Anda di halaman 1dari 4

ERA ORDE BARU { 1966-1999}

Latar Belakang

Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada dalam
kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan
Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun ekonomi di Indonesia masih labil karena
ketatnya persaingan di antara kelompok kelompok politik. Keputusan Soekarno untuk
mengganti sistem parlemen dengan Demokrasi Terpimpin memperparah kondisi ini dengan
memperuncing persaingan antara angkatan bersenjata dengan Partai Komunis Indonesia,
yang kala itu berniat mempersenjatai diri. Sebelum sempat terlaksana, peristiwa Gerakan 30
September terjadi dan mengakibatkan diberangusnya Partai Komunis Indonesia dari
Indonesia. Sejak saat itu, kekuasaan Soekarno perlahan-lahan mulai melemah. PKI telah
menguasai banyak perserikatan besar-besaran yang dibentuk oleh Sukarno untuk memperkuat
dukungan terhadap rejimnya. Dengan persetujuan dari Sukarno, pertubuhan pertubuhan
tersebut memulai untuk membentuk Angkatan Kelima, dengan mempersenjatai para
pendukungnya. Pihak tertinggi dalam angkatan tentara Indonesia menentang masalah ini.
Pada 30 September 1965, enam orang jenderal kanan dan beberapa orang yang lain dibunuh
dalam sebuah percobaan perebutan kekuasaan yang disalahkan kepada para pengawal istana
yang taat setia kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mejar
Jenderal Suharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Suharto kemudian
mempergunakan keadaan ini untuk mengambil alih kekuasaan.

Kelahiran Surat Perintah Sebelas Maret 1966 (SUPERSEMAR)

Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun
1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya. Orde Baru bertujuan meletakkan kembali
tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa
pada tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang
dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang berlangsung.Di tengah-tengah acara, ajudan
presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk
menghindari hal hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang
kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. Johannes Leimena dan berangkat menuju
Istana Bogor, didampingi oleh Waperdam I Dr Subandrio, dan Waperdam III Chaerul Saleh.
Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk meminta izin
menghadap presiden.Segera setelah mendapat izin, pada hari yang sama tiga perwira tinggi
ini datang ke Istana Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibu kota Jakarta meyakinkan
Presiden Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga.Namun, mereka
juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan
ini.Menanggapi permohonan ini, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang
ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk
mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas
pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. Surat perintah inilah
yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara
kekuasaan masa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa yang
menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde
baru lahir sebagai upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa
Orde Lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan
menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.

Orde baru adalah masa untuk mengembalikan Pancasila serta juga UUD sebagai


pedoman bangsa indonesia,

A. ERA REFORMASI { 1999- Sekarang }

Era ini diawali dengan beberapa tragedi yaitu :

Tragedi Trisakti

Latar Belakang

Pada bulan april 1998 ketika soeharto untuk terakhir kalinya terpilih kembali menjadi
presiden RI, mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia menyelenggarakan
demonstrasi besar besaran,mereka menuntut pemilu kembali diadakan dan tindakan efektif
pemerintah untuk mengatasi krisis .
Pada bulan Mei 1998 indonesia mengalami pukulan terberat krisis ekonomi 1997-1999 yang
menerpa kawasan Asia Timur,Asia Selatan,Asia Tenggara.Meningkatnya inflasi dan
pengangguran menciptakan penderitaan dimana mana. Mahasiwa pun melakukan aksi
demonstrasi besar besaran ke gedung nusantara,termasuk mahasiswa trisakti.namun aksi
mereka dihambat oleh blockade daro polri dan militer ,beberapa mahasiswa mencoba
bernegosiasi dengan pihak polri, tetapi usaha itu belum berhasil akhirnya ‘mahasiswa
bergerak mundur,diikuti bergerak majunya aparat keamanan.aparat keamanan pun muali
menembbakan peluru kea rah mahasiswa.Para mahasiswa panic dan bercerai berai ,sebagian
besar berlindung di universitas trisakti.namun aparat keamanan terus melakukan
penembakan. Korban pun berjatuhan,dan dilarikan ke rumah sakit sumber waras.Pada Pukul
20.00 dipastikam empat orang mahasiswa tertembak dan satu orang dalam keadaan
kritis.meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru tajam,hasil
otopsi menunjukkan ke,atian disebabkan peluru tajam.

Tragedi Semanggi

Tragedy ini menunjuk kepada 2 kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda
siding istimewa MPR yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama pada
tanggal 13 November 1998,masa pemerintah transisi Indonesia yang menyebabkan tewasnya
17 warga sipil. Kejadian kedua terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya
seorang mahasiswa dan 11 orang lainnya diseluruh Jakarta serta menyebabkan 217 korban
luka luka.

Kejadian kejadian tersebut membuat Soeharto turun jabatan kemudian digantikan oleh
B.J.Habibie. Pada saat lengsernya Soeharto setelah menjadi Presiden RI selama kurang lebih
32 tahun, Indonesia baru memiliki dua Presiden dalam hampir 53 tahun. Setelah itu,
Presiden-Presiden silih berganti dengan amat cepat. Habibie yang menggantikan Soeharto
bertahan hampir 18 bulan. Penunjukan Habibie sebagai Presiden dipandang banyak pihak
sebagai perpanjangan era kekuasaan Soeharto yang tidak sah. Alhasil Habibie menjadi
sasaran banyak demonstrasi, namun Habibie ketika itu mengejutkan para pengritiknya. Masa
jabatan Habibie sejak awal ditandai pengakuan pragmatis dan juga keyakinannya bahwa
harus memerintah secara reformis, sebab kalau tidak bisa saja terjadi revolusi (Bacharuddin
Jusuf Habibie, 2006: 57-59). Habibie memunculkan sejumlah keputusan emansipatif yang
mengagetkan. Di antaranya kebebasan partai politik, pemilihan umum parlementer, pelepasan
tahan politik, tawaran referendum kepada penduduk Timor-Timor, penghapusan undang-
undang subversi, undangundang pers baru, undang-undang otoritas peradilan baru dan
berbagai keputusan tentang HAM. Sayangnya MPR menolak pidato pertanggungjawabannya,
sehingga Habibie harus turun pada Oktober 1999 dan tidak dapat dipilih kembali.

Anda mungkin juga menyukai