Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM I

UJI DISOLUSI

Disusun untuk memenuhi tugas laporan praktikum Biofarmasetika dan


Farmakokinetika
Dosen pengampu : apt. Osie Listina, M.Sc.

Disusun Oleh :
Nama : Afina Nurfauziah
NIM : E0017002
Kelas : 4A

LABORATORIUM BIOFARMASETIKA & FARMAKOKINETIKA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

2020
PRAKTIKUM I

UJI DISOLUSI

A. TUJUAN
1. Mengertahui cara uji disolusi tablet paracetamol generik berlogo dan
paracetamol generik bermerk.
2. Dapat melakukan perhitungan dan menganalisis hasil uji disolusi tablet
paracetamol generik berlogo dan paracetamol generik bermerk.
B. DASAR TEORI
Disolusi adalah suatu jenis khusus dari suatu reaksi heterogen yang
menghasilkan transfer massa karena adanya pelepasan dan pemindahan
menyeluruh ke pelarut dari permukaan padat. Teori disolusi yang umum
adalah (Amir, 2007). :
1. Teori film (model difusi lapisan)
2. Teori pembaharuan-permukaan dari Danckwerts (teori penetrasi)
3. Teori Solvasi terbatas/Inerfisial
Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat
menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Disolusi secara singkat didefinisikan
sebagai proses melarutnya suatu solid. Bentuk sediaan farmasetik padat
terdispersi dalam cairan setelah dikonsumsi seseorang kemudian akan terlepas
dari sediaannya dan mengalami disolusi dalam media biologis, diikuti dengan
absorpsi zat aktif ke dalam sirkulasi sistemik dan akhirnya menunjukkan
respons klinis (Siregar, 2010).
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarut suatu zat aktif sangat penting
artinya bagi ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Sediaan obat yang harus diuji disolusinya adalah bentuk padat atau semi padat,
seperti kapsul, tablet atau salep (Ansel, 1985).
Pelepasan zat aktif dari suatu produk obat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia zat aktif dan bentuk sediaan. Ketersediaan zat aktif biasanaya
ditetapkan oleh kecepatan pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya.
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan biasanya ditenmtukan oleh kecepatan
melarutnya dalam media sekelilingnya (Amir, 2007).
Kecepatan disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu
zat terlarut dalam pelarut tertentu setiap satuan waktu. Persamaan kecepatan
menurut Noyes dan Whitney sebagai berikut (Ansel, 1993):
dM.dt-1 : Kecepatan disolusi
D : Koefisien difusi
Cs : Kelarutan zat padat
C : Konsentrasi zat dalam larutan pada waktu
H : Tebal lapisan difusi
Pada waktu suatu partikel obat memngalami disolusi, molekul-molekul
obat pada permukaan mula-mula masuk ke dalam larutan menciptakan suatu
lapisan jenuh obat-larutan yang membungkus permukaan partikel obat padat.
Lapisan larutan ini dikenal sebagai lapisan difusi. Dari lapisan difusi ini,
molekul-molekul obat keluar melewati cairan yang melarut dan berhubungan
dengan membrane biologis serta absorbsi terjadi. Jika molekul-molekul obat
terus meninggalkan larutan difusi, molekul-molekul tersebut diganti dengan
obat  yang dilarutkan dari permukaan partikel obat dan proses absorbsi tersebut
berlanjut (Martin, 1993).
Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau
jika obat diberikan  sebagai suatu larutan  dan tetap ada dalam tubuh seperti itu,
laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung pada kesanggupannya
menembus  menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusi  untuk
suatu partikel obat lambat, misalnya mungkin karena karakteristik zat obat atau
bentuk dosis yang diberikan , proses disolusinya sendiri akan merupakan tahap
yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yang larut
tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebut mungkin
tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yang tidak
diabsorbsi setelah pemberian ora, karena batasan waaktu alamiah bahwa obat
bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus (Martin, 1993).
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi :
a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif (Siregar, 2010):
- Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama
dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju
disolusi yang cepat.
- Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas
permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju
disolusi meningkat.
b. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan (Shargel dan Andrew,
1988):
- Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila
dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan
penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada
bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan
bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi.
- Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat
laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi
yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan
aktif dan menambah laju disolusi
c. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan:
Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi
proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran
granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh gaya kempa, pengaruh
penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010).
d. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi:
- Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan
mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan
dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan
proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul
konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat
yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium
disolusi.
- Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil
laju disolusi bahan obat.
- pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit
lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju
disolusi. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam,
karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa
karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut.
e. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji :
Beberapa faktor parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik
disolusi zat aktif. Faktor – faktor tersebut seperti sifat dan karakteristik
media disolusi, pH, lingkungan dan suhu sekeliling telah mempengaruhi
daya guna disolusi suatu zat aktif (Siregar, 2010).
Pelepasan dari bentuk-bentuk sediaan dan kemudian absorpsi dalam
tubuh dikontrol oleh sifat fisika kimia dari obat dan bentuk yang diberikan,
serta sifat-sifat fisika kimia dan fisiologis dari system biologis. Konsentrasi
obat, kelarutan dalam air, ukuran molekul, bentuk kristal, ikatan protein, dan
pKa adalah faktor-faktor fisika kimia yang harus dipahami untuk mendesain
system pemberian (Martin, 1993).
C. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
- Labu ukur
- Pipet tetes
- Pipet volume
- Chamber disolusi
- Alat ukur disolusi
- Rotary Pengaduk
- Spekrofotometer UV

2. BAHAN
- Serbuk KH2PO4
- Aquadest
- Larutan dapar fosfat pH 5,8
- NaOH
- Tablet Paracetamol generik bermerk
- Tablet Paracetamol generik berlogo
D. CARA KERJA
1. Pembuatan dapar fosfat pH 5,8
KH2PO4
- Dilarutkan 24,22 g KH2PO4 dalam air ad 1000 mL
- Diambil 50 mL KH2PO4 0,2 M masukkan dalam labu ukur
- Ditambahkan 3,6 mL NaOH 0,2 M sampai tanda batas
- Dibuat dapar fosfat pH 5,8 sebanyak 6 Liter

Hasil

2. Pembuatan kurva kalibrasi kadar Paracetamol dalam dapar fosfat pH


5,8
Dapar fosfat pH 5,8
- Dibuat larutan induk PCT 1000 ppm sebanyak 50 mL dalam
dapar fosfat 5,8
- Dibuat laporan dengan seri kadar 2,4,6,10,12 ppm sebanyak 10
mL yang dibuat dari pengenceran larutan induk
- Diukur absorbansi 6 larutan tsb pada panjang gelombang (λ
max) 243 nm, dengan menggunakan dapar fosfat pH 5,8
(blanko)
- Ditentukan persamaan kurva kalibrasi yang digunakan
menggunakan regresi linier y=a+bx

Hasil
3. Uji disolusi
Tablet Paracetamol
- Dimasukkan masing-masing 900 mL dapar fosfat dalam 6
chamber disolusi dan turunkan pengaduk alat tipe 2 (dayung)
sampai jarak antara chamber dgn batas bawah dayung 25 mm ±
2 mm
- Dibiarkan sampai suhu medium disolusi mencapai 37 ± 0,5 ̊C
Hasil

Tablet Paracetamol

- Dimasukkan satu tablet pada masing-masing chamber dan


hilangkan gelembung udara dari permukaan sediaan jika ada,
nyalakan rotar pengaduk dengan kecepatan 50 putaran permenit
(toleransi 4%)
- Diambil larutan disolusi dari dalam chamber sebanyak 5 ml
dengan pipet volume pada menit ke-5,10,15,20,25 dan 30
- Ditambahkan larutan dapar fosfat ph 5,8 yang baru sebanyak 5
ml ke dalam chamber, setiap selesai pengambilan larutan
disolusi
- Ditentukan serapan larutan disolusi dengan hasil sampling pada
waktu tertentu dengan spektrofotometer UV λmax 243 nm,
lakukan pengenceran jika diperlukan
- Analisis data
Hasil
E. HASIL
Konsentrasi paracetamol Absorban
(x) (ppm) si (y)
2 0,238
4 0,342
6 0,482
10 0,738
12 0,793

Kurva Baku ( Konsentrasi vs absorbansi)


0.9
0.8
f(x) = 0.06 x + 0.12
0.7 R² = 0.99

0.6
absorbansi

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi paracetamol (ppm)
F. PEMBAHASAN
Sebagian besar komponen penting yang diperlukan dalam peningkatan
kesehatan adalah obat. Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani,
maupun nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan
bahkan mencegah penyakit. Obat adalah suatu zat yang dimaksud untuk
manusia untuk mengurangi rasa sakit, menghambat, atau mencegah penyakit
yang menyerangnya. Obat yang diberikan pada pasien tersebut harus melalui
banyak proses di dalam tubuh dan  bahan obat yang diberikan tersebut, dengan
cara apapun juga harus memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran
terapeutiknya.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk 
sediaan padat ke dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting
artinya karena ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat
tersebut melarut  ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki
daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang
relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak
sempurna, atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang
minimum. Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin
dicapai dengan menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan
ester dengan teknik seperti mikronisasi obat atau kompleksasi.
Dalam bidang farmasi, laju disolusi sangat diperlukan karena menyangkut
tentang tentang waktu yang dibutuhkan untuk penglepasan obat dalam bentuk
sediaan dan diabsorbsi dalam tubuh. Jadi, semakin cepat disolusinya maka
makin cepat  pula obat atau sediaan memberikan efek kepada tubuh.
Pada percobaan kali ini dilakukan uji laju disolusi terhadap tablet
paracetamol . Tujuan dilakukannya uji laju disolusi yaitu untuk mengetahui
seberapa cepat kelarutan suatu tablet ketika kontak dengan cairan tubuh,
sehingga dapat diketahui seberapa cepat keefektifan obat yang diberikan
tersebut.
Secara umum mekanisme disolusi suatu sediaan dalam bentuk tablet yaitu
tablet yang ditelan akan masuk ke dalam lambung dan di dalam lambung akan
dipecah, mengalami disintegrasi menjadi granul-granul yang kecil yang terdiri
dari zat-zat aktif dan zat-zat tambahan yang lain. Granul selanjutnya dipecah
menjadi serbuk dan zat-zat aktifnya akan larut dalam cairan lambung atau usus,
tergantung di mana tablet tersebut harus bekerja.
Percobaan ini dilakukan untuk menetukan laju disolusi suatu obat
(paracetamol). Hasil yang diperoleh pada percobaan untuk data kurva baku
pada ppm 2 absorbannya 0,238;ppm 4 absorbannya 0,342; ppm 6 absorbannya
0,482; ppm 10 absorbannya 0,738 dan untuk ppm 12 absorbannya 0,793.
Konstanta laju disolusi paracetamol yaitu 7,9 x 10-3 mg/menit. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat
untuk berdisolusi maka semakin tinggi pula konsentrasi (Kadar) zat tersebut
dalam cairan (media pelarut).
DAFTAR PUSTAKA
Ansel., 1985, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.
Amir Syarif, dkk. 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya Baru:Jakarta.
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi  III.
Jakarta: UI Press.
Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar
Dasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Shargel, L., Andrew B.C. Yu. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan.Edisi Kedua. Siti Sjamsiah. Penerjemah. Airlangga University
Press: Surabaya

Anda mungkin juga menyukai