Anda di halaman 1dari 28

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian mengenai Peranan Kepemimpinan dalam Pemberdayaan

Masyarakat ini banyak mengembangkan dari penelitian-penelitian

sebelumnya. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Slamet Setiawan pada

tahun 2005 dalam bentuk tesis di Universitas Padjajaran yang berjudul :

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat

Dalam Pembangunan Desa Kecamatan Kresek Kabupaten Tanggerang,

dengan hasil temuan bahwa : gaya kepemimpinan kepala desa sangat

berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Semakin

demokratis kepemimpinan kepala desa, maka tingkat partisipasi masyarakat

akan semakin meningkat. Selain kepemimpinan kepala desa sebagai pemimpin

formal, kepemimpinan informal (seperti tokoh agama dan tokoh) juga

mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya dalam menggerakkan

masyarakat, sehingga antara kepala desa dan kepemimpinan informal

diperlukan suatu kerja sama untuk mewujudkan program-program

pembangunan desa yang telah direncanakan.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Dear Adi Munba Munthe dalam

bentuk skripsi di Universitas Sumatera Utara yang berjudul : Peranan

Kepemimpinan Dalam Pemberdayaan Pegawai (Studi kasus pada PT. Bank

Sumut Cabang Utama Medan), dengan rumusan masalah bagimana peranan


11

kepemimpinan dalam pemberdayaan pegawai di PT. Bank Sumut Cabang

Utama Medan. Dengan hasil temuan : peran kepemimpinan dalam proses

pemberdayaan sudah berjalan dengan lebih baik yang dapat dilihat dari adanya

sistem penempatan pegawai, pemeliharaan, dan pemanfaatan pegawai. Selain

itu kepemimpinan pada PT. Bank Sumut sudah berjalan dengan lebih efektif

yang ditunjukkan dengan terlaksananya fungsi-fungsi kepemimpinan dalam

perjalanan dan kinerja organisasi.

Ketiga, penelitian mengenai pengaruh kepemimpinan terhadap partsipasi

masyarakat dalam pembangunan, yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan Tamher

pada tahau 2005 dalam bentuk tesis dari Universitas Padjadjaran yang

berjudul : Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Partisipasi

Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi di Kecamatan Kei Kecil

Kabupaten Maluku Utara), dengan hasil temuan : kepemimpinan kepala desa

mempunyai pegaruh yang signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam

pembangunan. Apabila seorang kepala desa sebagai pemimpin desa

berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat maka

dengan sendirinya masyarakat cenderung melibatkan diri secara aktif dalam

setiap program kegiatan dan proyek pembangunan yang dilaksanakan di desa.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh T.S. Arif Fadillah pada tahun

2010 dalam bentuk desertasi di Universitas Padjadjaran dengan judul :

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Daerah Terhadap Pemberdayaan Masyarakat

Di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Dari penelitian tersebut

menunjukan bahwa kepemimpinan kepala daerah memiliki pengaruh yang


12

signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat. Semakin efektif

kepemimpinan kepala daerah maka akan semakin terlaksananya

pemberdayaan masyarakat dalam melakukan tugas.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu peneliti

menekankan adanya peranan kepemimpinan dalam pemberdayaan masyarakat.

Adapun perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah

peneliti melihat bagaimana dinamika kepemimpinan yang terjadi. Peneliti

mengambil empat periode kepemimpinan yang kemudiam dilihat pemimpin

yang mana telah melaksanakan pemberdayaan masyarakat yang kemudian

dianalisis bagaimana peranan atau tingkah laku seorang lurah tersebut dalam

pemberdayaan masyarakat dan lurah mempertimbangkan suara

masyarakatnya, membangun, kepercayaan masyarakat sehingga dengan

tingkah laku lurah yang kooperatif, loyal, dan demokratis tersebut seorang

lurah melakukan suatu perubahan dengan tidak melupakan kultur

masyarakatnya.

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Teori Kepemimpinan

2.2.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Dalam buku Manajemen karya Griffin (2003) disebutkan

kepemimpinan adalah sebagai proses, yakni penggunaan pengaruh tanpa

paksaan untuk membentuk tujuan-tujuan grup atau organisasi, memotivasi

perilaku ke arah pencapaian tujuan-tujuan tersebut, dan membantu


13

mendefinisikan kultur grup atau organisasi. Sedangkan kepemimpinan sebagai

atribut ialah sekolompok karakteristik yang dimiliki oleh individu yang

dipandang sebagai pemimpin. Dan pemimpin adalah individu yang mampu

mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan,

pemimpin adalah individu yang diterima oleh lain sebagai pemimpin.

Selain pengertian tersebut, menurut Ordway Tead dalam bukunya

The Art Of Leadership menyatakan kepemimpinan adalah kegiatan

mempengaruhi orang-orang agar merasa mau bekerja sama untuk mencapai

tujuan yang diinginkan (Dikutip dalam Kartini Kartono, 2006 : 37). Makna

kepemimpinan sebagaimana dikemukakan tadi akan semakin jelas dengan

definisi-definisi mengenai kepemimpinan menurut beberapa ahli. George R.

Terry dalam bukunya Principle of Management (Dikutip dalam Kartini

Kartono, 2006 : 37) berkata kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi

orang lain agar mereka suka berusaha mencapai tujuan kelompok. Pendapat

lain dikemukakan oleh Howard H. Hyot dalam bukunya Aspect of Modern

Public Administration (Dikutip dalam Kartini Kartono, 2006 : 37) menyatakan

kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,

kemampuan untuk membimbing orang.

Pendapat lain dikemukakan oleh E,S Bogardus (Dikutip dalam

Pamudji, 1992 : 11) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kepribadian yang

beraksi dalam kondisi-kondisi kelompok, tidak saja kepemimpinan itu suatu

kepribadian dan suatu gejala kelompok, ia juga merupakan suatu proses sosial

yang melibatkan sejumlah orang dalam kontak mental dalam mana seseorang
14

mendominasi orang-orang lain. Selain itu menurut Munson (Dikutip dalam

Pamudji, 1992 : 11) kepemimpinan sebagai “kemampuan/kesanggupan untuk

menangani atau menggarap orang-orang sedemikian rupa untuk mencapai

hasil yang sebesar-besarnya dengan sekecil mungkin pergesekan dan sebesar

mungkin kerjasama. Kepemimpinan adalah kekuatan moral yang kreatif dan

direktif”.

2.2.1.2 Teori Kepemimpinan

Penelitian ini menggunakan teori kepemimpinan legal formal, teori

kepemimpinan karismatik, teori kepemimpinan tranformasional (Dikutip dari

buku Kepemimpinan : Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi dan

Penelitian karya Wirawan tahun 2003)

1. Teori kepemimpinan legal formal

Weber menjelaskan kepemimpinan yang berotoritas legal formal

merupakan seorang pemimpin yang pengabsahannya berasal dari

pengakuan di depan hukum. Yang bersangkutan dipilih oleh mereka yang

memiliki hak untuk memilih aturan yang sudah dibakukan. Wewenang,

tugas pokok serta fungsi yang dimilikinya berdasarkan pada aturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Teori kepemimpinan karismatik (Charismatic Leadership)

Weber (1974) memberi definisi tentang karisma yaitu sebagai karakteristik

kepribadian khusus yang memberi seseorang suatu kekuatan luar biasa.


15

Pemimpin-pemimpin karismatik yang menampilkan atau mempunyai ciri-

ciri seperti memiliki visi yang amat kuat atau kesadaran tujuan yang jelas,

mengkomsumsikan visi itu dengan efektif, mendemonstrasikan konsistensi

dan fokus serta mengetahui kekuatan-kekuatan sendiri dan

memanfaatkannya.

3. Teori kepemimpinan transformasional (Transformational Leadership)

Teori ini mengatakan bahwa pemimpin-pemimpin transaksional

membimbing atau memotivasi pengikutnya ke arah tujuan yang telah

ditentukan dengan cara menjelaskan ketentuan-ketentuan tentang peran

dan tugas. Pemimpin-pemimpin transformasional memberikan

pertimbangan yang bersifat individual, stimulasi intelektual, dan memiliki

kharisma. Kepemimpinan transformasional dibangun/berkembang dari

kepemimpinan transaksional.

2.2.1.3 Tipe atau Gaya Kepemimpinan

Stoner dalam Pasolong (2010, h.37), mengatakan bahwa gaya

kepemimpinan (leadership style) adalah berbagai pola tingkah laku yang

disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi

pekerja. Adapun tipe atau gaya kepemimpinan yang digunakan ialah (sumber :

Kartini Kartono, 2006)

1. Tipe Karismatis

Tipe pemimpin karismatik ini memiliki kekuatan energi, daya tarik dan

perbawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia


16

mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal

yang bisa diperaya. Tipe pemimpin ini banyak memiliki inspirasi, keberanian

dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepribadian

pemimpin seperti ini memancarkan pengaruh dan daya tarik yang teramat

besar.

2. Tipe Otokratis

Pemimpin dengan tipe otokratis mendasarkan diri pada kekuasaan dan

paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan

sebagai pemain tunggal. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa

berkonsultasi dengan bawahannya. Anak buah tidak pernah diberi informasi

mendetail mengenai rencana dan tindakan yang harus dilakukan. Semua

pujian dan kritik terhadap segenap anak buahnya diberikan atas pertimbangan

pribadi pemimpin sendiri. selanjutnya pemimpin selalu berdiri jauh dari

anggota kelompoknya jadi ada sikap menyisihkan diri dari eksklusivisme.

Pemimpin otokratis itu senantiasa ingin berkuasa absolute, tunggal, dan

merajai keadaan. Sikap dan prinsip-prinsipnya sangat konservatif dan ketat-

kaku.

3. Tipe Laisser Faire

Pada tipe kepemimpinan ini, pemimpin praktis tidak memimpin dia

membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin

tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua

pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan sendiri.

Pemimpin dengan tipe ini bisa disebut pemimpin symbol dan tidak memiliki
17

keterampilan teknis dikarenakan kedudukannya sebagai pemimpina diperoleh

melalui penyogokan, suapan, atau berkat sistem nepotisme. Pemimpin dengan

tipe ini tidak mempunyai kewibawaan dan tidak bisa mengontrol anak

buahnya, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja dan tidak berdaya sama

sekalai menciptakan suasana kerja yang kooperatif.

4. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi

pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab

internal dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis

terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan

dengan tipe ini menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan

nasihat dan sugesti bawahan. Serta bersedia mengakui keahlian para spesialis

dengan bidangnya masing-masing, mampu memanfaatkan kapasitas setiap

anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Untuk melihat gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat dilihat

melalui indikator-indikator. Menurut Siagian (2002:121), indikator-indikator

yang dapat dilihat sebagai berikut :

1. Iklim saling mempercayai

2. Penghargaan terhadap ide bawahan

3. Memperhitungkan perasaan para bawahan

4. Perhatian pada kenyamanan kerja bagi para bawahan

5. Perhatian pada kesejahteraan bawahan


18

6. Memperhitungkan faktor kepuasan kerja para bawahan dalam

menyelesaikan tugas-tugas yang dipercayakan padanya

7. Pengakuan atas status para bawahan secara tepat dan profesional

2.2.1.4 Syarat-syarat Kepemimpinan

Kartono dalam Pasolong (2008, h.114-115), mengatakan bahwa

persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting,

yaitu: (1) Kekuasaan, yaitu otoritas dan legalitas yang memberikan

kewenangan kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan

bawahan untuk berbuat sesuatu, (2) Kelebihan, keunggulan, keutamaan,

sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh

pada pemimpin, dan bersedia melakuka perbuatan-perbuatan tertentu. (3)

Kemampuan, yaitu segala daya, kesanggupan, kekuatan dan

kecakapan/keterampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari

kemampuan anggota biasa.

Sementara itu Stodgill (dikutip dalam buku Kartono dalam Pasolong)

menyatakan pemimpin itu harus mempunyai kelebihan sebagai persyaratan,

antara lain : (1) Kepastian, kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara,

kemampuan menilai. (2) Prestasi, gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan dalam

bidang tertentu. (3) Tangggung jawab, berani, tekun, mandiri, kreatif, ulet,

percaya diri, agresif. (4) Partisipasi aktif, memiliki stabilitas tinggi, kooperatif,

mampu bergaul. (5) Status, kedudukan sosial ekonomi cukup tinggi dan

terkenal.
19

2.2.1.5 Faktor-Faktor Kepemimpinan

Keberhasilan seorang pemimpin/kepemimpinan juga dapat

ditentukan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor keturunan, pemimpin berasal dari orang tua dengan kondisi sosial-

ekonomis yang bagaimana/ hal ini mempengaruhi ideologi yang dianut

masyarakat dan bentuk aktivitas perjuangannya. Disesuaikan dengan status

sosial mereka.

2. Faktor Usia, faktor usia menentukan moderat atau kesigapan kegiatan/aksi

yang dilakukan.

3. Jenis Pendidikan, dengan adanya jenis pendidikan akan terdapat warna

kepada minat dan bidang yang akan ditekuni, beserta ambisi-ambisi

politiknya.

4. Lingkungan Sosial atau masyarakat sekitar, yakni tempat hidup/tempat

tinggal pemimpin, dan masyarakat yang diminati serta diperjuangkan

kebutuhan-kebutuhannya (misalnya kelompok penduduk yang mengalami

penggusuran, mengalami kesengsaraan, dan perlakuan-perlakuan yang

tidak adil, dll).

2.1.1.6 Pemimpin Formal

Lurah ialah pemimpin suatu daerah yang penempatan dan

penugasannya ditunjuk langsung oleh Kepala Daerah berdasarkan Surat

Keputusan yang dibuat oleh Kepala Daerah, oleh karena itu Lurah merupakan

pemimpin formal. Pemimpin formal ialah orang yang oleh organisasi/lembaga


20

tertentu diajak sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan

resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala

hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran

organisasi. Adapun ciri-ciri dari pemimpin formal yakni : (1) Berstatus

sebagai pemimpin formal selama masa jabatan tertentu, atas dasar legalitas

formal oleh penunjukan pihak yang berwenang (ada legilitimasi). (2) Sebelum

pengangkatannya dia harus memenuhi beberapa persyaratan formal terlebih

dahulu. (3) Ia diberi dukungan oleh organsisasi formal untuk menjalankan

tugas kewajibannya. Karena itu pemimpin formal selalu memiliki atasan. (4)

Pemimpin mendapatkan balas jasa materiil dan immaterial tertentu, serta

keuntungan ekstra dan penghasilan sampingan. (5) Pemimpin bisa mencapai

promosi atau kenaikan pangkat formal dan dapat di mutasikan. (6) Apabila

pemimpin melakukan kesalahan-kesalahan, dia akan dikenai sanksi dan

hukuman. (7) Selama jabatan kepemimpinan, dia diberi kekuasaan dan

wewenang, antara lain untuk: menentukan kebijakan, memberikan motivasi

kerja kepada bawahan, menggariskan pedoman dan petunjuk, mengalokasikan

jabatan dan penempatan bawahannya; melakukan komunikasi, mengadakan

supervise dan control, menetapkan sasaran organisasi, dan mengambil

keputusan-keputusan penting lainnya.

2.2.2 Konsep Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Menurut Biddle dan Thomas, peran

adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang


21

diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Sedangkan didalam kamus

besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan

dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (E.St. Harahap, dkk,

2007: 854).

Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam Status, Kedudukan dan

Peran dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu

pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, peran berarti

karakter yang dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah penampilan dengan

peran tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu

sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki

jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang

didudukinya tersebut.

Mengenai peranan ini, Horoepoetri, Arimbi dan Santosa (2003),

mengemukakan beberapa dimensi peran, yakni sebagai berikut :

1. Peran sebagai suatu kebijakan. Penganut paham ini berpendapat bahwa

peran merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik dilaksanakan.

2. Peran sebagai strategi. Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran

merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.

pendapat ini didasarkan pada suatu paham bahwa keputusan dan

kepedulian masyarakat pada tiap tingkatan keputusan didokumentasikan

dengan baik, maka keputusan tersebut memiliki kredibilitas.

3. Peran sebagai alat komunikasi. Peran didayagunakan sebagai instrument

atau alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses


22

pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandaskan oleh suatu pemikiran

bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga

pandangan dan referensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang

bernilai, guna mewujudkan keputusan yang responsif dan responsibel

4. Peran sebagai alat penyelesaian sengketa. Peran didayagunakan sebagai

suatu cara untuk mengurangi dan meredam konflik melalui usaha

pencapaian konsesus dari pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi

persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat meningkatkan

pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan dan

kerancuan.

5. Peran sebagai terapi. Menurut persepsi ini, peran dilakukan sebagai upaya

mengobati masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan

ketidakberdayaan, tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka

bukan komponen penting dalam masyarakat.

Selain hal diatas, adapun beberapa fungsi dari kepemimpinan itu

sendiri yakni :

1. Fungsi perencanaan

Bagaimana seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang

menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab

tercapainya tujuan organisasi tersebut.

2. Fungsi memandang kedepan

Seorang pemimpin yang senantiasa memandang ke depan berarti akan

mampu mendorong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap
23

kemungkinan. Oleh sebab seorang pemimpin harus peka terhadap

perkembangan situasi baik di dalam maupun diluar organisasi sehingga

mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik yang kecil

maupun yang besar.

3. Fungsi pengembangan loyalitas

Seseorang pemimpin harus memberi teladan baik dalam pemikiran, kata-

kata, maupun tingkah laku sehari – hari yang menunjukkan kepada anak

buahnya pemimpin sendiri tidak pernah mengingkari dan menyeleweng dari

loyalitas segala sesuatu tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya.

4. Fungsi pengawasan

Fungsi pengawasan merupakan fungsi pemimpin untuk senantiasa meneliti

kemampuan pelaksanaan rencana. Dengan adanya pengawasan maka

hambatan – hambatan dapat segera diketemukan, untuk dipecahkan sehingga

semua kegiatan kembali berlangsung menurut rel yang telah ditetapkan dalam

rencana.

5. Fungsi mengambil keputusan

Pengambilan keputusan dapat dilakukan secara individu, kelompok tim

atau panitia, dewan, komisi, referendum, mengajukan usul tertulis dan lain

sebagainya.

6. Fungsi memberi motivasi

Pemimpin harus dapat memberi semangat, membesarkan hati,

mempengaruhi anak buahnya agar rajin bekerja dan menunjukkan prestasi

yang baik terhadap organisasi yang dipimpinnya. Pemberian anugerah yang


24

berupa ganjaran, hadiah, pujian atau ucapan terima kasih sangat diperlukan

oleh anak buah sebab mereka merasa bahwa hasil jerih payahnya diperhatikan

dan dihargai oleh pemimpinnya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat

berperan dengan baik, antara lain:

1. Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan

pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain

terhadap kepemimpinan yang bersangkutan

2. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh

dan berkembang

3. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi

4. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui

pertumbuhan dan perkembangan

5. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap

anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai

tujuan organisasi.

2.2.3 Konsep Kelurahan

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan

desa, dijelaskan bahwa kelurahan adalah suatu wilayah yang ditempati oleh

sejumlah penduduk atau masyarakat yang mempunyai organisasi

pemerintahan terendah langsung dibawah camat yang tidak berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan


25

Republik Indonesia. Kelurahan merupakan wilayah kerja Lurah sebagai

Perangkat Daerah Kabupaten atau kota. Kelurahan merupakan unit pemerintah

terkecil atau pemerintah terkecil setingkat dengan desa. Namun berbeda

dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayah yang lebih terbatas.

Perbedaan antara desa dan kelurahan dapat dilihat dari pemimpin dan cara

pemilihannya. Desa dipimpin oleh kepala desa yang dipilih oleh masyarakat,

sedangkan Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang merupakan seorang

Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diangkat atau dipilih oleh Bupati/Walikota.

Kelurahan dipimpin oleh seorang lurah yang berstatus sebagai Pegawai

Negeri Sipil. Kepala Kelurahan adalah penyelenggara dan penanggungjawab

utama di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam

rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, urusan pemerintahan

umum termasuk pembinaan ketentraman dan ketertiban sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lurah memiliki tugas untuk

membangun mental masyarakat baik dalam menumbuhkan maupun

mengembangkan semangat membangun yang dijiwai oleh asas usaha bersama

dan kekeluargaan.

Untuk memperlancar jalannya pemerintahan Kelurahan di dalam

Kelurahan dapat dibentuk Lingkungan yang dikepalai oleh kepala Lingkungan

sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Kepala

Lingkungan adalah unsur pelaksana tugas Kepala Kelurahan dengan wilayah

kerja tertentu. Kepala Lingkungan adalah Pegawai Negeri yang diangkat dan

diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas nama Gubernur Kepala Daerah


26

tingkat I, dengan memperhatikan syarat-syarat dan ketentuan kepegawaian

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.4 Konsep Kepemimpinan

Bass (1990) menyatakan bahwa sejumlah definisi kepemimpinan

dilihat sebagai fokus proses kelompok, yaitu pemimpin berada di pusat

perubahan dan aktivitas kelompok serta pemimpin membentuk keinginan atau

tujuan dari kelompok tersebut. Definisi yang lain adalah konsep

kepemimpinan dari sudut pandang kepribadian, yang menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah kombinasi dari sifat khusus yang dimiliki sejumlah

individu. Sifat ini yang memungkinkan individu tersebut untuk meminta orang

lain menyelesaikan tugas.

Pendekatan lain untuk kepemimpinan mendefinisikan hal itu sebagai

tindakan atau perilaku, yaitu hal-hal yang dilakukan pemimpin untuk

menghasilkan perubahan di dalam kelompok. Selain itu, sejumlah definisi

lainnya kepemimpinan dipandang dari segi hubungan kekuasaan yang muncul

antara pemimpin dan pengikutnya. Dari sudut pandang ini, pemimpin

memiliki kekuasaan yang mereka gunakan, untuk menghasilkan perubahan

dalam diri orang lain. Dengan seiringnya waktu, beberapa ahli dan akademisi

membicarakan kepemimpinan dari sudut pandang keterampilan yang

menekankan pada kecakapan (pengetahuan dan ketrampilan) yang dapat

mewujudkan kepemimpinan yang efektif.


27

2.2.5 Konsep Kebijakan

Dikutip dari buku yang berjudul Analisis Kebijakan Publik karya Joko

Widodo tahun 2007, Friedrich dalam Wahab mengartikan kebijakan sebagai

suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang,

kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan

adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk

mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Adapun elemen

yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana yang dikemukakan oleh

Anderson dalam Islamy (1994) yang antara lain mencakup beberapa hal

berikut :

1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.

3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan

bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah

mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat

pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5. Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan

tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).

Program baru yang dicetuskan oleh seorang Lurah merupakan suatu

kebijakan dengan tujuan untuk mewujdukan suatu sasaran yang diinginkan.

Dalam hal ini yaitu untuk memberdayakan masyarakatnya.


28

2.2.6 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan

(empowerment), berasal dari kata „power’ (kekuasaan atau keberdayaan).

Karenanya, ide utama pemberdayaan berkaitan dengan konsep mengenai

kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk

membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan

dan minat mereka. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial

antar manusia.

Dengan pemahaman kekuasaan seperti hal diatas, pemberdayaan

sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna.

Dengan kata lain dapat dikatakan terjadinya proses pemberdayaan sangat

tergantung pada dua hal yakni : (1) Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika

kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan

cara apapun. (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan

pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Terkait dengan pengertian pemberdayaan, berdasarkan UU no 6 Tahun

2014 tentang Desa dijelaskan bahwa Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah

upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan

meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,

kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,

program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan

prioritas kebutuhan masyarakat Desa.


29

Menurut World Bank (2001) pemberdayaan dapat diartikan sebagai

upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok

masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice) atau

menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan

keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metoda, produk,

tindakan, dll.) yang terbaik bagi pribadi, keluarga dan masyarakatnya.

Menurut Parsons, et al., (1994) pemberdayaan adalah sebuah proses

agar setiap orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai

pengontroloan, dan mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga

yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang

memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi

perhatiannya (Dikutip dalam buku Pemberdayaan Masyarakat karya Totok

Mardikanto dan Poerwiki Soebiato, 2013).

Dalam upaya memberdayakan masyarakat tersebut pemimpin harus

dapat menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi

masyarakat berkembang (enabling). Disini titik tolaknya adalah pengenalan

bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat

dikembangkan. Dan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat

(empowering), dalam rangka ini pemimpin memerlukan langkah-langkah yang

lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana, pemimpin juga

harus menyediakan berbagai masukan serta akses ke berbagai peluang yang

akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Serta pemimpin harus


30

melindungi masyarakatnya, dengan mencegah masyarakat yang lemah

menjadi bertambah lemah yakni mencegah masyarakat yang tidak produktif

menjadi bertambah tidak produktif.

Pemberdayaan, pada hakikatnya adalah untuk menyiapkan masyarakat

agar mereka mampu dan mau secara aktif berpartisipasi dalam setiap program

dan kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk memperbaik mutu hidup

masyarakat, baik dalam pengertian ekonomi, sosial, fisik, maupun mental.

Meskipun partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus

ditumbuhkembangkan dalam proses pembangunan namun didalam praktiknya,

tidak selalu diupayakan dengan sungguh-sungguh.

2.2.7 Konsep Partisipasi Masyarakat

Dikutip dalam buku Pemberdayaan Masyarakat karya Totok

Mardikanto dan Poerwiki Soebiato, 2013, menurut Bornby partisipasi

diartikan sebagai tindakan untuk “mengambil bagian” yaitu kegiatan atau

pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud

memperoleh manfaat. Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa, partisipasi

merupakan keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk

mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, diluar pekerjaan atau

profesinya sendiri (Theodorson, 1969). Keikutsertaan tersebut, dilakukan

sebagai akibat dari terjadinya interaksi sosial antara individu yang

bersangkutan dengan anggota masyarakat yang lain (Raharjo, 1983).


31

Sedangkan menurut Beal (1964) partisipasi, khususnya partisipasi

yang tumbuh karena pengaruh atau karena tumbuh adanya rangsangan dari

luar, merupakan gejala yang dapat diindikasikan sebagai proses perubahan

sosial yang eksogen. Sebagai suatu kegiatan, Verhangen (1979) menyatakan

bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan

komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab,

dan manfaat.

Tumbuhnya interaksi dan komunikasi tersebut, dilandasi oleh adanya

kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat mengenai (a) kondisi yang tidak

memuaskan dan harus diperbaiki, (b) kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui

kegiatan manusia atau masyarakatnya sendiri, (c) kemampuannya untuk

berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat dilakukan, (d) adanya kepercayaan

diri, bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi kegiatan

yang bersangkutan.

Yadav (UNAPDI, 1980) Dikutip dalam buku Pemberdayaan

Masyarakat karya Totok Mardikanto dan Poerwiki Soebiato, 2013,

mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan

partsipasi masyarakat di dalam kegiatan pembangunan yaitu partisipasi dalam

pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, partisipasi

dalam pemantuan dan evalusai pembangunan, serta partisipasi dalam

pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan


32

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui

dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi

langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-

program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Partisipasi masyarakat dalam pelaksaan kegiatan harus diartikan sebagai

pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai,

dan atau beragam bentuk sumbangan lainnya yang sepadan dengan

manfaat yang akan diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang

bersangkutan.

c. Partisipasi dalam pemantuan dan evaluasi pembangunan

Kegiatan pemantuan dan evaluasi program diperlukan bukan hanya agar

tujuannya dapat dicapai sesuai harapan namun juga diperlukan untuk

memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang

muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal

ini, partisipasi masyarakat untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan

dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat

diperlukan.

d. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan

Pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan

kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program

pembangunan yang akan datang.


33

Dilihat dari tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1988)

mengemukakan adanya lima tingkatan partisipasi, yaitu (1) Memberikan

informasi (Information), (2) Konsultasi (Consultation) yaitu menawarkan

pendapat, sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan-balik, tetapi

tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut. (3) Pengambilan

keputusan bersama (Deciding together), dalam arti memberikan dukungan

terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan serta, mengembangkan peluang yang

diperlukan guna pengambilan keputusan. (4) Bertindak bersama (Acting

together), dalam arti tidak sekadar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi

juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya. (5)

Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) dimana

kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan

lain untuk mengembangkan agenda kegiatan.

Gambar 1. Jenjang Tingkat Partisipasi

(Wilcox, 1988)

Supporting

Substantial

Acting together Participation

Degree of control

Deciding together

Consultation

Information

Sumber : Buku Pemberdayaan Masyarakat karya Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto.
34

Dalam buku Pemberdayaan Masyarakat karya Totok Mardikanto dan

Poerwiki Soebiato, 2013, Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan

berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat

ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk

berpartisipasi,

2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi,

3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi.

Gambar 2. Syarat Tumbuh dan Berkembangnya Partisipasi Masyarakat

Kemauan

Berpartisipasi

Partisipasi
Kesempatan
Masyarakat Dalam
Berpartisipasi
Pembangunan

Kemampuan

Berpartisipasi

Sumber : Buku Pemberdayaan Masyarakat karya Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto
Penjelasan :

1. Kesempatan untuk berpartisipasi

Kesempatan yang dimaksudkan ialah adanya kemauan politik dari

penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan, selain itu


35

adanya kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan, adanya

kesempatan untuk memanfaatkaan dan memobilisasi sumberdaya untuk

pelaksanaan pembangunan, adanya kesempatan untuk memperoleh dan

menggunakan teknologi yang tepat termasuk peralatan/perlengkapan

penunjangnya, adanya kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk

memperoleh peraturan, perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus

dilaksanakan, serta adanya kesempatan untuk mengembangkan

kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, menggerakkan, dan

mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat.

2. Kemampuan untuk berpartisipasi

Yang dimaksudkan dengan kemampuan disini ialah kemampuan untuk

menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun,

atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu

hidupnya), kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki, serta

kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan

menggunakan sumberdaya dan kesempatan lain yang tersedia secara

optimal.

3. Kemauan untuk berpartisipasi

Kemauan untuk berpartisipasi, utamanya ditentukan oleh sikap mental

yang dimiliki masyarakat untuk membangun atau memperbaiki

kehidupannya, yang menyangkut sikap untuk meninggalkan nilai-nilai

yang menghambat pembangunan, sikap terhadap penguasa atau pelaksana


36

pembangunan, sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak

cepat puas diri, sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan

tercapainya tujuan pembangunan, serta sikap kemandirian atau percaya

diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya.


37

2.3 Kerangka Pemikiran


UU No. 5 Tahun 1979
(Tingkat Desa/Kelurahan)

Kelurahan Samplangan

Kepemimpinan dan Pemimpin


Kelurahan Samplangan Tahun 2010-Sekarang

I Made Duwita
Tahun 2010-2010
Pemberdayaan
Pande Made Suweda Masyarakat
Tahun 2010-2011

I Kadek Ari Juliawan


Tahun 2011-2013 Realisasi Anggaran
Pemberdayaan
Putu Mega Indrawan Masyarakat
Tahun 2014-Sekarang

Pemimpin yang berhasil Program Pemberdayaan Masyarakat


melalui Lembaga Kemasyarakatan

1. Gaya atau Tipe Kepemimpinan LPM, PKK, Karang Taruna


2. Teori Kepemimpinan
3. Sifat-Sifat Kepemimpinan
4. Faktor-Faktor Kepemimpinan

Peranan Kepemimpinan Lurah Dalam Pemberdayaan


Masyarakat melalui Lembaga Kemasyarakatan
Di Kelurahan Samplangan, Kabupaten Gianyar

Anda mungkin juga menyukai