SKRIPSI
Oleh:
IRHAMMI WILDANI
1510611005
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
PENERAPAN ASPEK TEKNIS PEMELIHARAAN
SAPI POTONG DI KECAMATAN KINALI
KABUPATEN PASAMAN BARAT
SKRIPSI
Oleh:
IRHAMMI WILDANI
1510611005
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2019
PENERAPAN ASPEK TEKNIS PEMELIHARAAN
SAPI POTONG DI KECAMATAN KINALI
KABUPATEN PASAMAN BARAT
ABSTRAK
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan aspek teknis
pemeliharaan sapi potong di Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan menggunakan
kuesioner. Sampel yang digunakan adalah 164 peternak yang ditentukan dengan
rumus Slovin. Peubah yang diamati adalah karakteristik peternak dan aspek teknis
pemeliharaan ternak. Data dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil penelitian
mengenai kondisi aspek teknis yang dilakukan, dibandingkan dengan pedoman
identifitas faktor-faktor penentu aspek teknis Ditjen Peternakan (1992). Hasil
penelitian yang telah dilakukan didapatkan aspek teknis bibit memperoleh
persentase skor 59,40%, aspek teknis pakan memperoleh persentase skor 53,84%,
aspek teknis tatalaksana pemeliharaan memperoleh persentase skor 57,67%, aspek
teknis perkandangan memperoleh persentase skor 68,39% dan pengetahuan
penyakit atau kesehatan memperoleh persentase skor 43,15%. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa aspek teknis pemeliharaan sapi potong di
Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat di kategorikan kurang, menurut
Ditjen Peternakan (1992) yang memperoleh persentase skor 55,20%.
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Ilmu
kekurangan, serta belum mencapai kesempurnaan bila ditinjau dari segi ilmiah
dan tata bahasanya. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang
1. Ayahanda Indra Bakti, Ibunda Arniati dan keluarga besar tercinta yang
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Khasrad, M.Si selaku pembimbing I, dan Bapak Dr.
Ferry Lismanto Syaiful, S.Pt, MP selaku pembimbing II, dan ibu Prof. Dr.
Andalas.
teman seperjuangan Nadia Rahma S.Pt, Ulfa Nikmatia S.Pt, Aprizal S.Pt,
Reza Tri Raharjo S.Pt, Khoirun S.Pt dan Poni Nugrahadi dan selalu
Akhir kata, penulis berharap segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu penyelesaian penulisan skripsi ini semoga akan dibalas oleh Allah
SWT. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari segala
pihak.
Irhammi Wildani
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
LAMPIRAN ......................................................................................................... 43
kesejahteraan petani dan peternak. Hal ini dibuktikan dengan laju pertumbuhan
yang selalu positif dan kontribusi yang cendrung meningkat. Sapi potong
pangan nasional, terutama ketahanan pangan asal ternak. Selain mengandung gizi
yang tinggi, daging sapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Ditjen
Peternakan, 2013).
memiliki potensi sumber daya alam dan memiliki populasi ternak yang besar.
(2018) populasi sapi potong di Kecamatan Kinali pada tahun 2018, sebanyak
ternak sapi potong. Pada umumnya, ternak sapi potong digunakan sebagai sumber
tenaga kerja bagi petani untuk membajak sawah, dan sebagai sumber tabungan di
bidang peternakan.
pengetahuan yang sangat rendah, hal ini dapat menyebabkan rendahnya tingkat
produktivitas ternak sapi. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan pengetahuan,
Aspek teknis merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
meningkatkan produktivitas ternak meliputi; aspek teknis yang terdiri dari: bibit,
Kinali Kabupaten Pasaman Barat sudah sesuai dengan standar yang telah
dan Puskeswan Kecamatan Kinali dalam hal aspek teknis pemeliharaan sapi
potong.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan
berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sapi potong biasa disebut
sebagai tipe pedaging, ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk
persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat,
(Santoso, 2004).
Menurut Abidin (2006) bahwa sapi potong adalah jenis sapi khusus
cepat dan kualitas daging cukup baik. Secara umum ada tiga rumpun ras sapi,
yaitu Bos Taurus (berasal dari Inggris dan Eropa Daratan), serta Bos Sundaicus
Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala
sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang berasal
dari luar Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi
potong asli Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk
sapi lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (SO). Sapi potong
penghasil karkas (bagian yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu berkisar antara
45-55% yang dapat dijual pada umur 4-5 tahun (Rianto dan Purbowati, 2006).
2.1.2. Bangsa-Bangsa Ternak Potong
yang kini ada merupakan keturunan banteng . Dewasa ini kita kenal dengan sapi
Bali, sapi Madura, sapi Sumatera, dan sapi lokal lainnya (Sudarmono dan Sugeng,
2009).
sapi Brahman dan sapi Ongole. Bos Indicus merupakan sapi berpunuk,
menurunkan bangsa-bangsa sapi di daerah tropis. Jenis-jenis sapi ini yang ada di
potong dan perah di Eropa. Golongan ini akhirnya menyebar ke berbagai penjuru
dunia, terlebih Amerika, Australia dan Selandia baru. Belakangan ini keturunan
Sapi Bali (Bos Indicus) merupakan sapi plasma nutfah asli Indonesia yang
berasal dari daerah Bali, keturunan dari banteng liar yang telah didomestikasi, dan
sapi Bali ini adalah jenis sapi potong dengan persentase karkas dan fertilitas yang
tinggi, bobot badan rata-rata pejantan 350-400 kg dan betina 260-350 kg, serta
daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan di wilayah Indonesia (Bamualim dan
Wirdahayati, 2003).
yang tinggi, daging dan karkasnya berkualitas baik dan persentase karkasnya
tinggi (karkasnya bahkan bisa mencapai 57%), dan yang paling menarik adalah
Wirdahayati, 2003).
Ciri khas sapi Bali adalah postur tubuh kecil, memiliki garis hitam pada
punggung berwarna hitam yang sering disebut garis belut (sangat jelas pada
pedet), bulu bewarna coklat kekuningan (merah bata), pada jantan dewasa bulu
akan berubah menjadi coklat kehitaman, bewarna putih pada bagian tepi daun
telinga bagian dalam, kaki bagian bawah, bagian belakang pelvis dan bibir bawah
(Feati, 2011). Ukuran tubuh sedang, dada dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya
ramping, kulitnya berwarna merah bata pada bagian hidung, kuku dan bulu ujung
ekornya berwarna hitam, keempat kakinya dari sendi kaki sampai kuku dan di
bagian pantatnya berwarna putih, kepala agak pendek dan dahi datar (Soeparno,
1992).
2.2.2. Sapi PO (Peranakan Ongole)
Indonesia dan merupakan sapi tipe pekerja dan penghasil daging. Sapi PO
terbentuk sebagai hasil grading-up sapi Jawa dengan sapi SO (Sumba Ongole) di
bagian kepala, leher dan lutut warna gelap sampai hitam. Bentuk tubuhnya besar,
dengan relatife pendek, profil dahi cembung, bertanduk pendek. Punuknya besar,
(Hardjosubroto, 1994).
Sapi simmental adalah bangsa Bos Taurus (Talib dan Siregar, 1999) sapi
ini merupakan hasil persilangan antara sapi Jerman yang besar berkembang biak
lebih kecil pribumi ke Swiss. Sapi Simmental termasuk tipe pedaging, terkadang
keemasan, putih, dimana warna merata seluruh tubuh. Jika sapi simmental di
Amerika berwarna berbeda yang didominasi hitam atau merah. Kepala berwarna
putih pada bagaian atasnya, mayoritas memiliki pigmen disekitar mata, gunanya
memiliki tanduk, bobot pejantan dewasa mampu mencapai berat badan 1150 kg
rumpun sapi lokal Indonesia yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan
lingkungan. Sapi Pesisir mempunyai ciri khas yang berbeda denga rumpun sapi
asli atau sapi lokal lainnya dan merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak
lokal Indonesia yang perlu dilindungi dan dilestarikan (Menteri Pertanian, 2011).
Sapi Pesisir memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih kecil
dibandingkan dengan sapi lokal lainnya. Bobot badan dan ukuran tubuh sapi
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, terutama pakan, perkawinan sapi
Pesisir umumnya terjadi secara alami waktu sapi dilepas mencari pakan
dilapangan. Pejantan yang dijadikan pemacek rata-rata berumur muda (<2 tahun)
karena jumlah pejantan tidak seimbang dengan jumlah induk yang ada.Bahkan
perkawinan sering terjadi antara induk dan anak dan antar saudara dengan
Menurut Abidin (2006) menyatakan sapi potong adalah jenis sapi khusus
cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi potong atau sapi pedaging, adalah jenis
sapi yang dikhususkan untuk dipelihara guna ambil manfaat dagingnya. Waktu
penggemukan sapi potong biasanya adalah maksimal 4-6 bulan. Dalam jangka
waktu kurang dari 6 bulan tersebut diharapkan terjadi pertumbuhan daging dan
lemak pada sapi potong yang diternak. Karena memang pada dasarnya sistem
penggemukan sapi potong sendiri adalah sistem yang memanfaatkan potensi
genetik sapi potong untuk tumbuh dan menyimpan lemak dalam waktu 6 bulan.
kereman sendiri adalah, sebuah cara yang biasa digunakan oleh para peternak sapi
potong dalam menggemukkan sapi, dengan cara memelihara sapi potong di dalam
kandang dengan pemberian pakan dasar berupa hijauan segar (rumput dan
aspek yang perlu diperhatikan dalam penggemukan sapi potong sistem kreman,
yaitu bakalan sapi potong merupakan sapi jantan muda yang telah mencapai
tingkat dewasa, telah berumur antara 1 hingga 1,5 tahun, bobot badan minimal
200 kg, berbadan kurus dan sehat. Jenis-jenis sapi potong yang dipelihara, yaitu:
budidaya sapi potong yang baik, dengan ruang lingkup peraturan menteri ini
meliputi prasarana dan sarana, pelestarian fungsi lingkungan hidup, sumber daya
pembinaan, pengawasan dan pelaporan. Dimana dalam hal ini segala aspek teknis
2.4.1. Bibit
bibit ternak secara umum dan khusus. Untuk ternak sapi potong, persyaratan
umumnya adalah: 1) Sapi bibit harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik seperti
cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku abnormal,
serta tidak terdapat kelainan pada tulang punggung atau cacat tubuh lainnya, 2)
Semua sapi betina harus bebas dari cacat alat reproduksi, abnormal ambing serta
tidak menunjukkan gejala kemandulan, 3) Sapi jantan harus siap sebagai pejantan
untuk dikembangbiakkan.
sapi sangat tergantung pada kualitas sapi bakalan yang dipilih. Beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam memilih sapi bakalan untuk sapi potong adalah
jenis sapi, jenis kelamin, keadaan fisik, umur dan postur tubuh. Menurut Sarwono
dan Arianto (2003) ciri-ciri bakalan yang baik adalah besar dada, berkulit licin,
badan persegi panjang dan imbang serasi), posisi badan dan kaki saat berdiri
bibit yang baik diperlukan pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang cukup,
serta kritis dasar yang meliputi bangsa, sifat genetik, bentuk luar dan kesehatan.
2.4.2. Pakan
dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk
tubuh dan membuat energi sehingga mampu melakukan peran dalam proses
makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah yang
biak.
Usaha pembibitan ternak sapi harus menyediakan pakan yang cukup bagi
ternaknya, baik yang berasal dari pakan hijauan, maupun pakan konsentrat. Pakan
hijauan berasal dari rumput, leguminosa, sisa hasil pertanian dan dedaunan yang
memiliki kadar serat yang relatif tinggi dan kadar energi yang rendah. Kualitas
pakan hijauan tergantung umur pemotongan, palatabilitas dan adanya zat toksin
(racun) dan antinutrisi. Sedangkan pakan konsentrat yaitu pakan dengan kadar
serat rendah dan kadar serat tinggi, tidak terkontaminasi mikroba, stimulant
a. Pakan Hijauan
penting karena hijauan mengandung hamper semua zat yang diperlukan hewan,
Pakan hijauan yaitu semua bahan pakan yang berasal dari tanaman
ataupun tumbuhan berupa daun – daunan, ranting dan bunga, terkadang termasuk
batang, yang termasuk pakan hijauan berupa bangsa rumput, legum dan tumbuhan
lain. Semuanya dapat diberikan dalam 2 macam bentuk yakni hijauan segar atau
kering. Pemberian pakan hijauan segar minimal 10 – 15% dari berat badan.
Pakan yang berkonsentrat tinggi dengan kadar serat yang relatif rendah
dan mudah dicerna. Pemberian pakan konsentrat ini minimal 1% dari berat
badan.Bahan pakan penguat ini meliputi bahan makanan yang berasal dari bijian
seperti jagung giling, menir, bulgur, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti
nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang
sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam periode penggemukan harus diberikan
pakan penguat yang cukup, sedangkan sapi yang digemukkan dengan sistem dry
lot fattening diberikan justru sebagian besar pakan berbutir atau penguat.
c. Pakan Tambahan
Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa mineral, vitamin dan
tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya
18% P. Kapur biasa atau kapur tembok (CaCOз) juga bisa dipakai sebagai sumber
Ca. Sedangkan bahan kimia dicalcium phosphat (Kapur makan) sebagai sumber
mineral (Cad an P) bisa diberikan kepada sapi sebanyak 30-50 gram/ ekor/ hari.
dilakukan 1-2 kali sehari, pemanfaatan kotoran digunakan untuk pupuk, ada
recording dari ternak sapi tersebut diantaranya catatan pembelian bibit, pakan,
Peternakan, 1992).
sebaiknya dilaksankan 2 kali sehari jika ketersediaan air banyak, agar ternak tidak
mudah diserang penyakit. Menurut Permentan (2015) bahwa pola budidaya sapi
2.4.4. Perkandangan
lingkungan hidup ternak harus bisa memberikan jaminan hidup yang sehat dan
nyaman, sesuai dengan tuntutan hidup mereka (Sudarmono dan Sugeng, 2009).
secara langsung, 2) menurunkan biaya dan kebutuhan tenaga kerja dalam hal
tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol agar sapi tidak merusak
tanaman disekitar lokasi, tempat pengumpulan kotoran sapi, melindungi sapi dari
(Abidin, 2006).
menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan, sehingga
memungkinkan sinar matahari pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai
Soeharsono dan Nazarudin (2002) menyatakan bahwa salah satu hal yang
disebabkan oleh bakteri, virus dan mikroorganisme lain, sedangkan penyakit non
gangguan gizi.
manusia dan beberapa spesies penyakit anthrax tidak hanya penting pada industri
peternakan, tetapi juga penting dalam populasi kehidupan binatang liar dan
manusia, terutama mereka yang tertular melalui pekerjaan. Sedangkan gejala –
a) Suhu badan biasanya tinggi, tetapi sesudah tiga hari turun menjadi dingin.
e) Kematian ternak sapi akibat bercampur antrax bisa terjadi dimana dan kapan
saja.
yang hidup di dalam daging dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini tersebar di
sangat besar karena terjadi penurunan berat badan, kehilangan tenaga kerja dan
a) Selaput lendir di dalam mulut, bibir dan gusi tampak merah, kering dan panas
Epizootica (SE) merupakan penyakit yang sering menyerang hewan atau ternak
ruminansia khususnya sapi dan kerbau yang sifatnya akut atau fatal. Di Indonesia
penyakit ini menjadi penyakit yang mengakibatkan kerugian ekonomi terbesar,
dimana angka kematiannya baik sapi/ kerbau pada tahun 1997 mencapai 9.288
Epizootica)
Brucellosis abortus Bang. Hewan yang menderita penyakit ini biasanya tidak
menunjukkan suatu gejala yang mencolok. Ternak yang terkena penyakit ini
biasanya terlihat biasa, nafsu makan dan lainnya tetap baik. Tetapi hewan jantan
atau hidup sangat lemah dan tak berkembang, ambing dan kemaluan kadang-
sebabkan bakteri dan virus maka sapi-sapi tersebut pada waktu di karantina harus
diberi vaksin. Vaksin adalah salah satu cara pengendalian penyakit menular
pergantian gigi seri dan pada betina dengan melihat penentuan cincin tanduk.
mencatat tanggal lahir, melihat keadaan gigi dan memperlihatkan keadaan tanduk,
sebagai berikut:
Murtidjo (2007) menyatakan bahwa salah satu cara menentukan umur pada
ternak sapi yaitu, dengan cara melihat gigi sapi adalah memperhitungkan
pertumbuhan, pergantian dan keausan gigi sapi, pertumbuhan gigi sapi sendiri
terdiri dari tiga metode yaitu : periode gigi susu, periode pergantian gigi susu
semua gigi susu berganti, mulai usia 6 bulan tanduk sapi normal akan tumbuh dan
secara bertahap pada dasar tanduk terlihat lingkaran yang mengelilinginya (cincin
tanduk).
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 164 peternak yang
Barat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Data
yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder, data primer dilakukan
dengan cara wawancara secara langsung, dan untuk data sekunder diperoleh dari
N
𝑛=
1 + Ne2
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang akan diambil
N= Jumlah peternak
e = error level (tingkat kesalahan)
Pada penelitian ini tingkat error (e) yang digunakan adalah sebesar 7,5%
dimana jumlah peternak (KK) adalah 2.185 peternak, sehingga diperoleh hasil:
peternak sapi potong di Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat yang secara
dilakukan penelitian.
a. Bibit/ Bakalan
b. Pakan
c. Tatalaksana Pemeliharaan
d. Perkandangan
pencegahannya.
c. Kategori kurang, jika persentase skor yang diperoleh kecil dari 60%
Pasaman Barat, dan merupakan pintu gerbang Kabupaten Pasaman Barat. Batas
merupakan daerah yang dilalui oleh garis khatulistiwa, secara geografis terletak
antara 00º 03º LU - 00º 11' LS dan antara 99º 45º BT - 99º 03' BT. Ketinggian
daerah bervariasi dari 0 – 1.332 meter diatas permukaan laut. Kecamatan Kinali
terdiri dari 2 ke Nagarian yaitu Nagari Kinali dan Katiagan dengan jumlah
penduduk 74.137 jiwa dan jumlah rumah tangga 16.304 kepala keluarga (BPS
Kecamatan Kinali terdiri dari 2 Nagari yaitu Nagari Kinali yang memiliki
17 jorong dan Nagari Katiagan/ Mandiangin memiliki 2 jorong yaitu Katiagan dan
Mandiangin. Secara umum topografi Kecamatan Kinali adalah datar dan sedikit
potong di Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat dapat dilihat pada Tabel 2.
4.2.1. Umur
Kinali Kabupaten Pasaman Barat pada umumnya tergolong usia produktif. Dari
masalah dan mengelola peternakan sapi potong sesuai dengan kondisi setempat.
menjadi 3 yaitu (1) umur 0-14 tahun dinamakan usia muda/ usia belum produktif,
(2) umur 15-64 tahun dinamakan usia dewasa/ usia kerja/ usia produktif, dan (3)
kurang rasional dalam menerima inovasi atau informasi dari media cetak lainnya
tertinggi berada pada rentang waktu 6-10 tahun yaitu 68 orang dengan persentase
41,46%. Hal ini menandakan bahwa peternak di daerah tersebut masih kurang
mempunyai kemampuan yang lebih baik. Menurut Febriana dan Liana (2008)
yang dialaminya.
besar pekerjaan utama dari responden adalah petani dengan persentase 49,39%.
Hal ini menunjukkan bahwa usaha beternak sapi potong merupakan usaha
yang sewaktu-waktu dapat digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo
penerapan aspek teknis pemeliharaan pada usaha sapi potong rakyat di Kecamatan
utama responden adalah petani, hasil penelitian untuk pekerjaan utama sebagai
memiliki jumlah ternak1-5 ekor, 11,58% memiliki jumlah ternak 6-10 ekor dan
0,60% memiliki ternak >10 ekor. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha
yaitu: 1) skala kecil, dengan jumlah ternak sapi potong berjumlah 1-5 ekor, 2)
skala menengah, jumlah ternak 6-10 ekor, 3) skala besar, jumlah ternak sapi
biasanya untuk setiap kepala keluarga memiliki 2-5 ekor ternak besar dan 5-100
ekor ternak kecil, yang bertujuan sebagai usaha tambahan pendapatan serta
konsumsi sendiri.
aspek teknis pakan 53,84%, aspek teknis tatalaksana pemeliharaan 57,67%, aspek
Kinali Kabupaten Pasaman Barat mendapatkan skor 55,20%. Hasil penelitian ini
Nilai aspek teknis pada hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan hasil penelitian Tama (2017) penerapan aspek teknis pemeliharaan usaha
sapi potong rakyat dan potensi limbah perkebunan kelapa sawit sebagai pakan
skor 54,31%.
4.3.1. Bibit
Salah satu aspek teknis bibit yang mendapatkan skor tertinggi pada
penelitian ini adalah saat pertama kali dikawinkan dengan persentase skor 93,58%
yang berada pada kategori baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara responden
yang menyatakan bahwa umur pertama kali ternak dikawinkan yaitu berkisar
antara 24-30 bulan. Menurut Sudarmono dan Sugeng (2009) bahwa sapi Indonesia
(daerah tropis) sebaiknya dikawinkan pada umur 24-30 bulan sebab bangsa sapi
Nilai aspek teknis bibit yang mendapatkan nilai tertinggi berikutnya adalah
pengetahuan birahi dengan persentase skor 91,15% yang berada pada kategori
baik. Hal ini disebabkan hampir seluruh peternak mengetahui tanda-tanda bahwa
ternaknya sedang birahi baik dari segi tingkah laku ternak maupun perubahan
langsung dari kelamin ternak itu sendiri. Menurut Partodihardjo (1992) bahwa
birahi merupakan suatu periode yang ditandai dengan adanya perubahan kelamin
Nilai aspek teknis bibit yang mendapatkan nilai tertinggi berikutnya adalah
jarak kelahiran atau calving interval dengan persentase 89,71%. Ini menandakan
jarak kelahiran ternak cukup baik, sesuai dengan pernyataan Ball dan Peters
(2004) jarak waktu beranak yang ideal adalah 12 bulan, yaitu 9 bulan bunting dan
3 bulan menyusui, efisiensi reproduksi dikatakan baik apabila seekor induk sapi
Adapun dari aspek teknis bibit yaitu cara pemilihan/ seleksi, pada
bentuk luar. Namun dari hasil wawancara dari responden rata-rata mereka hanya
melihat bentuk luar dan perkiraan umur saja. Hal ini sesuai menurut Sugeng
bibit adalah dengan memperhatikan bentuk luar ternak, diantaranya ukuran badan,
dan belum seluruhnya peternak melakukan IB, sedangkan tujuan IB adalah untuk
memperoleh bibit unggul dari segi kualitas dan kuantitas karena semennya berasal
dari pejantan yang telah diseleksi. Selain itu IB mencegah untuk terjadinya kawin
dikurangi.
Pasaman Barat mendapatkan skor 13,86%. Hasil tersebut diperoleh dari jenis bibit
yang dipelihara umumnya adalah bibit lokal berupa jenis sapi Bali dan ada
Nilai aspek teknis bibit pada hasil penelitian ini cukup tinggi jika
4.3.2. Pakan
pakan diperoleh skor 53,84% ini masih termasuk kategori kurang dari skor yang
Salah satu aspek teknis pakan yang memperoleh persentase skor tertinggi
yaitu kualitas air minum menunjukkan hasil yang cukup baik dengan persentase
skor 95,42% dan kuantitas/ jumlah air minum dengan persentase skor 95,93%.
kuantitas air minum yang akan diberikan kepada ternaknya. Terjaminnya kualitas
dan kuantitas air minum ternak maka akan memiliki dampak yang baik pada
produksi ternak tersebut, sebab air minum yang baik mengandung bahan mineral
90,21%, sesuai dengan hasil wawancara dengan peternak, dimana hampir seluruh
peternak memberikan hijauan dua kali sehari yakni pada pagi dan malam hari.
dengan memperoleh presentase skor 53,91%. Hal ini disebabkan hijauan yang
diberikan untuk ternak yaitu hijauan seadanya yang tumbuh liar di sekitaran
perkebunan sawit dan hanya beberapa peternak yang memberikan hijauan unggul
ke ternaknya.
Faktor lain yang mempengaruhi aspek teknis pakan yaitu jumlah hijauan
yang diberikan memperoleh persentase skor 36,38% yang masih berada pada
kategori kurang. Meskipun jumlah hijauan yang diberikan peternak kurang, hal ini
karena ternak telah digembalakan pada siang hingga sore hari, sehingga dapat
diartikan bahwa jumlah hijauan yang diberikan oleh petrnak sudah mencukupi
kebutuhan dengan adanya tambahan pakan hijauan yang di konsumsi oleh ternak
dikatakan baik bila diberikan 10-15% dari bobot badan ternak, jika diberikan lebih
dari 15% dari bobot badan maka dikatakan sedang dan dikatakan kurang jika
diberikan kurang dari 10% dari bobot badan (Ditjen Peternakan, 1992).
seluruh peternak tidak ada yang melakukan pengawetan dan pengolahan hijauan.
Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan peternak akan pengolahan dan
baik untuk perkembangan ternak karena pakan yang telah mengalami proses
pengawetan akan sangat mudah dicerna oleh ternak ruminansia sehingga dapat
Hasil penelitian aspek teknis pakan pada penelitian ini lebih tinggi jika
peeliharaan usaha sapi potong rakyat dan potensi limbah perkebunan kelapa sawit
Barat memperoleh persentase skor 57,67%, hasil ini masih termasuk kategori
kurang dibandingkan dengan skor yang ditetapkan oleh Ditjen Peternakan (1992).
Salah satu aspek teknis tatalaksana pemeliharaan yang memperoleh
dapat memiliki kartu agar mencatat bagaimana keadaan ternak dan segala sesuatu
yang terjadi pada ternak sehingga peternak mudah mengingat dan petugas mudah
Kecamatan Kinali ini memanfaatkan kotoran untuk kebutuhan lahan peternak itu
sendiri dan juga masyarakat sekitar untuk dijadikan pupuk lahan pertanian dan
perkebunan.
persentase skor 25,00%, hal ini disebabkan karena peternak tidak ada yang
membersihkan ternak sapi harus dilakukan agar ternak bebas dari kotoran yang
25,00%, hal ini menandakan bahwa ternak sapi potong yang dipelihara di
Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian
4.3.4. Perkandangan
persentase skor 68,39%, hasil ini termasuk kategori sedang dibandingkan dengan
tertinggi pada penelitian ini adalah kontruksi kandang dengan persentase skor
95,73% yang berada pada kategorikan baik. Hal ini menandakan bahwa peternak
membuat kontruksi kandang yang baik untuk ternak potong yang dipeliharanya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hartati (2007) yang menyatakan bahwa kontruksi
yang baik untuk ternak harus kuat, mempunyai sirkulasi udara yang baik dan
kontruksi kandang harus mampu menahan beban benturan dan dorongan yang
kuat dari ternak sehingga ternak merasa nyaman, serta menjaga keamanan ternak
dari pencurian.
adalah peralatan kandang dengan persentase skor 93,59% yang berada pada
kategori baik, hal ini menandakan bahwa peternak memiliki peralatan kandang
yang lengkap dan baik. Hal ini didukung oleh Sugeng (2005) yang menyatakan
bahwa peralatan kandang yang baik adalah tersedianya tempat pakan dan minum,
peralatan pembersih yaitu sekop, sapu lidi, selang air, sikat dan gerobak.
Faktor lain yang mempengaruhi aspek teknis perkandangan yaitu luas atau
teknis perkandangan, dimana dari hasil penelitian luas atau efesiensi kandang
mendapatkan skor 60,21% yang berada pada kategori sedang, hal ini menandakan
bahwa hanya beberapa peternak yang mengetahui akan luas atau efesiensi
kandang yang digunakan untuk ternaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Fikar
dan Ruhyadi (2010) yang menyatakan luas kandang harus disesuaikan dengan
ukuran tubuh sapi dan jenis kandang yang digunakan, apakah kandang individu
atau kandang kelompok. Umumnya, kebutuhan luas kandang sapi perekor sekitar
1,5 × 2,5 m, 1,5 × 2 m, atau 1 × 1,5 m. Apapun jenis kandang yang dibuat, baik
kandang dengan persentase skor 57,92%. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa
peternak masih ada yang belum memperhatikan letak kandang dalam membuat
kandang untuk ternaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (2005) yang
menyatakan letak kandang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ekonomis seperti
lokasi kandang sebaiknya cukup jauh dari pemukiman agar bau limbah peternakan
kotoran memperoleh persentase skor 34,60% yang berada pada kategori kurang.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan peternak hanya menumpuk kotoran disekitar
Barat lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Setiawan (2016)
penerapan aspek teknis pemeliharaan pada usaha sapi potong rakyat di Kecamatan
55,78%.
penyakit diperoleh skor 43,15%. Hal ini masih dikategorikan kurang dari standar
jembrana yang diketahui oleh peternak dari hasil pengamatan yaitu ternak
mengalami mencret yang disertai keluar darah dalam tinja setelah itu sapi
penyakit mulut dan kuku, Brucellosis dan penyakit lainnya, dari hasil wawancara
penyebab, dan cara pemberantasannya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya
memperoleh persentase skor 66,52% yang berada pada kategori sedang. Hal ini
dilakukan setiap 2-3 bulan sekali yang berguna sebagai pencegahan terhadap
penyakit menular.
Nilai aspek teknis kesehatan dan penyakit ini cukup tinggi jika
5.1. Kesimpulan
persentase skor 59,40%, aspek teknis pakan memperoleh persentase skor 53,84%,
dikategorikan kurang dari standar yang ditetapakan oleh Ditjen Peternakan (1992)
5.2. Saran
Pasaman Barat dan Puskeswan Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat lebih
tentang cara pemeliharaan ternak sapi potong yang meliputi: aspek bibit, pakan,
Adrial. 2002. Karakteristik Genetik Eksternal Sapi Lokal Pesisir Sesisir Selatan.
Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pasaman Barat. 2018. Kecamatan Kinali Dalam
Angka 2018. https://pasamanbaratkab.bps.go.id. Diakses 9 Januari 2019,
Pukul 20:17 WIB.
Dinanty. C. B. 2018. Penerapan aspek teknis pemeliharaan pada usaha sapi potong
rakyat di Kecamatan Koto Baru Kabupaten Dharmasraya. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Loka Penelitian Sapi Potong, Pasuruan.
Murti, T. W. 2002. Pasca Produksi Susu dan Tata Lingkungan Usaha Persusuan.
Kanisius, Yogyakarta.
Rianto dan E. Purbowati. 2006. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Setiawan, J. 2016. Penerapan aspek teknis pemeliharaan pada usaha sapi potong
rakyat di Kecamatan Kota Mukomuko Kabupaten Mukomuko. Skripsi.
Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Soeparno. 1992. Pilihan Produksi Daging Sapi dan Teknologi Pengolahan Daging
Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Tama, S. H. 2017. Penerapan aspek teknis pemeliharaan usaha sapi potong rakyat
dan potensi limbah perkebunan kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak di
Kecamatan Teras Terunjam Kabupaten Mukomuko. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Andalas, Padang.
1.Nama : ………………………………
Umur Peternak : ………………………………
Tingkat Pendidikan : ………………………………
Pekerjaan : ………………………………
Pengalaman beternak : ………………………………
1. Bibit/ Reproduksi
2. Pakan
4) Pemberian konsentrat
30 × 0 = 0
15 × 106 = 1590
5 × 58 = 290 +
1880/ 164 = 11,46 → 11,46
30
x 100 % = 38,21%
5) Mineral
30 × 0 =0
15 × 52 = 780
5 × 112 = 560 +
1340/ 164 = 8,17→ 8,17
30
x 100 % = 27,23%
3. Tatalaksana pemeliharaan
1) Memandikan ternak
20 × 0 = 0
10 × 0 = 0
5 × 164 = 820+
820/ 164 = 5 → 205 x 100 % = 25%
2) Membersihkan kandang
20 × 164 = 3280
10 × 0 = 0
5 × 0 = 0+
3280/ 164 = 20 → 20
20
x 100 % = 100%
3) Pemanfaatan tenaga
20 × 0 =0
5 × 164 = 820 +
820/ 164 = 5→ 205 x 100 % = 25%
4) Pemanfaatan kotoran
20 × 55 = 1100
10 × 94 = 940
5 × 15 = 75 +
2115/ 164 = 12,89 → 12,89
20
x 100 % = 64,45%
5) Pencatatan/ recording
20 × 93 = 1860
10 × 42 = 420
5 × 29 = 145 +
2425/ 164 = 14,78 → 14,78
20
x 100 % = 73,93%
(5 + 20 + 5 + 12,89 + 14,78)
= × 100% = 28,83%
200
4. Perkandangan
1) Letak kandang
20 × 55 = 1100
10 × 51 = 510
5 × 58 = 290 +
1900/ 164 = 11,58 → 11,58
20
x 100 % = 57,92%
2) Kontruksi kandang
20 × 150 = 3300
10 × 14 = 140
5 ×0 =0 +
3140/ 164 = 19,14 → 19,14
20
x 100 % = 95,73%
3) Tempat kotoran
20 × 0 = 0
10 × 63 = 630
5 × 101 = 505 +
1135/ 164 = 6,92 → 6,92
20
x 100 % = 34,60%
4) Luas/ efesiensi kandang
20 × 48 = 960
10 × 87 = 870
5 × 29 = 145 +
1975/ 164 = 12,04 → 12,04
20
x 100 % = 60,21%
5) Peralatan kandang
20 × 150 = 3000
5 × 14 = 70 +
3070/ 164 = 18,71 → 18,71
20
x 100 % = 93,59%
5. Kesehatan/ penyakit
a. Pengetahuan penyakit
1) Antrax
30 × 0 = 0
5 × 164 = 820 +
820/ 164 = 5→ 305 x 100 % = 16,66%
2) SE/ ngorok
30 × 0 = 0
5 × 164 = 820 +
820/ 164 = 5 → 305 x 100 % = 16,66%
3) AE/ penyakit mulut dan kuku (PMK)
30 × 0 = 0
5 × 164 = 820 +
820/ 164 = 5 → 5
30
x 100 % = 16,66%
4) Brucellosis
30 × 34 = 1020
5 × 130 = 650 +
1670/ 164 = 10,18 → 10,18
30
x 100 % = 33,93%
5) Penyakit lainnya
30 × 150 = 4500
5 × 14 = 70 +
4570/ 164 = 27,86→ 27,86
30
x 100 % = 92,88%
tahun 2001, penulis melanjutkan ke SDN 04 Sago tahun 2002 dan menyelesaikan
pendidikan pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan ke MTsN Salido dan
Pada tahun 2015 penulis mengikuti seleksi SNMPTN dan lulus di Fakultas
2019 di Kecamatan Kinali Kabupaten Pasaman Barat, yang merupakan salah satu
IRHAMMI WILDANI