Anda di halaman 1dari 13

GANGGUAN KARDIOVASKULER PADA IBU HAMIL

Selama kehamilan normal, sistem kardiovaskuler pasien mengalami banyak


perubahan yang memberikan beban fisiologis jantung. Perubahan kardiovaskuler terbesar
yang terjadi pada kehamilan normal dan berefek pada wanita dengan penyakit jantung adalah
peningkatan volume intravaskuler, menurunnya resistansi sistemik, perubahan curah jantung
pada saat persalinan dan melahirkan serta perubahan volume intravaskular yang terjadi
setelah melahirkan. Beban akan ada sejak hamil sampai beberapa minggu setelah melahirkan.
Jantung yang normal dapat mengompensasi beban yang meningkat sehingga secara umum
kehamilan, persalinan dan melahirkan dapat ditoleransi dengan baik, namun jantung yang
sudah mempunyai kelainan akan mengalami tantangan secara hemodinamik. Jika perubahan
kardiovaskuler tidak dapat ditoleransi, akan terjadi gagal jantung saat hamil, persalinan atau
periode postpartum. Selain itu, jika terjadi penyakit pada miokard, katup atau terdapat
kelainan kongenital, dekompensasi jantung (ketidakmampuan jantung untuk menjaga curah
jantung yang cukup dapat terjadi).

Klasifikasi Penyakit Jantung Menurut New York Heart Association (NYHA)

Kelas I : asimtomatik tanpa keterbatasan aktivitas fisik

Kelas II : simtomatik dengan sedikit keterbatasan beraktivitas

Kelas III : simtomatik dengan keterbatasan dalam beraktivitas

Kelas IV : simtomatik dengan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apa pun
tanpa rasa tidak nyaman
Kehamilan

Perubahan sistem
kardiovaskular

Beban fisiologis pada


jantung

↑ curah jantung ↑ volume intravaskular ↓ resistensi sistemik

Jantung normal dapat Jantung dengan kelainan


mengompensasi beban akan mengalami tantangan
yang meningkat hemodinamik

Kehamilan, persalinan, Perubahan


dan melahirkan dapat kardiovaskular tidak
ditoleransi dengan baik dapat ditoleransi

penyakit pada miokard, Gagal jantung saat hamil,


katup, atau terdapat persalinan, atau periode
kelainan konginetal postpartum

Dekompensasi jantung
Penurunan curah
jantung

Penyakit katup Aliran darah dari Katup mitral


jantung (stenosis atrium ke ventrikel menyempit
mitral) terhambat

Sesak napas (pertama


terjadi saat aktivitas dan
akhirnya saat istirahat)

Intoleran aktivitas

Berikut ini adalah beberapa gangguan kardiovaskuler pada ibu hamil:

A. Defek Septum Atrium (Kelainan Kongenital Jantung)

Defek septum atrium (artrial septal defect) merupakan penyakit jantung bawaan
(PJK) dimana terdapat kebocoran pada sekat serambi jantung sehingga darah dari serambi
kiri yang seharusnya dialirkan ke bilik kiri kembali berputar ke serambi kanan dan paru-paru
[CITATION Placeholder2 \l 1033 ]. Defek Septum Atrium merupakan bukaan yang abnormal
diantara atrium yang merupakan salah satu penyebab pirau dari kiri ke kanan dan merupakan
kelainan kongenital yang paling sering ditemukan pada kehamilan. Defek septum atrium
mencakup 6-8% dari semua penyakit jantung kongenital. Prevelensi penyakit jantung
kongenital diseluruh dunia diperkirakan sebesar 0.8% dari semua kelahiran hidup.
Pembentukan septum atrium merupakan suatu proses kompleks yang mencakup pertumbuhan
dan reabsorpsi septum primum dan septum sekundum. Kurang lebih 4 dari 100.000 bayi baru
lahir mengalami kegagalan pembentukan septum atrium.

 Etiologi
Dalam keadaan normal, peredaran darah janin berada suatu lubang antara artrium kiri
dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadinya Defek Septum atrium yaitu :
1.Faktor sebelum melahirkan
a)Ibu menderita infeksi Rubella
b)Mengonsumsi alcohol
c)Ibu berusia diatas 40 tahun
d)Mengonsumsi obat-obatan
2.Faktor genetik
a)Anak yang lahir sebelumnya memiliki penyakit jantung bawaan
b)Memiliki keturunan yang menderita penyakit Jantung Bawaan
c)Kelainan kromosom misalnya sindroma turun
3.Gangguan hemodinamik
a)Tekanan atrium kiri lebih tinggi dari tekanan di atrium kanan yang memungkinkan
aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.
 Tanda dan Gejala

Gejala yang muncul dapat berupa sesak nafas, aritmia atrial dan atau gagal jantung.
Pasien ASD umumnya asimptomatik atau dapat pula mengalami sesak nafas ketika
beraktivitas. Aliran darah pulmonal yang meningkat, overload jantung kanan, aritmia dan
hipertensi pulmonal cenderung meningkat dengan usia. Diperkirakan 25% pasien dengan
ASD yang tidak diperbaiki akan meninggal pada usia 27 tahun, 50% dalam 37 tahun dan 90%
pada usia 60 tahun [ CITATION War17 \l 1057 ]. Karena pada awalnya tidak ditemukan simptom
yang jelas pada pemeriksaan fisik, ASD bisa sulit dideteksi sehingga bertahun – tahun.
Kelainan yang kecil dengan penyimpangan yang minimal (ratio aliran pulmonal ke sistemik
kurang dari 1,5) biasanya tidak menunjukkan simptom dan tidak memerlukan penutupan.
Bila aliran darah pulmonal 1,5 kali lebih dari aliran sistemik, ASD perlu ditutup secara
pembedahan untuk mengelakkan dari terjadinya disfungsi ventrikel kanan dan hipertensi
pulmonal irreversibel. Simptom dari ASD yang besar meliputi disapnea dengan ekskresi,
disritmia supra ventrikular, gagal jantung kanan, emboli paradosikal dan infeksi pulmonal
berulang. Agen profilaksis terhadap endokarditis infektif adalah tidak disarankan pada pasien
dengan ASD melainkan terdapat kelainan valvular (mitral valve prolapse atau mitral valve
cleft).

 Pemeriksaan
Dengan teknik medis terbaru, hal ini tidaklah sulit untuk mendiagnosis penyakit jantung
kongenital. Pemeriksaan fisik, auskultasi, EKG, pemeriksaan radiologi thorax dan
ekocardiografi sebagai alat diagnostik ASD. Kateterisasi jantung dapat merupakan teknik
yang berguna, tidak hanya untuk diagnosis yang akurat tetapi juga untuk menilai fungsi
jantung. Pada pemeriksaan oleh dokter dapat ditemukan perubahan pada bunyi jantung atau
terdengar bunyi jantung tambahan. Pemeriksaan foto dada dapat memperlihatkan ukuran
jantung yang membesar disertai peningkatan corakan paru atau tidak menunjukan perubahan
yang berarti. Pemeriksaan elektrokardiografi umumnya menunjukan irama yang normal,
tetapi dapat pula memperlihatkan gangguan irama pada sebagian kecil pasen disertai dengan
perubahan sumbu jantung. Pemeriksaan echokardiografi berperan penting dan merupakan
standar untuk mendiagnosis ASD, karena dengan jelas bisa memperlihatkan letak, jenis, dan
ukuran defek, menilai adanya kelainan lain yang menyertai, serta menentukan jenis
pengobatan yang akan dikerjakan. Pemeriksaan yang lebih rinci dapat dilakukan dengan
Trans Esophageal Echocardiography (TEE) untuk menentukan bisa tidaknya kebocoran
ditutup tanpa operasi dengan menggunakan kateter sekaligus sebagai pemandu pada saat
prosedur penutupan dikerjakan secara simultan. Pemeriksaan sadap jantung diperlukan untuk
menilai derajat hipertensi paru, apakah masih boleh dilakukan penutupan atau sudah
terlambat untuk dilakukan koreksi. 
Selain itu, bisa juga dilakukan beberapa pemeriksaan berikut untuk melihat apakah
komplikasi sudah terjadi:

 Rontgen dada. Metode pencitraan dengan gelombang elektromagnetik untuk melihat


kondisi jantung dan paru-paru.
 Elektokardiogram. Tes ini dilakukan dengan menempelkan sadapan ke kulit, untuk
merekam aktivitas kelistrikan jantung

 Penatalaksanaan
Penutupan transkateter saat ini merupakan pilihan pertama untuk penutupan ASD
sekundum, tetapi untuk ASD sinus venosus, ASD primum dan ASD sinus koronarius, atau
ASD sekundum dengan kebocoran yang sangat besar disertai jaringan sekitar kebocoran yang
sangat minim atau disertai kelainan struktur lain pembedahan masih merupakan pilihan
pertama. Pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi beban kerja jantung atau pada
kasus dimana penutupan sudah tidak boleh dikerjakan, misalnya pada ASD disertai hipertensi
paru yang irreversibel. Dengan pengobatan yang baik ASD dapat disembuhkan tanpa
meninggalkan gejala sisa, terutama bila dikerjakan penutupan sebelum terjadi hipertensi
pulmonal. Oleh karena itu evaluasi rutin yang teratur dan kepatuhan dalam mengikuti
program pengobatan yang sudah dianjurkan oleh dokter yang ahli dan kompeten untuk
kelaian jantung bawaan merupakan hal yang sangat penting [ CITATION Kus18 \l 1057 ].

B. Stenosis Mitral

Stenosis Mitral yaitu kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis mitral hampir
selalu disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR).

 Etiologi
Salah satu etiologi dari stenosis mitral ini adalah demam reumatik. Demam reumatik ini
akan muncul mendadak, sering kali beberapa minggu tanpa gejala setelah infeksi
tenggorokan oleh streptococcus hemolitikus B. episode demam reumatik akan menyebabkan
reaksi autoimun pada jaringan jantung, sehingga terjadi kerusakan permanen di katup
(biasanya katup mitral). Adapun etiologi lain dari stenosis mitral ini adalah kongenital,
terjadinya hypoplasia. Serta gangguan metabolic seperti penyakit whipple, yaitu penyakit
sistemik yang disebabkan oleh bakteri Tropheryma whipplei yang biasanya dapat
disembuhkan dengan terapi antibiotic jangka panjang.
 Tanda dan Gejala
Gejala yang lazim dirasakan oleh pasien dengan stenosis mitral adalah cepat lelah, sesak
nafas bila aktivitas (dyspnea d’ effort) yang makin lama makin berat. Pada stenosis mitral
yang berat, keluhan sesak nafas dapat timbul saat tidur malam (nocturnal dyspnea), bahkan
dalam keadaan istirahat sambil berbaring (orthopnea). Irama jantung berdebar terkadang juga
dapat didengar apabila terdapat fibrilasi atrium. Keadaan lebih lanjut bisa ditemukan batuk
darah (hemoptysis), akibat pecahnya kapiler pulmonalis karena tingginya tekanan arteri
pulmonalis; keluhan ini bisa disalahartikan sebagai batuk darah akibat TBC, apalagi pasien
stenosis mitral berat biasanya kurus. Pasien stenosis mitral juga kadang baru diketahui setelah
terkena stroke, terutama bila ada fibrilasi atrium yang mempermudah terbentuknya trombus
di atrium kiri dan kemudian lepas menyumbat pembuluh darah otak.
 Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang seperti rontgen, EKG dan ekokardiografi sebagai standar pada
pemeriksaan kecurigaan adanya mitral stenosis. Dari ekokardiografi bisa didapatkan
informasi mengenai ukuran dari katup mitral, ukuran atirum kiri, ada tidaknya thrombus pada
ventrikel kiri dan ukuran dari jantung kanan. Pemeriksaan doppler pada ekokardiografi
digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan dari stenosis, mengetahui ada tidak nya lesi
pada katup lain dan derajat hipertensi pulmonal. Jika hasil ekokardiografi tidak relevan
dengan gejala klinis maka dapat dilakukan kateterisasi jantung.
 Penatalaksanaan
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat
suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap
infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin
sering digunakan untuk demam reumatik atau pencegahan endokarditis. Obat-obatan
inotropik negative seperti ß-blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien
dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti
pada latihan. Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat gangguan hemodinamik
yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta
frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi,
dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Antikoagulan warfarin
sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan
kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli. Intervensi
bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada
tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah
dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat
jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi
dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah
itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan prostesis Indikasi dilakukannya operasi
antara lain: (1) stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,5 cm2) dan
keluhan; (2) stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal; dan (3) stenosis mitral dengan resiko
tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti usia tua dengan fibrilasi atrium, pernah mengalami
emboli sistemik, dan pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri. Sedangkan pada
wanita hamil yang memiliki penyakit jantung harus diklasifikasikan terlebih dahulu dan
penatalaksanaannya akan sesuai dengan klasifikasi tersebut. Jenis operasi yang dapat
dilakukan pada mitral stenosis, yaitu: (1) closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien
tanpa komplikasi; (2) open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin
dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam
atrium; (3) mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai
regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas [ CITATION Har181 \l 1057 ].

C. Kardiomiopati Peripartum

Kardiomiopati peripartum yaitu gagal jantung idiopatik yang terjadi tanpa adanya
penyakit jantung yang dapat ditentukan selama bulan terakhir kehamilan atau 5 bulan
pertama pascapersalinan [ CITATION Bas15 \l 1033 ].

 Etiologi
Faktor penyebab spesifik untuk kardiomiopati peripartum belum diidentifikasi. Teori
yang ada mengusulkan bahwa penyebabnya adalah predisposisi genetic atau autoimun
[CITATION Placeholder1 \l 1033 ]. Namun, ada beberapa faktor etiologi yang potensial adalah
infeksi virus (adenovirus, herpesvirus), proses inflamasi, miokarditis, peristiwa autoimun
akibat kehamilan, peningkatan opoptosis miokardium, efek hormonal, toksemia, abnormalitas
respons hemodinamik terhadap kehamilan, dan predisposisi kehamilan
 Faktor risiko
- Usia ibu lebih dari 35 tahun
- Kehamilan multiple
- Preeklamsi
- Hipertensi gesatasional
- Multiparitas
- Terapi tokolisis [ CITATION low131 \l 1033 ]
 Tanda dan Gejala
Gejala kardiomiopati peripartum meliputi: mudah lelah, nyeri dada, batuk, berdebar-
debar, sesak nafas (paroxysmal nocturnal dyspnea dan ortopnea), batuk, hemoptisis.
 Pemeriksaan
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah yang tinggi atau normal, distensi vena
leher, pembesaran jantung, gallop, aritmia jantung, ronki basah halus pada paru,
hepatomegali, asites, edema kaki. Pada pemeriksaan EKG, dapat ditemukan sinus takikardi
atau aritmia atrium, gelombang T terbalik, gelombang Q, perubahan ST-T nonspesifik,
hipertrofi ventrikel kiri. Pada foto toraks, dapat ditemukan kardiomegali, kongesti vena
pulmonal, dan infiltrat pada kedua basal paru. Pada pemeriksaan ekokardiografi, dapat
ditemukan dilatasi ventrikel dengan gangguan fungsi sistolik secara keseluruhan.
 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kardiomiopati peripartum sama dengan penatalaksanaan gagal jantung
pada umumnya yang meliputi: restriksi cairan, diet rendah garam, diuretik, vasodilator,
digitalis, penyekat βadrenergik. Bedanya, pemberian obat pada penderita kardiomiopati
peripartum perlu memperhatikan faktor keamanan obat terhadap janin dan ekskresi obat atau
metabolitnya ke dalam air susu ibu (ASI) pada ibu yang menyusui [ CITATION Ver05 \l 1057 ].
Tata laksana medis dari kardiomiopati peripartum yaitu regimen untuk gagal jantung
kongestif: diuretik, restriksi cairan dan garam, obat yang mengurangi afterload dan digoksin.
Obat antikoagulasi mungkin diperlukan jika ruang jantung membesar dan tidak bisa
berkontraksi dengan baik karena peningkatan risiko terbentuknya bekuan darah. Inhibitor
enzim konversi angiotensin (ACE-i) sering diresepkan untuk mengurangi afterload, hanya
bisa digunakan setelah melahirkan karena berhubungan dengan disfungsi ginjal janin. Selama
persalinan, anestesi epidural sering kali digunakan untuk mengontrol nyeri untuk
menurunkan beban jantung dan mengurangi takikardi. Operasi cesar hanya boleh dilakukan
bila terdapat indikasi obstetrik.

GANGGUAN KARDIOVASKULER PADA IBU HAMIL

OLEH:

KELOMPOK 4 RA NERS A 2017

CINDY GLORIA MASIKU C051171005


ADANI NOVITASARI C051171016
SAHRUNI RAJA C051171314
MUSFIRAH C051171032
ROSNANI AMPO C051171301
ASMIRA C051171517
EFWANA IFTANISYAH C051171330
IIN SULASTRI PUTRI ANANDA C051171503
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
Domain 4: Aktivitas/Istirahat Domain : Kesehatan Psikologis , Kelas : Manajemen Energi (0180)
Kelas 4 : Respons
Kesejahteraan Psikologis - Kaji status fisiologis pasien yang
Kardiovaskular/Pulmonal
Intoleran Aktivitas b.d Toleransi Terhadap Aktivitas (0005) menyebabkan kelelahan sesuai dengan
Ketidakseimbangan antara suplai
Indikator : konteks usia dan perkembanga
dan kebutuhan oksigen (1982)
Hlm.241 - (000501) saturasi oksigen ketika beraktivitas - Anjurkan pasien mengungkapkan perasaanya
dipertahankan pada sangat terganggu (1) secara verbal mengenai keterbatasan yang
ditingkatkan ke tidak terganggu (5) dialami
- (000502) frekuensi nadi ketika beraktivitas - Pilih intervensi yang mengurangi kelelahan
dipertahankan pada sangat terganggu (1) baik secara farmakologi maupun non
ditingkatkan ke tidak terganggu (5) farmakologi, dengan tepat
- (000503) frekuensi nafas ketika beraktivitas - Monitor sumber kegiatan olahraga dan
dipertahankan pada sangat terganggu (1) kelelahan emosional yang dialami pasien
ditingkatkan ke tidak terganggu (5) - Anjurkan pasien untuk menghubungi tenaga
- (000508) kemudahan bernafas ketika beraktivitas kesehatan jika tanda dan gejala kelelahan
dipertahankan pada sangat terganggu (1) tidak berkurang
ditingkatkan ke tidak terganggu (5)
Domain 4: Aktivitas/Istirahat Domain : Kesehatan Fisiologis , Kelas : Jantung Paru
Perawatan Jantung (4040)
Kelas 4 : Respons
Kefektifan Pompa Jantung (0400) - Secara rutin mengecek pasien secara fisik dan
Kardiovaskular/Pulmonal
Penurunan Curah Jantung b.d Indikator : psikologis sesuai dengan kebijakan tiap agen/
Perubahan Volume Sekuncup
- (040001) tekanan darah sistol dipertahankan pada penyedia layanan
(00029) Hlm.244
deviasi berat dari kisaran normal (1) ditingkatkan - Pastikan tingkat aktivitas pasien yang tidak
ke tidak ada deviasi dari kisaran normal (5) membahayakan curah jantung atau
- (040009) tekanan darah diastol dipertahankan memprovokasi serangan jantung
pada deviasi berat dari kisaran normal (1) - Instruksikan pasien tentang pentingnya untuk
ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari kisaran segera melaporkan jika ada nyeri dada
normal (5) - Monitor EKG adakah perubahan segmen ST,
- (040002) denyut jantung apikal dipertahankan sebagaimana mestinya
pada deviasi berat dari kisaran normal (1) - Lakukan penilaian komprehensif pada
ditingkatkan ke tidak ada deviasi dari kisaran sirkulasi perifer (misalnya cek nadi perifer,
normal (5) edema, pengisian ulang perifer, warna dan
- (040006) denyut nadi perifer dipertahankan pada suhu ekstremitas)
deviasi berat dari kisaran normal (1) ditingkatkan - Monitor tanda-tanda vital secra rutin
ke tidak ada deviasi dari kisaran normal (5) - Cari tanda dan gejala penurunan curah
jantung
Daftar Pustaka
Hartono, R., Isngadi, & Husodo, D. P. (2018). Anestesi Spinal Dosis Rendah Untuk Pasien
Operasi Sesar dengan Stenosis Mitral Berat. Jurnal Anestesiologi Indonesia, 10(3),
163-174.
Kuswiyanto, R. B. (2018, Mei 2). Atrial Septal Defect (ASD) Defek Septum Atrium. Retrieved
September 1, 2019, from Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:
http://yankes.kemkes.go.id/read-atrial-septal-defect-asd-defek-septum-atrium-
4043.html
Vera. (2005, Februari). Diagnosis dan Penatalaksanaan Kardiomiopati Peripartum. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 4(2), 37-54.
Wardhana, W., & Boom, C. E. (2017). Penanganan Perioperatif Pasien Penyakit Jantung
Kongenital Dewasa dengan ASD, Suspek Hipertensi Pulmonal, LV Smallish. Jurnal
Anestesiologi Indonesia, 9(2), 71-86.
Basra, S. S., Bhattacharyya, A., & Kar, B. (2015). Kardiomiopati Peripartum. Journal Institut
Jantung Texas, xxxix, 50-52.
Kuswiyanto, R. B. (2018, May 02). Ditjen Yankes. Retrieved September 1, 2019, from Ditjen
Yankes: http://www.yankes.kemkes.go.id
Lowdermilk, D. L., Perry, E. S., & Cashion, E. (2013). Keperawatan Maternitas buku 2 edisi
8 (8nd ed.). (K. R. Aldon, Ed.) Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai