Anda di halaman 1dari 72

KARAKTERISTIK KIMIA SUSU SAPI PERAH FRIESIAN

HOLSTEIN (FH) DENGAN PEMBERIAN


KONSENTRAT HIJAU

SKRIPSI

Oleh:

ANDI TENRI KHAERANI ANWAR


I 111 12 065

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

i
KARAKTERISTIK KIMIA SUSU SAPI PERAH FRIESIAN
HOLSTEIN (FH) DENGAN PEMBERIAN
KONSENTRAT HIJAU

SKRIPSI

Oleh:

ANDI TENRI KHAERANI ANWAR


I111 12 065

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………………………………………


Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya

yang senantias tercurahkan kepada penulis sehingga dapat merampungkan

penulisan Skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad

SAW yang telah menjadi panutan serta telah membawa umat dari lembah

kehancuran menuju alam yang terang benderang.

Limpahkan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara

kepada Ayahanda Drs. Baso Anwar Gau dan Ibunda Ir. Andi Siswati, M.Si yang

telah melahirkan, mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih

sayang yang begitu tulus kepada penulis sampai saat ini dan senantiasa

memanjatkan doa dalam kehidupannya untuk keberhasilan penulis. Buat

saudaraku tercinta, Andi Faradiba Tenriola Anwar, dan sepupu Besse Mahbuba

We Tenri Gading dan Besse Tenri Nurkamilah yang telah menjadi penyemangat

kepada penulis. Serta keluarga besarku yang selama ini banyak memberikan doa,

kasih sayang, semangat dan saran. Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita

dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.

Terima kasih tak terhingga kepada bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc

selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Dr. Fatma Maruddin, S.Pt, MP selaku

Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan

untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing

penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini.

v
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan

segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada:

1. Bapak Dekan Fakultas Peternakan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh

Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan

Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M.Agr,Sc selaku Pembimbing

Akademik. Bapak Prof. Dr. Ir. Ambo Ako, M.Sc selaku pembimbing Seminar

pustaka dan Dr. Ir. Wempie Pakiding, M.Sc selaku Pembimbing Praktek

Kerja Lapangan.

3. Team PKL Peternakan Plasma PT. Bintang Sejahtera Bersama Kabupaten

Maros. Teman-teman KKN “KALASI” adek, kaka, omma, oppa, dan ajhussi.

4. Teman angkatan Flock Mentality 012 terlebih khusus kelas B yang kompak

selalu, teman ant 014, larva 013, solandeven 011, Lion 010, dan Merpati 09.

5. Terima kasih kepada sahabat terbaikku Rahmat Hidayat dan Rahmawati S.Pt

yang paling setia menemani, membantu, pemberi motivasi dan selalu ada di

samping penulis selama kuliah.

6. Sahabatku Mita Arifa Hakim, S.Pt, Zuhranis, Isnawati, Muharni, Andi Sri

Iftitah, Sri Reskiawati Nur, dan Khaerun Nisa yang telah memberikan yang

terbaik dan mewarnai hari hari penulis selama kuliah.

7. Teman-teman yang telah banyak membantu Auliya Anggraeni S.Pt, Nuraeni

S.Pt, A. St Aisyah Baranti S.Pt, Wendy Natalia S.Pt, Rita Massolo S.Pt.

8. Teman seperjuanganku Veby Ramadhani, Memet, Andi Kanzul, Akbar,

Didik, Zuhal, Appe, Imu, Rahim, Kandi, Jihad, Camang, Dian, Indah, Nita,

vi
Widya, Tika, Hap, Jejen, Cimo, Andrian, Fatul, Ian, Amal, Padul, Salim,

Azwar, Anwar, Erwin, Nasrun, Fatma, Yessy, Kasmita, Salim, Ipul, Furqan,

Bambang dan semua Flock Mentality 012.

9. Kakanda Ilham Syarif S.Pt, Saddam S.Pt, Mustakim S.Pt, Setiawan Halim

yang telah memfasilitasi dan sangat membantu dalam penelitian, serta

Kasmita rekan seperjuangan dalam penelitian.

10. Lembaga Tercinta Himaprotek_UH, Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin yang telah banyak memberi wadah terhadap penulis

untuk berproses dan belajar.

Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat

diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah

skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri.

AMIIN YA ROBBAL ALAMIN.

Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Makassar, November 2016

Penulis

vii
ABSTRAK

ANDI TENRI KHAERANI ANWAR. I111 12 065. Karakteristik Kimia Susu


Sapi Perah Friesian Holstein (FH) dengan Pemberian Konsentrat Hijau.
Pembimbing : Ambo Ako dan Fatma Maruddin

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisrik kimia


susu sapi perah FH yang diberi konsentrat hijau. Sapi perah yang digunakan
sebanyak 15 ekor, umur sapi yang digunakan yaitu 5-6 tahun, masa laktasi yaitu
4-5 bulan rata-rata produksi susu yaitu sekitar 12-13 liter/hari. Pakan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum), dan
konsentrat yang tersusun dari murbei (Morus alba), lamtoro (Leucaena
leucocephala), gamal (Gliricidia sepium), dedak, bungkil kelapa, tepung rese,
tumpi jagung, molasses, dan mineral. Sapi dikelompokkan menjadi 3 perlakuan
dan 5 ulangan dimana perlakuannya, yaitu : P1 (kontrol) = Pemberian konsentrat
dengan tanpa menggunakan bahan konsentrat hijau, P2 = Pemberian konsentrat
dengan menggunakan bahan konsentrat hijau 25%, P3 = Pemberian konsentrat
dengan menggunakan bahan konsentrat hijau 50%. Parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah karakteristik kimiawi air susu dengan melihat kandungan
protein, lemak, laktosa, phosfor dan kalsium. Data kualitas susu dianalisis dengan
analisa ragam dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan level pemberian konsentrat hijau tidak
berpengaruh terhadap karakteristik kimia susu sapi perah FH pada kadar protein,
laktosa, kalsium dan fosfor, namun kadar lemak susu lebih rendah pada perlakuan
pemberian konsentrat dengan level konsentrat hijau 50% dibandingkan dengan
perlakuan tanpa pemberian konsentrat hijau. Dengan demikian bahan konsentrat
hijau dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsentrat pengganti konsentrat komersil
sampai pada level 25%.

Kata kunci : Friesian Holstein, Karakteristik kimiawi susu, Konsentrat Hijau

viii
ABSTRACT

ANDI TENRI KHAERANI ANWAR. I111 12 065. Chemical Characteristics


of Milk Dairy Cow Friesian Holstein (FH) with Green Concentrate.
Supervisor by Ambo Ako and Fatma Maruddin

The purpose of this study aimed to determine the chemical characteristics of


milk dairy cows FH by feeding green concentrate. Dairy cows used was 15 heads,
aged 5-6 years, lactation period is 4-5 months and average milk production about
12-13 liter/days. Feed used in this study Pennisetum purpureum, and concentrates
which consist of Morus alba, Leucaena leucocephala, Gliricidia sepium, bran,
residue of copra, flour rese, maize, molasses and minerals. Cows is grouped into
three treatments and five replicates in which their treatment, namely: P1 (control)
= Feeding concentrate without green concentrate, P2 = Feeding concentrate with
green concentrate 25%, P3 = Feeding concentrate with green concentrate 50% .
Observed parameter in this study is chemical characteristics of milk by the
content of protein, fat, lactose, and calcium phosfor. The data of milk quality is
analyzed by using variance analysis with Completely Randomized Design (CRD).
The results of this study indicate that the level of green concentrated was not
influential on the chemical characteristics of milk dairy cows FH at levels of
protein content, lactose, calcium and phosphorus, but levels of milk fat content
was lower in feeding treatment of concentrate with green concentrate 50%. The
green concentrate can be utilized as substitute for commercial concentrate at level
25%.

Keywords: Friesian Holstein, Chemical characteristics of milk, Green


Concentrate

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i

HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii

PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3

Tinjauan Umum Sapi Perah Friesian Holstein (FH) ......................... 3


Kebutuhan Pakan pada Sapi Perah ..................................................... 5
Pakan Hijauan .................................................................................... 7
Pakan Konsentrat ............................................................................... 8
Sumber Bahan Pakan Konsentrat Hijau ............................................. 10
Susu dan Karakteristik Kimianya....................................................... 17

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian............................................................ 26


Materi Penelitian ................................................................................ 26
Rancangan Penelitian......................................................................... 27
Prosedur penelitian ............................................................................ 27
Cara Pembuatan Konsentrat Hijau..................................................... 28
Parameter yang Diamati .................................................................... 30
Analisis Data ...................................................................................... 34

x
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Protein ..................................................................................... 35


Kadar Lemak ..................................................................................... 36
Kadar Laktosa .................................................................................... 38
Kadar Kalsium ................................................................................... 38
Kadar Phospor ................................................................................... 39

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 42

LAMPIRAN ............................................................................................... 48

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. 58

xi
DAFTAR TABEL

No. Halaman
Teks
1. Komposisi Nutrient Tanaman Murbei (Morus alba) ......................... 12
2. Standar Kualitas Susu ........................................................................ 19
3. Perlakuan P1 (kontrol) Pemberian Konsentrat dengan Tanpa
Menggunakan Bahan Konsentrat Hijau ............................................ 28
4. Perlakuan P2 Pemberian Konsentrat dengan Menggunakan Bahan
Konsentrat Hijau 25%........................................................................ 28
5. Perlakuan P3 Pemberian Konsentrat dengan Menggunakan Bahan
Konsentrat Hijau 50%........................................................................ 29
6. Analisis Proksimat Konsentrat yang Digunakan saat Penelitian ....... 30
7. Karakteristik Kimiawi Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH)
dengan Pemberian Konsentrat Hijau ................................................. 35

xii
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
Teks
1. Tanaman Murbei (Morus alba) .......................................................... 11
2. Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) .................................... 16

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
Teks
1. Hasil Analisis Ragam Protein Susu Sapi FH .................................... 48
2. Hasil Analisis Ragam Lemak Susu Sapi FH .................................... 48
3. Hasil Analisis Ragam Laktosa Susu Sapi FH .................................... 50
4. Hasil Analisis Ragam Kalsium Susu Sapi FH ................................... 50
5. Hasil Analisis Ragam Fosfor Susu Sapi FH ...................................... 51
6. Gambar Pencampuran dan Pemberian Pakan di Enrekang................ 52
7. Gambar Uji Kualitas Susu Sapi Perah FH di Laboratorium .............. 54

xiv
PENDAHULUAN

Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis ternak yang

populasinya tersebar luas di seluruh Indonesia. Tujuan utama pemeliharaan sapi

perah adalah untuk memperoleh produksi susu yang tinggi serta kualitas susu

yang baik. Susu merupakan bahan makanan asal hewani yang memiliki nilai gizi

tinggi dan sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Kebutuhan bahan baku susu di

Indonesia hingga saat ini sebagian berasal dari import dan sebagian lagi dari

peternakan sapi perah rakyat di pedesaan yang dipelihara dengan cara tradisional.

Hal ini dikarenakan produktivitas sapi perah di Indonesia rata-rata masih rendah

baik secara kuantitas maupun kualitas.

Kualitas susu salah satunya ditentukan oleh komponen kimianya. Salah

satu upaya untuk memperbaiki kualitas susu adalah dengan pemberian pakan.

Pakan yang berkualitas dapat berpengaruh baik terhadap produksi dan kualitas

(karakteristik kimiawi) susu sapi perah pada umumnya. Kualitas dan kuantitas

susu sangat erat kaitannya dengan kecukupan nutrien yang bersumber dari hijauan

sebagai pakan utama dan konsentrat sebagai pakan pelengkap yang

berkesinambungan. Nutrisi yang terkandung dalam pakan ternak merupakan unsur

penting khususnya terhadap sapi laktasi untuk memaksimalkan produksi susunya.

Pemberian pakan hijauan belum mampu memaksimalkan produksi susu

sapi perah yang diakibatkan oleh masih kurangnya kebutuhan nutrisi dalam pakan

(Tangendjaja, 2009). Salah satu usaha yang diharapkan mampu menutupi

kebutuhan tersebut yakni dengan pemberian konsentrat. Peranan pakan konsentrat

adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan

1
normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Pemberian pakan yang

berupa konsentrat hijau dapat dimanfaatkan sebagai pengganti konsentrat pada

umumnya. Pemanfaatan konsentrat hijau berupa tanaman Murbei (Morus alba),

Gamal (Gliricidia sepium), dan Lamtoro (Leucaena leucocephala) memiliki

kandungan nutrisi yang sangat baik karena kandungan proteinnya yang tinggi

sehingga nilai gizinya sama dengan konsentrat biasanya. Di kabupaten Engrekang

tanaman tersebut merupakan bahan baku lokal yang mudah di temukan bahkan

harganya relatif murah dibandingkan dengan konsentrat biasa. Untuk itu para

peternak tentunya akan diuntungkan jika produktivitas sapi perahnya dapat

dimaksimalkan dengan pemberian konsentrat tersebut, sebab diharapkan tanaman

Murbei (Morus alba), Gamal (Gliricidia sepium), dan Lamtoro (Leucaena

leucocephala) mampu mensubstitusi konsentrat yang digunakan, sehingga

nantinya dapat menekan biaya pembelian konsentrat dan memaksimalkan

produksi susu.

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik

kimia susu sapi perah FH yang diberi konsentrat hijau. Kegunaanya sebagai

informasi kepada peternak mengenai konsentrat dapat dimanfaatkan sebagai

pengganti konsentrat biasa untuk meningkatkan karakteristik kimia susu sapi

perah FH.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Sapi Perah Friesian Holstein (FH)

Ternak perah adalah ternak yang menghasilkan susu melebihi kebutuhan

anaknya. Produksi susu tersebut dapat dipertahankan sampai waktu tertentu atau

selama masa hidupnya walaupun anaknya sudah disapih atau tidak disusui lagi,

dengan demikian, susu yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh manusia. Jenis

ternak perah yang ada antara lain sapi perah, kambing perah, dan kerbau perah

dipelihara khusus untuk diproduksi susunya. Sapi perah FH berasal dari propinsi

Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat. Bangsa sapi FH terbentuk dari nenek

moyang sapi liar Bos Taurus typicus primigenius yang ditemukan di negeri

Belanda sekitar 2000 tahun yang lalu (Sudono dkk., 2003).

Bangsa sapi perah FH berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu

dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan daerah

yang memiliki padang rumput yang bagus. Sapi FH berwarna hitam dan putih

(ada juga yang berwarna merah) (Siregar, 1995 dalam Anita, 2003).

Bangsa sapi perah memiliki sifat-sifat tersendiri dalam menghasilkan susu,

baik dalam kualitas maupun kuantitasnya. Bangsa sapi perah yang ada diantaranya

Fries Holland, Jersey, Guarsey, Ayrshire dan Shorthorn. Bangsa sapi perah yang

dikembangkan di Indonesia adalah FH. Sudono (1999) mengemukakan bahwa

bangsa sapi FH merupakan penghasil susu tertinggi dibandingkan bangsa-bangsa

sapi yang lain baik di daerah sub-tropis maupun di daerah tropis.

3
Ciri-ciri sapi perah FH yang ada adalah (1) warna bulu hitam dengan

bercak-bercak putih, (2) bulu pada ujung ekor dan ujung kaki berwarna putih, (3)

bulu dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih, (4) berambing besar, (5)

tanduk kecil, pendek, menjurus ke depan, (6) pada dahi terdapat tanda segitiga

berwarna putih, (7) kepala besar dan sempit, (8) lambat dewasa kelamin, (9)

temperamen sapi betina tenang dan jinak sedangkan sapi jantan agak liar, (10)

bobot tubuh betina dewasa mencapai 625 kg, sedangkan sapi jantan dewasa 800

kg dan (11) produksi susu dapat mencapai 4500–5000 liter/ekor/laktasi

(Anonim, 2012a).

Di Indonesia sapi perah mulai dipelihara dan dikembangkan sejak abad ke

17. Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia ialah FH dan PFH

(Peranakan Fries Holland). Sapi tersebut berasal dari dataran Eropa yang memiliki

lingkungan hidup dengan temperatur kurang dari 22oC. Sehingga tidaklah

mengherankan apabila usaha ternak sapi perah di Indonesia ini hanya terbatas di

daerah-daerah tertentu yang berhawa dingin (Anonim, 2010).

Populasi sapi perah di Indonesia semakin meningkat, karena sudah mulai

dikembangkan di daerah luar pulau Jawa seperti di Sumatra Utara, Sumatra Barat

dan Sulawesi Selatan. Populasi nasional dari tahun 2002-2006 berturut-turut yaitu

358.386, 373.753, 364.062, 361.351, dan 382.313 ekor (Direktorat Jenderal

Peternakan, 2006). Sedangkan pada tahun 2011 populasi sapi perah mencapai

597,1 ribu ekor, dimana populasi terbanyak di Jawa Timur 296,3 ribu ekor

(Direktorat Jenderal Peternakan, 2011). Populasi sapi perah diperkirakan akan

4
terus meningkat jika berhasil dikembangkan di luar pulau Jawa karena masih

banyak lahan yang cocok dan mendukung untuk peternakan sapi perah.

Ransum sapi perah yang ideal ditinjau dari biologis dan ekonomis terdiri

dari sejumlah hijauan dan konsentrat sebagai makanan tambahan. Ransum sapi

perah yang hanya terdiri dari konsentrat saja akan meningkatkan produksi susu,

namun biaya ransumnya akan menjadi relatif lebih mahal dan ada kemungkinan

terjadi perubahan pada pencernaan yang menyebabkan sapi perah ke arah

penggemukan sehingga dianjurkan untuk menyeimbangkan makanannya

(Siregar, 1996).

Kebutuhan Pakan pada Sapi Perah

Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik

terhadap produktivitas ternak, kualitas produk peternakan, dan keuntungan

pengusaha ternak. Oleh karenanya, program pembangunan peternakan akan

tercapai bila mendapat dukungan pemenuhan pakan yang kualitas dan

kuantitasnya terjamin sehingga pakan dapat dinyatakan sebagai faktor dominan

yang mempengaruhi efisiensi dan kesuksesan dalam usaha peternakan baik secara

jumlah maupun mutunya (Kuswandi, 2011).

Pakan yang kaya nutrien sangat bermanfaat untuk memelihara

keseimbangan fungsi jaringan tubuh dan menghasilkan energi yang tinggi,

sehingga sapi mampu melaksanakan proses metabolism secara baik (Kelly, 2002).

Sapi perah membutuhkan lima nutrien utama yaitu energi, protein, mineral,

vitamin dan air. Nutrien tersebut penting untuk menjaga kesehatan dan

produktivitas. Mineral dan vitamin diperlukan hanya dalam jumlah yang sangat

5
sedikit sedangkan air, energi dan protein dibutuhkan dalam jumlah banyak (Bath

dkk., 1985).

Untuk memenuhi kebutuhan pakan yang memadai jumlahnya bagi ternak,

saat ini pengembangan ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, dan domba)

menghadapi persoalan fluktuasi ketersediaan pakan hijauan. Hal ini terjadi akibat

tergusur oleh kepentingan ekonomi yang lebih prospektif, seperti pembangunan

rumah tinggal, pasar swalayan sehingga sumber pakan utama ternak ruminansia

hanya dapat mengandalkan limbah pertanian, seperti jerami padi, tongkol jagung,

dan pucuk tebu. Tentunya kualitas nutrien limbah pertanian mempunyai kualitas

yang lebih rendah. Hal ini dicirikan oleh rendahnya tingkat kecernaan, kadar

protein kasar, kadar karbohidrat non struktural, dan tingginya kadar serat utama

(lignoselulosa) dari limbah pertanian (Sutrisno, 1994).

Limbah pertanian, perkebunan, agro-industri, limbah pabrik, sisa hasil

pemotongan hewan, dan sisa restoran dapat diolah menjadi bahan pakan. Limbah

tersebut diantaranya: pucuk tebu, jerami kedelai, batang dan tongkol jagung, kulit

singkong, kulit kopi, ampas tebu, dedak padi, bungkil sawit, ampas tahu, ampas

tempe (Indraningsih dkk., 2010).

Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa

jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau

rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50

kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan

sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari

BB. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-

6
kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas

tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa

garam dapur, kapur, dan lain-lain. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya

diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2

kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari

berat badan per hari. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan

penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan

(Anneahira, 2011).

Komposisi pakan diketahui mempengaruhi kualitas kimia susu. Beberapa

diantaranya adalah jumlah dan tipe dari pakan berserat (roughage), rasio pakan

konsentrat/hijauan serta komposisi karbohidrat dan lemak pada pakan. Frekuensi

dari pemberian pakan tidak berpengaruh terhadap kualitas susu dengan asumsi

jumlah pakan yang dikonsumsi tidak berubah. Komposisi pakan berpengaruh

besar pada kualitas lemak dengan sedikit pengaruh pada kualitas protein susu

(Widodo, 2003).

Pakan Hijauan

Pada umumnya pakan hijauan atau pakan berserat yang diberikan pada

sapi perah terdiri dari tiga kategori, yaitu : 1) rumput introduksi berkualitas

menengah; 2) rumput lapangan berkualitas rendah sampai menengah, yang

diambil dari pinggiran jalan dan lahan-lahan; dan 3) hasil ikutan pertanian yang

berkualitas rendah (Santosa, 2009). Hijauan merupakan pakan utama sapi perah.

Hijauan biasanya mengandung serat kasar lebih dari 18% (Ensminger, 1992).

Hijauan yang diberikan kepada sapi laktasi minimum sejumlah 40% dari total

7
kebutuhan bahan kering ransum atau kira-kira sebanyak 1,5% dari berat hidup

sapi perah (Suryahadi, 1997). Lebih lanjut dikatakan oleh mereka bahwa ada tiga

faktor yang mempengaruhi konsumsi hijauan. Pertama yaitu kandungan serat

deterjen netral (Neutral Detergent Fibre/NDF). Kedua ialah kandungan air.

Ransum secara keseluruhan diharapkan mengandung air 25-50% agar dapat

dikonsumsi. Hijauan terlalu banyak mengandung air dikonsumsi lebih sedikit oleh

sapi perah. Dan ketiga ialah ukuran hijauan. Hijauan yang dicacah dengan ukuran

5-10 cm dimakan lebih banyak dari hijauan panjang. Hijauan terlalu pendek atau

digiling halus dapat menurunkan kecernaannya dan kadar lemak susu.

Hijauan kaya akan serat. Serat yang tinggi dalam pakan sapi akan

meningkatkan persentase lemak lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian

konsentrat. Semakin tinggi kandungan serat kasar di dalam suatu bahan pakan

atau ransum maka kecernaannya semakin menurun sehingga efisiensi penggunaan

ransum akan ditentukan oleh kandungan zat makanan, terutama kandungan serat

kasar yang terdapat didalamnya (Dhalika dkk., 2005).

Pakan Konsentrat

Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan Beta-N dan rendah

kandungan SK yaitu lebih rendah dari 18%. Konsentrat berperan penting untuk

meningkatkan dan mempertahankan produksi susu. Negara maju yang memiliki

mutu hijauan yang relatif tinggi berbeda halnya di Indonesia mutu hijauan relatif

rendah. Kondisi ini menyebabkan peran konsentrat menjadi sangat dominan

sebagai sumber energi dan nutrisi (Suryahadi, dkk., 2004). Jumlah konsentrat

untuk setiap jenis ternak berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh bobot badan

8
ternak, kualitas pakan hijauan yang diberikan, produksi susu yang ingin dicapai

dan kualitas konsentrat (Sudono, 1999).

Pakan konsentrat terdiri dari berbagai bahan makanan yang dicampur

berdasarkan komposisi nutrisinya, misalnya total nutrisi tercerna (Total Digestible

Nutrient = TDN) atau energi, dan protein kasar (PK). Selain itu, sapi perah juga

memerlukan mineral untuk kebutuhan hidupnya, misalnya natrium (Na), kalsium

(Ca), dan vitamin-vitamin. Untuk mengantisipasi ternak sapi perah kekurangan

mineral, para peternak biasanya menggantungkan garam batu di kandang sapi

perah. Jika sapi perah kekurangan mineral dari pakan yang diberikan, maka sapi

akan menjilati garam sampai terpenuhi kebutuhan mineralnya (Firman, 2010).

Konsentrat dalam ransum dapat mempengaruhi produksi dan komposisi air susu.

Hal ini dikaitkan dengan tipe konsentrat (kaya kandungan pati atau kaya akan

kandungan serat kasar) dapat mempengaruhi proporsi hasil akhir fermentasi

(volatile fatty acids) VFA dalam rumen (Agus, 1997).

Sebenarnya, Indonesia kaya akan sumber-sumber bahan pakan untuk

konsentrat sapi perah. Akan tetapi, baru beberapa sumber pakan yang dapat

diidentifikasi dan ketersediaannya terbatas sehingga belum mampu diproduksi

dalam jumlah besar. Ada tiga kelompok bahan pakan sebagai bahan dasar

penyusun konsentrat, yaitu:

1. Sumber Energi (energi yang siap digunakan ternak): dedak padi, wheat

pollard ongok/gaplek, dedak jagung, tetes tebu, dan sebagainya.

2. Sumber Protein: bungkil kacang tanah, bungkil kacang kedelai, bungkil

kelapa, ampas tahu, ampas kecap, serta bungkilan-bungkilan lainnya.

9
Bamualim dkk. (2009), menyatakan bahwa produk konsentrat harus

memenuhi standar baku. Beberapa hasil pemeriksaan terhadap beberapa yang

beredar di masyarakat menunjukkan nilai TDN-nya kurang dari 55% dan protein

kasar di bawah 13%. Hal ini bisa menyebabkan produksi susu menjadi rendah,

bahkan untuk kebutuhan pokok saja tidak tercukupi. Oleh karena itu diperlukan

pengawasan yang ketat terhadap produk konsentrat yang diproduksi oleh pabrik

pakan ataupun koperasi, ujung-ujungnya yang rugi adalah peternak sapi itu

sendiri.

Sumber Bahan Pakan Konsentrat Hijau

a. Murbei (Morus alba)

Murbei (Morus alba) merupakan tanaman asli dari daerah utara Cina

namun sekarang telah dibudidaya di berbagai tempat baik daerah dengan iklim

subtropis maupun tropis. Tanaman ini tergolong tanaman yang cepat tumbuh,

berumur pendek dan memiliki tinggi 10-20 m (Pratama dan Widiantoro, 2011).

Nama dari murbei ada banyak: walot (Sunda), murbai, besaran (Jawa);

kerta, kitau (Sumatera) ; sangye (Cina), maymon, dau tam (Vietnam); morus leaf,

morus fruit, mulberry leaf, mulberry bark ; mulberry twigs, white mulberry,

mulberry (Inggris). Tumbuhan yang sudah dibudidayakan ini menyukai daerah

yang cukup basah seperti dilereng gunung, tetapi pada tanah yang berdrainase

baik, kadang ditemukan tumbuh liar. Tanaman murbei memiliki tinggi sekitar 10

m, percabangan banyak, cabang muda berambut halus, daun tunggal, letak

berseling, bertangkai yang panjangnya 4 cm. Helai daun bulat telur sampai

berbentuk jantung ujung runcing, pangkal tumpul, tepi bergerigi pertulangan

10
menyirip agak menonjol, permukaan atas dan bawah kasar, panjang 2,5-20 cm,

lebar 1,5-12 cm, warnanya hijau (Silk, 2008).

Klasifikasi murbei adalah sebagai berikut (Sunarto, 1997) :

Divisi : Spermathophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Morus
Spesies : Morus alba

Gambar 1. Tanaman Murbei

Murbei dikenal sebagai tanaman obat yang mempunyai berbagai manfaat

dan mudah untuk dibudidayakan. Murbei merupakan obat tradisional (obat herbal)

yang manjur dan sudah digunakan oleh para tabib jaman dahulu untuk mengobati

berbagai penyakit (Bambang, 2009). Komposisi nutrien tanaman murbei dapat

dilihat pada Tabel 1.

11
Tabel 1. Komposisi nutrien tanaman murbei (Morus alba L)
Kandungan Nutrien Murbei Rataan (%)
Kadar air 85,47
Kadar abu 10,92
Serat kasar 10,52
Lemak kasar 2,89
Protein kasar 18,43
BETN 57,24
Sumber : Dikutip oleh Syahrir dkk. (2009).

Penelitian Syahrir, dkk. (2009), substitusi daun murbei menggantikan

konsentrat dalam ransum tidak mengganggu keseimbangan sistem rumen. Nilai

pH, produksi gas, konsentrasi amonia dan VFA sistem rumen in vitro

mengindikasikan perbaikan proses fermentasi dengan penambahan murbei,

menggantikan sebagian atau seluruh konsentrat dalam sistem rumen. Namun

demikian, penggunaan daun murbei sebanyak 50% menggantikan konsentrat

dalam ransum yang mengandung jerami padi sebesar 50% menghasilkan

degradasi pakan yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Akbar (2009),

menyatakan bahwa ternak yang diberi perlakuan ransum campuran murbei dengan

konsentrat P2 (50% jerami padi + 25% konsentrat + 25% daun murbei)

konsumsinya nyata lebih tinggi dibandingkan P3 (50% jerami padi + 50% daun

murbei), tapi tidak berbeda dengan P1 (50% jerami padi + 50%

konsentrat/kontrol). Ternak yang diberi perlakuan P2 memiliki nilai konsumsi

yang lebih baik yaitu meningkat 11,8% dari ransum kontrol, sedangkan perlakuan

P3 menunjukkan nilai konsumsi yang rendah yaitu menurun 10,1% dari ransum

control.

12
b. Gamal (Gliricidia sepium)

Gamal (Gliricidia sepium) tergolong leguminosae. Pohon yang merupakan

pribumi di kawasan Pantai Pasifik Amerika Tengah yang bermusim kering.

Habitat aslinya adalah hutan gugur daun tropika, di lembah dan lereng-lereng

bukit, sering di daerah bekas tebangan dan belukar pada elevasi 0-1600 m di

bawah permukaan laut. Salah satu ciri tanaman ini yaitu bunga mulai muncul

ketika daun berguguran yaitu pada musim kemarau. Di Indonesia tanaman ini

dikenal dengan nama gamal. Gamal merupakan nama daerah yang berasal dari

akronim ”ganyang mati alangalang”. Nama lain yaitu kelorwono (Malang

Selatan), Johar Bogor (Nongkojajar), liriksidia (Madura), lirisidia (Jawa Tengah),

Cep-pyar (Jawa Barat). Di luar negeri nama lainnya yaitu bunga Jepun

(Malaysia.); kakawate (Filipina); madre de cacao (Portugis); mata raton

(Honduras); dan gliricidia, Nicaraguan coffee shade (Inggris). Klasifikasi ilmiah

tanaman ini adalah sebagai berikut: (Rukmana, 2005)

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae/Leguminosa/Papilionoideae
Genus : Gliricidia
Spesies : G. Sepium
Nama binomial: Gliricidia sepium, Gliricidia lambii Fernald, G. maculata var.
multijuga Micheli, Lonchocarpus roseus (Miller) DC., L. sepium
(Jacq.) DC., Millettia luzonensis A. Gray, Robinia rosea Miller,
R. sepium Jacq., R. variegata Schltdl.

13
Pemanfaatan daun gamal sebagai pakan ternak sangat menguntungkan

bagi peternak. Cara penanaman yang mudah, kandungan protein yang tinggi,

masih tetap berproduksi baik meskipun musim kemarau, memperbaiki kesuburan

tanah baik dari guguran daun maupun pengakarannya, dan banyak lagi manfaat

dari penanaman pohon gamal ini. Pohon gamal ini layak dikembangkan sebagai

persediaan pakan hijauan. Sekali menanam tahan hingga 10 tahun, dan tidak

memerlukan banyak lahan untuk pengembangannya karena dapat dimanfaatkan

sebagai tanaman pagar disekitar lokasi peternakan. Sasongko (2004) menyatakan

bahwa berbagai keunggulan tanaman gamal diantaranya: memiliki daya adaptasi

yang cukup baik, dapat tumbuh pada lahan-lahan basah (sawah) dan di lahan-

lahan kering tanaman ini juga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Gamal

dapat bertahan hidup di musim kemarau. Tanaman ini toleran terhadap kekeringan

hingga 8 bulan dan toleran terhadap tanah yang memiliki kadar garam yang tinggi.

Meskipun kadang-kadang menggugurkan daunnya pada musim kering dan kondisi

udara dingin, gamal dapat dikategorikan sebagai pohon yang selalu hijau

(evergreen).

Sebagai pakan ternak gamal juga memiliki kelemahan yaitu mengandung

zat anti nutrisi dan zat racun. Abrianto (2011), menyatakan bahwa pada pohon

gamal terdapat molekul alkaloid (yang belum dapat diidentifikasi) dan tanin,

senyawa pengikat protein yang tergolong zat anti nutrisi. Namun kedua senyawa

ini jumlahnya tidak sebanyak jika dibandingkan dengan Calliandra calothrysus.

14
c. Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Lamtoro merupakan tanaman perdu pohon yang pertumbuhannya mampu

mencapai tinggi 5-15 m, bercabang banyak dan kuat, dengan kulit batang abu-abu

dan lenticel yang jelas. Tanaman ini tumbuh tegak dengan sudut pangkal antara

batang dengan cabang 45°. Daunnya kecil, tulang daun menyirip ganda dua

(bipeianantus) dengan 4-9 pasangan sirip yang berjumlah sampai 408 pasang, tiap

sirip tangkai daun mempunyai 11-22 helai anak daun. Bunganya merupakan

bunga bangkol atau membulat (eappitullum). Batangnya berwarna putih

kecoklatan atau cokelat kemerah-merahan. Buah tipis dan datar, berwarna

kecoklatan ketika masak. Tumbuh secara liar maupun ditanam pada ketinggian

1200m (Purwanto, 2007).

Klasifikasi secara umum dari tumbuhan Lamtoro (Leucaena leucocephala)

adalah : (Purwanto, 2007)

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena leucocephala (Lamk.) de Wit.
Biji yang sudah tua setiap 100 g mempunyai nilai kandungan kimia berupa

zat kalori sebesar 148 kal, protein 10,6g, lemak 0,5g, hidrat arang 26,2g, kalsium

155mg, besi 2,2mg, vitamin A, Vitamin BI 0,23 mg. Daun lamtoro, mengandung

zat aktif yang berupa alkaloid, saponin, flavonoid, tianin, mimosin, leukanin,

protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Berbagai

15
kandungan yang terdapat dalam tanaman petai cina yang diperkirakan sebagai

antiinflamasi adalah flavonoid. Flavonoid dalam bentuk aglikon bersifat nonpolar,

sedangkan dalam bentuk glikosida bersifat polar. (Dalimartha, 2008).

Tanaman lamtoro diketahui banyak mengandung protein dan sangat baik

digunakan sebagai pakan ternak. Tanaman tersebut mempunyai palatabilitas yang

tinggi, pertumbuhannya cepat dan mudah tumbuh serta merupakan tumbuhan

yang hidup subur pada daerah tropis. Biasanya peternak menggunakan sistem cut

and carry sebagai bahan pakan ternak ruminant (Widodo, 2003).

Daun lamtoro mengandung protein yang relatif rendah dan tingkat

pemecahannya di dalam rumen merupakan sumber protein yang bagus untuk

ternak ruminansia. Akan tetapi bahan tersebut mengandung mimosin yang dapat

menimbulkan masalah apabila dimakan oleh ternak ruminansia. Mimosin

merupakan zat anti nutrien yang berada pada bahan pakan, dimana apabila

dikonsumsi oleh ternak dapat menyebabkan penurunan performan ternak tersebut.

Kandungan memosin dalam daun lamtoro dapat diperkecil dengan mengeringkan

di bawah sinar matahari (Hartanto, 2008).

Gambar 2. Tanaman Lamtoro

16
Susu dan Karakteristik Kimianya

Susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang

dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan

(Hadiwiyoto, 1994). Sedangkan menurut Saleh (2004), susu yang baik adalah

susu yang mengandung jumlah bakteri sedikit, tidak mengandung spora mikroba

patogen, bersih debu atau kotoran lainnya dan mempunyai cita rasa (flavour) yang

baik. Komponen-komponen yang penting dalam susu adalah protein, lemak,

vitamin, mineral, laktosa serta enzim-enzim dan beberapa mikroba (Lampert,

1980). Susu merupakan produk pangan yang menjadi sumber utama pemenuhan

kebutuhan kalsium (Ca) tubuh (Syarifah, 2007).

Susu disintesa pada kelenjar ambing dalam alveolus. Sekelompok kelenjar

susu terdiri dari beberapa gelembung-gelembung (alveoli) susu. Dinding alveoli

terdiri dari selapis epitel yang disebut sel myoepitel dan sel sekresi berbentuk

kubus dan ditengahnya terdapat lumen. Sel sekresi dikelilingi oleh sel myoepitel

dan kapiler-kapiler darah. Susu yang terbentuk dari lumen alveoli kemudian

dialirkan masuk ke dalam sisterna melalui duktus alveolus ke lobus kemudian ke

lobulus dan akhirnya ke sisterna ambing. Lubang puting susu mempunyai otot-

otot sirkuler di dalam dindingnya. Akibat dari rangsangan syaraf atau karena

tekanan susu di dalam ambing, maka otot mengendur (relaksasi) sehingga susu

keluar (Malaka, 2010).

Selain itu perlu kita tahu bahwa susu juga mengandung vitamin, sitrat, dan

enzim. Susu sapi yang baik memiliki warna putih kekuningan dan tidak tembus

cahaya. Menurut Hadiwiyoto (1994), warna susu dipengaruhi oleh jenis sapi, jenis

17
pakan, jumlah lemak susu, dan persentase zat padat di dalamnya. Pemeriksaan

fisik ditekankan pada BJ dan angka refraksi pada susu. Pengujian secara kimia

ditekankan untuk pengujian lemak dan bahan padat bukan lemak.

Air susu yang normal memiliki ciri-ciri warna putih kebiru-biruan, rasanya

agak manis, bau khas susu, pH berkesar antara 6,6-6,7, beratnya antara 1,0270-

1,0350, titik beku -0,520oC dan titik didih 100,16oC (Malaka, 2007). Secara

alamiah yang dimaksud dengan susu adalah hasil pemerahan sapi atau hewan

menyusui lainnya, yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan

makanan, yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya

atau ditambah bahan-bahan lain. Sebagai bahan makanan/minuman susu

mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang

dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium, phosphor, vitamin A, vitamin B dan

riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah dicerna dengan kandungan

protein, mineral dan vitamin yang tinggi, menjadikan susu sebagai sumber bahan

makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar lemaknya, sehingga dapat

memenuhi keinginan dan selera konsumen.

Komponen-komponen susu yang terpenting adalah protein dan lemak.

Kandungan protein susu berkisar antara 3−5% sedangkan kandungan lemak

berkisar antara 3–8%. Kandungan energi adalah 65 kkal, dan pH susu adalah 6,7.

Komposisi susu rata-rata adalah sebagai berikut : air (87,90%); kasein (2,70%);

lemak (3,45%); bahan kering (12,10%); albumin (0,50%); protein (3,20%); bahan

kering laktosa (4,60%); vitamin, enzim, gas (0,85%) (Rasyid, 2000).

18
Menurut Anonim (2012a) menyatakan, komposisi susu terdiri atas air,

lemak susu, dan bahan kering tanpa lemak. Kemudian, bahan kering tanpa lemak

terbagi lagi menjadi protein, laktosa, mineral, asam (sitrat, format, asetat, laktat,

oksalat), enzim (peroksidase, katalase, pospatase, lipase), gas (oksigen, nitrogen),

dan vitamin (vit. A, vit. C, vit. D, tiamin, riboflavin). Persentase atau jumlah dari

masing-masing komponen tersebut sangat bervariasi karena dipengaruhi berbagai

faktor seperti faktor bangsa (breed) dari sapi. Susu merupakan bahan pangan yang

memiliki komponen spesifik seperti lemak susu, kasein (protein susu), dan laktosa

(karbohidrat susu) (Anonim, 2012a).

Tabel 2. Standar Kualitas Susu


No. Sifat Kimia Susu Syarat
1. Berat jenis (pada suhu 27,50C) minimum 1,0280
2. Kadar lemak minimum 3,0%
3. Kadar bahan kering tanpa lemak 8,0%
4. Kadar bahan kering 11,0%
5. Kadar protein minimum 2,7%
Sumber : Badan Standar Nasional, 1992

a. Kadar Protein

Kadar protein di dalam susu rata-rata 3,20% yang terdiri dari: 2,70%

casein (bahan keju), dan 0,50% albumen. Terdapat 26,50% dari bahan kering susu

adalah protein. Di dalam susu juga terdapat globulin dalam jumlah sedikit. Protein

di dalam susu juga merupakan penentu kualitas susu sebagai bahan konsumsi.

Albumin ditemukan 5 g/kg susu, dalam keadaan larut. Beberapa hari setelah induk

sapi melahirkan, kandungan albumin sangat tinggi pada susu dan normal setelah 7

hari. Pada suhu 64° C albumin mulai menjadi padat, sifat ini identik dengan sifat

protein pada telur. Akan tetapi karena kadar albumin yang sedikit maka pada

19
pasteurisasi tidak dapat ditemukan, bahkan pada pemasakan yang dapat dilihat

hanya merupakan titik-titik halus pada dinding dan dasar panic (Azis, 2007).

Struktur primer protein terdiri atas rantai polipeptida dari asam-asam

amino yang disatukan ikatan-ikatan peptida (peptide linkages). Beberapa protein

spesifik menyusun protein susu. Kasein merupakan komponen protein yang

terbesar dalam susu dan sisanya berupa whey protein. Kadar kasein pada protein

susu mencapai 80%. Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti alpha-casein,

betha-casein, dan kappa-casein. Kasein merupakan salah satu komponen organik

yang berlimpah dalam susu bersama dengan lemak dan laktosa (Anonim, 2012b).

Kasein penting dikonsumsi karena mengandung komposisi asam amino

yang dibutuhkan tubuh. Dalam kondisi asam (pH rendah), kasein akan mengendap

karena memiliki kelarutan (solubility) rendah pada kondisi asam. Susu adalah

bahan makanan penting, karena mengandung kasein yang merupakan protein

berkualitas juga mudah dicerna (digestible) saluran pencernaan.Kasein asam (acid

casein) sangat ideal digunakan untuk kepentingan medis, nutrisi, dan produk-

produk farmasi (Anonim, 2012b).

b. Kadar Lemak Susu

Lemak tersusun dari trigliresida yang merupakan gabungan gliserol dan

asam- asam lemak. Dalam lemak susu terdapat 60-75% lemak yang bersifat jenuh,

25-30% lemak yang bersifat tak jenuh dan sekitar 4% merupakan asam lemak

polyunsaturated. Komponen mikro lemak susu antara lain adalah fosfolipid,

sterol, α-tokoferol (vitamin E), karoten, serta vitamin A dan D (Azis, 2007).

20
Lemak susu dikeluarkan dari sel epitel ambing dalam bentuk butiran

lemak (fat globule) yang diameternya bervariasi antara 0,1 – 15 mikron. Butiran

lemak susu tersusun atas butiran trigliserida yang dikelilingi membran tipis yang

dikenal dengan Fat Globule Membran (FGM) atau membran butiran lemak susu.

Persentasi lemak susu bervariasi antara 2,4 – 5,5%. Lemak susu terdiri atas

trigliserida yang tersusun dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam

lemak (fatty acid) melalui ikatan – ikatan ester (ester bonds). Asam lemak susu

berasal dari aktivitas mikrobiologi dalam rumen (lambung ruminansia) atau dari

sintesis dalam sel sekretori (Shiddieqy, 2004).

Menurut Hadiwiyoto (1983) susunan lemak susu terdiri dari lemak

majemuk, merupakan lemak murni dan terdiri dari 3 molekul asam lemak terikat

pada suatu molekul glycerine. Lemak asam susu terdiri dari campuran beberapa

asam lemak antara lain :

a. Lemak sederhana yang memiliki asam lemak sama

b. Lemak campuran yang terdiri dari beberapa macam lemak terikat pada

glyserine.

Asam lemak yang terdapat didalam air susu terdiri dari 2 golongan yaitu

asam lemak yang dapat larut (butyric, caproic,caprilic dan capric) serta asam

lemak yang tak dapat larut (leuric, myristic, palmitic dan oleic). BJ air susu 0.93

dan lebih ringan dari BJ air. Hal ini memungkinkan lemak mengapung atau

membentuk lapisan di permukaan air susu apabila air susu didinginkan (Anonim,

2012a).

21
Susu yang baru diperah mempunyai temperatur sama dengan temperatur

badan sapi yaitu 37 oC , dalam hal ini lemak terdapat dalam bentuk cair. Beberapa

jam setelah pemerahan temperatur air susu menurun menjadi 33 oC dan pada saat

ini pembekuan lemak dimulai, dan akan membeku seluruhnya pada temperatur 23
o
C. Titik beku dan titik cair lemak air susu berkisar antara 33 oC sampai 23 oC.

Warna putih air susu ditentukan oleh lemak air susu. Lemak susu mempunyai alat

refleksi terhadap sinar matahari. Bentuk lemak di dalam air susu merupakan butir

yang disebut globuler (Saleh, 2004).

c. Kadar Laktosa

Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat di dalam susu. Bentuk ini

tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan yang lain. Kadar laktosa di dalam air

susu adalh 4,60% dan ditemukan dalam keadaan larut. Laktosa terbentuk dari dua

komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Sifat susu yang sedikit manis

ditentukan oleh laktosa. Kadar laktosa dalam susu dapat dirusak oleh beberapa

jenis kuman pembentuk asam susu. Pemberian laktosa atau susu dapat

menyebabkan mencret atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang tidak tahan

terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim laktase dalam mukosa usus

(Azis, 2007).

Laktosa adalah karbohidrat utama susu dengan proporsi 4,6% dari total

susu. Laktosa tergolong dalam disakarida yang disusun dua monosakarida, yaitu

glukosa dan galaktosa. Rasa manis laktosa tidak semanis disakarida lainnya,

semacam sukrosa. Rasa manis laktosa hanya seperenam kali rasa manis sukrosa

(Anonim, 2012a).

22
Laktosa dapat mempengaruhi tekanan osmosa susu, titik beku, dan titik

didih. Keberadaan laktosa dalam susu merupakan salah satu keunikan dari susu itu

sendiri, karena laktosa tidak terdapat di alam kecuali sebagai produk dari kelenjar

susu. Laktosa merupakan zat makanan yang menyediakan energi bagi tubuh.

Namun, laktosa ini harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim

bernama laktase agar dapat diserap usus (Anonim, 2012b).

Enzim laktase merupakan enzim usus yang digunakan untuk menyerap dan

mencerna laktosa dalam susu. Jika kekurangan enzim laktase dalam tubuh

manusia, maka manusia akan mengalami gangguan pencernaan pada saat

mengonsumsi susu tersebut (Anonim, 2012a).

d. Kandungan Mineral

Mineral merupakan salah satu zat makanan yang esensial untuk produksi

susu. Mineral diperlukan juga untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan,

kelengkapan jaringan tulang, sebagai kofaktor beberapa system enzim,

pemeliharan keseimbangan sistem osmosa dalam tubuh, kontraksi urat daging dan

fungsi normal dari system saraf. Sapi perah memerlukan minimal 15 macam

mineral dalam ransumnya untuk efisiensi produksi susu, memelihara kesehatan

dan reproduksi (McDowell, 1985).

Ada 15 mineral yang esensial untuk ternak ruminansia, yakni 7 elemen

yang termasuk mineral makro yaitu kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), natrium

(Na), clor (Cl), magnesium (Mg), dan sulfur (S) sedangkan 8 elemen termasuk

mineral mikro yaitu cobalt (Co), tembaga (Cu), yodium (I), besi (Fe), mangan

(Mn), molybdenum (Mo), selenium (Se), dan seng (Zn) (McDowell, 1985).

23
Penggunaan mineral yang dianut sampai sekarang adalah angka kebutuhan yang

direkomendasikan oleh National Research Council (NRC) yang sesungguhnya

masih perlu diuji kesesuaian untuk kondisi di Indonesia. Sumber mineral yang

umum digunakan pada sapi perah berasal dari hijauan dan konsentrat dengan

kualitasnya sangat bervariasi dan ketersediaannya sangat tidak stabil. Ransum

dengan kandungan mineral terbatas baik mineral makro maupun mineral mikro

menyebabkan gangguan terhadap aktivitas tubuh seperti menurunkan proses

metabolism dan fermentasi (Muhtarudin dan Liman, 2006).

Tanuwiria, dkk. (2005) mengemukakan bahwa kekurangan mineral makro

dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi dan kualitas susu yang

dihasilkan. Hal ini disebabkan karena mineral sangat menentukan keseimbangan

asam basa atau menentukan pH dalam rumen. Defisiensi mineral dapat

menimbulkan turunnya pH akibat produksi asam lemak terbang yang terus-

menerus. Namun, kondisi asam menyebabkan terhambatnya perkembangan

mikroba, yang pada gilirannya asam lemak terbang juga menurun. Karena asam

lemak terbang merupakan sumber energi bagi ternak perah, maka menurunnya

asam lemak terbang dapat menurunkan produksi. Dikemukakan pula bahwa

berdasarkan pembahasan diatas, maka kelebihan dan kekurangan mineral akan

menyebabkan aktivitas mikroba rumen terganggu. Terganggunya aktivitas

mikroba akan menimbulkan perubahan pemanfaatan N-ammonia, karena lebih

kurang 82% mikroba rumen dapat menggunakan N-ammonia dibandingkan

dengan peptide dan asam amino. Oleh karena itu jumlah ammonia yang dapat

digunakan dalam mikroba tergantung dari jumlah mikroba dan laju pertumbuhan.

24
Kekurangan mineral juga dapat mengganggu fungsi jantung dan otot serta kerja

sistem enzim yang manifestasinya adalah turunnya produksi. susu baik kuantitatif

maupun kualitatif.

Salah satu cara untuk mengatasi defisiensi mineral makro adalah dengan

menambahkan mineral langsung kedalam konsentrat sehingga kebutuhan ternak

sapi akan mineral dapat terpenuhi. Untuk mineral mineral mikro dianggap cukup

sehingga tidak perlu dilakukan suplementasi. Namun penggunaan suplementasi

mineral ini tidak mudah karena adanya interaksi kerja antar mineral bila

berlebihan akan bersifat toksik (Mcdowell dkk., 1983).

25
METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Agustus 2016, bertempat di

Dusun Baba, Desa Pinang Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang dan uji

karakteristik kimia susu (kadar protein, lemak, laktosa, kalsium dan fosfor),

dilaksanakan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Bahan utama penelitian ini adalah sapi perah Fries Holland (FH), sebanyak

15 ekor, umur sapi yang digunakan yaitu 5 – 6 tahun, masa laktasi yaitu 4 – 5

bulan dan rata – rata produksi susu yaitu sekitar 12 – 13 liter/hari. Pakan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu, rumput gajah (Pennisetum purpureum)

tepung daun murbei (Morus alba), tepung daun lamtoro (Leucaena leucocephala),

tepung daun gamal (Gliricidia sepium), dedak, bungkil kelapa, tepung rese, tumpi

jagung, molases, dan mineral.

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hammer milk, ember,

milk can, sekop, timbangan pakan dan peralatan laboratorium untuk analisis kadar

protein, laktosa, lemak, kalsium dan fosfor.

26
Rancangan Penelitian

Penelitian pemberian konsentrat hijau pada sapi perah FH di Kabupaten

Enrekang ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) tiga perlakuan dan

lima kali ulangan, dengan perlakuan sebagai berikut :

- Perlakuan 1 (P1) = Pemberian Konsentrat dengan tanpa menggunakan Bahan


Konsentrat Hijau (Kontrol)
- Perlakuan 2 (P2) = Pemberian Konsentrat dengan menggunakan Bahan
Konsentrat Hijau 25%
- Perlakuan 3 (P3) = Pemberian Konsentrat dengan menggunakan Bahan
Konsentrat Hijau 50%

Prosedur Penelitian

Manajemen pemeliharaan dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif,

sapi dikandangkan dan diberikan pakan sesuai dengan perlakuan masing-masing

pada pagi dan sore hari. Pembiasaan dilakukan selama 3 hari dan selanjutnya

pengambilan data. Sapi dikelompokkan menjadi 3 perlakuan yaitu perlakuan P1

(pemberian konsentrat dengan tanpa menggunakan konsentrat hijau), perlakuan

P2 (pemberian konsentrat dengan menggunakan konsentrat hijau 25%), dan untuk

perlakuan P3 (pemberian konsentrat dengan menggunakan konsentrat hijau 50%).

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) segar sebagai pakan utama di berikan

sebanyak 40 kg/ekor/hari, sedangkan konsentrat diberikan sebanyak 7

kg/ekor/hari. Pemberian konsentrat dilakukan selama 7 hari selanjutnya

pengambilan sampel susu untuk analisis dilakukan pada hari ke 6.

27
Cara Pembuatan Konsentrat Hijau

Komposisi dan nilai nutrisi bahan pakan pada setiap perlakuan dapat

dilihat pada (Tabel 3, 4, 5) sebagai berikut:

Tabel 3. Perlakuan P1 kontrol (pemberian konsentrat dengan tanpa menggunakan


bahan konsentrat hijau)
PK SK TDN LK Ca Abu
Bahan pakan % P (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Dedak* 35 3,23 4,58 19,33 2,84 0,05 0,22 3,08
Bungkil Kelapa** 19 4,03 2,30 4,06 2,66 0,01 0,08 1,13
Tepung Ikan** 15 6,59 0,76 7,94 0,63 0,68 0,27 4,78
Tumpi Jagung** 25 2,02 4,01 12,74 5,54 0,06 0,02 0,43
Molases* 5 0,11 0,01 2,73 0,02 0 0 0
Mineral* 1 0 0 0 0 0,04 0,01 0
Jumlah 100 16,00 11,68 46,82 11,69 0,87 0,62 9,43
Sumber : * NRC (2001)
** Yusuf (2010)

Tabel 4. Perlakuan P2 (pemberian konsentrat dengan menggunakan bahan


konsentrat hijau 25%)
PK SK TDN LK Ca Abu
Bahan pakan % P (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Tepung Daun
5 0,96 0,66 1,88 0,18 0,06 0,09 0,13
Lamtoro***
Tepung Daun
10 2,04 1,19 4,91 0,36 0,09 0,01 0,75
Gamal***
Tepung Daun
10 1,70 1,47 3,76 0,45 0,26 0,03 1,33
Murbei***
Dedak* 25 2,30 3,27 13,81 2,02 0,04 0,16 2,20
Bungkil Kelapa** 14 2,91 1,70 2,99 1,96 0,01 0,05 0,83
Tepung Ikan** 10 4,4 0,50 5,29 0,42 0,45 0.18 3,18
Tumpi Jagung** 20 1,62 3,21 10,19 4,43 0,05 0,02 0,35
Molases* 5 0,11 0,01 2,73 0,02 0 0 0
Mineral* 1 0 0 0 0 0,04 0,01 0
Jumlah 100 16,13 12,05 45,59 9,85 1,03 0,50 8,80
Sumber : *NRC (2001)
** Yusuf (2010)
*** Hartadi dkk. (2005)

28
Tabel 5. Perlakuan P3 (pemberian konsentrat dengan menggunakan bahan
konsentrat hijau 50%)
PK SK TDN LK Ca Abu
Bahan pakan % P (%)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Tepung Daun
10 1,92 1,33 3,76 0,36 0,12 0,01 0,27
Lamtoro***
Tepung Daun
20 4,09 2,39 9,83 0,72 0,18 0,03 1,51
Gamal***
Tepung Daun
20 3,41 2,95 7,53 0,90 0,52 0,07 2,66
Murbei***
Dedak* 17 1,56 2,28 9,39 1,37 0,02 0,11 1,49
Bungkil Kelapa** 7 1,48 0,85 1,49 0,98 0,06 0,02 0,41
Tepung Ikan** 5 2,2 0,25 2,64 0,21 0,22 0,09 1,59
Tumpi Jagung** 15 1,21 2,40 7,64 3,32 0,03 0,01 0,26
Molases* 5 0,11 0,01 2,73 0,02 0 0 0
Mineral* 1 0 0 0 0 0,04 0,01 0
Jumlah 100 16,01 12,43 45,04 7,89 1,85 0,39 8,22
Sumber : * NRC (2001)
** Yusuf (2010)
*** Hartadi dkk. (2005)

Cara pembuatan konsentrat hijau yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

a. Bahan konsentrat hijau berupa daun lamtoro, daun gamal dan daun murbei

dijemur hingga kering kemudian digiling menjadi tepung menggunakan

hammer mill;

b. Bahan pakan ditimbang menurut susunan ransum yang telah ditentukan;

c. Semua bahan pakan konsentrat dan dicampur secara merata.

Analisis Proksimat konsentrat yang digunakan pada masing – masing

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

29
Tabel 6. Analisis Proksimat Konsentrat yang digunakan saat Penelitian
Kandungan Perlaakuan (%)
Nutrisi P1 P2 P3
Kadar Air 11,86 11,80 12,66
Serat Kasar 15,98 17,12 17,42
Protein Kasar 17,34 16,43 14,47
Lemak Kasar 9,59 10,65 8,01
BETN 43,84 42,81 47,83
Abu 13,25 12,99 12,27
Ca 2,78 2,65 1,97
P 1,43 1,20 0,94
Keterangan : P1 = Pemberian konsentrat dengan tanpa menggunakan konsentrat hijau
P2 = Pemberian konsentrat dengan menggunakan konsentrat hijau 25%
P3 = Pemberian konsentrat dengan menggunakan konsentrat hijau 50%
Sumber : Hasil analisis laboratorium Kimia dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin (2016)

Parameter yang Diamati

Parameter – parameter penelitian ini adalah :

1. Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl (AOAC, 2005)

Sampel susu sebanyak 5 gr ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam

labu Kjeldahl sebanyak 100 ml kemudian ditambahkan 1 gr campuran Se dan 10

ml H2SO4 pekat. Labu Kjeldahl digoyangkan sampai semua sampel terbasahi oleh

larutan H2SO4 kemudian dilakukan dekstruksi dalam lemari asam sampai jernih.

Hasil destruksi lalu didinginkan kemudian dituang kedalam labu ukur 100 ml, lalu

dibilas dengan air suling. Setelah dingin, labu Kjeldahl dihimpitkan pada tanda

garis dengan air suling kemudian menyiapkan penampungan yang terdiri dari 10

ml H3BO3 2% + 4 tetes larutan indikator campurkan dalam tabung erlemeyer 100

ml kemudian mengambil 5 ml larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling. Setelah

itu disuling hingga volume penampungan menjadi ± 50 ml lalu dibilas ujung

penyuling dengan air suling kemudian penampungan bersama isinya dititrasi

dengan larutan HCL atau H2SO4 0,02 N. Setelah itu dilakukan perhitungan :

30
Rumus yang digunakan untuk menentukan kadar protein dalam susu yaitu :

(𝑎 − 𝑏) × N × 0,014 × 6,37
× 100%
𝑉1

Keterangan : V1 = ml titer sampel


N = normalitas NaOH

2. Kadar Lemak dengan Metode Babcock (AOAC, 2005)

Menimbang ± 1 gr sampel masukan ke dalam tabung reaksi berskala 15

ml. Menambahkan chloroform mendekati skala 10 ml tutup rapat dan kocok dan

biarkan sampai bermalam. Himpitkan hingga skala 10 ml dengan chloroform lalu

kocok. Saring kedalam kertas saring kedalam tabung reaksi. Pipet 5 ml kedalam

cawing yang telah diketahui beratnya (a gr). Ovenkan pada suhu 100 oC selama 4

jam. Keluarkan lalu masukan ke dalam eksikator ½ jam. Kemudian sampel

ditimbang (b gr).

Rumus :

P × ( b − a)
Kadar Lemak % = × 100%
berat sampel (mgr)

Keterangan :

P = Pengenceran (10/5)

3. Laktosa dengan Metode Nelson (Benerjee,1982)

Memasukkan sampel susu 1 ml bebas bebas lemak ditambahkan 2 ml

Natrium Tungstat, kemudian secara perlahan-lahan sambil dikocok ditambahkan 2

ml H2SO4, larutan tersebut diencerkan hingga batas dan dibiarkan selama 5

menit kemudian disaring denga kertas saring whatman no.42 ke dalam tabung

Folin-Wu di pipet 1 ml filtrat, kemudian ditambah 1 ml aquades, 2 ml standar

31
glukosa yang mengandung 0,6 mg laktosa. Membuat standar laktosa dari larutan

baku (yang mengandung 1 gr/100 ml laktosa) dengan cara memipet 3 ml larutan

ini ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian dengan larutan asam benzoat 0,2%

hingga batas. Ke dalam masing – masing tabung Follin-Wu ditambahkan 2 ml

reagen Cu alkalis, lalu dipanaskan dalam penangas air dan dididihkan selama 8

menit dan didinginkan sambil dikocok ditambahkan reagen posmopolitan,

dibiarkan 1 menit lalu diencerkan dan dibaca absorbsinya pada 630 nm. Rumus

yang digunakan untuk mengetahui kandungan laktosa susu adalah sebagai berikut:

A𝑥 𝐶𝑥
=
A 𝑠𝑡 𝐶 𝑠𝑡

Cx atau kandungan laktosa di dalam 0,1 ml susu adalah :

A𝑥 0.6
= gram/laktosa
A 𝑠𝑡 1000

Kandungan laktosa (g/100 ml) adalah :

A𝑥 K 𝑠𝑡 100
= =
A 𝑠𝑡 1000 0.01

Keterangan :

Ax = serapan laktosa di dalam susu


Ast = serapan laktosa standar
Cx = kandungan laktosa di dalam susu (mg/100)
Kst = konsentrasi laktosa standar

4. Kalsium dengan metode Proksimat

Abu dalam cawan porselin pada penetapan kadar abu ditambahkan 3-5 ml

HCl pekat. Encerkan dengan air suling hingga volume mendekati bibir cawan dan

biarkan semalam. Tuang kedalam labu ukur 100 ml. Bilas dengan air suling

hingga tanda garis lalu kocok hingga homogen (siap untuk penetapan mineral).

32
Masukkan 20 ml larutan kedalam gelas piala 100 ml dan tambahkan beberapa

tetes indikator metal red. Menambahkan tetes demi tetes larutan NH4OH 1 : 1

hingga warna beruba menjadi orange atau kekunig-kuningan. Menambahkan

larutan HCl 1 : 3 tetes demi tetes hingga kembali warna merah dan tambahkan 2

tetes berlebih. Panaskan hingga mendidih, kemudian tambahkan 15 ml larutan

ammonium oxalate 4%. Panaskan hingga terbentuk endapan putih, kalau warna

berupah warna menajdi merah dengan menambahkan tetes demi tetes HCl 1 : 3.

Kemudian saring dengan kertas saring whatman no.42. Bilas dengan air panas

hingga bebas asam dengan uji tetes terakhir dengan larutan AgNO3 atau lakmus

(dengan AgNO3 tidak keruh lagi). Kertas saring bersama isinya dikeringkan

dibiarkan bermalam atau di oven). Memasukkan kertas saring besarta isinya yang

sudah kering kedalam erlemeyer yang berisi 100 ml air suling dan 5 ml H2SO4

pekat. Panaskan hingga suhu 70oC-80oC dan titrasi dengan larutan KmNO4 0,1 N

hingga warna merah bertahan 30 detik.

P ×V × N ×20
Perhitungan : %Kalsium = × 100%
berat sampel (mgr)

Keterangan : P = Pengenceran
V = Volume titrasi
N = Normalitas KMnO4

5. Fosfor dengan metode Proksimat

Menyiapkan 1 ml larutan yang telah di buat di dalam penetapan kalsium

dan masukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Menambahkan 3 ml larutan ammonium

molibdat dan 2,5 ml larutan ascorbic acid. Aquades ditambahkan hingga tanda

garis labu ukur, kemudian dikocok hingga homogen. Diamkan selama 30 menit

33
selanjutnya masukkan kedalam kuvet dan letakkan kedalam spektrofotometer

(panjang gelombang 570 nm). Kemudian catat pembacaan spektrofotometer.

Rumus :

((A x7,18) – 0,0329)) x 500


phospor % = × 100%
berat sampel (mgr)

Keterangan :

A = pembacaan absorbance pada spektrofotometer

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis ragam berdasarkan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) (Gaspersz, 1994), dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Model

matematika yang digunakan yaitu:

Yi j = μ + αi + εi j i = 1,…3, j = 1,…5,

Keterangan :

Yij = Hasil pengamatan ke-ij


μ = Nilai tengah sampel
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Hasil sidik ragam menunjukan perbedaannya maka dilanjutkan dengan uji

BNT (Beda Nyata Terkecil).

34
HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kimiawi Susu Sapi Perah FH

Karakteristik kimiawi susu sapi perah FH sangat ditentukan oleh

perlakuan pemberian konsentrat hijau. Karakteristik kimiawi yang diamati pada

penelitian ini berupa kandungan protein, lemak, laktosa, kaslsium, dan fosfor

tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7. Karaktekteristik Kimiawi Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH)


dengan Pemberian Konsentrat Hijau
Perlakuan
Parameter (%)
P1 P2 P3
Protein 2.67±0.31 2.41±0.27 2.69±0.32
Lemak 2.93±0.28b 2.62±0.38ab 2.38±0.23a
Laktosa 3.43±0.19 3.44±0.05 3.27±0.22
Kalsium (Ca) 0.13±0.005 0.12±0.009 0.12±0.008
Fosfor (P) 0.09±0.009 0.08±0.009 0.08±0.009
Ket : P1 (Tanpa Konsentrat Hijau), P2 (Konsentrat Hijau 25%), P3 (Konsentrat Hijau 50%)
a,b
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menandakan perbedaan signifikansi (P<0,05)

Kadar Protein

Kadar protein susu sapi perah FH (Tabel 7) dengan pemberian level

konsentrat hijau yang berbeda, berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 1)

tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan. Jika dengan

melihat hasil analisis proksimat konsentrat pada masing-masing perlakuan (Tabel

6) memperlihatkan bahwa perlakuan P3 kadar proteinnya lebih rendah namun

dapat menghasilkan kadar protein susu yang sama dengan perlakuan P1 (Tabel 7).

Hal ini dapat diasumsikan bahwa konsentrat hijau dapat menggantikan konsentrat

komersil untuk mempertahankan kandungan protein susu. Hal ini sesuai dengan

pendapat Abdullah (2014) yang menyatakan bahwa konsentrat hijaun (Kohi) atau

35
Green Concentrate merupakan pakan padat nutrisi dengan kandungan serat kasar

kurang dari 18% yang bahan bakunya berasal dari hijauan pakan. Salah satu

keunggulan dari Kohi selain padat nutrisi juga memiliki fungsi herbal atau jamu

bagi ternak karena mengandung klorofil dan senyawa sekunder yang bermanfaat

bagi ternak. Sukarini (2006) menambahkan bahwa dengan tambahan konsentrat

hijau, energi yang tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino

yang berasal dari protein mikroba. Peningkatan ketersediaan asam-asam amino ini

akan memberi kontribusi terhadap sintesis protein susu. Berdasarkan hal tersebut

diatas maka dapat dikatakan bahwa konsentrat hijau mampu menggantikan

konsentrat komersil untuk mempertahankan kandungan protein susu pada sapi

perah FH.

Kadar Lemak

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pemberian level

konsentrat hijau yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar

lemak dari susu sapi perah FH (Tabel 7). Hal ini disebabkan karena konsumsi

nutrisi pakan dalam ransum mencukupi kebutuhan sapi perah FH, karena kadar

lemak susu dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung dalam pakan. Apabila

jumlah pakan yang diberikan memiliki kualitas yang rendah maka akan

berpengaruh terhapat kualitas susu sapi perah FH.

Hasil uji lanjut (Lampiran 2) menunjukkan bahwa kadar lemak susu pada

perlakuan P3 mengalami perbedaan nyata dengan P1 namun keduanya tidak

berbeda nyata dengan P2. Perlakuan P1 menghasilkan lemak susu yang lebih

dibanding perlakuan P2 dan P3. Hal ini disebabkan karena pada pakan P1 terdapat

36
kandungan asam amino yang dapat meningkatkan kadar lemak susu sapi perah

FH. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Mayes (2003) yang menyatakan

bahwa asam amino sangat penting untuk pembentukan lemak susu, setelah

deaminasi asam amino glukogenik kemudian membentuk piruvat dan hasil

akhirnya berupa glukosa, kemudian glukosa akan diubah menjadi gliserol yang

merupakan enzim pengaktif berupa gliseol kinase agar dapat digunakan di dalam

kelenjar mammae untuk selajutnya disintesa menjadi lemak susu. Kadar lemak

susu dipengaruhi oleh pakan karena sebagian besar dari komponen susu disintesis

dalam ambing dari substrat yang sederhana yang berasal dari pakan.

Pakan hijauan menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena lemak susu

tergantung dari kandungan serat kasar dalam pakan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Maheswari (2004), yang menyatakan bahwa kadar lemak susu

dipengaruhi oleh pakan karena sebagian besar dari komponen susu disintesis

dalam ambing dari substrat yang sederhana yang berasal dari pakan. Pakan

hijauan berhubungan erat dengan kadar lemak air susu, karena kadar lemak air

susu dipengaruhi oleh produksi asam asetat dalam ransum sapi yang berasal dari

bahan pakan hijauan berserat kasar tinggi. Asam asetat merupakan prekusor atau

sumber pembentuk lemak air susu.

Pada perlakuan P3 menghasilkan kadar lemak susu yang rendah

dibandingkan denga perlakuan lainnya (Tabel 7). Hal ini seuai dengan penelitian

Sukarini (2006) menyatakan bahwa ternak yang diberi pakan tambahan konsentrat

akan menurunkan kadar lemak susu dan pakan yang hanya terdiri dari hijauan

37
memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibanding pakan yang ditambah dengan

konsentrat.

Kadar Laktosa

Kadar laktosa susu sapi perah FH (Tabel 7) yang diberi level konsentrat

yang berbeda, dimana berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3)

menunjukkan bahwa pemberian konsentrat hijau tidak memberikan pengaruh

terhadap kadar laktosa susu sapi perah FH. Data yang diperoleh memperlihatkan

bahwa kadar laktosa susu sapi perah yang diberi konsentrat hijau sama dengan

perlakuan kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan konsentrat hijau mampu

merangsang metabolik terjadinya substrat yang dibutuhkan sapi perah untuk

mensintesis laktosa. Hal ini sesuai dengan pendapat Thomas dan Martin (1988)

yang menyatakan bahwa pembentukan laktosa banyak dipengaruhi oleh asam

propionate yang berasal dari konsentrat atau pakan yang berenergi tinggi yang

nantinya akan digunakan untuk pembentukan glukosa. Glukosa dalam darah

digunakan untuk mensintesis laktosa yang merupakan precursor utama sintesis

susu. Glukosa yang meningkat mengakibatkan kenaikan kandungan laktosa susu

karena sebagian glukosa akan masuk ke kelenjar mamae dan diubah menjadi

laktosa (Arora, 1989).

Kadar Kalsium

Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukan bahwa pemberian konsentrat

hijau tidak memberikan pengaruh terhadap kandungan kalsium susu sapi perah

FH. Dapat dilihat bahwa kadar kalsium susu masing-masing perlakuan

38
menunjukkan hasil yang sama (Tabel 7). Hal ini karena pakan yang berupa

konsentrat hijau maupun konsentrat biasa mengandung mineral yang cukup untuk

kebutuhan sapi perah FH. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiono, dkk (2003)

menyatakan bahwa konsentrat adalah ransum lengkap yang telah diformulasikan

sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk

pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi susu.

. Mineral dibutuhkan oleh hewan dalam jumlah yang cukup. Bagi ternak

ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri juga

digunakan untuk mendukung dan memasok kebutuhan mikroba rumen. Toharmat

dan Sutardi (1985) menyatakan bahwa pada awal laktasi terjadi pengurasan

mineral dari dalam tubuh, hal ini disebabkan mineral diperlukan untuk sintesis air

susu. Intensitas pengurasan akan semakin berkurang dengan menurunnya produksi

susu sehingga terdapat periode penimbunan mineral dalam tubuh.

Kadar Fosfor

Berdasarkan Analisis ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa pemberian

konsentrat hijau denagn level yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap kandungan phospor susu sapi perah FH (Tabel 7). Perlakuan P1,

P2, dan P3 juga menujukkan kandungan fosfor yang sama. Hal ini menunjukkan

bahwa konsentrat hijau mampu menggantikan konsentrat komersil untuk

mempertahankan kadar phospor susu sapi FH.

Kadar fosfor susu dipengaruhi oleh kecukupan mineral pakan yang

diberikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryahadi (1990) yang menyatakan

bahwa kandungan mineral susu selain dipengaruhi oleh periode laktasi, bangsa

39
sapi dipengaruhi juga oleh kecukupan mineral dalam pakan yang diberikan. Bagi

ternak ruminansia, mineral selain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya

sendiri juga digunakan untuk mendukung dan memasok kebutuhan mikroba

rumen. Pada ternak ruminansia, selama siklus laktasi terdapat perbedaan antara

beberapa periode dalam metabolisme mineral. Pada awal laktasi terjadi

pengurasan mineral dari dalam tubuh, hal ini disebabkan mineral diperlukan untuk

sintesis air susu. Intensitas pengurasan akan semakin berkurang dengan

menurunnya produksi susu sehingga terdapat periode penimbunan mineral dalam

tubuh.

40
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa perlakuan level pemberian konsentrat hijau tidaak berpengaruh

terhadap karakteristik kimia susu sapi perah FH pada kadar protein, laktosa,

kalsium dan fosfor, namun kadar lemak susu lebih rendah pada perlakuan

pemberian konsentrat dengan level konsentrat hijau 50% dibandingkan dengan

perlakuan tanpa pemberian konsentrat hijau. Dengan demikian bahan konsentrat

hijau dapat dimanfaatkan sebagai bahan konsentrat pengganti konsentrat komersil

sampai pada level 25%.

Saran

Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya peneliti mencari limbah-limbah

pertanian dan perkebunan local untuk dijadikan pakan pengganti konsentrat.

Selanjutnya dapat dijadikan alternatif pakan ternak dengan analisis yang tidak

kalah baiknya dengan konsentrat komersil.

41
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah L. 2014. Mewujudkan Konsentrat Hijau (Green Concentrate) dalam


Industri Baru Pakan untuk Mendorong Kemandirian Pakan dan Daya
Saing Peternakan Nasional. Fakultas Peternakan. Institut PErtanian Bogor,
Bogor.

Abrianto P. 2011. Cara Mengolah Gamal untuk Pakan Ternak Sapi.


http://www.duniasapi.com. Diakses tanggal 13 Maret 2016.

Agus, A. 1997. Pengaruh tipe konsentrat sumber energi dalam ransum sapi
perah berproduksi tinggi terhadap produksi dan komposisi susu .ISSN
0126-4400/1997/01/. Diakses tanggal 13 Maret 2016.

Akbar, N. 2009. Subtitusi Konsentrat dengan Daun Murbei dalam Pakan yang
Berbasis Jerami Padi Pada Sapi Peranakan Ongol. Skipsi, Fapet IPB.
Bogor.

Anita, 2003. Pengaruh Masa Laktasi terhadap Produksi Air Susu Sapi Fries
Holland (FH) Di Kabupaten Enrekang. Jurusan Produksi Ternak Fakultas
Peternakan Unuversitas Hasanuddin, Makassar.

Anneahira, 2011. Usaha sapi perah di Indonesia. Agro media Pustaka. Jawa Barat.

Anonim, 2010. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius,


Yogyakarta.

Anonim, 2012a. Manfaat Susu Sapi Perah dan Kandungannya. http:/ massaidi.
blogspot.com/2012/01/manfaat-susu-sapi-dan-kandungannya.html.
Diakses tanggal 13 Maret 2016.

Anonim, 2012b. Manfaat Susu Sapi Murni bagi Tubuh. http:/ramdaniramlan.


blogspot.com/2012/01/manfaat-susu-sapi-murni-bagi-tubuh.html. Diakses
tanggal 13 Maret 2016.

AOAC International, 2005. Official Methods of Analysis. (18th edition), AOAC


International, Washingtong, DC.

Arora, S. P. 1989. Pencernaan Mikroba Pada Rumansia, (Diterjemahkan oleh


Retno Murwani). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Azis, V. 2007. Analisis Kandungan Sn, Zn, Dan Pb dalam Susu Kental Manis
Kemasan Kaleng Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Universitas
Islam Indonesia. Yogyakarta

42
Badan Standardisasi Nasional, 1992. Standar Mutu Susu Evaporasi, Jakarta

Bambang. 2009. Tanaman Penurun Kolesterol. http://www.agrisilk.com/ tanaman


penurun-kolesterol/tanaman-obat.html. Diakses tanggal 13 Maret 2016.

Bamualim, Abdullah M, Kusmartono, dan Kuswandi. 2009. Aspek Nutrisi Sapi


Perah. dalam Buku Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A Tucker, and R. D. Appleman. 1985. Dairy


Cattle Principles, Practices, Problems, Profit. 5th Edition. Lea and
Febriger, Philadelphia.

Benerjee, G.C. 1982. A Texbook of Animal Husbandry, 5th ed. Oxford & IBH
Publishing Co. New Delhi, Bombay, Cacuta.

Budiono, R.S., R.S. Wahyuni, dan R. Bijanti. 2003. Kajian kualitas dan potensi
formula pakan komplitvetunair terhadap pertumbuhan pedet. Proseding
Seminar Nasional Aplikasi Biologi Molekuler Di Bidang Veteriner d alam
Menunjang Pembangunan Nasional, Surabaya, 1 Mei 2003.

Dalimartha, Setiawan. 2008. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Hepatitis.

Dhalika, Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan


S. Lebdosoekoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat


Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2011. Statistik Peternakan 2011. Direktorat


Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Elisabeth, D. 2012. Bahan Pakan konsentrat. http :// elisabethhutagaol.com /


2012/11/bahan-pakan konsentrat.html. Diakses pada tanggal 2 Agustus
2013.

Ensminger, M.E. 1991. Feeds and Nutrition. Second Edition. The Ensminger
Publising Company. USA.

Firman, A., 2010. Agribisnis Sapi Perah. Bandung Widya Padjadjaran.

43
Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian,
Ilmu-Ilmu Teknik dan Biologi. PT. Armico. Bandung.

Hadiwiyoto, S. 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya, Liberty.


Yogyakarta

Hadiwiyoto, S. 1983.Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.http// nongkojar


.com/produk/susu-sapi.html.Liberty.Yogyakarta.

Hartadi, H., S. Reksohadiprojo dan A. D. Tilman. 2005. Tabel Komposisi Pakan


untuk Indoonesia. Gajah Mada University. Press Yogyakarta.

Hartanto, 2008. Pengaruh penggantian konsentrat dengan daun Lamtoro kering


(Leucaena leucocephala) dalam ransum terhadap performan kambing
kacang jantan

Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani, 2010. Limbah pertanian dan perkebunan


sebagai pakan ternak. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Kelly, J. 2002. Nutrition of the dairy cow. In: A. H. Andrews (editor). The ealth
of Dairy Cattle. Blackwell Science, UK.

Kuswandi, 2011. Teknologi Pemanfaatan Pakan Lokal untuk Menunjang


Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia. Puslitbangnak. Pengembangan
Inovasi Pertanian 4 (3): 189-204.

Lampert, C.M. 1980. Moderm Dairy Produc. New York Publising, Co. Inc, p.
234-255.

Maheswari, R.R.A. 2004. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah.


Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

Malaka, R. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Yayasan Citra Emulsi .
Makassar.

Mayes, P.A. 2003. Biokimia Herper. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

McDowell, L.R., J.H. Conrad, G.L. Ellis, J.K. Looslie. 1983. Mineral of Grazing
Ruminants inTropical Regions. Department of Animal Science Center for
Tropical AgricultureUniversity of Florida. Gainesville an U.S. Agency for
International Development.

McDowell, M. 1985. Mineral Nutrition of Animals. AVI Publishing Company


Inc, Connecticut.

44
Muhtarudin dan Liman. 2006. Penentuan tingkat penggunaan mineral organik
untuk memperbaiki bioproses dalam rumen secara in vitro. Jurnal Ilmu-
ilmu Pertanian Indonesia. 8 (2):132-140.

National Research Counal. 2001. Nutrient Requirements of Dairy Cattle (7th


revision edition) Natl. Acad Sci., Washington, DC.

Pratama, N.R. dan Widiyantoro, A. 2011. Murbei (Morus alba L). CCRC Farmasi
UGM. http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia/ensiklo pedia-
tanaman-anti-kanker/ensiklopedia-4-2/murbei-morus-alba-l/. Diakses pada
tanggal 13 Maret 2016.

Purwanto, 2007. Tanaman Beracun Dalam Kehidupan Ternak. Universitas


Muhammadiyah Malang. Malang

Ramelan. 2001. Efisiensi produksi pada sapi perah dara dan laktasi akibat
penyuntikan PMSG. Tesis. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro

Rasyid, Y. Ganesha. 2000. Susu Makanan Sempurna. Kumpulan Ilmu


Pengetahuan Indonesia, IPB.

Rukmana, R, H. 2005. Seri Budi Daya ; Budi Daya Rumput Unggul; Hijauan
Pakan Ternak. Penerbit Kasisius Anggota IKAPI. Yogyakarta. 9.

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolahan & Hasil Ikutan Ternak. Fakultas pertanian,
Universitas Sumetera Utara. Sumatera Utara.

Santosa, U. 2009. Mengelola Peternakan Sapi Secara Profesional. PT. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Sasongko, 2004. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Shiddieqy, M. Ikhsan, (2004), Memetik Manfaat Susu Sapi, http://www.pikiran-


rakyat.com/index.htm, diakses 24/07/20011.Soeharsono. 1996. Fisiologi
Laktasi. Universitas Padjajaran : Bandung.

Silk, B.J. 2008. Khasiat Daun Murbei (Morus alba L). http://ariefjais.
blogspot.com/2008/03/khasiat-murbei.html. Diakses tanggal 13 Maret
2016.

Siregar, S. 1996. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisa Usaha.
Penebar Swadaya Anggota IKAPI, Jakarta.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Institut


Pertanian Bogor, Bogor.

45
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara
Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sukarini. 2006. Produksi dan Kualitas Air Susu Kambing Peranakan Ettawa yang
Diberi Tambahan Urea Molases Blok dan atau Dedak Padi pada Awal
Laktasi. Animal Production. Vol. 8, No. 3: 196-205.

Sunarto, H. 1997. Budidaya Murbei & Usaha Pesutraan Alam. Yogyakarta :


Penerbit Kanisius.

Suryahadi. 1990. Analisis ketersediaan mineral pakan sebagai landasan


penanggulangan defisiensi meniral pada ternak. Laporan Penelitian PAU.
Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryahadi. 1997. Manajemen Pakan Sapi Perah. IPB. Bogor.

Suryahadi, T. Toharmat, A. Sudarman dan Amrullah. 2004. Peningkatan produksi


dan kualitas susu sapi perah melalui upaya penyediaan pakan dan aplikasi
zteknologi. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutrisno, 1994. Potensi dan bahan pakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Syahrir, S., K.G.Wiryawan, A. Parakkasi, Winugroho dan O.N.P.Sari 2009.
Efektivitas Daun Murbei Sebagai Pengganti Konsentrat dalam Sistem
Rumen in Vitro/Media Peternakan Agustus. 2009.32(2):112-119.

Syarifah. 2007. “ Suke” Sisi lain kedelai. Bandung pikiran rakyat. Bandung.

Tangendjaja Budi. 2009. Teknologi Pakan dalam Menunjang Industri Peternakan


di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(3), 2009: 192-207. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Tanuwiria, U. H., B. Ayuningsih, Mansyur. 2005. Fermentabilitas dan kecernaan
ransum lengkap sapi perah berbasis jerami padi dan pucuk tebu
teramoniasi (in Vitro). JurnalIlmu Ternak. 5 (2) : 64-69.

Thomas, P. C. dan P. A. Martin. 1988. The Influence of Nutrient Balance on Milk


Yield and Composition. Di dalam : P. C. Garnsworthy, Editor. Nutrition
and Lactation on The Dairy Cow. Butterworths, London.

Toharmat, T. dan T. Sutardi. 1985. Kebutuhan Mineral Makro untuk Produksi


Susu pada Sapi Perah Laktasi Dihubungkan dengan Kondisi Faalnya.
Karya Ilmiah.Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widodo, 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

46
Yusuf, D. 2010. Tabel Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Ternak. http://www.lemb
ahgoganiti.com/artikel/29-pakan-kambing/66-tabel-kandungan-nutrisi-
bahan pakan-ternak.html. Diakses tanggal 13 Maret 2016.

Yusuf, R. 2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat
pemberian pakan yang mengandung tepung katu (Sauropus androgynus
(l.) merr) yang berbeda. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Mulawarman, Samarinda.

47
LAMPIRAN

Hasil Analisis Sidik Ragam (SPSS) Karakteristik Kimia Susu Sapi Perah
Friesian Holstein (FH) dengan Pemberian Konsentrat Hijau

Lampiran 1. Hasil analisis ragam protein susu sapi perah FH denagn pemberian
konsentrat hijau

Descriptive Statistics
Dependent Variable:PROTEIN
SAMPEL Mean Std. Deviation N
P1 2.6740 .31254 5
P2 2.4120 .27225 5
P3 2.6980 .32980 5
Total 2.5947 .31327 15

Tabel Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:PROTEIN
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .252a 2 .126 1.346 .297
Intercept 100.984 1 100.984 1.080E3 .000
SAMPEL .252 2 .126 1.346 .297
Error 1.122 12 .094
Total 102.358 15
Corrected Total 1.374 14
a. R Squared = .183 (Adjusted R Squared = .047)

Lampiran 2. Hasil analisis ragam lemak susu sapi perah FH denagn pemberian
konsentrat hijau

Descriptive Statistics
Dependent Variable:LEMAK
SAMPEL Mean Std. Deviation N
P1 2.9300 .28178 5
P2 2.6220 .38467 5
P3 2.3800 .23801 5
Total 2.6440 .36800 15

48
Tabel Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:LEMAK
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .760a 2 .380 4.013 .046
Intercept 104.861 1 104.861 1.108E3 .000
SAMPEL .760 2 .380 4.013 .046
Error 1.136 12 .095
Total 106.757 15
Corrected Total 1.896 14
a. R Squared = .401 (Adjusted R Squared = .301)

Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:LEMAK
95% Confidence Interval
(I) (J) Upper
SAMPEL SAMPEL Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Bound
LSD P1 P2 .3080 .19460 .139 -.1160 .7320
P3 .5500* .19460 .015 .1260 .9740
P2 P1 -.3080 .19460 .139 -.7320 .1160
P3 .2420 .19460 .237 -.1820 .6660
*
P3 P1 -.5500 .19460 .015 -.9740 -.1260
P2 -.2420 .19460 .237 -.6660 .1820
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .095.
*. The mean difference is significant at the .05 level.

Uji Duncan
LEMAK
Subset
SAMPEL N 1 2
a
Duncan P3 5 2.3800
P2 5 2.6220 2.6220
P1 5 2.9300
Sig. .237 .139
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .095.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

49
Lampiran 3. Hasil analisis ragam laktosa susu sapi perah FH denagn pemberian
konsentrat hijau

Descriptive Statistics
Dependent Variable:LAKTOSA
SAMPEL Mean Std. Deviation N
P1 3.4300 .19339 5
P2 3.4400 .05339 5
P3 3.2760 .22278 5
Total 3.3820 .17809 15

Tabel Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:LAKTOSA
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model .085 2 .042 1.411 .282
Intercept 171.569 1 171.569 5.727E3 .000
SAMPEL .085 2 .042 1.411 .282
Error .360 12 .030
Total 172.013 15
Corrected Total .444 14
a. R Squared = .190 (Adjusted R Squared = .055)

Lampiran 4. Hasil analisis ragam kalsium susu sapi perah FH denagn pemberian
konsentrat hijau

Descriptive Statistics
Dependent Variable:KALSIUM
SAMPEL Mean Std. Deviation N
P1 .1260 .00548 5
P2 .1240 .00894 5
P3 .1220 .00837 5
Total .1240 .00737 15

50
Tabel Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:KALSIUM
Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4.000E-5a 2 2.000E-5 .333 .723
Intercept .231 1 .231 3.844E3 .000
SAMPEL 4.000E-5 2 2.000E-5 .333 .723
Error .001 12 6.000E-5
Total .231 15
Corrected Total .001 14
a. R Squared = .053 (Adjusted R Squared = -.105)

Lampiran 5. Hasil analisis ragam fosfor susu sapi perah FH denagn pemberian
konsentrat hijau

Descriptive Statistics
Dependent Variable:FOSFOR
SAMPEL Mean Std. Deviation N
P1 .0860 .00894 5
P2 .0840 .00894 5
P3 .0840 .00894 5
Total .0847 .00834 15

Tabel Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:FOSFOR
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 1.333E-5 2 6.667E-6 .083 .921
Intercept .108 1 .108 1.344E3 .000
SAMPEL 1.333E-5 2 6.667E-6 .083 .921
Error .001 12 8.000E-5
Total .108 15
Corrected Total .001 14
a. R Squared = .014 (Adjusted R Squared = -.151)

51
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Pencampuaran dan Pemberian Pakan di Enrekang

52
53
54
Gambar 2. Uji Kualitas Susu Sapi Perah FH di Laboratorium

55
56
57
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Andi Tenri Khaerani Anwar lahir pada tanggal 18 Januari


1994 di Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis
merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara, dari
pasangan Bapak Drs. Baso Anwar Gau dan Ibu Ir. Andi
Siswati, M.Si. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh
penulis yakni : Taman Kanak-kanak Pertiwi, SD Negeri 2
Unggulan Maddukelleng Sengkang Kabupaten Wajo Tahun
2000 - 2006 ; SMP Negeri 1 Sengkang Kabupaten Wajo Tahun 2006 - 2009 ;
SMA Negeri 3 Unggulan Sengkang Kabupaten Wajo Tahun 2009 - 2012 dan pada
tahun 2012 - 2016 penulis melanjutkan pendidikannya di Fakultas Peternakan
Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar,
melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Pengalaman organisasi yang telah ditempuh oleh penulis adalah:
sebagai Koordinator I KASIPALARAS SMA Negeri 3 Unggulan Sengkang
Kabupaten Wajo periode 2010-2011, Pengurus Departemen Biro Dana dan
Kesejahteraan Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Unhas (HIMAPROTEK-
UH) periode 2014-2015, dan Pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan
Unhas (SEMA FAPET_UH) periode 2015- 2016.

58

Anda mungkin juga menyukai