada otak dan jantung dan menjadi penyebab utama retardasi mental dan defek
jantung (Mayo Clinic Internal Medicine Review, 2008).

4
Abnormalitas fungsi fisiologis dapat mempengaruhi metabolisme thiroid dan malabsorpsi
intestinal. Infeksi yang sering terjadi dikatakan akibat dari respons sistem imun yang lemah, dan
meningkatnya insidensi terjadi kondisi aotuimun, termasuk hipothiroidism dan juga penyakit
Hashimoto.

Penderita dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses
fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons lain yang abnormal.
Sebagai contoh, anak – anak dengan sindrom Down yang menderita leukemia sangat sensitif
terhadap methotrexate. Menurunnya buffer proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya
hiperurisemia dan meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus
Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's Hospital Medical Center,
2006).

Anak – anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti
Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir keseluruhan
anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi akibat mutasi hematopoietic
transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia pada anak – anak dengan sindrom Down terjadi
akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan
genetik yang belum diketahui pasti (Lange BJ,1998).

E. Manifestasi Klinis

Gejala yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak
sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas:

1. Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang
menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar.

2. Sifat pada kepala, muka dan leher: penderita down syndrome mempunyai paras muka
yang hampir sama seperti muka orang Mongol.

3. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya pendek.
Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil
dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan
lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Paras
telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bagian depan ke
belakang. Lehernya agak pendek.

4. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal
folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial
epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment. Gangguan
penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.

5. Manifestasi mulut: gangguan mengunyah menelan dan bicara, scrotal tongue, rahang atas
kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia, juvenile
periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing.

5
6. Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan
keterlambatan perkembangan pubertas.

7. Manifestasi kulit: kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%),
palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature
wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal
infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas,
Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis.

8. Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-
jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

9. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).

10. Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada
sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.
Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat.
Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal
Defect (VSD) yaitu jantung berlubang di antara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal
Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atrium kiri dan kanan. Masalah lain adalah
termasuk saluran ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-
kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic
spell) dan susah bernafas.

11. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus
(esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).

12. Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bagian
tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1–2 hari dimana bayi
mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka
penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf
yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua
dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air
besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka
langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan
sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah
pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah
untuk buang air besar. Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut
biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-
bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom
down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati- hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom
down lebih tinggi.

6
13. Sifat pada tangan dan lengan: Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka
mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan
mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”.

14. Tampilan kaki: Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak
jauh terpisah dan tapak kaki.

15. Tampilan klinis otot: mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembek
dan menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah-masalah yang
berkaitan dengan masa kanak- kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan
organ- organ dalam terutama sekali jantung dan usus.

16. Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tiroid.
Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak- kanak down syndrom.

17. Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang
menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di
kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.

18. Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu
leukimia.

19. Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid
precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.

20. Masalah Perkembangan Belajar

21. Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan


kelemahan kognitif. Pada pertumbuhan mengalami masalah lambat dalam semua aspek
perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motorik halus dan berbicara.
Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka digemari oleh ahli
keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat
disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya berhasil melakukan hampir
semua pergerakan kasar.

22. Gangguan tiroid

23. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa

24. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan
perubahan kepribadian)

25. Penderita sindrom Down sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh
seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada
penderita sindrom Down dapat mengoptimakan gangguan yang sudah ada.

26. Sebanyak 44 % klien syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup
sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang
mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down

7
adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan
harapan hidup setelah umur 44 tahun.

F. Diagnosis Sindrom Down

Diagnosis didasarkan pada adanya gejala klinik yang khas dan ditunjang oleh pemeriksaan
kromosom. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachycephalic”, sutura dan fontanellla yang
terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar,
terdapat pada 87% kasus.

Pemeriksaan kariotiping adalah untuk mengetahui adanya translokasi kromosom. Bila ada, maka
ayah dan ibunya harus diperiksa. Bila ditemukan salah satu adalah karier, maka keluarga lainnya juga
perlu diperiksa, hal ini sangat berguna untuk pencegahan. Jika pembawa translokasi adalah ibu,
kemungkinan untuk mendapatkan anak dengan mongolisme lebih besar daripada jikalau ayahnya
yang menjadi pembawa. Kontribusi ibu terhadap timbulnya ekstra kromosom adalah 85% dan ayah
15%.

Kemungkinan terulangnya kejadian sindrom Down yang disebabkan oleh translokasi kromosom
adalah 5- 15%, sedangkan pada trisomi hanya 1%.

Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili korionik, dapat dilakukan
secepatnya pada kehamilan 3 bulan. Dengan kultur jaringan dan kariotiping 99% sindrom Down
dapat didiagnosis antenatal, terutama pada ibu dengan umur di atas 35 tahun atau pada ibu yang
sebelumnya pernah melahirkan anak dengan sindrom Down. Bila didapatkan bahwa janin yang
mengalami sindrom Down, maka dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tuanya.

Pemeriksaan sindrom Down secara klinik pada bayi sering kali meragukan, maka pemeriksaan
dermatoglifik (sidik jari, telapak tangan dan kaki) pada sindrom Down menunjukkan adanya
gambaran khas. Dermatoglifik ini merupakan cara yang sederhana, mudah dan cepat, serta
mempunyai ketepatan yang cukup tinggi dalam mendiagnosis sindrom Down (Winata, 1993).

G. Tumbuh Kembang Anak dengan Sindrom Down

Keanekaragaman faktor biologis, fungsidan prestasi yang terdapat pada manusia yang normal,
juga terdapat pada anak dengan sindrom down. Pertumbuhan fisiknya dapat berkisar dari anak yang
sangat pendek sampai yan tinggi di atas rata-rata. Dari anak yang beratnya kurang sampai yang
obesitas. Demikian juga kemampuan intelektualnya. Seperti halnya perilaku emosi juga bervariasi
sangat luas. Seorang anak dengan sindrom down dapat lemah dan tak aktif, juga ada yang agresif
dan hiperaktif. Sehingga gambaran di masa lalu tentang anak dengan sindrom down yan pendek,
gemuk, tak menarik, dengan mulut yang selalu berbicara dengan lidah yang berjulur ke luar, serta
retardasi mental yang berat adalah deskripsi yang tak sepenuhnya benar.

Kecepatan pertumbuhan anak dengan sindrom down lebih rendah dibandingkan dengan anak
yang normal, sehingga perlu dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhannya secara
berkelanjutan. Kita perlu memantau kadar hormon tiroid bila pertumbuhan anak tidak sesuai
dengan usia, karena ada kemungkinan mengalami hipotiroid. Selain itu kita juga dapat memantau

8
perkembangan organ – organ pencernaan, nungkin terdapat kelainan di dalamnya. Atau mungkin
terdapat kelainan pada organ jantung yaitu penyakit jantung bawaan.

Gangguan makan juga dapat terjadi pada anak yang disertai dengan kelainan kongenital yang
lain, sehingga berat badannya sulit naik pada masa bayi/ prasekolah. Tetapi setelah masa sekolah
atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas.

Pada umumnya perkembangan anak dengan sindrom Down, lebih lambat dari anak yang normal.
Kebanyakan anak dengan sindrom Down disertai dengan retardasi mental yang ringan atau sedang.
Sedangkan perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal sebayanya,
walaupun tingkat responsnya berbeda secara kuantitatif. Program intervensi dini serta orang tua
yang memberi lingkungan yang mendukung dapat meningkatkan kemajuan perkembangan yang
relatif pesat.

H. Penatalaksaan
1. Penanganan Secara Medis.

Anak dengan kelainan ini memerlukan perhatian dan penanganan medis yang sama dengan anak
yang normal. Tetapi terdapat beberapa keadaan dimana anak dengan sindrom Down memerlukan
perhatian khusus, yaitu dalam hal:

a. Pendengarannya: sekitar 70-80 % anak syndrom down dilaporkan terdapat gangguan


pendengaran sehingga perlu dilakukan tes pendengaran sejak dini dan secar aberkala oleh ahli
THT.

b. Penyakit jantung bawaan: 30- 40% sindrom Down disertai dengan penyakit jantung bawaan
yang memerlukan penanganan jangka panjang oleh ahli jantung.

c. Penglihatan: perlu evaluasi sejak dini karena sering mengalami gangguan penglihatan atau
katarak.

d. Nutrisi: akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah maupun obesitas
pada masa remaja atau setelah dewasa sehingga butuh kerja sama dengan ahli gizi.

e. Kelainan tulang: dapat terjadi dislokasi patela, subluksasio pangkal paha/ ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak
memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolis, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk
memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.

f. Lain- lain: aspek medis lainnya yang memerlukan konsultasi dengan para ahli, meliputi masalah
imunologi, gangguan metabolisme atau kekacauan biokimiawi.

2. Pendidikan

a. Intervensi Dini

Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi
lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan
motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu dengan

9
mengajari anak agar menolong diri sendiri seperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK,
mandi, akan memberi anak kesempatan untuk mandiri. Kualitas rangsangan lebih penting
daripada jumlah rangsangan dalam membentuk perkembangan fisik maupun mental anak.
Oleh karena itu perlu dipergunakan stimuli- stimuli yang spesifik.

b. Taman Bermain/ Taman Kanak- Kanak

Peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus serta interaksi sosial dapat
meningkat melalui bermain dengan temannya. Dengan memberikan kesempatan bergaul
dengan lingkungan di luar rumah, maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam dunia
yang lebih luas.

c. Pendidikan Khusus (SLB-C)

Pengalaman yang diperoleh anak di sekolah akan membantu mereka mendapat


perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah
perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial. Sekolah hendaknya memberikan
kesempatan anak untuk menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain serta
mempersiapkannya menjadi penduduk yang produktif.

3. Penyuluhan Pada Orang Tua

Begitu diagnosis sindrom Down ditegakkan, tenaga kesehatan harus menyampaikan hal ini
secara bijaksana dan jujur. Hendaknya beri orang tua cukup waktu untuk lebih beradaptasi dengan
kenyataan yang dihadapi. Tenaga kesehatan harus menjelaskan bahwa anak dengan sindrom Down
adalah individu yang mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal, serta pentingnya makna
kasih sayang dan pengasuhan orang tua.

Orang tua harus diberi penjelasan apa itu sindrom Down, karakteristik fisik yang diketemukan
dan antisipasi masalah tumbuh kembangnya, serta bahwa fungsi motorik, perkembangan mental
dan bahasa biasanya terlambat. Jelaskan pula hasil analisa kromosom dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh orang tua karena penting untuk perencanaan kehamilan selanjutnya. Hati kedua
orang tua perlu dibesarkan agar mau terbuka tentang masalah ini pada keluarga dan orang lain
sehingga tidak akan ada isolasi bagi anak serta harapan- harapan akan kemajuan perkembangan
akan lebih baik.

Akan lebih baik lagi kalau kita dapat melibatkan orang tua lain yang juga memiliki anak dengan
sindrom Down. Mendengar sendiri tentang pengalaman dari orang yang senasib biasanya akan lebih
menyentuh perasaannya dan lebih dapat menolong secara efektif. Sehingga orang tua akan lebih
tegar dalam menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan menerima anaknya sebagaimana adanya.

I. Prognosis

Sebanyak 44 % penderita syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai
68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan
80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari
populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur
44 tahun.

10
Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada jenis komplikasi (cacat
jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan leukemia) dari masing-masing bayi. Keparahan
dari keterbelakangan secara signifikan juga dapat bervariasi. Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan
down syndrome bertahan hidup hingga dewasa. Namun, prognosis untuk bayi yang baru lahir
dengan down syndrome lebih baik daripada sebelumnya. Karena pengobatan medis yang semakin
modern, dengan menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi dan pembedahan untuk
mengobati cacat jantung dan duodenum atresia, harapan hidup mereka telah meningkat pesat.
Masyarakat dan dukungan keluarga memungkinkan penderita down syndrome memiliki hubungan
yang berarti, serta dengan adanya program- program pendidikan, dapat membantu penderita down
syndrome untuk lebih survive, sehingga mereka pun dapat bekerja.

J. Pencegahan

Konseling genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down. Selain itu dengan Biologi Molekuler, misalnya
dengan “gene targeting“ atau yang dikenal juga sebagai “homologous recombination “ sebuah gen
dapat dinonaktifkan.

11
BAB III

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

pada Anak dengan Sindrom Down

A. Pengkajian

Data Subyektif

a. Identitas.

Angka kejadiannya adalah 1,0- 1,2 per 1000 kelahiran hidup. Sindrom down dapat terjadi
pada semua ras. Angka kejadian pada berbagai golongan sosial ekonomi adalah sama. Apabila umur
ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non
disjunction” pada kromosom. Selain itu penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan
sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya.

b. Riwayat Kesehatan.

1) Keluhan utama.

Penampilan fisik yang khas dengan wajah seperti orang Mongol, kelainan pada
jantung, gangguan tumbuh kembang.

2) Riwayat penyakit.

Umumnya sindrom Down sudah dapat diketahui sejak bayi dengan pemeriksaan
dermatoglifik. Bahkan sejak antenatal sudah dapat diteksi bila terdapat kelainan kromosom
pada janin.

c. Riwayat kesehatan keluarga.

Terdapat peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom
Down.

d. Riwayat kehamilan dan persalinan

Sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di
daerah perut sebelum terjadinya konsepsi. Selain itu, penelitian Fialkow 1966 (dikutip dari Pueschel
dkk.) secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya sama.

e. Pola Fungsi Kesehatan

1. Nutrisi.

Gangguan makan dapat terjadi pada sindrom Down yang disertai dengan kelainan
kongenital yang lain, sehingga berat badannya sulit naik pada masa bayi/ prasekolah. Tetapi
setelah masa sekolah atau pada masa remaja, malah sering terjadi obesitas.

12
2. Aktivitas

Seorang anak dengan sindrom down dapat lemah dan tak aktif, juga ada yang agresif
dan hiperaktif.

f. Riwayat psikososial dan spiritual

Pada umumnya perkembangan anak dengan sindrom Down, lebih lambat dari anak yang
normal. Kebanyakan anak dengan sindrom Down disertai dengan retardasi mental yang ringan atau
sedang. Sedangkan perilaku sosialnya mempunyai pola interaksi yang sama dengan anak normal
sebayanya, walaupun tingkat responsnya berbeda secara kuantitatif. Dukungan dari orang tua dan
keluarga lainnya terhadap kemajuan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan sindrom Down
sangat berperan penting.

Data Obyektif

a. Pemeriksaan umum

1) Keadaan umum: Baik

2) Kesadaran: Compos Mentis

3) BB dan TB sekarang: untuk mengetahui pertumbuhan yang terjadi pada anak.

4) HR: pada sindrom Down dapat terjadi kelainan pada jantung. Masalah jantung yang paling
kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung
berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung
berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang
berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh
mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.

5) RR: kelainan jantung pada sindrom Down dapat mengakibatkan sukar bernapas.

6) LK: bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Kepala: bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar, oksiput datar (brakisefali)

2) Wajah: paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol, pangkal hidungnya
pendek/ pesek.

3) Mata: Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan
(epicanthal folds), fisura palbebra miring ke atas (upslanting palpebral fissure) white
Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata, medial epicanthal folds,
keratoconus, strabismus, katarak, dan retinal detachment. Gangguan penglihatan karena

13
adanya perubahan pada lensa dan kornea. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di
sudut dalam.

4) Mulut dan Gigi: Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Dapat terjadi gangguan mengunyah, menelan
dan bicara.

5) Kulit: lapisan kulit biasanya tampak keriput, kulit lembut, keringdan tipis, Xerosis, atopic
dermatitis, palmoplantar hyperkeratosis, dan seborrheic dermatitis, Premature wrinkling of
the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea),
and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata,
Vitiligo, Angular cheilitis

6) Abdomen: Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia)

7) Ekstremitas: tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama
dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Tapak tangan mereka biasanya hanya
terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”. Otot yan glemah menyebabkan
mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar. Jari
kelingking bengkok (klinodaktili)

8) Genitalia: Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism,


dan keterlambatan perkembangan pubertas

c. Pemeriksaan penunjang :

1) Pemeriksaan Radiologi: pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachycephalic”, sutura


dan fontanellla yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut
asetabular yang lebih lebar.

2) Pemeriksaan kariotiping: untuk mengetahui adanya translokasi kromosom. Bila ada, maka
ayah dan ibunya harus diperiksa. Bila ditemukan salah satu adalah karier, maka keluarga
lainnya juga perlu diperiksa, hal ini sangat berguna untuk pencegahan kemungkinan
terulangnya kejadian sindrom Down

3) Pemeriksaan dermatoglifik: pemeriksaan pada sidik jari, telapak tangan dan kaki yang
akan menunjukkan adanya gambaran khas pada sindrom Down. Dermatoglifik ini
merupakan cara yang sederhana, mudah dan cepat, serta mempunyai ketepatan yang cukup
tinggi.

B. Analisis Data

Menyatukan antara data subyektif dengan data obyektif dan dibandingkan dengan teori
yang nantinya akan di dapatkan masalah yang sebenarnya.

Diagnosa Keperawatan

14
1. Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan penyapihan.

2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kurangnya


stimulasi di rumah dari pengasuh utama.

3. Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik dan mental yang
mereka miliki.

4. Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak syndrom down.

5. Perubahan menjadi orang tua yang berhubungan dengan sistem dukungan yang tidak
adekuat, mengalami kesulitan dalam koping terhadap stress, dan atau kurangnya
keterampilan menjadi orang tua.

6. Gangguan pertumbuhan pada fungsi jantung, pendengaran, penglihatan, pendengaran,


serta kelainan darah berhubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada sindrom
Down.

C. Intervensi Keperawatan

Dalam menentukan intervensi keperawatan harus di tetapkan dahulu tujuan dan kriteria
hasil yang ingin dicapai setelah pemberian intervensi ini. Dalam pemberian intervensi harus
mengaitkan dengan rasionalisasinya

1. Diagnosa I

a. Tujuan: Pemenuhan nutrisi pada klien akan terpenuhi dalam waktu 1 bulan

b. Kriteria hasil:

1) Terdapat kenaikan berat badan

2) Berat badan berada pada batas normal

c. Intervensi:

Pemantauan berat badan

R/ Pemantauan berat badan yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan


selanjutnya

Mandiri

1) Periksa kemampuan anak untuk menelan

R/ kemampuan anak untuk menelan mempengaruhi masuknya asupan nutrisi untuk anak.

2) Beri informasi pada orang tua cara yang tepat dalam memberi makanan

R/ suasana yang menyenangkan selama makan dapat meningkatkan nafsu makan anak

15
Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makan

R/ untuk mengetahui bagaimana cara meningkatkan nutrisi anak

d. Evaluasi

1) Mempertahankan diet yang menunjukkan masukan kalori yang adekuat sesuai selera.

2) Menunjukkan kemajuan penambahan berat badan.

2. Diagnosa II

a. Tujuan: klien akan mengalami kemajuan pertumbuhan dan perkembangan dalam waktu 1
bulan

b. Kriteria hasil:

1) Anak sudah dapat melakukan tugas- tugas perkembangan yang pada pertemuan

sebelumnya tidak dapat ia lakukan

2) Anak dapat melakukan kegiatan yang sesuai dengan usianya

c. Intervensi:

Mandiri

1) Bantu anak dalam memberikan respons yang bermakna pada lingkungan.

2) Berespon pada isyarat anak.

3) Tanggapi anak dengan semangat dan antusiasme.

4) Atur jadwal kegiatan anak setiap hari meliputi 4-5 kali stimulus setiap hari.

5) Identifikasi tujuan perkembangan yang ingin dicapai secara spesifik.

6) Ajarkan orang tua pertumbuhan dan perkembangan anak.

7) Ajarkan orang tua stimulasi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan.

Kolaborasi

Konsultasi pada ahli rehab medik dan/atau terapi okopasi jika dibutuhkan.

Evaluasi

Anak menunjukan tanda-tanda peningkatan perkembangan fisik dan emosional.

16
3. Diagnosa III

a. Tujuan: klien dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain dan lingkungannya dalam
waktu 1 bulan

b. Kriteria hasil:

1) Anak dapat berinteraksi dengan teman- temannya

2) Anak tidak rewel ketika berada di lingkungan baru

c. Intervensi:

Mandiri

1) Motivasi orang tua agar memberi kesempatan pada anak untuk bermain dengan teman
sebayanya

2) Memberi keleluasan/ kebebasan pada anak untuk berekspresi

3) Menganjurkan orang tua untuk mengikutsertakan anaknya di day care, play group atau
sekolah

Evaluasi

Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak dapat menjalin
hubungan baik dengan orang lain

4. Diagnosa IV

a. Tujuan: orang tua klien lebih memahami mengenai sindrom Down

b. Kriteria hasil:

1) Orang tua memahami pengertian sindrom Down

2) Orang tua memahami mengenai cara mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan


anak dengan sindrom Down yang cenderung lambat

3) Orang tua memahami dan dapat waspada terhadap segala komplikasi yang mungkin
terjadi

c. Intervensi:

Mandiri

1) Gali pemahaman orang tua mengenai sindrom Down

2) Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya saat ini.

17
3) Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan sindrom Down

4) Jelaskan pada orang tua mengenai berbagai kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi
pada anak dengan sindrom Down

Evaluasi

Orang tua lebih memahami mengenai perawatan dan kebutuhan anak dengan sindrom
Down.

5. Diagnosa V

a. Tujuan: orang tua memberikan dukungan penuh terhadap anaknya.

b. Kriteria hasil:

1) Orang tua dapat bersifat terbuka dan menerima keadaan anaknya

2) Orang tua dapat tidak merasa malu terhadap anaknya

3) Orang tua menyadari sepenuhnya bahwa peranan mereka sangat besar terhadap
perkembangan anak

c. Intervensi:

Mandiri

1) Kaji interaksi anak –orang tua.

2) Sadari bahwa orang tua mempunyai tekanan yang cukup besar di rumah dan bahwa hal
ini dipersulit oleh perawatan anak di rumah sakit.

3) Jalin hubungan dengan anak, anjurkan untuk saling mengutarakan perasaan antara orang
tua dan anak.

4) Beri kesempatan orang tua mendiskusikan stressor yang mereka alami dalam kehidupan
sekarang.

5) Anjurkan mereka terlibat dalam perawatan anak.

6) Izinkan orang tua untuk berpertisipasi dalam perencanaan jadwal kegiatan anak.

7) Berikan informasi secara tertulis atau lisan pada orang tua mengenai diet, tumbuh
kembang anak dan stimulasi yang sesuai dengannya.

Evaluasi

Orang tua memperbaiki kemampuan koping mereka, mengidentifikasi dan berespon dengan
tepat pada kebutuhan anak mereka dan mengungkapkan perasaan positif dengan anak.

18
6. Diagnosa VI

a. Tujuan: komplikasi yang terjadi dapat segera ditangani dengan baik

b. Kriteria hasil:

1) Gangguan fungsi pendengaran dapat ditangani dengan baik

2) Gangguan fungsi jantung dapat ditangani dengan baik

3) Gangguan fungsi penglihatan dapat ditangani dengan baik

4) Kelainan darah dapat ditangani dengan baik

c. Intervensi:

Mandiri

1) Pemantauan terhadap pertumbuhan anak

2) Dengarkan setiap keluhan orang tua mengenai pertumbuhan anaknya

Kolaborasi

Konsultasi dan penanganan lebih lanjut oleh dokter ahli jantung, mata, THT dll.

Evaluasi

Komplikasi yang terjadi dapat diatasi dengan baik

19
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sindrom Down adalah kecacatan kromosom bercirikan kehadiran bahan genetik salinan
tambahan kromosom pada keseluruhan trisomi 21 atau sebahagian, disebabkan translokasi
kromosom (wikipedia melayu). Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenali dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang
berlebihan (Soetjiningsih).

Penyebab yang spesifik belum diketahui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35
tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan
hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi
kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.

B. SARAN

Dalam melakukan perawatan pada anak dengan syndrome down, seorang perawat harus
mempu mengajak keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam setiap kegiatan keperawatan. Hal ini
ditujukan untuk memberikan pendidikan kepada keluarga karena setelah keluar dari rumah sakit
maka keluargalah yang dituntut untuk bisa melakukan perawatan home care.

20
DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Kosim, M. Sholeh dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Kosim, M. Sholeh
dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi.  Jakarta: Ikatan Dokter Anak

http://akunsayasaya.blogspot.com/2017/01/asuhan-keperawatan-sindrom-down.html

http://link.cd2000.net/cache/?s=http://varyaskep.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrom-
pada-anak/

21

Anda mungkin juga menyukai