Anda di halaman 1dari 111

PEDOMAN PENGELOLAAN HYGIENE SANITASI

MAKANAN DI RUMAH TANGGA

DIREKTORAT PENYEHATAN LINGKUNGAN


DITJEN PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
2009
ii
KATA PENGANTAR

Dari tahun ke tahun angka kejadian Penyakit Bawaan Makanan


(PBM) terus merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit
bawaan makanan merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang harus ditangani dengan cermat dan terarah.
Penyakit ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama
karena perkembangan pesat sistem penjualan dan penyediaan
makanan jadi yang tidak diimbangi dengan pengaturan dan
penertiban melalui peraturan dan perundangan yang diperlukan.
Pada tingkat nasional, peraturan dan perundangan yang dapat
menjadi dasar pertimbangan hukum adalah UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes)
Nomor 715/ Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan Hygiene
Sanitasi Jasaboga; Kepmenkes Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003
tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan,
dan Kepmenkes Nomor 1098/ Menkes/SK/VII/2003 tentang
Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
Dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi pemerintahan
yang dijabarkan berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25
tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi sebagai Daerah Otonom, diperlukan pula perangkat
hukum misalnya Peraturan Daerah (PERDA) untuk menerapkan
penyelenggaraan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan di
rumah tangga untuk masing-masing Daerah sesuai dengan
tingkat permasalahan yang dihadapi.
Pada waktunya, penyelenggaraan pengawasan dan pembinaan Hygiene
Sanitasi Makanan akan menjadi daya ungkit dalam mengembangkan
sektor-sektor lain yang mempunyai nilai ekonomi bagi kesejahteraan
masyarakat misalnya dalam pengembangan bidang Kepariwisataan
Daerah. Di samping itu, dengan terselenggaranya penyediaan makanan
secara higienis dan saniter dapat diharapkan terkendalinya Kejadian
Penyakit Bawaan Makanan di dalam masyarakat sehingga dapat
mengurangi beban biaya pengobatan
ii
dan kerugian produktif masyarakat yang tidak perlu.
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan arahan umum
dalam Pembinaan dan Pengawasan yang selanjutnya perlu diatur
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA) di masing-
masing Kabupaten/Kota.

Semoga dengan Pedoman ini, upaya Pembinaan dan Pengawasan


Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga dapat terlaksana dengan baik dan benar.

DIREKTUR PENYEHATAN LINGKUNGAN,

Dr. Sholah Imari, M.Sc


NIP 195402281982031002

iii
iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................iii
Bab
I. PENDAHULUAN..........................................................................1
a. Gambaran Umum...................................................................1
b. Ruang lingkup.........................................................................2
c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar.......................................3
II. TUJUAN........................................................................................5
a. Tujuan Umum..........................................................................5
b. Tujuan khusus.........................................................................5
III. PERMASALAHAN.......................................................................6
IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI...................................................8
a. Kebijakan..................................................................................8
b. Strategis...................................................................................9
V. SOSIALISASI DAN PROMOSI................................................10
a. Sosialisasi..............................................................................10
b. Promosi.................................................................................. 11
VI. HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN. 12
a. Mengenal Penyakit Bawaan Makanan..............................12
b. Prinsip – prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan............29
c. Mencegah keracunan bahan makanan alami..................56
d. Keamanan makanan di rumah tangga ………………..... 72
VII. HYGIENE PERORANGAN (Personal Hygiene)...................75
VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB …………………………… 87
IX. LANGKAH KEGIATAN ............................................................94
X. EVALUASI.................................................................................100
XI. PENUTUP ……………………………………………………... 104

iii
I. PENDAHULUAN
a. Gambaran Umum
Hygiene sanitasi makanan merupakan upaya kesehatan
untuk menyehatkan makanan. Makanan sehat adalah
makanan yang mengandung unsur gizi yang cukup, bebas
dari kuman pathogen dan aman dari bahan berbahaya atau
zat kimia beracun. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang
baik penduduk di desa maupun di kota, baik bagi orang kaya
maupun orang yang miskin, baik bagi pengusaha maupun
rumah tangga. Namun pada kenyataannya bahwa kesehatan
ternyata belumlah dapat dinikmati oleh semua orang. Banyak
faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu,
keluarga maupun masyarakat. Salah satunya adalah kondisi
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga yang belum memadai. Berbagai
program kesehatan telah dilaksanakan dengan tujuan untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Berbagai produk hukum telah pula ditetapkan untuk melindungi
masyarakat konsumen maupun produsen makanan, minuman
dan bahan makanan dari gangguan kerusakan pangan.
Berbagai bentuk intervensi tehnis dan penyuluhan hygiene
sanitasi makanan juga telah seringkali disosialisasikan, namun
peristiwa penyakit bawaan makanan dan keracunan makanan
masih saja belum dapat diatasi secara bermakna. Upaya
kesehatan adalah upaya bersama antara Pemerintah dan warga
masyarakat, sehingga sebanyak dan sesering apapun upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah, jika tanpa dukungan partisipasi
aktif dan bantuan masyarakat, maka hal itu sangatlah sulit akan
terwujud.

Oleh karena itu, dukungan partisipasi dari seluruh warga


masyarakat harus terus diwujudkan, dibina dan dikembangkan
melalui sosialisasi oleh seluruh aparatur kesehatan, aparatur
pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan, agama
dan profesi untuk terselenggaranya upaya-upaya
pengaturan, pembinaan, pengawasan dan penyuluhan
hygiene dan sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga.

b. Ruang lingkup
Upaya hygiene sanitasi makanan (termasuk minuman),
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
merupakan unsur kesehatan dasar yang sangat penting
untuk melindungi seluruh anggota keluarga di dalam rumah
tangga, dari gangguan penyakit bawaan makanan dan
Upaya hygiene sanitasi merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap orang sejak di dalam rumah tangga, di
lingkungan sekitarnya sampai kepada di tempat usaha
komersial yang menyelenggarakan kegiatan pengelolaan
makanan dan bahan makanan.
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi makanan
dan bahan makanan pada tempat atau badan usaha komersial
makanan dan bahan makanan, telah dilakukan sejak lama,
melalui upaya penyuluhan dan penerapan ketentuan-ketentuan
dari peraturan perundang-undangan yang telah ada, baik
ditingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Sedangkan
untuk lingkup rumah tangga, hal itu belum banyak yang
dijalankan, karena kebijakannya adalah lebih menitik beratkan
kepada upaya penyuluhan dan percontohan.

Walaupun hal itu sama pentingnya dengan pembinaan dan


pengawasan hygiene sanitasi makanan terhadap tempat
usaha komersil, maka pembinaan dan pengawasan hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
di rumah tangga lebih kepada meningkatkan kesadaran dan
kepatuhan anggota keluarga terutama ibu-ibu rumah
tangga yang berperanan aktif dalam menyediakan
makanan siap saji bagi keluarga, agar terjamin aman dan
tidak menjadi sumber penyakit atau keracunan makanan.
Sehingga pemahaman tentang hygiene dan sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga, menjadi suatu kebutuhan dasar bagi setiap
ibu rumah tangga baik di desa maupun di kota.
c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar.
Sanitasi dasar merupakan unsur penting dalam upaya
pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.
Hygiene dan Sanitasi Makanan merupakan salah satu upaya
dari sekian banyak upaya dalam sanitasi dasar. Diantara upaya
sanitasi dasar, seperti penyediaan air bersih, pembuangan tinja,
perumahan sehat, dan pembuangan sampah domestik, maka
higiene sanitasi makanan, bertujuan untuk menghilangkan atau
menurunkan populasi jasad renik pathogen, dan zat kimia
beracun dalam makanan sehingga tidak berpotensi
menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.
Dengan melaksanakan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi
dasar, termasuk upaya hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan kemanan makanan, diharapkan bahwa potensi
yang merugikan kesehatan tersebut dapat dicegah lebih awal,
untuk melindungi dan meningkatkan status kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat.

Makanan siap saji yang sudah terolah di rumah tangga dan siap
disajikan masih syarat dengan berbagai ancaman dan
gangguan kesehatan, sebagai akibat dari penanganan makanan
yang belum terjamin keamanannya. Berbagai sumber ancaman
keamanan makanan di rumah tangga seperti pencemaran fisika,
mikroba dan bahan kimia beracun,
serangga penular penyakit, serta bahan makanan yang
mengandung racun secara alami dan atau zat-zat
penyebab keracunan makanan lainnya.
Upaya Hygiene sanitasi makanan lebih menitik beratkan
kepada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dalam
menangani proses pengolahan makanan makanan,
sedangkan upaya keamanan makanan adalah menitik
beratkan kepada semua komposisi makanan yang terdapat
dalam makanan yang siap dikonsumsi, akan terjamin aman
dari berbagai gangguan penyakit dan keracunan makanan.

Sesuai dengan asas Pemerintahan Otonomi Daerah,


maka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga adalah sepenuhnya menjadi
tugas pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara itu
Peraturan Pemerintah No.28/2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan, menetapkan bahwa Pengawasan
mutu pangan olahan merupakan tugas Badan POM, dan
pengawasan dan pembinaan makanan olahan rumah
tangga menjadi tugas Pemerintah Kabupaten/Kota.
Untuk terlaksananya sinkronisasi dalam pembinaan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan di daerah, perlu
ditetapkannya Peraturan Pelaksanaan dari pada Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 2004 dimaksud dalam bentuk
Keputusan Menteri Kesehatan, sebagai Pedoman Persyaratan
Tehnis bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga, sesuai
dengan tugas yang ditetapkan di dalam PP dimaksud.

Sehingga dengan demikian, keterkaitan dalam Pembinaan dan


pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan makanan
dan keamanan makanan di rumah tangga antara Pusat
dan Daerah menjadi jelas, terukur dan akuntabilitas
kinerja aparatur pemerintah menjadi lebih baik.

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
a. Tersedianya payung hukum berupa Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan
Makanan, dan Keamanan Makanan di rumah tangga.
b. Tersedianya sumber hukum didalam penyelenggaraan
Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga dalam rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah di Kabupaten/Kota.
c. Tersedianya Produk hukum untuk pengaturan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
pada tingkat Kabupaten/Kota sebagai penyelengara
pemerintahan otonomi daerah dibidang hygiene
sanitasi, gizi dan keamanan makanan.
d. Tersedianya sumber daya, metoda dan pendekatan
untuk penerapan pembinaan dan pengawasan Hygine
Sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga sesuai dengan kemampuan
daerah masing-masing.
2. Tujuan Khusus :
a. Tersosialisasinya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga, dalam rangka melindungi masyarakat dari
penyakit bawaan makanan, dan keracunan makanan.
b. Terlaksananya penyuluhan tentang Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga pada tingkat Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan/Desa.
c. Terlaksananya penerapan kaidah-kaidah tentang Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) oleh ibu-ibu rumah
tangga dan para pengelola makanan siap saji lainnya.

d. Terlaksananya Pengawasan dan Pembinaan Hygiene


sanitasi Makanan, bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga.
e. Menurunnya jumlah peristiwa/episode/kejadian
keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga.

III. PERMASALAHAN
Kejadian, peristiwa atau episode penyakit bawaan makanan
(PBM) keracunan makanan di Indonesia dewasa ini masih
sering terjadi dan banyak membawa korban sakit, bahkan
ada yang meninggal. Penderita harus mendapat pertolongan
di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
yang terdekat. Jumlah korban biasanya banyak dan terjadi
dalam waktu bersamaan, sehingga seringkali menimbulkan
kepanikan di masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
dan kenyamanan masyarakat.
Dampak dari kejadian atau perisriwa PBM terutama
keracunan makanan bersifat multi efek, yaitu selain terjadi
kepada korban yang menderita penyakit, yaitu selain
menderita sakit, ia juga akan kehilangan hari kerja dan
produktivitas lainnya yang berdampak kepada aspek sosial,
budaya dan ekonomi keluarga dan masyarakat.
Namun berdasarkan data peristiwa keracunan makanan selama
tahun 2008 yang dimuat sejumlah media on line, terdapat 80
peristiwa atau episode keracunan makanan yang tersebar
diseluruh wilayah tanah air. Dilihat dari sumber makanan
penyebab keracunan makanan, sebagian besar (50 %) terjadi di
rumah tangga, disusul usaha katering 25%, makanan jajanan 20
% dan usaha komersial makanan lainnya 5%. Sedangkan data keracunan
makanan pada tahun 2009 sampai dengan bulan Juli, tercatat 37 peristiwa
keracunan dengan p�������roporsi ��������terbesar
adalah makanan rumah tangga 40 %, katering 27 %, jajanan, 22 % dan
usaha komersial makanan lainnya 11 %.

Data Badan POM tahun 2008 menyebutkan bahwa 41,62 %


keracunan makanan di rumah tangga, 25,89 karena jasaboga,
15,74 % makanan jajanan dan sisanya pangan olahan.
Walaupun menurut Guru Besar Pangan pada Universitas Gajah
Mada Prof.Umar Santoso, dikatakan bahwa proporsi keracunan
makanan karena katering berjumlah 65 %, industri kecil 19 %
dan sisanya makanan rumah tangga 16 %.
Dari gambaran data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
proporsi antara Keracunan makanan rumah tangga dan
makanan katering merupakan penyebab terbesar terjadinya
keracunan makanan di Indonesia. Perbedaannya adalah bahwa
keracunan makanan di rumah tangga jumlah penderitanya relatif
kecil dan tertutup walaupun dapat bersifat lebih fatal jika
dibandingkan dengan keracunan makanan katering (jasaboga)
yang bersifat massal dan menimbulkan efek media seperti
mudah diketahui atau menjadi perhatian masyarakat luas.

Kejadian keracunan makanan tidak dapat terlepas dari


kondisi sanitasi dasar penduduk dewasa ini. Jika dilihat dari
cakupan sanitasi penduduk rata-ratanya masih dibawah dari
standar yang ditetapkan dunia.
Berdasarkan data Profil DepKes tahun 2004, dikemukakan
bahwa cakupan sarana sanitasi dasar yang masih rendah
seperti penyediaan air bersih (32 % ledeng dan pompa),
pembuangan tinja (42,7 septik tank) dan kondisi perumahan
penduduk yang belum sepenuhnya memenuhi persyaratan
kesehatan (55,3%).
Demikian pula dengan kondisi sanitasi pasar terutama pasar
tradisional yang kurang terjaga kebersihannya dan minimnya
pengawasan hygiene sanitasi bahan makanan yang dijual
dipasar, serta ketiadaan fasilitas penyimpanan makanan dan
bahan makanan di rumah tangga yang dilengkapi dengan
pengaturan suhu secara layak.
Semuanya itu akan mempengaruhi kepada kondisi kesehatan
dan keamanan makanan dan bahan makanan di rumah tangga.

IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI


a. Kebijakan
1) Pembinaan dan pengawasan Hygiene sanitasi makanan,
bahan bahanan dan keamanan makanan di rumah tangga
merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara
Pemerintah dan masyarakat yang penyelenggaraannya
merupakan wewenang Pemerintah Daerah cq. Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota termasuk aparatur kesehatan
dibawahnya seperti Puskesmas, Puskemas Pembantu,
Polindes, Poskesdes dan Bidan/Sanitarian Desa.

2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan hygiene sanitasi


makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga dilakukan dengan berbagai pendekatan
manajemen terapan, pengaturan dan pembinaan secara
lokal, penyuluhan materi yang jelas, tegas, dan mudah
dipahami, serta berkoordinasi secara lintas program
maupun lintas sektoral sesuai dengan kondisi daerah
masing-masing.
3) Pemerintah Propinsi dan Pusat melakukan pembinaan
dan pengawasan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku, dan terus
memantau perkembangan penerapan pembinaan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan di rumah tangga yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
4) Dalam penyelenggaraan upaya hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga dilakukan secara sinergi dan simultan
dengan program kesehatan atau program non
kesehatan lainnya yang sejenis seperti program
adipura, kali bersih, pasar sehat, rumah sehat dsb.
5) Peran serta individu, keluarga dan masyarakat terus
diwujudkan, dibina dan ditingkatkan dalam penerapan
pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota.
b. Strategi.
1) Pelaksanaan Pedoman ini dilakukan secara bertahap
dengan menetapkan sejumlah lokasi percontohan
untuk mengidentifikasi hambatan dan kekurangan
yang ada guna diperbaiki sebagaimana mestinya.
2) Kondisi dan perilaku hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
diwujudkan sebagai suatu kebutuhan masyarakat sendiri
melalui pendekatan partisipatori sehingga menjadi
kebutuhan masyarakat atas kesadaran, keinginan dan
dampak manfaatnya yang menguntungkan bagi
kesehatan anggota keluarganya di rumah tangga.
3) Dikembangkannya pembelajaran kedepan dari
pengalam-an negatif masa lalu, sebagai suatu titik
awal dimulainya pemahaman baru dan perbaikan
perilaku tentang pentingya upaya hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga yang baik dan benar.
4) Azas manfaat keluarga dengan terhindarnya dari
gangguan penyakit bawaan makanan dan keracunan
makanan diarahkan untuk meningkatkan status.
Kesehatan dan sosial ekonomi keluarga yang lebih baik.

V. SOSIALISASI DAN
PROMOSI a. Sosialisasi

1) Sosialisasi Pedoman ini dilakukan melalui berbagai saluran dan


sasaran sosialisasi. Saluran sosialisasi meliputi pelatihan,
pertemuan, kunjungan rumah melalui daerah percontohan yang
dikembangkan untuk tujuan itu. Sedangkan sasaran sosialisasi
meliputi b�������erbagai �����pihak baik formal
maupun informal, dengan melibatkan semua pihak dan sektor
yang terkait, baik dari unsur pemerintah, swasta termasuk
pengusaha dan masyarakat.

2) Kelompok masyarakat sebagai konsumen maupun


pelaku penyedia makanan siap saji di rumah tangga,
berperanan sebagai ujung tombak atau agen
perubahan dari sistem keamanan pangan nasional,
yang meliputi organisasi wanita dan ibu-ibu rumah
tangga serta para pendidik dan peserta didik.
3) Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan berjenjang,
secara terus menerus dari satu generasi ke generasi
berikutnya sehingga semua masyarakat dapat menurunkan
pola hidup bersih dan sehat dalam mengelola makanan di

10
rumah tangga, makanan untuk konsumsi umum maupun
di tempat pengelolaan makanan komersial lainnya.
4) Tehnik sosialisasi melalui pendekatan partisipatori
menjadi pilihan populer sehingga masyarakat tidak
merasa ditekan atau dipaksa tetapi merasa memiliki
identitas masalahnya sendiri dan mampu memecahkan
masalahnya dengan cara dan selera masyarakat sendiri.
Hal ini akan mendorong kemandirian dan kedewasaan
masyarakat, sehingga pemerintah hanya bersifat
membina, membimbing dan mengarahkannya saja.

b. Promosi
1) Promosi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas
partisipasi dan sosialisasi yang telah dilaksanakan
oleh semua pihak.
2) Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan
kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah masing-masing.
3) Promosi dapat juga dikaitkan dengan program nasional
yang lain yang telah lama berjalan sehubungan dengan
peningkatan kualitas hidup dan lingkungan seperti
promosi adipura, kota sehat, kali bersih, posyandu,
STBM, dasa wisma yang sudah berjalan selama ini.
4) Saluran promosi lain yang telah ada dan berjalan, dapat
menjadi pelengkap dalam kegiatan promosi melalui desa
siaga atau santri raksa desa, sehingga pencapaian
sasaran kesehatan menjadi lebih utuh dan komprihensif.

11
VI. HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN
a. MENGENAL PENYAKIT BAWAAN MAKANAN (PBM)
1. PENGERTIAN :
1) Penyakit Bawaan Makanan (PBM) adalah penyakit
dengan gejala umum diare, mulas, sakit kepala,
sakit perut, kadang disertai muntah, dan kejang
yang disebabkan karena memakan makanan yang
tercemar.
2) Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam
tubuh dan menimbulkan penyakit.
3) Masa inkubasi adalah waktu antara infeksi dan
timbulnya gejala sakit.
4) Kontaminasi adalah masuknya zat pencemar
mikroba kedalam makanan dan atau berkembang
biak sehingga berpotensi menimbulkan infeksi.
5) Polusi adalah masuknya zat pencemar non mikroba
baik kimia maupun fisik kedalam makanan dalam
jumlah yang dapat berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan.
6) Carrier adalah orang sehat atau baru sembuh dari
sakit yang di dalam tubuhnya mengandung kuman
penyakit yang dapat menularkan kepada orang lain.
7) Dosis adalah takaran yang menunjukkan jumlah
tertentu dari bahan pencemar yang berpengaruh
atau tidak berpengaruh terhadap tubuh manusia.
2. Konsep dasar terjadinya PBM
a. PBM terjadi karena dosis infeksi kuman atau bakteri
yang telah melampaui ambang batas ketahanan tubuh

12
manusia. Dosis infeksi pada setiap orang dan jenis
kuman berbeda-beda. Berdasarkan literatur (Betty C
Hobb) jumlah minimal kuman antara 102 sampai 106.

b. Manifestasi PBM dapat terjadi mulai dari skala


ringan sampai skala berat tergantung ketahanan
tubuh, keganasan kuman penyakit atau racun
dalam makanan tersebut, yaitu :
1) Skala ringan sehingga hampir tidak diketahui
oleh yang bersangkutan,
2) skala sedang karena sudah mulai terasa keluhan,

3) skala berat dengan gejala sakit yang tampak,


4) Skala sangat berat dengan gejala dahsyat,
pingsan sampai dengan kematian.
3. PBM dikelompokkan kedalam 7 (tujuh) golongan, yaitu :

a. PBM karena infeksi bakteri, akibat jumlah bakteri


yang melebihi daya tahan tubuh, misalnya
Salmonella, Shigella, Cholera dsb.
b. PBM karena toksin bakteri, akibat bakteri
menghasilkan toksin bakteri dan menimbukan
penyakit walaupun bakterinya sudah mati, seperti
Staphylococcus, Vibrio dan Clostridium.
c. PBM karena virus seperti rotavirus, virus hepatitis dsb.

d. PBM karena racun alam pada hewan dan


tumbuhan seperti ikan buntel, ikan karang dan
kerang (hewan); bayam, kentang beracun, gadung,
ubi kayu, dan jamur beracun (tumbuhan).
e. PBM karena parasit, seperti cacing pita, cacing
gelang, cacing kremi, dsb.

13
f. PBM karena allergi seperti allergi ikan laut, ikan
tongkol, udang , penyedap masakan, dsb.
g. PBM karena bahan kimia buatan seperti pestisida,
pupuk, racun tikus dsb.
4. Jenis, gejala, penyebab, habitat atau sumber, cara
penularan dan pencegahan PBM
PBM yang disebabkan jasad renik
: a. Demam tifus
1) Gejala :
Demam tinggi terus menerus selama lebih kurang 2
(dua) minggu, sakit kepala, tidak enak badan, tidak
nafsu makan, timbul bercak kemerahan dikulit, diare
atau susah buang air besar, kadang sedikit batuk-
batuk, perut sakit, sehingga harus ditekuk.

2) Penyebab :
Salmonella typhi dan S. parathypi
3) Habitat atau sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman)
4) Cara penularan :
Pencemaran makanan karena tinja dan air
kencing (urin).
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan

14
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak
menjamah makanan untuk orang lain,
b. Disentri basiler
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
(mules), tinja bercampur lendir darah.
2) Penyebab :
Shygella disentri

3) Habitat atau sumber penular :


Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita

4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum,
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,

c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak


menjamah makanan untuk orang lain,
c. Cholera :
1) Gejala :
Diare mendadak dan terus menerus tanpa terasa

15
sakit, cairan tinja seperti cucian beras yang berbau
amis (hanyir), tubuh kehilangan cairan (dehidrasi),
gejala yang berat dapat menyebabkan pingsan.
Jika penderita tidak segera ditolong dapat
meninggal karena dehidrasinya.

2) Penyebab :
bakteri Vibrio Cholera Eltor.
3) Habitat atau sumber penular :
Penderita dan carrier (pembawa kuman),
4) Cara penularan :
Pencemaran melalui air dan makanan.
5) Masa inkubasi :
beberapa jam – beberapa hari,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,

c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak


menjamah makanan untuk orang lain,
d. Salmonellosis
1) Gejala :
Demam tinggi, kepala pusing, mual muntah dan
diare
2) Penyebab :
bakteri Salmonella sp.

16
3 Habitat atau sumber penular : Penderita
dan carrier (pembawa kuman)

Pencemaran makanan karena tinja dan air


kencing (urin).
5) Masa inkubasi : 1-3 jam
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,

c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak


menjamah makanan untuk orang lain,
d) Menyimpan makanan pada suhu dingin
dibawah 120 C.
e. Keracunan Staphylococcus
1) Gejala :
Diare, mual, muntah, sakit perut, kadang disertai
kejang otot.
2) Penyebab :
toksin bakteri Staphylococcus yang tahan panas,

3) Habitat atau sumber penular :


Makanan tercemar yang mengandung toksin,
4) Cara penularan :
Makanan karena dimasak tidak sempurna atau
5) Masa Inkubasi : 1-2 jam

17
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Memasak makanan sampai masak sempurna,

d) Menyimpan makanan dalam suhu dibawah 10o C,

f. Keracunan Clostridium botulinum


1) Gejala :
akit kepala, pandangan kabur, lemas, diare dan
muntah.
2) Penyebab :
toksin bakteri Clostridium botulinum.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan kaleng yang tercemar,

4) Cara penularan :
Mengkonsumsi makanan kaleng yang sudah
rusak,
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai 1 jam.
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan kaleng yang masih baik,
tidak rusak, penyok, bocor atau
b) Memasak makanan kaleng sebelum digunakan,
c) Menghabiskan makanan kaleng untuk sekali
pemakaian.

18
g. Keracunan Vibrio parahaemolyticus
1) Gejala :
Diare hebat, perut kram dan sakit, mual, muntah
dan demam.
2) Penyebab :
toksin bakteri Vibrio parahaemotyticus
3) Habitat atau Sumber penular :
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan laut yang tercemar dan
dimasak tidak sempurna.
5) Masa inkubasi : 1-7 hari
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan laut yang masih segar dan
baru,
b) Memasak makanan laut sampai masak
sempurna,
c) Memisahkan makanan masak dengan bahan
mentah,
d) Menyimpan bahan mentah pada suhu beku
atau dingin di bawah 10o C,
e) Segera memakan makanan laut yang sudah
masak ketika masih panas,
h. Keracunan Baccilus cereus.
1) Gejala :
Mual dan muntah mendadak kadang dengan
disertai sakit perut dan diare.

19
2) Penyebab :
toksin bakteri Baccilus cereus tahan panas yang
menyebabkan muntah dan toksin yang rusak
dengan panas menyebabkan diare. Bakteri ini
juga menghasilkan spora yang tahan panas.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan yang tercemar bakteri ini yang berasal
dari tanah dan debu yang hinggap ke makanan.
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan biji-bijian yang sudah
tercemar,
5) Masa inkubasi :
beberapa jam sampai 1 hari,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang segar.
b) Menyimpan bahan makanan pada suhu
dingin dibawah 10o C.
c) Memanaskan kembali makanan yang sudah
disimpan lama.
PBM yang disebabkan virus :
a. Hepatitis Infektiosa.
1) Gejala :
Demam mendadak, terasa tidak enak badan,
kemudian beberapa hari timbul warna kekuningan
2) Penyebab : Virus Hepatitis A
3) Sumber penular :
manusia penderita,
4) Cara penularan :
Melalui tinja penderita atau keringat yang

20
mencemari makanan dan air minum.
5) Masa inkubasi:
1 – 2 minggu,
6) Pencegahan :
a) Penyuluhan kesehatan untuk memelihara
kebersihan dapur pengolahan makanan dan
lingkungannya.
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,

c) Mengolah makanan dengan cara memasak


sempurna.
d) Vaksinasi Hepatitis A.
b. Gasteroenteritis akibat virus
1) Gejala :
Diare, muntah, sakit perut dan demam. Dapat
mengenai banyak orang sekaligus sehingga menjadi
epidemi. Ada yang sporadis dan biasanya sembuh
dengan sendirinya, kecuali gejala diare berat pada
anak-anak dapat menyebabkan dehidrasi.

2) Penyebab :
virus rotavirus dan virus calcivirus,
3) Sumber penular :
Virus pada penderita yang mencemari makanan.
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar oleh virus dari penjamah
yang sakit dan masih menangani makanan, air dan
atau peralatan yang dipakai menangani makanan

21
dan minuman yang tidak bersih.
5) Masa inkubasi:
1 – 3 hari.
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
PBM yang disebabkan bahan kimia :
a. Keracunan logam berat.
1) Gejala :
Gangguan fungsi syaraf, otak dan peredaran
darah, dan dapat menimbulkan kanker.
2) Penyebab :
Logam berat seperti Mercury (Hg), Timah Hitam
(Pb), Cadmium (Cd).
3) Habitat dan Sumber penular
: Limbah Industri,
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar logam berat masuk
dalam makanan dalam jumlah yang kumulatif
(menumpuk)
5) Masa inkubas i:
1 – 10 tahun,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan peralatan pengolahan
makanan.

22
b) Memilih peralatan yang tidak mengandung
logam berat beracun.
c) Tidak mengkonsumsi makanan tertentu secara

b. Keracunan pestisida.
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Pestisida golongan Organochlorat dan Organoposfat.

3) Habitat dan Sumber penula r:


Cara Penanganan Pestisida yang ceroboh
4) Cara penularan :
Pencemaran pestisida kedalam makanan dan
tidak dicuci sampai bersih.
5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memasang label pestisida yang jelas dan mudah
dilihat agar tidak keliru dalam penggunaannya.

b) Menyimpan pestisida ditempat yang jauh dari


makanan dan jangkauan anak-anak.
c) Menyemprot tanaman dengan pestisida
harus jauh waktunya sebelum panen.
d) Menyediakan obat-obatan antidote
keracunan pestisida.

23
PBM yang disebabkan toksin/racun alam

a. Keracunan makanan asal hewani


1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Racun Ciguatera pada ikan buntel dan
scromboid pada ikan karang.
3) Sumber penular :
Hewan beracun (ikan).

4) Cara penularan :
Mengolah makanan yang secara alam mengandung
racun dan sebenarnya tidak untuk dimakan, biasanya
karena ketiadaan bahan pangan.

5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang terbukti aman,
b) Menyediakan obat antidote untuk menangkal
jika terjadi keracunan.
b. Keracunan makanan asal tanaman
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang diserta
diare dan kejang, dan sampai pingsan.
2) Penyebab :
Bayam rubhar, kentang solanin, asam jengkol,
asam gadung,

24
3) Sumber penular:
Makanan tumbuhan yang secara alam beracun,
4) Cara penularan:
Makanan tumbuhan beracun yang dimasak karena
kekurangan makanan atau karena ketidak tahuan.

5) Masa inkubasi:
beberapa detik sampai menit,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan asal tumbuhan
yang terbukti aman.
b) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
keracunan makanan,
c) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan asal tumbuhan beracun.
PBM yang disebabkan Allergi.
a. Allergi histamin
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar
dan gatal-gatal dan bibir terasa bengkak.
2) Penyebab:
zat allergen Histamin
3) Habitat dan Sumber penular:
Ikan laut yang tercemar bakteri Proteus sp.
4) Cara penularan:
Ikan laut hasil tangkapan yang sudah lama
diperjalanan dan tercemar bakteri Proteus sp.
menyebabkan perubahan asam amino essential

25
Hisditine dirubah menjadi histamin yang bersifat
zat allergen.
5) Masa inkubasi:
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan:
a) Memilih bahan makanan ikan laut yang
masih segar dan baru.
b) Mengolah ikan laut sedemikian rupa,
sehingga dapat menghilangkan zat allergen
didalamnya seperti misalnya memasukkan
arang atau sereh kedalam makanan.
C) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
dampak buruk jika terjadi keracunan makanan.

d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis


ikan yang mengandung zat allergen.
b. Allergi penyedap makanan
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar dan

2) Penyebab:
Penyedap makanan China (Chinese Food
syndrome)
3) Habitat dan Sumber penular:
Penyedap makanan MSG dan vetsin

4) Cara penularan:
Pengolahan makanan China yang
menggunakan penyedap makanan dalam dosis
berlebihan sehingga menimbulkan reaksi
allergen pada tubuh yang sensitif

26
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan olahan komersial
yang masih segar dan baru.
b) Mengolah masakan sedemikian rupa, sehingga
tidak menambahkan bahan penyedap yang
berlebihan seperti misalnya metchin atau MSG.

c) Menyediakan obat antidote untuk mencegah.


d) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan yang mengandung zat allergen.
PBM karena parasit
a. Disentri amoeba.
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
2) Penyebab :
Entamoeba histolitica

3) Habitat dan Sumber penular :


Manusia carrier (pembawa kuman) dan penderita.

4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
pengolahan makanan,

27
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan
c) Penjamah yang sakit dan carrier dilarang
menjamah makanan,
b. Penyakit kecacingan
1) Gejala :
Perut buncit, nafsu makan hilang, mata pucat,
2) Penyebab :
Berbagai jenis cacing seperti: cacing pita, cacing
gelang, cacing tambang, cacing kremi dan
cacing spiral.
3) Habitat dan Sumber penular :
Manusia carrier (pembawa cacing)
4) Cara penularan :
Penularan telur cacing yang keluar dari tubuh
penderita terbawa tinja dan mencemari makanan
melalui air, tanah, tangan dan peralatan dapur.
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan
lingkungan tempat pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan,
c) Membuang tinja ke septik tank yang saniter.
d) Menggunakan air minum yang telah dimasak
sampai mendidih.
e) Menggunakan pakaian, sepatu dan sarung
tangan jika bekerja di kebun.

28
b. PRINSIP-PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN

1. PENGERTIAN :
a. Prinsip adalah asas keutamaan atau kebenaran
yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, bertindak
dan berperilaku.
b. Kaidah adalah perumusan asas-asas yang menjadi
hukum atau aturan tertentu yang memberikan
kepastian hasil atau tujuan.
c. Hygiene adalah usaha kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan bagi individu
dari subyeknya.
d. Sanitasi adalah usaha kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan bagi
lingkungan dari subyeknya.
e, Bahan makanan adalah bahan makanan segar dan
atau bahan makanan olahan yang akan diproses
lebih lanjut untuk menjadi makanan yang siap saji.
f. Makanan siap saji adalah makanan yang telah diolah
di rumah tangga atau di tempat usaha penyajian
makanan komersil yang siap langsung dikonsumsi.

g. Makanan olahan kemasan adalah makanan siap


saji yang dikemas secara tehnolgi vakum sehingga
lebih tahan lama disimpan.
h. Makanan olahan jajanan pasar adalah makanan
siap saji yang dijual untuk umum tanpa kemasan
vakum sehingga tidak untuk dikonsumsi dalam
jangka waktu yang lama.
i. Organoleptik adalah kondisi atau pengujian kondisi

29
makanan dengan melalui lima indra penglihatan,
perabaan, penciuman,pendengaran dan pengecapan.

ENAM PRINSIP HYGIENE SANITASI MAKANAN


1) PEMILIHAN MAKANAN
Makanan yang akan diolah di rumah tangga ataupun
yang akan langsung dikonsumsi hendaknya dipilih
makanan yang memenuhi syarat mutu, kesehatan dan
keamanan makanan, yaitu dengan memperhatikan
organoleptik untuk setiap jenis makanan sebagai berikut :

Makanan hewani
a) Daging hewan, dengan ciri-cirinya adalah :
1) daging tampak mengkilat, warna cerah dan tidak
pucat.
2) tidak tercium bau asam atau busuk
3) sifat daging masih elastis artinya bila ditekan dengan
jari akan segera kembali (kenyal) dan tidak kaku.

4) bila dipegang tidak lekat/lengket tetapi masih


terasa kebasahannya
Perbedaam umum untuk setiap jenis daging
dengan ciri ciri berikut :
a) sapi
Warna merah segar, serat halus,lemak kuning
dan lembut
b) kerbau
Warna merah tua, serat kasar,lemak kuning dan
kasar,

30
c) kambing
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih
dan keras, bau aroma prengus yan khas.
d) babi
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih
dan lembut.
e) Ayam
Broiler (pedaging) Daging montok, lembek,
warna putih, jengger kecil ukuran sedang,
Ras (Petelur) Daging montok agak keras, warna
putih, jengger besar, ukuran besar.
Kampung Daging sekel warna kekuningan,
jengger kecil dan sisik kaki kehitaman.
Tiren (mati kemaren) Daging pucat, warna agak
kehitaman, atau kuning menyolok karena diberi
pewarna, luka sembelihan rata.
b. Ikan segar, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) warna kulit terang, cerah dan tidak suram.
2) sisik masih melekat dengan kuat dan tidak
mudah rontok.
3) mata melotot, jernih dan tidak suram.
4) daging elastis, bila ditekan tidak berbekas.
5) insang berwarna merah segar dan tidak bau
6) t i d a k t e rd a p a t l e n d i r b e r l e b i h a n p a d a
permukaannya.
7) tidak berbau busuk, asam atau bau asing yang lain
8) ikan akan tenggelam dalam air.

31
c. Ikan asin, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) cukup kering dan tidak busuk.
2) daging utuh dan bersih, bebas serangga.
3) bebas bahan racun seperti pestisida.
4) tidak menjadi daya tarik bagi lalat
5) warna kulit terang, cerah dan tidak suram
Cara mengolah ikan asin seperti menjadi ikan segar:

1) Ikan asin direbus sampai airnya mendidih


sampai garamnya larut.
2) Ikan dicuci dengan air bersih agar rasanya tawar.

3) Ikan ditiriskan atau dikeringkan agar air


rebusannya keluar.
4) Ikan siap diolah sebagaimana ikan segar yang
tawar.
5) Ikan asin yang sudah tawar tidak boleh disimpan
karena akan cepat membusuk,
d. Telur
Telur yang dimaksud adalah telur dengan cangkang
keras seperti telur ayam, bebek, puyuh, dan unggas
lainnya, dengan ciri-cirinya sebagai berikut

1) Kulit tampak bersih dan kuat, tidak pecah, retak


atau bocor
2) Tidak terdapat noda atau kotoran pada kulit.
3) Mempunyai lapisan zat tepung pada permukaan
kulit

32
4) Permukaan kulit kering dan tidak basah akibat
dicuci.
5) Bila dikocok telur tidak kopyor (koclak), atau
disebut telur dingin (kuning telur telah pecah),
6) Bila diteropong (candling), terlihat tembus cahaya.

d. Susu segar
Susu segar adalah susu yang langsung diambil dari
pemerahan susu sapi, kerbau, kuda atau kambing.
Ciri-ciri susu segar yang baik adalah:
1) Penampakkan cairan bersih, warna putih susu
dan homogen.
2) Cairan tidak menggumpal atau berlendir,
3) Jika menempel pada dinding botol atau gelas,
terlihat sisa yang melekat pekat.
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam,
atau bau amis (hanyir)
5) Bebas dari kotoran fisik atau serangga,
6) Sebaiknya telah memiliki sertifikat uji
pasteurisasi dan atau uji mutu lainnya.
e. Susu bubuk
Susu���� bubuk����� adalah������ susu���� segar����� yang���� telah����� mengalami���������

proses penguapan sehingga membentuk bubuk susu


yang siap digunakan dengan malarutkan dengan air
panas. Susu bubuk lebih tahan lama karena kadar
airnya sangat kecil pengeringan dan penambahan zat
gizi tertentu untuk peningkatan gizi dan pengawetan.
Ada dua jenis susu bubuk yaitu wholemilk yaitu susu
dengan kandungan lemak, dan susu skimmilk yaitu

33
susu tanpa kandungan lemak. Ciri susu bubuk yang
baik adalah :
1) Tepung kering dan bersih
2) Tidak bernoda atau menggumpal
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu, tidak berbau tengik, asam,
atau bau amis (hanyir)
f. Susu kental manis.
����Susu ������kental �����manis adalah������ susu���� segar����� yang����
diproses��������

dengan cara penambahan gula sebagai bahan


pengawet. Susu ini digunakan dengan cara
menambahkan air panas sesuai dengan takaran
yang dikehendaki. Karena kadar gulanya tinggi,
susu ini tahan lama disimpan, dan banyak dipakai
sebagai bahan tambahan untuk penyajian makanan
dan minuman. Ciri-cirinya yang baik adalah :
1) Cairan kental, bersih berwarna putih susu
2) Tidak bernoda, menggumpal atau berlendir
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam,
atau bau amis (hanyir)
Makanan nabati :
a. Buah-buahan, dengan ciri-cirinya adalah :

1) keadaan fisiknya baik, isinya penuh, kulit utuh,


tidak rusak atau kotor dan bagian isi masih
terbungkus dengan baik.
2) warna sesuai dengan bawaannya, tidak ada warna

34
tambahan, warna buatan (karbitan), dan warna
lain selain warna buah.
3) aroma tidak berbau busuk, bau asam/ basi atau
bau yang tidak segar lainnya.
4) tidak ada cairan lain selain getah aslinya.
b. Sayuran :
1) Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar,
utuh dan tidak layu.
2) Kulit buah atau umbi tidak rusak/pecah, dan tidak
ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia.

3) Tidak ada bagian tubuh yang rusak, berubah


warnanya kotor atau berdebu.
4) Isi bagian dalam masih terasa kuat dan utuh.
c. Sayuran berlapis :
Sayuran������� jenis����� bawang,������� kol,���� sawi,����� jagung������ muda,�����

bunga tebu memiliki lapisan kulit luar pelindung yang


berfungsi melindungi bagian dalam makanan. Lapisan
ini berfungsi melindungi makanan selama dalam
waktu pemanenan, pengangkutan dan penyimpanan,
karena akan mencegah kerusakan pada bagian dalam
makanan. Ciri-cirinya yang baik adalah :

1) Lapisan pelindung luar masih menempel dengan


baik.
2) Keadaan fisik sayuran bersih,
3) Bebas gigitan hewan, serangga dan manusia,
4) Jika akan digunakan lapisan paling luar dikupas
terlebih dahulu dan tidak digunakan,

35
d. Biji-bijian :

1) Keadaan biji baik, kering, isi penuh, tidak keriput


dan warnanya mengkilap.
2) Permukaannya kulit utuh, tidak ada noda karena
rusak, jamur atau kotoran selain warna asli
bawaanya.
3) Tidak ada bekas gigitan serangga atau hewan
pengerat,
4) Tidak tercium aroma selain bau khas biji yang
bersangkutan.
5) Tidak tumbuh kecambah/tunas kecuali
dikehendaki (toge).
6) Biji akan tenggelam bila dimasukkan kedalam air.

Perhatikan : Biji yang telah berubah warna,


bernoda atau berjamur dan terasa pahit, jangan
dimakan karena sangat berbahaya yaitu alfatoksin
yang dapat mematikan.
f. Jenis tepung, dengan ciri-ciri berikut :
1) Cukup kering, tidak lembab/basah atau
menggumpal.
2) warna aslinya tidak berubah karena jamur atau
kapang.
3) tidak mengandung kutu atau serangga.
4) masih dalam kemasan untuk sekali penggunaan.

g. Bumbu kering, dengan ciri-cirinya berikut :


1) Keadaan teksturnya kering,

36
2) tidak dimakan serangga atau bekas gigitannya.
3) warna mengkilap dan berisi penuh,
4) Fisiknya bersih yaitu bebas dari kotoran dan debu.

h. Makanan fermentasi
Makanan fermentasi adalah makanan yang diolah
dengan cara metabolisme mikroorganisme
sehingga diperoleh jenis makanan baru yang tahan
lama. Ciri-cirinya adalah :
1) Tercium aroma khas makanan fermentasi,
2) tidak ada perubahan warna, aroma dan rasa.
3) Bebas dari cemaran serangga (ulat) atau hewan
lainnya.

4) Tidak terdapat noda-noda pertumbuhan benda


asing seperti spot-spot berawarna hitam, atau
jamur gundul pada tempe atau oncom.
i. Makanan kemasan pabrik
- Kemasannya masih baik, utuh, tidak rusak, bocor
atau kembung.
- Minuman dalam botol tidak berubah warna atau
menjadi keruh yang lain dari biasanya
- Makanan cair homogen dan tidak terdapat
gumpalan atau berlendir.
- Makanan padat yang kering dan tidak lembab
atau layu.
- Bebas dari serangga (ulat) dan kotoran lainnya,
- Belum habis masa pakainya (belum kadaluwarsa).

37
- Segel penutup masih terpasang dengan baik.
- Mempunyai merk, label dan kompisisi makanan
yang jelas
- Mempunyai nama, alamat pabrik atau
distributornya yang jelas.
- Terdaftar di Departemen Kesehatan atau Badan
POM dengan tanda kode nomor:
ML : Untuk makanan luar negeri (import)
MD: Untuk makanan dalam negeri (lokal)
SP : Untuk makanan pengrajin bukan pabrikan.

2) PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN


Penyimpanan bahan makanan seringkali dilakukan
masyarakat karena keberadaan persediaan bahan
makanan tidak sama volumenya setiap saat. Selama
makanan disimpan akan terjadi perkembangan enzym
dalam makanan yaitu enzym amilase yang akan merusak
karbo hidrat, enzym protease yang akan merusak protein,
enzym lipase yang akan merusak lemak dan enzym
maltase yang akan mematangkankan buah dan akhirnya
menjadi busuk. Agar bahan makanan yang disimpan
dapat bertahan lama, diperlukan cara-cara penyimpanan
makanan yang baik berikut ini :

1) Jenis penyimpanan :

a) Penyimpanan segar (fresh cooling), antara 10o


-15oC yaitu suhu penyimpanan untuk jenis buah
dan sayuran

b) Penyimpanan sejuk (chilling), yaitu suhu


penyimpanan untuk makanan siap santap yang

38
akan segera disajikan kembali dengan suhu
antara 0o - 10oC.

c) Penyimpanan dingin (freezing), yaitu suhu


penyimpanan untuk bahan yang mudah rusak untuk
jangka waktu tertentu sebelum dipergunakan, dengan
suhu antara 0o sampai -10oC.

d) Penyimpanan beku (frozen), ya itu suhu


penyimpanan untuk makanan siap saji/santap
atau bahan makanan yang disimpan untuk
jangka waktu lama dengan suhu minimal - 10oc
sampai - 50oC atau lebih rendah dari itu.

2) Manajemen Suhu dan waktu penyimpanan


bahan makanan.
a) Suhu adalah suhu lingkungan dimana bahan
makanan berada. Makin tinggi suhu penyimpanan
akan makin cepat kerja enzym dan membuat
buah-buahan lebih cepat masak dan membusuk.

b) Waktu adalah lamanya bahan makanan


disimpan pada suhu kamar. Makin lama
makanan disimpan pada suhu kamar maka
risiko kerusakan akan semakin besar.
c) Pilihan terbaik adalah secepat mungkin makanan
dikonsumsi, dan atau disimpan pada suhu dingin,
dan tidak dikeluarkan jika tidak akan digunakan.

3) Suhu Penyimpanan yang baik untuk setiap jenis


bahan makanan
a) Daging, ayam, ikan, hewan laut dan hasil olahannya:

(1) Selama 3 hari. -5o sampai 0oC

39
(2) Selama 1 minggu. -10o sampai -5oC

(3) Selama lebih 1 minggu. Dibawah – 10oC


b) Telor, susu dan hasil olahannya :
(1) Selama 3 hari 5o sampai 7oC
(2) Selama 1 minggu -5o sampai 0oC

(3) Selama lebih 1 minggu dibawah –5oC


c) Sayuran, buah, umbi dan hasil olahannya
Paling������ lama���� untuk����� waktu����� 1� minggu������ 7�o sampai 10oC

d) Tepung, biji dan bumbu kering


Paling������ lama���� untuk����� waktu����� 6� bulan����� suhu���� kamar�����

(25oC)
4) Penataan penyimpanan bahan pada suhu dingin
a) Ketebalan bahan makanan yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm. agar suhu dapat merata
keseluruh bagian makanan.

b) Setiap jenis bahan makanan ditempatkan secara


terpisah dalam wadah (container) masing-masing.

c) Penempatan bahan makanan sedemikian rupa


agar terjadi sirkulasi udara dengan baik.
Penempatan yang terlalu padat dapat
meningkatkan suhu penyimpanan.
d) Penempatan makanan siap santap harus diatas
daripada rak bahan makanan, untuk mencegah
kontaminasi silang.
e) Makanan yang berbau tajam harus ditutup
dalam kantong plastik yang rapat sehingga tidak
merusak aroma makanan lainnya.

40
f) Makanan siap santap yang lebih dari 3 hari harus
dikeluarkan untuk dimusnahkan atau dibuang.

g) Pintu lemari harus menutup rapat dan tidak boleh


terlalu sering dibuka, maka dianjurkan lemari untuk
keperluan sehari-hari dipisah dengan lemari untuk
keperluan penyimpanan bahan makanan.

5) Penataan penyimpanan suhu kamar.

a) Bahan makanan diletakkan dalam rak-rak yang


tidak menempel pada lantai, dinding dan
langit-langit. Untuk memudahkan pembersihan
lantai, dan stock opname.

b) Untuk makanan kering dan makanan kemasan


yang disimpan dalam suhu kamar, maka kamar
penyimpanan harus diatur sebagai berikut :
(1) Terjadi sirkulasi udara segar yang dapat
masuk keseluruh ruangan.
(2) mencegah kemungkinan jamahan dan
tempat persembunyian serangga dan tikus.
(3) Setiap makanan ditempatkan berkelompok
sesuai jenis makanan masing-masing.
(4) Untuk bahan makanan curah seperti gula
pasir, tepung, beras,harus ditempatkan
dalam wadah bersih dan ditutup.

41
3)� PENGOLAHAN����������
MAKANAN�������

Dalam pengolahan makanan dikenal dengan prinsip


atau kaidah Cara Pengolahan Makanan yang Baik
(CPMB). CPMB meliputi tahapan berikut ini;
a) Persiapan tempat pengolahan
b) Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan lainnya

c) Persiapan rancangan menu


d) Persiapan peralatan dan perlengkapannya
e) Pencucian bahan dan sortir bahan
f) Pengaturan suhu, waktu dan tenaga.
g) Pewadahan Makanan yang masak

a. Persiapan tempat pengolahan.


Dapur pengolahan makanan minimal memenuhi
persyaratan hygiene dan sanitasi untuk mencegah
risiko pencemaran makanan, antara lain adalah :
1) Lubang ventilasi yang dapat mengeluarkan
udara panas dari dapur, seperti jendela, lubang
angin atau kipas ekshouster.
2) Kondisi dapur bersih, teratur, terawat, dan
tersedia segala keperluan untuk mengolah
makanan yang berada pada tempatnya masing-
masing dan siap digunakan.
3) Ruangan dapur akan menimbulkan aroma
makanan yang merangsang kehadiran lalat,
tikus dan hewan lainnya. Sehingga perlu
dicegah dengan cara berikut ini :

42
(a) Memasang kawat kassa pada jendela,
lubang angin dan lubang terbuka lainnya
(b) Menjaga kebersihan dapur agar tidak menarik
lalat, tikus dan hewan lainnya masuk ke dapur.

(c) Memasang lampu perangkap lalat (insect


killer lamp) tegangan tinggi
(d) Memasang kertas rekat lalat (reppelent)
(e) Mamasang aliran udara dingin yang tidak
disukai lalat
(f) Memasang umpan lalat dikebun sehingga
lalat tidak jadi masuk ke dapur.

4) Lantai, dinding dan langit-langit dibuat secara utuh


dan menutup seluruh bagian dengan sempurna.

5) Bahan untuk lantai yang digunakan adalah


bahan yang mudah dibersihkan dan tidak
menyerap debu, seperti plesteran semen,
keramik, porselin atau bahan sejenis lainnya.
6) Tempat pengolahan makanan harus ditata sedemikian
rupa, sehingga alur makanan teratur dan tidak simpang
siur, atau dengan cara kerja ban berjalan.

b. Pencegahan masuknya lalat, tikus dan hewan


lainnya.
Lalat,tikus dan hewan lainnya adalah sumber
penular utama terhadap pencemaran makanan
yang dapat menyebabkan penyakit bawaan
makanan, dan cara menghindarinya antara lain :
1) Tidak ada dinding rangkap yang dapat
digunakan tikus bersarang

43
2) Tidak ada bahan bangunan berlubang yang
terbuka
3) Tidak ada celah diantara kayu bangunan atau
perabotan yang jaraknya kurang dari 5 cm.
4) Daun pintu bagian bawah dilapisi lembaran
logam untuk mencegah tikus membuat lubang di
daun pintu.

5) Pintu-pintu dibuat dapat menutup sendiri agar


dapat menahan masuknya lalat, tikus dan
hewan lainnya.
c. Persiapan rancangan menu.
Menu disusun sesuai dengan kebutuhan kalori harian
untuk kecukupan gizi sehat yaitu sekitar 2.100 – 2.300
kalori untuk dewasa dan remaja, dan 500 – 750 kalori
untuk anak-anak. Menyusun menu dengan
memperhatikan beberapa faktor antara lain :

1) Ketersediaan bahan, jenis bahan dan jumlahnya


2) Keragaman variasi dari setiap menu
3) Proses dan lamanya pengolahan
4) Keahlian dalam mengolah makanan
d. Persiapan Peralatan dan perlengkapan.
Peralatan adalah semua alat yang berhubungan
langsung dengan makanan yang diperlukan dalam
pengolahan makanan, pewadahan dan
penyimpanan makanan baik untuk makanan
mentah dan yang telah masak.
Perlengkapan adalah semua alat yang tidak
berhubungan langsung dengan makanan tetapi

44
diperlukan dalam pengolahan makanan, pewadahan
dan penyimpanan makanan. Persyaratannya yaitu :

1) Meja peracikan
a) Meja peracikan harus bersih, kuat dan tahan
karat. Bahan dapat berupa bambu atau kayu
yang kuat dan dilapisi dengan plastik,
stainless stell atau keramik,
b) Talenan untuk meracik makanan harus kuat
dan tidak melepaskan bahan beracun.
2) Peralatan untuk meracik makanan seperti pisau,
garpu, panci, sendok dan sejenisnya.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk meracik bahan mentah
harus dibedakan dengan peralatan untuk
meracik makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang.
3) Peralatan untuk mengolah makanan.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk mengolah bahan mentah
harus dibedakan dengan peralatan untuk
mengolah makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.

45
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang,
4) Peralatan wadah makanan masak
a) Harus Bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Setiap wadah digunakan untuk
menempatkan jenis makanan yang berbeda
sesuai dengan peruntukkannya.
c) Wadah dilengkapi dengan tutup yang dapat
mengeluarkan udara panas dari makanan,
untuk mencegah pengembunan (kondensasi)
yang dapat meningkatkan kadar air bebas
sebagai media pertumbuhan bakteri.
5) Bahan peralatan untuk meracik, mengolah dan
wadah makanan tidak boleh melarutkan zat
beracun kedalam makanan. Contoh Kuningan,
tembaga, timah dan melamin.
6) Perlengkapan pengolahan.
Perlengkapan pengolahan seperti kompor,
tabung gas,lampu, kipas angin dsb, harus
memenuhi persyaratan :
a) Bersih, kuat dan berfungsi dengan baik.
b) Tidak menjadi sumber pencemaran.
c) Tidak menjad sumber bencana atau
kecelakaan, e. Penyortiran dan pencucian bahan
1) Setiap bahan yang akan dimasak harus
dilakukan penyortiran untuk memisahkan atau
membuang bagian bahan yang rusak (afkir)

46
2) Bahan afkir harus dibuang dan tidak boleh
diolah lebih lanjut.
3) Pencucian dengan air mengalir bisa menggunakan
larutan peka (KMNO4/Kalium Permanganat) atau
kaporit atau pemutih, untuk desinfeksi bakteri.
f. Pengaturan suhu, waktu dan tenaga
1) Suhu pengolahan minimal 90o C, agar kuman
pathogen mati.
2) Waktu memasak tidak boleh terlalu lama/terlalu
matang sehingga zat gizi dalam makanan tidak
hilang akibat penguapan. Setiap Jenis bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang
berbeda.
3) Tenaga pengolah makanan harus sehat, bukan
pembawa kuman penyakit, berperilaku hidup
bersih dan sehat, dan selalu mencuci tangan
dengan sabun setiap kali melakukan
pengolahan makanan.
4) Makanan������� yang���� telah����� siap���� disajikan��������� sesegera��������

mungkin dihidangkan untuk disantap, sehingga


lebih segar, nikmat dan aman,
g. Pewadahan makanan
1) Setiap jenis makanan dimasukan kedalam
wadah yang berbeda.
2) Isi wadah untuk makanan berkuah tidak boleh
terlalu penuh untuk mencegah tumpah.

47
4. PENYIMPANAN MAKANAN MASAK

Bahan makanan yang sudah diolah di rumah tangga menjadi


makanan yang siap saji. Makanan siap saji merupakan campuran
dari zat-zat gizi yang terdiri dari karbohidrat, lemak, protein, mineral
dan vitamin diperlukan manusia untuk hidup, tumbuh dan
berkembang biak. Namun ternyata zat-zat gizi tersebut merupakan
makanan kesukaan jasad renik pathogen seperti bakteri dan jamur.
Bakteri sangat menyukai protein, sedangkan jamur sangat menyukai
karbohidrat dan lemak. Jika jumlahnya mencapai dosis infeksi, maka
makanan������� tersebut��������
menjadi�������
sumber penyakit bawaan makanan. Oleh karena itu
penyimpanan makanan masak menjadi sangat penting
untuk diperhatikan bersama.
Ruang lingkup kaidah penyimpanan makanan masak:
1) Konsep Pertumbuhan bakteri
2) Tahapan pertumbuhan bakteri
3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri
4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri
5) Suhu penyimpanan yang aman
6) Waktu penyimpanan yang aman.
Penyimpanan makanan harus lebih cermat dan waspada
daripada penyimpanan bahan makanan, karena makanan
adalah langsung untuk dikonsumsi, sedangkan bahan
makanan perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.

1) Konsep pertumbuhan bakteri


a) Bakteri akan berkembang biak di dalam makanan
siap saji secara membelah diri satu menjadi dua,

48
dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan
seterusnya, setiap 20 menit sekali.
b) Dalam suasana dan kondisi lingkungan makanan
yang cocok bagi pertumbuhan jasad renik, maka
setiap satu sel bakteri akan tumbuh menjadi 300
ribu sel selama 6 jam atau menjadi 2 juta sel dalam
tempo tujuh jam. Oleh karena itu makanan siap saji
yang dibiarkan begitu saja lebih dari enam jam
sebaiknya tidak dikonsumsi lagi.

2) Tahap pertumbuhan bakteri pathogen


a) Pertumbuhan normal pada suhu 15 – 350 C dan
40 -600 C
b) Pertumbuhan cepat antara suhu 36 – 390 C
c) Pertumbuhan lambat antara 7 – 150 C dan 60 – 700 C

d) Pertumbuhan berhenti tetapi tidak mati pada <00 C

e) Pertumbuhan berhenti dan mati pada ?700 C.


3) Lingkungan penghambat pertumbuhan bakteri
a) Kondisi makanan yang kering
b) pH asam atau basa
c) suhu < 100C atau > 600 C
d) mengandung gula, garam atau cuka
4) Lingkungan pemacu pertumbuhan bakteri
a) Kondisi makanan yang basah atau lembab
b) pH normal (6,8-7,5)
c) suhu optimum yaitu 10 - 60o C

d) tersedia cukup makanan protein

49
e) mengandung air bebas (air yang digunakan
untuk tumbuhnya bakteri)
5) Suhu penyimpanan yang aman
a) Makanan kering, goreng gorengan : 25 – 300 C
b) Makanan basah berkuah sop gulai, soto: > 600 C

c) Makanan yang akan disajikan lebih dari 6 jam


tetapi kurang dari satu hari : 100 C
6) Waktu penyimpanan yang aman
a) Makanan yang baru dimasak suhunya sekitar ±
>800 C, kondisi ini masih aman
b) Makanan dalam waktu tunggu kurang dari 4 jam,
suhunya dapat diabaikan karena masih > 600 C

c) Makanan yang suhunya sudah < 600 C harus


segera dimakan
d) Makanan panas harus disajikan dalam keadaan
panas
f) Makanan dingin yang suhunya < 100 C selama
disimpan maksimum 24 jam, aman dikonsumsi.
5. PENGANGKUTAN MAKANAN
Pengangkutan makanan meliputi pengangkutan bahan
makanan, makanan siap saji dan membawa makanan
siap saji untuk dihidangkan atau disediakan di tempat
makan.
a) Pengangkutan bahan makanan
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun

50
3) Bahan makanan yang telah diracik harus
diangkut dalam wadah yang bersih dan tertutup
b) Pengangkutan makanan siap saji
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun
3) Wadah makanan terpisah untuk setiap jenis
makanan
4) Isi wadah tidak terlalu penuh untuk mencegah
makanan tumpah atau tercecer.
c) Membawa makanan siap saji
1) Orang yang membawa makanan harus sehat
dan bebas dari penyakit menular seperti batuk,
flu atau demam
2) Makanan ditutup agar terhindar dari percikan
ludah dan debu
3) Letak makanan berada diatas bahu, sehingga
terhindar dari percikan waktu bicara.
4) Wadah makanan dipegang pada bagian bawahnya
dan tidak memegang pinggir wadah atau piring.

6. PENYAJIAN MAKANAN
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari
perjalanan pengolahan makanan di rumah tangga.
Makanan yang telah selesai diolah dan dimasukan
kedalam wadah masing-masing siap disajikan untuk di
santap oleh anggota keluarga atau tamunya. Tentu saja
harapannya bahwa makanan yang telah susah payah
diolah, membawa berkah buat seluruh anggota keluarga
atau siapapun yang menyantapnya. Oleh karena itu

51
sebelum makanan disajikan ada baiknya dilakukan test
terlebih dahulu dari segi penampilan, rasa, selera
dan� keamanannya.

Untuk keamanan makanan keluarga, maka penyajian


makanan dilakukan dengan beberapa kaidah, yaitu :
1) Kaidah wadah makanan
2) Kaidah kadar air
3) Kaidah edible
4) Kaidah segera
5) Kaidah selera
6) Kaidah bersih
7) Kaidah aman
8) Kaidah etika
9) Kaidah tepat
10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak
Kaidah dalam penyajian makanan merupakan dasar
perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga, yang
meliputi :
1) Kaidah wadah makanan
a) Setiap jenis makanan ditempatkan pada wadah
masing-masing sehingga tidak saling bercampur
yang dapat menyebabkan kontaminasi silang
b) Dengan pemisahan makanan dapat mencegah
kerusakan makanan secara massal
c) Dapat memperpanjang waktu pakai makanan

52
terutama jenis makanan kering yang terpisah
dari kelembaban makanan berkuah.
2) Kaidah kadar air
a) Mencampurkan kuah kedalam makanan pada saat
akan dikonsumsi sehingga makanan terasa segar

b) Makanan yang belum dicampur kuah akan lebih


tahan lama daripada yang sudah dicampur
c) Suhu kuah yang belum dicampurkan dengan
makanannya akan lebih tahan panas.
3) Kaidah edible
a) setiap bahan yang disajikan adalah merupakan
bahan makanan yang dapat dimakan,
b) Dilarang menggunakan stekker besi, tusuk gigi,
bunga plastic, contoh bentuk makanan dalam
penyajian makanan
4) Kaidah segera
a) setiap makanan yang telah dimasak harus
segera disajikan dan segera dikonsumsi.
b) Setiap makanan yang tidak akan disajikan
segera, harus segera disimpan di lemari
pendingin pada suhu, 10 ? C atau dipanaskan
lagi sampai waktu penyajian.
5) Kaidah selera
a) Setiap masakan harus mengundang selera
karena rasa, aroma dan penampilannya
b) Hindari penggunaan bahan penyedap kimia
yang dapat menyebabkan allergi dan ketagihan

53
c) Tersedia bumbu meja untuk memenuhi selera
setiap orang.
6) Kaidah bersih
a) Setiap peralatan makan dan minum harus
bersih, utuh, dan tidak berbau amis.
b) Bagian permukaan peralatan yang kontak
dengan makanan tidak boleh tersentuh dengan
tangan, bibir atau makanan
c) Peralatan makan minum yang gompel atau retak
jangan digunakan karena tidak dijamin bersih
dan dapat menimbulkan kecelakaan.
7) Kaidah aman
a) Menyajikan makanan yang diolah dari bahan
makanan yang sudah diketahui dan diyakini
aman.
b) Menyajikan makanan tidak bersamaan tempatnya
dengan bahan beracun atau menggunakan wadah
bekas tempat bahan beracun seperti pestisida atau
bahan kimia beracun lainnya

8) Kaidah etika
a) Tata penyajian makanan secara layak dengan
peralatan makan minum yang biasa digunakan.
b) Tidak menyajikan wadah makanan dari bahan
kuningan, tembaga, timah dan melamin atau
bahan lain yang melarutkan zat beracun
kedalam makanan.
c) Tidak menggunakan wadah lain yang bukan
untuk wadah makanan

54
9) Kaidah tepat
a) penyajian makanan harus tepat volume dan
kalori sesuai dengan kebutuhan konsumsi
keluarga sehingga makanan tidak berlebihan
b) Penyajian makanan tepat waktu sehingga dapat
mengundang selera makan yang tinggi
c) Penyajian makanan tepat menu sehingga tidak
membosankan.
10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak.
a) Langkah dalam proses pencucian peralatan.
(1) Membersihkan peralatan dari sisa-sisa
makanan yang tertinggal (scraping)
(2) Merendam peralatan atau mengguyur
dengan air yang mengalir (flushing)
(3) Menggosok dengan bahan/larutan
pembersih (washing)
(4) Membilas dengan air bersih (rinsing)
(5) Mendesinfeksi hama (sanitizing)
(6) Mengeringkan (drying)
(7) Menyimpan ditempat yang terlindung
(keeping).
b) Bahan pencuci peralatan dapat berupa
(1) Sabun cair, sabun bubuk atau sabun colek
(2) Bubuk pembersih atau abu gosok
(3) Tapes, sabut atau sikat

55
(4) Air panas mendidih
(5) Larutan kaporit
(6) Detergen khusus untuk mencuci peralatan
c) Proses sanitasi sinar matahari
(1) Peralatan yang selesai dicuci dijemur panas
matahari sampai kering
(2) Disimpan ditempat penyimpanan yang bersih
dan kering serta tertutup dari serangga,tikus
dan hewan lain.
c. MENCEGAH KERACUNAN BAHAN MAKANAN ALAMI
Keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga, khusunya
di perdesaan disebabkan karena faktor ketidak tahuan
(ignorance), faktor kemiskinan (poverty) dan faktor
penyuluhan gizi dan kesehatan (heatlh education) tentang
bahan makanan yang dapat dimakan (edible stuffs).
Kesulitan akses untuk mendapatkan bahan makanan melalui
jalur distribusi pangan, dapat terjadi karena berbagai
penyebab antara lain : komunikasi transportasi yang sulit
dijangkau, daerah luas dan terpencil, kerusakan sarana
akibat bencana atau daya beli masyarakat yang rendah.
Karenanya penduduk menggunakan bahan makanan liar
yang ditemukan di hutan dan kebun yang belum diketahui
keamanannya, Hal ini terpaksa dilakukan karena ketiadaan
persediaan pangan keluarga atau karena ingin berhemat
dengan cara memanfaatkan sumber pangan liar, seperti
jamur, umbi, singkong beracun dan bahan pangan lainnya
yang belum terbukti aman dimakan.

Cara mengenal bahan pangan yang aman atau tidak


aman dimakan adalah :

56
1. Jenis jamur untuk dikonsumsi.
a. Jamur merang (vovariella volvacea)
1) Bentuk :
Ketika kecil berbentuk bulat kecil berselaput, ketika
sudah besar berbentuk sungkup berbatang pendek
lurus dengan permukaan halus dan bersih.

2) Warna :
Putih keabu-abuan
3) Ukuran :
sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi batang 3-5 cm

4) Habitat :
Tumbuh dibawah tumpukan jerami lembab di
sawah yang tidak terkena sinar matahari,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
b. Jamur tiram (Pleurotus ostreotus)
1) Bentuk :
Seperti cangkang tiram atau kerang berlapis-
lapis, berbatang pendek dengan permukaan
halus dan bersih.
2) Warna :
Putih bersih

3) Ukuran :
Sedang����� dengan������ diameter��������
3���-4 cm,��� tinggi������ tiang����� 3� cm

4) Habitat :
Dibatang pohon mati yang lapuk di hutan atau di
kebun yang tidak terkena sinar matahari,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.

57
c. Jamur kuping (Auricularia polytricha
(hitam);dan A. judae (merah))
1) Bentuk :
seperti daun kuping, tidak berbatang, permukaannya

2) Warna :
Coklat, hitam dan merah yang tembus pandang.
3) Ukuran :
sedang dengan panjang/lebar 2-3 cm,
4) Habitat :
Tumbuh pada pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
d. Jamur Payung tanah (Pholiota nameko)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang tinggi dengan
permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih kecoklatan, atau coklat muda kemerahan
3) Ukuran :
Besar dengan diameter 5-10 cm, tinggi tiang 10-
20 cm
4) Habitat :
Tumbuh ditanah kebun yang banyak rumah
rayapnya, sekarang sudah banyak dibudidayakan.

d. Jamur Payung kayu atau Shiitake (lentinus


edodes)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dengan
permukaan halus dan bersih.

58
2) Warna :
Coklat kemerahan
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 4-6 cm, tinggi tiang 3-
5 cm
4) Habitat :
Tumbuh di batang kayu mati di hutan atau
kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan,
terutama di Jepang.
e. Jamur kantarel (Cantharellus cibarius )
1) Bentuk :
seperti payung bersungkup keatas, berbatang
pendek dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih pad bagian spora dan kehitaman pada
bagian payung luarnya
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi tiang 2-
3 cm
4) Habitat :
Tumbuh dibatang pohon mati di hutan atau
kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan.
f. Jamur champignon (Agaricus bisporus)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dan
bercincin, permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih bersih

59
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3
cm
4) Habitat :
Dibatang�������� pohon����� mati���� di�� hutan����� atau���� kebun,������

sekarang sudah banyak dibudidayakan.


g. Jamur melinjo
1) Bentuk :
Seperti batu, tidak berpayung, permukaan kasar
dan kotor, mempunyai lapisan kulit luar.
2) Warna :
Abu-abu tua kehitaman.
3) Ukuran :
kecil sampai sedang diameter 1-4 cm, tinggi 2-3
cm
4) Habitat :
Tumbuh dibawah dan sekitar batang pohon
melinjo di hutan atau kebun, masih banyak yang
belum dikenal.
2. Jenis jamur beracun.
1) Tempat tumbuhnya ditempat kotor atau sumber
kotoran,
2) Jika disinari akan mengeluarkan cahaya karena
permukaannya mengandung fosfor,
3) Permukaan jamur bersisik, tidak halus dan
Warna berbintik-bintik atau bernoda,
4) Berwarna biru atau warna terang lainnya yang
menyolok,

60
5) Aroma jamur mengeluarkan bau yang tidak
sedap,
6) Permukaanya mengeluarkan serpihan dan
kotoran semacam debu.
b. Contoh jamur beracun
1) Jamur tanah (Amanita muscuria), yang permukaan
payungnya berbintik-bintik hitam tidak rata.

2) Jamur Amanita palloides, yang bentuknya seperti


jamur merang, tetapi permukaannya kasar dan
mempunyai cincin berwarna pada batangnya.

3) Jamur kayu Cordyceps sp. yang warna


payungnya berbintik-bintik seperti bunga.
4) Jamur kayu Formes appiana yang seperti
jamur kuping tetapi bertekstur keras dengan
warna putih atau hitam.
5) Jamur papan Gonoderma sp yang bentuknya
seperti kulit kerang berwarna putih dan hitam,
dapat dijadikan ramuan obat herbal.
6) Jamur Morchella esculenta yang warna
permukaan payungnya belang bergaris-garis
sepert sisik ular, berbatang putih pendek.
7) Jamur lainnya yang tidak dikenal janganlah
dimasak untuk dikonsumsi.
c. Jenis-jenis racun pada jamur
Gyromitrin, Amatoxin, Muscarin, Ergotamin,
Aflatoxin luteokirin.dan Faloidin
d. Obat dan antidote keracunan jamur
1) sirup ipeka dapat digunakan untuk merangsang

61
muntah dan obat pencahar digunakan untuk
mengosongkan usus.
2) Antropin dapat diberikan untuk keracunan
muskarin.
3) Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang
mengandung dekstrosa dan natrium klorida, yang
akan membantu memperbaiki kadar gula yang
rendah dalam darah (hipoglikemia) yang
disebabkan oleh kerusakan hati.

4) Manitol, yang diberikan melalui infus, kadang-


kadang digunakan untuk mengatasi keracunan
siguatera yang berat
5) Pil norit atau arang untuk menyerap gas
beracun dalam usus
6) Air kelapa atau susu bersifat basa yang banyak
mengandung bahan penvahar untuk muntah.
7) Pada keracunan jamur yang tidak dikenal, harus
segera memuntahkan makanan dan membawa
muntahannya ke laboratorium untuk diselidiki.
3. Jenis ubi kayu (singkong) beracun
Singkong (manihot utilissima) merupakan bahan makanan
yang dapat dijadikan pengganti beras. Singkong
mengandung linamarin, yaitu glikosida cyanogenik yang
mengikat racun asam sianida (HCN). Sianida dalam
linamarin akan terbebas karena enzym lynase, atau karena
kerusakan fisik dari singkong. Kandungan HCN dalam
singkong dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan :

Singkong tidak beracun, yaitu singkong dengan kadar


HCN dibawah 100 mg / kg berat singkong segar.

62
Singkong beracun, yaitu jenis singkong dengan kadar
HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar.
Dosis lethal HCN singkong pada manusia adalah 0,06
gram atau 60 mg / kg BB. Tetapi ada yang bisa bertahan
sampai tiga kalinya, sesuai daya tahan tubuh seseorang.

a) Tanda-tanda singkong beracun :


1) Warna daun hijau tua, bentuk daun tipis dan
panjang
2) Jika dicium tercium aroma pengar atau
menyengat yang tajam
3) Jika dicicip dengan lidah terasa pahit.
4) Kulit batang berwarna hijau tua kehitaman
5) Bentuk ubi biasanya panjang-panjang dengan
warna kulit ari merah tua.
6) Singkong yang tidak utuh, cacad atau sudah
terpotong menyebabkan peningkatan kadar HCN.

b) Cara mengolah singkong agar tidak keracunan:


1) Memilih parietas singkong yang mengandung
sedikit HCN.
2) Pilih bentuk singkong yang utuh dan tidak
terpotong, luka atau patah
3) Mengiris-iris lebih dahulu kemudian direndam
dalam air mengalir selama 12 jam
4) Merebus sampai matang sempurna dalam air
yang banyak. Cara ini akan menghilangkan
HCN pada umbi sebanyak 67 % dan HCN pada
daun sebanyak 95 %.

63
c) Antidote keracunan singkong
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
4. Jenis umbi gadung (Dioscorea hispida Daenst)
a) Nama local
1) Manado : Bitule, Bunga meraya
2) Sumatera Barat : Gadung, Gadung ribo
3) Sunda : Gadung
4) Jawa : Gadung
5) Madura : Ghadhung
6) BeIitung : Sikapa atau Skapa
7) Sumbawa : Iwi
8) Minahasa : Ondot in lawanan, Pitur
9) Bugis : Siapa
10) Makasar : Sikapa
11) P. Roti : Boti
12) P. Seram : Uhulibita, Ulubita
13) P. Ambon : Hayule, Hayuru
b) Sumber asal :
Berasal dari India Barat dan menyebar ke negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia.
c) Gejala Keracunan
1) Gejala keracunan bagi orang awam, gadung yang
direbus saat dimakan sangat gurih dan lejat

64
sehingga kerap orang lupa diri dan melahapnya
tanpa perhitungan
2) Dampaknya pun luar biasa, orang tersebut akan
didera pusing kepala, vertigo biasa disebut
mabuk gadung.
3) Gejala lain berupa :radang kerongkongan,
pusing muntah darah, sukar bernafas,
mengantuk dan rasa letih.
4) Jika tidak segera diobati dapat menimbulkan
Kematian biasanya setelah 6 jam selepas
memakan ubi gadung ini.
d) Jenis Racun
1) racun dioscorine,
2) alkaloid dioscorin
e) Obat dan antidote :
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
f) Cara Pengolahan 1: Umbi gadung dicampur abu
gosok dan direndam
1) Umbi tua yang kulitnya berwarna coklat
kekuningan dikupas kulitnya sampai kelihatan
dagingnya (kupas tebal) yang berwarna kuning
keputihan
2) Umbi kemudian di potong tipis-tipis setebal kira-
kira 3 milimeter dan dicuci sampai bersih.
3) Dimasukkan abu dapur atau abu gosok sehingga
seluruh permukaan terselimuti abu. (Abu berfungsi

65
sebagai penetralisir racun). Bahan lain sebagai
pengganti abu adalah soda kue (NaHCO3), soda
api (NaOH), kapur tohor (Ca(OH)2).
4) Remas-remas potongan gadung yang dilapisi abu,
sampai merata,kemudian dijemur sampai kering.
5) Kemudian di rendam di dalam air mengalir selama
2-3 hari. Atau dalam air tidak mengalir namun
harus diganti setiap 6 jam sekali selama 3 hari

6) Di cuci kembali sampai bersih kemudian dijemur


di panas matahari sampai kering
7) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan
yang aman untuk dikonsumsi
g) Cara Pengolahan 2: Umbi gadung diperam dengan
campuran garam
1) Setelah gadung diiris dan dicuci, maka dilakukan
penaburan garam secara berlapis-lapis

2) Lamanya pengeraman adalah satu minggu


3) Setelah pengeraman, gadung dicuci dengan air
bersih dan dijemur sampai kering
4) Gadung siap untuk diolah sebagai makanan
yang aman untuk dikonsumsi
5. Jenis ubi jalar liar (Ipomoea batatas)
a) Nama lokal
1) ubi hura
2) ubi hewa
b) Gejala : Beberapa jam setelah mengkonsumsi ubi
jalar beracun, dengan gejala sbb.

66
1) pusing
2) mual
3) muntah
c) Cara pengolahan
1) Dicuci, dipotong dan direndam dalam air
mengalir (sungai) selama semalam
2) Di tiriskan sampai kering, kemudian direndam
kembali sebelum dimasak.
6. Ikan buntal (Tetraodontidae ) atau fugu
a) Jenis ikan buntal beracun yang terdapat di Indonesia

1) Buntal Duren (Diodon hytrix)

bergigi lempeng dan kuat

2) Buntal Landak (Diodon holacanthus)


bersirip 14, berduri lemah pada punggung,
dada, pada sirip dubur terdapat 23 duri lemah
3) Buntal Kotak (Rhynchostricion
nasus) berduri di kepalanya
4) Buntal Tanduk (Tetronomus
gibbosus) berduri di kepalanya
5) Buntal Kelapa (Arothron reticularis)
berciri duri lemah antara 10 - 11 pada sirip
punggung, 9 - 10 pada sirip dubur dan 18 pada
sirip dada
6) Buntal Pasir (Arthron immaculatus)
7) Buntal Tutul (A. aerostaticus)

67
8) Buntal Pisang (Gastrophysus lunaris).
b) Nama lain
1) Ikan fugu
2) Fuffer fish
3) Ikan babi laut
b) Bentuk fisik ikan
1) Tubuh bulat seperti bola dengan sisik kecil
2) berbadan gemuk, bulat, mata besar dan lubang
pada celah insangnya besar
3) Mulut kecil bergigi banyak
4) Seringkali mengapung seperti ikan mati
5) Ukuran mencapai 285 mm.
c) Jenis toksin
Tetrodotoxin (Puffer Toxin)
d) Sumber racun
1) Empedu ikan, kalau sampai racunnya menyebar
ke seluruh daging dan tidak hilang walaupun
dimasak pada suhu tinggi.
2) kandung telur/ovarium (tertinggi), sebagai alat
perlindungan diri dari pemangsa
3) hati sangat beracun
4) mata, dan kulit
5) saluran pencernaan dan jeroan lainnya
e) Gejala Keracunan
1) kepala pusing, perut mual, dan tubuh lemas,

68
muntah-muntah beberapa jam setelah makan.
2) mati rasa dalam rongga mulut
3) Jika berlanjut dapat menyebabkan tidak
sadarkan diri
4) gangguan fungsi syaraf seperti kelumpuhan dan
kematian akibat sulit bernapas dan serangan
jantung.
5) Gejala tersebut timbul selama 10 menit hingga 3
jam setelah mengkonsumsinya.
f) Jenis menu masakan (oleh Koki ahli khusus)
1) Fugu sashi : irisan tipis-tipis daging ikan fugu,
disajikan dengan saus ponzu (campuran air
jeruk nipis dan kecap asin).
2) Fugu chiri : sayuran dan daging ikan fugu di
rebus dalam kuah konbu dashi (kaldu ikan dan
rumput laut) dalam wadah besar. Disajikan juga
dengan saus ponzu.
3) Fugu kara age : potongan daging ikan ini
dibumbui, dibalut tepung dan digoreng.
4) Fugu hire zake : potongan sirip ikan fugu yang
dipanggang dan direndam dalam sake panas.
g) Pencegahan :
Tidak mengkonsumsi ikan buntel jika tidak ahli
dalam memasaknya
7. Kerang beracun
a) Jenis Kerang beracun
1) kerang kelep (bivalve mollusca).

69
2) kepah dan remis (scallop).
3) remis(”mussel”).
4) tiram(”kijing”).
b) Jenis toksin
Saxitoksin, okadaic acid, pectenotoxin, yessotoxin,
Domoic acid dan Brevitoxin.
c) Nama Penyakit keracunan kerang
1) Diarrhetic shellfish poison (DSP)
2) Paralytic shellfish poison (PSP),
3) Amnestic shellfish poison (ASP),
4) Neurotoxic shellfish poison (NSP).
d) Gejala keracunan Paralystic Shellfish Poison (PSP)
1) Jenis kerang kelep (bivalve mollusca). .
2) Jenis racun: Saxitoksin yang diproduksi
Alexandrium dan dinoflagellata.
3) gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan
mulut yang merambat ke leher, lengan dan kaki.
4) Mati rasa di sekujur tubuh sehingga gerakan
menjadi sulit.
5) Perasaan melayang-layang, mengeluarkan air
liur, pusing dan muntah
6) gejala ataksia, dysphonia, dysphagia dan
paralysis otot total
7) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan
pada sistem pernapasan.

70
e) Gejala Keracunan Diarrhetic Shellfish Poison (DSP)
1) Jenis kerang kepah dan remis (scallop).
2) Jenis racun: okadaic acid, pectenotoxin dan
yessotoxin yang diproduksi oleh alga laut
Dinophysis fortii.
3) Gejala:diare akut, mual, muntah, sakit perut,
kram dan kedinginan.
4) Okadaic acid mempunyai efek sebagai promotor
tumor
f) Gejala Keracunan Amnesic Shellfish Poison (ASP)
1) Jenis kerang remis(”mussel”).
2) Jenis racun: Domoic acid merupakan asam
amino neurotoksik yang dibuat oleh Jenis
plankton Alexandrium catenella dan A.
tamarensis, Pyrodinium bahamense
3) Gejala: sakit perut, sakit kepala, hilangnya
keseimbangan sampai dengan kerusakan
sistem syaraf pusat termasuk hilangnya ingatan.
4) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan
sistem pernafasan.
g) Gejala Keracunan Neurotoxic Shellfish Poison (NSP)

1) Jenis kerang tiram(”kijing”).


2) Jenis racun: Brevitoxin yang diproduksi oleh
alga laut Ptychdiscus brevis,
3) Gejala: rasa gatal pada muka yang menyebar ke
bagian tubuh lain, rasa panas-dingin yang bergantian,
pembesaran pupil dan perasaan mabuk

71
4) Kematian jarang terjadi.
h) Pencegahan :
1) Tidak mengkonsumsi kerang beracun atau
belum dikenal aman
2) Tidak mengkonsumsi kerang pada musim red
tide (pasang air laut berwarna merah).
D. KEAMANAN MAKANAN DI RUMAH TANGGA
Keamanan makanan di rumah tangga dikaitkan dengan
penggunaan makanan siap saji, makanan kemasan
olehan pabrik maupun makanan olahan industri rumah
tangga, dan bahan makanan yang akan diolah di rumah
tangga, dengan memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Makanan siap saji
a. Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
berasal dari tempat-tempat pengelolaan makanan
yang telah diawasi oleh instansi kesehatan yang
berwenang.
b. Terjamin kebersihan dan hygiene sanitasinya
c. Menggunakan wadah atau bungkus yang tidak
melarutkan zat kimia berbahaya kedalam makanan.
d. Tidak menggunakan bahan kimia pewarna atau
bahan kimia lainnya yang dilarang digunakan untuk
makanan.
e. Makanan dalam keadaan segar, tidak basi, tidak
rusak dan tidak tercium bau asing selain bau
makanan yang bersangkutan.
f. Segera dikonsumsi dan tidak untuk disimpan dalam
waktu lama.

72
2. Makanan kemasan olahan pabrik
a. Kemasan dalam keadaan tidak rusak, tidak penyok,
tidak bocor, tidak menggelembung atau tidak berkarat.

b. Mempunyai segel asli yang masih baik.


c. Belum habis masa kedaluwarsa atau masa pakai
makanan
d. Mempunyai merk, komposisi, dan cara penggunaan
makanan dalam tulisan latin, bahasa Indonesia
atau Inggris.
e. Mempunyai nama dan alamat pabrik atau
distributornya di Indonesia.
f. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis
dan tidak untuk disimpan dalam waktu lama.
g. Jika disimpan harus masih dalam kemasan utuh
pada suhu yang sesuai.
h. Mempunyai nomor tanda pendaftaran : BPOM MD
(dalam negeri) atau BPOM ML(luar negeri).
i. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
3. Makanan olahan industri rumah tangga
a. Kemasan/wadah atau bungkusan dalam keadaan
tidak rusak, tidak sobek, tidak bocor, dan tidak kotor.

b. Mempunyai bungkus asli yang masih baik.


c. Mempunyai nama dan alamat yang jelas.
d. Segera digunakan untuk sekali pakai sampai habis
dan tidak untuk disimpan dalam waktu lama.
e. Mempunyai nomor tanda penyuluhan : SP(Sertifikat
Penyuluhan Industri Rumah Tangga) atau nomor IRTP.

73
f. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
g. Aroma khas makanan tersebut dan tidak ada
aroma lainnya.
4. Bahan makanan
a. Keadaan fisik bersih dan segar
b. Tekstur baik dan tidak layu atau kering, kecuali
bumbu kering.
c. Segera digunakan dan tidak untuk disimpan dalam
waktu yang lama.
d. Jika akan di simpan, maka simpanlah pada suhu
yang sesuai dengan jenis dan waktunya.
5. Bahan tambahan
a. Sejauh mungkin gunakanlah bahan tambahan
makanan alami yang telah diketahui dan telah
terbukti aman digunakan.
b. Gunakan bahan tambahan kimia yang telah diizinkan
oleh Pemerintah dengan dosis yang sesuai.

c. Jangan menggunakan bahan tambahan kimia yang


dilarang karena berbahaya bagi kesehatan.
6. Bahan berbahaya dan beracun
a. Jauhkan semua jenis bahan berbahaya dan
beracun dari tempat pengolahan makanan.
b. Jika telah meracik bahan berbahaya dan beracun,
segerakan mencuci tangan dengan air bersih yang
mengalir dengan menggunakan sabun sampai
terasa bersih dan tidak tercium lagi bau racunnya.
c. Gunakan selalu alat pelindung jika menggunakan

74
bahan pestisida pertanian, dan hindari kontak
dengan tubuh atau bahan makanan.
d. Jangan menggunakan wadah kemasan bekas
racun atau pestisida untuk wadah atau alat
memasak makanan.
7. Bahan pencahar di rumah tangga
a. Gunakan air kelapa muda sebanyak mungkin jika
ada dugaan terjadinya keracunan makanan akibat
bahan kimia yang asam
b. Gunakan air jeruk atau asam jawa sebanyak
mungkin jika ada dugaan terjadinya keracunan
akibat bahan kimia yang basa.
c. Usahakan memuntahkan makanan dengan cara
memasukkan jari tangan kedalam rongga mulut
paling dalam sehingga makanan yang beracun
akan keluar melalui muntahan.
d. Gunakan tablet norit atau arang batok kelapa untuk
dimakan agar dapat menyerap gas racun dari
dalam usus.

VII. HYGIENE PERORANGAN (PERSONAL HYGIENE)


A. PENGERTIAN
Kebersihan Penjamah makanan dalam istilah populernya
disebut Hygiene Perorangan atau dalam istilah asingnya
disebut Personal Hygiene, merupakan kunci kebersihan
dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat.
Betapapun ketatnya peraturan telah dibuat dan dikeluarkan
oleh suatu usaha di tambah peralatan kerja dan fasilitas

75
yang memadai, semua itu akan sia-sia saja bila manusia yang
menggunakannya berperilaku yang tidak mendukung. Seperti
misalnya pakaian yang dibiarkan kotor, tangan yang dibiarkan
tidak bersih, meludah di sembarang tempat. Karena itu semua
akan kembali pada faktor manusianya. Dapat dimengerti kiranya
bahwa perilaku penjamah makanan dan kebiasaan-kebiasaan
yang hygienis bagi setiap orang penting dan perlu diperhatikan
untuk menciptakan keadaan lingkungan di rumah tangga yang
baik.

Tanggung jawab kebersihan dari perorangan akan


berkembang secara berantai secara kumulatif dari satu
orang kepada orang lain, dan di dalam kelompok-
kelompok masyarakat karena setiap orang memiliki
dorongan mengikuti sikap perilaku yang baik. Patut yang
terjadi selama ini dilakukan orang secara turun temurun
yang telah dilakukan sejak nenek moyang dan tidak
terjadi perubahan tetapi juga tidak diketahui mengapa
demikian. Tetapi sudah mendarah daging kebiasaan itu
sulit berubah. Kalau perilaku tersebut menguntungkan
akan sangat membantu dalam motivasi sikap penjamah,
tetapi kalau perilaku yang bertentangan akan sangat sulit
merubahnya. Kalaupun bisa dirubah dengan persuasi
terus menerus akan memakan waktu yang cukup lama.
B. PRINSIP HYGIENE PERORANGAN
Prinsip hygiene perorangan atau yang disebut juga dengan
kebersihan diri, dalam penerapannya adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sumber cemaran dari tubuh


Tubuh manusia selain sebagai alat kerja yang merupakan
sumber cemaran bagi manusia lain dan lingkungannya
termasuk kepada makanan dan minuman.

76
Sumber cemaran yang penting untuk diketahui adalah :

o Hidung
o Mulut o
Telinga o
Isi perut o
Kulit
Semua yang menjadi sumber cemaran dari tubuh
harus selalu dijaga kebersihannya agar tidak
menambah potensi pencemarannya.
Cara-cara menjaga kebersihan sebagaimana lazimnya
adalah sebagai berikut :
a. Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih
dengan cara yang baik dan benar. Mandi yang benar
akan ditandai dengan rasa segar sehabis mandi
karena pori-pori kulit telah dibersihkan dari debu dan
kotoran lain sehingga terbuka dan memasukkan udara
bersih sehingga tubuh terasa segar.

b. Menyikat gigi dengan pasta dan sikat gigi. Sikat gigi


yang baik dan teratur akan menjaga kebersihan
gigi. Idealnya setiap habis makan harus menyikat
gigi, demikian pula sehabis tidur dan sebelum tidur.
c. Berpakaian yang bersih. Pakaian yang bersih akan
terasa segar karena masih belum terkena kotoran.
Sebaliknya pakaian yang telah kotor yang banyak
mengadung kotoran bila bersentuhan dengan kulit
akan terasa tidak enak di badan. Sebelum dikenakan,
pakaian bersih sebaiknya diseteria terlebih dahulu
untuk mematikan kuman atau bakteri.

77
d. Membiasakan membersihkan lubang hidung,
lubang telinga, sela kuku secara rutin dan teratur
sehingga bagian tersebut bersih. Kuku dicuci bersih
dan tidak panjang agar mudah dibersihkan.
e. Membuang kotoran di tempat yang baik sesuai
dengan syarat kesehatan. Setelah buang air, baik
besar maupun kecil harus mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun. Demikian pula dengan tangan
yang telah dipergunakan harus dicuci dengan
sabun. Itu sebabnya di sekitar tempat buang air
harus selalu ada wastafel.
f. Kulit harus dijaga kebersihannya terutama dari bahan-
bahan kosmetik yang tidak perlu. Pemakaian kosmetik
yang tidak cocok dapat membahayakan kulit, terutama
kosmetik yang mengandung mercury (untuk sejenis
obat pemutih kulit).

Kulit dalam keadaan normal mengandung banyak


bakteri penyakit. Sekali kulit terkelupas akibat luka
atau teriris, maka bakteri akan masuk ke bagian dalam
kulit dan terjadilah infeksi.
Infeksi adalah masuknya bakteri ke dalam tubuh dan
menimbulkan gejala penyakit. Gelaja penyakit yang
paling umum adalah demam, sakit, perih dan sebagainya.
Luka yang terjadi harus segera ditutup dengan plester
tahan air dan mengandung obat anti infeksi. Obat anti
infeksi yang banyak digunakan adalah mercurochroom,
jodium tintuur (obat merah) atau betadin.

Perlu diperhatikan dalam upaya pengamanan


makanan yaitu :
a. Luka teriris segera ditutup dengan plester tahan air.

78
b. Koreng dan bisul tahap dini ditutup dengan plester
tahan air.
c. Rambut ditutup dengan penutup rambut yang
menutup bagian depan sehingga tidak terurai.
Adanya luka koreng atau luka bernanah mempunyai
resiko yang besar dalam menularkan penyakit kepada
makanan, oleh karena itu dianjurkan segera berobat.
Demikian pula rambut harus dibiasakan (keramas)
secara teratur agar tidak terjadi ketombe.
Selain akibat tubuh dapat pula sumber cemaran karena
perilaku pengelola makanan yang dapat menularkan
penyakit kepada makanan karena perilaku antara lain :

a. Tangan yang kotor


b. Batuk, bersin atau percikan ludah
c. Manyisir rambut dekat makanan
d. Perhiasan yang dipakai.
a. Tangan yang kotor
Kebersihan tangan sangat penting bagi setiap
orang terutama bagi Penjamah makanan.
Kebiasaan mencuci tangan yang setiap saat harus
dibiasakan. Pada umumnya ada keengganan
untuk mencuci tangan karena dirasakan memakan
waktu sebelum mengerjakan sesuatu, apalagi
letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan mencuci
tangan yang sangat membantu dalam mencegah
penularan bakteri dari tangan kepada makanan.

b. Batuk bersin atau percikan ludah


Bersin biasanya datang tanpa disadari. Tetapi

79
pada saat menjelang bersin sudah dapat
diketahui sehingga bisa dilakukan langkah-
langkah pencegahan sebagai berikut :
o Segera menjauhi makanan.
o Segera menutup hidung
dengan saputangan atau tissu
o Segera keluar ruangan.

Batuk adalah suatu tanda adanya penyakit atau alergi.


Orang yang batuk sebenarnya orang yang tidak sehat,
sehingga harus berobat. Bila penjamah batuk karena
sakit akan batuk terus menerus sehingga mengganggu
pekerjaan selain juga akan menularkan penyakitnya,
karena itu harus diistirahatkan untuk berobat. Kalau
batuk karena alergi misalnya tidak tahan asap, bau
tertentu atau sebab lain, maka harus menghindari dari
sumber penyebab dan menutupnya dengan
saputangan yang telah diberi bahan perangsang
seperti colonye, minyak angin dan sejenisnya.
Ludah merupakan sumber cemaran yang akan tersebar ke
udara selagi berbicara atau tertawa. Oleh karena itu tidak
dibenarkan bergurau di depan makanan atau berkata-kata
selagi bekerja. Kebiasaan meludah adalah sesuatu yang
cukup menjijikan, terlebih lagi meludah dengan keluar dahak.
Untuk mencegah kebiasaan meludah dapat diatasi dengan
cara mengunyah permen atau gula-gula sehingga ludah
dapat ditelan dengan rasa yang enak sesuai dengan rasa
permen. Bila terpaksa harus meludah maka meludah pada
tempat yang telah disediakan.
Orang Cina dikenal sebagai orang yang paling suka meludah
sembarangan dimana-mana dan kini Singapura sebagai
negara mayoritas Cina telah mengubah kebiasaan

80
itu menjadi kebiasaan yang tidak meludah melalui
program rekayasa “don’t spit”.

c. Menyisir rambut
Rambut adalah bagian atas tubuh yang melindungi
kepala dari sengatan panas matahari atau debu.
Karena itu rambut akan cepat sekali kotor karena
debu-debu akan mengendap dipermukaan rambut,
akibatnya rambut penuh kotoran. Rambut yang
menggunakan pomode lebih cepat kotor karena
debu akan menempel dan membentuk kotoran
rambut yang disebut ketombe. Bila rambut disisir
kotoran akan pindah ke sisir dan sebagian akan
jatuh ke bawah. Bila menyisir di dapur maka
kotoran rambut akan jatuh ke dalam makanan.
Oleh karena itu menyisir juga akan menyebabkan
pencemaran kepada makanan.

d. Perhiasan yang dipakai


Perhiasan yang dipakai akan menjadi sarang
kotoran yang hinggap akibat debu, kotoran
melalui keringat dan sebagainya. Perhiasan
akan menjadi sumber cemaran sehingga tidak
perlu dipakai sewaktu mengolah makanan.

Tangan yang dilengkapi dengan perhiasan akan


sulit dicuci sampai bersih karena lekukan
perhiasan dan permukaan kulit disekitar perhiasan
tidak akan sempurna pembersihannya. Kosmetika
selain akan merupakan cemaran akibat luntur
karena keringat juga dapat merupakan bahan
racun bila masuk ke dalam makanan.

81
2. Sumber karena ketidak tahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor dari
serangkaian perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan
perilaku (PSP). Ketidaktahuan dapat terjadi karena :
a. Dari asalnya tidak tahu
b. Belum dipahami dalam penggunaannya
c. Tidak disadari bahayanya.

Terjadinya pemakaian bahan makanan yang dapat


menimbulkan bahaya tetapi tetap dipergunakan
sebagai akibat untuk tujuan tertentu seperti :
a. Pemakaian bahan palsu
b. Pemakaian bahan rusak/kualitas rendah.
c. Tidak bisa membedakan bahan makanan
dan bukan untuk makanan.
d. Tidak mengatahui pewarna makanan dan
bukan untuk makanan.

C. PENCEGAHAN PENCEMARAN
1. Tangan
Tangan harus selalu dijaga kebersihannya, yaitu :
a. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan
terkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman
penyakit yang akan mencemari makanan. Dengan
kuku panjang sulit untuk dibersihkan dengan
sempurna walaupun tangan dicuci dengan baik,
karena pada sela-sela kuku yang panjang kotoran
masih tertinggal di dalamnya.

82
b. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab-sebab
kulit tempat beradanya kuman yang secara normal
hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih
akan menimbulkan pencemaran kepada makanan.
Membersihkan kulit dengan cara mandi yang baik,
mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian
yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur
akan memberikan kebersihan akan kulit. Terutama
kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang
langsung dengan makanan sangat penting untuk
selalu dijaga kebersihannya.
c. Bebas dari kosmetik (kutek), sebab kosmetik
merupakan obat kecantikan yang sesungguhnya
mengandung racun yang berbahaya yang bila masuk
ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti
zat warna, air raksa, arsen dan sebagainya.

d. Kulit harus bersih dan bebas luka, sebab kulit yang


luka akan memudahkan berkembangnya kuman di
kulit dan menimbulkan pencemaran, kulit perlu
dipelihara jangan sampai luka sehingga waktu
mencuci tangan mudah bersih. Bila kulit luka atau
koreng maka sulit dibersihkannya karena akan
terjadi pencemaran berulang-ulang.
e. Membersihkan tangan, dapat dilakukan dengan air
bersih yang mengalir, sabun dan sikat kuku. Bila
tersedia akan lebih baik dengan menggunakan air
panas atau air jeruk nipis. Air panas yang
digunakan untuk mencuci tangan cukup pada suhu
40 – 50oC saja sebab kalau lebih panas akan
melepuh (air suam-suam kuku). Air jeruk nipis
untuk menghilangkan bau.

83
Kebiasaan mencuci tangan harus dilakukan pada
waktu berikut ini :
a. Sebelum menjamah makanan
b. Sebelum memegang peralatan makan
c. Sebelum makan
d. Setelah keluar WC atau kamar kecil
e. Setelah meracik bahan mentah seperti daging,
ikan, sayuran dan lain-lain.
f. Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti
bersalaman, menyetir kendaraan, memperbaiki
peralatan dan pekerjaan lainnya.

2. Merokok
Merokok adalah dilarang diwaktu mengolah makanan
atau berada di dalam ruang pengolahan makanan.
Kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan
makanan mengandung risiko sebagai berikut :
a. Bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat
dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi
semakin kotor dan seterusnya akan mengotori
makanan.
b. Abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan secara
tidak disadari dan sulit dicegah.
c. Menimbulkan bau asap rokok yang dapat
mengotori udara sehingga terjadi sesak yang
mengganggu pekerja lain dan bau rokok dapat
meresap ke dalam makanan.

84
3. Kebiasaan bersih
Harus dijaga selalu kebersihan, kerapihan dan
keapikan penampilan dengan menjauhkan sifat
perilaku buruk seperti berikut ini :
a. Menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung,
telinga atau sela-sela gigi dan kuku. Kalaupun itu
akan dilakukan, lakukanlah di luar tempat
pengolahan makanan atau ke kamar toilet untuk
membersihkan semua itu.
b. Mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada
sendok yang langsung dipakai untuk mengaduk
makanan.
c. Meludah, usahakan tidak membuang ludah
dengan cara sembarangan pada saat keinginan
membuang ludah yang sudah terbiasa. Untuk
keadaan mendesak ingin membuang ludah,
buanglah ludah di luar tempat pengolahan
makanan dan pada tempat yang telah disediakan.
d. Batuk atau bersin, kalaupun terpaksa dilakukan
tutuplah dengan saputangan atau tissue.
e. Memegang-megang rambut dengan tangan atau
menggaruk-garuk karena kotoran (ketombe) atau
kutu. Bersihkanlah selalu rambut dengan
pembersih rambut dan gunakan obat hama kutu
agar kulit kepala bersih dan sehat.
f. Tidak menyisir rambut di tempat pengolahan
makanan.

4. Pakaian
Dipakai hanya di tempat kerja dan tidak dipakai di
jalanan. Dianjurkan dibuat seragam untuk memudahkan

85
pengawasan. Pakaian dari rumah akan sangat kotor
sewaktu di jalanan, sehingga bisa menjadi sumber
pengotoran. Pekerja yang menempati asrama
tersendiri dapat menggunakan pakaian rumah asal
pengawasan kesehatan di asrama juga terjamin.
Penampilan pakaian selalu bersih, apik dan rapih.

5. Perhiasan
Perhiasan yang boleh dipakai sebatas perhiasan
tidak berukir, seperti cincin kawin. Perhiasan lain
termasuk arloji dianjurkan tidak dipakai dan disimpan
di tempat penyimpanan pribadi (locker).
Perhiasan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kulit di bawah tempat perhiasan menjadi tempat
berkumpulnya kuman atau bakteri.
b. Perhiasan berukir dapat menjadi tempat kumpulnya
kotoran sebagai sumber kuman sewaktu bekerja,
karena sulit dibersihkan pada waktu mencuci tangan
atau barang kali tidak dicuci karena takut rusak
(arloji) atau takut luntur (cincin/gelang)
c. Perhiasan seperti anting-anting dan perhiasan lain
dapat masuk atau jauh ke dalam makanan tanpa
dapat dicegah atau tanpa disadari, hal mana karena
merugikan dirinya sendiri dan mengotori makanan.

D. HYGIENE DALAM PENANGANAN MAKANAN


Menangani makanan secara hygienis atau sehat
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Memperlakukan makanan secara hati-hati dan
seksama, menyimpan dan menyajikan makanan
sesuai dengan prinsip-prinsip hygiene.

86
b. Menempatkan makanan dengan wadah tertutup dan
dihindari cara penempatan dengan tumpang tindih
yang terbuka, karena bagian luar pada wadah di
atasnya akan mengotori makanan dalam wadah di
bawahnya, demikian seterusnya.

VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB


Untuk melaksanakan Program Penyelenggaraan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di
rumah tangga, perlu ditetapkan peranan dan tanggung jawab
dari masing-masing pihak yang terkait sebagai berikut :

1. Pusat :
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Nasional yang akan menjadi sumber hukum bagi
penetapan kebijakan tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.

b. Merencanakan, menyusun dan menetapkan metoda


penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan
termasuk penyuluhan dan pelatihan yang akan
dilakukan oleh semua jenjang mulai dari tingkat Pusat,
Propinsi, Kabupaten/ Kota, Kecamatan/Puskesmas,
Kelurahan/Desa dan RT/ RW.
c. Merencanakan, menyusun dan menetapkan bahan
dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode
partisipatori secara nasional.
d. Mengangkat dan mempekerjakan tenaga ahli untuk
membantu kelancaran penyelenggaraan Program di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota, dengan kriteria
tertentu sesuai dengan kebutuhan Program.

87
e. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja negara dan sumber pembiayaan lainnya
secara nasional.
f. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya
Program untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai
dengan volume dan beban kerja.
g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah
lokasi percontohan untuk dikembangkan secara
bertahap dan berkelanjutan di tingkat Nasional.
h. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program
dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Propinsi.

i. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama


lintas program dan lintas sektoral dalam rangka
meningkatkan sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
j. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kriteria
nasional untuk evaluasi keberhasilan secara kualitatif
maupun kuantitatif yang terukur, transparan dan
akuntabel.
k. Penanggung jawab program secara nasional adalah
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan cq. Direktur
Penyehatan Lingkungan.
2. Propinsi :
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Propinsi berdasarkan Kebijakan Nasional dan
Kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi.

88
b. Mengamankan dan mengawasi metoda penyelenggaraan
pembinaan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah
tangga termasuk penyuluhan dan pelatihan partisipatori
yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota, Kecamatan/
Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/RW.

c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan


dan materi penyuluhan dan pelatihan dengan metode
partisipatori secara nasional untuk kebutuhan di tingkat
Propinsi.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Propinsi dan sumber pembiayaan lainnya di
wilayah/daerah Propinsi.
e. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya Program
di Kabupaten/Kota sesuai dengan volume, beban kerja
dan prioritas kegiatan dan prioritas daerah.

f. Merencanakan, menyusun dan mengajukan usulan


penetapan daerah lokasi percontohan tingkat Propinsi,
untuk dikembangkan secara bertahap dan
berkelanjutan di wilayah Propinsi.
g. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab
program dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat
Kabupaten/ Kota
h. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama
lintas program dan lintas sektoral tingkat Propinsi
dalam rangka menjalin keterpaduan, dan
meningkatkan sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.

89
i. Mengamankan, mengawasi dan melaksanakan kriteria
evaluasi nasional dalam menilai keberhasilan secara
kualitatif maupun kuantitaitif yang terukur, transparan
dan akuntabel dalam lingkup Propinsi.
j. Penanggung Jawab program di Propinsi adalah Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi cq Kepala Sub Dinas yang
membidangi Kesehatan Lingkungan Propinsi.

3. Kabupaten/Kota.
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Kebijakan
Nasional, Propinsi dan Kebijakan Pembangunan
Daerah Kabupaten/ Kota.
b. Membina dan mengawasi penyelenggaraan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga termasuk sosialisasi,
penyuluhan dan pelatihan partisipatori yang dilakukan
oleh petugas Kecamatan/ Puskesmas,
Kelurahan/Desa dan RW/RT.
c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan
dan materi penyuluhan dan pelatihan secara nasional
atau sesuai dengan lokal spesifik untuk kebutuhan di
wilayah Kabupaten/Kota.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Kabupaten/Kota dan sumber pembiayaan
lainnya untuk daerah Kabupaten/Kota.
e. Melakukan pelatihan fasilitator partisipatori petugas
Kecamatan/Puskesmas dan lintas sektoral/program
dan LSM tingkat Kabupaten/Kota.

90
f. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah
kecamatan lokasi percontohan, untuk dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan di seluruh
wilayahnya.

g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kerjasama


lintas program dan lintas sektoral di tingkat Kabupaten/
Kota dalam rangka meningkatkan dukungan,
keterpaduan, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
h. Membina dan mengawasi pelaksanaan program dan
melaksanakan evaluasi kiteria keberhasilan secara
kualitatif maupun kuantitatif yang terukur, transparan
dan akuntabel di Kabupaten/Kota.
i. Melakukan sosialisasi kriteria keberhasilan program
untuk ditindaklanjuti oleh Kecamatan/Puskesmas.
j. Mengimplementasikan alokasi anggaran yang
bersumber dari Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
untuk pelaksanaan Pogram Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
Rumah tangga di wilayah Kecamatan/ Puskesmas.
k. Penanggung Jawab program di Kabupaten/Kota
adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota cq.
Pejabat yang membidangi Kesehatan Lingkungan.
4. Kecamatan/Puskesmas
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan kebijakan teknis
pelaksanaan program di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
b. Menyelenggarakan pelaksanaan sosialisasi dan
penyuluhan lintas program dan lintas sektoral di tingkat
kecamatan/ puskesmas.

91
c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan dan
pelatihan partisipatori untuk kebutuhan di tingkat
Kecamatan/ Puskesmas.
d. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan realisasi
rencana anggaran belanja yang telah dialokasikan
oleh sumber pembiayaan Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/ Kota.
e. Melakukan pelatihan partisipatori petugas
Desa/Kelurahan dan Pengurus RW/RT, Kader dan
Tokoh Masyarakat Desa.
f. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan desa
lokasi percontohan kegiatan yang akan dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
g. Melaksanakan kerjasama lintas program maupun
lintas sektoral di tingkat Kecamatan/Puskesmas dalam
rangka meningkatkan dukungan, kerjasama, sinergi
dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
h. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program
secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur, transparan
dan akuntabel di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
i. Penanggung jawab program di tingkat Kecamatan/
Puskesmas adalah Camat dan wakil penanggung Jawab
Program adalah Kepala Puskesmas Kecamatan.

5. Kelurahan/Desa
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan
kegiatan di tingkat Kelurahan/Desa.

92
b. Menyelenggarakan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan
partisipatori bagi petugas kesehatan, tokoh masyarakat,
Pengurus RW/RT, kader kesehatan dan Posyandu.

c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan


Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan untuk kebutuhan ibu-ibu di
tingkat RW, RT, dan Dasa Wisma.
d. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan
anggaran belanja yang telah dialokasikan oleh sumber
pembiayaan di tingkat Pusat, Propinsi,
Kabupaten/Kota dan Kecamatan/ Puskesmas.
e. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan lokasi
percontohan kegiatan di wilayah RW/RT yang akan
dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan
kepada wilayah lainnya.
f. Melaksanakan koordinasi kegiatan dengan
menggerakkan semua unsur di tingkat Kelurahan dan
Desa dalam rangka meningkatkan dukungan,
keterpaduan, sinergi dan sinkronisasi kegiatan untuk
mencapai hasil yang maksimal.
g. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program dan
mengumpulkan data kunjungan rumah tentang Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Cara Pembuatan
Makanan yang Baik (CPMB) di rumah tangga dan kasus
Penyakit Bawaan Makanan dan Keracunan Makanan di
rumah tangga secara terukur, transparan dan akuntabel.

h. Penanggung jawab program di Kelurahan/Desa adalah


Lurah/Kepala Desa/Kuwu dan wakil penanggung jawab
program adalah Petugas kesehatan di Desa/Kelurahan

93
IX LANGKAH KEGIATAN
A. Tingkat Pusat
1. Menetapkan Kebijakan Nasional berupa Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Pedoman Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di Rumah Tangga, sebagai sumber acuan teknis dan
acuan hukum untuk ditindaklanjuti dengan Penetapan
Peraturan Daerah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota.
2. Membentuk Tim Pembina di tingkat Pusat yang
dipimpin oleh Dirjen PP dan PL atau Pejabat lain yang
ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-unsur terkait
di sektor Pemerintah dan swasta, serta Organisasi dan
Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi,
Profesi, Pemuda, Wanita dan pihak terkait lainnya.
3. Menyusun rencana kerja Program hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga yang terintegrasi dengan berbagai
program dan sektor terkait baik dalam rangka program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, program
Millennium Development Goals maupun program-
program kesehatan lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Nasional yang bertugas
menyelenggarakan pelatihan petugas Propinsi dan
Kabupaten/Kota dalam rangka mempersiapkan
penyelenggaraan praktek hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga.
5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan
bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi
tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan

94
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
kepada aparatur pemerintahan daerah, swasta dan
masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas
sektoral di tingkat Pusat serta Persiapan Daerah
Kabupaten/Kota percontohan.

7. Melakukan evaluasi input dengan mengukur seberapa jauh


respon Pemerintah Kabupaten/Kota terhadap Penerbitan
Kepmenkes dengan dilaksanakannya aktifitas rencana kerja
Hygiene Sanitasi Makanan Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di Rumah Tangga dan pengajuan Rencana Kerja dan
Anggarannya������ oleh���� Dinas�����
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Pemda dan DPRD.

8. Melakukan evaluasi proses dengan mengukur kegiatan-


kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
Propinsi dalam menindaklanjuti Kepmenkes dengan
membuat edaran, supervisi atau forum diskusi
pemecahkan masalah Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di Kabupaten/Kota wilayah kerjanya.

9. Melakukan evaluasi output dengan mengukur banyaknya


kegiatan, penyusunan perda, pelatihan dan penyuluhan
yang telah dijalankan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan
atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka
penyelenggaraan Hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga.
10 Melakukan evaluasi outcome dengan mengukur
banyaknya keluarga yang telah menerapkan praktek
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam menerapkan
Cara Produksi Makanan yang Baik di rumah tangga
dan menurunnya kejadian Penyakit Bawaan Makanan
dan Keracunan Makanan di rumah tangga.

95
B. Tingkat Propinsi
1. Mengamankan dan mensosialisasikan Kebijakan
Nasional berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan
dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga, kepada
pihak-pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun
Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti
Organisasi Profesi, Wanita, Pemuda dan Keagamaan
yang berlokasi di Propinsi, agar sejalan dengan program
lain di tingkat Propinsi, dalam rangka mengurangi atau
mencegah kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di rumah tangga,
2. Membentuk Tim Pengawas di tingkat Propinsi yang dipimpin
oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau pejabat lain
yang ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-unsur
Pemerintah, swasta, dan Organisasi atau Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda,
Tokoh Masyarakat, Wanita dan pihak terkait lainnya.

3. Menyusun program dan rencana kerja tingkat Propinsi


yang terintegrasi dengan berbagai program dan sektor
terkait di Propinsi, dalam rangka program unggulan
Propinsi, STBM Propinsi, program MDG’s Propinsi
maupun program-program di tingkat Propinsi lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Propinsi yang dipimpin
oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau Pejabat
yang ditunjuk olehnya yang bertugas
menyelenggarakan pelatihan petugas Kabupaten/Kota
dalam rangka penyelenggaraan pelatihan Petugas
Puskesmas dan Kecamatan.

96
5. Mengembangkan, menggandakan dan
menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan,
pelatihan dan sosialisasi tentang praktek hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga dengan metode partisipatori
dalam lingkup Propinsi baik dalam gaya atau bahasa
lokal, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral di
tingkat Propinsi serta membantu Pusat dalam Persiapan
Daerah Kabupaten/Kota Percontohan.

7. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi input


dengan mengukur jumlah Kabupaten/Kota yang telah
menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
tentang hygiene sanitasi makanan, bahan makanan
dan keamanan makanan di rumah tangga.
8. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi proses
dengan mengukur jumlah program dan kegiatan yang
telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota dalam rangka menindaklanjuti Kepmenkes,
Edaran Propinsi, supervisi atau forum diskusi masalah
PBM dan KM di wilayahnya.
9. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi output
dengan mengukur banyaknya kegiatan, penyusunan
perda, pelatihan dan penyuluhan yang telah dilaksanakan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam rangka
penerapan Peraturan Daerah tentang Hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan
rumah tangga dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan.

10. Membantu Pusat dalam melakukan evaluasi outcome


dengan mengukur banyaknya jumlah keluarga yang

97
melakukan penerapan PHBS dan CPMB dan
penurunan jumlah kejadian PBM dan KM di rumah
tangga, dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan.
C. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Menyusun dan Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota tentang Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan
dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dengan
melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta,
organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan.

2. Membentuk Tim Pelaksana Pelatihan di Kabupaten/


Kota yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Pejabat lain yang ditunjuk untuk
menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh
Puskesmas Kecamatan.
3. Menyusun Rencana Kerja dan kegiatan PHBS dan
CPMB HSMBMKMRT di Tingkat Kabupaten/Kota
untuk menyelenggarakan perilaku hidup bersih dan
sehat dalam rangka menurunkan kasus PBM dan KM
di Rumah Tangga.
4. Menyelenggarakan Sosialisasi Lintas Sektoral tentang
Program HSMBMKMRT di tingkat Kabupaten/Kota, dalam
rangka mempersiapkan Pelatihan Petugas Puskesmas,
Kecamatan dan pihak terkait di tingkat Kecamatan untuk
melakukan sosialisasi dan penyuluhan partisipatori
Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.

5. Menyelenggarakan sosialisasi dan Pelatihan fasilitator


dengan metode partisipatori tentang Praktek Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga.

98
6. Menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan materi
penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang praktek
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga dalam lingkup
Kabupaten/Kota baik dalam gaya atau bahasa lokal.
7. Melakukan pendataan awal kejadian PBM dan KM, di
wilayah Kabupaten/Kota disertai keterangan tentang
kejadian, episode, waktu, lokasi dan jenis bahan yang
dimakan, penyebab dan alasannya mengapa hal itu
bisa terjadi.
8. Melakukan pemilihan dan penetapan pengusulan
lokasi Daerah Kecamatan percontohan HSMBMKMRT
yang akan diajukan ke Propinsi dan Pusat.
9. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan
tahapan input, proses, output dan outcome yang
dilakukan oleh Kecamatan lokasi percontohan.
D. Tingkat Kecamatan/Puskesmas
1. Menyusun Rencana Kerja Puskesmas Kecamatan dan
mengkoordinasikan seluruh jajarannya dalam
melaksanakan pelatihan/penyuluhan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga.
2. Membentuk Tim Pelatihan Tingkat Kecamatan Puskesmas
untuk melatih Petugas Posyandu, Dasa Wisma, PKK dan
tokoh masyarakat sebagai agen perubahan dalam rangka
praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga, dipimpin Kepala
Puskesmas atau Pejabat lain yang ditunjuk.

3. Menyusun rencana kerja tingkat Kecamatan, dengan


melibatkan petugas Medis, Sanitarian, Bidan, Perawat,

99
Gizi dan petugas lainnya untuk melakukan program
kerja Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
4. Menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh jajaran
Puskesmas dan Petugas Kelurahan/Desa, untuk
melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang
partisipatory Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan
Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga.
5. Melakukan pendataan kejadian PBM dan KM di wilayah
Puskesmas dengan mengidentifikasi kasus, waktu, lokasi
disertai keterangan tentang jenis bahan yang dimakan,
penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa terjadi.

6. Menyebarluaskan bahan dan materi pelatihan,


penyuluhan dan sosialisasi tentang praktek hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga kepada masyarakat umum.
7. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan
tahapan input, proses, output dan outcome yang
dilakukan oleh desa/kelurahan lokasi percontohan.

X. EVALUASI
Untuk melakukan evaluasi dilakukan dengan 4 (empat) jenis
evaluasi yang diukur dalam kurun waktu satu tahun yaitu :
1. Evaluasi input :
a. Adanya kegiatan pembinaan dan pengawasan yang
telah dianggarkan pembiayaannya oleh Departemen
Kesehatan untuk dilaksanakan di Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/ Kota.
Indikatornya : adanya alokasi anggaran sektor
Kesehatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota

100
b. Adanya rencana kegiatan HSMBMKM di RT yang telah
disiapkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Indikatornya : adanya TOR kegiatan di Pusat, Propinsi
dan Kabupaten/Kota
c. Adanya rencana persiapan tenaga, sarana dan
prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan
HSMBMKM di RT oleh Pusat, Kabupaten/Kota yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan program.
Indikatornya : tercantumnya dalam TOR, rencana
persiapan tenaga, sarana & prasarana yang akan
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
d. Jumlah Kit penyuluhan yang telah digandakan dan
disalurkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
kepada semua pihak terkait.
Indikatornya: prosentase kit penyuluhan yang telah
digandakan dan disalurkan oleh sektor Kesehatan di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
e. Jumlah pembentukan atau revitalisai Dasa Wisma dan
PKK yang telah dilaksanakan Kelurahan, RW dan RT.
Indikatornya : prosentase Kelurahan yang telah
melakukan pembentukan atau revitalisasi Posyandu
dan Dasa Wisma
2. Evaluasi proses :
a. Adanya surat, edaran, SK, komunikasi lainnya oleh
Pusat ke Propinsi dan Kabupaten/Kota atau
sebaliknya. Indikatornya : adanya surat menyurat dan
komunikasi lainnya antara Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota yang telah dikirim.
b. Adanya bimbingan teknis dan atau supervisi Pusat ke
Propinsi dan Kabupaten/Kota.

101
Indikatornya : adanya kegiatan bimbingan teknis dan
atau supervisi yang telah dilakukan.
c. Adanya Rancangan Perda tentang HSMBMKM di RT
yang telah disusun dan didiskusikan.
Indikatornya : adanya dokumen rancangan Perda yang
diajukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

d. Jumlah Kabupaten/Kota yang telah mempunyai


kegiatan HSMBMKM di RT.
Indikatornya : prosentase Kab/Kota yang mempunyai
kegiatan HSMBMKM di RT.
e. Adanya sosialisasi tingkat Pusat, Propinsi, Kab/Kota
yang telah dilaksanakan.
Indikator : adanya laporan sosialisasi yang telah
dilaksanakan.
f. Jumlah pelatihan pelatih fasilitator (TOT) yang telah
dilaksanakan oleh Pusat, Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah
dilaksanakan.
g. Jumlah pelatihan fasilitator yang telah dilaksanakan
Kabupaten/Kota dan Kecamatan.
Indikator : jumlah pelatihan fasilitator yang telah
dilaksanakan.
h. Jumlah pelatihan partisipatori kegiatan HSMBMKM di
RT yang telah dilaksanakan di Kecamatan, Desa,
RW/RT dan Dasa Wisma.
Indikator : jumlah pelatihan partisipatori yang telah
dilaksanakan.
3. Evaluasi output :
a. Jumlah peraturan daerah yang telah diterbitkan oleh

102
Kabupaten/Kota.
Indikator : prosentase Kab/Kota yang telah memiliki
Perda HSMBMKM di RT.
d. Jumlah pelatih fasilitator (TOT) yang terlatih di Pusat,
Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatih fasilitator yang terlatih.
c. Jumlah fasilitator yang terlatih di Kabupaten/Kota dan
Kecamatan.
Indikator : jumlah fasilitator yang terlatih.
d. Jumlah masyarakat yang telah mengikuti pelatihan
partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT di Kecamatan
dan Desa.
Indikator : jumlah masyarakat yang telah mengikuti
pelatihan partisipatori.
4. Evaluasi outcome :
a. Jumlah rumah tangga yang telah melaksanakan PHBS
dan CPMB di rumah tangga meningkat.
Parameter penilaian : mencuci tangan pakai sabun
sebelum memasak, kuku pendek dan bersih, pakai
celemek waktu memasak, makanan disajikan tertutup,
makanan segera dikonsumsi.
Indikator : Persentase keluarga yang telah
melaksanakan PHBS dan CPMB
b. Jumlah kejadian PBM dan KM yang terjadi di rumah
tangga setelah penyuluhan cenderung menurun.
Indikatornya : jumlah kejadian kasus keracunan
makanan di rumah tangga.

103
X PENUTUP
Dengan ditetapkannya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga ini,
maka diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menindak
lanjutinya dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
sehingga semua rumah tangga dapat menyelenggarakan
perilaku hidup sehat dan bersih dalam menyediakan makanan
siap saji di rumah tangga, sehingga semua anggota
keluarganya dapat terhindar dari gangguan penyakit bawaan
makanan (PBM) dan keracunan makanan (KM)

MENTERI KESEHATAN RI

ttd.

Dr.dr.Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH

104

Anda mungkin juga menyukai