Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sella tursika mempunyai peranan penting dalam bidang ortodonti. Struktur

Sella tursika digunakan pada analisa neurokranial dan kompleks kraniofasial. Sella

tursika merupakan struktur anatomi yang signifikan untuk pengukuran sefalometri

karena merupakan central landmark yang berlokasi di tengah sella tursika. Pada

analisa sefalometri dentofasial dan morfologi neurokranial, titik sella merupakan titik

referensi yang penting digunakan untuk evaluasi morfologi kraniofasial, relasi

hubungan rahang dengan kraniumdan superimposisi serial sefalometri.1-7

Sella tursika merupakan cekungan berbentuk sadel pada tulang sphenoidyang

berlokasi di tengah fossa kranial terletak pada permukaan intrakranial dari tengkorak

kepala. Lekukan berbentuk sadel ini dikenal sebagai fossa pituitari atau fossa

hipofise. Kelenjar pituitary berada pada fossa hipofise, dibatasi pada bagian anterior

oleh tuberkulum sella dan di posterior oleh dorsum sella.3,5,10

Perkembangan sella tursika sangat dihubungkan dengan perkembangan

kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari berlokasi pada sella tursika sehingga kondisi

patologis pada kelenjar ini dapat menyebabkan perubahan bentuk atau morfologidan

ukuran dari sella tursika. Perkembangan kelenjar pituitari telah komplit sebelum

selesainya perkembangan sella tursika.6

Adanyaabnormalitas atau kondisi patologispada kelenjar pituitari dapat

bermanifestasi pada morfologi sella tursika karena gangguan regulasi dari sekresi

Universitas Sumatera Utara


glandular hormon, prolaktin, growth hormon, follicular stimulating hormon dan lain-

lain.Malformasi pada sella tursika atau kelenjar pituitari dapat dihubungkan dengan

malformasi pertumbuhan pada regio kraniofasial (frontonasal, maksila, palatal dan

mandibula), terkadang juga melibatkan batang otak, thymus, tiroid dan jantung

(velocardiofacial syndrome).7

Sella tursika pada radiografi sefalometri lateral dapat diobservasi dan

ditracing dengan jelas pada saat analisa sefalometri.Tracing radiografi sefalometri

lateral sudah umum digunakan pada evaluasi pola skeletal dan dental sebagai dasar

untuk prediksi pertumbuhan wajah. Di samping hal-hal tersebut, radiografi

sefalometri lateral ini juga membantu dalam hal informasi diagnostik mengenai

tengkorak dantulang servikal bagian atas.8,10

Penilaian morfologi sella tursika merupakan alat pengukur dalam memastikan

atau menilai kelenjar pituitari. Variasi morfologi dari sella tursika dilaporkan pada

kasus dengan deviasi kraniofasial yang parah, kelainan genetik, kelainan syndrome

dan juga anomali gigi. Banyak peneliti melaporkan prevalensi morfologi sella tursika

seperti adanya bridging lebih banyak dijumpai pada subjek dengan anomali gigi,

celah bibir dan palatum dan variasi anomali lain.9,12

Bagian anterior sella tursika yaitu kelenjar pituitari dan sel progenitor

epitheliel gigi berasal dari sel embriologik yang sama, dimana sel yang dominan yaitu

sel neural crest. Sella tursika merupakan area utama untuk migrasi sel neural crest ke

area maksila, palatal, dan pertumbuhan area frontonasal.3,16 Selain itu mutasi dari gen

homeobox, HOX, atau sonic hedgehog juga berpengaruh terhadap pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara


wajah tengah, gigi dan bagian dari sella tursika. Berdasarkan teori tersebut maksila,

gigi dan sella tursika berbagi embriologi yang sama.13

Radiografi konvensional 2 dimensi dan imaging 3 dimensi merupakan

prosedur rutin juga merupakan alat diagnostik untuk mendeteksi berbagai kelainan

skeletal yang berhubungan dengan tengkorak kepala dan tulang belakang termasuk

morfologi sella tursika yang abnormal,bridging pada sella tursika, atau adanya

penyatuan pada vertebra servikal yang berkaitan dengan deviasi dental dan

kraniofasial.1

Penyatuan tulang prosesus clinoideus anterior dan posterior disebut

jugabridging sella tursika (STB). Cederberg dkk 2003, Axelsson dkk 2004, Jones

dkk 2005, menyatakan bahwa insiden terjadinya bridging pada subjek yang sehat

berkisar 3,8-13 %.8Abdel Kader 2007, menyatakan bahwa secara statistik insiden

bridgingsella tursika lebih banyak dijumpai pada maloklusi Klas III dibanding pada

maloklusi Klas I dan Klas II.4

Morfologi sella tursika seperti adanya bridgingdianggap sebagai kelainan

genetik dan kelainan pertumbuhan, sehingga variasi genetik pada populasi yang

berbeda dapat mengakibatkan hasil yang berbeda pula. Oleh karena itu untuk

membuktikan hasil yang nyata maka penemuan dalam penelitian sebelumnya

dilakukan kembali pada populasi yang berbeda dengan variasi ras yang berbeda pula.6

Ortodontis harus familiar dengan berbagai variasi morfologi dari sella tursika

yang akan membantu dalam diagnosa adanya kelainan patologis yang berhubungan

dengan hal tersebut.1,3 Friedland dan Meazzini menyatakan dengan mengetahui

anatomi normal secara radiografi dan variasi morfologi pada area sella tursika ini

Universitas Sumatera Utara


sehingga dapat mengenali dan mencari tahu deviasi yang menunjukkan indikasi ke

arah diskrepansi skeletal bahkan sebelum kondisinya terlihat secara klinis. Penelitian

Axelsson pada tahun 2004 menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan morfologi sella tursika antara antara subjek perempuan dan laki-laki.2, 20

Saat ini, penentuan morfologikraniofasial menjadi fokus perhatian para penelitidi

berbagai bidang studi yaitu radiologi dan ortodonti. Tipe wajah skeletal dalam ilmu

ortodonti diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu Kelas I, II, dan III, hal ini dilihat

berdasarkanhubungan anteroposteriordari maksila dan mandibular.6

Pada analisa sefalometri lateral terkadang didapatkan hasil borderline

sehingga sulit untuk memastikan hubungan skeletal rahang, terutama pada Kelas II

dan III. Dalam situasi ini, dengan memperhatikanmorfologi sella tursikapada

radiografi sefalometri dapat membantu untuk mengetahui keparahan maloklusiKlas

III skeletal.

Dari ulasan di atas penulis ingin mengetahui hubungan variasi morfologi sella

tursika dengan maloklusi Klas III skeletal pada pasien di Indonesia, khususnya di

RSGMP FKG USU Medan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan morfologi sella tursika padakelompok maloklusi Klas

III skeletal dibandingkan dengan kelompok maloklusi Klas I skeletal.

2. Apakah ada hubungan variasi morfologi sella tursika dengan maloklusi Klas

III skeletal.

Universitas Sumatera Utara


1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan morfologi sella tursika pada kelompok

maloklusi Klas III skeletal dibandingkan dengan kelompok maloklusi Klas I

skeletal.

2. Untuk mengetahui hubungan variasimorfologi sella tursikapasien dengan

maloklusi Klas III skeletal.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi kepada praktisi mengenai variasimorfologi normal dari

sella tursika.

2. Memberi informasi kepada praktisi agar dapat mendeteksi atau mengenali

perbedaan pada variasi normal atau adanya anatomi abnormal dari sella

tursika, bahkan sebelum terjadinya manifestasi klinis.

3. Memberi informasi kepada praktisi mengenai hubungan antara variasi

morfologi sella tursika dengan maloklusi Klas III skeletal.

4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi praktisi dalam

penentuan diagnosa dan rencana perawatan sehingga hasil perawatan yang

diperoleh akan lebih baik.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai