Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

MENINGIOMA

Oleh
dr.

Pembimbing:
Dr. dr. , Sp.S (K)

Bagian/ SMF Neurologi


Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh
Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Meningioma”. Salawat beserta salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan
dan terang benderang.
Selama penulisan laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan,
pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin
menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. , M. Kes, Sp.S (K) yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada senior, sahabat, dan rekan-rekan sejawat yang telah memberikan motivasi
dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus
ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan
penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT
selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, Juni 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS..................................................................................2
2.1 Identitas Pasien...............................................................................................2
2.2 Anamnesis......................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Neurologis.................................................................................4
2.5 Pemeriksaan Penunjang..................................................................................5
2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium......................................................................5
2.5.2 EKG.........................................................................................................7
2.5.3 foto thoraks AP........................................................................................8
2.5.4 Pemeriksaan CT Scan Kepala..................................................................8
2.6 Diagnosis........................................................................................................8
2.7 Tatalaksana.....................................................................................................8
2.8 Prognosis........................................................................................................9
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................1
BAB IV PENUTUP................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor otak dapat berasal dari unsur saraf di dalam otak atau metastasis
jauh. Tumor otak primer timbul dari jaringan SSP dan menyebabkan sekitar
setengah dari semua kasus neoplasma intrakranial. Sisa dari neoplasma otak
disebabkan oleh lesi metastasis.1 Tumor otak dapat menjadi salah satu pemicu
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) karena pembesaran masa di otak maupun
akibat sekunder edema serebri maupun perdarahan akibat keganasan. Peningkatan
TIK adalah kondisi klinis yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan di dalam
kranium.2
Sebagian besar neoplasma SSP diduga timbul dari mutasi sel individu.
Beberapa penyakit bawaan seperti neurofibromatosis, tuberous sclerosis, multiple
endocrine neoplasia (tipe 1), dan retinoblastoma meningkatkan kecenderungan
tumor SSP. Limfoma SSP primer adalah kejadian yang relatif sering pada pasien
HIV.3,4
Dua pertiga tumor otak primer pada orang dewasa muncul dari struktur di
atas tentorium (supratentorial), sedangkan pada anak dari struktur di bawah
tentorium (infratentorial). Glioma, metastasis, meningioma, adenoma hipofisis,
dan neuroma akustik mencakup 95% dari semua tumor otak. 3 Meningioma adalah
tumor pada meningens. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian
otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua
lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan
meningioma maligna jarang terjadi.5
Meningioma merupakan tumor otak primer yang paling umum ditemukan.
Sebagian kecil dari tumor memiliki histologi atipikal atau anaplastik dan
berperilaku lebih agresif meskipun sebagian besar meningioma adalah jinak.
Meningioma WHO grade II dan III masing-masing menyumbang 4,2% dan 1,2%
dari semua meningioma yang baru didiagnosis. Penelitian berbasis rumah sakit
telah melaporkan proporsi meningioma WHO II / III yang lebih tinggi.6

1
Distribusi meningioma sangat mirip ketika dinilai oleh anaplasia histologis,
antara lain: jinak 94,3%, atipikal 4,7%, dan anaplastik 1,0% . Satu studi Australia
berbasis populasi dari 2000–2008 menunjukkan proporsi meningioma atipikal
yang sedikit lebih tinggi. Tidak ada penelitian yang melaporkan tingkat kejadian
yang disesuaikan dengan usia untuk meningioma WHO II / III. Satu penelitian
yang lebih tua dari tahun 1989 melaporkan tingkat kejadian kasar meningioma
ganas 0,17 per 100.000 di Manitoba, Kanada, yang lebih rendah daripada
penelitian lainnya.6
Perempuan memiliki insiden yang signifikan lebih tinggi secara statistik
mengalami meningioma WHO grade I daripada laki-laki (8,56 vs 3,68; IRR, 2,34;
P <.0001). Perempuan memiliki insidensi yang secara signifikan lebih tinggi
daripada laki-laki (0,30 vs 0,26; IRR, 1,16; P <.0001) untuk meningioma WHO
grade II. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian antara perempuan
dan laki-laki (0,09 vs 0,08; IRR, 1,06; P = 0,354) untuk meningioma WHO grade
III.6

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Tn BA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 66 tahun
Alamat : Kota Banda Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal Masuk : 11 Juni 2020
Rekam Medis : 1-24-61-02

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke RS dengan keluhan nyeri kepala yang terjadi sejak kurang
lebih dari 2 tahun dan memberat satu bulan SMRS. Nyeri kepala dirasakan
di kepala bagian belakang kepala, nyeri seperti ditekan benda berat (terasa
nyut-nyutan) dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang.
Nyeri kepala dirasakan hilang timbul yang tidak tentu waktunya. Kadang
timbul jika terlalu lelah dan sedang emosi dan hilang jika istirahat atau
mengkonsumsi obat. Biasanya nyeri kepala timbul 3-4 kali dalam 1 hari.
Pasien juga sedikit pelo ketika bicara dan mulut merot ke sebalah kanan.
Pasien tidak mengalami muntah, perubahan perilaku dan kejang. Sakit
kepala yang pasien alami kemudian diikuti dengan kelemahan anggota
gerak sebelah kanan dan juga diikuti rasa kebas-kebas pada bagian tubuh
yang sebalah kanan.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
Demam (-) riwayat Ht (-) DM (-) Penyakit jantung (-) penyakit kelainan
pembuluh darah tidak diketahui.

Riwayat Penyakit Keluarga


Demam (-) riwayat Ht (-) DM (-) Penyakit jantung (-) penyakit kelainan
pembuluh darah tidak diketahui. Riwayat trauma (-).

Riwayat Penggunaan Obat


Tidak ada.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan


Riwayat penggunaan Napza dan alcohol tidak ada. riwayat merokok
disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
HR : 103 x/menit reguler
RR : 20 x/menit
SpO2: 99 %
T : 36,7°C
NRS : 8

Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normosefali, rambut hitam tidak mudah dicabut
Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Ptosis (-/-),
lagoftalmus (-/-), Pupil isokor Ø 1mm/1mm, RCL(+/+),RCTL (+/+↓,
Telinga : Perdarahan (-/-)

4
Hidung : Deviasi septum -/-, perdarahan -/-
Mulut : Bibir merot (+), lidah kotor (-),
Leher : Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, Tidak teraba
pembesaran KGB dan tiroid
Jantung : BJ I > BJ II, bising jantung tidak ada

Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Soepel, nyeri tekan tidak ada, Hepar dan lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas
Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), edema (+/+), sianosis (-/-)

2.4 Pemeriksaan Neurologis


GCS : E4M5V6
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Nervus Cranialis : kesan paresis N VII,XII dektra sentral
Sistem Motorik
Pergerakan :
Kekuatan Otot : 4444 5555
4444 5555
Tonus

5
Ekstremitas superior : Normotonus
Ekstremitas inferior : Normotonus
Gerakan involunter : Tremor (-), Chorea (-), Atetose (-),
Miokloni : (-), Tic : (-)
Refleks Fisiologis
Biseps : (2+/2+)
Triseps : (2+/2+)
Patella : (2+/2+)
Achilles : (2+/2+)

Refleks Patologis : Babinski (-/-)


Sistem Sensorik : Hemihipostesi dekstra

Fungsi Otonom
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium

Hasil laboratorium tanggal 11 Juni 2020


PEMERIKSAAN HASIL
Hematologi Rutin
1. Hemoglobin 12,2g/dl
2. Eritrosit 4.1 103/mm3
3. Leukosit 15.000 103/mm3
4. Trombosit 327 103/mm3
5. Hematokrit 36 %
6. MCV 88 fl
7. MCH 30 pg
8. MCHC 34 %
9. RDW 13.2 %
10. MPV 9.4 fl
11. RDW 10.7 fl
12. Hitung Jenis:

6
Eosinofil 1
Basophil 1
Netrofil Batang 0
Netrofil Segmen 56
Limfosit 38
Monosit 4

Kimia Darah
Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu 171 mg/dl
Elektrolit
1. Na darah 141 mmol/L
2. K darah 3.9 mmol/L
3. Cl darah 111 mmol/L
Fungsi Ginjal
1. Ureum 27 mg/dL
2. Creatinin 0.70 mg/dL

2.5.2 EKG

Kesan EKG: sinus ritme HR 98 kali/menit aksis normal tidak terdapat gambaran
hipertropi ventrikel dan infark

7
2.5.3 Foto thoraks AP

Foto Thoraks AP (11/06/2020)


Interpretasi: tulang tampak intak, tidak ada soft tissue swelling, sinus
costofrenicus lancip, CTR < 50%
Kesan : Normal

8
2.5.4 Pemeriksaan CT Scan

CT Scan Kepala Non-Kontras Potongan Aksial


Hasil Interpretasi :
Meningioma Psammomtous + angiolastik

9
Gambar Head CT Scan Konras Potongan Aksial
Interpretasi
Meningioma Psammomtous + angiolastik

2.6 Diagnosis
Berdasarkan hasil anamnesis dan juga pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis
dengan:

10
Diagnosis Klinis : Severe headache, Hemiparesis Dekstra, Hipostesia
Dekstra
Diagnosis Topis : Frontotemporo Sinistra
Diagnosis Etiologi : Sol intrakranial
Diagnosis Patologi : Meningioma

2.7 Tatalaksana
1. Non-Medikamentosa
O2 Nasal Kanul 2 - 4 L / menit

2. Medikamentosa :
- IVFD RL 20gtt/i
- IV Paracetamol 1gr/8jam
- IV Piracetam 3 gr/12 jam
- IV Mecobalamin 500 mg/12 jam
- IV Deksametason 5 mg/8 jam
- Atorvastatin 20 mg 1x1 malam
- Kepra 500 mg 2x1
- Gabapentin 300 mg 2x1
- Laxadin syr 3x1 C

2.8 Prognosis
Quo et Vitam : dubia
Quo et Functional : dubia
Quo et Sanactionam : dubia

11
Follow Up Ruangan

Tanggal S O A P
12/06/2002 Nyeri kepala, GCS E4M6V5 Hemiihipostesi dekstra + Sesuai FDC
07.00 Kejang TD 135/70 mmHg hemiparesis dekstra + paresis
H1 N 80 x/mnt n cranial VII dan XII dekstra
RR 20 x/mnt sentral + epilepsi pada SOL
T 36,9ºC intrakranial
NRS: 8

Kesan paresis N. VII dan XII dekstra sentral


Motorik Sup: 4444/5555
Motorik Inf: 4444/5555
RF: +/+
Rpath: -/-
13/06/2002 Nyeri kepala, GCS E4M6V5 Hemiihipostesi dekstra + Sesuai FDC
07.00 Lemas TD 120/80 mmHg hemiparesis dekstra + paresis Konsul Sp.BS:
H2 N 92 x/mnt n cranial VII dan XII dekstra Removal tumor
RR 23 x/mnt sentral + epilepsi pada SOL (keluarga belum
T 36,4C intrakranial setuju)
NRS: 4 Neuroonkologi: CT
scan kepala + kontras
Kesan paresis N. VII dan XII dekstra sentral
Motorik Sup: 4444/5555
Motorik Inf: 4444/5555
RF: +/+
Rpath: -/-
17/06/2002 Lemas GCS E4M6V5 Hemiihipostesi dekstra + Sesuai FDC
07.00 TD 106/67 mmHg hemiparesis dekstra + paresis CT scan kontras:
H6 N 52 x/mnt n cranial VII dan XII dekstra Meningioma
RR 18 x/mnt sentral + epilepsi pada SOL

12
T 36,3C intrakranial
NRS 0

Kesan paresis N. VII dan XII dekstra sentral


Motorik Sup: 4444/5555
Motorik Inf: 4444/5555
RF: +/+
Rpath: -/-
20/06/2002 Lemas GCS E4M6V5 Hemiihipostesi dekstra + Sesuai FDC
07.00 TD 127/80 mmHg hemiparesis dekstra + paresis Persiapan removal
H10 N 72 x/mnt n cranial VII dan XII dekstra tumor
RR 26 x/mnt sentral + epilepsi pada SOL
T 36,3C intrakranial
NRS 0

Kesan paresis N. VII dan XII dekstra sentral


Motorik Sup: 4444/5555
Motorik Inf: 4444/5555
RF: +/+
Rpath: -/-

13
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien dalam laporan kasus ini datang dengan sakit kepala yang diikuti oleh
kelemahan dan berkurangnya sensasi rasa pada bagian tubuh sebelah kanan.
Pasien didiagnosis dengan SOL intrakranial dan setelah menjalani pemeriksaan
CT scan kontras didapatkan meningioma. Meningioma umumnya bersifat jinak,
tetapi memiliki karakteristik klinis yang sangat luas.7,8
Klasifikasi World Helath Organization (WHO) membagi karakteristik klinis
meningioma dengan grading secara histologis berdasarkan statisik korelasi
klinikopatologis. Berdasarkan tingkat keganasannya meningioma dibagi menjadi
3, antara lain jinak (WHO grade 1), atipikal (grade 2), dan anaplastik (grade 3).7,8

Tabel: Kriteria grading secara histologi menurut WHO

Meningioma jinak yang tergolong dalam grade 1 WHO dapat menginvasi


duramater, sinus dura, tulang tengkorak, dan kompartmen ekstrakranial seperti
bola mata, jaringan lunak, dan kulit. Angka kejadian meningioma atipikal (grade 2
WHO) berkisar antara 15-20% dari keseluruhan meningioma. Chordodid

14
meningioma merupakan tipe meningioma grade II yang langka yang ditandai
dengan adanya trabekula sel yang dikuololasikan dalam latar belakang myxoid.8
Meningioma anaplastik (grade 3) merupakan 1-3% dari keseluruhan kasus
meningioma. Karakteristik klinik tumor ini serupa dengan neoplasma ganas
lainnya yang dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya secara luas dan membentuk
deposit metastasis. Meningioma anaplastik dikaitkan dengan angka kekambuhan
50-80% setelah reseksi bedah dengan median harapan hidup <2 tahun.8
Fakor penyebab meningioma pada pasien ini belum diketahui secara pasti,
Meningioma disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Beberapa kondisi
yang meningkatkan resiko meningioma seperti neurofibromatosis type 2
umumnya meripakan kelainan cytogenetic yang disebabkan oleh kehilangan
kromosom 22, terjadinya delesi pada long arm (22q) termasuk daerah 22q12 yang
berhubungan dengan gen NF2.9,10
Kebanyakan hasil dari mutasi sehingga hilangnya fungsi protein. Kelainan
genetik ini paling sering pada meningioma tipe fibroblastik dan transisional pada
gambaran patologi. Riwayat terapi radiasi sebelumnya dimana penderita pernah
tereksposur radiasi di kepala memiliki resiko yang meningkat untuk timbulnya
meningioma, khususnya 10-20 tahun setelah tereksposur radiasi.9,10
Beberapa ciri-ciri untuk membedakan meningioma spontan dengan akibat
paparan radiasi pada saat didiagnosis, periode latensi yang pendek, lesi multipel,
rekurensi yang relatif tinggi, dan kecenderungan meningioma jenis atipikal dan
anaplastik.11 Cedera kepala merupakan salah satu resiko terjadinya meningioma,
meskipun hasil peneltian tidak konsisten.12
Pasien dalam kasus ini mengalami gejala sakit kepala. Gejala pada pasien
dengan meningioma umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi serebral akibat
edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Pasien dalam kasus ini
juga mengalami kejang. Gejala spesifik meningioma disebabkan oleh destruksi
dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan
kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan
defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.7,11

15
Gambar: Gejala umum dari meningioma13

Kelemahan dan penurunan sensasi rasa pada bagian tubuh sebelah kanan
juga dialami oleh pasien ini. Penyebab hemiparesis pada pasien dengan tumor
otak dapat disebabkan oleh infark. Defisit motorik terutama pada wajah telah
diamati dalam kasus infark lacunar. Timbulnya gejala secara tiba-tiba pada pasien
meningioma dapat mengutip tiga etiologi potensial tambahan, antara lain
peningkatan edema yang berdekatan dengan lesi massa, penyebaran depresi fungsi
kortikal sekunder akibat iritasi mekanis, dan gangguan suplai darah akibat
kompresi vaskular langsung.14,15
Pasien tumor otak dengan gejala hemiparesis dapat disebabkan oleh
trombosis atau embolisme terkait tumor yang melibatkan salah satu dari arteri.

16
Beberapa faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hemiparesis pada
meningioma adalah suplai darah yang tidak mencukupi ke belahan otak tertentu
yang dapat dikaitkan dengan kejadian emboli dan trombosis seperti di atas.14,15
Sebagian besar gejala disfungsi nervus fasialis akibat neoplasma disebabkan
oleh kompresi saraf sekunder akibat pertumbuhan tumor. Tumor yang relatif kecil
dapat menjadi gejala jika muncul dalam kanal tulang yang sempit (misalnya, di
segmen labirin), sementara tumor yang lebih proksimal dalam sudut
serebellopontine dapat menjadi cukup besar sebelum menyebabkan gejala.14,15
Foramen jugularis merupakan titik pertemuan antara fossa posterior dan
daerah vertebra serviks atas. Adanya tumor di lokasi ini dapat menyebabkan palsi
pada nervus XII. Tumor intrakranial seperti meningioma juga dapat menginfiltrasi
maupun mendestruksi kanal hipoglosus sehingga menyebabkan palsi pada nervus
XII. Tumor intrakranial juga dapat menyebabkan palsi pada beberapa nervus
kranial, umumnya pada vagus, fasialis dan hipoglosal. Tumor ini bersifat merusak
dan invasif secara lokal pada tulang dan jaringan saraf di sekitarnya.13,14
Pasien ini menjalani pemeriksaan CT scan. Semua meningioma
memperlihatkan enhancement kontras kecuali lesi dengan perkapuran. Pola
enhancement biasanya intense dan berbatas tegas. Duramater yang berlanjut ke
lesinya biasanya tebal, sebagai tanda spesifik meskipun juga tampak pada glioma
dan metastasis.6,10 Sekitar lesi dapat menunjukkan enhancement disertai gambaran
hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering
menunjukkan enhancement heterogen yang kompleks.15
Gambaran CT scan menunjukkan meningioma psammomatous.
Meningioma psammomatous adalah subtipe histologis meningioma yang biasanya
ditemukan sebagai lesi massa intrakranial atau tulang belakang yang sangat
terkalsifikasi. Jenis meningothelial dan psammomatous adalah yang paling umum
yang melibatkan tulang belakang.16
Pasien dalam kasus ini diberikan paracetamol, piracetam, mecobalamin,
gemfibrozil, deksametason, atorvastatin, keppra, gabapentin, dan laxadin.
Citicoline memperbaiki kerusakan membran saraf lewat sintesis
fosfatidilkolin, memperbaiki aktivitas saraf kolinergik dengan cara meningkatkan

17
produksi asetilkolin dan mengurangi akumulasi asam lemak di daerah kerusakan
saraf. Efek ini berlangsung lewat pencegahan autokanibalisme saraf, sebagai
prekursor sfingomielin yang juga merupakan komponen fosfolipid membran se!
saraf dan mengembalikan kadar kardiolipin yang merupakan komponen membran
mitokondria. Efek perlindungan fosfolipid ini antara lain disebabkan
penghambatan aktivitas fosfolipase A2 oleh citicoline.17
Methylcobalamin merupakan sejenis koenzim B12 endogen yang
memegang peranan penting dalam proses methylation. Sebagai koenzim
methionine synthase, berperan dalam proses sintesis methionine dari sel serta
berperan dalam sintesis nucleic acid dan protein. Methylcobalamin juga dapat
meningkatkan axonal transport dan regenerasi akson serta memulihkan
perlambatan transmisi sinaps dengan meningkatkan eksitabilitas saraf dan
memperbaiki berkurangnya neurotransmiter asetilkolin.10,11
Piracetam memodulasi neurotransmisi kolinergik, serotonergik,
noradrenergik, dan glutamatergik walaupun obat tersebut tidak menunjukkan
afinitas tinggi pada salah satu reseptor terkait (Ki >10μM). Piracetam
meningkatkan kepadatan reseptor post-sinaptik dan/atau mengembalikan fungsi
reseptor ini dengan menstabilkan fluiditas membran. Pada otak depan tikus yang
menua, kepadatan reseptor NMDA meningkat sekitar 20% setelah 14 hari
perawatan piracetam. Pasien ini juga diberikan parasetamol. Paracetamol dapat
mengurangi nyeri yang pasien alami (efek analgetik).17
Kortikosteroid diindikasikan pada pasien dengan tumor otak ganas dan
edema peritumoral simtomatik. Deksametason paling sering digunakan oleh ahli
neuro-onkologi karena aktivitas mineralokortikoidnya yang minimal,
kemungkinan risiko infeksi yang lebih rendah, dan terjadinya gangguan
kognitif.18,19 Edema vasogenik yang mengelilingi tumor otak berkontribusi
signifikan terhadap morbiditas yang dialami oleh pasien. Edema dihasilkan dari
aliran cairan ke ruang ekstraseluler parenkim otak melalui blood–brain barrier
(BBB) yang tidak kompeten.18,20
Gabapentin adalah gabapentinoid, atau ligan situs subunit α2δ tambahan
dari kanal kalsium yang bergantung pada voltase tertentu dan bertindak sebagai

18
penghambat VDCC yang mengandung subunit α2δ. Ada dua subunit α2 drug yang
mengikat obat, yaitu: α2δ-1 dan α2δ-2 dimana gabapentin menunjukkan afinitas
yang sama untuk kedua lokasi ini. Gabapentin selektif dalam mengikat subunit
α2δ VDCC. Terlepas dari kenyataan bahwa gabapentin adalah analog GABA,
sehingga gabapentin tidak mengikat reseptor GABA dan tidak memodulasi
transportasi atau metabolisme GABA.21,22
Saat ini tidak ada bukti bahwa efek gabapentin dimediasi oleh mekanisme
apa pun selain penghambatan VDCC yang mengandung α2δ. Penghambatan
VDCC yang mengandung α2δ-1 oleh gabapentin bertanggung jawab atas efek
antikonvulsan, analgesik, dan ansiolitiknya. Keppra mengandung Levetiracetam
yang merupakan turunan pirolidon (S-enansiomer α-etil-2-okso-pirrolidin
asetamin), secara kimiawi tidak terkait dengan zat aktif antiepilepsi yang ada.21,22
Dislipidemia merupakan faktor risiko berbagai penyakit seperti penyakit
jantung koroner, stroke, dan kejadian thromboemboli lain. Atorvastatin
menurunkan jumlah kolesterol dalam tubuh dengan cara menghambat enzim yang
bertugas memproduksi kolesterol di hati.23
Konsultasi dengan dokter bedah syaraf menyarankan untuk tindakan
removal atau pembuangan tumor. Penatalaksanaan meningioma tergantung pada
lokasi dan ukuran tumor. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif
sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal
massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi
dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi.24
Rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor risiko, pola, dan
rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi
juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian
rekurensi.24

19
Tabel: Simpson Grading Scale24

Simpson Completeness of Resection 10-year


Grade Recurrence
Grade I complete removal including resection of 9%
underlying bone and associated dura
Grade II complete removal + coagulation of dural 19%
attachment
Grade III complete removal w/o resection of dura or 29%
coagulation
Grade IV subtotal resection 40%

Tumor rekurens dan harapan hidup setelah pembedahan tergantung pada


tingkat reseksi dan grade histologi dari tumor. Kekomplitan pengangkatan tumor
adalah secara frekuen digolongkan menurut Simpson scale, yang berkorelasi
dengan tingkat recurans setelah10 tahun.24
Kelangsungan hidup secara keseluruhan pada 5 dan 10 tahun paska
pembedahan adalah 92,9% dan 89,2%, meskipin rekurensi dapat tgerjadi setelah
reseksi subtotal. Gross total resection (GTR) merupakan tujuan utama manajemen
bedah CM primer dan tetap mnjadi prediktor terkuat dari laju jangka panjang
perkembangan tumor.25
Rreseksi lengkap mungkin tidak selalu dapat dicapai dengan aman, dan
mungkin tergantung pada sejumlah faktor seperti lokasi tumor dan keterlibatan
struktur neurovaskular. Sementara GTR dicapai dalam sebagian besar kasus
(78,2%), tingkat yang lebih rendah dari GTR dicapai pada tumor basis tengkorak
(64,7%) seperti yang diharapkan.25

20
BAB IV
PENUTUP

Telah dilaporkan pasien dengan sakit kepala yang diikuti oleh kelemahan
dan berkurangnya sensasi rasa pada bagian tubuh sebelah kanan. Pasien
didiagnosis dengan meningioma. Meningioma umumnya bersifat jinak, tetapi
memiliki karakteristik klinis yang sangat luas. Fakor penyebab meningioma pada
pasien ini belum diketahui secara pasti, Meningioma disebabkan oleh faktor
genetik dan lingkungan.
Gambaran CT scan menunjukkan meningioma psammomatous.
Meningioma psammomatous adalah subtipe histologis meningioma yang biasanya
disajikan sebagai lesi massa intrakranial atau tulang belakang yang sangat
terkalsifikasi. Jenis meningothelial dan psammomatous adalah yang paling umum
yang melibatkan tulang belakang.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins SL; Kumar VK. Neoplasia. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013.

2. Vanessa LP; Tadi P; Adeyika A. Increased Intracranial Pressure. StatPearls.


2019;56.
3. GLOBOCAN. Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence
Worldwide. 2015.
4. Ginsberg L. Lecture Notes Neurology. Jakarta: Erlangga; 2009.
5. Kshettry VR; Ostrom QT; Krucchko C; et al. Descriptive epidemiology of
World Health Organization grades II and III intracranial meningiomas in
the United States. Neuro Oncol. 2015;17(8):1166–73.
6. Horn L; Araujo L; Nana P; et al. Principles and Practice of Oncology. New
York: McGraw-Hill Education; 2015.
7. Rees JH. Diagnosis and treatment in neuro-oncology: an oncological
perspective. Br J Radiol. 2011;84:82–9.
8. Louis D. Meningeal tumours in: WHO Classification of Tumor of The
Central Nervous System. 4th ed. Lyon: International Agency for Research
on Cancer; 2007.
9. Kumar B; Abul A; Fausto NA; et al. Robbins and Cotran Pathologic Basis
of Disease. Philadelphia: Elsevier Saunder; 2014.
10. Louis ED; Mayer SA; Rowland LP. Merritt’s neurology. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; 2016.
11. Case M. Head Trauma: Neuropathology. Vol. 3, Encyclopedia of Forensic
and Legal Medicine: Second Edition. Elsevier Ltd.; 2015. 1-9 p.
12. Mumenthaler M; Mattle H; Taub E. Fundamentals of Neurology: An
Illustrated Guide. New York: Thieme Medical Publisher; 2006.
13. Kaal EC; Vecht CJ. The management of brain edema in brain tumors. Curr
Opin Oncol. 2004;16(6):593–600.
14. Perkin A; Liu G. Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and

22
Treatment. Am Fam Physician. 2016;93(3):211–7.
15. Patel; Pradip R. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Erlangga; 2007.
16. Chotai SP; Mrak RE; Mutgi SA; et al. Ossification in an extra-intradural
spinal meningioma-pathologic and surgical vistas. Spine J.
2013;13(12):21–6.
17. Bruntol LL; Dandan RH; Knollmann BC. Goodman & Gilman’s: The
Pharmacological Basis of Therapeutics. Philadelphia: Mc Graw Hill
Education; 2018.
18. Dietrich J; Rao K; Pastorino S; et al. Corticosteroids in brain cancer
patients: benefits and pitfalls. Expert Rev Clin Pharmacol. 2011;4(2):233–
42.
19. Roth P; Happold C; Weller M. Corticosteroid use in neuro-oncology: an
update. Neurooncol Pr. 2015;2(1):6–12.
20. Wen PY; Schiff D; Kesari S; et al. Medical management of patients with
brain tumors. J Neurooncol. 2006;80(3):313–32.
21. Patel NB. Physiology of Pain: Guide to Pain Management in Low Resource
Setting. IASP. Seattle; 2010.
22. Löscher W, Rogawski MA. How theories evolved concerning the
mechanism of action of barbiturates. Epilepsia. 2012;53:12–25.
23. Kasper; Denis L; et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th
Edition. New York: McGraw-Hill Education; 2011.
24. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. 5th ed. Jakarta: Gramedia Pustaka; 2014.
25. Choy W; Ampie L; Lamano JB; et al. Predictors of recurrence in the
management of chordoid meningioma. J Neurooncol. 2016;126(1):107–16.

23

Anda mungkin juga menyukai