Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN INTOLERANSI AKTIVITAS

BERHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN PADA IBU S DENGAN DM DI DESA


KEDUNGGALAR NGAWI

Disusun oleh:
Lya shelviana
(202003063)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2020
KONSEP DASAR INTOLERANSI AKTIVITAS BERHUBUNGAN DENGAN
DIABETES MILITUS

1. Definisi
Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari hari. (SDKI DPP, 2016). Selain itu intoleransi aktivitas juga didefinisikan sebagai
ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis yang digunakan untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin dilakukan atau harus dilakukan
(Wilkinson, 2016). Salah satu masalah keperawatan yang muncul pada anak dengan
anemia aplastik adalah intoleransi aktivitas (Hidayat, 2008).
Diabetes Mellitus merupakan gangguan kronis yang ditandai dengan kurangnya
insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dan ditandai dengan kadar
glukosa darah melebihi normal (Tarwoto dkk, 2016)
Adapun beberapa tipe Diabetes Mellitus yang berbeda. Klasifikasi penyakit Diabetes
yang utama adalah:
a. Diabetes Mellitus tipe 1 (INDDM) : Diabetes yang tergantung insulin, pasien
sangat tergantung insulin melalui penyuntikan untuk mengendalikan gula darah
b. Diabetes Mellitus tipe 2 ( NIDDM) : Diabetes yang tidak tergantung pada insulin,
DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin
c. Diabetes mellitus yang terjadi karena keadaan atau penyakit tertentu
d. Diabetes mellitus gestasional yaitu DM yang terjadi pada masa kehamilan
Kaki diabetik memiliki risiko potensial patologi meliputi infeksi, ulserasi, dan destruksi
jaringan bagian dalam yang dikaitkan dengan abnormalitas neurologi, penyakit
pembuluh darah perifer dan atau komplikasi metabolic diabetes mellitus pada tungkai
bawah. Kaki diabetik adalah kelainan kaki bagian bawah akibat diabetes mellitus yang
tidak terkendali (Tarwoto dkk, 2016)

2. Etiologi
Menurut SDKI DPP (2016), penyebab intoleransi aktivitas pada kelemahan adalah :
a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

b. Tirah baring.

c. Kelemahan.

d. Imobilitas.
e. Gaya hidup monoton.

3. Patofisiologi

Diabetes Melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat sistemik
dengan karakteristik peningkatan glukosa atau hiperglikemia yang disebabkan karena
menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga mengakibatkan terhambatnya
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa secara normal bersikulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah dan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi, makanan yang masuk sebagian
digunakan untuk kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di
hati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin. Insulin merupakan hormon yang
diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans pankreas yang kemudian produksinya masuk
dalam darah dengan jumlah sedikit kemudian meningkat jika terdapat makanan yang
masuk. Pada orang dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk mempertahankan gula
darah tetap stabil antara 70-120 mg/dL. Insulin disekresi oleh sel beta, yang merupakan
hormon anabolik yaitu hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa dari darah
ke otot, hati, dan sel lemak (Tarwoto dkk, 2016)

Pada diabetes terjadi berkurangnya atau tidak adanya insulin berakibat pada gangguan
tiga metabolisme yaitu menurunnya penggunaan glukosa, meningkatnya mobilisasi
lemak, dan meningkatnya penggunaan protein. Pada DM tipe 2, masalah utama
berhubungan dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin
menunjukkan penurunan sensitivitas jaringan pada insulin. Normalnya insulin mengikat
reseptor khusus pada permukaan sel dan mengawali rangkaian reaksi meliputi
metabolisme glukosa. Sel-sel dalam tubuh membutuhkan insulin untuk membawa
glukosa sekitar 25% untuk energy. Tanpa adekuatnya jumlah insulin banyak glukosa
tidak dapat digunakan. Dengan tidak adekuatnya insulin maka gula darah menjadi tinggi
karena hati tidak dapat menyimpan glukosa menjadi glikogen. Supaya terjadi
keseimbangan agar gula darah menjadi normal maka tubuh mengeluarkan glukosa
melalui ginjal, sehingga banyak glukosa berada di dalam urine (glikosuria). Glukosa
yang tidak dapat masuk ke dalam sel menyebabkan kurangnya cadangan energi, adanya
kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien merasa lemah dan mudah
lelah (Tarwoto dkk, 2016).
Rangkaian kejadian yang khas dalam proses timbulnya ulkus diabetik pada kaki
dimulai dari cidera pada jaringan lunak kaki, pembentukkan fisura antara jari-jari kaki
atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukkan sebuah kalus. Cidera tidak
dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya sudah menghilang dan bisa berupa cidera
termal (misalnya menggunakan bantal pemanas, berjalan dengan kaki telanjang di jalan
yang panas, atau memeriksa air panas untuk mandi dengan menggunakan kaki), cidera
kimia (misalnya membuat kaki terbakar pada saat menggunakan preparat kaustik untuk
menghilangkan kalus, veruka atau bunion), atau cidera traumatik (misalnya melukai kulit
ketika menggunting kuku, menginjak benda asing dalam sepatu tanpa disadari atau
mengenakan sepatu dan kaus kaki yang tidak pas). Jika penderita tidak mempunyai
kebiasaan untuk memeriksa kakinya setiap hari, cidera atau fisura tersebut dapat
berlangsung tanpa diketahui sampai terjadi infeksi yang serius. Pengeluaran nanah,
pembengkakan, kemerahan (akibat selulitis) atau gangren pada tungkai biasanya
merupakan tanda pertama masalah kaki yang menjadi perhatian pasien (Brunner &
Suddarth, 2013)

4. Tanda dan gejala intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus


Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) tanda merupakan data objektif yang
diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoriun, dan prosedur diagnostik
sedangkan gejala merupakan data subjektif yang diperoleh dari hasil anamnesis. Tanda
dan gejala intoleransi aktivitas pada pasien diabetes mellitus + diabetic foot menurut
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) adalah :
a. Mengeluh lelah
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium menjadi
akibat pasien mudah merasa lelah (Tarwoto dkk, 2016)
b. Dispnea saat/setelah beraktivitas
Dispnea terjadi karena suplai oksigen ke sel dan saluran nafar terhambat gara-
gara hormone insulin tidak mampu fasilitasi gula darah ke dalam sel. Dyspnea
juga terjadi pada penderita diabetes yang mengalami komplikasi pada ginjal,
diakibatkan karena terjadi kebocoran yang berlebihan. Kreatinin dan ureum darah
meningkat lebih tinggi dan tekanan darah selalu tinggi sehingga pasien menjadi
dyspnea.
c. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
Pada pasien diabetes mellitus yang mengalami komplikasi kaki diabetik akan
mengalami kesemutan, rasa tertusuk – tusuk, dan penurunan sensibilitas terhadap
sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung huyung dan
pasien cenderung merasa tidak nyaman.
d. Merasa Lemah
Kurangnya cadangan energy, adanya kelaparan sel serta terjaidnya penurunan
sirkulasi darah khususnya ke daerah perifer yang menyebabkan suplai oksigen
terganggu.
e. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung terhadap stress.
Kondisi hiperglikemia terjadi pada penderita dapat menyebabkan sel tubuh
kelaparan yang akan berujung pada kerusakan sel lalu kematian sel, ketika sel
mati maka jaringan tubuh yang membentuk berbagai organ akan terganggu
termasuk pada jantung.
f. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
Tekanan darah biasanya meningkat karena ada peningkatan volume cairan. Pada
diabetes mellitus akan meningkatkan jumlah total cairan dalam tubuh yang
cenderung meningkatkan tekanan darah.
g. Sianosis
Sianosis biasanya terjadi pada pasien diabetes mellitus yang mengalami
komplikasi kaki diabetic karena mengalami berkurangnya suplai darah kearah
distal terutama ekstremitas bawah yang akan menimbulkan gejala perubahan
warna kulit menjadi pucat atau kebiruan.
5. Faktor yang mempengaruhi intoleransi aktivitas pada diabetes mellitus
A. Usia
Usia diatas 45 tahun merupakan factor yang mempengaruhi Intoleransi Aktivitas pada
pasien Diabetes Mellitus. Proses bertambah usia dapat memengaruhi homeostasis
tubuh, termasuk perubahan fungsi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin akan
menyebabkan gangguan sekresi hormon atau penggunaan glukosa yang tidak adekuat
pada tingkat sel yang berdampak terhadap peningkatan kadar glukosa darah (Jeanny
Rantung dkk, 2015). Kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa
masuk ke jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa di hati menyebabkan kurangnya
cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium mengakibatkan pasien
merasa lemah dan mudah lelah (Tarwoto dkk, 2016)
B. Kesehatan Fisik (Proses Penyakit/Cidera)
Luka kecil pada penderita diabetes dapat menjadi besar dan parah karena sirkulasi
peredaran darah biasanya juga sudah tidak terlalu baik, yang berakibat terhambatnya
proses penyembuhan (Peter C. Kurniali, 2013) Komplikasi jangka panjang akan
menyebabkan perubahan besar dalam diri pasien, sehingga mengalami keterbatasan
dalam menjalankan fungsi sehari-hari bahkan tidak dapat menikmati kegiatan yang
menyenangkan. Perubahan gaya hidup, akan membatasi dalam melakukan kegiatan
sehari-hari. Gangguan fungsi atau fisik, psikologis maupun sosial akan menyebabkan
perubahan besar dan keadaan ini akan berdampak terhadap kualitas hidup pasien
(Jeanny Rantung dkk, 2015).

KONSEP ASKEP INTOLERANSI AKTIVITAS PADA PASIEN DM

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian dilakukan dengan dua tahap yaitu pengumpulan data (informasi
subjektif dan objektif) dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medic.
Terdapat dua jenis pengkajian yaitu pengkajian skrining dan pengkajian mendalam.
Pengkajian skrining adalah langkah awal pengumpulan data, dan mungkin yang
paling mudah untuk diselesaikan. Pengkajian mendalam yaitu menilai informasi yang
dihasilkan dari pengkajian skrining untuk menentukan normal atau abnormal atau jika
itu merupakan risiko (kerentanan) maka perlu pertimbangan dalam kaitannya dengan
diagnosis yang berfokus-masalah atau risiko. Pegkajian skrining dilakukan untuk
menentukan apabila keadaan tersebut normal atau abnormal, jika beberapa data
ditafsirkan abnormal maka akan dilakukan pengkajian mendalam untuk mendapatkan
diagnose yang akurat (NANDA, 2018)
Terdapat lima kategori data yang harus dikaji yaitu fisiologis, psikologis,
perilaku, relasional, dan lingkungan, di mana setiap kategori terdiri dari beberapa
subkategori. Subkategori tersebut diantaranya respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan,
eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensori, reproduksi dan seksualitas, nyeri dan
kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, keamanan dan proteksi. Masalah
intoleransi aktivitas termasuk ke dalam kategori fisiologis dan subkategori aktivitas
dan istirahat. Pengkajian keperawatan intoleransi aktivitas pada pasien Diabetes
Melitus adalah pasien mengeluh lelah, merasa lemah, dan merasa tidak nyaman
setelah beraktivitas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu,keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
ebrkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan dibagi menjadi dua jenis yaitu
Diagnosis Negatif dan Diagnosis Positif. Diagnose negative menunjukkan bahwa
klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnose
ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,
pemulihan dan pencegahan. Diagnose negative terdiri dari Diagnosa Atual dan
Diagnosa Risiko. Sedangkan diagnose positif menunjukkan bahwa klien dalam
kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017)
Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masala (problem
yang merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respons
klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya dan indikator diagnostik
yang terdiri atas penyebab (etiology), tanda (sign)/gejala (symptom) dan faktor risiko.
Proses penegakan diagnosis (diagnostic process) merupakan suatu proses yang
sistematis yang terdiri atas tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi masalah dan
perumusan diagnosis. Diagnosis keperawatan yang diambil dalam masalah ini adalah
intoleransi aktivitas. Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energy untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini intoleransi aktivitas termasuk dalam
jenis kategori diagnosis keperawatan negative yaitu diagnosis actual. Metode
perumusan diagnosis actual, yaitu masalah (Problem) berhubungan dengan penyebab
(Etiology) dibuktikan dengan tanda (Sign) dan gejala (Symptom) (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).
Penulisan diagnosis yang diangkat adalah Intoleransi Aktivitas berhubungan
dengan kelemahan dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung
meningkat>20% dari kondisi istirahat, dyspnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, merasa lemah, tekanan darah meningkat>20% dari
kondisi istirahat, sianosis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Setelah merumuskan diagnosis dilanjutkan dengan perencanaan dan aktivitas
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan serta mencegah masalah keperawatan
klien. Dalam tahap perencanaan keperawatan terdiri dari dua rumusan utama yaitu
rumusan luaran keperawatan dan rumusan intervensi keperawatan. (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018) Luaran ( outcome ) keperawatan merupakan aspek-aspek yang
dapat diobservasi dan diukur meliputi kondisi,perilaku,atau dari persepsi
pasien,keluarga atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.
Luaran keperawatan menunjukkan status dianosis keperawatan setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Luaran keperawatan dapat juga diartikan sebagai hasil akhir
intervensi keperawatan yang terdiri atas indicator – indicator atau kriteria- kriteria
hasil pemulihan masalah. Luaran keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Luaran
Negatif dan Luaran Positif. Luaran negative menunjukkan kondisi, perilaku atau
persepsi yang tidak sehat, sehingga penetapan luaran keperawatan ini akan
mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bertujuan untuk menurunkan.
Sedangkan luaran positif menunjukkan kondisi perilaku atau persepsi yang sehat
sehingga penetapan luaran keperawatan ini akan mengarahkan pemberian intervensi
keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki. Luaran
keperawatan memiliki tiga komponen utama yaitu Label, Ekspetasi,dan Kriteria Hasil.
Label luaran keperawatan merupakan kondisi, perilaku, atau persepsi pasien yang
dapat diubah atau diatasi dengan intervensi keperawatan. Ekspetasi merupakan
penilaian terhadap hasil yang diharapkan tercapai (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2018).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan. Intervensi keperawatan memiliki tiga komponen yaitu
label, definisi dan tindakan. Label merupakan kata kunci untuk memperoleh informasi
mengenai intervensi keperawatan. Label terdiri atas satu atau beberapa kata yang
diawali dengan kata benda (nomina) yang berfungsi sebagai deskriptor atau penjelas
dari intervensi keperawatan.Terdapat 18 deskriptor pada label intervensi keperawatan
yaitu dukungan, edukasi, kolaborasi, konseling, konsultasi, latihan, manajemen,
pemantauan, pemberian, pemeriksaan, pencegahan, pengontrolan, perawatan,
promosi, rujukan, resusitasi, skrining dan terapi. Definisi merupakan komponen yang
menjelaskan makna dari label intervensi keperawatan. Tindakan merupakan rangkaian
aktivitas yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari empat komponen
meliputi tindakan observasi, tindakan terapeutik, tindakan edukasi dan tindakan
kolaborasi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Klasifikasi intervensi keperawatan
intoleransi aktivitas termasuk dalam kategori fisiologi. Dan termasuk ke dalam
subkategori aktivitas dan istirahat yang memulihkan fungsi musculoskeletal,
penggunaan energy serta istirahat/tidur (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018) Sebelum
menentukan perencanaan keperawatan, perawat terlebih dahulu menetapkan luaran
(outcome). Adapun luaran yang digunakan pada klien dengan intoleransi aktivitas
adalah luaran tambahan yaitu konservasi energy membaik dengan kriteria hasil
meliputi kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat, dyspnea
saat/setelah aktivitas menurun, perasaan lemah menurun, tekanan darah membaik,
sianosis menurun, (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018). Setelah menetapkan tujuan
dilanjutkan dengan perencanaan keperawatan. Perencanaan keperawatan pasien
dengan intoleransi aktivitas yaitu menggunakan intervensi utama. Intervensi utama
terdiri dari label manajemen energy dan terapi aktivitas.

PERENCANAAN KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS

DIAGNOSA SDKI LUARAN SLKI INTERVENSI SIKI


1 2 3
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi
kelemahan ditandai dengan jam, maka toleransi aktivitas a. Identifikasi gangguan
mengeluh lelah, frekuensi meningkat dengan kriteria fungsi tubuh yang
jantung meningkat>20% dari hasil mengakibatkan kelelahan
kondisi istirahat. a. Tingkat keletihan menurun b. Monitor kelelahan fisik
b. Kelemahan yang dan emosional
berkurang Terapeutik
c. Mempertahankan a. Sediakan lingkungan yang
kemampuan aktivitas nyaman
seoptimal mungkin b. Lakukan latihan rentang
d. Status kenyamanan gerak
meningkat aktif dan pasif
Edukasi
a. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

Terapi Aktivitas
Observasi
a. Identifikasi defisit tingkat
aktivitas
b. Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
Terapeutik
a. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan deficit
yang dialami
b. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin
c. Berikan penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
a. Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
b. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
Kolaborasi
a. Kolaborasikan dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program aktivitas
jika sesuai

Sumber : Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018
Sumber : Tim Pokja SLKI DPP PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia,2018

4. Implementasi keperawatan
Implementasi proses keperawatan merupakan rangkaian aktivitas keperawatan dari
hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat. Perawat
melakukan pengawasan terhadap efektivitas intervensi yang dilakukan, bersamaan pula
dengan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang
diharapkan. Pada tahap ini, perawat harus melaksanakan tindakan keperawatan yang ada
dalam rencana keperawatan dan langsung mencatatnya dalam format tindakan
keperawatan (Dinarti, 2013)
Tujuan pendokumentasian tindakan keperawatan adalah sebagai berikut (Abd.Wahid &
Imam S, 2012)
a. Mengomunikasikan/memberitahukan tindakan keperawatan dan rencana perawatan
selanjutnya pada perawat lain.

b. Memberikan petunjuk yang lengkap dari tindakan perawatan yang perlu dilaksanakan
untuk menyelesaikan masalah pasien.

c. Menjadi bahan bukti yang benar dari tujuan langsung dengan maksud mengenal
masalah pasien di atas.

d. Sebagai dasar untuk mengetahui efektivitas perencanaan jika diperlukan untuk merevisi
perencanaan

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Evaluasi dapat berupa evaluai struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai