Anda di halaman 1dari 112

ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA

SAMBUNGAN WEB-FLANGE GELAGAR BAJA DENGAN


CARA ANALITIS DAN PROGRAM ANSYS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian


Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

SATDES L. SINAGA
14 0404 064

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

1
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Penggunaan LRFD dengan berdasarkan metode batas limit terutama pada


sambungan baut masih memiliki beberapa kekurangan.Pada metode LRFD
sebagaimana yang diatur dalam SNI 03-1729-2015,distribusi tahanan yang diterima
baut pada saat diberikan pembebanan masih menggunakan konsep probabilitas atau
pendekatan dan dianggap sama.Kekurangan pada metode LRFD tersebut,maka
dilakuakan analisa distribusi tegangan pada sambungan baut dengan menggunakan
Program ANSYS.Dengan menggunakan Program ANSYS distribusi tegangan pada
masing-masing baut dapat terlihat secara detail.
Dengan menggunakan program ANSYS dapat diketahui deformasi yang
terjadi pada baut baik paga sumbu x,y maupun z.Deformasi baut yang terjadi
terhadap sumbu x pada simulasi program ANSYS ini adalah 0,6249 mm - 0,8343
mm. Dari hasil perhitungan dengan cara analitis dengan hasil dari program ANSYS
terlihat perbedaan antara tegangan geser yang terjadi pada masing-masng baut.
Perbandingan tegangan geser Analitis (momen terbagi di sayap dan badan) dan
ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah 0,2134-
0,7835 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik) adalah 0,4276-
1,1248. Perbandingan tegangan geser Analitis (momen sepenuhnya ditahan sayap)
dan ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah
0,3736-1,8107 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik) adalah
0,6342- 4,1532.

Kata kunci : tegangan geser, deformasi,ANSYS

i
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang
berjudul “ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN BAUT PADA SAMBUNGAN WEB-
FLANGE GELAGAR BAJA DENGAN CARA ANALITIS DAN PROGRAM
ANSYS” ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana
Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari
dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berperan
penting yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing, yang telah banyak
memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir.Andy Putra Rambe, MBA selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, M.T., Ph.D., IP-U selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.
5. Bapak Ir.Torang Sitorus, M.T selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.
6. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara yang memberikan bantuan selama ini kepada saya.

8. Kedua orang tua saya Ayahanda Maruasal Sinaga dan Ibunda Riana Sitohang yang
tak pernah berhenti memberikan doa, dukungan, motivasi, kasih saying dan
segalanya selama ini. Kakak saya, Junita Sinaga,adik saya Erwin Leo Sinaga, dan

ii
Universitas Sumatera Utara
Ferdinan Saperi Sinaga, serta seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung
dan membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

9. Kepada pariban saya Eva Catryn Sitohang, S.Pd yang selalu memeberi motivasi
untuk mengerjakan Tugas Akhir ini.
10. Kepada teman-teman “FEM TEAM”(Ignatio Manalu,Ruben Situmorang,Handi
Utama Thomas)yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian Tugas
Akhir ini
11. Kepada teman-teman angkatan 2014(Ruben,Tonny,Roimer,Banri,Linus,Yusuf,Erik)
dan seluruhnya yang tidak bisa saya sebutkan atas dukungannya.
12. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dari segi apapun,
sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu
Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga laporan
Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2018

Penulis

Satdes L. Sinaga
14 0404 064

iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix
DAFTAR NOTASI..................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah.............................................................................. 3
1.3 Tujuan................................................................................................... 3
1.4 Pembatasan Masalah ............................................................................ 4
1.5 Manfaat Peneltian ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perencanaan Balok Lentur ........................................................................ 5
2.1.1 Teori Balok Umum..................................................................... 5
2.1.2 Pengaruh Kelangsingan Elemen................................................. 5
2.1.3 Perancangan Komponen Lentur ................................................. 8
2.1.4 Perancangan Kuat Geser Nominal ........................................... 10
2.2 Sambungan ............................................................................................... 12
2.2.1 Sambungan Pada Konstruksi Baja ............................................. 12
2.2.2 Alat Sambung Baut Konstruksi Baja (Baut) .............................. 14
2.2.3 Kekuatan Baut .......................................................... 15
2.2.4 Kriteria Perencanaan .......................................................... 19
2.2.4.1 Ukuran dan Penggunaan Lubang..................................... 19
2.2.4.2 Spasi minimum ................................................................ 20
2.2.4.3 Jarak Jarak Tepi Minimum .............................................. 20
2.2.5 Grup Baut Beban Eksentris ........................................................ 21
2.3 Sambungan Pada Gelagar ......................................................................... 23

iv
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Sambungan Gelagar Web-Flnge ................................................ 25
2.3.2 Macam – macam sambungan gelagar ........................................ 26
2.3.2.1 Sambungan Sekuat Profil ................................................ 26
2.3.2.2 Sambungan Sekuat Gaya yang Bekerja .......................... 27
2.3.3 Merencanakan Pelat Penyambung dan Jumlah Baut.................. 27
2.3.3.1 Pelat penyambung flens ................................................... 27
2.3.3.2 Pelat penyambung badan ................................................. 28
2.4 Program ANSYS ....................................................................................... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Umum ..................................................................................................... 33
3.2. Study Literatur ........................................................................................ 34
3.3. Kontrol Sambungan dengan Cara Analitis ............................................. 34
3.3.1 Kontrol Kekuatan Balok ........................................................... 34
3.3.2 Kekuatan Baut .......................................................................... 35
3.3.2.1 Kekuatan Geser dari Baut ......................................... 36
` 3.3.2.2 Kekuatan Tarik dari Baut ......................................... 36
3.3.2.3 Kekuatan Tumpuan Pada Lubang-Lubang Baut ........ 36
3.4. Perencanaan Sambungan Web-Flange Gelagar ...................................... 37
3.4.1. Sambungan Sayap (Flange) ........................................................ 37
3.4.2. Sambungan Badan (Web) ........................................................... 38
3.5. Analisa Sambungan Baut dengan Program ANSYS .............................. 38
3.5.1. Preprocessing ( Pendefinisian Masalah ) ................................... 39
3.5.2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving ............... 43
Post Processing Processing and Viewing
3.5.3. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving ............... 44
Post Processing Processing and Viewing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Kontrol Dimensi Balok .......................................................................... 46
4.2. Kontrol Desain Sambungan (Momen Terbagi di Sayap dan Badan) ..... 49

v
Universitas Sumatera Utara
4.2.1. Kontrol Sambungan Sayap ......................................................... 51
4.2.2. Kontrol Sambungan Badan......................................................... 55

4.3. Kontrol Desain Sambungan ( Momen sepenuhnya ditahan Sayap)........59


4.3.1. Kontrol Sambungan Sayap ......................................................... 61
4.3.2. Kontrol Sambungan Badan......................................................... 64
4.4. Analisis dengan Program ANSYS ......................................................... 70
4.5. Rekapitulasi Hasil Simulasi Program ANSYS.................................. .....78
4.5.1. Deformasi Baut Sumbu x ........................................................... 78
4.5.2. Kontrol Sambungan Badan......................................................... 82
4.6. Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan
manual dan Program ANSYS (Momen Terbagi Di Sayap dan Badan) . 74
4.7. Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan
manual dan Program ANSYS (Momen Sepenuhnya Ditahan Sayap)....88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan............................................................................................. 89
5.2. Saran ....................................................................................................... 90

DAFTAR PUSTAKA

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi elemen tekan komponen struktur menahan lentur .....................6
Tabel 2.2 Kekuatan nominal pengencang dan bagian berulir .....................................18
Tabel 2.3 Dimensi lubang nominal .............................................................................20
Tabel 2.4 Jarak tepi minimum dari pusat lubang standar ke tepi ................................21
Tabel 2.5 Nilai dari penambahan jarak tepi C2 ..........................................................21
Tabel 4.1 Gaya-gaya pada masing-masing baut .........................................................57
Tabel 4.2 Resultan gaya pada baut badan ...................................................................58
Tabel 4.3 Gaya-gaya pada masing-masing baut .........................................................67
Tabel 4.4 Resultan gaya pada baut badan ...................................................................67
Tabel 4.5 Tegangan baut sayap ..................................................................................69
Tabel 4.6 Tegangan baut badan .................................................................................69
Tabel 4.7 Tegangan baut sayap ..................................................................................69
Tabel 4.8 Tegangan baut sayap ..................................................................................70
Tabel 4.9 Kontak antar elemen ...................................................................................75
Tabel 4.10 Defomasi baut sayap atas profil kiri .........................................................78
Tabel 4.11 Deformasi baut sayap atas profil kanan ....................................................78
Tabel 4.12 Deformasi baut badan profil kiri ...............................................................79
Tabel 4.13 Deformasi baut badan profil kanan ...........................................................80
Tabel 4.14 Deformasi baut sayap bawah profil kiri ....................................................80
Tabel 4.15 Deformasi baut sayap bawah profil kanan ................................................81
Tabel 4.16 Tegangan geser baut sayap atas profil kiri................................................82
Tabel 4.17 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan ......................................82
Tabel 4.18 Tegangan geser baut badan profil kiri ......................................................82
Tabel 4.19 Tegangan geser baut badan profil kanan ..................................................83
Tabel 4.20 Tegangan geser baut sayap bawah profil kiri ...........................................83
Tabel 4.21 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan .......................................83
Tabel 4.22 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ...................................84
Tabel 4.23 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ...............................84
Tabel 4.24 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri ..........................................85
Tabel 4.25 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan ......................................86

vii
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.26 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ...............................86
Tabel 4.27 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ...........................87
Tabel 4.28 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ...................................88
Tabel 4.29 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ...............................88
Tabel 4.30 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri ..........................................89
Tabel 4.31 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan ......................................90
Tabel 4.32 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ...............................90
Tabel 4.33 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ...........................91

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perilaku penampang ....................................................................................7


Gambar 2.2 Balok terkekang secara lateral ....................................................................8
Gambar 2.3 Alat sambung baut .............................................................................9
Gambar 2.4 Baut yang mengalami geser tunggal ........................................................ 16
Gambar 2.5 Baut yang mengalami geser rangkap ....................................................... 16
Gambar 2.6 Baut dalam keadaan tertarik ..................................................................... 17
Gambar 2.7 Kegagalan tumpu ..................................................................................... 18
Gambar 2.8 Eksentrisitas baut ..................................................................................... 22
Gambar 2.9 Sambungan Web-Flange .......................................................................... 25
Gambar 2.10 Penampang profil IWF ........................................................................... 26
Gambar 2.11 Momen pada bagian sayap ..................................................................... 27
Gambar 2.12 Pelat penyambung badan........................................................................ 28
Gambar 2.13 Momen pada pelat penyambung badan .................................................. 29
Gambar 2.14 Eksentrisitas sambungan ........................................................................ 29
Gambar 2.15 ANSYS................................................................................................... 30
Gambar 3.1 Sambungan web-flange balok .................................................................. 39
Gambar 3.2 Metode analisis Static Structural ............................................................ 40
Gambar 3.3 Tampilan tools Engineering Data ............................................................ 41
Gambar 3.4 Pemodelan sambungan pada ANSYS V14.5 .......................................... 41
Gambar 3.5 Contact Element ....................................................................................... 42
Gambar 3.6 Meshing pada pemodelan sambungan baut.............................................. 43
Gambar 3.7 Pemberian perletakan dan beban pada sambungan .................................. 44
Gambar 3.8 Tegangan yang terjadi pada baut.............................................................. 45
Gambar 3.9 Deformasi yang terjadi pada baut ............................................................ 45
Gambar 4.1 Perletakan dan Pembebanan Balok .......................................................... 46
Gambar 4.2 Profil IWF ................................................................................................ 47
Gambar 4. 3 Perletakan dan pembebanan sambungan................................................. 49
Gambar 4.4 Jarak antarbaut pelat penyambung sayap ................................................. 51
Gambar 4.5 Jarak lc pada pelat penyambung sayap ..................................................... 52
Gambar 4.6 Reaksi sayap akibat diberikan beban ....................................................... 53

ix
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. 7 Tampak atas luas pelat penyambung sayap ............................................ 54
Gambar 4.8 Jarak antarbaut pelat penyambung badan ................................................ 55
Gambar 4.9 Jarak lc pada pelat penyambung badan..................................................... 56
Gambar 4.10 Reaksi badan akibat diberikan beban ..................................................... 56
Gambar 4.11 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut.................................... 57
Gambar 4.12 Tampak depan pelat penyambung badan ............................................... 58
Gambar 4.13 Perletakan dan pembebanan sambungan................................................ 59
Gambar 4.14 Detail jarak antarbaut pelat penyambung sayap .................................... 61
Gambar 4.15 Jarak lc antabaut pelat penyambung sayap ............................................. 62
Gambar 4.16 Reaksi sayap akibat diberikan beban ..................................................... 62
Gambar 4.17 Tampak atas pelat penyambung sayap ................................................... 63
Gambar 4.18 Detail jarak antar baut pelat penyambung badan ................................... 64
Gambar 4.19 Jarak lc antarbaut pelat penyabung badan ............................................... 65
Gambar 4.20 Reaksi badan akibat diberi beban........................................................... 66
Gambar 4.21 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut.................................... 66
Gambar 4.22 Tampak depan pelat penyambung badan ............................................... 68
Gambar 4.23 Sambungan web-flange gelagar pada Autocad ...................................... 71
Gambar 4.24 Penomoran Baut (a) sayap atas (b) badan (c) sayap bawah ................... 71
Gambar 4. 25 Engineering Data (a) profil (b) pelat penyambung (c) baut .................. 73
Gambar 4.26 Pemodelan Sambungan pada program ANSYS V14.5 ......................... 73
Gambar 4.27 Assigment Material ................................................................................ 74
Gambar 4.28 Contact Element ..................................................................................... 74
Gambar 4.29 Menentukan perletakan dan beban ......................................................... 76
Gambar 4. 30 (a) tegangan baut (b) deformasi baut .................................................... 77
Gambar 4.31 Grafik deformasi baut sayap atas profil kiri ........................................... 78
Gambar 4.32 Grafik deformasi baut sayap atas profil kanan ....................................... 79
Gambar 4.33 Grafik deformasi baut badan profil kiri ................................................. 79
Gambar 4.34 Grafik deformasi baut badan profil kanan ............................................. 80
Gambar 4.35 Grafik deformasi baut sayap bawah profil kiri ...................................... 81
Gambar 4.36 Grafik deformasi sbaut sayap bawah profil kanan ................................. 81

Gambar 4.37 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ..................... 84
Gambar 4.38 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ................. 85

x
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.39 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri ............................ 85
Gambar 4.40 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan ........................ 86
Gambar 4.41 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ................. 87
Gambar 4.42 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ............. 87
Gambar 4.43 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri ..................... 88
Gambar 4.44 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan ................. 89
Gambar 4.45 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri ............................ 89
Gambar 4.46 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan ........................ 90
Gambar 4.47 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri ................. 91
Gambar 4.48 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan ............. 91

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR NOTASI

Rn : kekuatan nominal baut


Ru :kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
ϕ :faktor ketahanan reduksi baut
Mu :kekuatan lentur perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
Mn :kekuatan lentur nominal
ϕb :faktor reduksi momen lentur
Cb :faktor modifikasi tekuk torsi-lateral
MA :nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen tanpa dibreising
MB :nilai mutlak momen pada sumbu segmen tanpa dibreising
MC :nilai mutlak momen pada titik tiga-perempat segmen tanpa dibeising,
𝑀𝑝 : momen lentur plastis
𝐹𝑦 :tegangan leleh bahan
𝑍𝑋 :modulus penampang plastis
𝐿𝑏 :panjang antara titik,baik yang dibreising melawan perpindahan lateral
sayap tekan atau dibreising melawan puntir penampang melintang
𝐿𝑝 :panjang komponen struktur utama
𝐿𝑟 :pembatasan panjang tidak dibresing
𝐹𝑐𝑟 :tegangan kritis
𝑀𝑐𝑟 :momen kritis
E :modulus elastisitas baja
J :konstanta torsi
𝑆𝑋 :modulus penampang elastis di sumbu x
𝑆𝑦 :modulus penampang elastis di sumbu y
ℎ𝑜 :jarak antara titik berat sayap
Cw : konstanta pembengkokan
Vu :kekuatan geser perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
Vn :kekuatan geser nominal
ϕv :faktor ketahanan kuat geser
𝐹𝑛𝑣 :tegangan geser baut
:𝐴𝑏 :luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

xii
Universitas Sumatera Utara
𝐹𝑛𝑡 :tegangan Tarik baut
𝑑𝑏 :diameter baut pada daerah tak berulir
tp : tebal pelat penyambung
Fu :tegangan tarik putus bahan
d : jarak dari pusat berat grup baut ke baut yang ditinjau
J : momen inersia polar grup-baut terhadap pusat berat
P :beban konsentrisitas
n :jumlah baut
𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 :momen di sayap
𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 :momen total di profil
𝑀𝑤𝑒𝑏 :momen di badan
𝐼𝑤𝑒𝑏 :inersia di badan
𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 :inersia profil
𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 :inersia di sayap
h :tinggi profil
ℎ′ :jarak antar titik berat pelat penyambung sayap
𝑡𝑤 :tebal badan
𝑡𝑓 :tebal sayap
𝑇𝑢 :gaya koppel
𝐴𝑛 :Luas penampang netto pelat penyambung flens
h1 :tinggi pelat penyambung badan
𝑒 :eksentrisitas
𝐷 :gaya lintang
∆𝑀 :momen akibat eksentrisitas
𝑅𝑢𝑥𝑖 :Gaya arah x
𝑅𝑢𝑦𝑖 :Gaya arah y
𝑅𝑢𝑖 :Resultan gaya
𝑅𝐵 :reaksi di titik B
𝑅𝐴 :reaksi di titik A
Mmaks :nilai mutlak momen maksimum dalam segmen tanpa dibreising
Mc : momen di titik C
Iy :inersia sumbu y
𝑡𝑝𝑤 :tebal pelat badan
xiii
Universitas Sumatera Utara
𝑡𝑝𝑓 :tebal pelat sayap
qu :berat sendiri profil
b :lebar profil
r1 :jari-jari girasi profil
A :luas penampang profil
Ix :inersia sumbu x profil
Iy :inersia sumbu y profil
rx :jari-jari sumbu x profil
ry :jari-jari sumbu y profil

xiv
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung
membentuk satu kesatuan dengan menggunakan berbagai macam teknik
penyambungan. Sambungan pada suatu konstruksi berfungsi untuk memindahkan
gaya-gaya yang bekerja pada titik penyambungan ke elemen-elemen struktur yang
disambung. Adapun gaya-gaya yang bekerja pada sambungan antara lain gaya
normal, gaya geser, momen, dan torsi (Charles G. Salmon & John E. Johnson,
1997).
Pada konstruksi baja, penyambungan terjadi karena profil yang digunakan
memiliki panjang batang yang kurang dari perencanaan, serta terjadinya pertemuan
antara suatu batang dengan batang yang lain pada satu titik buhul, yang kemudian
penyambungannya dibantu dengan menggunakan pelat buhul.
Sambungan-sambungan tersebut direncanakan harus dapat menahan gaya-
gaya yang akan bekerja padanya akibat adanya beban luar maupun berat sendirinya.
Syarat-syarat perencanaan lainnya yang berlaku pada sambungan diantaranya :
kekakuan, kekuatan, keindahan, ekonomis, dan praktis.
Dalam perencanaan sambungan, pemilihan alat sambung yang akan
digunakan mempengaruhi kekuatan sambungan nantinya. Setiap sambungan
memiliki kondisi kekakuan yang berbeda-beda sesuai jenis dan fungsinya.
Kekakuan tersebut mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi gaya-gaya
dalam dan deformasi yang terjadi pada sambungan tersebut.
Salah satu komponen struktur baja yang disambung adalah gelagar atau
balok.Sambungan pada gelagar/balok umumnya diklasifikasikan sebagai
sambungan di lapangan.Dilakukan penyambungan gelagar di lapangan untuk
mengatasi keterbatasan panjang komponen struktural sebagai akibat fasilitas
pabrikasi atau transportasi.Peralatan yang tersedia di lapangan juga dapat
membatasi ukuran maksimum atau berat komponen struktural.

1
Universitas Sumatera Utara
Alat pengencang yang lazim digunakan saat ini adalah baut.Komponen
sambungan baut dalam konstruksi struktur baja merupakan komponen yang paling
berbahaya.Kegagalan struktur paling banyak disebabkan oleh desain sambungan
baut yang buruk dan kurang layak,serta besarnya ketidakcocokan anatara perilaku
yang dianalisis dan perilaku aktual yang terjadi pada sambungan baut
tersebut.Sehingga perlu dilakukan kajian perencanaan dari elemen sambungan baut
yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan sambungan yang
aman,hemat bahan(ekonomis) dan praktis dalam pemasangannya.
Penggunaan LRFD dengan berdasarkan metode batas limit terutama pada
sambungan baut masih memiliki beberapa kekurangan.Pada metode LRFD
sebagaimana yang diatur dalam SNI 1729-2015,distribusi tahanan yang diterima
baut pada saat diberikan pembebanan masih menggunakan konsep probabilitas atau
pendekatan dan dianggap sama. Melihat kekurangan pada metode LRFD tersebut ,
penulis akan melakukan analisa distribusi tegangan pada sambungan baut dengan
menggunakan Program ANSYS.Diharapkan dengan menggunakan Program
ANSYS ini distribusi tegangan pada masing-masing baut dapat terlihat secara
detail.
Simulasi perhitungan struktur dengan meenggunakan Program ANSYS
merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk menggantikan eksperimen di
laboratorium.Hal ini dapat mengurangi masalah waktu dan biaya.Waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan simulasi dengan Program ANSYS ini cukup singkat
dibandingkan dengan eksperimen di laboratorium.Demikian juga biaya,untuk
menjalankan Program ANSYS ini hanya perlu latihan dan ketelitian agar hasil yang
diperoleh lebih akurat dan aman untuk struktur.
Dalam analisa ini akan dibahas tegangan yang terjadi pada sambungan web-
flange pada sebuah gelagar dengan metode analitis (LRFD) dan dengan
menggunakan Program ANSYS.Maka dari hasil analisa akan diperoleh tahanan
atau kekuatan yang terjadi pada baut dengan metode analitis dan tegangan yang
terjadi pada baut menggunakan Program ANSYS sesuai dengan judul Tugas Akhir
ini“.Analisa Tahanan Baut Pada Sambungan Web-Flange Pada Gelagar Baja
dengan Metode Analitis dan Program ANSYS”.

2
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengidentifikasi masalah yang akan
dibahas yaitu:
1. Berapa besarnya tahanan (kekuatan) nominal baut yang terima pada
sambungan baut metode Analitis (LRFD).
2. Berapa besarnya deformasi yang terjadi pada baut dengan menggunakan
Program ANSYS.
3. Berapa besarnya tegangan baut pada sambungan baut dengan
menggunakan Program ANSYS.
4. Membandingkan tegangan yang terjadi pada baut anatara perhitungan
dengan metode analitis (LRFD) dan Program ANSYS.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui perilaku sistem
sambungan web-flange gelagar baja dengan perhitungan analitis dan program
ANSYS yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mendesain suatu sistem
sambungan yang menghasilkan kinerja yang lebih baik .
Perilaku yang diamati adalah :
1. Besarnya tahanan (kekuatan) nominal yang diterima baut dengan metode
analitis (LRFD).
2. Mengetahui deformasi yang terjadi pada baut dengan menggunakan
Program ANSYS.
3. Besarnya tegangan baut pada sambungan baut dengan menggunakan
Program ANSYS.
4. Membandingkan tegangan yang terjadi pada baut anatara perhitungan
dengan cara analitis (LRFD) dan Program ANSYS.

3
Universitas Sumatera Utara
1.4 Pembatasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah adalah :
1. Struktur yang ditinjau adalah sambungan baut pada sambungan gelagar
baja yang diberikan gaya terpusat vertical.
2. Pemodelan dibuat dengan perletakan sendi-rol.
3. Dimensi balok yang disambung adalah 4 m.
4. Balok yang disambung profil IWF.
5. Sambungan menggunakan baut mutu tinggi.
6. Baut diasumsikan tidak mengalami gaya pratarik.
7. Jenis material adalah homogen elastic, linear, dan isotropis pada setiap
dan segala arah mempunyai modulus elastic yang sama.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Memberikan informasi bahwa pemodelan struktur dengan program
ANSYS dapat menjadi alternative penelitian yang mengurangi waktu dan
biaya selain penelitian eksperimental di laboratorium.
2. Memberikan informasi bahwa FEM yang disimulasikan dengan baik dapat
memprediksi perilaku yang sebenarnya (aktual) pada sambungan.

4
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Balok Lentur


2.1.1 Teori Balok Umum
Balok adalah komponen struktur yang memikul beban-beban akibat gravitasi,
seperti beban mati dan beban hidup. Komponen struktur balok merupakan kombinasi
dari elemen tekan dan elemen tarik. Suatu komponen struktur harus mampu memikul
beban aksial (tarik/tekan) serta momen lentur. Apabila besarnya gaya aksial yang
bekerja cukup kecil dibandingkan momen lentur yang bekerja, maka efek dari gaya
aksial tersebut dapat diabaikan dan komponen struktur tersebut dapat didesain sebagai
komponen balok lentur. Namun apabila komponen struktur memikul gaya aksial dan
momen lentur yang tidak dapat diabaikan salah satunya, maka komponen struktur
tersebut dinamakan balok-kolom (beam-column) (Agus Setiawan, 2008).
Balok ataupun batang lentur adalah salah satu diantara elemen-elemen struktur
yang paling banyak dijumpai pada setiap struktur. Balok adalah elemen struktur yang
memikul beban yang bekerja tegak lurus dengan sumbu longitudinalnya. Hal ini
menyebabkan balok itu melentur.Apabila memvisualisasikan balok (juga elemen
struktur lain) untuk melakukan analisis atau desain, akan lebih mudah bila memandang
elemen struktur tersebut dalam bentuk idealisasi. Bentuk ideal itu harus dapat
mempresentasikan sedekat mungkin dengan elemen struktur aktualnya, tetapi bentuk
ideal juga harus dapat memberikan keuntungan secara matematis.

2.1.2 Pengaruh Kelangsingan Elemen


Umum diketahui bahwa penampang balok baja terdiri dari profil terbuka dan
elemennya relatif tipis. Kelangsingan dapat diukur dari rasio lebar-tebal. Jika terjadi
tegangan tekan,elemen beresiko mengalami keruntuhan tekuk lokal (local buckling).
Sisi lainnya,analisa struktur untuk mencari gaya internal struktur,umumnya
hanya memakai pemodelan elemen garis,sehingga kelangsingan elemen profil tidak

5
Universitas Sumatera Utara
terdeteksi.Tekuk lokal tentu tidak bisa diabaikan.Keberadaannya mengurangi kinerja
struktur,bahkan bisa memicu kerusaknan yang lebih besar.
Klasifikasi profil adalah tahapan awal proses perencanaan struktur baja. Cara
tersebut dipakai untuk antisipasi terhadap bahaya tekuk local (local Buckling) dari
elemen penyusun profil.Cara ini adalah langkah sederhana yang efektif, dimana rasio
lebar tehadap tebal (b/t) menunjukkan kelangsingan elemen pelat sayap dan badan
(web),yang kemudian akan dievaluasi berdasrkan kondisi kekangannya (restraint).
Elemen – elemen penyusun profil diklasifikasikan sebagai:
1. Kompak
2. Non-kompak
3. Langsing
Tabel 2.1 Klasifikasi elemen tekan komponen struktur menahan lentur
Rasio Batasan
Deskripsi
Ketebalan Rasio Tebal-Lebar
Kasus Contoh
terhadap λp Λr
Elemen
Lebar (kompak) (nonkompak)
Sayap dari
profil I
10 b/t 𝐸 𝐸
canai panas 0,38√ 1,0√
𝐹𝑦 𝐹𝑦
kanal,dan T
badan dari
profil I
𝐸 𝐸
15 Simetris b/tw 3,76√ 5,70√
𝐹𝑦 𝐹𝑦
ganda dan
kanal
Sumber : SNI 1729-2015
Profil kompak merupakan konfigurasi geometri penampang yang paling
efisien dalam memanfaatkan material. Itu alasan mengapa hampir sebagian besar
profil WF hot-rolled buatan pabrik,masuk pada kategori profil kompak. Karena
kemampuan profil mencapai momen plastis, perilaku keruntuhannya bersifat daktail,
sehingga menjadi syarat penting bangunan tahan gempa. Meskipunbegitu,untuk
penampang balok kompak yang khusus digunakan sebagai sistem rangka daktail

6
Universitas Sumatera Utara
(penampang plastis), maka kriterianya lebih ketat termasuk juga jarak pertambatan
lateralnya (AISC 2010a).
Penampang non-kompak mempunyai efisiensi satu tingkat lebih kecil
dibandingka penampampang kompak dan ketika dibebani serat tepi terluarnya dapat
mencapai tegangan leleh,meskipun demikian sebelum penampang plastis penuh
terbentuk,profil akan mengalami tekuk lokal terlebih dahulu. Oleh karena itu,
kapasitas momen yang dapat diandalkan pada penampang ini adalah My < Mp
Penampang langsing adalah konfigurasi profil yang tidak efisien ditinjau dari
segi pemakaian material. Apalagi jika yang dipakai adalah bahan baja bermutu tinggi.
Jadi saat dibebani sebelum tegangan mencapai kondisi lelehtelah terjadi tekuk lokal
terlebih dahulu. Oleh karena keruntuhannya ditentukn oleh tekuk yang sifatnya tidak
daktail ,maka penampang langsing tidak disarankan untuk digunakan sebagai elemen
struktur utama,apalagi untuk banguna tahan gempa. Kapasitas momen balok M < Mp.
Jadi klasifikasi penampang balok diperlukan untuk membedakan perilakunya
dalam memiku momen sampai kondisi inelastisnya. Hal ini dapat dilihat dari kurva

𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥
𝐿𝑏 − 𝐿𝑝
𝑀𝑝 𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,7𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) ( )] ≤ 𝑀𝑝
𝐿𝑟 − 𝐿𝑝

𝑀𝑟 𝜋 𝜋𝐸 2
𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏 √𝐸𝐼𝑦 𝐺𝐽 + ( ) 𝐼𝑦 𝐶𝑤
𝐿𝑏 𝐿𝑏

𝐿𝑝
𝐿𝑟
plastis inelastis elastis

Gambar 2.1 Perilaku penampang

7
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Perancangan Kekuatan Lentur
Asumsi pada komponen lentur titik-titik support dari balok terkekang secara lateral
(tidak bisa mengalami perpindahan pada arah lateral dan tidak bisa mengalami torsi)
seperti pada Gambar 2.2.
𝑃𝑢

Terkekang secara lateral

Gambar 2.2 Balok terkekang secara lateral

Kekuatan lentur desain secara umum dapat dinyatakan dengan persamaan:


𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑏 𝑀𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.2)
dimana
Mu : kuat lentur perlu atau momen maksimum hasil kombinasi beban
ϕb : faktor ketahanan lentur, sebesar 0,9
Mn : kuat lentur nominal balok ditinjau terhadap berbagai kondisi batas.

Untuk komponen struktur simetris tunggal dalam lengkungan tunggal dan


semua komponen struktur simetris ganda :
12,5𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐶𝑏 = … … … … … … … … … … … … … . (2.3)
2,5𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 + 3𝑀𝐴 + 4𝑀𝐵 + 3𝑀𝑐
Keterangan :

Cb :faktor modifikasi tekuk torsi-lateral untuk diagram momen nonmerata bila


kedua ujung segmen yang dibresing ditentukan sebagai berikut.
Mmaks :nilai mutlak momen maksimum dalam segmen tanpa dibreising,
kip-in. (N-mm)
MA :nilai mutlak momen pada titik seperempat dari segmen tanpa dibreising,
kip-in. (N-mm)
MB :nilai mutlak momen pada sumbu segmen tanpa dibreising,kip-in. (N-mm)
MC :nilai mutlak momen pada titik tiga-perempat segmen tanpa dibeising,
kip-in (N-mm).

8
Universitas Sumatera Utara
Untuk kantilever atau overhangs dimana ujung bebas yang tanpa dibreising, Cb=1,
2.1.4 Komponen Struktur Profil I Kompak Simetris Ganda dan Kanal
Melengkung di Sumbu Mayor
a. Pelelehan
Kuat batas leleh

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥 ........................................................... (2.4)
Keterangan
𝐹𝑦 :tegangan leleh minimum yang diisyaratkan dari tipe baja
yang digunakan (MPa)
𝑍𝑋 :modulus penampang plastis (𝑚𝑚3 )

b. Tekuk Torsi-Lateral
a. Bila 𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑝 ,keadaan batas dari tekuk torsi-lateral tidak boleh digunakan
b. Bila 𝐿𝑝 < 𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑟

𝐿 −𝐿𝑝
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0,7𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) (𝐿𝑏−𝐿 )] ≤ 𝑀𝑝 ..................(2.5)
𝑟 𝑝

c. 𝐿𝑏 > 𝐿𝑟
𝑀𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 𝑆𝑋 ≤ 𝑀𝑝 ................................................................(2.6)
Keterangan :
𝐿𝑏 : panjang antara titik,baik yang dibreising melawan
perpindahan lateral sayap tekan atau dibreising melawan puntir
penampang melintang (mm)
𝐶𝑏 𝜋 2 𝐸 𝐽𝑐 𝐿𝑏 2
𝐹𝑐𝑟 = √1 + 0,078 ( ) … … … … … … … … … … . . (2.7)
𝐿 2 𝑆𝑥 ℎ0 𝑟𝑡𝑠
(𝑟 𝑏 )
𝑡𝑠
Keterangan :
E : modulus elastisitas baja (200 000 MPa)
J : konstanta torsi (𝑚𝑚4 )
𝑆𝑋 : modulus penampang elastis di sumbu x
ℎ𝑜 : jarak antara titik berat sayap (mm)
Persamaan Spesifikasi DFBK AISC
𝜋 𝜋𝐸 2
𝑀𝑐𝑟 = 𝐶𝑏 √𝐸𝐼𝑦 𝐺𝐽 + ( ) 𝐼𝑦 𝐶𝑤 … … … … … … … … … . (2.8)
𝐿𝑏 𝐿𝑏
Pembatasan Lp dan Lr ditentukan sebagai berikut :
𝐸
𝐿𝑝 = 1,76𝑟𝑦 √ … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.9)
𝐹𝑦

9
Universitas Sumatera Utara
𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 2 0,7𝐹𝑦 2
𝐿𝑟 = 1,95𝑟𝑡𝑠 √ √( ) + 6,67 ( ) … … … … … … . (2.10)
0,7𝐹𝑦 𝑆𝑥 ℎ𝑜 𝑆𝑥 ℎ𝑜 𝐸

Dimana
√𝐼𝑦 𝐶𝑊
𝑟𝑡𝑠2 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.11)
𝑆𝑥
Dan koefisien ditentukan sebagai berikut
a) Untuk profil I simetris ganda : c = 1
b) Untuk kanal :

ℎ0 𝐼𝑦
𝑐= √ … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.12)
2 𝐶𝑤
c) Untuk profil I simetris ganda dengan sayap pesegi ,
𝐼𝑦 ℎ02
𝐶𝑤 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.13)
4

Dan persamaan 2.12 menjadi


𝐼𝑦 ℎ0
𝑟𝑡𝑠2 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.14)
2𝑆𝑥
rts boleh diperkirakan secara teliti dan konservatif sebagai radius girasi dari sayap
tekan ditambah seperenam dari badan:

𝑏𝑓
𝑟𝑡𝑠 = … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.15)
1ℎ𝑡
√12 (1 + 6𝑏 𝑡𝑤 )
𝑓 𝑓

2.1.5 Perancangan Kuat Geser Nominal


Elemen penampang balok,seperti pelat sayap dan badan,didesain terhadap
momen lentur seuai ketentuan SNI 1729-2015 pasal F.Pelat sayap pengaruhnya
signifikan terhadap kapasitas lenturnya. Dari kedua elemen sayapnya saja dapat
dihasilkan kopel gaya yang besardan mengantisipasi momen luar yang terjadi.Adapun
fungsi terbesar pelat badan adalah memikul gaya geser.Setelah kapasitas momen lentur
memenuhi ketentuan,maka pelat badan harus dievaluasi juga memenuhi ketentuan SNI
1729-2015 Pasal G.
Secara umum kuat geser rencana memenuhi persyaratan jika :
𝑉𝑢 ≤ 𝜙𝑣 𝑉𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.16)

10
Universitas Sumatera Utara
Dimana
Vu :Gaya geser batas,atau gaya geser terfaktor maksimum dari berbagai
kombinasi sesuai peraturan beban
∅𝑉𝑛 :Faktor ketahahan geser = 0,9
Vn :Kuat geser nominal balok

Kuat Geser – Normal


Kuat geser nominal, Vn pelat badan dari profil simetris tunggal atau ganda, atau profil
UNP, yang direncanakan tanpa memanfaatkan kekuatan pasca tekuk, ditentukan dari
kondisi batas akibat leleh dan tekuk akibat geser sebagai berikut :
𝑉𝑛 = 0,6𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣
Dimana, Aw = d tw adalah luas total pelat badan. Adapun koefisien geser pelat
badan, Cv pada dasarnya adalah faktor reduksi untuk mengantisipasi terjadinya tekuk
di pelat badan:
a. Pelat badan profil I-canai panas dengan h/tw ≤ 2,24 (E/Fy) maka ϕv = 1,0 dan
Cv = 1,0
b. Profil yang tidak memenuhi persyaratan di atas,tapi simetri ganda atau tunggal
maka Cv ditentukan dari kelangsingan pelat badan atau rasio h/tw dalam 3
kategori.
1⁄
𝑘 𝐸 2
i. Bila ℎ⁄𝑡 ≤ 1,10 ( 𝑣 ⁄𝐹 )
𝑤 𝑦

Cv = 1,0
1⁄ 1⁄
𝑘 𝐸 2 𝑘 𝐸 2
ii. Bila 1,10 ( 𝑣 ⁄𝐹 ) < ℎ⁄𝑡 ≤ 1,37 ( 𝑣 ⁄𝐹 )
𝑦 𝑤 𝑦
1⁄
𝑘 𝐸 2
( 𝑣 ⁄𝐹 )
𝑦
𝐶𝑣 =
ℎ⁄
𝑡𝑤
1⁄
𝑘 𝐸 2
iii. Bila ℎ⁄𝑡 ≥ 1,37 ( 𝑣 ⁄𝐹 )
𝑤 𝑦

1,51 𝑘𝑣 𝐸
𝐶𝑣 = 2
(ℎ⁄𝑡 ) 𝐹𝑦
𝑤

11
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
Aw : luas dari badan
h : jarak bersih antara sayap
tw : ketebalan badan

Koefisien tekuk geser pelat badan, kv ditentukan sebagai berikut:


i. Untuk badan tanpa pengaku transversal dangan h/tw <260
kv = 5 kecuali untuk badan profil T kv = 1,2
ii. Untuk badan dengan pengaku transversal :
5
𝑘𝑣 = 5 + 2
(𝑎⁄ℎ)

Keterangan :
a : jarak bersih antara pengaku transversal

2.2 Sambungan
2.2.1 Sambungan Pada Konstruksi Baja
Setiap struktur baja merupakan gabungan dari batang-batang yang
dihubungkan dengan sambungan. Penyambungan struktur baja dapat dilakukan
dengan alat penyambung, antara lain dengan paku keling, dengan baut atau dengan
las (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1991)..
Sambungan adalah hasil dari penyatuan beberapa bagian / konstruksi dengan
menggunakan suatu cara tertentu.Setiap struktur baja merupakan gabungan dari
batang-batang yang dihubungkan dengan sambungan. Penyambungan struktur baja
dapat dilakukan dengan alat penyambung, antara lain dengan paku keling, dengan baut
atau dengan las (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1991).
Sambungan ialah satu media yang berfungsi untuk mengabungkan elemen –
elemen tunggal pada satu konstruksi baja yang digabung secara tersusun
sehinggamembentuk satu kesatuan konstruksi. Salah satu fungsi utama sebuah
sambungan ialah untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada titik
penyambungan ke elemen-elemen struktur yang disambung.

12
Universitas Sumatera Utara
Pada konstruksi baja, selain memindahkan gaya-gaya yang terjadi,
fungsi/tujuan lain dilakukannya penyambungan yaitu :
a. Menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi sesuai
kebutuhan.
b. Mendapatkan ukuran baja sesuai kebutuhan (panjang, lebar, tebal, dan sebagainya).
c. Memudahkan dalam penyetelan konstruksi baja di lapangan.
d. Memudahkan penggantian bila suatu bagian/batang konstruksi mengalami rusak
Pada umumnya, sambungan terdiri dari tiga elemen yaitu balok, kolom, dan
alat penyambung. Ketiga elemen tersebut harus direncanakan dengan matang agar
struktur bangunan tersebut bertahan sesuai dengan fungsinya. Kegagalan dalam
sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan, dan yang
paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur tersebut. Untuk mencegah hal
tersebut, maka kekakuan sambungan antara balok dan kolom tersebut harus memenuhi
persyaratan.
Pada sambungan baja sering terdapat kemungkinan adanya bagian/batang
konstruksi yang berpindah, contohnya antara lain yaitu peristiwa pemuaian dan
penyusutan baja akibat adanya perubahan suhu. Dikarenakan bentuk struktur
bangunan baja yang begitu kompleks, kejadian perubahan - perubahan baja tersebut
sangat menganggu fungsi kekuatan dan ketahanan struktur tersebut khususnya pada
daerah titik sambungan baja konstruksi. Pada umumnya sambungan antara elemen
tersebut harus direncanakan dengan matang agar struktur bangunan dapat bertahan
sesuai dengan perencanaan yang di rencanakan.
Kegagalan dalam sambungan dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur
bangunan, dan kegagalan yang paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur
tersebut akibat perubahan fungsi. Untuk mencegah hal tersebut, maka kekakuan
sambungan antara elemen - elemen tersebut harus memenuhi persyaratan dalam
perencanaan sambungan.

13
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Alat Sambung Baut Konstruksi Baja (Baut)
Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja, baut merupakan suatu
elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, karena merupakan alat sambung yang
paling sering digunakan.
Ada beberapa jenis baut yang digunakan dalam perencanaan sambungan, antara
lain (Charles G. Salmon dan John E. Johnson, 1997) :
a. Baut Mutu Tinggi (ASTM A325 dan A490)
Baut ini berkekuatan leleh minimal 372 MPa dan mampu mengatasi slip antara
dua elemen baja yang disambung pada struktur rangka batang memikul gaya aksial.
Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan panas sekitar 558
sampai 634 MPa yang tergantung pada diameter. Baut A490 juga diberi perlakuan panas
tetapi dibuat dari baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 793 sampai 896
MPa yang tergantung pada diameter baut.
Alat sambung ini memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan
mur segi enam yang setengah halus dan tebal seperti diperlihatkan pada gambar
berikut.

Gambar 2.3 Alat sambung baut

14
Universitas Sumatera Utara
Bagian ulirnya lebih pendek daripada bagian baut yang tidak struktural, dan
dapat dipotong atau digiling. Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½ dan 1 ½
inchi. Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah ¾
sampai 7 / 8 inchi, sedang ukuran yang paling umum digunakan dalam perencanaan
jembatan adalah 7 / 8 dan 1 inchi.
b. Baut Hitam (ASTM A307)
Baut ini terbuat dari baja karbon rendah dan merupakan jenis baut paling murah.
Namun, baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah karena
banyaknya jumlah baut yang dibutuhkan pada suatu sambungan. Pemakaiannya
terutama pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan (platform),
jalan haluan (cat walk), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain
yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung
sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau
las.
c. Baut Sekrup (Turned Bolt)
Dibuat dengan mesin, berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar
1/50 inchi) bila dibandingkan dengan baut hitam. Digunakan bila sambungan
memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor.
d. Baut Bersirip (Ribbed Bolt)
Terbuat dari baja paku keling biasa, berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang
sejajar tangkainya. Bermanfaat pada sambungan tumpu (bearing) dan sambungan yang
mengalami tegangan berganti (bolak-balik).

2.2.3 Kekuatan Baut


Sebelum memutuskan sambungan apa yang akan digunakan pada suatu
konstruksi, kita harus mengetahui kekuatan sambungan tersebut. Dalam hal
menentukan kekuatan sambungan baut, yang ditinjau adalah ketahanan dari aspek
geser, tarik, dan desak (tumpu), baik terhadap alat sambungnya maupun material yang
disambungkan.

15
Universitas Sumatera Utara
Desain kekuatan berdasarkan Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK)
sesuai persyaratan SNI 1729-2015 harus memenuhi persyaratan :
𝑅𝑢 ≤ 𝜙𝑅𝑛 … … . . … … … … … … … … … … … … … … . (2.17)
dimana :
ϕ : faktor ketahanan, yaitu 0,75
Rn : kekuatan nominal baut,
Ru : kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
ϕRn : kekuatan desain
Nilai tahanan nominal baut tersebut diperoleh berdasarkan tahanan-tahanan yang
direncanakan dalam menghitung kekuatan baut, yaitu :
1. Tahanan geser rencana
Hampir semua hubungan struktural baut harus dapat mencegah terjadinya
gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut seperti
terlihat pada Gambar 2.4.

𝑃𝑢
𝑃𝑢

Gambar 2.4 Baut yang mengalami geser tunggal


Pada kasus seperti ini, baut mengalami geser. Pada hubungan tumpang tindih
(lap joint) seperti ini, baut mempunyai kecenderungan untuk mengalami geser di
sepanjang bidang kontak tunggal antara kedua pelat yang disambung. Karena baut
menahan kecenderungan pelat-pelat saling menggelincir pada bidang kontak dan
karena baut mengalami geser pada satu bidang saja, maka baut tersebut mengalami
geser tunggal.
Pada hubungan lurus (butt joints) seperti terlihat pada Gambar 2.5, ada dua
bidang kontak sehingga baut memberikan tahanannya di sepanjang dua bidang
tersebut dan disebut geser rangkap.

𝑃𝑢
𝑃𝑢
𝑃𝑢

Gambar 2.5 Baut yang mengalami geser rangkap

16
Universitas Sumatera Utara
Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami geser
tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser dengan
tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang melintangnya, sehingga (SNI
1729-2015) :
𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑣 𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.18)
Dengan 𝐹𝑛𝑣 : tegangan geser
:𝐴𝑏 : luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
2. Tahanan tarik rencana
Sesuai dengan keadaan batas retak dalam tarik dan bentuk kegagalan yang terlihat
dalam Gambar 2.6.

𝑃𝑢
Gambar 2.6 Baut dalam keadaan tertarik
Kekuatan nominal Rn pada suatu penyambung dalam tarik adalah (SNI 1729-2015) :
𝑅𝑛= 𝐹𝑛𝑡 𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.19)
Dengan 𝐹𝑛𝑡 : tegangan tari baut tari baut (Mpa)
:𝐴𝑏 : luas bruto penampang baut

17
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kekuatan nominal pengencang dan bagian berulir

Sumber:SNI 1729-2015

3. Tahanan tumpu (desak) rencana


Kekuatan batas tumpu berkaitan dengan deformasi di sekitar lobang baut, seperti yang
terlihat pada Gambar 2.7. Kekuatan tumpu Rn merupakan gaya yang bekerja terhadap
sisi lobang yang akan memecah atau merobek pelat. Semakin besar jarak ujung L
diukur dari pusat lobang ke pinggiran, semakin kecil kemungkinan terjadinya robekan.

𝑃𝑢 𝑃𝑢 𝑃𝑢

Kegagalan tumpu baut Kegagalan tumpu pelat

Gambar 2.7 Kegagalan tumpu

18
Universitas Sumatera Utara
Meskipun baut dalam suatu hubungan telah memadai dalam meneruskan beban
yang bekerja dengan mengalami geser, namun masih dapat gagal kecuali apabila
material yang disambung dapat meneruskan beban ke baut dengan baik. Distribusi
sesungguhnya mengenai tekanan tumpu pada material di sekeliling lobang tidak
diketahui sehingga luas kontak yang diambil adalah diameter nominal dikalikan
dengan tebal material yang disambung. Ini diambil dengan anggapan bahwa tekanan
merata terjadi pada luas segiempat.
Nilainya tergantung pada kondisi terlemah dari baut atau komponen pelat yang
disambung (SNI 1729-2015),dimana :

𝑅𝑛 = 2,4𝑑𝑏 𝑡𝑝 𝐹𝑢 … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … . (2.20)

Dengan : 𝑑𝑏 : diameter baut pada daerah tak berulir


: 𝑡𝑝 : tebal pelat
: 𝑓𝑢 : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

2.2.4 Kriteria Perencanaan


Dalam perencanaan baut, ada beberapa ketentuan mengenai tata letak/susunan baut
pada suatu sambungan, yaitu (SNI 1729-2015) :

2.2.4.1 Ukuran dan Penggunaan Lubang


Untuk menghindari banyaknya variasi,dibuat standarisasi SNI 1729-2015.
Ukuran dan bentuk lubang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu standar, ukura lebih
(oversize), lubang oval dengan ruang bebas pendek (slot-pendek), dan lubang oval
dengan ruang bebas panjang (slot-panjang). Bentuk dan ukuran lubang baut sangat
penting dan menentukan kinerja sambungantipe geser. Adanya lubang yang besar dari
bautnya itulah yang meyebabkan terjadinya slip. Sehingga akan timbul dua mekanisme
kerja yang berbeda ,yaitu slip-kritis dan tumpu,pada baut yag sama.

19
Universitas Sumatera Utara
Ukuran lubang maksimum untuk baut diberikan dalam Tabel 2.5 kecuali
lubang-lubang lebih besar,diisyaratkan toleransi pada lokasi batang angkur pada
pondasi beton,diperkenankan dalam detail dasar kolom
Lubang-lubang standar atau lubang slot-pendek yang tegak lurus terhadap arah
beban harus disediakan sesuai dengan ketentuan spesifikasi ini,kecuali lubang ukuran
berlebih,lubang slot pendek yang paralel terhadap beba atau lubang slot-panjang yang
disetujui oleh insinyur yang memiliki izin bekerja sebagai perencana.
Tabel 2.3 Dimensi lubang nominal
Dimensi Lubang
Ukuran
Diameter Standar Lebih Slot Pendek Slot-Panjang
(lebar x (Lebar x
Baut (Diameter) (Diameter) panjang) Panjang
M16 18 20 18 x 20 18 x 40
M20 22 24 22 x 26 22 x 50
M22 24 28 24 x 30 24 x 55
M24 27 30 27 x 32 27 x 60
M27 30 35 30 x 37 30 x 67
M30 33 38 33 x 40 33 x 75
>M36 d+3 d+8 (d+3) x (d+10) (d+3) x 2,5d
Sumber : SNI 1729-2015

2.2.4.2 Spasi minimum


Jarak antara pusat-pusat standar,ukuran-berlebihan,atau lubang-lubang slot
tidak boleh kurang dari 2 2/3 kali diameter nominal,d, dari pengencang; suatu jarak 3d
yag lebih disukai.Persyaratan spasi (s) tidak sekedar jaminan kekuatan,juga untuk
kemudahan pemasangan.
2.2.4.3 Jarak Jarak Tepi Minimum
Jarak dari pusat lubang standar ke suatu tepi dari suatu bagian yang disambung pada
setiap arah tidak boleh kurang dari nilai yang berlaku dari Tabel 2.6 atau seperti
diisyaratkan dalam pasal J3.10.Jarak dari pusat suatu ukuran berlebih atau lubang slot
ke suatu tepi dari suatu bagian yang disambung harus tidak kurang dari yang
diperlukan untuk suatu lubang standar ke suatu tepi dengan bagian yang disambung
ditambah penambah C2 yang berlaku dari tabel 2.7

20
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Jarak tepi minimum dari pusat lubang standar ke tepi
Jarak Tepi Minimum
Diameter Baut (mm) (mm)
16 22
20 26
22 28
24 30
27 34
30 38
36 46
diatas 36 1,25 d
Sumber :SNI 1729-2015

Tabel 2.5 Nilai dari penambahan Jarak Tepi C2


Diameter Lubang- Lubang-Lubang Slot
Sumbu
Nominal dari Lubang- Sumbu Tegak Lurus
Panjang
Paralel
Pengencang Ukuran Terhadap Tepi
Terhadap
Slot
(mm) Berlebih Slot Pendek Tepi
Panjang
≤ 22 2 3
24 3 3
0,75d 0
3 5
Sumber :SNI 1729-2015

2.2.5 Grup Baut Beban Eksentris


Resultan gaya geser sambungan baalok bekerja eksentrisitas terhadap titik
pusat baut-baut pelat badan. Meskipun termasuk sambungan baut tipe geser,tetapi
gaya geser yang diterima masin-masing baut tidak sama.Itu karena pengaruh momen
torsi dari eksentrisitasnya. Ada beberapa penyelesaian yang umum dipakai adalah cara
elastis. Jika itu digunakan untuk baut slip kritis,maka cara elastis akan memberi hasil
yang konservatif (Ibrahim 1995).

21
Universitas Sumatera Utara
𝑃𝑢

Gambar 2.8 Eksentrisitas baut

Langkah pertama penyelesaian gaya eksentrisitas kelompok baut tipe geser


adalah mengubah beban eksentrisitas menjadi dua komponen gaya konsentris (P) dan
momen torsi (M=P.e) yang bekerja di titik berat kelompok baut.

Selanjutnya gaya konsentris (P) akan bekerja pada kelompok baut sebagai gaya
geser yang merata,besarnya ΔPu=P/n. Adapun momen dianggap sebagai momen torsi
yang bekerja pada pusat berat penampang,yang tegangan tegangan gesernya dihitung
sebagai berikut.

𝑀𝑑
𝑓𝑣 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.21)
𝐽

Dimana

d : jarak dari pusat berat grup baut ke baut yang ditinjau

J : momen inersia polar grup-baut terhadap pusat berat

Jika pengaruh torsi baut individu diabaikan,hanya luas geser baut,maka nilai J dapat
didejkati dengan 𝐴∑𝑑2 .Gaya geser baut akibat mome torsi dapat dicari sebagai berikut

𝑀𝑑 𝑀𝑑
𝑅𝑢𝑖 = 𝐴𝑓𝑣 = 2
= … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (2.22)
𝐴∑𝑑 ∑𝑑 2
Akibat P konsentris
𝑃𝑥
𝛥𝑃𝑢ℎ𝑖 = … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … (2.23)
𝑛

𝑃𝑦
𝛥𝑃𝑢𝑣𝑖 = … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … (2.24)
𝑛

22
Universitas Sumatera Utara
Akibat M torsi

∑𝑀𝑢 𝑥 𝑦1
𝑅𝑢𝑥𝑖 = … … … … … … … … … … … . … … … … … … . (2.25)
∑𝑥 2 + ∑𝑦 2
∑𝑀𝑢 𝑥 𝑥1
𝑅𝑢𝑦𝑖 = … … … … … … … … … … … . … … … … … … . (2.26)
∑𝑥 2 + ∑𝑦 2
Gaya geser di baut (Pu) akibat gaya luar P eksentris adalah resultan gaya geser
semua komponen x dan y akibat gaya P konsentris (ΔPui) dan momen torsi (M=P.e)
terhadap titik berat grup baut Rui)

𝑅𝑢 = √[(𝑅𝑢𝑥𝑖 + ∆𝑃𝑢ℎ𝑖 )2 + (𝑅𝑢𝑦𝑖 + ∆𝑃𝑢𝑣𝑖 )2 … … … … … … (2.27)

Dengan cara elastis di atas,gaya geser masing-masing baut dapat


dievaluasi.Kapasitas sambungan ditentukan oleh kondisi ekstrim dari salah satu baut
yang telah mencapai batas kuat nominalnyanya. Itu juga berarti bahwa pada sambunga
pelat badan,akibat eksentrisitas beban,maka semua baut pada grup tersebut dapat
bekerja secara efektif.

2.3 Sambungan Pada Gelagar


Sambungan pada balok atau gelagar umumnya diklasifikasikan sebagai
sambungan lapangan. Sambungan balok atau gelagar biasanya diperlukan untuk
mengatasi keterbatasan panjang komponen struktural atau transportasi.Letak
sambungan pada bagian struktural sering ditentukan oleh kondisi pembebanan atau
resultan stress yang bekerja pada anggota dan dengan ukuran material yang tersedia..
Bidang sambungan diperlukan ketika bagian struktural menjadi terlalu panjang
diangkut dalam satu bagian dari pabrik ke lokasi konstruksi. Selain itu, peralatan yang
tersedia di lapangan juga dapat membatasi ukuran maksimum atau berat komponen
struktural. Keterbatasan semacam itu mungkin membutuhkan tambahan sambungan
pada gelagar atau balok
Girder yang ditinjau adalah balok lentur profil I dan bentang panjang sehingga
momen lebih dominan dibandingkan gaya geser. Untuk girder dengan profil I,maka
pelat sayap atas akan memikul ≥ 85% dari momen lentur dan pelat badan hampir
100% gaya geser. Oleh sebab itu untuk perencanaan sambungan dianggap momen

23
Universitas Sumatera Utara
lentur akan dipikul oleh pelat sayap (resultan pada gaya sayap atas dan bawah sebagai
momen kopel,dan gaya geser pada keseluruhan pelat badan.Jadi pelat sambungan pada
sayap dan badan dipilih dan direncanakan untuk memikul gaya-gaya tersebut.Konsep
ini dianggap cukup konservatif dibandingan asumsi yang lain (Fisher-Struik 1974).

Prinsip kerja sistem sambungan balok telah dipahami,yang perlu dipertanyakan


adalah besar momen dan gaya geser rencana untu sambungan.Untuk struktur balok
,maka besarnya momen dan gaya geser tergantung dimana sambungan itu akan
dipasasang.Ketentuan J1.1 (AISC) hanya memberikan gambaran umum tentang
momen dan gaya geser rencana untuk sambungan,yatu atas dasar analisa struktur
terhadap beban-beban rencana,dan harus konsisten dengan metode konstruksi yang
dipilih.
Selain menetapkan besarnya momen,gaya geser rencana,dan lokasi
pemasangannya, AASHTO (2005) meminta detail sambungannya harus memenuhi
persyaratan berikut:
1. Bentuk sambungan selain praktis(mudah diaplikasikan), juga harus dibuat
simetri terhadap sumbu penampang.Ketentuan ini menyebabkan pelat untuk
sambungan pelat badan harus terdiri dari pelat ganda (pelat 2 sisi).
2. Profil balok yang disambung dianggap elemen terpisah:pelat sayap dan pelat
badan,juga dianggap kondisinya utuh(gross) tanpa lubang.Agar persyaratan
fatig tidak menentukan,pelat penyambung harus mempunya luasan minimal
sama atau lebih besar daripelat yang disambung.Tebal pelat ≥ 8 𝑚𝑚.
3. Sambungan pelat sayap atau pelat badan dengan baut,harus dipasang minimal
dua baris baut setiap sisinya .Alasannya untuk kemudahan pemasangan,dan
untuk menjaga stabilitas selama proses konstruksi berlangsung.
4. Semua sambungan baut mutu tinggi harus didesain berdasarkan mekanisme
slip-kritis.Ini karena struktur jembatan beresiko terhadap fatig.
Tidak ada ketentuan bahwa sambungan sayap harus terdiri dari pelat
ganda.Tetapi adanya syarat bahwa baut bekerja dengan mekanisme slip-kritisdan
luasan pelat sambung minimum sama atau lebih besar dari pelat yang disambung,maka
piliha yang menyebabkan kapasitas baut terhadap geser meningkat dua kali lipat ,yaitu
pelat ganda adalah pilihan yang rasional.

24
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Sambungan Gelagar Web-Flnge
Sambungan pada gelagar terdiri dari :
1. Sambungan pada badan (“Web”)

2. Sambungan pada sayap (flange)


Pelat penyamung sayap

Pelat penyambung badan

Gambar 2.9 Sambungan Web-Flange

Masing-masing pelat penyambung mempunyai fungsi sebagai berikut :


1. Pelat penyambung flens adalah pelat yang memikul momen yang terjadi pada flens
atau sayap.
2. Pelat penyambung badan adalah pelat yang memikul momen yang bekerja pada
badan di tambah dengan gaya lintang yang terjadi.
Jadi jika flens terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung flens
atau sayap yang mampu memikul momen flens. Dan jika badan terputus, maka harus
disambung dengan pelat penyambung badan yang mampu memikul momen badan.
Jadi pembagian momen yang bekerja adalah atas momen flens dan momen badan
dimana patokannya adalah :
𝑑 2 𝑦 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑀𝑤𝑒𝑏 𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠
2
= = = … … … … … … … … … … … … … … (2.28)
𝑑𝑥 𝐸𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝐸𝐼𝑤𝑒𝑏 𝐸𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan :
𝐼𝑤𝑒𝑏
𝑀𝑤𝑒𝑏= 𝑥 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 … … … . . … … … … … … … … … … … … … … (2.29)
𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 = 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 − 𝑀𝑤𝑒𝑏 … … … … … … … … … … . … … … … … … … (2.30)

25
Universitas Sumatera Utara
Dimana untuk menentukan 𝐼𝑤𝑒𝑏 :
𝑡𝑓

ℎ𝑡
d
𝑡𝑤
h

𝑟1

b
Gambar 2.10 Penampang Profil IWF
1
𝐼𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 = 12 𝑥 𝑡𝑤 𝑥(ℎ − 2𝑡𝑓 )3 … … … … … … … … … … … … … … . . (2.31)

Dimana 𝑡𝑤 = tebal badan

h = tinggi profil

𝑡𝑓 = tebal sayap

2.3.2 Macam – macam sambungan gelagar :


Sambungan pada gelagar terdiri atas 2 bagain yaitu :
a. Sambungan dibuat sekuat profil

b. Sambungan dibuat sekuat gaya yang bekerja di lokasi sambungan dimana gaya yang
dalam yang bekerja adalah Momen + Lintang

2.3.2.1 Sambungan Sekuat Profil


Sambungan sama kuat adalah sambungan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga kekuatan alat penyambung sama dengan kekuatan profil yang disambung.
Dengan demikian, kekuatan sitem sambungan atau perhitungan sistem sambungan
tidak didasarkan pada gaya-gaya luar yang ada, tetapi berdasarkan dimensi profil
tempat sambunagan.

26
Universitas Sumatera Utara
Pada jenis sambungan ini kita harus menentukan terlebih dahulu momen
maksimum dan lintang maksimum yang dapat dipikul profil kemudian berdasarkan
hasil tersebut kita dapat merencanakan sambungan jenis ini. Keuntungan dari
sambungan sekuat profil ini adalah bahwa sambungan dapat diletakkan dimana saja
pada bentang balok .Kerugian dari sambungan sekuat profil ini adalah bahwa
sambungan ini tidak ekonomis dan cenderung mahal.

2.3.2.2 Sambungan Sekuat Gaya yang Bekerja


Berbeda dengan sambungan sekuat profil, pada sambungan sekuat gaya yang
bekerja ini kita terlebih dahulu merencanakan letak atau lokasi sambungan yang kita
inginkan kemudian kita menghitung Momen + Lintang yang bekerja pada lokasi
sambungan yang kita inginkan tersebut.
Keuntungan dari sambungan sekuat gaya yang bekerja ini adalah bahwa
sambungan jenis ini ekonomis.Kerugian dari sambungan sekuat gaya yang bekerja ini
adalah bahwa sambungan tidak dapat kita pasang atau tempatkan dimana saja,
sambungan hanya boleh dipasang di lokasi dimana Momen + Lintang yang direncakan
untuk perhitungan sambungan tersebut.

2.3.3 Merencanakan Pelat Penyambung dan Jumlah Baut

2.3.3.1 Pelat penyambung flens


Momen flens akan dilawan oleh momen kopel yang ditimbulkan oleh gaya P yang
bekerja pada flens atas dan bawah. Dimana lengan momen adalah h’
𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠
𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 𝑇𝑢
𝑇𝑢

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠
𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠

𝑇𝑢 𝑇𝑢

Gambar 2.11 Momen pada bagian ayap

27
Universitas Sumatera Utara
𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠
𝑇𝑢 = … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.32)
ℎ′
Menentukan besarnya h’ :
Jika akan dihitung h’ adalah jarak antara titik berat diagram tegangan (trapesium) dan
karena tebal pelat penyambung (t) kecil maka boleh dianggap titik berat diagram
tegangan tersebut ada di tengah-tengah.
Sehingga h’ = h + t

Luas penampang netto pelat penyambung flens dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
𝑇𝑢
𝐴𝑛 = … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.33)
𝐹𝑢
Dimana : Fu = tegangan tarik izin pelat (MPa)

Menghitung daya pikul baut kekuatan pikul geser,kekuatan pikul tarik dan kekuatan
pikul tumpu sesuai SNI 1729-2015.Nilai kekuatan terendah yang digunakan untuk
menentukan jumlah baut yang akan digunakan dalam sambungan.

𝑇𝑢
Sehingga jumlah baut (n) = ..........................................(2.34)
𝜙𝑅𝑛

2.3.3.2 Pelat penyambung badan :


Untuk pelat penyambung badan direncanakan badan pada sambungan memikul
momen dan lintang.

ℎ𝑝

Gambar 2.12 Pelat penyambung badan

28
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan jumlah baut pada badan:

a.Untuk tipe sambungan yang dibuat sekuat profil

𝑀 𝑤𝑒𝑏 𝑀 𝑤𝑒𝑏

Gambar 2.13 Momen pada pelat penyambung badan


Untuk perhitungan jumlah baut pada sambungan ini gaya lintang D tidak perlu
di tinjau lagi, jadi pelat penyambung badan hanya memikul momen badan
saja.Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kekuatan baut seperti halnya pada
sayap.

b.Untuk tipe sambungan yang tidak sama kuat

𝑉𝑢
l l
𝛥𝑀𝑢 e e 𝛥𝑀𝑢

Gambar 2.14 Eksentrisitas Sambungan

Untuk Sambungan di badan dibuat berdasarkan M (Momen) dan D (lintang) yang


bekerja, dimana D (gaya lintang) dipindahkan ke titik berat pola baut sehingga
menimbulkan momen tambahan atau momen sekunder sebesar :

∆𝑀 = 𝐷 𝑥 𝑒 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2.35)
Dimana e merupakan eksentrisitas sambungan,sehingga momen yang bekerja pada
titik berat pola baut sebesar :
∑𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏 = ∆𝑀 + 𝑀𝑤𝑒𝑏 ……………………………………………………………………… (2.36)

29
Universitas Sumatera Utara
2.4 ANSYS
Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat
digunakan untuk menyelesaikan masalah struktural, termal dan elektromagnetik.
dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks seperti variasi bentuk, kondisi
batas dan beban diselesaikan dengan metode pendekatan. karena keanekaragaman
dan fleksibilitas sebagai perangkat analisis, metode ini mendapat perhatian dalam
dunia teknik.
Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan
metode pendekatan. Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari
tentang struktur dan tekanan (Clough 1960) dan kemudian berkembang pada masalah
mekanika kontinu (Zienkiewicz dan Cheung 1965).
ANSYS adalah program paket yang dapat memodelkan elemen hingga untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan mekanika, termasuk di dalamnya
masalah statik, dinamik, analisis struktural (baik linier maupun nonlinier), masalah
perpindahan panas, masalah fluida dan juga masalah yang berhubungan dengan
akustik dan elektromagnetik.

Gambar 2.15 ANSYS

ANSYS merupakan aplikasi desain yang digunakan dan diakui secara


Internasional untuk mensimulasikan Finite Element Model dan Analisis guma
memudahkan pemilik proyek, insinyur, dan design engineer untuk secara cepat
membangun model penuh berdasarkan kebutuhan proyek.

30
Universitas Sumatera Utara
ANSYS merupakan salah satu software yang digunakan untuk menganalisis
berbagai macam struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas dari beberapa
software analisisis yang lain yaitu Nastran, CATIA, Fluent, dan yang lain. Ada tiga
analisis utama yang dibahas pada buku ini yaitu analisis struktur, aliran fluida, dan
perpindahan panas yang sangat sering dijumpai dalam keilmuteknikan.
Elemen-elemen yang bisa dieksekusi dengan ANSYS dalam bidang
struktural yaitu :
a) Link
Elemen link secara umum dapat dipakai di beberapa jenis permasalahan struktur yang
dimodelkan seperti garis. Salah satunya yaitu batang dan pegas.
b) Beam
Elemen beam dapat menyelesaikan permasalahan struktur yang dimodelkan seperti
balok. Elemen ini dapat menerima tarik, tekan, dan tekuk.
c) Solid
Elemen solid digunakan untuk permodelan tiga dimensi struktur pejal. Elemen ini
memiliki plastisitas, susut, rangkak, kekakuan, defleksi dan regangan.
d) Pipe
Elemen pipe ini memiliki karakter tekuk, tekan, torsi, dan tekuk.
e) Shell
Elemen shell dapat mencari translasi dan rotasi ke semua arah. Elemen ini berbentuk
seperti lapisan-lapisan sehingga cocok untuk menganalisis komposit.
Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar
benda (objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara
umum penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu :
1. Preprocessing (Pendefinisian Masalah)
Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah
dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang nantinya akan
sangat kita butuhkan. Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum
dan Processor- artinya pemroses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam
mengolah data input sebelum memasuki proses tahapan utama.

31
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap pertama ini, dilakukan pendefinisian dari objek yang nantinya akan
diproses pada tahap selanjutnya. Langkah umum dalam preprocessing terdiri dari :
(i) mendefinisikan keypoint/lines/areas/volume dari objek, Dalam hal ini,
pendefinisian diatas harus dilakukan setelah dilakukannya pemodelan terlebih
dahulu. Pemodelan merupakan proses menggambar ataupun mengimport
gambar benda atau objek yang akan didefinisikan kedalam lembar kerja.
(ii) mendefinisikan tipe elemen dan bahan yang digunakan/sifat geometric dari
objek, dan
(iii) mendefinisikan mesh lines/areas/volumes sebagaimana dibutuhkan. Jumlah
detil yang dibutuhkan akan tergantung pada dimensi daerah yang dianalisis,
ie.,1D, 2D, axisymetric dan 3D.
2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving
Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar
memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat
dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120). Pada tahap ini, perlu dilakukan
penentuan beban, model pembebanan (titik atau luasan), constraints (translasi dan
rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil persamaan yang telah diset pada objek.

3. Postprocessing/ Further Processing and Viewing of The Results


Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi yang
memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data. Hal yang dilakukan pada
langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi yang
bisa berupa gambar, kurva, dan animasi. Dalam bagian ini pengguna mungkin dapat
melihat :
(i) daftar pergeseran nodal,
(ii) gaya elemen dan momentum,
(iii) plot deflection dan
(iv) diagram kontur tegangan (stress) atau pemetaan suhu.

32
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Penelitian ini merupakan membandingkan tegangan yang tejadi pada baut


dengan cara analitis atau perhitungan manual dan dengan menggunakan program
ANSYS.Tegangan baut yang akan diteliti pada tugas akhir ini adalah pada sambungan
web-flange pada balok sederhana. Dengan menggunakan program ANSYS akan
diperoleh tegangan aktual yang terjadi pada masing-masing baut di sambungan.
Pada percobaan ini,akan dilakukan kontrol sambugan terlebih dahulu melalui
perhitungan dengan cara analitis..Kemudian setelah dari perhitungan analitis
sambungan gelagar baja dianggap telah memenuhi persyaratan aman maka akan
dilakukan simulasi dengan menggunakan program ANSYS.
Flowchart peenelitian

Mulai

Study Literatur

Kontrol sambungan dengan cara analitis

Pemodelan 3D FEM dengan Autocad

Analisa dengan Program ANSYS

Hasil Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

33
Universitas Sumatera Utara
3.2 Studi Literatur
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur
dengan mengumpulkan data-data dan keterangan tentang teori umum sambungan
pada struktur baja , metode analisis sambungan baut , peraturan-peratuan yang
mengatur tentang perencanaan sambungan baut dan keterangan lain yang berkaitan
tentang pembahasan tugas akhir ini, serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.
Selain itu juga akan dilakukan analisis dengan metode numerik dengan elemen hingga
. Studi penganalisaan struktur dilakukan secara analitis dan program komputer.
Pemodelan konfigurasi sambungan dilakukan pada program AutoCad dan proses
penganalisaan sambungan dilakukan dengan bantuan program ANSYS Workbench
14.5.

3.3 Kontrol Sambungan dengan Cara Analitis


3.3.1 Kontrol Kekuatan Balok
a. Kekuatan Lentur Balok
Kekuatan lentur desain harus dilakukan sesuai dengan persamaan SNI 1729-2015
Pasal F1 :
𝑀𝑢 ≤ 𝜙𝑏 𝑀𝑛 … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … (3.1)
Keterangan :
Mu : kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
Mn : kekuatan nominal
ϕb : faktor ketahanan lentur
ϕMn : kekuatan desain
Komponen struktur profil I kompak simetris ganda dan kanal melengkung di sumbu
mayor
1.Pelelehan

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 𝑍𝑥 ........................................................... (3.2)
Keterangan
𝑀𝑛 : tegangan leleh minimum yang diisyaratkan dari tipe baja
yang digunakan (MPa)
𝑍𝑋 : modulus penampang plastis (𝑚𝑚3 )

34
Universitas Sumatera Utara
b. Kekuatan Geser Balok

Kekuatan geser desain harus dilakukan sesuai dengan persamaan SNI 1729-2015
Pasal G1 :
𝑉𝑢 ≤ 𝛷𝑣 𝑉𝑛 … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … (3.3)

Keterangan :
Vu : kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
Vn : kekuatan nominal
ϕv : faktor ketahanan geser
ϕVn : kekuatan desain
Komponen badan dengan badan tidak diperkaku atau diperkaku kekuatan geser desain:

𝑉𝑛 = 0,6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.4)

Keterangan :

Vn : kekuatan nominal
Fy : tegangan leleh material
Aw : luas penampang badan
Cv : koefisien geser badan

Untuk komponen struktur profil-I canai panas dengan ℎ⁄𝑡 ≤ 2,24 √𝐸⁄𝐹 , Cv =1
𝑤 𝑦

3.3.2 Kekuatan Baut


Desain kekuatan berdasarkan Desain Faktor Beban dan Ketahanan (DFBK)
sesuai persyaratan SNI 1729-2015 harus memenuhi persyaratan :

𝑅𝑢 ≤ 𝜙𝑅𝑛 … … . . … … … … … … … … … … … … … … … … . (3.5)
dimana :
ϕ = faktor ketahanan baut, yaitu 0,75
Rn = kekuatan nominal baut,
Ru = kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBK
ϕ Rn = kekuatan desain

35
Universitas Sumatera Utara
3.3.2.1 Kekuatan Geser dari Baut
Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami geser
tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser dengan
tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang melintangnya,sehingga
(SNI 1729-2015) :
𝑅𝑛 = 𝐹𝑛𝑣 𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.6)

Dengan 𝐹𝑛𝑣 = tegangan geser


:𝐴𝑏 = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

3.3.2.2 Kekuatan Tarik dari Baut


Kekuatan nominal Rn pada suatu penyambung dalam tarik adalah (SNI 1729-2015) :

𝑅𝑛= 𝐹𝑛𝑡 𝐴𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.7)

Dengan : 𝐹𝑛𝑡 = tegangan tari baut tari baut (Mpa)


:𝐴𝑏 = luas bruto penampang baut

3.3.2.3 Kekuatan Tumpuan Pada Lubang-Lubang Baut


Nilai kekuatan tumpu pada luba-lubang baut tergantung pada kondisi terlemah
dari baut atau komponen pelat yang disambung (SNI 03-1729-015),dimana :

𝑅𝑛 = 2,4 𝑑𝑏 𝑡𝑝 𝑓𝑢 … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … . (3.8)

Dengan 𝑑𝑏 : diameter baut pada daerah tak berulir


𝑡𝑝 : tebal pelat
𝑓𝑢 : kuat tarik putus terendah dari baut atau pelat

36
Universitas Sumatera Utara
3.4 Perencanaan Sambungan Web-Flange Gelagar
Pembagian momen yang bekerja adalah atas momen flens dan momen badan
dimana patokannya adalah :

𝑑2 𝑦 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 𝑀𝑤𝑒𝑏


2
= = = … … … … … … … … … … … … (3.9)
𝑑𝑥 𝐸𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝐸𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 𝐸𝐼𝑤𝑒𝑏

Dari persamaan di atas dapat disimpulkan :

𝐼𝑤𝑒𝑏
𝑀𝑤𝑒𝑏= 𝑥 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 … … … … … … … … … … … … … … … … (3.10)
𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙

𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 = 𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 − 𝑀𝑤𝑒𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … (3.11)


Dimana untuk menentukan 𝐼𝑤𝑒𝑏 :

1
𝐼𝑤𝑒𝑏 = 12 𝑥 𝑡𝑤 𝑥(ℎ − 2𝑡𝑓 )3 … … … … . . (3.12)

Dimana 𝑡𝑤 = tebal badan


h = tinggi profil
𝑡𝑓 = tebal sayap

3.4.1 Sambugan Sayap (Flange)


Sambungan flens dapat direncanakan secara konservatif dengan
mengasumsikan bahwa sambungan memindahkan momen di bagian
sayap.Sambungan sayap momen yang dipikul sayap dijadikan sepasang gaya kopel
sehingga sambungan pada sayap menerima beban geser sentris sebesar gaya kopel
tersebut. Baut di setiap flens harus menahan gaya di flange.Gaya yang ditahan pada
sayap dapat dihitung atau diperkirakan dengan persamaan :
𝑀𝑓
𝑇𝑢 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.13)
ℎ′
Keterangan
Mf = Momen yang bekerja pada sayap
h’ = tinggi profil + tebal pela

37
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Sambungan Badan (Web)
Untuk Sambungan di badan dibuat berdasarkan M (Momen) dan D (lintang)
yang bekerja, dimana D (gaya lintang) dipindahkan ke titik berat pola baut sehingga
menimbulkan momen tambahan atau momen sekunder sebesar :
∆𝑀 = 𝐷 𝑥 𝑒 … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.14)
Dimana e merupakan eksentrisitas sambungan,sehingga momen yang bekerja pada
titik berat pola baut sebesar :
∑𝑀𝑢 = ∆𝑀 + 𝑀𝑤𝑒𝑏 … … … … … … … … … … … … … … … … . . (3.15)
Gaya pada masing-masing baut badan akibat momen dihitung sebagai berikut :
Gaya arah x:
∑𝑀𝑢 𝑥 𝑦1
𝑅𝑢 𝑥𝑖 = … … … … … … … … … … … . … … … … … … . (3.16)
∑𝑥 2 + ∑𝑦 2
Gaya arah y :
∑𝑀𝑢 𝑥 𝑥1
𝑅𝑢 𝑦𝑖 = … … … … … … … … … … … … … … … … … (3.17)
∑𝑥 2 + ∑𝑦 2
Akibat P konsentris

𝑃𝑥
𝛥𝑃𝑢ℎ𝑖 = … … … … … … … … … … … … … . . … … … … … … … … … … … (2.18)
𝑛
𝑃𝑦
𝛥𝑃𝑢𝑣𝑖 = … … … … … … … … … … … … … … … … … . … … … … … … … … (2.19)
𝑛

Resultan gaya pada baut badan :

𝑅𝑢𝑖 = √[(𝑅𝑢𝑥𝑖 + ∆𝑃𝑢ℎ𝑖 )2 + (𝑅𝑢𝑦𝑖 + ∆𝑃𝑢𝑣𝑖 )2 … … … … … … (3.20)

3.5 Analisa Sambungan Baut dengan Program ANSYS


Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar
benda (objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara
umum penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga
tahap, yaitu
1. Preprocessing ( Pendefisian Masalah)
2. Solution / Assigning Loads , Constrain , dan Solving
3. Porsprocessing / further Processing and viewing of the Results

38
Universitas Sumatera Utara
Langkah awal yang harus dilakukan adalah membuat gambar pemodelan
dari sambungan tersebut.Dari perhitungan manual akan diperoleh geometri dari
sambungan.Data yang geometri dari sambungan tersebut akan digambarkan
dengan menggunakan aplikasi Autocad 2017.

Gambar 3.1 Sambungan web-flange balok

Model sambungan yag telah dibuat dari AutoCad 2017 di export dalam
bentuk format iges. agar dapat dibaca oleh program ANSYS ketika diimport.

3.5.1 Preprocessing ( Pendefinisian Masalah )


Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah
dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang nantinya akan
sangat kita butuhkan. Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum
dan Processor- artinya pemproses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam
mengolah data input sebelum memasuki proses tahapan utama.
Langkah-langkah utama untuk proses Preprocessing (pendefinisian masalah)
adalah :
1. Pemilihan Metode Analisis Sistem
Dalam tahap ini peneliti menggunakan metode static structural. Adapun
pemilihan metode ini dikarenakan pemodelan yang disimulasikan ialah bagian sruktur
yang menerima pembebanan statis.

39
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2 Metode analisis Static Structural
2. Input Engineering Data
Dari perencanaan sambungan akan ditentukan karakteristik dari bahan yang
akan digunakan.Data-data material yang digunakan seperti Modulus Elastisitas ,
Poisson Ratio , Tensile Yield Strength , Ultimate Tensile Yield Strength dan lain
sebagainya dapat dilihat pada perhitungan dan data-data yang dihitung pada
perhitunganmanual.

40
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.3 Tampilan Tools Engineering Data

3.Input Geometri
Pemodelan sambungan yang telah digambarkan pada Autocad diexport ke
format iges.Hasil dari pemodelan sambungan tersebut diimport ke ANSYS. Setelah
pemodelan berhasil diinput , mendeklarasikan nama-nama bagian part/bodies pada
model simulasi.Pendeklarasian nama bagian dari part/bodies bertujuan agar pada saat
assignment material dan pengaturan kontak pada sambungan lebih mudah.

Gambar 3.4 Pemodelan Sambungan pada Software ANSYS V14.5

41
Universitas Sumatera Utara
4.Assignment Material
Pada tahap ini melakukan control terhadap pemilihan sifat material yang
digunakan pada proses pemodelan. Dimana material yang digunakan datanya sudah di
input pada proses pengaturan Engineering Data sebelumnya.

5.Membuat Kontak Elemen


Dalam program ANSYS Workbench, kontak yang dibuat menggunakan Connection.
Pada Contact Wizard, tentukan area atau surface yang akan menjadi Target dan
Contact. Pada Contact Properties, tentukan tipe kontak dan properties lainnya yang
sesuai dengan perilaku yang diinginkan.

Gambar 3.5 Contact Element

6.Meshing Control
Proses Meshing adalah proses pembagian geometri pada model menjadi elemen-
elemen yang lebih sederhana. Penentuan ukuran dan bentuk meshing yang digunakan
akan menentukan hasil yang semakin detail pada masalah yang akan diselesaikan oleh
program ANSYS. Semakin kecil nilai dari meshing kita buat dalam program ANSYS
maka hasil yang akan diperoleh akan semakin akurat.

42
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.6 Meshing Pada Pemodelan Sambungan Baut

3.5.2 Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving


Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan
agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak
didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120). Pada tahap ini, perlu dilakukan
penentuan beban, model pembebanan (titik atau luasan), constraints (translasi dan
rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil persamaan yang telah diset pada objek.
Menginput pembebanan yang terjadi pada sambungan serta mengatur besar
dan arah pembebanan yang tarjadi. Pemberian pembeban pada sambungan diberikan
pada permukaan profil IWF , dimana arah pembebanan tegak lurus dengan sumbu.
Pada tahap ini penulis juga menentukan tumpuan dari pemodelan , dimana pada
penelitian ini tumpuan ditentukan pada ujung-ujung sambungan dengan jenis sendi-
rol. Tumpuan sendi-rol dimodelkan dengan fixed support untuk sendi dan
displacement untuk rol (sumbu x = free).

43
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.7 Pemberian perletakan dan beban pada sambungan

3.5.3 Post Processing / Further Processing and Viewing of The Result


Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi
yang memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data. Hal yang dilakukan pada
langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi yang bisa
berupa gambar, kurva, dan animasi.
Pada bagian ini penulis menentukan solusi apa yang akan dihasilkan pada
proses simulasi yang dilakukan. Dalam tahap ini penulis mengeksplor besarya
perpindahan ( deformation ) yang terjadi pada sambungan khususnya pada baut
penyambung , dalam hal ini perpindahan yang ditinjau adalah yang terjadi pada sumbu
X .Selain perpindahan ( deformation ) pada baut penyambung , penulis juga
mengesplor besarya tegangan geser ( shear stress ) yang terjadi pada setiap baut.

44
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.8 Tegangan yang terjadi pada Baut

Gambar 3.9 Deformasi yang terjadi pada Baut

45
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kontrol Dimensi Balok


Profil kiri P = 15 t Profil kanan

2m 2m
Gambar 4.1 Perletakan dan Pembebanan Balok
Diasumsikan terdapat kekangan lateral yang cukup pada bagian flens tekan profil.
P = 15 t = 150000 N
L = 4m = 4000 mm
L1 =2m = 2000 mm
L2 =2m = 2000 mm
1.Menghitung Reaksi Tumpuan
∑MA = 0
−R B L + P (L1 ) = 0
−R B 4000 mm + 150000 N 2000 mm = 0
R B = 75000 N
R B = R A = 75000 N
2. Menghitung Gaya-Gaya Dalam
MA =0
MB =0
MC = Mmaks = RA x L1
= 75000 x 2000
= 150000000 Nmm
Dac = D max = 75000 N
Mu = Mmax =150000000 Nmm
Vu = D max = 75000 N

46
Universitas Sumatera Utara
Digunakan Baja BJ37 Profil IWF 400 x 200 x 8 x 13
𝑡𝑓
Fy = 240 MPa
Fu = 370 MPa
N
qu = 0,66 mm2

h = 400 mm d h
b = 200 mm 𝑡𝑤 ℎ𝑡
tw = 8 mm
tf = 13 mm
𝑟1
𝑟1 = 16 mm
A = 8410 mm2 b
4
Ix =237000000 mm
Gambar 4.2 Profil IWF
4
Iy = 17400000 mm
rx = 168 mm
ry = 45.4 mm
Sx = 1190000 mm3
Sy = 174000 mm3
3.Periksa syarat kelangsingan profil
Cek kelangsingan sayap
b 200
λ= = = 7,6923
2t f 2 x 13

E 200000
λ𝑝 = 0,38√ = 0,38√ = 10,7480
Fy 240

E 200000
λ𝑟 = 1,0√ = 1,0√ = 28,2842
Fy 250

Karena λ < λ𝑝 maka penampang termasuk penampang kompak


Cek kelangsingan badan
hw ℎ − 2(𝑡𝑓 + 𝑟1 ) 400 − 2(13 + 16,8)
λ= = = = 41,55
tw 𝑡𝑤 8

E 200000
λ𝑝 = 3,76√ = 3,76√ = 106,3489
Fy 250

47
Universitas Sumatera Utara
E 200000
λ𝑟 = 5,70√ = 5,70√ = 161,2203
Fy 250

Karena λ < λ𝑝 maka penampang termasuk penampang kompak


4. Kontrol Kekuatan Lentur
Kuat lentur akibat pelelehan material
M n = M p = Zx F y
1 h h
Zx = [2 x(bxt f )x ( x ht ) + [2x ( − t f ) x t w x ( − t f ) / 2]
2 2 2
1 400 400
Z𝑥 = [2 x(200x13)x ( x387) + [2x ( − 13) x 8 x ( − 13) / 2]
2 2 2
Z𝑥 = 1285952 mm2
Maka diperoleh:
M n = M p = Zx F y

Mn = 1285952 x 240
Mn = 308628480 Nmm
ϕb Mn = 0,9 x 308628480 Nmm = 277765632 Nmm
Kontrol momen yang terjadi pada balok dengan momen akibat pelelehan
M 𝑢 < ϕb M n
150000000 Nmm < 277765632 Nmm .......... AMAN
5. Kontrol Kuat Geser
Kuat geser nominal geser profil
Vn = 0,6 Fy Aw
Aw = hw x t w
Aw = 374 mm x 8 mm = 2992 mm2
Vn = 0,6 x 240 x 2992 = 430848 N
ϕv V𝑛 = 0,9 x 430848 N = 387763,2 N

Gaya geser maksimal yang terjadi di tumpuan (𝑉𝑢 = DAC )= 75000 N


Kontrol gaya lintang yang terjadi pada balok dengan kuat geser profil
V 𝑢 < ϕv 𝑉𝑛
75000 N < 387763,2 N ..............................................AMAN

48
Universitas Sumatera Utara
4.2 Kontrol Desain Sambungan (Momen Terbagi di Sayap dan Badan)
P= 15 t
Profil Kiri Profil kanan

2m 2m

4m

Gambar 4.3 Perletakan dan pembebanan sambungan


P = 15 t = 150000 N
L = 4m = 4000 mm
L1 =2m = 2000 mm
L2 =2m = 2000 mm
Profil yang digunakan Profil IWF 400 x 200 x 8 x 13
Fy = 240 MPa
Fu = 370 MPa
N
qu = 0,66
mm2

h = 400 mm
b = 200 mm
tw = 8 mm
tf = 13 mm
r1 = 16 mm
A = 8410 mm2
Ix =237000000 mm4
Iy = 17400000 mm4
rx = 168 mm
ry = 45.4 mm
Sx = 1190000 mm3
Sy = 174000 mm3

49
Universitas Sumatera Utara
1.Menghitung Reaksi Tumpuan
∑MA = 0
1
−R B L + P (L1 ) +q (L)2 = 0
2 u
1 N
−R B 4000 mm + P 3000 mm + 0,66 (4000 mm)2 = 0
2 mm
R B 4000 mm = 150000 N 2000 mm + 5280000 N mm
R B = 76320 N
R B = R A = 76320 N
2. Menghitung gaya-gaya dalam yang bekerja pada sambungan
Momen di sambungan
1
MC = R A x(L1 ) − q u (L1 )2
2
1
MC = 76320 N (2000 mm) − x 0,66 (2000)2
2
MC = 151320000 Nmm
Gaya lintang di sambungan
Dc = R A =76320 N
Maka, gaya-gaya pada sambungan
Mu = Mc = 151320000 Nmm
Vu = Dc = 76320 N
e = 90 mm
3. Pembagian Beban Momen
Asumsi momen yang terjadi pada sayap dan badan sebanding dengan inersia
𝑀𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑀𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 𝑀𝑤𝑒𝑏
= =
𝐼𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝐼𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 𝐼𝑤𝑒𝑏
1
𝐼𝑥 𝑒𝑏 = x t x (ht − 2t f )3
12 w
1
= x 8 x (400 − 2 x 13)3 = 34875749 mm4
12
𝐼𝑥 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏 = x Mc
𝐼𝑥 𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙
34875749
= x151320000 Nmm
237000000
= 22267503,75 Nmm

50
Universitas Sumatera Utara
𝑀𝑢 𝑓𝑙𝑒𝑛𝑠 = 𝑀𝑢 − 𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏
= 151320000 Nmm − 22267503,75 Nmm
= 129052496,2 Nmm
4.2.1 Kontrol Sambungan Sayap
Direncanakan menggunakan baut A-325 ulir tidak di bidang geser
d = 16 mm
d1 = 18 mm
fnv = 457 MPa
fnt = 620 MPa
ns =1
fy = 240 MPa
p
fu = 370 MPa
t pf = 13 mm
nf = 6 buah
lp = 220 mm
1 2 1
𝐴𝑏 = πd = 3,14 162 = 200,96 mm2
4 4
Syarat jarak baut:

60
0

100

60
0
pelat
30 90 90 45
0 0 00
Gambar 4.4 Jarak antarbaut pelat penyambung sayap
1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm
S1 yang digunakan 30 mm ,45 mm dan 60 mm (memenuhi persyaratan)
3d < S < 15 tp atau 200 mm
S yang digunakan 90 mm dan 100 (memenuhi persyaratan

51
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan jumlah baut yang digunakan pada bagian sayap
a. Perhitungan Kekuatan Baut
1. Kekuatan Geser Baut 1 irisan
R n = 𝑛𝑠 Fnv Ab
= 1 x 457 MPa x 200,96 mm2
= 91839 N
ϕ𝑅𝑛 = 0,75 x 91839 N = 68879,04 N (menentukan)
2. Kekuatan Tumpu
21 72 72 36

Gambar 4.5 Jarak lc pada pelat penyambung sayap


Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
=121212 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 72 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
=184704 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 36 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
=184704 N
ϕ𝑅𝑛 = 0,75 x 121212 N = 90909 N

52
Universitas Sumatera Utara
Gaya dalam yang bekerja pada sayap adalah momen sayap
𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑
𝑻𝒖 𝑻𝒖

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

𝑻𝒖 𝑻𝒖
Gambar 4.6 Reaksi sayap akibat diberikan beban
Mu flens = 129052496,2 Nmm
Gaya Koppel akibat momen terhadap sayap
Mu flens
𝑇𝑢 =
(h + t pf )
129052496,2 Nmm
= = 312476 N
(400 mm + 13)
Jumlah Baut yang diperlukan
𝑇𝑢
n=
ϕR 𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖
312476 𝑁
𝑛= = 4,54 𝑏𝑢𝑎ℎ < 6 𝒃𝒖𝒂𝒉 𝑨𝑴𝑨𝑵
68879 𝑁
Jumlah baut yang digunakan pada sayap 6 buah
Maka distribusi beban yang diterima 1 baut
𝑇𝑢
R u (1 baut) =
n
312476 N
R u (1 baut) = = 52079,296 N
6

53
Universitas Sumatera Utara
Kontrol Kekuatan Pelat Sambung

60
0
100

60
0

30 90 90 45
Gambar 4.7 Tampak0atas luas0pelat 00
penyambung sayap
Ag = lp x tpf = 220 mm x 13 mm = 2860 mm2
An=Ae= Ag -2 x d1 x tpf = 2860 – 2 x 18 mm x 13 mm = 2392 mm2
Kekuatan leleh pelat
ϕTn=ϕ Fy x Ag =0,9 x 240 MPa x 2860 mm2 = 617760 N
Tu < ϕTn 312476 N < 617760 N AMAN
Kekuatan fraktur pelat
ϕTn=ϕ Fu x Ae = 0,75 x 370 MPa x 2392 mm2 = 663780 N
Tu < ϕTn 312476 N < 617760 N AMAN
Keruntuhan geser blok pelat
Agv = 225 x tpw = 225 mm x 13 mm = 2925 mm2
Anv =(s-d1) x 2 +(s1-1/2 d1) x tpw
= (90-18) mm x 2 + (45 – 9) mm x 13 mm = 2340 mm2
Ant = (s1 -1/2 d1) x tpw = (45 – 9) mm x 13 = 260 mm2
Keadaan Leleh
ϕTn = 0,9 x 0,6 Fy Agv + Fu Ant
= 0,9 x0,6 x 240 MPa x 2925 mm2 +370 MPa x260 mm2 =475280 N
Tu < ϕTn 312476 N < 475280 N AMAN
Keadaan Fraktur
ϕTn =0,75 x 0,6 Fu Anv + Fu Ant
=0,75 x 0,6 x 370 MPa x 2340 mm2 + 370 MPa x 520 mm2 =582010 N
Tu < ϕTn 312476 N < 582010 N AMAN

54
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Kontrol Sambungan Badan
Direncanakan menggunakan menggunakan baut mutu tinggi A-325 dan ulir tidak di
bidang geser

d = 16 mm
d1 = 18 mm
fnv = 457 MPa
fy = 240 MPa
p
fu = 370 MPa
t pw = 8 mm
ns =2
1 2 1
𝐴𝑏 = πd = 3,14 162 = 200,96 mm2
4 4
nw = 8 buah baut
Syarat jarak baut
30

90
0
90
0
90
030

30 90 45
0
Gambar 4.8 Jarak antarbaut pelat penyambung badan
1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm
S1 yang digunakan 30 mm 45 mm(memenuhi persyaratan)
3d < S < 15 tp atau 200 mm
S yang digunakan 90 mm (memenuhi persyaratan)
a) Perhitungan Kekuatan Baut
1) Kekuatan Geser Baut 2 irisan
R n = ns x Fnv Ab
= 2 x 457 MPa x 200,96 mm2
= 183677,44N
ϕR n = 0,75 x 183677 N = 137758,08 N

55
Universitas Sumatera Utara
2) Kekuatan Tumpu Badan

21
90

90

90

21

Gambar 4.9 Jarak lc pada pelat penyambung badan


Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
= 106560 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 72 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
= 113664 N
ϕR n = 0,75 x 106560 N = 79920 N
Gaya dalam yang bekerja pada badan adalah momen badan dan gaya lintang

𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 e= 90
𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

𝑉𝑢
Gambar 4.10 Reaksi badan akibat diberikan beban
Mu web = 22267503,75 Nmm
Du = 76320 N
e = 90 mm
Kapaitas momen pada badan (Mu web) = 22267503,75 Nmm
Momen tambahan akibat eksentrisitas(ΔMu) =Du x e
= 76320 N x 90 mm
= 6868800 Nmm

56
Universitas Sumatera Utara
Momen total pada badan (∑Mu) = Mu web + ΔMu
= 22267503,75 Nmm + 6868800 Nmm
= 29136303,75 Nmm
Gaya pada masing-masing baut badan akibat momen dihitung sebagai berikut
Gaya arah x
∑𝑀𝑢 x y1
R uxi =
∑x 2 + ∑y 2
Gaya arah y
∑𝑀𝑢 x x1
R uyi =
∑x 2 + ∑y 2

7 8 𝑉𝑢 = 75000 n

90 5 6
45
45 3 4

90 1 2

3 45
45
∑Mu 𝛥𝑃𝑢𝑣
Gambar 4.11 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut
Tabel 4.1 Gaya-gaya pada masing-masing baut

No xi yi xi2 yi2 Ruyi Ruxi


2 2
(mm) (mm) (mm ) (mm ) (N) (N)
1 -45 -90 2025 8100 -23124 -46248
2 45 -90 2025 8100 23124 -46248
3 -45 -45 2025 2025 -23124 -23124
4 45 -45 2025 2025 23124 -23124
5 -45 45 2025 2025 -23124 23124
6 45 45 2025 2025 23124 23124
7 -45 90 2025 8100 -23124 46248
8 45 90 2025 8100 23124 46248
∑= 16200 40500

Gaya tambahan pada baut badan akibat gaya geser

ΔPuvi = Puv / nw = 7630 / 8 = 9540 N

57
Universitas Sumatera Utara
Resultan gaya pada baut badan R ui = √(R uxi )2 + (R uyi + Δ𝑃𝑢𝑣𝑖 )2

Tabel 4.2 Resultan gaya pada baut badan

No Ruyi+ΔPuvi Ruxi Rui


(N) (N) (N)
1 -13584 -46248 48202
2 32664 -46248 56620
3 -13584 -23124 26819
4 32664 -23124 40021
5 -13584 23124 26819
6 32664 23124 40021
7 -13584 46248 48202
8 32664 46248 56620
Ru max = 56620 N
Kontrol kekuatan baut
Kontrol terhadap kekuatan geser baut
R u maks < ϕ𝑅𝑛
56620 N < 137758,08 AMAN
Kontrol terhadap kekuatan tumpu pelat
R u maks < 𝜙𝑅𝑛
56620 N < 79920 N 𝐀𝐌𝐀𝐍
Kontrol Tebal Pelat Penyambung Pada Badan
Sumbu simetris sambungan
8
30

90

330 e=90
90 330

90

30
8 8

Gambar 4.12 Tampak depan pelat penyambung badan


Agv=2 x tpw x hp = 2x 8 mm x 330 mm = 5280 𝑚𝑚2
Anv=(hp-3 x d1) x 2 X tpw=(330 mm- 3x 18 mm) x 2 x 8 mm = 4416 𝑚𝑚2

58
Universitas Sumatera Utara
Kuat geser elemen sambungan pelat badan :
Kondisi leleh
𝜙Vn =0,9 x Fy x Agv = 0,9 x 240 MPa x 5280 mm = 684288 N
Vu < ϕVn 76320 N < 684288 N AMAN
Kondisi fraktur
𝜙Vn =0,75 x Fu x Anv = 0,9 x 370 MPa x 4416 mm = 735264 N
Vu < ϕVn 76320 N < 735264 N AMAN

4.3 Kontrol Desain Sambungan ( Momen sepenuhnya ditahan Sayap)


Profil kiri P =15 t Profil kanan

2 m 2m

4m
Gambar 4.13 Perletakan dan pembebanan sambungan
P = 15 T = 150000 N
L = 4m = 4000 mm
L1 =2m = 2000 mm
L2 =2m = 2000 mm
Profil yang digunakan Profil IWF 400 x 200 x 8 x 13
Fy = 240 MPa
Fu = 370 MPa
N
qu = 0,66 mm2

h = 400 mm
b = 200 mm
tw = 8 mm
tf = 13 mm

59
Universitas Sumatera Utara
r1 = 16 mm
A = 8410 mm2
Ix =237000000 mm4
Iy = 17400000 mm4
rx = 168 mm
ry = 45.4 mm
Sx = 1190000 mm3
Sy = 174000 mm3

1.Menghitung Reaksi Tumpuan


∑MA = 0
1
−R B L + P (L1 ) +q (L)2 = 0
2 u
1 N
−R B 4000 mm + P 3000 mm + 0,66 (4000 mm)2 = 0
2 mm
R B 4000 mm = 150000 N 2000 mm + 5280000 N mm
R B = 76320 N
R B = R A = 76320 N
2. Menghitung gaya-gaya dalam yang bekerja pada sambungan
Momen di sambungan
1
MC = R A x(L1 ) − q u (L1 )2
2
1
MC = 76320 N (2000 mm) − x 0,66 (2000)2
2
MC = 151320000 Nmm
Gaya lintang di sambungan
Dc = R A
Dc = 76320 N
Maka, gaya-gaya pada sambungan
Mu = Mc = 151320000 Nmm
Vu = Dc = 76320 N
e = 90 mm

60
Universitas Sumatera Utara
4.3.1 Kontrol Sambungan Sayap
Direncanakan menggunakan baut A-325 ulir tidak di bidang geser
d = 16 mm
d1 = 18 mm
fnv = 457 MPa
fnt = 620 MPa
ns =1
fy = 240 MPa
p
fu = 370 MPa
t pf = 13 mm
nf = 6 buah
lp = 220 mm
1 2 1
𝐴𝑏 = πd = 3,14 162 = 200,96 mm2
4 4
Syarat jarak baut:

60

100

60

30 90 90 45
Gambar 4.14 Detail jarak antarbaut pelat penyambung sayap
1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm
S1 yang digunakan 30 mm, 45 mm dan 60 mm (memenuhi persyaratan)
3d < S< 15 tp atau 200 mm
S yang digunakan 90 mm dan 100 mm (memenuhi persyaratan)
Kontrol jumlah baut yang digunakan pada bagian sayap
Perhitungan Kekuatan Baut
1. Kekuatan Geser Baut 1 irisan
R n = 𝑛𝑠 Fnv Ab
= 1 x 457 MPa x 200,96 mm2
= 91839 N
ϕ𝑅𝑛 = 0,75 x 91839 N = 68879,04 N (menentukan)

61
Universitas Sumatera Utara
2. Kekuatan Tumpu
21 72 72 36

Gambar 4.15 Jarak lc antabaut pelat penyambung sayap


Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
=121212 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 82 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
=184704 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 36 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
=184704 N
ϕ 𝑅𝑛 = 0,75 x 121212 N = 90909 N
Gaya dalam yang bekerja pada sayap adalah momen sayap
𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑
𝑻𝒖 𝑻𝒖

𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑 𝑴𝒔𝒂𝒚𝒂𝒑

𝑻𝒖 𝑻𝒖
Gambar 4.16 Reaksi sayap akibat diberikan beban
Musayap = 151320000 Nmm
Gaya Koppel akibat momen terhadap sayap
Mu flens
Tu =
(h + t pf )
151320000 Nmm
Tu = = 366392 N
(400 mm + 13)

62
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Baut yang diperlukan
Tu
n=
ϕR 𝑛 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖
366392 𝑁
𝑛= = 5,32 𝑏𝑢𝑎ℎ < 6 𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑨𝑴𝑨𝑵
68879 𝑁
Jumlah baut yang digunakan pada sayap 6 buah

Maka distribusi beban yang diterima 1 baut


Tu
R u (1 baut) =
n
366392N
R u (1 baut) = = 61065,3753 N
6
Kontrol Kekuatan Pelat Sambung

60

100
60
60

30 90 90 45
Gambar 4.17 Tampak
60 atas pelat penyambung
60 60 60 sayap
Ag = lp x tpf = 220 mm x 13 mm = 2860 mm2
An=Ae= Ag -2 x d1 x tpf = 2860 – 2 x 18 mm x 13 mm = 2392 mm2
Kekuatan leleh pelat
ϕTn=ϕ Fy x Ag =0,9 x 240 MPa x 2860 mm2 = 617760 N
Tu < ϕTn 366392 N < 617760 N AMAN
Kekuatan fraktur pelat
Tu pelat =ϕTn=ϕ Fu x Ae = 0,75 x 370 MPa x 2392 mm2 = 663780 N
Tu < ϕTn 366392 N < 663780N AMAN
Keruntuhan geser blok pelat
Agv = 225 x tpw = 225 mm x 13 mm = 2925 mm2
Anv =(s-d1) x 2 +(s1-1/2 d1) x tpw
= (90-18) mm x 2 + (45 – 9) mm x 13 mm = 2340 mm2
Agv = (s1 -1/2d1) x tpw = (45 – 9) mm x 13 = 260 mm2

63
Universitas Sumatera Utara
Keadaan Leleh
ϕTn =0,9 x 0,6 Fy Agv + Fu Ant
= 0,9 x0,6 x 240 MPa x 2925 mm2 +370 MPa x260 mm2 =475280 N
Tu < ϕTn 366392 N < 475280 N AMAN
Keadaan Fraktur
ϕTn =0,75 x 0,6 Fu Anv + Fu Ant
=0,75 x 0,6 x 370 MPa x 2340 mm2 + 370 MPa x 520 mm2 =582010 N
Tu < ϕTn 366392 N < 582010 N AMAN

4.3.2 Kontrol Sambungan Badan


Direncanakan menggunakan menggunakan baut mutu tinggi A-325 dan ulir tidak di
bidang geser
d = 16 mm
d1 = 18 mm
fnv = 457 MPa
fnt = 620 MPa
fy = 240 MPa
p
fu = 370 MPa
t pw = 8 mm
ns =2
1 2 1
𝐴𝑏 = πd = 3,14 162 = 200,96 mm2
4 4
nw = 8 buah baut
30

90
0
90
0
90
030

30 90 45
0 baut pelat penyambung badan
Gambar 4.18 Detail jarak antar

64
Universitas Sumatera Utara
1,5d < S1 < (4tp +100 mm) atau 200 mm
S1 yang digunakan 30 mm (memenuhi persyaratan)
3d < S < 15 tp atau 200 mm
S yang digunakan 90 mm (memenuhi persyaratan)
Perhitungan Kekuatan Baut
1. Kekuatan Geser Baut 2 irisan
R n = ns x Fnv Ab
= 2 x 457 MPa x 200,96 mm2
= 183677,44N
ϕRn = 0,75 x 183677 N = 137758,08 N
2. Kekuatan Tumpu Badan

21
90

90

90

21

Gambar 4.19 Jarak lc antarbaut pelat penyabung badan


Kuat tumpu didasarkan kondisi deformasi yang kecil, dimana:
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 21 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
= 106560 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 82 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
= 113664 N
𝑅𝑛 = 1,2 𝑙𝑐 𝑡𝑝𝑓 𝐹𝑢 ≤ 2,4 db t p Fu
= 1,2 x 36 mm x 13 mm x 370 MPa ≤ 2,4 x 16 mm x 13 mm x 370 MPa
= 106560 N
ϕ 𝑅𝑛 = 0,75 x 106560 N = 79920 N

65
Universitas Sumatera Utara
Gaya dalam yang bekerja pada badan adalah momen badan dan gaya lintang

𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 e= 90 𝑀𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

𝑉𝑢
Gambar 4.20 Reaksi badan akibat diberi beban
Du = 76320 N
e = 90 mm
Momen akibat eksentrisitas(ΔMu) =∑𝑀𝑢 𝑤𝑒𝑏 =Du x e
= 76320 N x 90 mm
= 6868800 Nmm
Kontrol gaya-gaya yang terjadi pada masing-masing baut
Gaya pada masing-masing baut badan akibat momen dihitung sebagai berikut
Gaya arah x
∑𝑀𝑢 x y1
R uxi =
∑x 2 + ∑y 2
Gaya arah y
∑𝑀𝑢 x x1
R uyi =
∑x 2 + ∑y 2

7 8

90 5 6
45
45 3 4

90 1 2

3 45
45
∑Mu Δ𝑃𝑢𝑣
Gambar 4.21 Distribusi gaya eksentrisitas terhadap grup baut

66
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Gaya-gaya pada masing-masing baut

No xi yi xi2 yi2 Ruyi Ruxi


(mm) (mm) (mm2) (mm2) (N) (N)
1 -45 -90 2025 8100 -5451 -10903
2 45 -90 2025 8100 5451 -10903
3 -45 -45 2025 2025 -5451 -5451
4 45 -45 2025 2025 5451 -5451
5 -45 45 2025 2025 -5451 5451
6 45 45 2025 2025 5451 5451
7 -45 90 2025 8100 -5451 10903
8 45 90 2025 8100 5451 10903
∑= 16200 40500
Gaya tambahan pada baut badan akibat gaya geser

ΔPuvi = Puv / nw = 7630 / 8 = 9540 N


Resultan gaya pada baut badan R ui = √(R uxi )2 + (R uyi + Δ𝑃𝑢𝑣𝑖 )2

Tabel 4.4 Resultan gaya pada baut badan

No Ruyi+ΔPuvi Ruxi Rui


(N) (N) (N)
1 4089 -10903 11644
2 14991 -10903 18537
3 4089 -5451 6814
4 14991 -5451 15952
5 4089 5451 6814
6 14991 5451 15952
7 4089 10903 11644
8 14991 10903 18537
Ru max = 18537
Kontrol kekuatan baut
Kontrol terhadap kekuatan geser baut
R u maks < ϕ𝑅𝑛
18537 N < 137758,08 N AMAN
Kontrol terhadap kekuatan tumpu pelat
R u maks < ϕ𝑅𝑛
18537 N < 79920 N AMAN

67
Universitas Sumatera Utara
Kontrol Tebal Pelat Penyambung Pada Badan

8 Sumbu simetris sambungan


30

90

330 e=90
90 330

90

30
8 8

Gambar 4.22 Tampak depan pelat penyambung badan


Agv=2 x tpw x hp = 2x 8 mm x 330 mm = 5280 𝑚𝑚2
Anv=(hp-3 x d1) x 2 X tpw=(330 mm- 3x 18 mm) x 2 x 8 mm = 4416 𝑚𝑚2
Kuat geser elemen sambungan pelat badan :
Kondisi leleh
ϕVn =0,9 x Fy x Agv = 0,9 x 240 MPa x 5280 mm = 684288 N
Vu < ϕVn 76320 N < 684288 N AMAN
Kondisi fraktur
ϕVn =0,75 x Fu x Anv = 0,9 x 370 MPa x 4416 mm = 735264 N
Vu < ϕVn 76320 N < 735264 N AMAN

Hasil yang diperoleh dari analisa sambungan dengan cara analitis


Dari perhitungan analitis diperoleh kekuatan nominal setiap baut.Kekuatan
nominal pada masing-masing baut dibagian sayap diasumsikan sama
besarnya.Sementara pada bagian sayap kekuatan nominal baut dihitung dengan
memepertimbangkan eksentrisitas sehingga diperoleh kekuatan nominal baut yang
berbeda setiap bautnya.Untuk memperoleh nilai tegangan pada baut maka kekuatan
nominal baut tersebut dibagi dengan luas penampang baut.

68
Universitas Sumatera Utara
1.Momen terbagi pada sayap dan badan
Tabel 4.5 Tegangan baut sayap
Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan
Baut
(N) (MPa)
Baut 1 52079,296 200,960 259,153
Baut 2 52079,296 200,960 259,153
Baut 3 52079,296 200,960 259,153
Baut 4 52079,296 200,960 259,153
Baut 5 52079,296 200,960 259,153
Baut 6 52079,296 200,960 259,153

Tabel 4.6 Tegangan baut badan


Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan
Baut
(N) (MPa)
Baut 13 56620,024 200,960 281,748
Baut 14 40020,769 200,960 199,148
Baut 15 40020,769 200,960 199,148
Baut 16 56620,024 200,960 281,748
Baut 17 48201,798 200,960 239,858
Baut 18 26818,802 200,960 133,453
Baut 19 26818,802 200,960 133,453
Baut 20 48201,798 200,960 239,858

2.Momen sepenuhnya ditahan oleh sayap


Tabel 4.7 Tegangan baut sayap
Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan
Baut
(N) (MPa)
Baut 1 61065,375 200,960 303,868
Baut 2 61065,375 200,960 303,868
Baut 3 61065,375 200,960 303,868
Baut 4 61065,375 200,960 303,868
Baut 5 61065,375 200,960 303,868
Baut 6 61065,375 200,960 303,868

69
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Tegangan baut sayap
Kekuatan Nominal Baut Luas Badan Baut Tegangan
Baut
(N) (MPa)
Baut 13 18536,861 200,960 92,242
Baut 14 15951,834 200,960 79,378
Baut 15 15951,834 200,960 79,378
Baut 16 18536,861 200,960 92,242
Baut 17 11644,257 200,960 57,943
Baut 18 6814,286 200,960 33,909
Baut 19 6814,286 200,960 33,909
Baut 20 11644,257 200,960 57,943

4.4 Analisis Dengan Program ANSYS.


Pada perhitungan manual telah diperoleh dimensi dari sambungan dan
karakteristik dari bahan yang akan digunakan pada simulasi Program ANSYS.
Dimensi yang diperoleh pada perhitungan manual akan digunakan untuk membuat
gambar pemodelan sambungan dengan menggunakan Autocad 2017.
1.Menggambar pemodelan sambungan pada Autocad
Data Geometri yang diperoleh dari perhitungan manual
Dimensi profil : IWF 400 x 200 x 8 x 13
h = 400 mm
b = 200 mm
tw = 8 mm
tf = 13 mm
r1 = 16 mm
Profil kiri =2m
Profil kanan =2m
Tebal pelat penyambung badan = 8 mm
Tebal pelat penyambung sayap =13 mm
Diameter baut (M-16) = 16 mm
Diameter lubang = 18 mm
Jumlah baut di sayap atas = 12 buah
Jumlah baut di sayap bawah = 12 buah
Jumlah baut di badan = 16 buah

70
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan jarak antar baut dan jarak baut ke tepi
S = 90 mm
S1 = 30 mm

Gambar 4.23 Sambungan web-flange gelagar pada Autocad

(a)

(b)

(c)
Gambar 4.24 Penomoran Baut (a) sayap atas (b) badan (c) sayap bawah

71
Universitas Sumatera Utara
2. Pengaturan karakteristik bahan yang digunakan
Karakteristik bahan material yang digunakan adalah baja dengan ketentuan
pada Program ANSYS. Karakteristik material yang perlu diubah:
a. Fy profil = 240 MPa
b. Fu profil = 370 MPa
c. Fy pelat penyambung = 240 MPa
d. Fu pelat penyambung = 370 MPa
e. Fy baut/mur = 535 MPa
f. Fu baut/mur = 825 MPa

(a)

(b)

72
Universitas Sumatera Utara
(c)
Gambar 4. 25 Engineering Data (a) profil (b) pelat penyambung (c) baut
3. Input Geometri
Gambar sambungan yang telah digambar pada Autocad dieksport ke format
iges, kemudian di import ke program ANSYS. Setelah geometri sambungan diinput
dilakukan pemberian nama pada bagian part/bodies dengan tujuan untuk memudahkan
saat assigment material dan pengaturan kontak pada sambungan.

Gambar 4.26 Pemodelan Sambungan pada program ANSYS V14.5

73
Universitas Sumatera Utara
4. Assignment Material
Pada tahap ini melakukan control terhadap pemilihan sifat material yang
digunakan pada proses pemodelan. Dimana material yang digunakan datanya sudah di
input pada proses pengaturan Engineering Data sebelumnya.

Gambar 4.27 Assigment Material

74
Universitas Sumatera Utara
5. Menentukan kontak antar elemen
Kontak antar elemen sangat menentukan hasil yang akan diperoleh dari hasil
simulasi program ANSYS ini. Untuk simulasi pada sambungan gelagar ini kontak
antar elemen adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Kontak antar elemen
Model Element
Tipe Kontak
Kontak Target Contact
Profil- Friction (Koef =
pelat penyambung Profil
Pelat Penyambung 0,3)
Kepala baut-
pelat penyambung Kepala baut Bonded
Pelat Penyambung
Mur-
pelat penyambung Mur Bonded
Pelat Penyambung
Lubang Mur- Lubang
Badan Baut Bonded
Badan Baut Mur

Gambar 4.28 Contact Element

75
Universitas Sumatera Utara
6. Menentukan perletakan dan pembebanan pada sambungan
Menginput pembebanan yang terjadi pada sambungan serta mengatur besar dan
arah pembebanan yang tarjadi. Pemberian pembeban pada sambungan diberikan pada
permukaan profil IWF , dimana arah pembebanan tegak lurus dengan sumbu. Beban
yang diberikan pada sambungan adalah P1=150000 N dan P2=150000 N. Tumpuan
dari pemodelan pada penelitian ini ditentukan pada ujung-ujung sambungan dengan
jenis sendi-rol. Tumpuan sendi-rol dimodelkan dengan fixed support untuk sendi dan
displacement untuk rol (sumbu x = free).

Gambar 4.29 Menentukan perletakan dan beban

7. Mengeksplor hasil dari program ANSYS


Hasil yang akan dieksplor pada simulasi program ANSYS ini adalah tegangan
geser dan deformasi yang terjadi pada masing-masing baut. Deformasi baut yang
dieksplor adalah hanya pada sumbu x.

76
Universitas Sumatera Utara
(a)

(b)
Gambar 4. 30 (a) tegangan baut (b) deformasi baut

77
Universitas Sumatera Utara
4.5 Rekapitulasi Hasil Simulasi Program ANSYS
4.5 1 Deformasi Baut Sumbu x
Tabel 4.10 Defomasi baut sayap atas profil kiri
Deformasi Sumbu x
Baut
(mm)
Baut 1 0,7268
Baut 2 0,7319
Baut 3 0,7696
Baut 4 0,7285
Baut 5 0,7354
Baut 6 0,7706

0,7800
0,7696 0,7706
0,7700

0,7600
Deformasi (mm)

0,7500

0,7400 0,7354
0,7319
0,7268 0,7285
0,7300

0,7200

0,7100

0,7000
Baut 1 Baut 2 Baut 3 Baut 4 Baut 5 Baut 6

Gambar 4.31 Grafik deformasi baut sayap atas profil kiri

Tabel 4.11 Deformasi baut sayap atas profil kanan


Deformasi Sumbu x
Baut
(mm)
Baut 7 0,7066
Baut 8 0,6549
Baut 9 0,6295
Baut 10 0,7165
Baut 11 0,6590
Baut 12 0,6322

78
Universitas Sumatera Utara
0,7165
0,7200 0,7066

0,7000

0,6800

Deformasi (mm)
0,6549 0,6590
0,6600

0,6400 0,6295 0,6322

0,6200

0,6000

0,5800
Baut 7 Baut 8 Baut 9 Baut 10 Baut 11 Baut 12

Gambar 4.32 Grafik deformasi baut sayap atas profil kanan

Tabel 4.12 Deformasi baut badan profil kiri


Deformasi Sumbu x
Baut
(mm)
Baut 13 0,6873
Baut 14 0,6807
Baut 15 0,6764
Baut 16 0,6661
Baut 17 0,7033
Baut 18 0,6813
Baut 19 0,6690
Baut 20 0,6690

0,7100 0,7033

0,7000
0,6873
0,6900
Deformasi (mm)

0,6807 0,6813
0,6764
0,6800
0,6690 0,6690
0,6700 0,6661

0,6600

0,6500

0,6400
Baut Baut Baut Baut Baut Baut Baut Baut
13 14 15 16 17 18 19 20

Gambar 4.33 Grafik deformasi baut badan profil kiri

79
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13 Deformasi baut badan profil kanan
Deformasi Sumbu x
Baut
(mm)
Baut 21 0,67544
Baut 22 0,68314
Baut 23 0,69828
Baut 24 0,71929
Baut 25 0,66706
Baut 26 0,68354
Baut 27 0,70623
Baut 28 0,73891

0,73891
0,74
0,71929
0,72
0,70623
0,69828
Deformasi (mm)

0,7
0,68314 0,68354
0,67544
0,68
0,66706

0,66

0,64

0,62
Baut 21 Baut 22 Baut 23 Baut 24 Baut 25 Baut 26 Baut 27 Baut 28

Gambar 4.34 Grafik deformasi baut badan profil kanan

Tabel 4.14 Deformasi baut sayap bawah profil kiri


Deformasi Sumbu x
Baut
(mm)
Baut 29 0,6675
Baut 30 0,6258
Baut 31 0,6258
Baut 32 0,6665
Baut 33 0,6264
Baut 34 0,6249

80
Universitas Sumatera Utara
0,6675 0,6665
0,6700

0,6600

Deformasi (mm) 0,6500

0,6400

0,6258 0,6258 0,6264 0,6249


0,6300

0,6200

0,6100

0,6000
Baut 29 Baut 30 Baut 31 Baut 32 Baut 33 Baut 34

Gambar 4.35 Grafik deformasi baut sayap bawah profil kiri

Tabel 4.15 Deformasi baut sayap bawah profil kanan


Deformasi Sumbu x
Baut
(mm)
Baut 35 0,7961
Baut 36 0,7924
Baut 37 0,8343
Baut 38 0,7960
Baut 39 0,7927
Baut 40 0,8342

0,8400 0,8343 0,8342

0,8300

0,8200
Deformasi (mm)

0,8100

0,8000 0,7961 0,7960


0,7924 0,7927

0,7900

0,7800

0,7700
Baut 35 Baut 36 Baut 37 Baut 38 Baut 39 Baut 40

Gambar 4.36 Grafik deformasi sbaut sayap bawah profil kanan

81
Universitas Sumatera Utara
4.5.2 Tegangan Geser Maksimum

Tabel 4.16 Tegangan geser baut sayap atas profil kiri


Tegangan Geser Maximum
Baut
(MPa)
Baut 1 134,9700
Baut 2 129,3900
Baut 3 193,1300
Baut 4 149,6200
Baut 5 150,5700
Baut 6 203,0400

Tabel 4.17 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan


Tegangan Geser Maximum
Baut
(MPa)
Baut 7 138,0800
Baut 8 117,7400
Baut 9 162,0300
Baut 10 130,4400
Baut 11 113,5400
Baut 12 170,6600

Tabel 4.18 Tegangan geser baut badan profil kiri


Tegangan Geser Maximum
Baut
(MPa)
Baut 13 136,6700
Baut 14 42,5050
Baut 15 85,1540
Baut 16 224,9400
Baut 17 104,9200
Baut 18 54,5650
Baut 19 118,7500
Baut 20 240,6500

82
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.19 Tegangan geser baut badan profil kanan
Tegangan Geser Maximum
Baut
(MPa)
Baut 21 138,0200
Baut 22 49,2300
Baut 23 128,4900
Baut 24 316,9100
Baut 25 95,1240
Baut 26 48,5510
Baut 27 110,1200
Baut 28 236,1000

Tabel 4.20 Tegangan geser baut sayap bawah profil kiri


Tegangan Geser Maximum
Baut
(MPa)
Baut 29 241,0700
Baut 30 199,6800
Baut 31 243,3200
Baut 32 228,5900
Baut 33 231,3800
Baut 34 241,8800

Tabel 4.21 Tegangan geser baut sayap bawah profil kanan


Tegangan Geser Maximum
Baut
(MPa)
Baut 35 235,7100
Baut 36 192,7000
Baut 37 237,6000
Baut 38 234,2100
Baut 39 195,8500
Baut 40 239,4500

83
Universitas Sumatera Utara
4.6 Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan manual dan
Program ANSYS (Momen Terbagi Di Sayap dan Badan)
Tabel 4.22 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri
Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 1 134,9700 259,1525 0,5208
Baut 2 129,3900 259,1525 0,4993
Baut 3 193,1300 259,1525 0,7452
Baut 4 149,6200 259,1525 0,5773
Baut 5 150,5700 259,1525 0,5810
Baut 6 203,0400 259,1525 0,7835

300,0000
259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525
250,0000
203,0400
193,1300
Tegangan (MPa)

200,0000
149,6200 150,5700
134,9700 129,3900
150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
Baut 1 Baut 2 Baut 3 Baut 4 Baut 5 Baut 6

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.37 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri

Tabel 4.23 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 7 138,0800 259,1525 0,5328
Baut 8 117,7400 259,1525 0,4543
Baut 9 162,0300 259,1525 0,6252
Baut 10 130,4400 259,1525 0,5033
Baut 11 113,5400 259,1525 0,4381
Baut 12 170,6600 259,1525 0,6585

84
Universitas Sumatera Utara
300,0000
259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525
250,0000

Tegangan (MPa)
200,0000 162,0300 170,6600
138,0800 130,4400
150,0000 117,7400 113,5400
100,0000

50,0000

0,0000
Baut 7 Baut 8 Baut 9 Baut 10 Baut 11 Baut 12

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.38 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan

Tabel 4.24 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 13 136,6700 281,7477 0,4851
Baut 14 42,5050 199,1479 0,2134
Baut 15 85,1540 199,1479 0,4276
Baut 16 224,9400 281,7477 0,7984
Baut 17 104,9200 239,8577 0,4374
Baut 18 54,5650 133,4534 0,4089
Baut 19 118,7500 133,4534 0,8898
Baut 20 240,6500 239,8577 1,0033

300,0000 281,7477 281,7477


239,8577 240,6500
239,8577
250,0000 224,9400
199,1479
199,1479
Tegangan (MPa)

200,0000
136,6700 133,4534
133,4534
150,0000 118,7500
104,9200
85,1540
100,0000
54,5650
42,5050
50,0000

0,0000
Baut Baut Baut Baut Baut Baut Baut Baut
13 14 15 16 17 18 19 20

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.39 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri

85
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.25 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan
Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 21 138,0200 281,7477 0,4899
Baut 22 49,2300 199,1479 0,2472
Baut 23 128,4900 199,1479 0,6452
Baut 24 316,9100 281,7477 1,1248
Baut 25 95,1240 239,8577 0,3966
Baut 26 48,5510 133,4534 0,3638
Baut 27 110,1200 133,4534 0,8252
Baut 28 236,1000 239,8577 0,9843

350,0000 316,9100

300,0000 281,7477 281,7477


239,8577 239,8577
236,1000
250,0000
Tegangan (MPa)

199,1479199,1479
200,0000
138,0200 128,4900 133,4534133,4534
150,0000
110,1200
95,1240
100,0000
49,2300 48,5510
50,0000

0,0000
Baut 21 Baut 22 Baut 23 Baut 24 Baut 25 Baut 26 Baut 27 Baut 28

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.40 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan

Tabel 4.26 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 29 241,0700 259,1525 0,9302
Baut 30 199,6800 259,1525 0,7705
Baut 31 243,3200 259,1525 0,9389
Baut 32 228,5900 259,1525 0,8821
Baut 33 231,3800 259,1525 0,8928
Baut 34 241,8800 259,1525 0,9333

86
Universitas Sumatera Utara
300,0000
259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525
241,0700 243,3200 241,8800
250,0000 228,5900 231,3800
199,6800

Tegangan (MPa)
200,0000

150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
Baut 29 Baut 30 Baut 31 Baut 32 Baut 33 Baut 34

Series1 Series2

Gambar 4.41 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri

Tabel 4.27 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 35 235,7100 259,1525 0,9095
Baut 36 192,7000 259,1525 0,7436
Baut 37 237,6000 259,1525 0,9168
Baut 38 234,2100 259,1525 0,9038
Baut 39 195,8500 259,1525 0,7557
Baut 40 239,4500 259,1525 0,9240

350,0000

300,0000 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525 259,1525


235,7100 237,6000 234,2100 239,4500
250,0000
Tegangan (MPa)

192,7000 195,8500
200,0000

150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
Baut 35 Baut 36 Baut 37 Baut 38 Baut 39 Baut 40

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.42 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan

87
Universitas Sumatera Utara
4.7 Perbandingan tegangan yang terjadi pada baut dengan perhitungan manual dan
Program ANSYS (Momen Sepenuhnya Ditahan Sayap)
Tabel 4.28 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri
Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 1 134,9700 303,8683 0,4442
Baut 2 129,3900 303,8683 0,4258
Baut 3 193,1300 303,8683 0,6356
Baut 4 149,6200 303,8683 0,4924
Baut 5 150,5700 303,8683 0,4955
Baut 6 203,0400 303,8683 0,6682

350,0000
303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683
300,0000

250,0000
Tegangan (MPa)

193,1300 203,0400
200,0000
149,6200 150,5700
134,9700 129,3900
150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
Baut 1 Baut 2 Baut 3 Baut 4 Baut 5 Baut 6

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.43 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kiri

Tabel 4.29 Perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 7 138,0800 303,8683 0,4544
Baut 8 117,7400 303,8683 0,3875
Baut 9 162,0300 303,8683 0,5332
Baut 10 130,4400 303,8683 0,4293
Baut 11 113,5400 303,8683 0,3736
Baut 12 170,6600 303,8683 0,5616

88
Universitas Sumatera Utara
350,0000
303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683
300,0000

Tegangan (MPa)
250,0000

200,0000 162,0300 170,6600


138,0800 130,4400
150,0000 117,7400 113,5400
100,0000

50,0000

0,0000
Baut 7 Baut 8 Baut 9 Baut 10 Baut 11 Baut 12

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.44 Grafik perbandingan tegangan baut sayap atas profil kanan

Tabel 4.30 Perbandingan tegangan baut badan profil kiri


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 13 136,6700 92,2415 1,4817
Baut 14 42,5050 79,3782 0,5355
Baut 15 85,1540 79,3782 1,0728
Baut 16 224,9400 92,2415 2,4386
Baut 17 104,9200 57,9432 1,8107
Baut 18 54,5650 33,9087 1,6092
Baut 19 118,7500 33,9087 3,5021
Baut 20 240,6500 57,9432 4,1532

240,6500
250,0000 224,9400

200,0000
Tegangan (MPa)

136,6700
150,0000 118,7500
104,9200
92,2415 85,1540 92,2415
100,0000 79,378279,3782
57,9432
54,5650 57,9432
42,5050 33,908733,9087
50,0000

0,0000
Baut Baut Baut Baut Baut Baut Baut Baut
13 14 15 16 17 18 19 20

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.45 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kiri

89
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.31 Perbandingan tegangan baut badan profil kanan
Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 21 138,0200 92,2415 1,4963
Baut 22 49,2300 79,3782 0,6202
Baut 23 128,4900 79,3782 1,6187
Baut 24 316,9100 92,2415 3,4357
Baut 25 95,1240 57,9432 1,6417
Baut 26 48,5510 33,9087 1,4318
Baut 27 110,1200 33,9087 3,2475
Baut 28 236,1000 57,9432 4,0747

350,0000 316,9100

300,0000
236,1000
250,0000
Tegangan (MPa)

200,0000
138,0200 128,4900
150,0000
110,1200
92,2415 95,1240
92,2415
100,0000 79,3782 79,3782
49,2300 57,9432
48,5510 57,9432
33,9087 33,9087
50,0000

0,0000
Baut 21 Baut 22 Baut 23 Baut 24 Baut 25 Baut 26 Baut 27 Baut 28

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.46 Grafik perbandingan tegangan baut badan profil kanan

Tabel 4.32 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 29 241,0700 303,8683 0,7933
Baut 30 199,6800 303,8683 0,6571
Baut 31 243,3200 303,8683 0,8007
Baut 32 228,5900 303,8683 0,7523
Baut 33 231,3800 303,8683 0,7614
Baut 34 241,8800 303,8683 0,7960

90
Universitas Sumatera Utara
350,0000
303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683
300,0000
241,0700 243,3200 241,8800
250,0000 228,5900 231,3800
Tegangan (MPa)
199,6800
200,0000

150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
Baut 29 Baut 30 Baut 31 Baut 32 Baut 33 Baut 34

Series1 Series2

Gambar 4.47 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kiri

Tabel 4.33 Perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan


Tegangan Geser
Baut Rasio
ANSYS Analitis
Baut 35 235,7100 303,8683 0,7757
Baut 36 192,7000 303,8683 0,6342
Baut 37 237,6000 303,8683 0,7819
Baut 38 234,2100 303,8683 0,7708
Baut 39 195,8500 303,8683 0,6445
Baut 40 239,4500 303,8683 0,7880

350,0000
303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683 303,8683
300,0000
235,7100 237,6000 234,2100 239,4500
250,0000
Tegangan (MPa)

192,7000 195,8500
200,0000

150,0000

100,0000

50,0000

0,0000
Baut 35 Baut 36 Baut 37 Baut 38 Baut 39 Baut 40

Tegangan Geser ANSYS Tegangan Geser Analitis

Gambar 4.48 Grafik perbandingan tegangan baut sayap bawah profil kanan

91
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil perhitungan dengan cara analitis dengan hasil dari program ANSYS
terlihat perbedaan antara tegangan geser dengan menggunakan perhitungan analitis
(LRFD) dan dengan menggunakan program ANSYS. Pada bagian titik berat
sambungan ke atas (tertekan) terlihat bahwa perbandingan tegangan geser yang terjadi
antara analisa dengan perhitungan analitis dan program ANSYS perbedaannya sangat
besar. Sementara pada bagian titik berat sambungan ke bawah (tertarik) perbandingan
tegangan geser yang terjadi pada baut antara analisa perhitungan analitis dan program
ANSYS perbedaannya mendekati.

92
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pada perhitungan menurut analitis (LRFD) tegangan baut yang terjadi pada
bagian sayap sama dan pada bagian badan berbeda karena dihitung berdasarkan
eksentrisitas terhadap gaya lintang yang diterima.
2. Pada sayap tegangan baut maksimal yang diterima adalah sebesar 259,153
MPa dan pada badan tegangan baut maksimal adalah 281,748MPa (Momen
terbagi di sayap dan badan profil). Pada sayap tegangan baut maksimal yang
diterima adalah sebesar 303,868 MPa dan pada badan tegangan baut maksimal
adalah 92,242 MPa (Momen sepenuhnya ditahan oleh sayap)
3. Deformasi baut yang terjadi 0,6249 mm - 0,8343 mm.
4. Berdasarkan pehitungan menggunakan Program ANSYS nilai tegangan geser
yang terjadi pada masing-masing baut berbeda-beda.
5. Perbandingan tegangan geser Analitis (momen terbagi di sayap dan badan) dan
ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah
0,2134- 0,7835 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik)
adalah 0,4276-1,1248
6. Perbandingan tegangan geser Analitis (momen sepenuhnya ditahan sayap) dan
ANSYS baut dari titik berat sambungan ke atas (keadaan tertekan) adalah
0,3736-1,8107 dan dari titik berat sambungan ke bawah (keadaan tertarik)
adalah 0,6342- 4,1532.
7. Maka,dari hasil Program ANSYS daerah baut yang paling besar menahan
tegangan geser adalah bagian titik berat sambungan ke bawah (keadaan
tertarik). Maka zona ini merupakan zona yang paling berbahaya, bila diberikan
pembebanan .

93
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran
Berdasarkan penulisan Tugas Akhir ini, beberapa saran yang penulis dapat berikan
untuk studi lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Dalam menganalisis suatu model struktur, perhatikan jenis analisa yang akan
dilakukan serta pemilihan jenis elemen yang cocok untuk model yang kita
gunakan.
2. Pemberian tanda positif dan negatif pada arah gaya dan panjang bentang. Juga
harus diperhatikan satuan pada analisa yang dilakukan serta cara pemberian
perletakan pada model yang ada.
3. Untuk pemodelan sambungan pada ANSYS perlu diperhatikan secara detail
kontak atau bidang sentuh setiap elemen,karena sangat mempengaruhi hasil
yang akan diperoleh.
4. Untuk pengembangan dalam penggunaan ANSYS , sebaiknya terus dilakukan
percobaan terhadap berbagai jenis model dan analisis yang berbeda untuk
mendapatkan hasil yang mendekati hasil sebenarnya sehingga dengan
menggunakan program ANSYS kita dapat menyelesaikan suatu struktur yang
rumit dengan hasil yang mendekati.

94
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Dewobroto,Wiryanto.2016. Struktur Baja Perilaku, Analisis dan Desain-AISC 2010


Edisi ke-2. Tangerang. Jurusan Teknik Sipil UPH
Handono,Banu Dwi dan Rony Pandaleke.2017. Perilaku Sambungan Baut
Flush End-Plate Balok Kolom Baja Pada Kondisi Batas. Monado :
Jurnal Sipil Statik Vol.5.
Kulak, Geoffrey and John W.Fisher.2001.Guide to Design for Bolted and Riveted
Joints.Chicago:American Institut of Steel Construction.
Nah,Hwan-Seon.2017. Develop a Method to Estimate the Tension of Torque-
Shear High Strength Bolts.Korea: Journal of Steel Structures & Construction.
Primasari,Herbudiman dan Hardono.2015.Kajian Distribusi Tegangan
Sambungan Material Fiber Reinforced Polymer pada Kondisi Elastik
Linier Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga.Bandung:Jurnal
Online Institut Teknologi Nasional Vol.1 No.1.
Riama,Benget Armina Manalu. 2010. Kontribusi Kekakuan Terhadap Sambungan
Baut Pada Konstruksi Baja .Medan: Tugas Akhir Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara.
Salmon,Charles G, Jhon E.Jhonson dan Faris A.Malhas.2009.Steel Structures Design
And Behavior (Emphasizing Load and Resistance Factor Design.United
State of America: Pearson Education,Inc.
Setiawan,Agus.2008.Perencanaan Struktur Baja Dengan Metode LRFD (Sesuai
SNI 03-1727-2002).Jakarta:Erlangga.
Setiyarto,Y.Djoko.2015.Studi Parametrik dan Eksperimental:Pengaruh Tata Letak
Baut pada Sambungan Momen Sebidang Untuk Struktur Baja Cold
Formed.Bandung:Jurusan Teknik Sipil Vol.10 No.1.
Standar Nasional Indonesia 1729-2015. 2015. Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung
Baja Struktural. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Wen,Huajie dan Hussam Mahmoud.2017.Simulation of Block Shear Fracture
in Bolted Connections.America Serikat:Journal of Constructional Stell
Research.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai