Dikutip dari jurnal Gerakan 30 September 1965 Dalam Perspektif
Filsafat Sejarah Marxisme karya Harsa Permata, menurut versi Orde
Baru, PKI merupakan dalang di balik peristiwa G30S PKI. PKI diyakini ingin merebut kekuasaan dan mengubah haluan negara Indonesia dari Pancasila menjadi Komunis. Salah satu bagian dalam buku Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya yang diterbitkan oleh Sekretariat Negara Republik Indonesia di era Orde Baru berbunyi: “Pada tanggal 4 Oktober 1965 itulah diketahui untuk pertama kalinya kejelasan mengenai Gerakan 30 September tersebut. Gerakan itu ternyata terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang sejak tahun 1951 membangun kembali kekuatannya setelah terlibat dalam pemberontakan terhadap Republik Indonesia dalam bulan September 1948 di kota Madiun, Jawa Timur”. Buku Bahaya Laten Komunisme Di Indonesia yang diterbitkan oleh Mabes ABRI tahun 1995 juga memuat narasi serupa. Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa D.N Aidit, pemimpin senior PKI merupakan tokoh sentral G30S PKI. Konflik Internal TNI Angkatan Darat Soeharto Halau Pasukan PKI di Jakarta Harold Crouch dalam bukunya The Army and Politics in Indonesia (1978) menulis bahwa menjelang 1965, Staf Umum Angkatan Darat pecah menjadi dua faksi. Keduanya sama-sama anti PKI, namun berbeda pendapat dalam menyikapi Presiden Soekarno. Faksi tengah yang loyal terhadap Presiden Soekarno dipimpin oleh Mayjen Ahmad Yani. Mereka hanya menentang kebijakan Soekarno tentang persatuan nasional NASAKOM yang di dalamnya terdapat PKI. Sedangkan faksi kanan menentang Ahmad Yani yang bernafaskan Soekarnoisme. Di dalam faksi ini terdapat Jenderal Nasution dan Mayjen Soeharto. Terdapat versi yang menyebutkan bahwa Soeharto terlibat dalam G30S PKI. Dalam buku Pledoi Kolonel A. Latief: Soeharto Terlibat G30S oleh Abdul Latief, Latief menyebutkan bahwa ia sempat melaporkan rencana G30S kepada Soeharto. Namun respons Soeharto saat itu disebut tidak melarang atau mencegahnya. Dalam tulisan Ibrahim Isa yang berjudul Pengakuan Kolonel Latief, pada 30 September pukul 23.00, Latief menghadap Soeharto dan menginformasikan bahwa gerakan 30 September akan segera dilaksanakan. Dikutip dari buku Mengorek Abu Sejarah Hitam karya Yoseph Tugio Taher, segera setelah itu, Soeharto berangkat ke Kostrad untuk konsolidasi pasukan dan keliling kota melihat‐lihat keadaan melewati RRI, kantor Telkom, dan TVRI. Amerika Serikat Tak Suka Kemesraan Soekarno dengan Negara Komunis Presiden Indonesia Sukarno memberi isyarat ketika ia berbicara dengan Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev melalui seorang penerjemah (belakang) di New York City (AP) Peter Dale Scott dalam jurnal yang berjudul Mengkritisi Peristiwa G30S 1965: Dominasi Wacana Sejarah Orde Baru dalam Sorotan berargumen bahwa Amerika Serikat terlibat dalam peristiwa G30S PKI. Pada saat itu, Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat perang dingin untuk memperluas pengaruh mereka. Soekarno dinilai lebih condong ke dunia komunis karena meminta bantuan Uni Soviet untuk pembebasan Irian Barat serta membentuk poros Jakarta-Peking- Pyongyang. Menurut David T. Johnson dalam Indonesia 1965: The Role of the US Embassy, Amerika Serikat menyiapkan beberapa opsi untuk mengendalikan situasi politik di Indonesia. Opsinya adalah membiarkan saja, membujuk Soekarno mengubah kebijakan, menyingkirkan Soekarno, mendorong Angkatan Darat merebut pemerintahan, menghancurkan kekuatan PKI, dan merekayasa kehancuran PKI sekaligus menjatuhkan Sukarno.