Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
Sella tursika merupakan cekungan berbentuk sadel pada tulang sphenoid yang
berlokasi di tengah fossa kranial terletak pada permukaan intrakranial dari tengkorak
kepala.Lekukan berbentuk sadel ini dikenal sebagai fossa pituitari atau fossa hipofise.
Kelenjar pituitari berada pada fossa hipofise, dibatasi pada bagian anterior oleh
Tulang sphenoid terdiri empat prosesus clinoid (dua anterior dan dua posterior),
pada bagian anterior dibatasi oleh tuberkulum sella dan pada bagian posterior dibatasi
oleh dorsum sella. Kelenjar pituitari dikelilingi oleh sella tursika dimana dua
prosessus clinoid anterior dan dua prossesus clinoid posterior berada di atas fossa
pituitari (gambar 1). Prosessus clinoid anterior dibentuk oleh perpanjangan ke medial
dan anterior dari lesser wing tulang sphenoid dan prossesus clinoidposterior
merupakan ujung dari dorsum sellae.Prosessus clinoid anterior berukuran lebih besar
dan bentuknya lebih bervariasi. Dapat berbentuk pendek dan tumpul atau menonjol di
atas fossa hipofisis, dan kadang-kadang terhubung. Dasar/lantai sella tursika adalah
Sella tursika pada tulang sphenoid terdiri dari fossa sentral hipofise dan dua
pasang prosesus clinoideus. Prosesus ini dihubungkan oleh horizontal fold durameter
ligament atau diafragma sella yang membatasi sella tursika di bagian superior seperti
atap yang belum menutup komplit dengan foramen di bawahnya yang biasa disebut
dinding anterior, dasar/lantai dan dinding posterior (dorsum sellae) seperti yang
Gambar2: Morfologi normal sella tursika dan garis referensiuntuk menentukan ukuran sella. TS;
tuberkulum sella, DS; dorsum sella, BPF; basis/dasardari fossa pituitary, SP; sella posterior, garis
putih;panjang sella, garis merah; diameter of sella,garis biru;kedalaman sella.
Pembentukan prenatal dan postnatal dari kelenjar pituitari dan sella tursika
merupakan proses yang kompleks. Dua struktur yang penting ini berada pada regio
kelenjar pituitari berasal dari interaksi antara oral ektoderm yang berkembang
Selama perkembangan embriologi, area sella tursika merupakan titik pusat untuk
migrasi sel neural crest untuk perkembangan daerah frontonasal dan maksila.
Pembentukan dan perkembangan bagian anterior kelenjar pituitari, sella tursika dan
gigi berbagi, melibatkan sel neural crest dan sel dental epitheliel progenitor
berdiferensiasi secara bertahap dan saling berinteraksi dengan sel neural crest yang
berasal dari mesenkim. Bagian posterior dari kelenjar pituitari berkembang dari
yang erat antara perkembangan jaringan otak dan tulang di sekitar otak dan
cranial base dan sella tursika termasuk pada evaluasi malformasi kraniofasial
postnatal.1,7,17
distal sella floor pada dinding posterior berlanjut pada yang periode panjang.
Deposisi tulang terlihat pada tuberkulum sella dan resorpsi pada batas posterior sella
tursika pada usia diatas 16-18 tahun. Titik sella bergerak ke belakang dan ke bawah
yang terlihat pada kartilago, menyerupai morfologi pada jaringan tulang setelah
bentuk sella tursika merupakan dasar yang kuat untuk mengetahui deviasi yang akan
Gambar 3. Potongan para-axial sella tursika dari foetus manusia, 15 minggu usia gestasional. Bagian
anterior di sebelah kiri. Sella tursika mempunyai penampakan morfologi mirip dengan morfologi pada
radiografi post natal. Kelenjar pituitary berada di dalam sella. Kelenjar adenopituitary terlihat di kiri
dan kelenjar neuropituitary berada di kanan. Ossifikasi pada jaringan kartilago yang ungu terlihat di
bawah sella pada kranial base eksternal.14
berbeda. Kartilago yang membentuk dinding posterior berkembang sama seperti pada
tulang vertebra yaitu berasal dari notochord. Kartilago yang membentuk dinding
Gambar 4.Skema ilustrasi dua area perkembangan dari kranium yaitu area frontonasal (F) dan area
maksila (M). Dua bagian yang berbeda ini berasal dari sel neural crest. Sel neural crest sel ditandai
dengan panah hijau merupakan bagian dari fossa anterior fossa krania, termasuk dinding anterior dari
sella tursika.14
Perubahan pada sella tursika selama pertumbuhan masa anak-anak telah diteliti
secara radiografi oleh Bjork dan Skieller (1983) dan secara histologi oleh Melsen
(1974). Penelitian ini menunjukkan bahwa sella tursika ukurannya bertambah selama
masa anak-anak. Pertambahan ukuran terjadi sebagai akibat dari resorpsi pada
dinding interior dorsum sella/ dinding posterior, sementara dinding anterior terlihat
Hipotesis pada pertengahan tahun 1990an bahwa analisis histologi dari prenatal
sella tursika dan pertumbuhan kelenjar pituitari dapat menjadi metode untuk
dari sella tursika (Kjaer dan Hansen, 1995). Pemeriksaan histologis foetus dengan
Morfologi sella tursika pada dewasa ini sudah sering dijelaskan dalam literatur.
tipe; bulat/sirkular, oval atau mangkuk/datar. Davidoff dan Epstein 1950, memberi
istilah sella berbentuk J sedangkan Fornier dan Denizet 1965, menggunakan istilah
omega sella. Teal 1977, mengklasifikasikan morfologi sella tursika menjadi tipe
Bentuk dan ukuran sella tursika bervariasi, bentuknya bisa dalam dan dangkal
baik pada anak-anak dan orang dewasa. Camp mengklasifikasi sella tursika normal
dalam tiga tipe: sirkular, oval atau flat (gambar 5). Tipe sirkular merupakan tipe yang
paling banyak ditemukan sedangkan tipe flat yang paling jarang. Pada 70% anak-
anak bentuk sella tursika berbentuk bulat. Pada profil, sella dapat terlihat konkaf
dimana pada banyak kasus adalah yang konkaf, bisa flat ataupun konveks. Pada
radiografi lateral, sella tursika biasanya dibatasi garis padat putih yang tipis.
Penilaian morfologi sella tursika dapat menjadi alat ukur untuk menentukan
kondisi patologi pada kelenjar pituitari. Morfologi abnormal sella tursika dilaporkan
pada kasus dengan deviasi kraniofasial yang parah, variasi kelainan genetik, sindrom
dan anomali gigi. Variasi morfologi sella tursika telah banyak dilaporkan oleh
dan perbedaan skeletal. Kebanyakan perubahan terjadi antara usia 6 dan 15 tahun
pada wanita dan antara 6 dan 18 tahun pada pria. Terlepas dari struktur wajah , fossa
Sejak dua dekade terakhir ini morfologi sella tursika telah diteliti pada foto profil
yang telah diketahui ataupun yang belum diketahui. Pada beberapa kasus gambaran
bentuk dari sella berdasarkan observasi sesudah prenatal dari regio ini.14
pada gambar 6. Beberapa deviasi digambarkan oleh Axelsson dkk 2004, jarang
ditemukan dan diduga adanya variasi pada morfologi merupakan tanda-tanda adanya
kondisi patologi. Pada penelitian morfologi sella tursika pada grup kembar
monozigot, menunjukkan bahwa ukuran sella tursika sebagian besar mirip pada
yang lain, sella tursika berbeda pada keduanya. Penemuan ini mengindikasikan
bahwa malformasi pada sella tursika tidak hanya ditentukan secara genetik.14
Variasi morfologi sella tursika telah diteliti oleh banyak peneliti seiring waktu.
Gorden dan bell pada tahun 1922 mempelajari radiografi dari anak usia 1 sampai 12
tahun dan mengklasifikasikan sella tursika menjadi tiga tipe yaitu sirkular, oval dan
datar. Mereka menyimpulkan bahawa bentuk sella tursika yang paling banyak
dijumpai pada subjek yaitu bentuk oval atau sirkular, tetapi mereka mengobservasi
bahwa tidak semua kasus dapat ditentukan dengan klasifikasi yang terlalu umum
seperti itu.16
Pada penelitian terbaru oleh Axelsson pada tahun 2004, morfologi sella tursika
dibagi menjadi enam tipe yaitunormal, oblique anterior wall, double contour of the
(Gambar 6). 16
Diagnosa adanya kalsifikasi dari sella tursika dapat diketahui dari radiografi
anterior dan posterior disebut juga sella tursika bridging (STB). Insiden ini telah
pertumbuhan gigi, yang sangat sugestif yaitu etiologi genetik yang mendasari
terjadinya anomali gigi dan deviasi pada di area orofasial (Pirinen dkk, 1996).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai morfologi sella tursika telah
menjelaskan variasi morfologi yang signifikan terkait dengan struktur ini (Tetradis
dan Kantor, 1999). Selain itu, mereka telah menyimpulkan bahwa penampilan
morfologi telah terbentuk pada awal perkembangan embrio (Kjær et al, 1998;.
Kalsifikasi dari ligamen interclinoid, atau sella tursika bridging, telah terbukti
terjadi lebih dari 1,1-13 persen dari populasi umum (Bergland dkk 1968, Cederberg
dkk 2003, Axelsson dkk 2004, Alkofide 2007) dengan prevalensi meningkat dengan
disproporsi kraniofasial parah (Becktor dkk 2000, Jones dkk 2005). Perbedaan yang
jelas antara penyatuan nyata prosessus anterior dan prosessus posterior (sella
(Axelsson dkk 2004). Selain itu, sella tursikabridging juga terlihat dalam hubungan
sindrom nevoid karsinoma sel basal (NBCCS) dan sindrom Williams (Kimonis dkk
Gambar 7. Perbedaan bentuk dari sella tursika berdasarkan klasifikasi Becktor,dkk pada tahun 2000;
(a) Tidak ada penyatuan sella tursika bridge, (b) Gambaran penyatuan seperti pita (ribbonlike), (c) tipe
B: perpanjangan prosessus clinoid anterior dan proses clinoid posterior, seperti bertemu atau saling
timpa di tengah sella tursika dengan penyatuan yang tipis.
kalsifikasi pada ligamen interklinoid dan variasi normal pada radiografi sefalometri
(Bisk dan Lee 1976, Kantor dan Norton 1987, Tetradis dan Kantor 1999). Pada
subjek yang sehat, range angka kejadianbridging mulai dari 3,8-13 % (Cedeberg dkk
2003, Axelsson dkk 2004). Becktor dkk 2000, Leonardi dkk 2009, tendensi yang
2. Kalsifikasi sebagian: Tipe II, dimana panjang seimbang atau kurang dari ¾
3. Kalsifikasi komplit: Tipe III, dimana hanya terlihat diafragma sella pada foto
sefalometri lateral.1
Seperti halnya morfologi sella tursika, penelitian mengenai ukuran sella tursika juga
telah banyak dilakukan dengan metode yang berbeda. Camp, 1924 melakukan
penelitian pada pasien dewasa dan melaporkan nilai lebarsella tursikayaitu 10,6 mm
(pada penelitian ini disebut panjang) dan 11,3 mm pada penelitian yang dilakukan
Perubahan pada sella tursika selama periode pertumbuhan anak-anak telah diteliti
secara radiografi, seperti pada penelitian implant oleh Bjork dan Skieller (1983) dan
secara histologi seperti oleh Melsen (1974). Penelitian ini menunjukkan bahwa
terjadi akibat resorpsi pada dinding bagian dalamdorsum sella sedangkan dinding
anterior stabil selama periode pertumbuhan. Struktur yang stabil ini berguna untuk
Skieller, 1983). Selama masa pertumbuhan, dinding posterior mengalami resorpsi dan
Ukuran dari sella tursika yang dari radiografi dapat diukur dengan berbagai
metode pengukuran area. Camp,1924; Silverman, 1957; Chilton dkk, 1983; Choi
dkk,2001; Axelsson dkk, 2004; Jones dkk, 2005, Data normatif mengenai ukuran
telah dilaporkan pada literatur dan rentang jarak dimensi vertikal sekitar 4 sampai 12
radiografi dan derajat pembesaran radiografi. Perubahan ukuran dari sella tursika
lebih berkaitan dengan keadaan patologis, pembesaran sella tursika paling sering
Gambar 9. Morfologi normal sella tursika dan garis referensi yang digunakan untuk mengukur sella:
TS: tuberkulum sella; DS: dorsum sella; BPF:base of the pituitary fossa. A: panjang sella. B: diameter
anteroposterior sella. C: kedalaman sella.
syndrome.Ukuran yang kecil dari sella tursika dapat disebabkan karena menurunnya
Perkembangan dan pertumbuhan wajah skeletal dimulai dari masa embrio dan
dipercepat pada awal masa kelahiran, kemudian melambat sampai usia pra pubertas.
Percepatan pertumbuhan akan terjadi kembali pada masa pubertas hingga mencapai
puncak pada usia pradewasa dan menjadi lambat sampai mencapai dewasa. Tulang
wajah akan mencapai 60% ukuran dewasa pada usia empat tahun. Pada usia 12 tahun,
ukuran tulang wajah telah mencapai 90% ukuran dewasa, hubungan maksila dan
Analisis Steiner
Analisis Steiner pertama kali diperkenalkan oleh Cecil Steiner 1953, seorang
ortodontis di California. Banyak elemen dari analisis ini yang masih populer
digunakan sampai saat ini. Steiner memanfaatkan garis sella-nasion (SN) sebagai titik
acuan horizontal.21,22
a. Sudut SNA
terhadap basis kranium. Sudut SNA dibentuk dari pertemuan garis S-N dan N-A.
Nilai normal sudut SNA adalah 82° ± 2°.2 Jika nilai SNA lebih besar dari nilai
normal, maka maksila diindikasikan mengalami prognasi. Sebaliknya jika nilai SNA
b. Sudut SNB
mandibula terhadap basis kranium. Sudut SNB dibentuk dari pertemuan garis S-N
dan N-B. Nilai normal sudut SNB adalah 80° ± 2°.2 Jika nilai SNB lebih besar dari
nilai SNB kurang dari nilai normal, maka mandibula mengalami retrognasi.21
c. Sudut ANB
mandibula. Sudut ANB merupakan selisih dari sudut SNA dan SNB. Nilai normal
sudut ANB adalah 2° ± 2° (0° - 4°). Bila ANB bernilai positif menunjukkan posisi
maksila lebih ke depan dari mandibula. Ini menunjukkan profil cembung. Sedangkan
bila nilai ANB negatif menunjukkan posisi maksila lebih ke belakang dari mandibula.
Pada analisis ini, Steiner membagi relasi rahang menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Klas I Skeletal
Kelas I mempunyai nilai ANB normal (0° - 4°) dan profil wajah cembung.
Nilai ANB yang normal juga dapat diperoleh bila keadaan kedua skeletal rahang
2. Klas II Skeletal
Kelas II mempunyai nilai ANB lebih besar dari nilai normal (ANB > 4°) dan
profil wajah cembung. Nilai ANB yang lebih besar ini dapat disebabkan oleh tiga hal,
kombinasi keduanya.21,22
Klas III mempunyai nilai ANB lebih kecil dari nilai normal (ANB < 0°) dan
profil wajah cekung. Nilai ANB yang lebih kecil ini dapat disebabkan oleh tiga hal,
yaitu maksila yang mengalami retrognati, mandibula yang mengalami prognati, dan
kombinasi keduanya.21,22
pasien, dengan mengetahui variasi normal dari sela tursika diharapkan mampu
mengenali kelainan pada daerah ini bahkan sebelum melihat tampilan klinisnya. Saat
bidang studi yaitu radiologi dan ortodonti. Sebuah teori baru-baru ini yangmasih terus
Tipe wajah skeletal dalam ilmu ortodonti diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu Klas I, II, dan III, hal ini dilihat berdasarkanhubungan anteroposteriordari
maksila dan mandibula. Banyak penelitian dilakukan mengenai prevalensi tipe wajah
skeletal pada berbagai kelompok etnis, menurut penelitian yang dilakukan oleh
Wahab pada populasi Deutro-Melayu Indonesia tahun 2013, prevalensi paling tinggi
ditemukan pada Klas I yaitu 48,8%, diikuti dengan Klas II yaitu 33,1% dan Klas III
sebanyak 18,1%.19
sebelum memulai perawatan ortodonti yang rumit dan mahal sangat penting untuk
menentukan jenis hubungan skeletal antar rahang agar diperoleh hasil perawatan yang
lebih baik. Pada analisa sefalometri lateral terkadang didapatkan hasil borderline
sehingga sulit untuk memastikan hubungan skeletal rahang, terutama pada Klas I dan
III. Dalam situasi ini, dengan memperhatikan variasi morfologi dan ukuran sella
tursikamenurut metode Axelsson dkk dan hubungannya dengan tipe wajah maloklusi
Nilai ANB
Morfologi
Sella
Tursika
Hubungan
Klas I skeletal.