Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits didalam tradisi hadits. ( ‘ulum al-
hadits) ‘ulum al-hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum
dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm yang berarti “ilmu”, sedangkan
hadits berarti: “segala sesuatu yang taqrir atau sifat”. Dengan demikian gabungan
antara ‘ulum dan al-hadits mengandung pengertian “Ilmu yang membahas atau yang
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits.
(Arabnya: ‘ulumul al-hadist). ‘ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan
Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti
yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.”
Pada mulanya, Ilmu hadist memang merupakan beberapa ilmu yang masing-
masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadist Nabi Saw dan para perawinya,
seperti Ilmu al-Hadist al-Shahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma wa al-kuna, dan lain-
lain. Penulisan ilmu-ilmu hadist secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama
abad ke-3 H.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat persial tersebut disebut dengan Ulumul
dan dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan
disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadist, setelah mengandung makna
mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah terjadi perubahan makna lafaz
tersebut dari maknanya yang pertama – beberapa ilmu yang terpisah – menjadi nama
dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah al-
Hadist.1
Ruang lingkup pembahasan „ulumul hadits yaitu ilmu hadits riwayah dan
hadits hanya disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan
atau „ilat (kecacatan) matan hadits, dan juga tidak membahas kualitas perawi
penukilan yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi SAW.2
Ilmu Hadits Dirayah adalah sebuah penelitian terhadap para perawi hadits dan
keadaan mereka yang meriwayatkan hadits, begitu juga halnya dengan sanad
dan matannya. Ilmu ini biasa juga disebut Ilmu Musthalah Al-Hadits, Ilmu
2
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. 2002, Hal 25.
c. Macam-macam periwayatan adalah memicarakan sekitar bersambung
meriwayatkan hadits.
mu’jam.3
Secara umum karakteristik pertumbuhan Ilmu Hadist mulai zaman Nabi SAW
Sesuai dengan perkembangan hadits, ilmu hadits (IHR dan IHD) selalu
sebagai ilmu secara eksplisit. Pada masa Nabi masih hidup di tengah-tengah
sahabat, hadits tidak ada persoalan karena jika menghadapi suatu masalah atau
skeptis dalam suatu masalah mereka langsung bertemu dengan beliau untuk
pendapat ulama ahli hadits. Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan
3
Drs. Munzier Suparta, Ilmu Hadis…,Hal 26-27
adanya ilmu hadits, tetapi para peneliti hadits memperhatikan adanya dasar –
pemeriksaaan berita yang datang dan perlunya persaksian yang adil. Firman
Allah dalam Alquran surat Al Hujurat (49): 6, demikian juga dalam surat Al
2. Masa Sahabat
yang baru dikodifikasikan pada masa Abu Bakar tahap awal dan masa Usman
tahap kedua. Masa ini terkenal dengan masa taqlil ar riwayah (pembatasan
dari Rasulullah SAW. Pada masa awal islam belum diperlukan sanad dalam
satu dengan yang lain. Tetapi setelah timbulnya konflik fisik (fitnah) antar elit
politik yakni antar pendukung Ali dan Muawiyah dan umat berpecah menjadi
beberapa sekte; Syiah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin. Setelah itu mulai
terjadi pemalsuan hadits (hadits maudlu`) dari masing – masing sekte dalam
rangka mencari dukungan politik dari massa yang lebih banyak. Pada masa ini
dapat disimpulkan bahwa ilmu hadits sudah timbul secara lisan dan eksplisit
yang dibuktikan dengan adanya keharusan mendatangkan saksi, bersumpah
3. Masa Tabi`in
periwayatan bahkan menjadi tuntutan yang sangat kuat ketika Ibnu Syihab Az
Zuhri menghimpun hadits dari para ulama diatas lembaran kodifikasi. Sanad
adalah merupakan syarat mutlak bagi yang meriwayatkan hadits, maka dapat
disimpulkan bahwa pada saat itu telah timbul pembicaraan periwayat mana
yang adil dan mana yang cacat (ilm jarh wa ta`dil), sanad mana yang terputus
tersembunyi.
hadits membicarakan tentang daya ingat para pembawa dan perowi hadits
hadits) dan lain-lain. Akan tetapi, aktifitas seperti itu dalam perkembangannya
baru berjalan secara lisan (syafawi) dari mulut ke mulut dan tidak tertulis.
Baru ketika pada pertengahan abad kedua sampai dengan ketiga hijriyah
ilmu hadits mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam bentuk yang sederhana,
belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri, masih campur
dengan ilmu – ilmu lain atau berbagai buku atau berdiri secara terpisah.
Misalnya ilmu hadis bercampur dengan ilmu ushul fiqh, seperti dalam kitab
Ar Risalah yang ditulis oleh As Syafi`i, atau campur dengan fiqih seperti
kitab Al Umm dan solusi hadis –hadis yang kontra dengan diberi nama
ilmu hadits masih terpisah – pisah belum menyatu menjadi ilmu yang berdiri
sendiri. Ia masih dalam bentuk bab-bab saja. Diantara kitab-kitab hadis pada
abad ini adalah kitab Mukhtalif Al-Hadits yaitu Ikhtilaf Al Hadist Ikhtilaf Al
Hadist karya Ali Al Madani, Ta`wil Mukhtalif Al Hadits karya Ibnu Qutaibah
(w.276 H).
seperti Imam Muslim dalam Shahih-nya dan At Tirmidzi pada akhir kitab
Jami`- nya. Diantara mereka Bukhori menulis tiga tarikh yaitu At Tarikh Al-
Tobaqot At Tabiin dan Al-Ilal . At Tirmidzi menulis Al-Asma wal Kuna dan
Banyak sekali kitab-kitab ilmu hadis yang ditulis oleh para ulama abad
ke-3 Hijriyah ini, namun buku-buku tersebut belum berdiri sendiri sebagai
ilmu hadis, ia hanya terdiri dari bab-bab saja. Ringkasnya kitab-kitab itu
asma` wal kuna wal al-alqob, ta`wil musykil al hadits, ma`rifat an nasikh wal
dan berdiri sendiri pada abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan
berikut :
a. Al-kifayah fi `ilmi ar-riwayah dan al-jami` li akhlaq ar-rawi wa adab
Shabahani
Husain Al-Iraqi
Asqalani
Baiquni, dll.4
4
Abdul Majid Khon,Ulum Hadis, (Jakarta:Amzah,2009), Hal 78-83.