Anda di halaman 1dari 11

KARAKTERISTIK ULAR SANCA BATIK (Python reticulatus) YANG DIPANEN

DI SUMATERA UTARA
(Characteristics of Reticulated Pythons (Python Reticulatus) Harvested
in North Sumatera)

Kristina Nainggolan1*, Mirza Dikari Kusrini2, dan/and Agus Priyono Kartono2


1
Sekolah Pascasarjana Program Magister Profesi Konservasi Keanekaragaman Hayati IPB
Jl. Raya Darmaga, GedungWing Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga, Bogor Jawa Barat,
Indonesia 16680 Telp: (0251) 8423855/8622961; Fax: (0251) 8622986
2
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Jl. Ulin Lingkar Kampus IPB Darmaga PO BOX 168 Bogor 16680 Jawa Barat Telp/Fax: (0251) 8621947
*Email: kristinainggolan@gmail.com

Tanggal diterima: 17 Februari 2016; Tanggal direvisi: 28 Mei 2017; Tanggal disetujui: 5 Juni 2017

ABSTRACT
Batik pythons (Python reticulatus) is one of reptiles currently getting international concern due to their high
exploitation as export commodity. Excessive exploitation may threaten the stability of the population in the
wild. The research of morphological characteristics of batik python conducted in North Sumatra was aimed to
identify the characteristics of harvested P. reticulatus that has been processed at the slaughterhouses to predict
changes in population structure in the wild. The data observed and analyzed were number of harvest, sex, sex
ratio, morphometry, age class, reproductive maturity and feed type. Sex ratio from 272 specimens analysed
from the slaughterhouse was 1: 0.86, or 53.68% males and 46.32% females, age class juvenileOf 29.04%
with sex ratio of 1: 0.42 and adult of 70.96% with sex ratio of 1: 0.93. Mean snout vent length (SVL) of
harvested Reticulated python was 272.67 cm (SD = 37.76). There was a significant difference in SVL between
males (mean = 267, SD = 37.04) and females (mean = 278, SD = 37.91) at the same age class (p = 0.019).
Results of this study support the conclusion of previous studies that commercial skin trade does not terminate
the population of reticulated python in Indonesia. However, the tendency of smaller body size of harvesting
python compared to previous studies indicates the possibility of excessive harvesting.
Keywords: Harvested characteristics, Python reticulatus, SVL, North Sumatra

ABSTRAK
Ular sanca batik (Python reticulatus) adalah salah satu jenis ular yang pemanenannya dijadikan komoditas
ekspor. Eksploitasi yang berlebihan dikhawatirkan akan mengancam kestabilan populasinya di alam. Penelitian
karakteristik morfologi ular sanca batik yang dilakukan di Sumatera Utara ini bertujuan untuk mengidentifikasi
karakteristik P. reticulatus hasil panenan yang diolah di tempat pemotongan untuk menduga perubahan struktur
populasinya di alam. Data yang diamati dan dianalisis adalah jumlah panenan, jenis kelamin, sex ratio,
morfometri, kelas umur, kematangan reproduksi, dan jenis pakan. Selama penelitian teridentifikasi 272 ekor P.
reticulatus, 146 ekor jantan dan 126 ekor betina. Sex rasio dari 272 ekor P. reticulatus yang dibedah adalah 1 :
0,86 atau 53,68% jantan dan 46,32% betina, kelas umur juvenile 29,04% dengan sex rasio 1 : 0,42 dan dewasa
70,96% dengan sex rasio 1 : 0,93. Rerata SVL P. reticulatus yang dipanen adalah 272.67 cm (SD = 37,76).
Berdasarkan jenis kelamin maka terdapat perbedaan antara ukuran SVL jantan (rerata = 267, SD = 37,04) dan
betina (rerata = 278, SD = 37.91) pada kelas umur yang sama (t270 = -2,363, p = 0,019). Ukuran testis terbesar
jantan matang kelamin (n = 63) pada ukuran SVL 335 cm dan ukuran folikel terbesar betina matang kelamin
(n = 22) terdapat pada betina ukuran SVL 329 cm. Pada 272 ekor P. reticulatus yang dibedah, diperiksa saluran
pencernaannya, 261 ekor tidak ditemukan sisa pakan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya
yang menyimpulkan bahwa perdagangan kulit komersial tidak memusnahkan populasi P. reticulatus di
Indonesia, namun demikian ukuran tubuh panenan yang lebih kecil dari penelitian sebelumnya memberikan
sinyal kemungkinan terjadinya panenan berlebih.
Kata kunci: Karakteristik panenan, sanca batik, SVL, Sumatera Utara

45
Vol. 14 No. 1, Juni 2017 : 45-55

I. PENDAHULUAN dibutuhkan teknik pemanenan alternatif


untuk mengevaluasi keberlanjutan se-
Indonesia dikenal sebagai negara
hingga dapat dicapai suatu keputusan yang
pengekspor reptil dalam dua dekade
tepat yang berasaskan “sustainable
terakhir ini (Soehartono & Mardiastuti,
2002), diantaranya ekspor ular sanca batik harvest” (TRAFFIC, 2008), diantaranya
(Python reticulatus) dengan permintaan melakukan pemantauan hasil tangkapan di
yang tinggi (Mardiastuti & Soehartono, tempat pemotongan.
Pemantauan tangkapan P. reticulatus
2003) sehingga jenis ular tersebut banyak
dipanen dari alam (Abel, 1998; Requier, melalui jumlah pemotongan pernah di-
1998; Shine, 1998; Yuwono, 1998; Auliya, lakukan di Provinsi Sumatera Utara tahun
Mausfeld, Schmitz, & Böhme, 2002; 1996-1997 (Shinea, Ambariyanto, Harlow,
Mardiastuti & Soehartono, 2003). Periode & Mumpuni, 1999). Setelah penelitian ini,
tahun 1983-1999, rata-rata kuantitas tidak ada pembaruan data panenan di
ekspor per tahun kulit P. reticulatus dari tempat pemotongan. Oleh karena itu,
dibutuhkan penelitian terkini untuk me-
Indonesia mencapai 230.957 lembar
(Mardiastuti & Soehartono, 2003). ngetahui perubahan pemanfaatan python
Periode tahun 2013-2014, rata-rata dan kemungkinan efek jangka panjang
kuantitas ekspor kulit P. reticulatus terhadap pemanfaatan ular ini di Sumatera
166.350 lembar dan ekspor untuk pet Utara. Berdasarkan data jumlah kuota
(hewan peliharaan) 4.200 ekor (Direktorat penangkapan satwa liar periode tahun
Jenderal Perlindungan Hutan dan 2005-2009, Provinsi Sumatera Utara
merupakan provinsi dengan jumlah kuota
Konservasi Alam, 2013; 2014). Tingginya
tingkat eksploitasi dan pemanfaatannya penangkapan terbesar, di mana untuk
sebagai komoditas ekspor, menyebabkan kuota ular sanca batik, Provinsi Sumatera
Utara menduduki peringkat kedua setelah
P. reticulatus menjadi salah satu spesies
Provinsi Sulawesi Selatan.
yang mendapat perhatian dunia terkait
dengan kelestarian populasinya akibat Penelitian ini bertujuan untuk 1)
pemanenan di alam. menganalisis karakteristik P. reticulatus
Meskipun telah dilakukan pemantau- di tempat pemotongan berdasarkan jumlah
an populasi hidupan liar yang di- panenan, sex ratio, kelas umur, mor-
eksploitasi, kenyataannya banyaknya fometri, kematangan reproduksi, dan jenis
spesies yang dipanen tidak dapat terpantau. pakan; 2) menduga perubahan struktur
Rata-rata pemanenan P. reticulatus untuk populasi P. reticulatus berdasarkan kom-
posisi umur, jenis kelamin dan ukuran
tujuan komersial di Asia Tenggara sekitar
SVL (snout vent length). Hasil penelitian
300.000 ekor per tahun (TRAFFIC, 2008).
ini diharapkan dapat memberikan in-
Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan
formasi terkini mengenai karakteristik
pengaruh intensitas pemanenan terhadap
keberlanjutan hasil dan perdagangan P. panenan dan perubahan struktur populasi
reticulatus. P. reticulatus di Sumatera Utara yang
Untuk menetapkan jumlah panenan dapat digunakan sebagai dasar ilmiah
lestari, dibutuhkan data laju pertumbuhan dalam menentukan tindakan dan
pengelolaan.
populasi dan ukuran populasinya di alam.
Permasalahan dalam memahami kondisi
populasi di alam pada kelompok reptil II. BAHAN DAN METODE
adalah sifat satwa yang tidak me-
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
mungkinkan dilakukan survey dalam
waktu yang pendek (Shine, Harlow, Lokasi penelitian adalah rumah pe-
Ambariyanto, et al., 1998; Schlaepfer, motongan P. reticulatus. Penelitian di-
Hoover, & Dodd, 2005; Iskandar & lakukan selama 18 hari efektif di dua
Erdelen, 2006). Oleh karena itu, rumah potong P. reticulatus, yaitu di Desa

46
Karakteristik Ular Sanca Batik (Python reticulatus)... (Kristina Nainggolan, dkk)

Rapuan Ilir Kabupaten Simalungun motongan. Data panenan dikumpulkan


tanggal 29-30 Januari 2014 dan di Kota dengan memeriksa spesimen saat proses
Rantau Prapat pada tanggal 6-21 Pebruari pemotongan. Jumlah panenan di tempat
2014. Peta lokasi penelitian disajikan pada pemotongan ditentukan dengan cara
Gambar 1. menghitung langsung seluruh spesimen
yang di potong. Pendekatan dasar yang
B. Bahan dan Alat dilakukan adalah mengumpulkan infor-
masi tentang spesimen yang dipotong
Bahan yang digunakan dalam
untuk mendokumentasikan sifat dasar dan
penelitian ini adalah spesimen ular python
bias yang melekat dalam proses pe-
dan air, sedangkan alat yang digunakan
nangkapan (misalnya: konsentrasi pada
dalam penelitian ini: alat tulis menulis,
ukuran tertentu, jenis kelamin atau
tally sheet, kamera digital, timbangan
musim).
analitik ketelitian 0,01 g, timbangan
Variabel morfometri yang diukur
gantung ketelitian 0,1 kg, pita ukur ke-
adalah Snout-vent length (SVL) yaitu
telitian 0,1 cm, kaliper ketelitian 0,1 mm,
panjang tubuh mulai dari moncong sampai
alat pemotong, pisau silet, tali tambang,
kloaka (cm), bobot tubuh (g) dan jenis
selang, kantong plastik, kertas label, dan
kelamin (Reinert, 1993; Ministry of
lakban.
Environment, 1998) serta panjang badan
yaitu panjang dari leher sampai kloaka
C. Metode Penelitian
(cm), panjang ekor (cm), panjang kepala
Setiap individu P. reticulatus yang (cm) dan jarak antar mata (cm).
baru saja dipotong/dimatikan di rumah Pengukuran panjang ekor dimaksud untuk
pemotongan diamati sebelum dan sesudah mendapatkan informasi panjang total ular
dikuliti. Parameter yang dicatat saat (Ministry of Environment, 1998), dan
pengamatan adalah jumlah panenan, mor- panjang badan digunakan sebagai
fometri, jenis kelamin, bagian reproduksi indikator utama dalam penangkapan ular
(telur dan testis) dan jenis pakan. yang diperdagangkan. Pengukuran ter-
Jumlah panenan yang dimaksudkan hadap semua variabel dilakukan dengan
dalam penelitian ini adalah jumlah menggunakan pita ukur (ketelitian 0,1 cm).
individu yang dipotong di tempat pe-

Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian (Study location map)

47
Vol. 14 No. 1, Juni 2017 : 45-55

Variabel morfometri yang diukur (1999) pada tahun 1996-1997, terutama


adalah Snout-vent length (SVL) yaitu analisis perubahan morfometri. Per-
panjang tubuh mulai dari moncong sampai bandingan dilakukan karena metode
kloaka (cm), bobot tubuh (g) dan jenis pengambilan data dan lokasi penelitian
kelamin (Reinert, 1993; Ministry of sama dengan yang dilakukan oleh Shinea
Environment, 1998) serta panjang badan et al. (1999).
yaitu panjang dari leher sampai kloaka
(cm), panjang ekor (cm), panjang kepala D. Analisis
(cm) dan jarak antar mata (cm). Analisis sex ratio dilakukan untuk
Pengukuran panjang ekor dimaksud untuk mengetahui proporsi jantan dan betina
mendapatkan informasi panjang total ular pada jumlah individu yang dipanen.
(Ministry of Environment, 1998), dan Hubungan antara variabel dengan peubah
panjang badan digunakan sebagai SVL diuji dengan menggunakan Regresi
indikator utama dalam penangkapan ular Linier. Perbedaan variabel antar jenis
yang diperdagangkan. Pengukuran ter-
kelamin diuji dengan menggunakan
hadap semua variabel dilakukan dengan Independent Sample T Test pada selang
menggunakan pita ukur (ketelitian 0,1 cm). kepercayaan 95%.
Python yang telah dikuliti diteliti
untuk menentukan jenis kelamin dan
kondisi reproduksi (dengan pemeriksaan III. HASIL DAN PEMBAHASAN
langsung dari gonad). Telur dan testis A. Jumlah Panenan
diambil dan dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang telah diberi label, Panenan yang dimaksudkan dalam
kemudian ditimbang, dihitung, dan diukur penelitian ini adalah jumlah individu yang
jumlah telur folikel kecil dan besar. dipotong di tempat pemotongan. Data
Panjang dan diameter testis diukur panenan dikumpulkan dengan memeriksa
kemudian volume testis ditimbang (Shine, spesimen saat dilakukan proses pe-
Harlow, Keogh, & Boeadi, 1998; James & motongan. Selama penelitian ter-
Shine, 1985). Panjang dan diameter testis identifikasi 272 ekor P. reticulatus dengan
diukur menggunakan kaliper ketelitian 0,1 perbandingan 146 ekor jantan (53,68%)
mm dan volume testis ditimbang meng- dan 126 ekor betina (46,32%).
gunakan timbangan analitik ketelitian Dengan ukuran yang bervariasi, tetapi
0,001 mg. Jantan digolongkan sebagai ada ukuran yang dominan P. reticulatus
dewasa jika memiliki testis besar, dan/atau yang siap tangkap. Peluang P. reticulatus
saluran eferen menebal serta berwarna jantan dan betina untuk tertangkap adalah
buram. Betina yang diklasifikasikan se- sama karena eksploitasi P. reticulatus oleh
bagai dewasa jika memiliki telur folikel penangkap tidak mempertimbangkan jenis
ovarium vitellogenesis (diameter > 10 kelamin, sehingga yang lebih banyak
mm), corpus luteum atresia, dan/atau tersedia di alam akan lebih banyak ter-
saluran otot telur yang menebal. tangkap. Shinea et al. (1999) melaporkan
Setiap item mangsa sebagai pakan bahwa sebagian besar (52%) P. reticulatus
dalam saluran pencernaan diamati untuk yang dipanen adalah jantan.
identifikasi. Jenis-jenis pakan yang ter- Selama 50 hari penelitian (Shinea et
identifikasi disajikan dalam bentuk al., 1999), terdapat tangkapan 784 ekor P.
tabulasi jenis pakan P. reticulatus. reticulatus, atau rata-rata tangkapan 15,68
Pendugaan perubahan atau ke- ekor per hari, sedangkan pada penelitian
cenderungan struktur populasi (trend pe- ini, selama 18 hari tertangkap 272 ekor P.
manenan) dilakukan dengan mem- reticulatus, dengan rata-rata tangkapan
bandingkan data hasil penelitian dengan 15,11 ekor per hari. Jumlah tangkapan
metode yang sama oleh Shinea et al.

48
Karakteristik Ular Sanca Batik (Python reticulatus)... (Kristina Nainggolan, dkk)

tersebut sesuai dengan yang dilaporkan positif dalam upaya pelestarian karena
oleh Shinea et al. (1999). memberikan kesempatan pada kelas umur
tersebut untuk tumbuh dewasa dan ber-
B. Sex Ratio dan Kelas Umur kembang biak.
Kelas umur jantan dewasa yang di-
Sex ratio keseluruhan kelas umur dari
panen mempunyai persentase 37,13% dari
272 ekor P. reticulatus yang diteliti (Tabel
seluruh ular yang dipanen, kelas umur
1) adalah 1 : 0,86. Panenan P. reticulatus
betina dewasa 34,19%, jantan juvenile
pada kelas umur juvenil dengan sex ratio
16,54%, betina juvenile 12,13% dan
1 : 0,42 dan dewasa dengan sex ratio 1 :
69,18% dari jantan yang ditangkap adalah
0,93 (Tabel 1).
jantan dewasa. Hal ini sejalan dengan hasil
Tabel (Table) 1. Kelas umur P. reticulatus yang penelitian Shinea et al. (1999) yang
dipanen (Age class of harvested menyatakan bahwa P. reticulatus yang di-
Reticulated pythons) panen di Sumatera pada saat penelitian
Juvenil Dewasa dilakukan, sebagian besar adalah jantan
(Juvenile) (Adult) (52%), dan 89% dari jantan yang
(ekor) (ekor) ditangkap adalah jantan dewasa. Menurut
Jantan (Male) 46 100 Shinea et al. (1999), kemungkinan ini bisa
Betina (Female) 33 93 terjadi karena memang jantan lebih
Sex ratio 1:0,42 1:0,93 banyak jumlahnya dibandingkan betina.

C. Morfometri
Menurut Duvall, Schuett, & Arnold
(1998), sistem perkawinan ular bisa Rerata SVL P. reticulatus yang
poligami, poliandri, poligini maupun dipanen adalah 272,67 cm (SD = 37,76).
monogami, namun lebih banyak ke- Peubah SVL berhubungan nyata dengan
cenderungan untuk poligini. Pada jenis bobot tubuh (n=35, r2=0,826, p=0,000).
satwa liar yang bersifat poligami, per- Berdasarkan hasil korelasi regresi antara
bandingan akan dianggap seimbang jika pertambahan SVL dengan bobot tubuh
betina lebih banyak dari jantan. Pada jenis secara keseluruhan diperoleh nilai
satwa liaryang bersifat poligini, akan r2=0,826. Hal ini menunjukkan bahwa
seimbang jika jantan lebih banyak dari terdapat hubungan positif antara
betina. pertambahan SVL dengan bobot tubuh
Sistem perkawinan P. reticulatus ular, yaitu jika SVL bertambah maka
adalah poligini (Shine, 1998), saat jumlah bobot tubuh juga akan bertambah.
jantan lebih banyak dari betina. Dengan Hubungan SVL dengan bobot tubuh mem-
demikian dapat diindikasikan bahwa pro- bentuk persamaan SVL = 216,63 + 0,091
porsi jantan dan betina pada hasil (Bobot tubuh). Peubah SVL berhubungan
penelitian ini normal. Keseimbangan nyata dengan diameter perut (n=86,
jumlah ular jantan dan betina menjadi r2=0,774, p=0,000). Berdasarkan hasil
sangat penting untuk menjamin pe- korelasi regresi antara pertambahan SVL
lestarian populasi P. reticulatus. dengan diameter perut secara keseluruhan
Jumlah panenan paling banyak dalam diperoleh nilai r2=0,774; hal ini me-
penelitian ini adalah kelas umur jantan nunjukkan bahwa terdapat hubungan
dewasa. Pemotongan hasil panenan tidak positif antara pertambahan SVL dengan
terjadi pada kelas umur bayi dan kelas diameter perut ular yaitu jika SVL ber-
umur juvenil yang diambil relatif sedikit tambah maka diameter perut juga akan
(Tabel 1) karena penangkap menganggap bertambah. Hubungan SVL dengan
ukuran SVL pada kelas ini masih terlalu diameter perut membentuk persamaan
kecil dan tidak memberi keuntungan SVL = 81,76 + 8,17 (Diameter perut).
(Gambar 2). Cara seperti ini memberi nilai

49
Vol. 14 No. 1, Juni 2017 : 45-55

Berdasarkan jenis kelamin terdapat ukuran SVL yang sama, jantan sudah
perbedaan antara ukuran SVL jantan berada pada umur dewasa sementara
(rerata = 267 cm, SD = 37,04) dan betina betina masih muda (Gambar 2).
(rerata = 278 cm, SD = 37,91) pada kelas Hasil tersebut sesuai dengan
umur yang sama (p = 0,019) seperti yang penelitian Shinea et al. (1999) meskipun
disajikan pada Tabel 2. ukuran tubuh jantan dan betina hampir
Hal tersebut mengindikasikan adanya sama dengan SVL yang sama, jantan telah
dimorfisme seksual antara jantan dan mencapai ukuran dewasa sementara
betina. Meskipun distribusi SVL antara setengah dari betina masih berstatus
jantan dan betina relatif sama namun pada juvenil (Gambar 3).

Tabel (Table) 2. Uji T Samples Independen (Independent samples T test)


Jenis
Std. Error
kelamin N x ± SD Mean
T-test
(sex)
Bobot tubuh (g) Jantan
21 787,62 ± 331,81 72,41
(Body weight) (g) (Male)
0,199
Betina
14 943,57 ± 364,62 97,45
(Female)
Diameter perut (cm) Jantan
42 23,40 ± 4,27 0,66
(Stomach diameter) (cm) (Male)
0,377
Betina
44 24,17 ± 3,72 0, 56
(Female)
Panjang total (cm) (Total Jantan
146 309,08 ± 40,41 3,34
length) (cm) (Male)
0,043
Betina
126 319,29 ± 42,49 3,79
(Female)
SVL (cm) Jantan
146 267,68 ± 37,04 3,06
SVL (cm) (Male)
0,019
Betina
126 278,44 ± 37,91 3,38
(Female)
Panjang badan (cm) (Body Jantan
146 259,31 ± 36,34 3,01
length) (cm) (Male)
0,049
Betina
126 268,22 ± 37,84 3,37
(Female)

Jantan Betina
Jumlah (Number)

50
Jumlah (Number)

50 (Male) (Female)
Juvenile (juvenil) Juvenile (juvenil)
Adult (dewasa) Adult (dewasa)

0 0
1100
1350
1600
1850
2100
2350
2600
2850
3100
3350
3600
3850
4100
4350
4600
4850
5100
5350
5600
5850

1100
1350
1600
1850
2100
2350
2600
2850
3100
3350
3600
3850
4100
4350
4600
4850
5100
5350
5600
5850

Snout-vent length (mm) Snout-vent length (mm)

Gambar (Figure) 2. Distribusi ukuran SVL P. reticulatus yang dipanen berdasarkan jenis kelamin (Body-size
distributions of harvested reticulated pythons based on sex)

50
Karakteristik Ular Sanca Batik (Python reticulatus)... (Kristina Nainggolan, dkk)

(betina)

jumlah
(dewasa)
(juvenil)

(jantan)
jumlah

Gambar (Figure) 3. Distribusi ukuran SVL P. reticulatus yang dipanen berdasarkan jenis kelamin (Shinea et
al., 1999) (Body-size distributions of harvested Reticulated pythons based on sexes)
(Shinea et al., 1999)

Morfometri jantan dan betina yang panjang testis kanan 75 mm dan testis kiri
relatif sama menyebabkan tidak ada 68 mm, dan testis berwarna putih
pemilihan jenis kelamin yang dipanen, kekuningan. Dewasa kelamin pada ular
sehingga jumlah yang banyak mempunyai sanca pada umur antara 2-4 tahun dengan
kemungkinan besar untuk tertangkap. panjang tubuh pada jantan antara 2,1-2,7
Apabila jantan lebih banyak, ke- meter dan betina 3,4 meter (Mexico, 2000).
mungkinan besar individu yang ter- Namun, umur pubertas ular yang kurang
tangkap adalah jantan dibandingkan asupan makanan dapat lebih terlambat.
betina. Ukuran folikel terbesar betina matang
kelamin (n = 22) terdapat pada betina
D. Reproduksi ukuran SVL 329 cm dengan berat folikel
500 g dan diameter 35 mm. Ukuran folikel
Testis jantan matang kelamin (n = 63)
terkecil betina matang kelamin terdapat
dengan SVL 335 cm mempunyai testis
kanan seberat 42,63 g dan kiri 38,43 g. pada betina ukuran SVL 295 cm dengan
Diameter testis kanan 27,5 mm dan berat folikel 25,19 g dan diameter 11 mm.
diameter testis kiri 21 mm, panjang testis Pada saat penelitian dilakukan, tidak
kanan 200 mm dan testis kiri 180 mm, dan semua dewasa yang dibedah berada pada
testis berwarna putih kekuningan. Ukuran kondisi reproduksi aktif, beberapa jantan
tersebut termasuk dalam ukuran terbesar. dewasa dan betina dewasa dalam keadaan
Ukuran testis terkecil jantan matang non reproduktif. Para ilmuwan dan ahli
herpetologi telah mengobservasi bahwa
kelamin pada ukuran tubuh 303 cm
ada hubungan antara bobot badan dengan
dengan berat testis kanan 2,91 g dan berat
testis kiri 3,29 g, diameter testis kanan 11 keberhasilan reproduksi pada reptil
khususnya ular. Di mana betina yang
mm dan diameter testis kiri 12 mm,

51
Vol. 14 No. 1, Juni 2017 : 45-55

kurang bobot badannya kurang sukses makan, mangsa yang besar cenderung
pula dalam perkawinan, bahkan proses untuk tersisa sehingga dapat diidentifikasi
ovulasi dapat terhambat. Betina yang tidak (Shine et al., 1999).
cukup suplai makanannya akan menjadi Tikus dan ayam yang ditemukan pada
anorexia/kelaparan (Ross & Marzec, saluran pencernaan P. reticulatus me-
1990) sehingga besar peluang terjadinya nimbulkan dugaan bahwa habitat tangkap
kematian sebelum masa kebuntingan ber- P. reticulatus di Sumatera Utara adalah
langsung. areal penggunaan intensif untuk pertanian,
Frekuensi reproduksi betina dewasa khususnya di kebun kelapa sawit dan karet
menjadi satu variabel yang paling penting (Shine et al., 1999), sebagaimana yang
menentukan kemampuan populasi P. disampaikan oleh para pemburu dan
reticulatus untuk menahan tingkat pemilik rumah potong tempat penelitian
panenan yang tinggi, tapi merupakan dilakukan. Keberadaan P. reticulatus di
suatu kondisi yang kompleks mengenai kebun kelapa sawit kemungkinan ber-
pergeseran frekuensi reproduksi dengan hubungan dengan ketersediaan sumber
ukuran tubuh betina dewasa (Shine, pakan dan air di lokasi tersebut. Jenis
Harlow, Ambariyanto, et al., 1998) se- pakan yang tersedia di kebun kelapa sawit
hingga perubahan distribusi ukuran betina yaitu tikus, burung, katak, tupai dan
cenderung mempengaruhi frekuensi re- mamalia kecil lainnya.
produksi juga. Keberadaan P. reticulatus di lokasi
luar hutan dan areal budidaya, meng-
E. Jenis Pakan indikasikan bahwa P. reticulatus mem-
Tidak ditemukan sisa pakan pada 261 punyai tingkat toleransi yang tinggi ter-
ekor P. reticulatus dari 272 ekor yang hadap manusia. Sehingga dapat diartikan
bahwa P. reticulatus bukan jenis satwa
dibedah dan diperiksa saluran pen-
yang rentan dan mudah terganggu dengan
cernaannya. Pada 11 ekor P. reticulatus
ditemukan tikus dan ayam dalam saluran keberadaan manusia di sekitarnya.
pencernaannya. Jenis pakan yang di-
temukan pada saluran pencernaan di- F. Pendugaan Perubahan Struktur
sajikan pada Tabel 3. Populasi
Tidak ditemukannya sisa mangsa Terdapat kecenderungan perubahan
pada sebagian besar saluran pencernaan P. ukuran SVL yang dipanen saat ini di-
reticulatus diduga ular lapar dan bergerak bandingkan panenan 18 tahun yang lalu.
lebih banyak, sehingga lebih berpeluang Perbandingan morfometri P. reticulatus
bertemu dengan manusia dan ditangkap. untuk melihat trend pemanenan yang ter-
Sisa makanan dapat bertahan di saluran jadi di Sumatera Utara seperti yang
pencernaan dalam waktu lama setelah disajikan pada Tabel 4.

Tabel (Table) 3. Jenis pakan P. reticulatus yang dipanen (Prey species of harvested Reticulated pythons)
Jumlah jantan (ekor) Jumlah betina (ekor)
Jumlah mangsa
Family Species (Number of males) (Number of females)
(ekor)
(Family) (Species) Juvenil Dewasa Juvenil Dewasa
(Number of prey)
(Juvenille) (Adult) (Juvenille) (Adult)
Muridae Rat (Rattus sp.) 10 1 5 1 3
Phasianidae Domestic chicken 1 - - - 1
(Gallus gallus)

52
Karakteristik Ular Sanca Batik (Python reticulatus)... (Kristina Nainggolan, dkk)

Tabel (Table) 4. Perbandingan hasil analisis morfometri (Comparasion of the result of morphometry analysis)
Tahun 1996 – 1997 (Shinea et al., 1999) Tahun 2014
Ukuran SVL
(Previous study) (This study)
SVL matang kelamin (cm)
(SVL at maturity)
- Jantan (Male) 190 251
- Betina (Female) 240 252
Rataan SVL dewasa (cm)
(Mean adult SVL)
- Jantan (Male) 262,8 273
- Betina (Female) 315,3 286
SVL terbesar (cm)
(Maximum SVL)
- Jantan (Male) 460 404
- Betina (Female) 580 364

Menurunnya ukuran SVL P. IV. KESIMPULAN DAN SARAN


reticulatus yang dipanen pada jantan (460
A. Kesimpulan
cm menjadi 404 cm) dan betina (580 cm
menjadi 364 cm) menunjukkan bahwa Proporsi jantan dan betina yang
ukuran tersebut yang tersedia di habitat dihasilkan pada penelitian ini normal
tangkapnya, atau mengindikasikan se- karena lebih banyak jantan daripada betina.
makin berkurangnya P. reticulatus ukuran Morfometri jantan dan betina yang relatif
besar dan dapat dipengaruhi potensi sama juga menjadikan tidak adanya
sumber pakan. Ular besar cenderung pemilihan jenis kelamin yang dipanen
memilih mangsa yang lebih besar (Shine, sehingga panenan dilakukan tanpa me-
Harlow, Ambariyanto, et al., 1998) milih jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan
sementara pakan yang tersedia saat ini prinsip kelestarian dimana jumlah yang
umumnya berukuran kecil (tikus). Namun banyak mempunyai kemungkinan lebih
demikian, perubahan ukuran yang dipanen besar untuk tertangkap. Keseimbangan
bisa jadi indikasi bahwa telah terjadi jumlah jantan dan betina menjadi sangat
tangkap lebih ular yang berukuran besar penting untuk menjamin keberlangsungan
sehingga populasi yang tersisa terdiri dari populasi P. reticulatus. Keberadaan P.
ular usia lebih muda dengan ukuran relatif reticulatus di lokasi/areal di luar hutan dan
kecil. areal budidaya, mengindikasikan bahwa P.
SVL matang kelamin P. reticulatus reticulatus mempunyai tingkat toleransi
yang dipanen bertambah, pada jantan (190 yang tinggi terhadap manusia.
cm menjadi 251 cm) dan betina (240 cm Menurunnya ukuran SVL P.
menjadi 252 cm) disebabkan oleh ke- reticulatus yang dipanen pada jantan di-
tersediaan dan pilihan jenis pakan. Umur sebabkan ukuran tersebut yang tersedia di
pubertas dapat lebih lambat pada ular yang habitat tangkapnya. Namun demikian,
kekurangan asupan pakan. perubahan ukuran yang dipanen bisa
Sejumlah besar hewan yang diambil menjadi indikasi bahwa telah terjadi
untuk perdagangan kulit cenderung me- penangkapan ular yang berukuran besar
nekan kelimpahan lokal P. reticulatus dan sehingga populasi cenderung terdiri dari
mungkin mengeliminasi sebagian kecil ular yang lebih muda dengan ukuran lebih
hewan dengan ukuran yang lebih besar kecil.
dari habitat yang sangat terfragmentasi
namun tidak mengakibatkan kepunahan. B. Saran
Populasi dan habitat menjadi faktor
yang sangat utama untuk diperhatikan

53
Vol. 14 No. 1, Juni 2017 : 45-55

dalam pengelolaan satwaliar, sehingga Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan


strategi pengelolaan P. reticulatus baik dan Konservasi Alam. (2014). Kuota
pada populasi maupun pada habitatnya Pengambilan Tumbuhan Alam dan
diperlukan untuk mendapatkan jumlah Penangkapan Satwa Liar Periode
maksimal individu yang dipanen. Dengan Tahun 2014. Keputusan Direktur
demikian, pemantauan jumlah dan ukuran Jenderal, SK.13/IV-KK
ular yang diambil untuk perdagangan Duvall, D., Schuett, G. W., & S. Arnold, J.
komersial sangat dibutuhkan untuk (1998). Ecology and Evolution of
membuat perkiraan secara kuantitatif Snake Mating System. In R. A.
dalam menetapkan kuota tangkap. Seigel & J. T. Collins (Eds.), Snakes
Ecology and Behaviour. New York:
McGraw- Hill Inc.
Ucapan Terima Kasih
Iskandar, D. T., & Erdelen, W. R. (2006).
Kami berterima kasih kepada Conservation of amphibians and
Kementerian Kehutanan yang telah mem- reptiles in Indonesia: issues and
berikan kesempatan bagi terlaksananya problems. Amphibian and Reptile
penelitian ini. Pekerjaan ini tidak akan Conservation, 4(1), 60–87.
mungkin terjadi tanpa kerjasama dari https://doi.org/DOI:10.1514/journal.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya arc.0040016
Alam Sumatera Utara, Asosiasi James, C., & Shine, R. (1985). The
Pengusaha Reptil dan Amfibi Indonesia seasonal timing of reproduction: - A
(IRATA), terutama Bapak George Saputra tropical-temperate comparison in
dan pedagang kulit Bapak Sudirman dan Australian lizards. Oecologia, 67(4),
Bapak Hardi. 464-474. https://doi.org/10.1007/
BF00790016
DAFTAR PUSTAKA Mardiastuti, A., & Soehartono, T. (2003).
Konservasi Amfibi dan Reptil di
Abel, F. (1998). Status, Population Indonesia. Prosiding Seminar Hasil
Biology and Conservation of the Penelitian Departemen Konservasi
Water Monitor (Varanus salvator), Sumberdaya Hutan. In M. D. Kusrini,
The Reticulated Python (P. A. Mardiastuti, & T. Harvey (Eds.),
reticulatus) and The Blood Python Perdagangan Reptil Indonesia di
(Python curtus) in Sumatera and Pasar Internasional (pp. 131–144).
Kalimantan Indonesia – Project Bogor: Departemen Konservasi
Report North Sumatera. Mertenseilla, Sumberdaya Hutan Fakultas
9, 111–117. Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Auliya, M., Mausfeld, P., Schmitz, A., & bekerjasama dengan Indonesian
Böhme, W. (2002). Review of the Reptile and Amphibian Trade
reticulated python (Python Association.
reticulatus Schneider, 1801) with the Mexico, T. (2000). Python reticulatus.
description of new subspecies from Retrieved from http://animaldiversity.
Indonesia. Naturwissenschaften. ummz.umich.edu/site/accounts/infor
https://doi.org/10.1007/s00114-002- mation/Python_reticulatus.html.
0320-4 Ministry of Environment. (1998).
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Inventory Methods of Snakes,
dan Konservasi Alam. (2013). Kuota Standards for Components of British
Pengambilan Tumbuhan Alam dan Columbia Biodiversity No. 38.
Penangkapan Satwa Liar Periode British Columbia: Resources
Tahun 2013. Keputusan Direktur Inventory Committee. Retrieved
Jenderal, SK.6/IV-KK. from http://www.for.gov.bc.ca/ric

54
Karakteristik Ular Sanca Batik (Python reticulatus)... (Kristina Nainggolan, dkk)

Reinert, H. K. (1993). Snakes Ecology and Boeadi. (1998). The influence of sex
Behaviour. In R. A. Seigel & J. T. and body size on food habits of a
Collins (Eds.), Habitat Selection in giant tropical snake, Python
Snakes (p. 414). New York: reticulatus. Functional Ecology,
McGraw-Hill Inc. 12(2), 248–258. https://doi.org/
Ross, R. A., & Marzec, G. (1990). The 10.1046/j.1365-2435.1998.00179.x
Reproductive Husbdanry of Pythons Shinea, R., Ambariyanto, Harlow, P., &
and Boas. California: Institute for Mumpuni. (1999). Reticulated
Herpetological Research Publishing, pythons in Sumatra: biology,
Inc. harvesting and sustainability.
Schlaepfer, M. A., Hoover, C., & Dodd, C. Biology Conservation, 87(3), 349–
K. (2005). Challenges in Evaluating 357. https://doi.org/10.1016/S0006-
the Impact of the Trade in 3207(98)00068-8
Amphibians and Reptiles on Wild Soehartono, T., & Mardiastuti, A. (2002).
Populations. BioScience, 55(3), 256– Cites Implementation in Indonesia.
264. https://doi.org/10.1641/0006- Jakarta: Nagao Natural Environment
3568(2005)055[0256:CIETIO]2.0.C Foundation.
O;2 TRAFFIC. (2008). What’s Driving the
Shine, R. (1998). Encyclopedia of Wildlife Trade? A review of Expert
Reptiles and Amphibians. In H. G. Opinion on Economic and Social
Cogger & R. G. Zweifel (Eds.), Drivers of The Wildlife Trade and
Snakes. Sydney: University of New Trade Control Effort in Cambodia,
South Wales Press Ltd. Indonesia, Lao PDR and Vietnam.
Shine, R., Harlow, P., Ambariyanto, East Asia and Pacific Region
Boeadi, Mumpuni, & Keogh, J. S. Suatainable Development Discussion
(1998). Monitoring monitors: a Papers. Washington, DC: The
biological perspective on the International Bank for
commercial harvesting of Indonesian Reconstruction and Development/
reptiles. Mertensiella, 9, 61–68. THE WORLD BANK.
Shine, R., Harlow, P. S., Keogh, J. S., &

55

Anda mungkin juga menyukai