Anda di halaman 1dari 16

Bab II

Pembahasan Dan Dasar Teori


A. Pengertian Puasa
puasa secara bahasa adalah menahan diri. Allah swt berfirman,

‫ت لِلرَّحْ َم ِن‬ُ ْ‫فَ ُكلِي َوا ْش َربِي َوقَرِّي َع ْينًا فَإ ِ َّما ت ََريِ َّن ِمنَ ْالبَ َش ِر أَ َحدًا فَقُولِي إِنِّي نَ َذر‬
)٢٦( ‫صوْ ًما فَلَ ْن أُ َكلِّ َم ْاليَوْ َم إِ ْن ِسيًّا‬
َ
“sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.
(QS. MARYAM [19]:26).
Maksud puasa disini adalah menahan untuk tidak berbicara kepada orang lain.
Secara istilah puasa adalah menahan atau mencegah diri dari kemauan untuk
makan-minum, berhubungan seksual suami istri, dan segala hal yang termasuk
dalam pengertian itu semua, selama sehari penuh dari terbit fajar hingga
terbenam matahari dengan niat menunaikan perintah Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya.1
Adapun dalil bahwa puasa adalah menahan diri dari memenuhi kebutuhan dua
macam syahwat (makan-minum dan berhubungan seksual suami istri),
sebagaimana firman allah berikut,

‫ث إِلَ ٰى نِ َسائِ ُك ْم هُ َّن لِبَاسٌ لَّ ُك ْم َوأَنتُ ْم لِبَاسٌ لَّه َُّن‬ ُ َ‫أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ الصِّ يَ ِام ال َّرف‬
‫اب َعلَ ْي ُك ْم َو َعفَا َعن ُك ْم فَاآْل َن‬ َ َ‫ون أَنفُ َس ُك ْم فَت‬َ ُ‫َعلِ َم هَّللا ُ أَنَّ ُك ْم ُكنتُ ْم تَ ْختَان‬
ُ‫ب هَّللا ُ لَ ُك ْم َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّ ٰى يَتَبَي ََّن لَ ُك ُم ْال َخ ْيط‬ َ َ‫اشرُوهُ َّن َوا ْبتَ ُغوا َما َكت‬ ِ َ‫ب‬
‫صيَا َم إِلَى اللَّي ِْل َواَل‬ِّ ‫اأْل َ ْبيَضُ ِم َن ْال َخي ِْط اأْل َس َْو ِد ِم َن ْالفَجْ ِر ثُ َّم أَتِ ُّموا ال‬
َ ِ‫ك ُح ُدو ُد هَّللا ِ فَاَل تَ ْق َربُوهَا َك ٰ َذل‬
‫ك‬ َ ‫اج ِد تِ ْل‬
ِ ‫ون فِي ْال َم َس‬ َ ُ‫اشرُوهُ َّن َوأَنتُ ْم َعا ِكف‬ ِ َ‫تُب‬
َ ُ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَّق‬
‫ون‬ ِ َّ‫يُبَي ُِّن هَّللا ُ آيَاتِ ِه لِلن‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
ister-isteri kamu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsu.
Karena itu, Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka,
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan-minum lah hinga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam
masjid. Itulah larangan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa.” (Al-Baqarah: 187).
Dalil tersebut dikuatkan dengan sabda rasulullah saw. Yang disandarkan
riwayatnya kepada Allah swt. (hadits qudsi),
“setiap amal manusia itu baginya kecuali puasa. Puasa itu bagu-Ku. Aku
sendiri yang akan memberinya pahala. Dia meninggalkan makan dan minum
syahwatnya karena aku.”
1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015) 473.
fiqih | 1
Dalam riwayat lain disebutkan,
“dia meninggalkan makan karena Aku. Meninggalkan minum karena Aku,
meninggalkan syahwat karena Aku, meninggalkan isteri karena Aku.”
Sebenarnya, makna puasa seperti ini sudah dikenal masyarakat Arab sebelum
Islam. Dimasa jahiliyah mereka biasa puasa Asyura (10 Muharram) sebagai
pengagungan terhadap hari tersebut. Karena itulah maka ketika Nabi saw.
Memerintahkan umat Islam untuk berpusa pada hari Asyura, kemudian
memerintahkan juga untuk puasa Ramadhan, sebagaimana difirmankan Allah
(“telah diwajibkan atas kalian berpuasa”) mereka semua paham maksudnya,
dan mereka pun bergegas menunaikannya.
Ketika ada orang Arab kampung (Badui) bertanya kepada Nabi saw. Tentang
Islam, lalu beliau menjawab dengan menyebutkan tentang kewajiban shalat lima
waktu dan pada bulan Ramadhan, dia tidak bertanya lagi tentang makna puasa
yang beliau maksud. Karena dia memang sudah mengerti maknanya. Justru dia
bertanya, “Apakah masih ada kewajiban lainnya?”
Puasa dalam islam ini merupakan jenis puasa yang paling utama, yang dikenal
oleh manusia. Sedangkan bagi penganut agama-agama lain, sebagian mereka
berpuasa hanya dari jenis makanan-makanan yang bernyawa saja. Pada saat yang
sama mereka tetap menyantap segala jenis makanan dan minuman yang lezat-
lezat, sebagaimana mereka juga tidak berpuasa dari syahwat untuk berhubungan
seksual.
Sebagian lainnya berpuasa sepanjang hari sehingga menyebabkan sakit badan
dan menyiksa batin. Akibatnya, tidak ada yang sanggup melakukannnya kecuali
orang-orang tertentu saja. Sementara puasa dalam Islam wajib ditunaikan oleh
seluruh kaum muslimin tanpa kecuali.2

B. Jenis-Jenis Puasa
Ditinjau dari segi hukum, puasa ada bermacam-macam. Ada yang wajib, ada
yang sunnah. Atau dalam ungkapan lain, ada puasa wajib, puasa sunnah, juga ada
puasa yang haram dan makruh.
Puasa wajib sendiri ada yang sifatnya fardhu’ain, yaitu puasa yang diwajibkan
oleh Allah atas setiap muslim pada waktu yang telah ditentukan, yakni puasa
Ramadhan. Ada juga puasa wajib yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu
yang ditetapkan oleh Allah, yaitu puasa kafarat seperti kafarat sumpah, kafarat
dzihar, kafarat membunuh secara tidak sengaja, dan sebagainya. Ada pula puasa
wajib karena diwajibkan sendiri oleh orang yang bersangkutan, yaitu puasa
nadzar.
Disini kita akan bahas jenis-jenis puasa, yaitu puasa Ramadhan dan puasa
sunnah.
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah kewajiban suci sekaligus ibadah dalam islam
yang memiliki nilai syiar yang sangat besar. Ia juga merupakan salah satu
rukun diantara lima rukun Islam, dimana agama ini ditegakkan.
Kewajiban puasa Ramadhan ini ditetapkan secara pasti didalam kitab suci
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma. Allah swt. Berfirman,

2
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 6-9.
fiqih | 2
ۡ‫ب َعلَى الَّ ِذ ۡينَ ِم ۡن قَ ۡبلِ ُکمۡ لَ َعلَّ ُكم‬
َ ِ‫ا ُكت‬‰‰‫يَا ُم َک َم‬‰‰‫الص‬
ِّ ‫ب َعلَ ۡي ُک ُم‬ َ ِ‫وا ُكت‬‰‰ ۡ ُ‫ٰيٓـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمن‬
‫ َّدةٌ ِّم ۡن‬‰‫تؕ فَ َم ۡن َكانَ ِم ۡن ُكمۡ َّم ِر ۡيضًا اَ ۡو ع َٰلى َسفَ ٍر فَ ِع‬ ٍ ‫﴾ اَيَّا ًما َّم ۡع ُد ۡو ٰد‬2:183﴿ َ‫تَتَّقُ ۡو ۙن‬
‫ ٌر‬‰‰‫خَي‬ ۡ ‫خَرؕ َو َعلَى الَّ ِذ ۡينَ يُ ِط ۡيقُ ۡونَهٗ ِف ۡديَةٌ طَ َعا ُم ِم ۡس ِك ۡي ٍنؕ فَ َم ۡن تَطَ َّو َع خ َۡيرًا فَهُ َو‬ َ ُ‫اَي ٍَّام ا‬
2:184﴿ َ‫خَي ٌر لَّـ ُکمۡ اِ ۡن ُك ۡنتُمۡ ت َۡعلَ ُم ۡون‬ ۡ ‫﴾لَّهٗ  ؕ َواَ ۡن تَص ُۡو ُم ۡوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa,
sebagaiman diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu…” (Al-Baqarah:183-
184).

Pada ayat selanjutnya Allah berfirman,

‫ا ِن‬‰‰َ‫دَى َو ْالفُرْ ق‬‰ ُ‫ت ِّمنَ ْاله‬ ُ ْ‫نز َل فِي ِه ْالقُر‬ ُ َ ‫ضانَ الَّ ِذ‬
ٍ ‫اس َوبَيِّنَا‬ِ َّ‫آن هُدًى لِّلن‬ ِ ‫يأ‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
‫ َّدةٌ ِّم ْن أَي ٍَّام‬‰‫فَ ٍر فَ ِع‬‰ ‫ا أَوْ َعلَى َس‬‰ ‫يض‬ ً ‫انَ َم ِر‬‰‰‫ص ْمهُ َو َمن َك‬ ُ َ‫فَ َمن َش ِه َد ِمن ُك ُم ال َّش ْه َر فَ ْلي‬
‫ُوا هّللا َ َعلَى‬ ْ ُ‫أُخ ََر ي ُِري ُد هّللا ُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر َوالَ ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُع ْس َر َولِتُ ْك ِمل‬
ْ ‫ َّدةَ َولِتُ َكبِّر‬‰‰‫وا ْال ِع‬
َ‫َما هَدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬
”(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) pada bulan Ramadhan, bulan
diturunkannya Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang
batil). Karena itu, barang siapa diantara kamu hadir (dinegeri tempat
tinggalnya) dibulan itu maka hendaklah ia berpuasa…” (Al-Baqarah:185).

Dari As-Sunnah, diriwayatkan dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah


saw. Bersabda dalam hadits tentang ucapan malaikat Jibril as. Yang terkenal,
“Islam adalah Anda bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa
Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan, dan haji ke baitullah jika mampu.” 3
Dalil yang berlandasan ijma umat Islam telah sepakat bahwa puasa
Ramadhan adalah wajib dan salah satu dari lima rukun islam yang
kebenarannya tidak terbantahkan lagi. Oleh karena itu, orang yang
mengingkarinya adalah kafir dan keluar dari agama Islam. Adapun perintah
ibadah puasa Ramadhan mulai diwajibkan pemberlakuannya pada ahri senin,
tanggal dua sya’ban tahun kedua Hijrah.

 Keutamaan dibulan Ramadhan


3
Ibid, 18-19.
fiqih | 3
Hadits-hadits Nabi saw, yang menunjukkan hal tersebut.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda ketika
bulan Ramadhan telah tiba,
“bulan yang penuh berkah telah datang kepada kalian. Allah telah
mewajibkan puasa di bulan itu kepada kalian. Didalamnya, pintu-pintu
surge dibuka,pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.
Didalamnya, ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Barang siapa yang tidak mendapat kebaikannya, ia benar-benar tidak
mendapatkan kebaikan.”4

b. Puasa Sunnah
Di dalam Islam ibadah-ibadah yang dituntut utnuk dilakukan oleh
setiap muslim itu ada dua tingkat, yaitu: pertama tingkat wajib(fardhu) dan
kedua tingkat sunnah (tathawwu).
o Pertama Tingkat Fardhu,yaitu ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap
orang yang mukallaf (sudah cukup umur dan berakal sehat), tidak boleh ada
malas atau enggan menunaikannya. Kalau ada yang malas atau enggan
menunaikkannya maka ia akan mendapatkan celaan dan dosa di dunia serta
azab di akhirat. Ini merupakan batas minimal yang harus dilakukan oleh
seorang muslim. Allah swt. Berfirman,

َ‫وْ ن‬‰‰َ‫ُوف َويَ ْنه‬


ِ ‫ال َم ْعر‬‰ ْ ‰ِ‫أْ ُمرُونَ ب‬‰‰َ‫ْض ي‬ ٍ ‫ا ُء بَع‬‰‰َ‫هُ ْم أَوْ لِي‬‰‫ْض‬ ُ ‫َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ َو ْال ُم ْؤ ِمن‬
ُ ‫َات بَع‬
‫ك‬ ٰ
َ ‰ ِ‫ولَهُ أُولَئ‬‰ ‫ونَ هَّللا َ َو َر ُس‬‰‰‫اةَ َوي ُِطي ُع‬‰‰‫صاَل ةَ َوي ُْؤتُونَ ال َّز َك‬ َّ ‫َع ِن ْال ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ِ ‫َسيَرْ َح ُمهُ ُم هَّللا ُ إِ َّن هَّللا َ ع‬
“dan, orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah hari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasull-Nya
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah,. Sesungguhnya Allah maha
perkasa lagi maha bijaksana” (At-Taubah:71)

o Kedua, Tingkat Tathawwu,adalah ibadah yang dituntut oleh syariat utnuk


melaksanakan oleh setiap muslim yang mukallaf dengan tuntutan yang
bersifat sukarela (nadb) dan anjuran (mustahab), bukan wajib dan
kemestian meskipun bukan wajib atau keharusan, seorang muslim
dianjurkan untuk menjaga ibadah tathawwu karena mempunyai dampak
positif yang dapat dirasakan ketika memetiknya.

Diantara dampak positif dari ibadah yang bersifat sunnah ini adalah bias
menutupi kekurangan dari ibadah-ibadah wajib. Dalam sebuah hadits disebutkan

4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 475-476
fiqih | 4
bahwa pada hari kiamat nanti setiap manusia akan dihitung (hisab) amalnya dan
yang pertama kali dihitung adalah shalat wajib yang merupakan hak Allah
dimana jika shalat wajibnya telah ditunaikan dengan sempurna maka ia
beruntung. Tetapi, jika shalat wajibnya tidak ditunaikan dengan sempurna maka
akan ditanyakan tentang shalat-shalat sunnahnya untuk menutupi kekurangan-
kekurangan dari shalat-shlat wajibnya.

a. Puasa Enam Hari pada Bulan Syawal


Nabi saw. Mendorong kaum muslimin untuk mengiringi puasa
ramadhan dengan puasa enam hari pada bulan syawal. Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-anshari ra. Rasulullah saw. Bersabda,
“barang siapa yang berpuasa Ramadhan lalu mengiringnya dengan puasa
enam hari pada bulan syawal maka dia seolah-olah telah berpuasa
sepanjang masa”.
Yang dimaksud “ad-dahr” (sepanjang masa) disini adalah sepanjang
tahun, yakni seolah-olah dia puasa setahun penuh dan jika dia selalu menjaga
puasa enam hari pada bilan syawal setiap tahun maka seolah-olah dia
berpuasa sepanjang hidupnya.
Penafsiran seperti itu sesuai dengan hadits lain yang mengatakan,
“puasa satu bulan (Ramadhan) itu nilainya sama dengan puasa sepuluh
bulan, dan puasa enam hari (bulan syawal) itu nilainya sama dengan puasa
dua bulan. Itulah puasa satu tahun penuh.”

b. Puasa tanggal 9 Dzulhijjah atau hari Arafah


Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu diantara 4 bulan haram. Pada
bulan itulah ibadah haji dilaksanakan. Dan, sepuluh hari pertama bulan
tersebut merupakan hari-hari yang paling utama dalam satu tahun,
sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits sahih.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“tidak ada hari, dimana amal shaleh pada hari itu ditunaikan lebih dicintai
Allah dari pada hari-hari ini.”
Maksud beliau adalah 10 hari awal bulan Dzulhijjah. Para sahabat ra.
Bertanya, “tidak juga dengan jihad dijalan Allah?” maka, beliau saw.bersabda
“tidak juga dengan jihad dijalan Allah. Kecuali jika seseorang itu keluar
berjihad dengan seluruh jiwa dan hartanya hingga pulang tidak membawa
kembali semua itu sama sekali.”
Nabi saw. Pernah ditanya tentang puasa Arafah. Beliau saw menjawab,
“menghapuskan doa-dosa selama satu satu tahun yang lewat dan satu tahun
yang akan datang.”

Dalam riwayat lain disebutkan,

fiqih | 5
”puasa hari arafah, aku berharap Allah ta’ala menghapuskan dosa-dosaku
selama satu tahun yang akan datang dan satu tahun yang sudah berlalu.”5
Uqbah bin Amir r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
”hari arafah, hari nahar, dan hari-hari tasyrik adalah hari-hari raya kami
umat islam. Hari-hari itu untuk makan dan minum.”
Abu Hurairah r.a. berkata, ”Rasulullah melarang puasa arafah ketika
seorang berada di arafah.”
Ummu Fadhl meriwayatkan, “para sahabat ragu mengenai apakah Rasulullah
berpuasa pada hari arafah atau tidak. Maka, aku mengirim susu kepada beliau
dan beliau meminumnya ketika sedang berkhutbah dihadapan banyak
manusia di arafah.”

c. Puasa Asyura dan Tasyu’a


Asyura adalah hari ke 10 bulan Muharram, dan Tasyu’a adalah hari ke-
9 pada bulan yang sama. Dari berbagai riwayat kita ketahui bahwa puasa
pada hari Asyura itu sudah dikenal oleh kaum Quraisy pada masa jaahiliyah,
juga oleh kaum Yahudi.
Diriwayatkan bahwa Aisyah ra. Mengatakan, “dulu, hari Asyura itu
merupakan hari puasa orang-orang puasa Quraisy pada masa Jahiliyah.
Rasulullah saw. Juga berpuasa pada hari itu. Ketika beliau hijrah ke Madinah,
beliau tetap berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh kaum Muslimin untuk
juga berpuasa. Setelah puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah saw.
Bersabda,
“barang siapa yang ingin puasa, silahkan berpuasa. Dan, barang siapa yang
ingin tidak puasa, silahkan tidak puasa.”6
Tidak ada satupun riwayat yang mengistimewakan hari Asyura kecuali
dengan berpuasa. Maka, apa yang dilakukan oleh sebagian orang dengan
berhias dan mandi, membuat resepsi, perayaan, melapangkan nafkah buat
keluarga, menjadikan hari itu sebagai hari raya, memotong hewan, dan
membagi-bagi hadiah kepada masyrakat, dan sebagainya, semua itu tidak ada
dasarnya dalam islam, tidak ada dalilnya dalam Al-Qur’an maupun as-
Sunnah yang shahih.
Imam Ibnu-Qayyim al-Jauziyah mengatakan, “Hadits-hadits tentang
perayaan, berhias, membagi-bagi hadiah, melaksanakan shalat, dan
sebagainya dari berbagai bentuk pemuliaan hari Asyura, tidak ada yang
shahih sama sekali. Tidak ada satupun hadits yang datang dari Nabi saw.
Terkait dengan hari Asyura selain tentang sunnahnya puasa. Selain itu
semuanya batil.7

d. Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban

5
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 183-192.
6
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 193.
7
Ibid, 194-195.
fiqih | 6
Pada bulan Sya’ban kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa.
Selain dimaksudkan sebagai persiapan untuk menghadapi bulan Ramadhan,
memperbanyak puasa dibulan Sya’ban ini juga mengikuti jejak perbuatan
Rasulullah saw. Dalam sebuah Hadits Aisyah ra. Mengatakan,
“Rasulullah saw. Tidak pernah berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari
pada di bulan Sya’ban. Beliau berpuasa hampir sepanjang bulan.”
Dalam riwayat lain dikatakan,
“beliau tidak pernah puasa dalam satu bulan sebagaimana puasa pada bulan
sya’ban. Beliau puasa (dibulan Sya’ban) sepenuhnya kecuali beberapa hari
saja, bahkan nyaris sepenuhnya.”8
Usamah bin Zaid r.a.berkata, “aku berkata kepada Rasulullah, ‘wahai
Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa (dengan sungguh-sungguh)
seperti engkau berpuasa pada bulan sya’ban. Beliau menjawab,
“itu adalah bulan yang dilalaikan oleh manusia diantara bulan Rajab dan
Ramadhan. Ia adalah bulan yang didalamnya amal-ama manusia dinaikkan
kepada tuhan semesta alam. Maka, aku ingin agar amalku dinaikkan
sementara aku dalam keadaan berpuasa.”
Mengkhususkan pertengahan bulan Sya’ban dengan puasa karena
anggapan bahwa hari tersebut lebih utama dari pada hari-hari lainnya adalah
suatu hal yang tidak didukung oleh dalil yang benar.9
Begitu juga Ibnuda Ummu Salamah ra. Dalam sebuah hadits beliau
menagatakan,
”Rasulullah saw. Tidak pernah puasa sunnah sebulan penuh kecuali pada
bulan sya’ban, beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.”
Akan tetapi, riwayat-riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah saw.
Tidak pernah berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Bias
jadi yang dimaksud adalah Rasulullah saw. Tidak pernah menekuni dan tetap
mengerjakan puasa secara teratur setiap hari selama sebulan penuh kecuali
pada bulan Ramadhan. Adapun di luar Ramadhan, kadang-kadang beliau
puasa sebulan penuh, kadang-kadang tidak puasa pada sebagiannya.10

e. Puasa pada bulan-bulan Haram


Bulan-bulan Haram adalah 4 bulan yang dimuliakan Allah dalam Al-
Qur’an, adalah djulqaidah, djulhijjah, muharram, dan rajab. (tiga bulan
berurutan dan satu bulan tersendiri). Dinamakan bulan-bulan haram karena
pada bulan-bulan tersebut umat manusia dilarang mengobarkan peperangan,
sebagaimana dilarangnya berperang di tanah haram (Mekah). Memperbanyak
puasa pada bulan-bulan tersebut merupakan suatu amal yang di sunnahkan.
Dalam hal ini Allah swt. Berfirman,

ِ ‫مٰ ٰو‬‰ ‫الس‬


‫ت‬ َّ ‫ق‬ َ ‰ َ‫و َم خَ ل‬‰ۡ ‰َ‫ب هّٰللا ِ ي‬
ِ ‫ ۡهرًا فِ ۡى ِك ٰت‬‰ ‫ َر َش‬‰ ‫َش‬ َ ‫ا ع‬‰‰َ‫ َد هّٰللا ِ ۡاثن‬‰‫ه ُۡو ِر ِع ۡن‬‰ ‫الش‬ُّ َ‫ َّدة‬‰‫اِ َّن ِع‬
‫د ِّۡي ُن ۡالقَيِّ ُم‬‰‫ك ال‬ ۤ
َ ‰ِ‫ ُر ٌم‌ؕ ٰذل‬‰‫ ةٌ ُح‬‰‫ا اَ ۡربَ َع‬‰‰َ‫ض ِم ۡنه‬ َ ‫ َوااۡل َ ۡر‬ ۙ‌ؕ‌ۡ‫ ُكم‬‰‫وا فِ ۡي ِه َّن اَ ۡنفُ َس‬‰ۡ ‰‫فَاَل ت َۡظلِ ُم‬
َ‫اعلَ ُم ۡۤوا اَ َّن هّٰللا َ َم َع ۡال ُمتَّقِ ۡين‬
ۡ ‫َوقَاتِلُ ۡوا ۡال ُم ۡش ِر ِك ۡينَ َكٓافَّةً َك َما يُقَاتِلُ ۡونَ ُكمۡ َكٓافَّ ‌ةً ؕ َو‬

8
Ibid, 198-199.
9
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 484.
10
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 199.
fiqih | 7
“sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama
yang lurus. Maka, jangan kamu menganiaya diri dalam bulan yang empat
ini.” ( At-Taubah:36)

Ada beberapa riwayat yang menyebutkan tentang sunnahnya berpuasa


pada bulan-bulan haram tersebut, khususnya bulan Muharram. Dalam sebuah
hadits riwayat Mujibah al-Bahili dari ayahnya atau pamannya, disebutkan
bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah saw., lalu pergi. Setelah satu
tahun dia datang lagi dalam kondisi badan dan wajah yang sudah berubah.
Dia berkata, “wahai Rasulullah, apakah engkau masih mengenalku?”
Rasulullah saw., menjawab, “siapa kamu?” dia mengatakan, Aku adalah al-
Bahili, yang dulu setahun yang lalu pernah datang kepadamu.” Beliau
bertanya, ”apa yang membuatmu berubah, dulu badan mu bagus sekali?”Dia
mengatakan, “ aku tidak pernah makan apapun lagi kecuali pada malam hari
sejak berpisah dengan engkau itu.” Maka Rasulullah saw., bersabda,
“Mengapa kamu menyiksa diri? Puasalah pada bulan sabar (Ramadhan),
dan sehari setia bulan!” Dia mengatakan, “Tambahkan. Aku masih kuat.”
Maka Rasulullah saw. Bersabda, “puasalah dua hari (setiap bulan).” “lagi,”
katanya. Maka Rasulullah saw, bersabda, “puasalah tiga hari(setiap bulan).”
” Lagi” katanya. Maka Rasulullah saw. Bersabda, “Puasalah pada bulan
haram,kemudian tinggalkan! Puasalah pada bulan haram lalu timgglkan!
Puasalah pada bulan haram lalu tinggalkan!” beliau mengucapkan itu
dengan tiga jari beliau diacungkan dan dikuncupkan.

Imam Nawawi mengomentari kata-kata Rasulullah saw. “Puasalah


lalu tinggalkan!” itu dengan mengatakan , “Beliau menyuruh al-Bahili untuk
berpuasa lalu meninggalkan karena puasa telah membuatkan menjadi susah
(kurus), sebagaimana tersebut dalam permulaan hadits. Adapun bagi mereka
yang tidak mengalami masalah dengan puasa maka berpuasa sepenuhnya di
bulan haram itu tentu lebih utama.” Dan yang paling utama untuk
dilaksanakan puas pada bulan haram adalah pada bulan Muharram, sebab ada
hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan
Allah, yakni bulan Muharram. Dan sebaik-bauk shalat setelah shalat wajib
adalah shalat malam (qiyamul-lail).”
Adapun mengenai keutamaan puasa pada tanggal 9 Muharram
(tasyu’a) dan 10 Muharram (‘asyura).11

f. Puasa Senin Dan Kamis


Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Sering
melakukan puasa senin dan kamis. Beliau ditanya mengenai hal tesebut.
Beliau menjawab,
”sesingguhnya amal-amal manusia dilaporkan kepada Allah pada hari senin
dan kamis. Lalu Allah mengampuni setiap muslim atau setiap mukmin,
11
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 200-201.
fiqih | 8
kecuali dua orang yang saling menjauh, Allah berkata,’tangguhkanah untuk
keduanya.”12
Dalam shahih Muslim disebutkan bahwa beliau ditanya tentang puasa
hari senin. Baliau menjawab,
“itu adalah hari kelahiranku dan diturunkannya wahyu kepadaku.”
Usman bin Zaid ra. Pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang
rahasia puasa pada dua hari tersebut. Maka, beliau saw. Menjawab,
“Dua hari itu adalah waktu-waktu dimana amal-amal dilaporkan kepada
Alaah swt., dan aku ingin ketika amalku dilaporkan, aka dalam keadaan
berpuasa.”

Mengenai dilaporkannya amal kepada Allah swt. Pada dua hari tersebut
terdapat sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu
Hurairah ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Pada hari senin dan kamis pintu-pintu surge dibuka. Maka, diampuni
segala dosa hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun,
kecuali seorang laki-laki yang bertikai dengan saudaranya. Maka, dikatakan,
“lihat dulu dua orang ini, sampai mereka berdamai.”13

g. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan


Abu Dzar al-Gifari berkata, “Rasulullah memerintahkan kepada kami
agar kami berpuasa pada tiga hari putih setiap bulan, yakni tanggal tiga belas,
empat belas dan lima belas. Beliau bersabda bahwa puasa pada hari-hari
tersebut adalah seperti puasa sepanjang tahun.
Di dalam riwayat yang lain disebukan bahwa beliau berpuasa pada hari
sabtu, ahad dan senin dalam suatu bulan dan berpuasa pada hari selasa,rabu
dan kamis pada bulan yang lain. Beliau juga biasa berpuasa tiga hari pada
setiap awal bulan dan puasa hari kamis dalam setiap awal bulan, kemudian
puasa hari senin berikunya dan senin berikutnya lagi.14
Dari Abu Dzar al-Ghafari ra. Juga di riwayatkan bahwa Rasulullah
saw. Bersabda,
“barang siapa yang berpuasa setiap bulan tiga hari maka itu berarti puasa
selama-lamanya.”

Sabda Rasulullah saw. Itu dibenarkan oleh Allah swt. Dengan menurunkan
firman-Nya,

َ‫ون‬‰ۡ ‰‫َم ۡن َجٓا َء بِ ۡال َح َسنَ ِة فَلَهٗ ع َۡش ُر اَمۡ ثَالِهَا ۚ َو َم ۡن َجٓا َء بِال َّسيِّئَ ِة فَاَل ي ُۡج ٰ ٓزى اِاَّل ِم ۡثلَهَا َوهُمۡ اَل ي ُۡظلَ ُم‬
6:160﴿

12
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 484.
13
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 204.
14
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 485.
fiqih | 9
”barang siapa yang datang kepada-Ku dengan membawa satu kebaikan
maka akan aku lipat-gandakan pahalanya masing-masing sepuluh kali
lipat.” (Al-An’am:160).15

h. Puasa Nabi Daud (Puasa Sehari Dan Tidak Puasa Sehari)


Puasa yang paling utama dan paling disukai oleh Allah swt. Bagi orang
yang mampu dan tidak berat untuk menjalankannya adalah puasa sehari dan
tidak puasa sehari. Itulah yang diwasiatkan Nabi saw. Kepada Abdullah bin
Umar ra. Ketika beliau melihat putra Umar bin Khatab ra. Itu mempunyai
kemauan yang sangat kuat dalam berbuat kebaikan dan selalu berusaha
menambah amal-amal saleh.16
Abdullah bin Amr meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Dawud dan shalat yang
paling disukai Allah adalah shalat Dawud. Ia tidur separuh malam, shalat
sepertiga malam, dan tidur lagi seperenam malam. Ia juga berpuasa satu
hari dan berbuka satu hari.”17

i. Anjuran Menyempurnakan Puasa Sunnah


Dianjurkan bagi orang yang sudah berniat untuk puasa sunnah agar
menyempurnakan puasanya, tidak membatalkan tanpa “udzur”. Karena
membatalkan puasa tanpa “udzur” itu, menurut sejumlah ulama hukumnya
makruh. Menurut sebagian ulama lainnya, itu menyalahi hal yang lebih
utama. Adapun jika membatalkan puasa sunnah itu karena ada udzur maka itu
sedikit pun tidak makruh.
Bentuk udzur dalam hal ini misalnya bertamu, atau menerima tamu.
Tentu seorang tamu akan merasa tidak enak jika tidak menyantap apa yang
dihidangkan oleh tuan rumah. Begitu juga sebaliknya, tentu tuan rurmah akan
merasa tidak enak jika tidak ikut menyantap apa yang dihidangkan kepada
tamunya. Karena itu di sunnahkan bagi tamu maupun tuan rumah untuk
membatalkan puasanya. Sebab, dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa
Rasulullah saw,. Bersabda ,
“sesungguhnya bagi tamu itu ada hak yang harus kamu tunaikan.”
Atau dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendakla ia
menghormati tamu.”

Tetapi hal itu tidak berlaku jika antara tamu dan tuan rumah sudah
saling mengerti, dan perasaan tidak enak itu tidak ada lagi maka puasanya
tetap dianjurkan untuk dilanjutkan. Meskipun demikian, ada udzur atau tidak,
orang yang menjalani puasa sunnah tetap berkuasa atas dirinya sendiri
sehingga tidak ada masalah sekiranya dia membatalkan puasanya, sepanjang
itu memang bukan puasa wajib atau hal yang diwajibkan atas dirinya sendiri
dengan nadzar.

15
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 202.
16
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 205.
17
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 485.
fiqih | 10
Diriwayatkan juga dari Abu Sa’id al-Khudri ra. Dia berkata, “Aku
memasak makanan buat Rasulullah saw. Maka, ketika aku hidangkan,
seorang laki-laki berkata, ‘aku puasa’, maka Rasulullah saw. Bersabda,
“Saudaramu mengajakmu (makan), tetapi kamu membebani diri (dengan
puasa). Berbukalah, dan gantikan puasamu hari ini pada hari yang lain, jika
kamu mau!”. 18

C. Rukun-rukun Puasa dan Hal yang Membatalkannya


Pertama, penjelasan tentang rukun-rukun puasa dalam syariat islam, dimana
puasa tidak akan bias dilaksanakan tanpa menegakkan rukun-rukun tersebut.
Kedua, pembatasan tentang hal-hal yang membatalkan puasa, di mana
sebagian ulamasering terlalu panjang lebar mengulasnya hingga keluar dari
pembahasan seputar makan-minum, hubungan suami-isteri, dan hal-hal lain
terkait syahwat dan hawa nafsu.
Pertama, Rukun-Rukun Puasa
Hal yang paling penting untuk kita jelaskan di sini adalah bahwa ada dua
rukun puasa yang mendasar, yaitu imsak (menahan diri) dan niat.

1. Imsak
Yang dimaksud dengan imsak disini adalah menahan diri dari hasrat untuk
makan dan minum serta berhubungan suami-isteri berikut segala hal yang
termasuk dalam hukum-hukumnya sepanjang hari puasa.
Termasuk dalam hukum makan dan minum disini adalah segala hasrat dan
keinginan yang biasa dilakukan orang, meskipun dalam istilah sehari-hari tidak
disebut makan atau minum, seperti merokok, dimana sebagian orang
menganggap lebih penting dari makan dan minum, baik itu berupa sigaret,
syisyah (rokok khas Arab), permen yang dikunyah, uap yang dihisap, dan
sebagainya, semua itu bedasarkan ijma ulama diseluruh dunia dilarang dalam
puasa. Sebab semua itu lebih berat untuk ditinggalkan oleh hasrat manusia
sehingga syariat memerintahkan untuk menahannya dalam puasa.
Termasuk dalam hukum makan dan minum juga adalah segala aktivitas
menelan benda apapun dari luar mulut secara sengaja, meskipun itu tidak
menimbulkan rasa lezat, seperti obat-obatan, baik jenis obat telan maupun hisap.
Ini juga sudah menjadi ijma seluruh ulama.

Adapun bagi seorang muslim yang memang benar-benar membutuhkan obat-


obat itu, yang dengan demikian berarti dia sakit maka dia boleh tidak puasa
dengan izin Allah swt. Dan, itu bukan masalah, tidak ada dosa baginya.
Termasuk dalam hukum berhubungan suami-isteri disini adalah mengeluarkan
sperma (mani) dengan sengaja, seperti onani atau masturbasi, memandangi lawan
jenis dengan syahwat, memegang-megang tau meraba-raba, mencium, memeluk,
dan sebagainya, yang semua itu termasuk dalam pengertian pendahuluan
hubungan suami-isteri (foreplay). Jika dengan itu semua keluar spermanya maka
batal puasanya.

18
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 207-208.
fiqih | 11
2. Niat
Niat dalam puasa, sebagaimana dalam sebuah ibadah, adlah fardhu yang
harus ada. Yang dimaksud dengan niat disini adalah bahwa dia menunaikan
ibadah dalam rangka memenuhi perintah Allah swt. Dan mendekatkan diri
kepada-Nya.
Dasar diwajibkannya niat adalah firman Allah swt.,

‫هّٰللا‬
َ‫د ِّۡين‬‰‫ص ۡينَ لَـهُ ال‬ ِ ِ‫ َو َم ۤا اُ ِمر ُۡۤوا اِاَّل لِيَ ۡعبُ ُدوا َ ُم ۡخل‬  ۙ َ‫ ٰلوة‬‰‫الص‬
َّ ‫وا‬‰‰‫ٓا َء َويُقِ ۡي ُم‬‰‰َ‫ُحنَف‬
ؕ ‫ك ِد ۡي ُن ۡالقَيِّ َم ِة‬
َ ِ‫﴿ َوي ُۡؤتُوا ال َّز ٰكوةَ َو ٰذل‬
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-
Nya semata-mata karena (menjalankan) agama”. (QS. Al-Bayyinah[98]:5)19

Dan sabda Nabi saw.,


“Sesungguhnya setiap amal pasti disertai dengan niat dan sesungguhnya tiap
orang berhak mendapat balasan sesuai dengan niatnya.”
Niat harus dilakukan setiap malam sebelum fajar selama bulan Ramadhan. Hal
itu karena Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“barang siapa yang tidak niat puasa sebelum fajar, puasanya tidak sah.”
Niat sah dilakukan pada bagian manapun dari waktu malam dan tidak
disyaratkan harus diucapkan karena niat adalah amal hati ini. Pasalnya, hakikat
niat adalah kesenjangan untuk melakukan suatu perbuatan karena mematuhi
perintah Allah dan mencari keridhaan-Nya.20
Kedua, Yang Membatalkan Puasa
Perkara-perkara yang membatalkan puasa ada dua macam.
Pertama, perkara yang membatalkan puasa dan mewajibkan qadha. Kedua,
perkara yang membatalkan puasa dan mewajibkan qadha serta kafarat. Adapun
perkara yang membatalkan puasa dan mewajibkan qadha adalah sebagai berikut.
a) Makan dan minum secara sengaja
Jika orang yang berpuasa makan atau minum karena tidak sengaja, maka
ia tidak wajib qadha puasa dan tidak wajib membayar kafarat. Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa Nabi saw. Bersabda,
“Barang siapa yang lupa dirinya sedang berpuasa, lalu ia makan atau
minum, hendaklah ia menyempurnakan puasanya karena sesungguhnya
Allah lah yang memberi makan dan minum kepadanya.”

Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,


“Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku dari kesalahan, lupa.
Dan sesuatu yang dipaksakan kepada mereka.”

b) Muntah secara sengaja


Jika orang yang berpuasa muntah secara tidak sengaja, maka ia tidak
wajib mengganti puasanya dan tidak wajib membayar kafarat. Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw., bersabda,
“Barang siapa yang muntah dengan tidak sengaja, ia tidak wajib
mengganti puasa; dan barang siapa yang muntah dengan sengaja,
hendaklah ia mengganti puasanya.”
19
Syaikh Prof. DR. Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Puasa (Jakarta Timur: AL-Itishom Cahaya Umat, 2014), 98-99.
20
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 487.
fiqih | 12
c) Haid dan nifas
Haid dan nifas walaupun pada saat detik-detik terakhir matahari
tenggelam termasuk perkara yang membatalkan puasa dan mewajibkan
qadha. Para ulama telah sepakat dalam masalah ini.

d) Mengeluarkan mani (istimna’)


Mengeluarkan mani dengan cara mencium istri, mendekapnya, dengan
bantuan tenaga atau lainnya termasuk perbuatan yang membatalkan puasa
dan mewajibkan pelaku untuk mengganti puasanya.
Jika keluarnya mani disebabkan pikiran yang menggelayut atau
pandangan yang menimbulkan gairah syahwat, maka tidak membatalkan
puasa. Hal ini tidak ubahnya mimpi basah pada siang hari. Tidak ada
kewajiban untuk mengganti puasa akibat ahl tersebut. Begitu juga akibat
keluarnya mani baik sedikit maupun banyak.

e) Memasukkan sesuatu yang tidak memiliki sifat memberikan kekuatan


(stamina) kedalam tubuh melalui jalur yang normal.
Contoh dari perbuatan ini adalah memakan garam yang banyak. Hal ini
menurut ulama adalah secara umum adalah membatalkan puasa.

Orang Yang Berniat Membatalkan Puasa


Barang siapa yang berniat membatalkan puasa, puasanya batal walaupun ia
tidak melakukan perkara yang membatalkan puasa karena niat adalah salah satu
rukun puasa. Jika ia membatalkan niat dengan tujuan berbuka, maka puasanya
batal tanpa diragukan lagi.
Melakukan Hal Yang Membatalkan Puasa Karena Menduga Matahari
Terbenam Atau Belum Terbit
Apabila seseorang makan, minum, atau bersetubuh karena memiliki dugaan
bahwa matahari telah terbenam atau fajar belum terbit. Tapi dugaannya itu
ternyata salah, maka ia wajib mengganti puasanya menurut mayoritas ulama.21
21
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Depok: Fathan Media Prima, 2015), 504-505.
fiqih | 13
Bab III Penutup
Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk
melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari
orang lain. Jika berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan dan pujian dari
orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya
mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak dapat mendapat pahala dari apa yang
telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh umat islam
sebagaiamana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana
firman Allah yang artinya :

fiqih | 14
“ Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah).
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah
swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan (keringanan) untuk
mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa
indahnya berpuasa dan betapa banyak faedah dan manfaat yang kita dapatkan
dari puasa ini.

Daftar Pustaka

Yusuf, Syaikh Al-Qaradhawi. 2014. Fiqih Puasa. Jakarta Timur: Al-Itishom


Cahaya Umat.

Sabiq Sayyid. 2015. Fiqih Sunnah . Depok: Fathan Media Prim.

Qudamah, Ibnu. 2008. Al Mughni. Jakarta: Pustaka Azzam.


fiqih | 15
Ihya ulumuddin (jilid II). Imam ghazali.

Fiqih empat madzhab. Drs. H. moh. Zuhri, Dipil, Tafl.

fiqih | 16

Anda mungkin juga menyukai