Anda di halaman 1dari 4

P a g e |1

UPAYA MENEGAKAN KESADARAN MULTIKULTURAL


DI ERA GLOBAL
Elsa Margaretha Putri Manullang. 20/469628/NSA/00172. Prodi Antropologi Budaya.
Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Gadjah Mada. 2020.

Indonesia merupakan salah satu negara besar yang terdiri dari ribuan pulau yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke yang memiliki keberagaman budaya yang
sangat menarik untuk ditelusuri lebih dalam. Keberagaman tersebut membuat negara
Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara multikultural yang terbesar di
dunia. Yang dimaksud dengan negara multikultural dapat dilihat dari adanya berbagai
perbedaan baik dari segi suku, ras, adat-istiadat, bahasa, agama, dan lain-lain. Maka dari
itu, masyarakat di dalamnya menganut paham multikulturalisme yang sudah ada sejak
negara ini terbentuk. Paham tersebut tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal
Ika. Kalimat sederhana yang penuh makna ini dikutip dari Kitab Sutasoma karya Mpu
Tantular pada abad ke-14 dalam Bahasa Jawa Kuno. Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia berarti Berbeda-Beda Tapi Tetap Satu Jua. Menurut Gina Lestari dalam
jurnal Bhinneka Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan
SARA (2015), mengatakan pluraritas dan heterogenitas yang tercermin pada masyarakat
Indonesia diikat dengan Persatuan dan Kesatuan yang kita kenal dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Oleh sebab itu, dalam hal ini masyarakat Indonesia diharapkan
untuk mewujudkan nilai Bhinneka Tunggal Ika tersebut sebagai bukti keanekaragaman
yang patut dijunjung tinggi serta menanamkan rasa saling menghargai antar perbedaan
yang terjadi.
Dewasa ini Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya difungsikan sebagai pemegang
kontrol yang menggerakkan perilaku masyarakat Indonesia ini dalam menanggapi
keberagaman, namun pada kenyataannya semboyan tersebut belum sungguh-sungguh
dapat dijadikan acuan yang kuat untuk membangun bangsa dan negara ini. Terlihat pada
tempat dan kelompok tertentu, perbedaan masih menjadi sumber masalah yang akar
terbentuknya suatu konflik hingga perpecahan dapat terjadi di antara kelompok dan
golongan. Hal tersebut bisa terjadi karena rendahnya rasa penerimaan akan hal lain dan
kebiasaan lain yang ada di luar dari jati diri setiap anggota masyarakat tersebut. Di sisi
lain adanya sikap ingin menguasai dan memerdekakan golongan mayoritas di atas
golongan minoritas yang mengharuskan bahkan mewajibkan golongan minoritas ikut
serta melalukan kebiasaan persis yang dilakukan golongan mayoritas. Pembakaran
tempat ibadah, kerusuhan, main hakim sendiri, pembunuhan, amuk masa, konflik
bernuansa SARA, dan berbagai peristiwa tragis lainnya menunjukkan rendahnya
kesadaran dan pemahaman masyarakat akan kehidupan masyarakat multikultural.
Ulasan mengenai multikulturalisme akan harus mau tidak mau akan juga mengulas
berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini, yaitu politik dan demokrasi,
keadilan dan penegakkan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya
komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu
produktivitas (Suparlan, 2002).
P a g e |2

Pada situasi ini saya ingin menjabarkan perbedaan yang terjadi di antara sesama suku
batak toba yang mempunyai adat-istiadat turun-menurun dari nenek moyang yaitu
menganut sistem kekerabatan patrilineal bahwa garis keturunan mengikuti laki-laki
(ayah). Dimana didalam suku batak setiap keluarga harus mempunyai minimal satu
orang anak laki-laki sebagai penerus garis marga. Keadaan tersebut tergambarkan
dimana ada seorang wanita yang menikah dengan seorang laki-laki yang sama-sama
berasal dari suku Batak. Setelah setahun menikah mereka lansung dikaruniakan
keturunan seorang bayi berjenis kelamin perempuan hingga anak perempuannya
berjumlah tiga orang. Namun pada saat kelahiran anak ketiga tersebut kelahirannya
sangat tidak dinantikan oleh keluarga dari pihak si ayah karena mereka sudah tahu jenis
kelamin dari bayi tersebut bukanlah laki-laki. Hingga membuat sang ibu mengalami
pendarahan yang hebat karena sang ayah mertua beranggapan bahwa sebuah keluarga
kecil yang tidak mempunyai anak laki-laki itu seperti tidak ada martabat dan telah
memutuskan garis keturunan marganya. Di dalam keluarga suaminya pun si istri selalu
dibedakan, selalu mendapatkan perlakuan yang kurang pantas sebagai menantu tertua
di dalam keluarga suaminya hanya dikarenakan dia tak mempunyai anak laki-laki. Hingga
4 tahun setelah melahirkan anak ketiganya, si istri itu meninggal dikarenakan insiden
kecelakaan pada malam hari. Pada saat pemakaman si istri ini pun posisi pemakamannya
berbeda dari menantu lainnya yang dimasukkan ke dalam kuburan yang berbentuk
rumah, dimana dia dimakamkan di luar, di lahan kosong yang tersedia di sekitar
pemakaman keluarga dari sang suami. Hal itu terjadi karena dia tidak mempunyai anak
laki-laki dari rahimnya sendiri. Ini merupakan salah satu gambaran konsekuensi dari
masyarakat multikultural yang primordialisme. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), primordialisme adalah sebuah perasaan kesukuan yang berlebihan.
Dimana ini merupakan paham yang dibawa sejak lahir dan dipegang teguh. Satu sisi
pandangan ini memang bertujuan untuk mempertahankan keaslian suatu kelompok
budaya. Primordialisme berkaitan dengan studi etnisitas, suatu pandangan bahwa
identitas etnis merupakan hal melekat pada individu yang sulit dihapuskan (Stephen K.
Sanderson : 2001). Hal seperti ini yang menyebabkan upaya-upaya untuk mencapai
kesederajatan dalam perbedaan mengalami hambatan. Dalam peristiwa ini dapat
dipahami bahwa sikap diskriminasi itu bisa terjadi di dalam suatu kelompok suku yang
sama dan terjadi karena adanya kenyataan baru yang diluar dari kekuasaan adat-istiadat.
Multikulturalisme bukan hanya sebatas wacana saja, melainkan sebuah ideologi hidup
sebuah masyarakat yang sudah dipegang teguh dan harus diperjuangkan untuk
memperoleh keadilan dan kehidupan yang sejahtera bagi masyarakatnya.
Mutikuturalisme bukanlah sebuah ideologi yang berdiri sendiri dan terpisah dari
ideologi-ideologi lainnya yang mempunyai fungsi yang sama. Multikulturalisme
membutuhkan seperangkat konsep relevan lainnya yang dijadikan sebagai pendukung
guna menanamkan pemahaman multikulturalisme kemudian mengembangkannya
dalam kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu, dalam hal ini perlu adanya upaya yang simultan guna mengurangi
potensial terjadinya konflik yang dikelola secara seksama oleh Lembaga pemerintahan
daerah, aparat penegakkan hukum, dan masyarakat sekaligus. Di sisi lain Lembaga
Pendidikan mempunya peranan yang penting dalam proses pengajaran di dalamnya.
P a g e |3

Salah satu bentuk upaya dalam memperkecil potensial kemungkinan terjadi konflik ialah
dengan menerapkan pembelajaran multikulturalisme sejak dini. Praktik Pendidikan yang
bersifat adil tercermin dari adanya kesetaraan semua siswa tanpa memandang latar
belakangnya untuk memperoleh Pendidikan yang layak, ini merupakan langkah pertama
mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Tilaar (2002: 504-505), menjelaskan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran multikultural, yaitu:
1. Mengembangkan keterampilan di dalam tindakan sosial, dalam hal ini
masyarakat dilatih untuk menjadi aktif dan mempunyai keterampilan di
kehidupan social seperti etika mengemukakan pendapat dan menghargai
pendapat orang lain. Pada Lembaga Pendidikan bisa mengadakan suatu diskusi
ringan dan mengajak siswa untuk perperan aktif di dalamnya dan menjadikan
kelas sebagai wadahnya.
2. Mengembangkan sikap saling pengertian, dalam hal ini melakukan sosialisai
detail bagaimana mencapai saling pengertian antar perbedaan dari berbagai sisi
dan sudut pandang, untuk bagaimana menciptakan keadilan dan kesejahteraan
dalam kehidupan bermasyarakat.
Keberhasilan multikulturalisme dapat dirasakan ketika tingkat pemahaman dan
kesadaran masyarakat akan perbedaan dari berbagai sisi dan sudut pandang itu apabila
sudah meluas ke seluruh lapisan masyarakat serta menimbulkan rasa saling terbuka,
saling menghargai, dan saling menghormati.
P a g e |4

DAFTAR PUSTAKA
Tantular, Mpu. Abad ke-14. Kitab Sutasoma. Pengertian Bhinneka Tunggal
Ika.

Lestari, Gina. 2015. Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan


SARA. Dalam Jurnal Bhinneka Tunggal Ika Vol.1. Yogyakarta.

Suparlan, Parsudi. 2002. Multikulturalisme. Dalam Jurnal Ketahanan


Nasional. Volume. 7. Yogyakarta: UGM. Hal. 3

Tilaar, H.A.R, Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik


Transformatif untuk Indonesia (Jakarta:IKAPI, 2002), 504-505

Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI. Pengertian primordialisme.

Anderson, E. (2001). Review of "Social Transformations: A General Theory


of Historical Development & quot; by Stephen K. Sanderson. Journal of
World-Systems Research, Volume 7(2), 292-294.
https://doi.org/10.5195/jwsr.2001.172

Anda mungkin juga menyukai