iii
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................iii
Bab
I. PENDAHULUAN..........................................................................1
a. Gambaran Umum...................................................................1
b. Ruang lingkup.........................................................................2
c. Keterkaitan dengan sanitasi dasar.......................................3
II. TUJUAN........................................................................................5
a. Tujuan Umum..........................................................................5
b. Tujuan khusus.........................................................................5
III. PERMASALAHAN.......................................................................6
IV. KEBIJAKAN DAN STRATEGI...................................................8
a. Kebijakan..................................................................................8
b. Strategis...................................................................................9
V. SOSIALISASI DAN PROMOSI................................................10
a. Sosialisasi..............................................................................10
b. Promosi.................................................................................. 11
VI. HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN. 12
a. Mengenal Penyakit Bawaan Makanan..............................12
b. Prinsip – prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan............29
c. Mencegah keracunan bahan makanan alami..................56
d. Keamanan makanan di rumah tangga ………………..... 72
VII. HYGIENE PERORANGAN (Personal Hygiene)...................75
VIII. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB …………………………… 87
IX. LANGKAH KEGIATAN ............................................................94
X. EVALUASI.................................................................................100
XI. PENUTUP ……………………………………………………... 104
iii
I. PENDAHULUAN
a. Gambaran Umum
Hygiene sanitasi makanan merupakan upaya kesehatan
untuk menyehatkan makanan. Makanan sehat adalah
makanan yang mengandung unsur gizi yang cukup, bebas
dari kuman pathogen dan aman dari bahan berbahaya atau
zat kimia beracun. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang
baik penduduk di desa maupun di kota, baik bagi orang kaya
maupun orang yang miskin, baik bagi pengusaha maupun
rumah tangga. Namun pada kenyataannya bahwa kesehatan
ternyata belumlah dapat dinikmati oleh semua orang. Banyak
faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu,
keluarga maupun masyarakat. Salah satunya adalah kondisi
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga yang belum memadai. Berbagai
program kesehatan telah dilaksanakan dengan tujuan untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Berbagai produk hukum telah pula ditetapkan untuk melindungi
masyarakat konsumen maupun produsen makanan, minuman
dan bahan makanan dari gangguan kerusakan pangan.
Berbagai bentuk intervensi tehnis dan penyuluhan hygiene
sanitasi makanan juga telah seringkali disosialisasikan, namun
peristiwa penyakit bawaan makanan dan keracunan makanan
masih saja belum dapat diatasi secara bermakna. Upaya
kesehatan adalah upaya bersama antara Pemerintah dan warga
masyarakat, sehingga sebanyak dan sesering apapun upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah, jika tanpa dukungan partisipasi
aktif dan bantuan masyarakat, maka hal itu sangatlah sulit akan
terwujud.
b. Ruang lingkup
Upaya hygiene sanitasi makanan (termasuk minuman),
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
merupakan unsur kesehatan dasar yang sangat penting
untuk melindungi seluruh anggota keluarga di dalam rumah
tangga, dari gangguan penyakit bawaan makanan dan
Upaya hygiene sanitasi merupakan kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap orang sejak di dalam rumah tangga, di
lingkungan sekitarnya sampai kepada di tempat usaha
komersial yang menyelenggarakan kegiatan pengelolaan
makanan dan bahan makanan.
Pembinaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi makanan
dan bahan makanan pada tempat atau badan usaha komersial
makanan dan bahan makanan, telah dilakukan sejak lama,
melalui upaya penyuluhan dan penerapan ketentuan-ketentuan
dari peraturan perundang-undangan yang telah ada, baik
ditingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/ Kota. Sedangkan
untuk lingkup rumah tangga, hal itu belum banyak yang
dijalankan, karena kebijakannya adalah lebih menitik beratkan
kepada upaya penyuluhan dan percontohan.
Makanan siap saji yang sudah terolah di rumah tangga dan siap
disajikan masih syarat dengan berbagai ancaman dan
gangguan kesehatan, sebagai akibat dari penanganan makanan
yang belum terjamin keamanannya. Berbagai sumber ancaman
keamanan makanan di rumah tangga seperti pencemaran fisika,
mikroba dan bahan kimia beracun,
serangga penular penyakit, serta bahan makanan yang
mengandung racun secara alami dan atau zat-zat
penyebab keracunan makanan lainnya.
Upaya Hygiene sanitasi makanan lebih menitik beratkan
kepada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dalam
menangani proses pengolahan makanan makanan,
sedangkan upaya keamanan makanan adalah menitik
beratkan kepada semua komposisi makanan yang terdapat
dalam makanan yang siap dikonsumsi, akan terjamin aman
dari berbagai gangguan penyakit dan keracunan makanan.
II. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
a. Tersedianya payung hukum berupa Keputusan Menteri
Kesehatan tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan
Makanan, dan Keamanan Makanan di rumah tangga.
b. Tersedianya sumber hukum didalam penyelenggaraan
Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga dalam rangka Pelaksanaan Otonomi
Daerah di Kabupaten/Kota.
c. Tersedianya Produk hukum untuk pengaturan dan
pengawasan hygiene sanitasi makanan, bahan
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
pada tingkat Kabupaten/Kota sebagai penyelengara
pemerintahan otonomi daerah dibidang hygiene
sanitasi, gizi dan keamanan makanan.
d. Tersedianya sumber daya, metoda dan pendekatan
untuk penerapan pembinaan dan pengawasan Hygine
Sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga sesuai dengan kemampuan
daerah masing-masing.
2. Tujuan Khusus :
a. Tersosialisasinya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di rumah
tangga, dalam rangka melindungi masyarakat dari
penyakit bawaan makanan, dan keracunan makanan.
b. Terlaksananya penyuluhan tentang Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga pada tingkat Propinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan/Desa.
c. Terlaksananya penerapan kaidah-kaidah tentang Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) oleh ibu-ibu rumah
tangga dan para pengelola makanan siap saji lainnya.
III. PERMASALAHAN
Kejadian, peristiwa atau episode penyakit bawaan makanan
(PBM) keracunan makanan di Indonesia dewasa ini masih
sering terjadi dan banyak membawa korban sakit, bahkan
ada yang meninggal. Penderita harus mendapat pertolongan
di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
yang terdekat. Jumlah korban biasanya banyak dan terjadi
dalam waktu bersamaan, sehingga seringkali menimbulkan
kepanikan di masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban
dan kenyamanan masyarakat.
Dampak dari kejadian atau perisriwa PBM terutama
keracunan makanan bersifat multi efek, yaitu selain terjadi
kepada korban yang menderita penyakit, yaitu selain
menderita sakit, ia juga akan kehilangan hari kerja dan
produktivitas lainnya yang berdampak kepada aspek sosial,
budaya dan ekonomi keluarga dan masyarakat.
Namun berdasarkan data peristiwa keracunan makanan selama
tahun 2008 yang dimuat sejumlah media on line, terdapat 80
peristiwa atau episode keracunan makanan yang tersebar
diseluruh wilayah tanah air. Dilihat dari sumber makanan
penyebab keracunan makanan, sebagian besar (50 %) terjadi di
rumah tangga, disusul usaha katering 25%, makanan jajanan 20
% dan usaha komersial makanan lainnya 5%. Sedangkan data keracunan
makanan pada tahun 2009 sampai dengan bulan Juli, tercatat 37 peristiwa
keracunan dengan p�������roporsi ��������terbesar
adalah makanan rumah tangga 40 %, katering 27 %, jajanan, 22 % dan
usaha komersial makanan lainnya 11 %.
V. SOSIALISASI DAN
PROMOSI a. Sosialisasi
10
rumah tangga, makanan untuk konsumsi umum maupun
di tempat pengelolaan makanan komersial lainnya.
4) Tehnik sosialisasi melalui pendekatan partisipatori
menjadi pilihan populer sehingga masyarakat tidak
merasa ditekan atau dipaksa tetapi merasa memiliki
identitas masalahnya sendiri dan mampu memecahkan
masalahnya dengan cara dan selera masyarakat sendiri.
Hal ini akan mendorong kemandirian dan kedewasaan
masyarakat, sehingga pemerintah hanya bersifat
membina, membimbing dan mengarahkannya saja.
b. Promosi
1) Promosi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas
partisipasi dan sosialisasi yang telah dilaksanakan
oleh semua pihak.
2) Promosi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan
kegiatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah masing-masing.
3) Promosi dapat juga dikaitkan dengan program nasional
yang lain yang telah lama berjalan sehubungan dengan
peningkatan kualitas hidup dan lingkungan seperti
promosi adipura, kota sehat, kali bersih, posyandu,
STBM, dasa wisma yang sudah berjalan selama ini.
4) Saluran promosi lain yang telah ada dan berjalan, dapat
menjadi pelengkap dalam kegiatan promosi melalui desa
siaga atau santri raksa desa, sehingga pencapaian
sasaran kesehatan menjadi lebih utuh dan komprihensif.
11
VI. HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN BAHAN PANGAN
a. MENGENAL PENYAKIT BAWAAN MAKANAN (PBM)
1. PENGERTIAN :
1) Penyakit Bawaan Makanan (PBM) adalah penyakit
dengan gejala umum diare, mulas, sakit kepala,
sakit perut, kadang disertai muntah, dan kejang
yang disebabkan karena memakan makanan yang
tercemar.
2) Infeksi adalah masuknya kuman penyakit kedalam
tubuh dan menimbulkan penyakit.
3) Masa inkubasi adalah waktu antara infeksi dan
timbulnya gejala sakit.
4) Kontaminasi adalah masuknya zat pencemar
mikroba kedalam makanan dan atau berkembang
biak sehingga berpotensi menimbulkan infeksi.
5) Polusi adalah masuknya zat pencemar non mikroba
baik kimia maupun fisik kedalam makanan dalam
jumlah yang dapat berpotensi menimbulkan
gangguan kesehatan.
6) Carrier adalah orang sehat atau baru sembuh dari
sakit yang di dalam tubuhnya mengandung kuman
penyakit yang dapat menularkan kepada orang lain.
7) Dosis adalah takaran yang menunjukkan jumlah
tertentu dari bahan pencemar yang berpengaruh
atau tidak berpengaruh terhadap tubuh manusia.
2. Konsep dasar terjadinya PBM
a. PBM terjadi karena dosis infeksi kuman atau bakteri
yang telah melampaui ambang batas ketahanan tubuh
12
manusia. Dosis infeksi pada setiap orang dan jenis
kuman berbeda-beda. Berdasarkan literatur (Betty C
Hobb) jumlah minimal kuman antara 102 sampai 106.
13
f. PBM karena allergi seperti allergi ikan laut, ikan
tongkol, udang , penyedap masakan, dsb.
g. PBM karena bahan kimia buatan seperti pestisida,
pupuk, racun tikus dsb.
4. Jenis, gejala, penyebab, habitat atau sumber, cara
penularan dan pencegahan PBM
PBM yang disebabkan jasad renik
: a. Demam tifus
1) Gejala :
Demam tinggi terus menerus selama lebih kurang 2
(dua) minggu, sakit kepala, tidak enak badan, tidak
nafsu makan, timbul bercak kemerahan dikulit, diare
atau susah buang air besar, kadang sedikit batuk-
batuk, perut sakit, sehingga harus ditekuk.
2) Penyebab :
Salmonella typhi dan S. parathypi
3) Habitat atau sumber penular :
Manusia carrier (pembawa kuman)
4) Cara penularan :
Pencemaran makanan karena tinja dan air
kencing (urin).
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan dapur
pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
14
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Penderita dan carrier sebaiknya tidak
menjamah makanan untuk orang lain,
b. Disentri basiler
1) Gejala :
Diare mendadak disertai demam dan sakit perut
(mules), tinja bercampur lendir darah.
2) Penyebab :
Shygella disentri
4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum,
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
15
sakit, cairan tinja seperti cucian beras yang berbau
amis (hanyir), tubuh kehilangan cairan (dehidrasi),
gejala yang berat dapat menyebabkan pingsan.
Jika penderita tidak segera ditolong dapat
meninggal karena dehidrasinya.
2) Penyebab :
bakteri Vibrio Cholera Eltor.
3) Habitat atau sumber penular :
Penderita dan carrier (pembawa kuman),
4) Cara penularan :
Pencemaran melalui air dan makanan.
5) Masa inkubasi :
beberapa jam – beberapa hari,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
16
3 Habitat atau sumber penular : Penderita
dan carrier (pembawa kuman)
17
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan lingkungan dan
dapur pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
c) Memasak makanan sampai masak sempurna,
4) Cara penularan :
Mengkonsumsi makanan kaleng yang sudah
rusak,
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai 1 jam.
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan kaleng yang masih baik,
tidak rusak, penyok, bocor atau
b) Memasak makanan kaleng sebelum digunakan,
c) Menghabiskan makanan kaleng untuk sekali
pemakaian.
18
g. Keracunan Vibrio parahaemolyticus
1) Gejala :
Diare hebat, perut kram dan sakit, mual, muntah
dan demam.
2) Penyebab :
toksin bakteri Vibrio parahaemotyticus
3) Habitat atau Sumber penular :
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan laut yang tercemar dan
dimasak tidak sempurna.
5) Masa inkubasi : 1-7 hari
6) Pencegahan :
a) Memilih makanan laut yang masih segar dan
baru,
b) Memasak makanan laut sampai masak
sempurna,
c) Memisahkan makanan masak dengan bahan
mentah,
d) Menyimpan bahan mentah pada suhu beku
atau dingin di bawah 10o C,
e) Segera memakan makanan laut yang sudah
masak ketika masih panas,
h. Keracunan Baccilus cereus.
1) Gejala :
Mual dan muntah mendadak kadang dengan
disertai sakit perut dan diare.
19
2) Penyebab :
toksin bakteri Baccilus cereus tahan panas yang
menyebabkan muntah dan toksin yang rusak
dengan panas menyebabkan diare. Bakteri ini
juga menghasilkan spora yang tahan panas.
3) Habitat atau Sumber penular :
Makanan yang tercemar bakteri ini yang berasal
dari tanah dan debu yang hinggap ke makanan.
4) Cara penularan :
Mengkonsumi makanan biji-bijian yang sudah
tercemar,
5) Masa inkubasi :
beberapa jam sampai 1 hari,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang segar.
b) Menyimpan bahan makanan pada suhu
dingin dibawah 10o C.
c) Memanaskan kembali makanan yang sudah
disimpan lama.
PBM yang disebabkan virus :
a. Hepatitis Infektiosa.
1) Gejala :
Demam mendadak, terasa tidak enak badan,
kemudian beberapa hari timbul warna kekuningan
2) Penyebab : Virus Hepatitis A
3) Sumber penular :
manusia penderita,
4) Cara penularan :
Melalui tinja penderita atau keringat yang
20
mencemari makanan dan air minum.
5) Masa inkubasi:
1 – 2 minggu,
6) Pencegahan :
a) Penyuluhan kesehatan untuk memelihara
kebersihan dapur pengolahan makanan dan
lingkungannya.
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
2) Penyebab :
virus rotavirus dan virus calcivirus,
3) Sumber penular :
Virus pada penderita yang mencemari makanan.
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar oleh virus dari penjamah
yang sakit dan masih menangani makanan, air dan
atau peralatan yang dipakai menangani makanan
21
dan minuman yang tidak bersih.
5) Masa inkubasi:
1 – 3 hari.
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan, terutama kebiasaan mencuci tangan
pakai sabun sebelum menjamah makanan,
PBM yang disebabkan bahan kimia :
a. Keracunan logam berat.
1) Gejala :
Gangguan fungsi syaraf, otak dan peredaran
darah, dan dapat menimbulkan kanker.
2) Penyebab :
Logam berat seperti Mercury (Hg), Timah Hitam
(Pb), Cadmium (Cd).
3) Habitat dan Sumber penular
: Limbah Industri,
4) Cara penularan :
Makanan yang tercemar logam berat masuk
dalam makanan dalam jumlah yang kumulatif
(menumpuk)
5) Masa inkubas i:
1 – 10 tahun,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan peralatan pengolahan
makanan.
22
b) Memilih peralatan yang tidak mengandung
logam berat beracun.
c) Tidak mengkonsumsi makanan tertentu secara
b. Keracunan pestisida.
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang disertai
diare, kejang, pingsan sampai kematian.
2) Penyebab :
Pestisida golongan Organochlorat dan Organoposfat.
23
PBM yang disebabkan toksin/racun alam
4) Cara penularan :
Mengolah makanan yang secara alam mengandung
racun dan sebenarnya tidak untuk dimakan, biasanya
karena ketiadaan bahan pangan.
5) Masa inkubasi :
beberapa detik sampai menit.
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan yang terbukti aman,
b) Menyediakan obat antidote untuk menangkal
jika terjadi keracunan.
b. Keracunan makanan asal tanaman
1) Gejala :
Mual, muntah, pusing, linglung kadang diserta
diare dan kejang, dan sampai pingsan.
2) Penyebab :
Bayam rubhar, kentang solanin, asam jengkol,
asam gadung,
24
3) Sumber penular:
Makanan tumbuhan yang secara alam beracun,
4) Cara penularan:
Makanan tumbuhan beracun yang dimasak karena
kekurangan makanan atau karena ketidak tahuan.
5) Masa inkubasi:
beberapa detik sampai menit,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan asal tumbuhan
yang terbukti aman.
b) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
keracunan makanan,
c) Penyuluhan untuk mengenal berbagai jenis
makanan asal tumbuhan beracun.
PBM yang disebabkan Allergi.
a. Allergi histamin
1) Gejala:
Demam, kulit memerah, panas, rasa terbakar
dan gatal-gatal dan bibir terasa bengkak.
2) Penyebab:
zat allergen Histamin
3) Habitat dan Sumber penular:
Ikan laut yang tercemar bakteri Proteus sp.
4) Cara penularan:
Ikan laut hasil tangkapan yang sudah lama
diperjalanan dan tercemar bakteri Proteus sp.
menyebabkan perubahan asam amino essential
25
Hisditine dirubah menjadi histamin yang bersifat
zat allergen.
5) Masa inkubasi:
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan:
a) Memilih bahan makanan ikan laut yang
masih segar dan baru.
b) Mengolah ikan laut sedemikian rupa,
sehingga dapat menghilangkan zat allergen
didalamnya seperti misalnya memasukkan
arang atau sereh kedalam makanan.
C) Menyediakan obat antidote untuk mencegah
dampak buruk jika terjadi keracunan makanan.
2) Penyebab:
Penyedap makanan China (Chinese Food
syndrome)
3) Habitat dan Sumber penular:
Penyedap makanan MSG dan vetsin
4) Cara penularan:
Pengolahan makanan China yang
menggunakan penyedap makanan dalam dosis
berlebihan sehingga menimbulkan reaksi
allergen pada tubuh yang sensitif
26
5) Masa inkubasi :
beberapa menit sampai jam,
6) Pencegahan :
a) Memilih bahan makanan olahan komersial
yang masih segar dan baru.
b) Mengolah masakan sedemikian rupa, sehingga
tidak menambahkan bahan penyedap yang
berlebihan seperti misalnya metchin atau MSG.
4) Cara penularan :
Pencemaran terhadap makanan dan peralatan
makan minum
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu,
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan lingkungan
pengolahan makanan,
27
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan
c) Penjamah yang sakit dan carrier dilarang
menjamah makanan,
b. Penyakit kecacingan
1) Gejala :
Perut buncit, nafsu makan hilang, mata pucat,
2) Penyebab :
Berbagai jenis cacing seperti: cacing pita, cacing
gelang, cacing tambang, cacing kremi dan
cacing spiral.
3) Habitat dan Sumber penular :
Manusia carrier (pembawa cacing)
4) Cara penularan :
Penularan telur cacing yang keluar dari tubuh
penderita terbawa tinja dan mencemari makanan
melalui air, tanah, tangan dan peralatan dapur.
5) Masa inkubasi :
1 – 3 minggu
6) Pencegahan :
a) Memelihara kebersihan dapur dan
lingkungan tempat pengolahan makanan,
b) Menjaga kebersihan perorangan penjamah
makanan,
c) Membuang tinja ke septik tank yang saniter.
d) Menggunakan air minum yang telah dimasak
sampai mendidih.
e) Menggunakan pakaian, sepatu dan sarung
tangan jika bekerja di kebun.
28
b. PRINSIP-PRINSIP HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN
1. PENGERTIAN :
a. Prinsip adalah asas keutamaan atau kebenaran
yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, bertindak
dan berperilaku.
b. Kaidah adalah perumusan asas-asas yang menjadi
hukum atau aturan tertentu yang memberikan
kepastian hasil atau tujuan.
c. Hygiene adalah usaha kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan bagi individu
dari subyeknya.
d. Sanitasi adalah usaha kesehatan yang bertujuan
untuk meningkatkan status kesehatan bagi
lingkungan dari subyeknya.
e, Bahan makanan adalah bahan makanan segar dan
atau bahan makanan olahan yang akan diproses
lebih lanjut untuk menjadi makanan yang siap saji.
f. Makanan siap saji adalah makanan yang telah diolah
di rumah tangga atau di tempat usaha penyajian
makanan komersil yang siap langsung dikonsumsi.
29
makanan dengan melalui lima indra penglihatan,
perabaan, penciuman,pendengaran dan pengecapan.
Makanan hewani
a) Daging hewan, dengan ciri-cirinya adalah :
1) daging tampak mengkilat, warna cerah dan tidak
pucat.
2) tidak tercium bau asam atau busuk
3) sifat daging masih elastis artinya bila ditekan dengan
jari akan segera kembali (kenyal) dan tidak kaku.
30
c) kambing
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih
dan keras, bau aroma prengus yan khas.
d) babi
Warna merah jambu, serat halus,lemak putih
dan lembut.
e) Ayam
Broiler (pedaging) Daging montok, lembek,
warna putih, jengger kecil ukuran sedang,
Ras (Petelur) Daging montok agak keras, warna
putih, jengger besar, ukuran besar.
Kampung Daging sekel warna kekuningan,
jengger kecil dan sisik kaki kehitaman.
Tiren (mati kemaren) Daging pucat, warna agak
kehitaman, atau kuning menyolok karena diberi
pewarna, luka sembelihan rata.
b. Ikan segar, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) warna kulit terang, cerah dan tidak suram.
2) sisik masih melekat dengan kuat dan tidak
mudah rontok.
3) mata melotot, jernih dan tidak suram.
4) daging elastis, bila ditekan tidak berbekas.
5) insang berwarna merah segar dan tidak bau
6) t i d a k t e rd a p a t l e n d i r b e r l e b i h a n p a d a
permukaannya.
7) tidak berbau busuk, asam atau bau asing yang lain
8) ikan akan tenggelam dalam air.
31
c. Ikan asin, dengan ciri-cirinya sebagai berikut :
1) cukup kering dan tidak busuk.
2) daging utuh dan bersih, bebas serangga.
3) bebas bahan racun seperti pestisida.
4) tidak menjadi daya tarik bagi lalat
5) warna kulit terang, cerah dan tidak suram
Cara mengolah ikan asin seperti menjadi ikan segar:
32
4) Permukaan kulit kering dan tidak basah akibat
dicuci.
5) Bila dikocok telur tidak kopyor (koclak), atau
disebut telur dingin (kuning telur telah pecah),
6) Bila diteropong (candling), terlihat tembus cahaya.
d. Susu segar
Susu segar adalah susu yang langsung diambil dari
pemerahan susu sapi, kerbau, kuda atau kambing.
Ciri-ciri susu segar yang baik adalah:
1) Penampakkan cairan bersih, warna putih susu
dan homogen.
2) Cairan tidak menggumpal atau berlendir,
3) Jika menempel pada dinding botol atau gelas,
terlihat sisa yang melekat pekat.
4) Aroma khas susu,tidak berbau tengik, asam,
atau bau amis (hanyir)
5) Bebas dari kotoran fisik atau serangga,
6) Sebaiknya telah memiliki sertifikat uji
pasteurisasi dan atau uji mutu lainnya.
e. Susu bubuk
Susu���� bubuk����� adalah������ susu���� segar����� yang���� telah����� mengalami���������
33
susu tanpa kandungan lemak. Ciri susu bubuk yang
baik adalah :
1) Tepung kering dan bersih
2) Tidak bernoda atau menggumpal
3) Bebas dari serangga dan kotoran lainnya
4) Aroma khas susu, tidak berbau tengik, asam,
atau bau amis (hanyir)
f. Susu kental manis.
����Susu ������kental �����manis adalah������ susu���� segar����� yang����
diproses��������
34
tambahan, warna buatan (karbitan), dan warna
lain selain warna buah.
3) aroma tidak berbau busuk, bau asam/ basi atau
bau yang tidak segar lainnya.
4) tidak ada cairan lain selain getah aslinya.
b. Sayuran :
1) Daun, buah atau umbi dalam keadaan segar,
utuh dan tidak layu.
2) Kulit buah atau umbi tidak rusak/pecah, dan tidak
ada bekas gigitan hewan, serangga atau manusia.
35
d. Biji-bijian :
36
2) tidak dimakan serangga atau bekas gigitannya.
3) warna mengkilap dan berisi penuh,
4) Fisiknya bersih yaitu bebas dari kotoran dan debu.
h. Makanan fermentasi
Makanan fermentasi adalah makanan yang diolah
dengan cara metabolisme mikroorganisme
sehingga diperoleh jenis makanan baru yang tahan
lama. Ciri-cirinya adalah :
1) Tercium aroma khas makanan fermentasi,
2) tidak ada perubahan warna, aroma dan rasa.
3) Bebas dari cemaran serangga (ulat) atau hewan
lainnya.
37
- Segel penutup masih terpasang dengan baik.
- Mempunyai merk, label dan kompisisi makanan
yang jelas
- Mempunyai nama, alamat pabrik atau
distributornya yang jelas.
- Terdaftar di Departemen Kesehatan atau Badan
POM dengan tanda kode nomor:
ML : Untuk makanan luar negeri (import)
MD: Untuk makanan dalam negeri (lokal)
SP : Untuk makanan pengrajin bukan pabrikan.
1) Jenis penyimpanan :
38
akan segera disajikan kembali dengan suhu
antara 0o - 10oC.
39
(2) Selama 1 minggu. -10o sampai -5oC
(25oC)
4) Penataan penyimpanan bahan pada suhu dingin
a) Ketebalan bahan makanan yang disimpan tidak
lebih dari 10 cm. agar suhu dapat merata
keseluruh bagian makanan.
40
f) Makanan siap santap yang lebih dari 3 hari harus
dikeluarkan untuk dimusnahkan atau dibuang.
41
3)� PENGOLAHAN����������
MAKANAN�������
42
(a) Memasang kawat kassa pada jendela,
lubang angin dan lubang terbuka lainnya
(b) Menjaga kebersihan dapur agar tidak menarik
lalat, tikus dan hewan lainnya masuk ke dapur.
43
2) Tidak ada bahan bangunan berlubang yang
terbuka
3) Tidak ada celah diantara kayu bangunan atau
perabotan yang jaraknya kurang dari 5 cm.
4) Daun pintu bagian bawah dilapisi lembaran
logam untuk mencegah tikus membuat lubang di
daun pintu.
44
diperlukan dalam pengolahan makanan, pewadahan
dan penyimpanan makanan. Persyaratannya yaitu :
1) Meja peracikan
a) Meja peracikan harus bersih, kuat dan tahan
karat. Bahan dapat berupa bambu atau kayu
yang kuat dan dilapisi dengan plastik,
stainless stell atau keramik,
b) Talenan untuk meracik makanan harus kuat
dan tidak melepaskan bahan beracun.
2) Peralatan untuk meracik makanan seperti pisau,
garpu, panci, sendok dan sejenisnya.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk meracik bahan mentah
harus dibedakan dengan peralatan untuk
meracik makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang.
3) Peralatan untuk mengolah makanan.
a) harus bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Peralatan untuk mengolah bahan mentah
harus dibedakan dengan peralatan untuk
mengolah makanan yang sudah dimasak.
c) Setiap jenis peralatan sudah tersedia pada
tempatnya setiap kali akan digunakan.
45
d) Peralatan tidak boleh bercampur baur karena
dapat menyebabkan kontaminasi silang,
4) Peralatan wadah makanan masak
a) Harus Bersih, kuat dan tidak mudah rusak
digunakan
b) Setiap wadah digunakan untuk
menempatkan jenis makanan yang berbeda
sesuai dengan peruntukkannya.
c) Wadah dilengkapi dengan tutup yang dapat
mengeluarkan udara panas dari makanan,
untuk mencegah pengembunan (kondensasi)
yang dapat meningkatkan kadar air bebas
sebagai media pertumbuhan bakteri.
5) Bahan peralatan untuk meracik, mengolah dan
wadah makanan tidak boleh melarutkan zat
beracun kedalam makanan. Contoh Kuningan,
tembaga, timah dan melamin.
6) Perlengkapan pengolahan.
Perlengkapan pengolahan seperti kompor,
tabung gas,lampu, kipas angin dsb, harus
memenuhi persyaratan :
a) Bersih, kuat dan berfungsi dengan baik.
b) Tidak menjadi sumber pencemaran.
c) Tidak menjad sumber bencana atau
kecelakaan, e. Penyortiran dan pencucian bahan
1) Setiap bahan yang akan dimasak harus
dilakukan penyortiran untuk memisahkan atau
membuang bagian bahan yang rusak (afkir)
46
2) Bahan afkir harus dibuang dan tidak boleh
diolah lebih lanjut.
3) Pencucian dengan air mengalir bisa menggunakan
larutan peka (KMNO4/Kalium Permanganat) atau
kaporit atau pemutih, untuk desinfeksi bakteri.
f. Pengaturan suhu, waktu dan tenaga
1) Suhu pengolahan minimal 90o C, agar kuman
pathogen mati.
2) Waktu memasak tidak boleh terlalu lama/terlalu
matang sehingga zat gizi dalam makanan tidak
hilang akibat penguapan. Setiap Jenis bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang
berbeda.
3) Tenaga pengolah makanan harus sehat, bukan
pembawa kuman penyakit, berperilaku hidup
bersih dan sehat, dan selalu mencuci tangan
dengan sabun setiap kali melakukan
pengolahan makanan.
4) Makanan������� yang���� telah����� siap���� disajikan��������� sesegera��������
47
4. PENYIMPANAN MAKANAN MASAK
48
dua menjadi empat, empat menjadi delapan dan
seterusnya, setiap 20 menit sekali.
b) Dalam suasana dan kondisi lingkungan makanan
yang cocok bagi pertumbuhan jasad renik, maka
setiap satu sel bakteri akan tumbuh menjadi 300
ribu sel selama 6 jam atau menjadi 2 juta sel dalam
tempo tujuh jam. Oleh karena itu makanan siap saji
yang dibiarkan begitu saja lebih dari enam jam
sebaiknya tidak dikonsumsi lagi.
49
e) mengandung air bebas (air yang digunakan
untuk tumbuhnya bakteri)
5) Suhu penyimpanan yang aman
a) Makanan kering, goreng gorengan : 25 – 300 C
b) Makanan basah berkuah sop gulai, soto: > 600 C
50
3) Bahan makanan yang telah diracik harus
diangkut dalam wadah yang bersih dan tertutup
b) Pengangkutan makanan siap saji
1) Terjamin aman dari pencemaran
2) Terpisah dari bahan berbahaya dan beracun
3) Wadah makanan terpisah untuk setiap jenis
makanan
4) Isi wadah tidak terlalu penuh untuk mencegah
makanan tumpah atau tercecer.
c) Membawa makanan siap saji
1) Orang yang membawa makanan harus sehat
dan bebas dari penyakit menular seperti batuk,
flu atau demam
2) Makanan ditutup agar terhindar dari percikan
ludah dan debu
3) Letak makanan berada diatas bahu, sehingga
terhindar dari percikan waktu bicara.
4) Wadah makanan dipegang pada bagian bawahnya
dan tidak memegang pinggir wadah atau piring.
6. PENYAJIAN MAKANAN
Penyajian makanan merupakan rangkaian akhir dari
perjalanan pengolahan makanan di rumah tangga.
Makanan yang telah selesai diolah dan dimasukan
kedalam wadah masing-masing siap disajikan untuk di
santap oleh anggota keluarga atau tamunya. Tentu saja
harapannya bahwa makanan yang telah susah payah
diolah, membawa berkah buat seluruh anggota keluarga
atau siapapun yang menyantapnya. Oleh karena itu
51
sebelum makanan disajikan ada baiknya dilakukan test
terlebih dahulu dari segi penampilan, rasa, selera
dan� keamanannya.
52
terutama jenis makanan kering yang terpisah
dari kelembaban makanan berkuah.
2) Kaidah kadar air
a) Mencampurkan kuah kedalam makanan pada saat
akan dikonsumsi sehingga makanan terasa segar
53
c) Tersedia bumbu meja untuk memenuhi selera
setiap orang.
6) Kaidah bersih
a) Setiap peralatan makan dan minum harus
bersih, utuh, dan tidak berbau amis.
b) Bagian permukaan peralatan yang kontak
dengan makanan tidak boleh tersentuh dengan
tangan, bibir atau makanan
c) Peralatan makan minum yang gompel atau retak
jangan digunakan karena tidak dijamin bersih
dan dapat menimbulkan kecelakaan.
7) Kaidah aman
a) Menyajikan makanan yang diolah dari bahan
makanan yang sudah diketahui dan diyakini
aman.
b) Menyajikan makanan tidak bersamaan tempatnya
dengan bahan beracun atau menggunakan wadah
bekas tempat bahan beracun seperti pestisida atau
bahan kimia beracun lainnya
8) Kaidah etika
a) Tata penyajian makanan secara layak dengan
peralatan makan minum yang biasa digunakan.
b) Tidak menyajikan wadah makanan dari bahan
kuningan, tembaga, timah dan melamin atau
bahan lain yang melarutkan zat beracun
kedalam makanan.
c) Tidak menggunakan wadah lain yang bukan
untuk wadah makanan
54
9) Kaidah tepat
a) penyajian makanan harus tepat volume dan
kalori sesuai dengan kebutuhan konsumsi
keluarga sehingga makanan tidak berlebihan
b) Penyajian makanan tepat waktu sehingga dapat
mengundang selera makan yang tinggi
c) Penyajian makanan tepat menu sehingga tidak
membosankan.
10) Kaidah pencucian peralatan makan, minum dan
masak.
a) Langkah dalam proses pencucian peralatan.
(1) Membersihkan peralatan dari sisa-sisa
makanan yang tertinggal (scraping)
(2) Merendam peralatan atau mengguyur
dengan air yang mengalir (flushing)
(3) Menggosok dengan bahan/larutan
pembersih (washing)
(4) Membilas dengan air bersih (rinsing)
(5) Mendesinfeksi hama (sanitizing)
(6) Mengeringkan (drying)
(7) Menyimpan ditempat yang terlindung
(keeping).
b) Bahan pencuci peralatan dapat berupa
(1) Sabun cair, sabun bubuk atau sabun colek
(2) Bubuk pembersih atau abu gosok
(3) Tapes, sabut atau sikat
55
(4) Air panas mendidih
(5) Larutan kaporit
(6) Detergen khusus untuk mencuci peralatan
c) Proses sanitasi sinar matahari
(1) Peralatan yang selesai dicuci dijemur panas
matahari sampai kering
(2) Disimpan ditempat penyimpanan yang bersih
dan kering serta tertutup dari serangga,tikus
dan hewan lain.
c. MENCEGAH KERACUNAN BAHAN MAKANAN ALAMI
Keracunan makanan yang terjadi di rumah tangga, khusunya
di perdesaan disebabkan karena faktor ketidak tahuan
(ignorance), faktor kemiskinan (poverty) dan faktor
penyuluhan gizi dan kesehatan (heatlh education) tentang
bahan makanan yang dapat dimakan (edible stuffs).
Kesulitan akses untuk mendapatkan bahan makanan melalui
jalur distribusi pangan, dapat terjadi karena berbagai
penyebab antara lain : komunikasi transportasi yang sulit
dijangkau, daerah luas dan terpencil, kerusakan sarana
akibat bencana atau daya beli masyarakat yang rendah.
Karenanya penduduk menggunakan bahan makanan liar
yang ditemukan di hutan dan kebun yang belum diketahui
keamanannya, Hal ini terpaksa dilakukan karena ketiadaan
persediaan pangan keluarga atau karena ingin berhemat
dengan cara memanfaatkan sumber pangan liar, seperti
jamur, umbi, singkong beracun dan bahan pangan lainnya
yang belum terbukti aman dimakan.
56
1. Jenis jamur untuk dikonsumsi.
a. Jamur merang (vovariella volvacea)
1) Bentuk :
Ketika kecil berbentuk bulat kecil berselaput, ketika
sudah besar berbentuk sungkup berbatang pendek
lurus dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih keabu-abuan
3) Ukuran :
sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi batang 3-5 cm
4) Habitat :
Tumbuh dibawah tumpukan jerami lembab di
sawah yang tidak terkena sinar matahari,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
b. Jamur tiram (Pleurotus ostreotus)
1) Bentuk :
Seperti cangkang tiram atau kerang berlapis-
lapis, berbatang pendek dengan permukaan
halus dan bersih.
2) Warna :
Putih bersih
3) Ukuran :
Sedang����� dengan������ diameter��������
3���-4 cm,��� tinggi������ tiang����� 3� cm
4) Habitat :
Dibatang pohon mati yang lapuk di hutan atau di
kebun yang tidak terkena sinar matahari,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
57
c. Jamur kuping (Auricularia polytricha
(hitam);dan A. judae (merah))
1) Bentuk :
seperti daun kuping, tidak berbatang, permukaannya
2) Warna :
Coklat, hitam dan merah yang tembus pandang.
3) Ukuran :
sedang dengan panjang/lebar 2-3 cm,
4) Habitat :
Tumbuh pada pohon mati di hutan atau kebun,
sekarang sudah banyak dibudidayakan.
d. Jamur Payung tanah (Pholiota nameko)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang tinggi dengan
permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih kecoklatan, atau coklat muda kemerahan
3) Ukuran :
Besar dengan diameter 5-10 cm, tinggi tiang 10-
20 cm
4) Habitat :
Tumbuh ditanah kebun yang banyak rumah
rayapnya, sekarang sudah banyak dibudidayakan.
58
2) Warna :
Coklat kemerahan
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 4-6 cm, tinggi tiang 3-
5 cm
4) Habitat :
Tumbuh di batang kayu mati di hutan atau
kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan,
terutama di Jepang.
e. Jamur kantarel (Cantharellus cibarius )
1) Bentuk :
seperti payung bersungkup keatas, berbatang
pendek dengan permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih pad bagian spora dan kehitaman pada
bagian payung luarnya
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 2-3 cm, tinggi tiang 2-
3 cm
4) Habitat :
Tumbuh dibatang pohon mati di hutan atau
kebun, sekarang sudah banyak dibudidayakan.
f. Jamur champignon (Agaricus bisporus)
1) Bentuk :
Seperti payung, berbatang sedang dan
bercincin, permukaan halus dan bersih.
2) Warna :
Putih bersih
59
3) Ukuran :
Sedang dengan diameter 3-4 cm, tinggi tiang 3
cm
4) Habitat :
Dibatang�������� pohon����� mati���� di�� hutan����� atau���� kebun,������
60
5) Aroma jamur mengeluarkan bau yang tidak
sedap,
6) Permukaanya mengeluarkan serpihan dan
kotoran semacam debu.
b. Contoh jamur beracun
1) Jamur tanah (Amanita muscuria), yang permukaan
payungnya berbintik-bintik hitam tidak rata.
61
muntah dan obat pencahar digunakan untuk
mengosongkan usus.
2) Antropin dapat diberikan untuk keracunan
muskarin.
3) Pada keracunan faloidin, diberikan makanan yang
mengandung dekstrosa dan natrium klorida, yang
akan membantu memperbaiki kadar gula yang
rendah dalam darah (hipoglikemia) yang
disebabkan oleh kerusakan hati.
62
Singkong beracun, yaitu jenis singkong dengan kadar
HCN lebih dari 100 mg / kg berat singkong segar.
Dosis lethal HCN singkong pada manusia adalah 0,06
gram atau 60 mg / kg BB. Tetapi ada yang bisa bertahan
sampai tiga kalinya, sesuai daya tahan tubuh seseorang.
63
c) Antidote keracunan singkong
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
4. Jenis umbi gadung (Dioscorea hispida Daenst)
a) Nama local
1) Manado : Bitule, Bunga meraya
2) Sumatera Barat : Gadung, Gadung ribo
3) Sunda : Gadung
4) Jawa : Gadung
5) Madura : Ghadhung
6) BeIitung : Sikapa atau Skapa
7) Sumbawa : Iwi
8) Minahasa : Ondot in lawanan, Pitur
9) Bugis : Siapa
10) Makasar : Sikapa
11) P. Roti : Boti
12) P. Seram : Uhulibita, Ulubita
13) P. Ambon : Hayule, Hayuru
b) Sumber asal :
Berasal dari India Barat dan menyebar ke negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia.
c) Gejala Keracunan
1) Gejala keracunan bagi orang awam, gadung yang
direbus saat dimakan sangat gurih dan lejat
64
sehingga kerap orang lupa diri dan melahapnya
tanpa perhitungan
2) Dampaknya pun luar biasa, orang tersebut akan
didera pusing kepala, vertigo biasa disebut
mabuk gadung.
3) Gejala lain berupa :radang kerongkongan,
pusing muntah darah, sukar bernafas,
mengantuk dan rasa letih.
4) Jika tidak segera diobati dapat menimbulkan
Kematian biasanya setelah 6 jam selepas
memakan ubi gadung ini.
d) Jenis Racun
1) racun dioscorine,
2) alkaloid dioscorin
e) Obat dan antidote :
1) Natrium nitrat
2) Natrium tiosulfat
f) Cara Pengolahan 1: Umbi gadung dicampur abu
gosok dan direndam
1) Umbi tua yang kulitnya berwarna coklat
kekuningan dikupas kulitnya sampai kelihatan
dagingnya (kupas tebal) yang berwarna kuning
keputihan
2) Umbi kemudian di potong tipis-tipis setebal kira-
kira 3 milimeter dan dicuci sampai bersih.
3) Dimasukkan abu dapur atau abu gosok sehingga
seluruh permukaan terselimuti abu. (Abu berfungsi
65
sebagai penetralisir racun). Bahan lain sebagai
pengganti abu adalah soda kue (NaHCO3), soda
api (NaOH), kapur tohor (Ca(OH)2).
4) Remas-remas potongan gadung yang dilapisi abu,
sampai merata,kemudian dijemur sampai kering.
5) Kemudian di rendam di dalam air mengalir selama
2-3 hari. Atau dalam air tidak mengalir namun
harus diganti setiap 6 jam sekali selama 3 hari
66
1) pusing
2) mual
3) muntah
c) Cara pengolahan
1) Dicuci, dipotong dan direndam dalam air
mengalir (sungai) selama semalam
2) Di tiriskan sampai kering, kemudian direndam
kembali sebelum dimasak.
6. Ikan buntal (Tetraodontidae ) atau fugu
a) Jenis ikan buntal beracun yang terdapat di Indonesia
67
8) Buntal Pisang (Gastrophysus lunaris).
b) Nama lain
1) Ikan fugu
2) Fuffer fish
3) Ikan babi laut
b) Bentuk fisik ikan
1) Tubuh bulat seperti bola dengan sisik kecil
2) berbadan gemuk, bulat, mata besar dan lubang
pada celah insangnya besar
3) Mulut kecil bergigi banyak
4) Seringkali mengapung seperti ikan mati
5) Ukuran mencapai 285 mm.
c) Jenis toksin
Tetrodotoxin (Puffer Toxin)
d) Sumber racun
1) Empedu ikan, kalau sampai racunnya menyebar
ke seluruh daging dan tidak hilang walaupun
dimasak pada suhu tinggi.
2) kandung telur/ovarium (tertinggi), sebagai alat
perlindungan diri dari pemangsa
3) hati sangat beracun
4) mata, dan kulit
5) saluran pencernaan dan jeroan lainnya
e) Gejala Keracunan
1) kepala pusing, perut mual, dan tubuh lemas,
68
muntah-muntah beberapa jam setelah makan.
2) mati rasa dalam rongga mulut
3) Jika berlanjut dapat menyebabkan tidak
sadarkan diri
4) gangguan fungsi syaraf seperti kelumpuhan dan
kematian akibat sulit bernapas dan serangan
jantung.
5) Gejala tersebut timbul selama 10 menit hingga 3
jam setelah mengkonsumsinya.
f) Jenis menu masakan (oleh Koki ahli khusus)
1) Fugu sashi : irisan tipis-tipis daging ikan fugu,
disajikan dengan saus ponzu (campuran air
jeruk nipis dan kecap asin).
2) Fugu chiri : sayuran dan daging ikan fugu di
rebus dalam kuah konbu dashi (kaldu ikan dan
rumput laut) dalam wadah besar. Disajikan juga
dengan saus ponzu.
3) Fugu kara age : potongan daging ikan ini
dibumbui, dibalut tepung dan digoreng.
4) Fugu hire zake : potongan sirip ikan fugu yang
dipanggang dan direndam dalam sake panas.
g) Pencegahan :
Tidak mengkonsumsi ikan buntel jika tidak ahli
dalam memasaknya
7. Kerang beracun
a) Jenis Kerang beracun
1) kerang kelep (bivalve mollusca).
69
2) kepah dan remis (scallop).
3) remis(”mussel”).
4) tiram(”kijing”).
b) Jenis toksin
Saxitoksin, okadaic acid, pectenotoxin, yessotoxin,
Domoic acid dan Brevitoxin.
c) Nama Penyakit keracunan kerang
1) Diarrhetic shellfish poison (DSP)
2) Paralytic shellfish poison (PSP),
3) Amnestic shellfish poison (ASP),
4) Neurotoxic shellfish poison (NSP).
d) Gejala keracunan Paralystic Shellfish Poison (PSP)
1) Jenis kerang kelep (bivalve mollusca). .
2) Jenis racun: Saxitoksin yang diproduksi
Alexandrium dan dinoflagellata.
3) gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan
mulut yang merambat ke leher, lengan dan kaki.
4) Mati rasa di sekujur tubuh sehingga gerakan
menjadi sulit.
5) Perasaan melayang-layang, mengeluarkan air
liur, pusing dan muntah
6) gejala ataksia, dysphonia, dysphagia dan
paralysis otot total
7) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan
pada sistem pernapasan.
70
e) Gejala Keracunan Diarrhetic Shellfish Poison (DSP)
1) Jenis kerang kepah dan remis (scallop).
2) Jenis racun: okadaic acid, pectenotoxin dan
yessotoxin yang diproduksi oleh alga laut
Dinophysis fortii.
3) Gejala:diare akut, mual, muntah, sakit perut,
kram dan kedinginan.
4) Okadaic acid mempunyai efek sebagai promotor
tumor
f) Gejala Keracunan Amnesic Shellfish Poison (ASP)
1) Jenis kerang remis(”mussel”).
2) Jenis racun: Domoic acid merupakan asam
amino neurotoksik yang dibuat oleh Jenis
plankton Alexandrium catenella dan A.
tamarensis, Pyrodinium bahamense
3) Gejala: sakit perut, sakit kepala, hilangnya
keseimbangan sampai dengan kerusakan
sistem syaraf pusat termasuk hilangnya ingatan.
4) Kematian biasanya terjadi karena kerusakan
sistem pernafasan.
g) Gejala Keracunan Neurotoxic Shellfish Poison (NSP)
71
4) Kematian jarang terjadi.
h) Pencegahan :
1) Tidak mengkonsumsi kerang beracun atau
belum dikenal aman
2) Tidak mengkonsumsi kerang pada musim red
tide (pasang air laut berwarna merah).
D. KEAMANAN MAKANAN DI RUMAH TANGGA
Keamanan makanan di rumah tangga dikaitkan dengan
penggunaan makanan siap saji, makanan kemasan
olehan pabrik maupun makanan olahan industri rumah
tangga, dan bahan makanan yang akan diolah di rumah
tangga, dengan memperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Makanan siap saji
a. Dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang
berasal dari tempat-tempat pengelolaan makanan
yang telah diawasi oleh instansi kesehatan yang
berwenang.
b. Terjamin kebersihan dan hygiene sanitasinya
c. Menggunakan wadah atau bungkus yang tidak
melarutkan zat kimia berbahaya kedalam makanan.
d. Tidak menggunakan bahan kimia pewarna atau
bahan kimia lainnya yang dilarang digunakan untuk
makanan.
e. Makanan dalam keadaan segar, tidak basi, tidak
rusak dan tidak tercium bau asing selain bau
makanan yang bersangkutan.
f. Segera dikonsumsi dan tidak untuk disimpan dalam
waktu lama.
72
2. Makanan kemasan olahan pabrik
a. Kemasan dalam keadaan tidak rusak, tidak penyok,
tidak bocor, tidak menggelembung atau tidak berkarat.
73
f. Isi makanan masih dalam keadaan baik.
g. Aroma khas makanan tersebut dan tidak ada
aroma lainnya.
4. Bahan makanan
a. Keadaan fisik bersih dan segar
b. Tekstur baik dan tidak layu atau kering, kecuali
bumbu kering.
c. Segera digunakan dan tidak untuk disimpan dalam
waktu yang lama.
d. Jika akan di simpan, maka simpanlah pada suhu
yang sesuai dengan jenis dan waktunya.
5. Bahan tambahan
a. Sejauh mungkin gunakanlah bahan tambahan
makanan alami yang telah diketahui dan telah
terbukti aman digunakan.
b. Gunakan bahan tambahan kimia yang telah diizinkan
oleh Pemerintah dengan dosis yang sesuai.
74
bahan pestisida pertanian, dan hindari kontak
dengan tubuh atau bahan makanan.
d. Jangan menggunakan wadah kemasan bekas
racun atau pestisida untuk wadah atau alat
memasak makanan.
7. Bahan pencahar di rumah tangga
a. Gunakan air kelapa muda sebanyak mungkin jika
ada dugaan terjadinya keracunan makanan akibat
bahan kimia yang asam
b. Gunakan air jeruk atau asam jawa sebanyak
mungkin jika ada dugaan terjadinya keracunan
akibat bahan kimia yang basa.
c. Usahakan memuntahkan makanan dengan cara
memasukkan jari tangan kedalam rongga mulut
paling dalam sehingga makanan yang beracun
akan keluar melalui muntahan.
d. Gunakan tablet norit atau arang batok kelapa untuk
dimakan agar dapat menyerap gas racun dari
dalam usus.
75
yang memadai, semua itu akan sia-sia saja bila manusia yang
menggunakannya berperilaku yang tidak mendukung. Seperti
misalnya pakaian yang dibiarkan kotor, tangan yang dibiarkan
tidak bersih, meludah di sembarang tempat. Karena itu semua
akan kembali pada faktor manusianya. Dapat dimengerti kiranya
bahwa perilaku penjamah makanan dan kebiasaan-kebiasaan
yang hygienis bagi setiap orang penting dan perlu diperhatikan
untuk menciptakan keadaan lingkungan di rumah tangga yang
baik.
76
Sumber cemaran yang penting untuk diketahui adalah :
o Hidung
o Mulut o
Telinga o
Isi perut o
Kulit
Semua yang menjadi sumber cemaran dari tubuh
harus selalu dijaga kebersihannya agar tidak
menambah potensi pencemarannya.
Cara-cara menjaga kebersihan sebagaimana lazimnya
adalah sebagai berikut :
a. Mandi secara teratur dengan sabun dan air bersih
dengan cara yang baik dan benar. Mandi yang benar
akan ditandai dengan rasa segar sehabis mandi
karena pori-pori kulit telah dibersihkan dari debu dan
kotoran lain sehingga terbuka dan memasukkan udara
bersih sehingga tubuh terasa segar.
77
d. Membiasakan membersihkan lubang hidung,
lubang telinga, sela kuku secara rutin dan teratur
sehingga bagian tersebut bersih. Kuku dicuci bersih
dan tidak panjang agar mudah dibersihkan.
e. Membuang kotoran di tempat yang baik sesuai
dengan syarat kesehatan. Setelah buang air, baik
besar maupun kecil harus mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun. Demikian pula dengan tangan
yang telah dipergunakan harus dicuci dengan
sabun. Itu sebabnya di sekitar tempat buang air
harus selalu ada wastafel.
f. Kulit harus dijaga kebersihannya terutama dari bahan-
bahan kosmetik yang tidak perlu. Pemakaian kosmetik
yang tidak cocok dapat membahayakan kulit, terutama
kosmetik yang mengandung mercury (untuk sejenis
obat pemutih kulit).
78
b. Koreng dan bisul tahap dini ditutup dengan plester
tahan air.
c. Rambut ditutup dengan penutup rambut yang
menutup bagian depan sehingga tidak terurai.
Adanya luka koreng atau luka bernanah mempunyai
resiko yang besar dalam menularkan penyakit kepada
makanan, oleh karena itu dianjurkan segera berobat.
Demikian pula rambut harus dibiasakan (keramas)
secara teratur agar tidak terjadi ketombe.
Selain akibat tubuh dapat pula sumber cemaran karena
perilaku pengelola makanan yang dapat menularkan
penyakit kepada makanan karena perilaku antara lain :
79
pada saat menjelang bersin sudah dapat
diketahui sehingga bisa dilakukan langkah-
langkah pencegahan sebagai berikut :
o Segera menjauhi makanan.
o Segera menutup hidung
dengan saputangan atau tissu
o Segera keluar ruangan.
80
itu menjadi kebiasaan yang tidak meludah melalui
program rekayasa “don’t spit”.
c. Menyisir rambut
Rambut adalah bagian atas tubuh yang melindungi
kepala dari sengatan panas matahari atau debu.
Karena itu rambut akan cepat sekali kotor karena
debu-debu akan mengendap dipermukaan rambut,
akibatnya rambut penuh kotoran. Rambut yang
menggunakan pomode lebih cepat kotor karena
debu akan menempel dan membentuk kotoran
rambut yang disebut ketombe. Bila rambut disisir
kotoran akan pindah ke sisir dan sebagian akan
jatuh ke bawah. Bila menyisir di dapur maka
kotoran rambut akan jatuh ke dalam makanan.
Oleh karena itu menyisir juga akan menyebabkan
pencemaran kepada makanan.
81
2. Sumber karena ketidak tahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor dari
serangkaian perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan
perilaku (PSP). Ketidaktahuan dapat terjadi karena :
a. Dari asalnya tidak tahu
b. Belum dipahami dalam penggunaannya
c. Tidak disadari bahayanya.
C. PENCEGAHAN PENCEMARAN
1. Tangan
Tangan harus selalu dijaga kebersihannya, yaitu :
a. Kuku dipotong pendek, sebab dalam kuku akan
terkumpul kotoran yang menjadi sumber kuman
penyakit yang akan mencemari makanan. Dengan
kuku panjang sulit untuk dibersihkan dengan
sempurna walaupun tangan dicuci dengan baik,
karena pada sela-sela kuku yang panjang kotoran
masih tertinggal di dalamnya.
82
b. Kulit selalu dalam keadaan bersih, sebab-sebab
kulit tempat beradanya kuman yang secara normal
hidup pada kulit manusia. Kulit yang tidak bersih
akan menimbulkan pencemaran kepada makanan.
Membersihkan kulit dengan cara mandi yang baik,
mencuci tangan setiap saat dan mengganti pakaian
yang telah kotor karena dipakai bekerja atau tidur
akan memberikan kebersihan akan kulit. Terutama
kulit tangan seperti jari, telapak tangan yang
langsung dengan makanan sangat penting untuk
selalu dijaga kebersihannya.
c. Bebas dari kosmetik (kutek), sebab kosmetik
merupakan obat kecantikan yang sesungguhnya
mengandung racun yang berbahaya yang bila masuk
ke dalam makanan dapat mencemari makanan seperti
zat warna, air raksa, arsen dan sebagainya.
83
Kebiasaan mencuci tangan harus dilakukan pada
waktu berikut ini :
a. Sebelum menjamah makanan
b. Sebelum memegang peralatan makan
c. Sebelum makan
d. Setelah keluar WC atau kamar kecil
e. Setelah meracik bahan mentah seperti daging,
ikan, sayuran dan lain-lain.
f. Setelah mengerjakan pekerjaan lain seperti
bersalaman, menyetir kendaraan, memperbaiki
peralatan dan pekerjaan lainnya.
2. Merokok
Merokok adalah dilarang diwaktu mengolah makanan
atau berada di dalam ruang pengolahan makanan.
Kebiasaan merokok di lingkungan pengolahan
makanan mengandung risiko sebagai berikut :
a. Bakteri atau kuman dari mulut dan bibir dapat
dipindahkan ke tangan sehingga tangan menjadi
semakin kotor dan seterusnya akan mengotori
makanan.
b. Abu rokok dapat jatuh ke dalam makanan secara
tidak disadari dan sulit dicegah.
c. Menimbulkan bau asap rokok yang dapat
mengotori udara sehingga terjadi sesak yang
mengganggu pekerja lain dan bau rokok dapat
meresap ke dalam makanan.
84
3. Kebiasaan bersih
Harus dijaga selalu kebersihan, kerapihan dan
keapikan penampilan dengan menjauhkan sifat
perilaku buruk seperti berikut ini :
a. Menggaruk-garuk kulit, rambut, lubang hidung,
telinga atau sela-sela gigi dan kuku. Kalaupun itu
akan dilakukan, lakukanlah di luar tempat
pengolahan makanan atau ke kamar toilet untuk
membersihkan semua itu.
b. Mencicipi makanan dengan jari atau menjilat pada
sendok yang langsung dipakai untuk mengaduk
makanan.
c. Meludah, usahakan tidak membuang ludah
dengan cara sembarangan pada saat keinginan
membuang ludah yang sudah terbiasa. Untuk
keadaan mendesak ingin membuang ludah,
buanglah ludah di luar tempat pengolahan
makanan dan pada tempat yang telah disediakan.
d. Batuk atau bersin, kalaupun terpaksa dilakukan
tutuplah dengan saputangan atau tissue.
e. Memegang-megang rambut dengan tangan atau
menggaruk-garuk karena kotoran (ketombe) atau
kutu. Bersihkanlah selalu rambut dengan
pembersih rambut dan gunakan obat hama kutu
agar kulit kepala bersih dan sehat.
f. Tidak menyisir rambut di tempat pengolahan
makanan.
4. Pakaian
Dipakai hanya di tempat kerja dan tidak dipakai di
jalanan. Dianjurkan dibuat seragam untuk memudahkan
85
pengawasan. Pakaian dari rumah akan sangat kotor
sewaktu di jalanan, sehingga bisa menjadi sumber
pengotoran. Pekerja yang menempati asrama
tersendiri dapat menggunakan pakaian rumah asal
pengawasan kesehatan di asrama juga terjamin.
Penampilan pakaian selalu bersih, apik dan rapih.
5. Perhiasan
Perhiasan yang boleh dipakai sebatas perhiasan
tidak berukir, seperti cincin kawin. Perhiasan lain
termasuk arloji dianjurkan tidak dipakai dan disimpan
di tempat penyimpanan pribadi (locker).
Perhiasan dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kulit di bawah tempat perhiasan menjadi tempat
berkumpulnya kuman atau bakteri.
b. Perhiasan berukir dapat menjadi tempat kumpulnya
kotoran sebagai sumber kuman sewaktu bekerja,
karena sulit dibersihkan pada waktu mencuci tangan
atau barang kali tidak dicuci karena takut rusak
(arloji) atau takut luntur (cincin/gelang)
c. Perhiasan seperti anting-anting dan perhiasan lain
dapat masuk atau jauh ke dalam makanan tanpa
dapat dicegah atau tanpa disadari, hal mana karena
merugikan dirinya sendiri dan mengotori makanan.
86
b. Menempatkan makanan dengan wadah tertutup dan
dihindari cara penempatan dengan tumpang tindih
yang terbuka, karena bagian luar pada wadah di
atasnya akan mengotori makanan dalam wadah di
bawahnya, demikian seterusnya.
1. Pusat :
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Nasional yang akan menjadi sumber hukum bagi
penetapan kebijakan tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota.
87
e. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja negara dan sumber pembiayaan lainnya
secara nasional.
f. Melakukan advokasi, sosialisasi dan asistensi untuk
tersedianya alokasi anggaran dan terlaksananya
Program untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota sesuai
dengan volume dan beban kerja.
g. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah
lokasi percontohan untuk dikembangkan secara
bertahap dan berkelanjutan di tingkat Nasional.
h. Melakukan pelatihan petugas penanggung jawab program
dan pelatih fasilitator partisipatori tingkat Propinsi.
88
b. Mengamankan dan mengawasi metoda penyelenggaraan
pembinaan dan pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah
tangga termasuk penyuluhan dan pelatihan partisipatori
yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota, Kecamatan/
Puskesmas, Kelurahan/Desa dan RT/RW.
89
i. Mengamankan, mengawasi dan melaksanakan kriteria
evaluasi nasional dalam menilai keberhasilan secara
kualitatif maupun kuantitaitif yang terukur, transparan
dan akuntabel dalam lingkup Propinsi.
j. Penanggung Jawab program di Propinsi adalah Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi cq Kepala Sub Dinas yang
membidangi Kesehatan Lingkungan Propinsi.
3. Kabupaten/Kota.
a. Merencanakan, menyusun dan menetapkan kebijakan
tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Kebijakan
Nasional, Propinsi dan Kebijakan Pembangunan
Daerah Kabupaten/ Kota.
b. Membina dan mengawasi penyelenggaraan Hygiene
Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan
Makanan di rumah tangga termasuk sosialisasi,
penyuluhan dan pelatihan partisipatori yang dilakukan
oleh petugas Kecamatan/ Puskesmas,
Kelurahan/Desa dan RW/RT.
c. Menyebarluaskan dan menggandakan kembali bahan
dan materi penyuluhan dan pelatihan secara nasional
atau sesuai dengan lokal spesifik untuk kebutuhan di
wilayah Kabupaten/Kota.
d. Merencanakan, menyusun dan menetapkan anggaran
belanja Kabupaten/Kota dan sumber pembiayaan
lainnya untuk daerah Kabupaten/Kota.
e. Melakukan pelatihan fasilitator partisipatori petugas
Kecamatan/Puskesmas dan lintas sektoral/program
dan LSM tingkat Kabupaten/Kota.
90
f. Merencanakan, menyusun dan menetapkan daerah
kecamatan lokasi percontohan, untuk dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan di seluruh
wilayahnya.
91
c. Menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan dan
pelatihan partisipatori untuk kebutuhan di tingkat
Kecamatan/ Puskesmas.
d. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan realisasi
rencana anggaran belanja yang telah dialokasikan
oleh sumber pembiayaan Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/ Kota.
e. Melakukan pelatihan partisipatori petugas
Desa/Kelurahan dan Pengurus RW/RT, Kader dan
Tokoh Masyarakat Desa.
f. Merencanakan, menyusun dan mengusulkan desa
lokasi percontohan kegiatan yang akan dikembangkan
secara bertahap dan berkelanjutan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
g. Melaksanakan kerjasama lintas program maupun
lintas sektoral di tingkat Kecamatan/Puskesmas dalam
rangka meningkatkan dukungan, kerjasama, sinergi
dan sinkronisasi kegiatan untuk mencapai hasil yang
maksimal.
h. Melaksanakan evaluasi kriteria keberhasilan program
secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur, transparan
dan akuntabel di tingkat Kecamatan/Puskesmas.
i. Penanggung jawab program di tingkat Kecamatan/
Puskesmas adalah Camat dan wakil penanggung Jawab
Program adalah Kepala Puskesmas Kecamatan.
5. Kelurahan/Desa
a. Merencanakan, menyusun dan melaksanakan
kegiatan di tingkat Kelurahan/Desa.
92
b. Menyelenggarakan sosialisasi, penyuluhan dan pelatihan
partisipatori bagi petugas kesehatan, tokoh masyarakat,
Pengurus RW/RT, kader kesehatan dan Posyandu.
93
IX LANGKAH KEGIATAN
A. Tingkat Pusat
1. Menetapkan Kebijakan Nasional berupa Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Pedoman Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di Rumah Tangga, sebagai sumber acuan teknis dan
acuan hukum untuk ditindaklanjuti dengan Penetapan
Peraturan Daerah Propinsi dan atau Kabupaten/Kota.
2. Membentuk Tim Pembina di tingkat Pusat yang
dipimpin oleh Dirjen PP dan PL atau Pejabat lain yang
ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-unsur terkait
di sektor Pemerintah dan swasta, serta Organisasi dan
Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi,
Profesi, Pemuda, Wanita dan pihak terkait lainnya.
3. Menyusun rencana kerja Program hygiene sanitasi
makanan, bahan makanan dan keamanan makanan di
rumah tangga yang terintegrasi dengan berbagai
program dan sektor terkait baik dalam rangka program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, program
Millennium Development Goals maupun program-
program kesehatan lainnya.
4. Membentuk tim pelatih tingkat Nasional yang bertugas
menyelenggarakan pelatihan petugas Propinsi dan
Kabupaten/Kota dalam rangka mempersiapkan
penyelenggaraan praktek hygiene sanitasi makanan,
bahan makanan dan keamanan makanan di rumah
tangga.
5. Mengembangkan, menggandakan dan menyebarluaskan
bahan dan materi penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi
tentang praktek hygiene sanitasi makanan, bahan
94
makanan dan keamanan makanan di rumah tangga
kepada aparatur pemerintahan daerah, swasta dan
masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas
sektoral di tingkat Pusat serta Persiapan Daerah
Kabupaten/Kota percontohan.
95
B. Tingkat Propinsi
1. Mengamankan dan mensosialisasikan Kebijakan
Nasional berupa Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan
dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga, kepada
pihak-pihak terkait, baik pemerintah, swasta, maupun
Organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperti
Organisasi Profesi, Wanita, Pemuda dan Keagamaan
yang berlokasi di Propinsi, agar sejalan dengan program
lain di tingkat Propinsi, dalam rangka mengurangi atau
mencegah kejadian Penyakit Bawaan Makanan dan
Keracunan Makanan di rumah tangga,
2. Membentuk Tim Pengawas di tingkat Propinsi yang dipimpin
oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atau pejabat lain
yang ditunjuk olehnya yang melibatkan unsur-unsur
Pemerintah, swasta, dan Organisasi atau Lembaga
Swadaya Masyarakat seperti Asosiasi, Profesi, Pemuda,
Tokoh Masyarakat, Wanita dan pihak terkait lainnya.
96
5. Mengembangkan, menggandakan dan
menyebarluaskan bahan dan materi penyuluhan,
pelatihan dan sosialisasi tentang praktek hygiene
sanitasi makanan, bahan makanan dan keamanan
makanan di rumah tangga dengan metode partisipatori
dalam lingkup Propinsi baik dalam gaya atau bahasa
lokal, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral di
tingkat Propinsi serta membantu Pusat dalam Persiapan
Daerah Kabupaten/Kota Percontohan.
97
melakukan penerapan PHBS dan CPMB dan
penurunan jumlah kejadian PBM dan KM di rumah
tangga, dalam lingkup Propinsi yang bersangkutan.
C. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Menyusun dan Menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten/
Kota tentang Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan
dan Keamanan Makanan di rumah tangga, dengan
melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta,
organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan.
98
6. Menggandakan dan menyebarluaskan bahan dan materi
penyuluhan, pelatihan dan sosialisasi tentang praktek
hygiene sanitasi makanan, bahan makanan dan
keamanan makanan di rumah tangga dalam lingkup
Kabupaten/Kota baik dalam gaya atau bahasa lokal.
7. Melakukan pendataan awal kejadian PBM dan KM, di
wilayah Kabupaten/Kota disertai keterangan tentang
kejadian, episode, waktu, lokasi dan jenis bahan yang
dimakan, penyebab dan alasannya mengapa hal itu
bisa terjadi.
8. Melakukan pemilihan dan penetapan pengusulan
lokasi Daerah Kecamatan percontohan HSMBMKMRT
yang akan diajukan ke Propinsi dan Pusat.
9. Melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan
tahapan input, proses, output dan outcome yang
dilakukan oleh Kecamatan lokasi percontohan.
D. Tingkat Kecamatan/Puskesmas
1. Menyusun Rencana Kerja Puskesmas Kecamatan dan
mengkoordinasikan seluruh jajarannya dalam
melaksanakan pelatihan/penyuluhan Hygiene Sanitasi
Makanan, Bahan Makanan dan Keamanan Makanan
di rumah tangga.
2. Membentuk Tim Pelatihan Tingkat Kecamatan Puskesmas
untuk melatih Petugas Posyandu, Dasa Wisma, PKK dan
tokoh masyarakat sebagai agen perubahan dalam rangka
praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga, dipimpin Kepala
Puskesmas atau Pejabat lain yang ditunjuk.
99
Gizi dan petugas lainnya untuk melakukan program
kerja Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan Makanan dan
Keamanan Makanan di rumah tangga.
4. Menyelenggarakan Pelatihan Petugas Penyuluh jajaran
Puskesmas dan Petugas Kelurahan/Desa, untuk
melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang
partisipatory Praktek Hygiene Sanitasi Makanan, Bahan
Makanan dan Keamanan Makanan di rumah tangga.
5. Melakukan pendataan kejadian PBM dan KM di wilayah
Puskesmas dengan mengidentifikasi kasus, waktu, lokasi
disertai keterangan tentang jenis bahan yang dimakan,
penyebab dan alasannya mengapa hal itu bisa terjadi.
X. EVALUASI
Untuk melakukan evaluasi dilakukan dengan 4 (empat) jenis
evaluasi yang diukur dalam kurun waktu satu tahun yaitu :
1. Evaluasi input :
a. Adanya kegiatan pembinaan dan pengawasan yang
telah dianggarkan pembiayaannya oleh Departemen
Kesehatan untuk dilaksanakan di Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/ Kota.
Indikatornya : adanya alokasi anggaran sektor
Kesehatan di Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
100
b. Adanya rencana kegiatan HSMBMKM di RT yang telah
disiapkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Indikatornya : adanya TOR kegiatan di Pusat, Propinsi
dan Kabupaten/Kota
c. Adanya rencana persiapan tenaga, sarana dan
prasarana yang akan digunakan dalam kegiatan
HSMBMKM di RT oleh Pusat, Kabupaten/Kota yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan program.
Indikatornya : tercantumnya dalam TOR, rencana
persiapan tenaga, sarana & prasarana yang akan
digunakan dalam pelaksanaan kegiatan.
d. Jumlah Kit penyuluhan yang telah digandakan dan
disalurkan oleh Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
kepada semua pihak terkait.
Indikatornya: prosentase kit penyuluhan yang telah
digandakan dan disalurkan oleh sektor Kesehatan di
Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
e. Jumlah pembentukan atau revitalisai Dasa Wisma dan
PKK yang telah dilaksanakan Kelurahan, RW dan RT.
Indikatornya : prosentase Kelurahan yang telah
melakukan pembentukan atau revitalisasi Posyandu
dan Dasa Wisma
2. Evaluasi proses :
a. Adanya surat, edaran, SK, komunikasi lainnya oleh
Pusat ke Propinsi dan Kabupaten/Kota atau
sebaliknya. Indikatornya : adanya surat menyurat dan
komunikasi lainnya antara Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota yang telah dikirim.
b. Adanya bimbingan teknis dan atau supervisi Pusat ke
Propinsi dan Kabupaten/Kota.
101
Indikatornya : adanya kegiatan bimbingan teknis dan
atau supervisi yang telah dilakukan.
c. Adanya Rancangan Perda tentang HSMBMKM di RT
yang telah disusun dan didiskusikan.
Indikatornya : adanya dokumen rancangan Perda yang
diajukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
102
Kabupaten/Kota.
Indikator : prosentase Kab/Kota yang telah memiliki
Perda HSMBMKM di RT.
d. Jumlah pelatih fasilitator (TOT) yang terlatih di Pusat,
Propinsi dan Kab/Kota.
Indikator : jumlah pelatih fasilitator yang terlatih.
c. Jumlah fasilitator yang terlatih di Kabupaten/Kota dan
Kecamatan.
Indikator : jumlah fasilitator yang terlatih.
d. Jumlah masyarakat yang telah mengikuti pelatihan
partisipatori kegiatan HSMBMKM di RT di Kecamatan
dan Desa.
Indikator : jumlah masyarakat yang telah mengikuti
pelatihan partisipatori.
4. Evaluasi outcome :
a. Jumlah rumah tangga yang telah melaksanakan PHBS
dan CPMB di rumah tangga meningkat.
Parameter penilaian : mencuci tangan pakai sabun
sebelum memasak, kuku pendek dan bersih, pakai
celemek waktu memasak, makanan disajikan tertutup,
makanan segera dikonsumsi.
Indikator : Persentase keluarga yang telah
melaksanakan PHBS dan CPMB
b. Jumlah kejadian PBM dan KM yang terjadi di rumah
tangga setelah penyuluhan cenderung menurun.
Indikatornya : jumlah kejadian kasus keracunan
makanan di rumah tangga.
103
X PENUTUP
Dengan ditetapkannya Pedoman Hygiene Sanitasi Makanan,
Bahan Makanan dan Keamanan Makanan di Rumah Tangga ini,
maka diharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menindak
lanjutinya dalam bentuk Peraturan Daerah Kabupaten/Kota,
sehingga semua rumah tangga dapat menyelenggarakan
perilaku hidup sehat dan bersih dalam menyediakan makanan
siap saji di rumah tangga, sehingga semua anggota
keluarganya dapat terhindar dari gangguan penyakit bawaan
makanan (PBM) dan keracunan makanan (KM)
MENTERI KESEHATAN RI
ttd.
104