Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 13

KESOPANAN, KEPATUTAN DAN KESANTUNAN

Mata Kuliah Kajian Tindak Tutur

Yang Dibina Oleh Dr. Novia Juita, M.Hum.

LARASATI

20174043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROGRAM MAGISTER FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
No Intisari Pendapat Kepatutan,
Nama Pakar Komentar (Kajian Anda)
. kesopanan, dan kesantunan
1 Brown & Terdapat keterkaitan yang erat Fokus teori kesantunan Brown
Levinson antara pragmatik dengan dan Levinson adalah dengan
(1987) konsep kesantunan. Teori konsep muka (face). Para pakar
tentang kesantunan yang ini menggunakan istilah
paling berpengaruh adalah “penyelamatan muka” (face
teori yang dirumuskan oleh saving view dengan
Brown dan Levinson (1987) menerangkan bahwa kesantunan
yang menyatakan bahwa dilakukan untuk menyelamatkan
masalah kesantunan adalah muka penutur dan lawan tutur
satu hal yang fundamental yang terdiri dari positif dan
dalam pragmatik karena negatif. Muka positif merupakan
kesantunan adalah fenomena citra positif yang dimiliki orang
universal dalam pemakaian terhadap dirinya sendiri dan
bahasa pada konteks sosial. hasrat untuk mendapatkan
Brown dan Levinson (1987:60) persetujuan. Sementara muka
mengidentifikasi empat negatif merujuk pada tuntutan
strategi kesantunan atau pola dasar manusia terhadap wilayah,
perilaku umum yang dapat bagian pribadi, dan hak-hak
diaplikasikan penutur yaitu (1) untuk tidak diganggu.
Bald-on Record Strategy
(tanpa strategi), (2) Positive
politeness strategy (strategi
kesantunan positif/keakraban),
(3) Negative politeness
strategy (strategi kesantunan
negatif/formal), (4) Off-record
politeness strategy (strategi
tidak langsung atau tersamar).
Hal ini mengisaratkan bahwa
pemahaman terhadap strategi
kesantunan sangat diperlukan
dalam menjaga kelangsungan
dan keberhasilan seseorang
dalam berkomunikasi.
2 Gunarwan, Gunarwan menilik kesantunan Dari intisari kesantunan menurut
Asim. (1994) berbahasa dari perpesktif Gunarwan, dapat disimpulkan
ketimuran, yakni masyarakat bahwa Strategi bertutur kalangan
Jawa. Masyarakat Jawa dengan masyarakat Jawa ini dipengaruhi
segala kekhasannya oleh pandangan tradisionalnya.
mempunyai spesifikasi dan Dalam pandangan tradisional
keunikan dalam hal berbahasa. masyarakat Jawa, kehidupan
Penggunaan bahasa (tindak mereka sudah ditentukan ‘dari
tutur) pada kalangan suku sana’, kekuasaan yang
Jawa berbeda dengan tindak didistribusikan kepada mereka
tutur pada kalangan suku-suku sudah dijatah, oleh karena itu
yang lain di Indonesia. setiap orang dalam masyarakat
Pandangan hidup yang Jawa harus ‘nrima ing
merupakan bagian dari pandum’‘menerima apa yang
kebudayaan masyarakat Jawa diberikan padanya’, walaupun
maupun suku yang lain distribusi kekuasaan itu tidak
manjadi pijakan dalam merata dan mengakibatkan
menentukan tindak berbahasa. ketidaksamaan derajat.
Bentuk-bentuk kesantunan
berbahasa menurut Gunarwan
(2004: 7)meliputi (a) kurmat
(menghormati orang lain); (b)
andhap asor ( rendah hati),
yaitu masyarakat Jawa akan
selalu menghindari untuk
memuji diri sendiri; (c) empan
papan (bisa menempatkan
diri); (d) Tepa selira (tenggang
rasa).
3 Leech, Leech (1994) menyebutkan Seseorang terkadang tidak
Geoffrey. sopan santun terdiri dari dua menyadari bahwa dirinya tidak
(1994) jenis, yaitu sopan santun yang berbahasa dengan santun kepada
absolut dan sopan santun yang orang lain karena berbahasa
relatif. Sopan santun absolut tidak selalu berkaitan dengan
mempunyai kutub positif dan masalah yang bersifat tekstual,
kutub negatif. Ada ilokusi- tetapi juga berhubungan dengan
ilokusi yang pada dasarnya persoalan yang bersifat
tidak sopan (misalnya interpersonal. Pada hakikatnya,
perintah) dan ada ilokusi- kesopanan positif ditujukan
ilokusi yang pada dasarnya terhadap muka positif lawan
sopan (misalnya tawaran). tutur, yaitu citra positif yang
Oleh karena itu, sopan santun dimiliki lawan tutur. Berlawanan
negatif berfungsi mengurangi dengan kesopanan positif,
ketidaksopanan ilokusi-ilokusi kesopanan negatif pada
yang tidak sopan dan sopan hakikatnya ditujukan terhadap
santun positif bertugas bagaimana memenuhi atau
membuat ilokusi yang sopan menyelamatkan sebagai muka
menjadi sesopan mungkin. negatif lawan tutur, yaitu
keinginan dasar lawan tutur
untuk mempertahankan apa yang
dia anggap sebagai wilayah dan
keyakinan dirinya
4 Wijana, Putu Wijana (1996: 55) Kesantunan berbahasa merujuk
Dewa. mengungkapkan bahwa kepada dua pemeran serta dalam
(1996) sebagai retorika interpersonal, tuturan, yaitu penutur dan lawan
pragmatik membutuhkan tutur. Artinya, sopan santun
prinsip kesopanan (politeness berkenaan dengan hubungan
principles). Prinsip kesopanan antara dua pemeran serta yang
ini berhubungan dengan dua boleh kita namakan diri dan lain.
peserta percakapan, yakni diri Dalam sebuah percakapan, diri
sendiri (self) dan orang lain merujuk pada diri penutur,
(other). Diri sendiri adalah sedangkan lain merujuk pada
penutur, dan orang lain adalah lawan tutur.
lawan tutur, dan orang ketiga
yang dibicarakan oleh penutur
dan lawan tutur.
5 Yule, G. (2008) Menurut Yule (2015: 198), Kesantunan dapat diwujudkan
kesantunan merupakan dengan mengikuti prinsip -
tindakan yang menunjukkan prinsip kerja sama dan mematuhi
kesadaran dan pertimbangan maksim-maksimnya. Suatu
akan wajah seseorang. Pada tuturan dianggap tidak santun
saat bertutur, kesantunan karena melanggar prinsip
menjadi hal utama dalam kesantunan berbahasa.
memilih bentuk ujaran selain
dari maksud yang sebenarnya.
Kesantunan dalam berbahasa
diwujudkan dalam bentuk dan
cara yang berbeda-beda yang
berkaitan dengan kegiatan
dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan:

Pada saat berkomunikasi, terkadang tidak terlepas dengan cara pengucapan yang
memunculkan bentuk tuturan kasar, baik berupa olok-olok maupun sindiran yang
menyakitkan hati lawan tutur. Namun, kesediaan untuk menerima orang lain dengan cara
simpati dan saling menghargai tampaknya masih jauh dari kesantunan yang semestinya
dengan menghindari sifat buruk yang ada dalam diri setiap orang. Oleh karena itu, manusia
hendaknya melawan sifat-sifat buruk yang dapat menyakitkan hati orang lain dengan cara
memahami situasi dan kondisi untuk melakukan pertuturan yang sebenarnya dituturkan.

Kesantunan sebagai suatu sistem relasi interpersonal yang dirancang untuk memfasilitasi
interaksi dengan cara meminimalkan potensi konflik yang secara alami terdapat dalam
interaksi antarindividu. Berbagai temuan empiris maupun kajian teoritis, menunjukkan bahwa
kesantunan berbahasa digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan sosial
dan sekaligus menjadi dukungan interpersonal dalam rangka mencegah konfrontasi.
Kesantunan berbahasa secara umum dikelompokkan ke dalam dua jenis. Pertama, kesantunan
tingkat pertama (first-order politeness), yang merujuk pada etiket atau kaidah kepatutan
bertingkah laku dalam suatu kelompok masyarakat masyarakat tertentu. Pada sisi ini
kesantunan merujuk kepada seperangkat kaidah tatakrama yang disepakati oleh suatu
kelompok. Pemahaman atas kaidah tatakrama kelompok menjadi indikator kesuksesan
seorang dalam bertutur yang santun. Kesantunan tingkat pertama ini disebut kesantunan
sosial.

Kedua, kesantunan tingkat kedua (second-order politeness), yang merujuk pada


penggunaan bahasa untuk menjaga hubungan interpersonal. Pada sisi ini indikator kesuksesan
dalam bertutur ditentukan oleh perangkat pemahaman bahasa yang dikuasai penutur,
misalnya knowledge of the world (pengetahuan tentang dunia), knowledge of culture
(pengetahuan tentang budaya), kecerdasan seseorang dalam mencerna segala fenomena
interaksi, dan sebagainya. Kesantunan tingkat kedua ini dosebut kesantunan interpersonal.

Kesantunan berbahasa ternyata harus diupayakan melalui belajar sejak kecil, baik di
rumah maupun di sekolah. Kesantunan bukan sematamata menyangkut kemampuan
berbahasa namun merupakan bentuk kecerdasan majemuk. Dalam realitas kehidupan bukan
tingginya IQ yang menjadi satu-satunya faktor penentu kesuksesan hidup. Banyak orang yang
secara kognitif pintar tetapi gagal dalam hidup. Sebaliknya tidak mesti orang yang nilai
sekolahnya pas-pasan tidak sukses dalam hidup. Ada faktor lain yang mnenjadi penentu
keberhasilan seseorang dalam hidup, antara lain kemampuan berbahasa santun yang
merupakan wujud kecerdasan linguistik, interpersonal, dan antarpersonal. Karena kesantunan
merupakan bentuk kecerdasan, maka perolehannya harus melalui pendidikan, baik pada
institusi formal maupun non-formal. Kita perlu selalui menggunakan bahasa yang santun
sebagai perwujudan dari identitas pribadi yang baik.

Anda mungkin juga menyukai