Final Policy Brief-3 09.02.2021
Final Policy Brief-3 09.02.2021
Policy Brief 3
2
1
Draft 09 Februari 2021
‘paralegal’ tokoh-tokoh LIBU memperkuat sistem rujukan yang sudah ada sebelum pandemic,
dengan memanfaatkan teknologi informasi, penguatan koordinasi melalui whatsapp group, dan
mencuatkan kepemimpinan perempuan di huntara (hunian sementara), lingkungan dan
pemerintahan desa. Kehadiran relawan dan jejaring berhasil menciptakan inovasi ‘rumah aman
untuk survivors’ yang dikelola oleh komunitas, lengkap dengan skema dukungan keamanan,
perlindungan dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban.
Keterlibatan lembaga lokal. LIBU Perempuan juga melibatkan secara aktif lembaga lokal dan
tokoh adat untuk membantu pemerintah desa. Strategi penanggulangan kekerasan
menggunakan bukti nyata kekerasan akibat perkawinan anak. LIBU memberikan edukasi bahwa
hal ini bertentangan dengan nilai yang dijunjung di masyarakat, dan meminta pemerintah desa
berperan nyata dalam melaksanakan perlindungan hak korban kekerasan sesuai regulasi. Peran
aktif pemerintah desa ternyata efektif sebagai kontak penting antara komunitas dan layanan
rujukan kasus kekerasan setempat. Informasi tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak
disebarluaskan berikut alamat kontak yang bisa dihubungi. Informasi ini dituliskan dalam banner
yang ditempel di kantor desa. Dukungan masyarakat dan keluarga dapat dilihat melalui respon
individu perempuan survivor yang datang langsung ke kantor setelah mengetahui informasi dari
banner tersebut. Terbukti, strategi ini bermanfaat langsung bagi perempuan serta membuka
akses terhadap tindak lanjut layanan perlindungan terhadap kekerasan (1).
Hal serupa dilakukan Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN) di Ambon,
Maluku dalam penanganan kasus kekerasan semasa pandemi COVID-19. Terutama, kasus yang
terjadi di pulau-pulau kecil dan daerah terpencil. Menyadari kepemilikan smartphone tidak merata
dan akses internet tidak menjangkau wilayah luas, LAPPAN tetap berhasil memperluas jejaring
penanganan kasus kekerasan dengan menciptakan kolaborasi antara posko gereja dengan
aparat penegak hukum, khususnya dalam identifikasi pelaku serta membangun sistem rujukan.
Pentingnya layanan integratif dan pemulihan yang memandirikan korban. Secara simultan
LAPPAN mengidentifikasi lembaga pengada layanan aktif dan tidak aktif agar didapat skema
rujukan yang lebih efektif. LAPPAN kerjasama dengan P2TP2A untuk mengawal korban selama
penyusunan BAP di kepolisian hingga ke persidangan. Koordinasi dengan Kepolisian dalam
mendampingi keluarga terutama korban kekerasan seksual, ternyata memperkuat posisi keluarga
ketika pelaku yang biasanya orang ‘dekat’ mulai mengintimidasi korban. LAPPAN menerima
dukungan dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) dalam penguatan kapasitas layanan
pemulihan psikososial secara daring. Layanan psikososial daring ini sangatlah membantu,
terutama pada kasus kekerasan seksual anak. Advokasi pada kasus kehamilan tidak dikehendaki
diarahkan supaya anak perempuan bisa kembali sekolah setelah selesai melahirkan, dan
membangun sistem pendukung dari keluarga terdekat untuk pemulihan kesehatan reproduksi
disertai dukungan komunitas untuk tidak menyalahkan korban.
Dukungan penguatan kapasitas relawan melalui forum belajar. Kesadaran pimpinan perempuan
akan pentingnya penguatan kapasitas relawan perlu dihargai. LIBU membuka forum belajar untuk
ini. Antara bulan April hingga Oktober 2020 dilakukan 24 kali forum belajar daring, dengan
berbagai narasumber dan tema-tema baru. Namun, tantangan besar adalah pemenuhan akses
2
Draft 09 Februari 2021
telepon dan internet, terutama untuk jejaring di pulau-pulau kecil dan daerah terpencil yang sering
terkendala. Solusi kreatif misalnya menggantung handphone (HP) di pohon seperti di pulau
Seram dan menggunakan HP tersebut bersama.
LIBU Perempuan dan LAPPAN merupakan contoh ujung tombak upaya perlindungan dan
penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Situasi pandemi COVID-19 tidak
mengendurkan semangat mereka. Mereka mengubah layanan luring menjadi daring. Akses
internet yang tidak merata serta penerapan protokol kesehatan yang berdampak pada
pengurangan jumlah relawan tidak mengurangi semangat berjejaring. Namun, diperlukan
dukungan anggaran dari pemerintah, agar pengada layanan non-pemerintah seperti LIBU
Perempuan dan LAPPAN sanggup bertahan sebagai tolok ukur daya lenting perempuan dalam
meredam dampak pandemic dan beradaptasi terhadap pandemi.
3
Draft 09 Februari 2021
komunitas. Secara tidak langsung EMPU berhasil mengurai sekat dan prasangka warisan konflik,
dan gerakan ekonomi solidaritas menjadi media untuk memperkuat perdamaian.
Akuntabilitas: kunci sukses pengelolaan relawan dan bisnis berkeadilan. Transparansi model
tata kelola komunitas yang diterapkan EMPU menjadi kunci keberhasilan karena cocok untuk
menggerakkan solidaritas ekonomi dan relawan perempuan. Melalui model kerelawanan
perempuan ini, skema ekonomi solidaritas berhasil mengusung nilai-nilai baru tentang
penghargaan dan dukungan bagi kelompok terpinggirkan. Akses kepada pasar melalui akses
teknologi bisa memungkinkan mendapat nilai tambah bagi produk jamu. Peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan perempuan pelaku wirausaha merupakan keberhasilan
perempuan dalam beradaptasi dengan pandemi (1).
4
Draft 09 Februari 2021
Gus Durian menyediakan lahan dan pendampingan teknis oleh petani Kulon Progo kepada
masyarakat miskin kota dan mahasiswa terdampak COVID-19 yang dapat mengembangkan
ketahanan pangan.
Kelentingan peremuan ditandai dengan kegigihan mengatasi berbagai tantangan seperti
pendanaan, manajemen dan segregasi sosial. Bukan hal mudah, karena pandemi berbeda
dengan bencana, tidak jelas kapan pandemi akan selesai. Terkait manajemen, tantangan
sekaligus peluang yaitu pengelolaan relawan yang mayoritas anak muda. Sedangkan kepekaan
akan segregasi sosial menjadi tantangan terberat karena ditambah kendala dampak praktik
penerapan karantina wilayah yang seperti meneguhkan segregasi sosial antara warga asli dan
pendatang. Pendekatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan produk hukum dengan
sanksinya, sehingga pernah menyebabkan SPJ mengalami tindakan represif dari aparat keamanan
(April 2020) dimana kegiatan dapur umum terpaksa dibubarkan. Namun kegigihan (aspek lain
dari kelentngan perempuan) tidak menyurutkan SPJ, lewat advokasi ke pemerintah tindakan
represif berhasil diredam.
SPJ tetap konsisten dan menyelipkan agenda monitoring kasus kekerasan terhadap perempuan
di setiap dapur umum. Dengan sistematis selebaran tentang alamat lembaga pengada layanan
bagi perempuan survivors kekerasan ditempelkan saat distribusi nasi bungkus dan masker di
simpul-simpul komunitas (1). Bagi kelompok miskin kota yang sebagian merupakan penduduk
tidak tetap, hal ini membantu memperkecil jurang pemisah dengan penduduk asli dalam upaya
bertahan hidup dan beradaptasi dengan dampak pandemi.
Melalui aksi solidaritas yang dilakukan, dapur umum telah menjadi simbol penguatan politik
perempuan karena dapur sesungguhnya adalah ranah politik perempuan yang selama ini
didomestikasi dan tidak mendapatkan pengakuan. Gerakan SPJ diikuti kemunculan dapur umum
di berbagai kota menjadi dampak positif kebangkitan gerakan solidaritas berbasis masyarakat.
5
Draft 09 Februari 2021
gabungan donasi sembako, masker dan PAD, serta bantuan tempat cuci tangan untuk edukasi
dan penerapan protokol kesehatan di tempat ibadah. Komunitas Budhis melalui dewan pembina
Wandani juga aktif mensosialisasikan ‘ibadah dari rumah’ kepada jemaahnya, jaga jarak di
tempat ibadah, dan sedapatnya setiap minggu kebaktian dilakukan secara daring(1).
Survei dan FGD daring Aisyiyah serta in-depth interview terhadap 218 unsur pimpinan ‘Aisyiyah
dari tingkat ranting, cabang, daerah, wilayah dan pusat menunjukkan bahwa perempuan bukanlah
pihak yang pasif, tapi secara aktif mampu melakukan berbagai upaya kepedulian untuk
lingkungan sekitar. Hasil survei menunjukkan 87% responden perempuan telah melakukan donasi
sembako, 98% responden melakukan edukasi pencegahan COVID-19, 49% responden membantu
pemasaran daring usaha mikro dan kecil, dan 22% melakukan advokasi kebijakan, serta
pengembangan lumbung pangan (1). Perempuan bersama komunitas keagamaan mampu
menjadi agen perubahan yang mampu meredam dampak pandemi secara inklusif, tidak terbatas
hanya di komunitas masing-masing saja.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan pembelajaran berikut tentang daya lenting perempuan.
Pertama, kegigihan lembaga pengada layanan untuk bertahan dan terus melakukan perlindungan
kepada survivors selama masa pandemi. Pandemi malah mendorong LIBU Perempuan lebih
inovatif membangun sistem rujukan bersama ‘paralegal’, berkoordinasi lewat whatsapp grup, dan
mencuatkan kepemimpinan perempuan dalam menciptakan rumah aman dengan dukungan
komunitas dan pemerintah desa. Yayasan LAPPAN malah memperluas pencarian kasus
kekerasan ke daerah terpencil, serta berkolaborasi dengan gereja dan aparat penegak hukum.
Kedua, EMPU menyeimbangkan gerakan solidaritas ekonomi yang diterima pasif oleh penerima
(donasi alat dan sembako kepada populasi berdampak) dengan gerakan yang harus diterima
secara aktif oleh penerima, seperti menerima transfer keterampilan ekonomi mandiri melalui
distribusi kantong benih kepada perempuan petani garam, penyintas kekerasan/pasca bencana,
dan perempuan bakul jamu. Secara tidak langsung EMPU berhasil mengurai sekat dan prasangka
yang diwariskan dari konflik, dan menggunakan ekonomi solidaritas sebagai media untuk
memperkuat perdamaian dan nilai-nilai kemanusiaan.
Ketiga, SPJ menginisiasi bentuk daya lenting perempuan berupa respon kolektif dapur umum
yang dikelola bersama relawan. Rasa tanggung jawab diperlihatkan lewat pengelolaan logistik
yang transparan dan pengelolaan dana yang akuntabel. Dapur umum menjadi jembatan
penghubung antara produsen (petani, peternak) dan penerima bantuan pangan (lansia, PSK dan
kelompok miskin kota lainnya); serta menjadi ruang perjumpaan antar majelis taklim, PSK, warga
asli dan pendatang (liyan). Kebersamaan menjadi kekuatan bersama untuk mengatasi tantangan
pendanaan, segregasi sosial, dan pandemi tanpa ujung. Konsistensi misi diperlihatkan dengan
tetap memonitor kasus kekerasan terhadap perempuan.
Keempat, Kepekaan perempuan akan pentingnya gerakan keagamaan yang inklusif dalam
menghadapi bencana kemanusiaan diimbangi dengan konsistensi akan misi dan visi. Aisyiyah
6
Draft 09 Februari 2021
dan Muslim/Fatayat tetap melakukan monitoring ibu hamil dan kampanye KB selain memberikan
donasi langsung dan bantuan membangun kemandirian pangan melalui lumbung hidup, budidaya
ikan dan kangkung. Upaya kemanusiaan WDHI, WBI dan WKRI diarahkan ke penerapan protokol
kesehatan di tempat ibadah. Daya lenting perempuan menciptakan kesadaran melakukan aksi
kolektif yang memunculkan kekuatan - bukti bahwa warga negara perempuan mampu berperan
secara bertanggungjawab baik secara individu maupun kolektif.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
• Penguatan efektivitas lembaga pengada layanan dan kepemimpinan perempuan dalam
struktur kelembagaan di berbagai level dapat melalui pelatihan tentang program-program
yang berkontribusi terhadap kesetaraan dan keadilan gender, seperti kemampuan perempuan
untuk aktualisasi diri melalui bergabung, berpikir, belajar dan membuat keputusan bersama –
pada lembaga pengada layanan pemerintah maupun non-pemerintah;
• Peningkatan kapasitas pelatihan paralegal yang berkelanjutan, skema rujukan dengan
pemulihan psikososial, pelatihan monitoring kekerasan, dan perluasan kesempatan kerja bagi
usaha ekonomi perempuan termasuk pasar digital – dimulai dari staf lembaga pengada
layanan pemerintah dan non-pemerintah, dengan dukungan dana pemerintah;
• Promosi dan pencegahan social stigma agar perempuan tidak mudah di ‘label’, ‘stereotype’,
dan di diskriminasi di masa pandemik COVID-19;
• Penguatan dan pemerataan infrastruktur teknologi informasi (akses wi-fi) bagi perempuan,
jejaring sistem rujukan dengan skema akuntabilitas, serta sosialisasi pemantauan kekerasan
secara ‘real time’ terhadap perempuan di semua provinsi;
• Penguatan kepemimpinan perempuan yang berbasis komunitas, artinya didukung
pemerintah setempat dalam pendanaan maupun kegiatannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Komnas Perempuan. Menata Langkah dalam Ketidakpastian: Menguatkan Gerak Juang Perempuan di
Masa Pandemi COVID-19. Jakarta: Komnas Perempuan; 2020.
2. Reivich K, Shatté A. The resilience factor: 7 essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles.
Broadway books; 2002.
3. WHO. Women in the health workforce [Internet]. 7th March 2018. 2018 [cited 2020 Dec 26]. Available
from: https://www.who.int/hrh/events/2018/women-in-health-workforce/en/
4. Garikipati Supriya, Kambhampati US. Are women leaders really doing better on coronavirus? The data
backs it up [Internet]. 28 August 2020. 2020 [cited 2020 Dec 23]. Available from:
https://theconversation.com/are-women-leaders-really-doing-better-on-coronavirus-the-data-backs-it-
up-144809