Chapter I
Chapter I
PENDAHULUAN
Sella tursika digunakan pada analisa neurokranial dan kompleks kraniofasial. Sella
karena merupakan central landmark yang berlokasi di tengah sella tursika. Pada
analisa sefalometri dentofasial dan morfologi neurokranial, titik sella merupakan titik
berlokasi di tengah fossa kranial terletak pada permukaan intrakranial dari tengkorak
kepala. Lekukan berbentuk sadel ini dikenal sebagai fossa pituitari atau fossa
hipofise. Kelenjar pituitary berada pada fossa hipofise, dibatasi pada bagian anterior
kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari berlokasi pada sella tursika sehingga kondisi
patologis pada kelenjar ini dapat menyebabkan perubahan bentuk atau morfologidan
ukuran dari sella tursika. Perkembangan kelenjar pituitari telah komplit sebelum
bermanifestasi pada morfologi sella tursika karena gangguan regulasi dari sekresi
lain.Malformasi pada sella tursika atau kelenjar pituitari dapat dihubungkan dengan
mandibula), terkadang juga melibatkan batang otak, thymus, tiroid dan jantung
(velocardiofacial syndrome).7
lateral sudah umum digunakan pada evaluasi pola skeletal dan dental sebagai dasar
sefalometri lateral ini juga membantu dalam hal informasi diagnostik mengenai
atau menilai kelenjar pituitari. Variasi morfologi dari sella tursika dilaporkan pada
kasus dengan deviasi kraniofasial yang parah, kelainan genetik, kelainan syndrome
dan juga anomali gigi. Banyak peneliti melaporkan prevalensi morfologi sella tursika
seperti adanya bridging lebih banyak dijumpai pada subjek dengan anomali gigi,
Bagian anterior sella tursika yaitu kelenjar pituitari dan sel progenitor
epitheliel gigi berasal dari sel embriologik yang sama, dimana sel yang dominan yaitu
sel neural crest. Sella tursika merupakan area utama untuk migrasi sel neural crest ke
area maksila, palatal, dan pertumbuhan area frontonasal.3,16 Selain itu mutasi dari gen
prosedur rutin juga merupakan alat diagnostik untuk mendeteksi berbagai kelainan
skeletal yang berhubungan dengan tengkorak kepala dan tulang belakang termasuk
morfologi sella tursika yang abnormal,bridging pada sella tursika, atau adanya
penyatuan pada vertebra servikal yang berkaitan dengan deviasi dental dan
kraniofasial.1
jugabridging sella tursika (STB). Cederberg dkk 2003, Axelsson dkk 2004, Jones
dkk 2005, menyatakan bahwa insiden terjadinya bridging pada subjek yang sehat
berkisar 3,8-13 %.8Abdel Kader 2007, menyatakan bahwa secara statistik insiden
bridgingsella tursika lebih banyak dijumpai pada maloklusi Klas III dibanding pada
genetik dan kelainan pertumbuhan, sehingga variasi genetik pada populasi yang
berbeda dapat mengakibatkan hasil yang berbeda pula. Oleh karena itu untuk
dilakukan kembali pada populasi yang berbeda dengan variasi ras yang berbeda pula.6
Ortodontis harus familiar dengan berbagai variasi morfologi dari sella tursika
yang akan membantu dalam diagnosa adanya kelainan patologis yang berhubungan
anatomi normal secara radiografi dan variasi morfologi pada area sella tursika ini
arah diskrepansi skeletal bahkan sebelum kondisinya terlihat secara klinis. Penelitian
Axelsson pada tahun 2004 menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan morfologi sella tursika antara antara subjek perempuan dan laki-laki.2, 20
berbagai bidang studi yaitu radiologi dan ortodonti. Tipe wajah skeletal dalam ilmu
ortodonti diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu Kelas I, II, dan III, hal ini dilihat
sehingga sulit untuk memastikan hubungan skeletal rahang, terutama pada Kelas II
III skeletal.
Dari ulasan di atas penulis ingin mengetahui hubungan variasi morfologi sella
tursika dengan maloklusi Klas III skeletal pada pasien di Indonesia, khususnya di
2. Apakah ada hubungan variasi morfologi sella tursika dengan maloklusi Klas
III skeletal.
skeletal.
sella tursika.
perbedaan pada variasi normal atau adanya anatomi abnormal dari sella