Anda di halaman 1dari 7

1.

Pengertian Pajak
a.
- Pajak ada karena ada masyarakat. Kalau gaada masyarakat gaada pajak. (1)
- Masyarakat = kumpulan orang yang berkumpul di suatu tempat untuk waktu tertentu,
lama/sebentar. Punya tujuan bersama tertentu (1)
- Indonesia = bangsa yang berikrar menindirikan negara, didasarkan pada pancasila. (1)
- Masyarakat = kumpulan indivitu. Otto von Gierke = individu tidak mungkin hidup
tanpa masyarakat. Teori organ. (1)
Individu punya kepentingan sendiri (hidup masyarakat), tapi gak mungkin hidup
dipisahkan dengan hidup masyarakat (kepentingan masyarakat) (1)
- Biaya hidup = individu = beban individu = penghasilan individu.
Kepentingan masyarakat = beban negara = penghasilan negara. (1-2)
- Penghasilan negara berasal dari rakyat melalui pungutan pajak/kekayaan alam negara.
(2)
- Pungutan pajak = mengurangi penghasilan individu tapi dikembalikan dalam bentuk
lain untuk seluruh masyarakat, yang bayar pajak ataupun tidak (2)
b. Fungsi pajak.
- Fungsi budgeter = pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak2nya pada kas
negara untuk membiayai pengeluaran negara. (2)
- Fungsi regulerend/mengatur = alat untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh: UU
penanaman modal dan koperasi untuk tanam investasi, yg buat dapet keringanan
pajak. (3)
- Menanggulangi inflasi = mengatur perekonomian negara, mana yg tarif tinggi,
rendah, 0. (3-4).
c. Pendekatan Pajak.
- Segi ekonomi: dampak ekonomi terhadap masyarakat, pengaruh pada penghasilan,
pola konsumsi, supply and demand, dll. (4)
- Segi pembangunan: fungsi dan dampat terhadap pembangunan. Sisa pengeluaran
pemerintah dipakai pembangunan. Alat fiskal-policy/kebijakan fiskal.
Fiscal-policy: dua fungsi pajak (budgeter dan regulerend) dikombinasikan.
Maslah pembangunan: investasi = investasi berasal dr saving baik swasta ataupun
publik. (4-5)
- Segi penerapan praktis: siapa yg dikenakan, apa yg dikenakan, berapa, bagaimana
cara hitungnya. Masalahnya: mengabaikan aspek hukum, tidak ada kepastian hukum.
(5)
- Segi hukum: perikatan = hubungan hak dan kewajiban wajib pajak, subjek pajak sbg
subjek hukum, dll. Harus dikaji peraturan yg jadi dasar, sejauh mana kekuatan
mengikatnya dan memberi kepastian hukum. (5)
- Perikatan hukum pajak terjadi karena undang-undang (1233 BW). (6)
Pemerintah boleh pungut pajak, warga wajib bayar pajak. Ttp takda imbalan seperti
hukum perdata. (6)
Teori material: hutang pajak (perikatan pajak) timbul karena UU saat TATBESTAND
(kejadian, keadaan, peristiwa) sudah dipenuhi, tanpa menunggu surat ketetapan pajak.
Contoh: wajib pajak menghitung sendiri pajaknya tanpa tunggu surat ketetapan. SPT.
(6) Hanya deklarator dan tidak konstitutif.(7)
Teori formal: hutang pajak baru timbul kalau ada surat ketetapan pajak. Walaupun
TATBESTAND sudah terpenuhi. Konstitutif. (6-7).
Jadi,
d. Sistematik hukum pajak
- Hukum pajak formal: dimuat di undang2 sendiri memuat ketentuan yang dibutuhkan
untuk merealisasikan pajak material.
Contoh: surat pemberitahuan, ketetapan, tagihan, pembukuan, sanksi, dll. (7-8)
- Hukum pajak material: termuat di UU pajak berkaitan subjek, objek, dan tarif.
Subjek: ditentukan dr segi hukumnya. (9)
- Unsur dan ciri pajak:
Unsur:
1. Ada masyarakat – kepentingan umum.
2. Ada Uunya
3. Pemungut pajak – Pemerintah
4. Subyek pajak – wajib pajak.
5. Obyek Pajak – TATBESTAND (keadaan, perbuatan, peristiwa)
6. Surat ketetapan pajak (fakultatif)
Ciri:
1. Peralihan kekayaan – orang/badan ke masyarakat.
2. Tanpa anda imbalan yg secara langsung ditunjuk.
3. Dapat dipaksakan.
4. Berulang-ulang atau sekaligus.
5. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Gaji/pembangunan/dll.
6. Alat mencapai tujuan tertentu sbg incentive.
7. Langsung atau tidak langsung.
8. Pungutan pajak untuk tujuan khusus.
e. Definisi Pajak.
- Rachmat Soemitro:
Peralihan kekayaan dari sektor swasta ke publik berdasarkan UU, dapat dipaksakan,
dan timbal baliknya tidak langsung. Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum
dan sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah untuk mencapai tujuan yg
diluar keuangan negara.
Dari segi ekonomi: peralihan kekayaan dan guna dalam masyarakat.
Dari segi hukum: perikatan dan hak kewajiban.
- Pajak dari segi hukum
Perikatan yang timbul karena undang-undang dan mewajibkan seseorang untuk
memenuhi syarat yang ditentukan oleh UU untuk membayar sejumlah uang kepada
negara yang dapat dipaksakan, tanpa mendapatkan suatu imbalan secara langsung
dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran2 negara (rutin &
pembangunan) dan digunakan sebagai alat (pendorong/penghambat) untuk mencapai
tujuan di luar bidang keuangan. /12-13/
- Pajak dari segi ekonomi
Mikro ekonomi: mengurangi income individu, mengurangi daya beli seseorang,
mengurangi kesejahtraan individu, mengubah pola hidup wajib pajak.
Makro ekonomi: income bagi negara tanpa menimbulkan kewajiban balik kepada
wajib pajak. Income itu digunakan untuk membiayai kepentingan umum (pengeluaran
rutin+pengeluaran pembangunan). /13/
f. Falsafah pajak
- Falsafah pajak berasal dari pancasila. Sumber: Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 – “segala
pajak untuk kegunaan negara didasarkan pada undang-undang”.
- Harus berdasarkan UU karena mengurangi hak kita dan tidak memberikan imbal balik
secara langsung. Peralihan kekayaan tampa imbal balik. Oleh karena itu harus
disetujui oleh rakyat melalui wakil di parlemen dan dijadikan UU.
g. Pancasila dan Pajak.
- Kekeluargan dan gotong royong: secara sama-sama membiayai pengeluaran umum
sehingga terjadi pemerataan.
- Sila pertama: tidak bertentangan dengan kitab suci manapun. Bahkan di islam ada
soal zakat untuk membantu orang-orang miskin.
- Sila kedua: sisi yuridis pajak. Prinsip non diskriminasi, daya pikul artinya orang
dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak sama. Kemanusian artinya bahwa
perlakuan wajib pajak tidak boleh melanggar HAM, harus layak, dan tidak sewenang-
wenang. Pungutan yang melampaui batas itu melanggar sila kedua. Harus terlihat
dalam pelaksanaannya.
Keadilan itu relatif. Harus ditentukan apa itu daya pikul. Sumber daya pikul dan apa
yang menentukan daya pikul.
- Sila ketiga: pajak merupakan sumber keuangan utama negara.
- Sila keempat: rakyat menentukan adanya pajak melalui dewan perwakilan.
- Sila kelima: pajak sebagai alat pembiayaan masyarakat. Untuk membiayai
kepentingan umum. Untuk membiayai pembangunan, delapan jalur pemerataan:
1. Pemenuhan kebutuhan pokok: sandang, pangan, papan.
2. Pemenuhan pelayanan pendidikan dan kesehatan.
3. Pemenuhan pembagian pendapatan.
4. Pemenuhan kesempatan kerja.
5. Pemerataan kesempatan berusaha.
6. Pemerataan kesempatan berpartisispasi dalam pembangunan.
7. Pemerataan pembangunan
8. Pemenuhan keadilan.
- Tarif progresif: tarif yang presentasi pemungutannya semakin tinggi, jika dassar
pendapatan yang dikenakan pajak semakin tinggi /19/. Efeknya adalah meratakan
pendapatan. /19/.
Tarif proporsional:
h. Pajak dan APBN/APBD
- Pajak adalah sumber pendapatan yang besar dibanding minyak bumi dan gas alam.
Berada di posisi ke-3. /19-20/
- Tetapi minyak bumi dan gas alam akan habis. Oleh karena itu salah satu solusinya
adalah pajak. /20/
- Cara memperbesar pendapatan pajak: tax reform, intensifikasi, dan ekstensifikasi
pungutan-pungutan pajak. /20/ Pungutan disederhanakan, tarif diturunkan,
kepercayaan diberikan pada wajib pajak (self assesment), kejujuran diharapkan, dan
keaktifan diharapkan /20/ Jika masyarakat punya kesadaran/pengetahuan (tax
consciouaness) maka dia akan suka membayar pajak (tax minded), akhirnya
masyarakat disiplin (tax dicipline). /20-21/
- Pajak daerah dan pajak pusat diserahkan pada pemerintah daerah (Ipeda, PBB, PPh,
dan bea masuk) merupakan pendapatan utama APBD. Disamping subsidi pemerintah
pusat.
i. Fiscal Policy/Kebijakan Fiskal
- Soemitro Djojohadikoesoemo: Fiscal policy is an instrument of development must
therefore have a simultaneous purpose of directly finding the necessary funds for
public investment, or indirectly channeling private savings to productive sectors,
as well as of proventing the kind of spending that impedes development.
Summarily it can be stated thas fiscal policy as instrument of development must
based on a combination of progressivety in high direct and indirect taxation plus
flexibility within the system for exemptions and incentives to stimulate desirable
private investments.
- John F. Due : the generally accepted goal of fiscal policy is that of attainment of
greater economic stability , that is maintenance of a reasonably stable rate of
economic growth, without development of substantial unployment on the one hand or
of upward or downward movements in the general price on the other.
- Dalam hal ini, fungsi pajak bukan hanya sebagai budgeter tetapi juga mengatur.
j. Tax Reform
- Tax reform adalah pembaharuan perpajakan sesuai perkembangan ekonomi. Untuk
meningkatkan ekonomi nasional. Diajukan dengan UU.
- Penyederhanaan jumlah dan jenis pajak
Penyederhanaan tarif pajak
Penyederhanaan tata cara perpajakan
Pembenahan aparatur perpajakan mengenai: prosedur, disiplin, mental pegawai
Pemberian kepastian hukum.
- Untuk memberi kemampuan dalam membiayai pembangunan nasional dengan
kemampuan dalam negeri, khususnya kemampuan untuk dalam penerimaan
perpajakan
k. Penetapan dan Penagihan Pajak
- Administrasi pajak: jumlah pajak dan pembayaran pajak (28) / Harus ada sinkronisasi
dan koordinasi. Jangan sampai jumlahnya melampaui kemampuan wajib pajak. Kalau
lebih gak ada gunanya dan buruk untuk dampak ekonomi. (29) /
- Tax reform membuat sistem pajak mandiri/self assesment. Hitung sendiri. Kecuali
beberapa hal spt. PBB.
- Penagihan: dimulai dengan surat peringatan membayar pajak, surat teguran, dan surat
paksaan/eksekusi langsung, sifatnya eksekutorial (29/30). / Bersama surat paksaan
ada sita atau lelang atau penerapan sandera (30) /
Sita: pelaksanaan eksekusi. Harta wajib pajak akan disita dan dijual umum/lelang
menurut prosedur.
Penerapan sandera: sistem penyelesaian sengketa perdata melalui pembatasan hak dan
kemerdekaan wajib pajak. Sudah tidak ada lagi dalam perkara perdata. Dlm perkara
pajak.
l. Hukum pidana fiskal
- Hukum pajak merupakan bagian dari hukum administrasi negara (31) / Sanksi:
administratif dan pidana. Administratif untuk pelanggaran ringan, hukumannya
denda. Pidana untuk pelanggaran pidana dan kejahatan, pidana ringan untuk kealpaan,
pidana berat untuk perpajakan yang diskualifikasikan sebagai kejahatan (31) /
- Sebetulnya tidak perlu diatur lagi khusus krn ada di KUHP. Tetapi tetep aja diatur.
- Contoh: pemberitahuan tidak benar, mengemplang pajak, menyalahgunakan NPWP,
dll
m. Penyidikan
- Bukan barang baru. Bidang bea, cukai, dan pajak sudah ada penyidikan sejak 1951.
- Penyidikan adalah serangkaian tindakan oleh penyidikan untuk mencari dan
mengumpulkan adanya tindak pidana perpajakan.
- Diangkat oleh menteri kehakiman. Berada di tangan direktorat jenderal pajak.
1. Perundang-Undangan Pajak.
- Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945: Pajak untuk kas negara harus berdasarkan undang-
undang. Negara tidak boleh memungut pajak tanpa ada UUnya.
- Aturan pelaksana pajak dimuat dibawah UU spt. Kepres, PP, dll.
- Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang atas.
- UU hanya bias diubah oleh UU.
- RUU pajak dibuat oleh kementrian keuangan dengan bantuan Direktorat Jenderal
Pajak, diajukan kepada presiden lalu diteruskan ke DPR
2. Aparatur Perpajakan
- Pelaksanaan UU Pajak tugasnya Departemen Keuangan.
a. Dirjen Pajak
b. Dirjen Bea dan Cukai
c. Kantor Perbendaharaan Negara
d. Dirjen Anggaran
- Dirjen pajak melakukan tugasnya di daerah dengan kantor wilayah, membawahi
kantor inspeksi pajak
- Dirjen Pajak dibagi jadi: (1) Direktorat Pajak Langsung; (2) Dir. Pajak tidak
langsung; (3) Dir. Penguasaan Wilayah; (4) Dir. Perencanaan, penerimaan, dan
penagihan; (5) Dir. Peraturan Perpajakan; (6) Dir IPEDA (Bumi dan Bangunan)
- Dll.
3. Pengadilan Pajak
- Sengketa pajak: bidang pajak langsung atau tidak langsung;
- Surat ketetapan pajak lazimnya sumber sengketa, karena wajib pajak merasa pajak
yang dikenakan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
- Pertama: Undang-undang membuka kemungkinan mengajukan surat keberatan
kepada Dirjen Pajak cq. Kantor Inspeksi Pajak karena menentang surat ketetapan
pajak. Proses ini adalah proses administrasi.
- Selanjutnya: keluar surat keputusan Kepala Kantor Inspeksi Pajak mengenai surat
keberatan itu. Bisa diterima/tidak.
- Setelah itu: Jika tidak terima bisa mengajukan banding ke Majelis Pertimbangan
Pajak.
Majelis Pertimbangan Pajak adalah badan peradilan administrative mandiri diluar
Dirjen Pajak.
-

Anda mungkin juga menyukai