Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS PENYIMPANGAN MORAL

DI LINGKUNGAN SEKOLAH SMA NEGERI 14 SEMARANG

Nama : Alifia Hidayanti


NIM : 020191421298
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Kelas : Manajemen Produksi Siaran I-B

1. Pendahuluan

Menurut UU No. 2 Tahun 1985, tujuan pendidikan adalah untuk


mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang
seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri,
kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab terhadap bangsa. Di
Indonesia, ada banyak sarana pendidikan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap
warganya. Namun pada umumnya, pendidikan biasa diperoleh dari sekolah
formal mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Meski demikian, akankah
proses mendidik siswa di lingkungan sekolah akan selalu berjalan seperti
semestinya? Padahal ada banyak jenis tenaga pengajar dengan metode dan
sifat yang saling berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, kali ini akan
dipaparkan hasil analisis mengenai penyimpangan moral yang terjadi di
lingkungan sekolah SMA Negeri 14 Semarang.

2. Pembahasan

SMA Negeri 14 Semarang adalah salah satu sekolah negeri Kota Semarang
yang terdapat di jalan Kokrosono, Panggung Lor, Kecamatan Semarang
Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah. Dalam satu angkatan, terdapat Sembilan
kelas dengan pembagian lima kelas IPA dan empat kelas IPS. Hal yang
hendak disoroti kali ini yakni penyimpangan moral yang kerap dilakukan oleh
oknum pengajar dan karyawan dalam posisi sengaja maupun tak disengaja.
Pertama, lemahnya keakuratan BK dalam menjaga rahasia siswa selepas
berkonsultasi. Tak sedikit masalah pribadi siswa menjadi bahan pembicaraan
publik sebab BK kurang mampu menjaga amanah sebagaimana mestinya. Hal
ini disebabkan kurang tertutupnya ruang konseling juga banyak guru pengajar
yang sengaja maupun tak sengaja mendengar prosesi konseling, sehingga
berita dapat menyebar luas dari mulut ke mulut. Hilang sudah esensi badan
bimbingan konseling sekolah yang seharusnya bisa menjadi wadah para siswa
guna menyelesaikan atau setidaknya meringankan masalah. Kedua, salah
seorang oknum guru yang begitu dikenal setiap siswa di kelas IPS sebab cara
mengajarnya yang santai juga nyentrik. Seperti tidak ada yang salah, namun
yang akan disorot kini yakni sebab telampau santai, guru ini jadi sering
melalaikan kelas. Jarang menjelaskan materi, malah lebih sering bercerita dan
acapkali mengaplikasikan bahasa kasar ketika mengajar. Ketiga datang dari
seorang guru muda dengan ambisinya ketika mengajar, sehingga memberi
tugas dengan deadline kurang masuk akal. Hal ini cukup mengganggu guru
yang mengajar pada jam selanjutnya, sebab para siswa masih sibuk
mengerjakan tugas dari pelajaran sebelumnya.

3. Kesimpulan

Dari beberapa kasus yang telah dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perilaku penyimpangan moral yang dilakukan oleh satu atau dua oknum di
lingkungan sekolah SMA Negeri 14 Semarang merujuk pada kurang
diterapkannya sila kedua pada Pancasila dengan bunyi, “Kemanusiaan yang
adil dan beradab.” Yang bermakna, bahwa setiap tatanan masyarakat tidak
terbatas kepada Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan wajib bersikap dan
berperilaku sesuai norma dan adat istiadat yang berlaku, serta berhak
mendapatkan persamaan derajat guna menciptakan keadilan dalam
kemanusiaan. Sebagai tenaga pendidik, sudah seharusnya mencerminkan
sikap yang baik di depan anak muridnya, adil dalam mengambil keputusan
pula amanah dalam melaksanakan tugas yang diemban. Dengan adanya
analisis ini, diharapkan oknum-oknum serupa dapat segera diminimalisir juga
memperbaiki sikap serta kembali melaksanakan tugas sesuai dengan aturan
yang berlandaskan moral Pancasila.

Anda mungkin juga menyukai