Anda di halaman 1dari 42

Pengantar Filsafat

Kuliah Program Matrikulasi


Pascasarjana STF Driyarkara
25 Agust & 01 Sept 2020

H. Dwi Kristanto
Deskripsi Matakuliah

• MK ini bertujuan menghantar para peserta untuk memasuki alam


Filsafat.
• Maka, peserta akan diajak mengenali pengertian Filsafat, objek kajian
Filsafat, pembagian studi Filsafat, dan relevansi Filsafat.
• MK ini dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan.
• Penilaian didasarkan pada ujian tertulis.
• Bahan wajib:
(1) Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Kanisius, 1981.
(2) Simon Blackburn, Think. A Compelling Introduction to Philosophy,
Oxford: Oxford University Press, 1999.
Bahan bacaan
Bacaan Penuntun Lain
1. C. A. van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat, Gramedia, 1988.
2. Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Ghalia Indonesia, 1984.
3. Franz Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, 1992.
4. Edward Craig, Philosophy: A Very Short Introduction, Oxford: Oxford
University Press, 2002.
5. Nigel Warburton, Philosophy: The Basics, 5th ed. Routledge, 2013.
6. Jostein Gaarder, Sophie’s World: A Novel about the History of
Philosophy, Farrar-Strauss-Giroux, 1994.
7. Archie J. Bahm, Comparative Philosophy: Western, Indian and
Chinese Philosophies Compared, Vikas Press, 1977.
1.Apa itu Filsafat.

2.Objek kajian Filsafat.


Sistematika
Kuliah 3.Pembagian bidang dalam
Filsafat.
4.Untuk apa belajar Filsafat.
01. Apa itu Filsafat?
01. Apa itu Filsafat
• ‘Filsafat’ berasal dari kata Yunani «philosophia»,
1. Philein (mencintai, mencari) → philos (pencinta)
2. Sophos (bijak) → sophia (hikmat, kebijaksanaan, pengetahuan).
Jadi, ‘filsafat’ berarti mencintai/mencari kebijaksanaan, hikmat,
pengetahuan; dan ‘filosof’ berarti pencinta/pencari hikmat,
kebijaksaan, pengetahuan.
• Pengertian itu masih sangat umum.
• Filsafat adalah “apa yang dilakukan para filosof, yang terungkap dalam
karya-karya tertulis mereka” (seperti Plato, Aristoteles, Descartes, Kant,
Rawls, Lao-Tzu, Confucius, etc). Tentu saja ini juga belum menjelaskan
apa itu Filsafat bagi mereka yang belum pernah membaca karya-karya
para filosof itu.
01. Apa itu Filsafat
Filsafat & Ilmu Pengetahuan (sains)
Pembedaan di antara keduanya bisa membantu memahami hakikat
Filsafat.

❑Ilmu (sains): pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren mengenai


bidang tertentu dari kenyataan.
❑Filsafat: pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang
seluruh kenyataan.
Pembeda: objek dan metode
02. Objek Filsafat
Konon
Filsafat
adalah mater
scientiae (ibu
segala ilmu
pengetahuan)

Filsafat:
upaya
manusia
menyelidiki
segala
sesuatu
02. Apa Objek Filsafat?
02. Objek Filsafat
Bicara masa lalu-kini-masa
GEJALA Lampu merah: behenti
depan, masa lalu sebagai
Lampu hijau: berjalan
legitimasi status quo,
Pencuri harus diberi pelajaran
monumen, nostalgia

Asumsi ttg Manusia itu makhluk Manusia itu makhluk


Manusia temporalitas aturan/hukum

Cabang
Ilmu Sejarah Ilmu Hukum
Ilmu
02. Objek Filsafat
IlmIlmu Psikologi Ilmu Sejarah

Makhuk historis
Ilmu Hukum

Makhuk berjiwa
Ilmu Makhluk hukum
Sosiologi
Makhluk sosial Etc. Makhluk biologis Ilmu Biologi

Makhluk kultural
Makhluk ekonomis
Ilmu Makhluk spiritual Ilmu Ekonomi
Antropologi
Ilmu
Spiritualitas
02. Objek Filsafat
• Ilmu pengetahuan (sais) memiliki objek spesifik
• Filsafat menjadikan segala yang ada sebagai bahan penyelidikan.
Mempertanyakan segala sesuatu.
• Maka, bisa jadi OBJEK MATERIAL FILSAFAT = OBJEK MATERIAL ILMU
• Yang membedakan adalah OBJEK FORMAL, yakni sudut pandang atau segi
yang hendak diselidiki.
• Contoh:
➢ Ilmu Biologi bertanya: “Siapa dan apakah hidup manusia berdasarkan fungsi
dan kinerja organ-organ biologisnya? Bagaimana organ-organ itu berfungsi?”
➢ Filsafat bertanya: “Siapakah manusia, makhluk biologis itu? Apakah kinerja
organ-organ biologisnya menyingkapkan keseluruhan realitas tentang siapa
manusia dan apa itu atau nilai hidup? Apakah manusia itu identik dengan
tubuh biologisnya?”
02. Objek Filsafat
• Untuk mengetahui fungsi organ-organ tubuh, ilmu Biologi mengadakan
penelitian empiris, mengukur, membuat statistik, dsb. Akan tetapi para
ahli ilmu biologi kadang bisa keluar dari metodologi empiris dan
bertanya: apakah artinya hidup? Apakah hidup hanya tergantung pada
berfungsinya organ-organ tubuh? Bukankah Allah dan malaikat yang
tak bertubuh dikatakan hidup? Apakah jiwa manusia ada dalam dan
tergantung pada tubuh atau terpisah? Dst. Dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ini, sang ahli ilmu biologi itu telah melampaui
ilmunya dan mulai ber-filsafat.
• Seorang sejarawan mengumpulkan bukti-bukti historis untuk
menjelaskan dan menyusun narasi atas suatu peristiwa dalam periode
waktu tertentu. Ia mulai berfilsafat ketika bertanya: Apakah kebenaran
dalam sejarah? Apakah bukti historis itu? Apakah ada objektivitas
dalam ilmu sejarah atau semuanya hanya interpretasi? Dst.
02. Objek Filsafat
• Filsafat menyelidiki hal-hal yang sering diandaaikan begitu saja oleh ilmu
pengetahuan lain. Misalnya bertanya: apa artinya tahu? Apa artinya benar?
Apakah ‘arti’ atau ‘makna’ itu?
• Filsafat tidak menerima begitu saja informasi yang didapatkan, tetapi masih
bertanya lebih jauh lagi. Ketika seorang filsuf bertanya, «Apa maksudnya
ini?». Filsuf lainnya akan bertanya lebih jauh, «Apa yang kamu maksud
dengan ‘Apa maksudnya ini’?» --REFLEKSI—
• Sikap filosofis sudah ada dalam diri tiap orang ketika bertanya, «Mengepa
kok bisa begitu?», «Anda yakin demikian?», «Apa alasannya Anda bersikap
demikian?».
• Ada konstatasi faktual yang dengan mudah bisa diverifikasi benar-salah.
Misal: «Pemanasan global mengakibatkan perubahan musim».
• Ada konstatasi argumentatif yang tidak bisa diverikasi begitu saja dan
menuntuk argumentasi lebih lanjut. Misal: «Konsep sejarah Marxis lebih
valid dibanding konsep sejarah Kristen».
02. Objek Filsafat
• Filsafat: ilmu tanpa batas. Kuncinya: refleksi kritis.
• Berbeda dengan ilmu-ilmu, filsafat tidak bermaksud memperluas
pengetahuan kita melalui penemuan data-data atau informasi baru
tentang manusia, masyarakat, dan alam semesta–tugas ini dilakukan
ilmu pengetahuan!
• Filsafat “hanya” memperdalam dan menjernihkan pemahaman kita
dengan merefleksikan apa yang kita telah akrab, namun biasanya
lolos dari radar refleksi persis karena kita merasa begitu akrab.
• Misalnya: apa itu hidup, kematian, lapar, keadilan, kekuasaan, cinta,
kekerasan, Tuhan, jiwa, tubuh, publik, privat, bagaimana berpikir
logis; apa itu hukum, uang, politik, teknologi, kesadaran, waktu,
ruang; apa itu baik, buruk, kebaikan, kejahatan, dst?
02. Objek Filsafat
• Teologi: Mendasarkan penalaran dan argumen pada apa yang diyakini
sebagai wahyu Ilahi dalam Kitab Suci. Itulah mengapa tiap-tiap agama
punya teologi-nya sendiri. Prinsip Teologi: fides quaerens intellectum
(iman yang mencari pendasaran nalar). Iman menjadi titik tolak dan
framework dari proses refleksi kritis. Dinamika Teologi: Credo ut
intelligam. (Percaya dulu supaya dapat semakin mengerti)
• Filsafat: Mendasarkan argumen dan refleksi pada daya nalar manusia
(rasio; akal budi), entah orang tsb beragama atau percaya pada Tuhan
atau tidak. Itulah mengapa lingkup filsafat tidak mengenal batas-batas
agama. Tentu aktivitas berpikir rasional yang dijalankan Filsafat bisa pula
menghantar pada pertanyaan soal ‘the ultimate being’ (Mengapa ada
sesuatu daripada tidak ada sesuatu sama sekali?). Filsafat bisa
menghantar pada keyakinan akan adanya Penyebab Pertama yang tidak
disebabkan yang lain lagi. Dinamika Filsafat: Intelligo ut credam
(Mengerti dulu supaya dapat percaya).
02. Ciri Objek Kajian Filsafat
▪ Lingkupnya umum dan luas: filsafat bukan kajian spesifik (tidak seperti riset
neurologi yang meneliti bagian otak yang berfungsi menggerakkan memory),
tetapi, misalnya, membahas ‘kesadaran’, yang melintasi batas-batas ilmu
seperti neurologi, psikologi, elektronik, sejarah, seni, dan teologi sekaligus.
▪ Menyangkut prinsip mendasar: filsafat bukan terutama mengkaji, misalnya,
apakah saya harus merawat teman yang sakit, atau membayar 1 juta utang
saya kepada si X, tetapi mengkaji ‘hakikat kewajiban moral dan asal usulnya’.
▪ Tingkat abstraksi yang khas: filsafat tidak mengkaji, misalnya, berapa polisi dan
jaksa yang telah disuap berapa oleh Djoko Tjandra. Siapa saja yang biasanya
melakukan korupsi, apa faktor-faktor yang membuat praktik korupsi marak. Itu
bisa diselidiki oleh ilmu sosiologi politik. Tetapi Filsafat bertanya lebih jauh apa
itu ‘korupsi’ dan bagaimana korupsi bukan hanya menyangkut soal finansial,
melainkan pembusukan tatanan kehidupan bersama dan karakter moral
personal dan warga. Filsafat tidak terbatas pada data kuantitatif, tetapi ber-
’spekulasi’ lebih jauh dengan menggunakan nalar dan logika.
02. Objek. Mengapa Manusia Berfilsafat?
▪ Keheranan/keingintahuan: “dengan penuh heran dan takjub kita
menyaksikan bintang, matahari dan langit; rasa heran itu mendorong
keingintahuan dan penyelidikan; dari situ berasal filsafat” (Plato).
▪ Kesangsian/kepastian: “Mengapa kita mempercayai panca indera kita;
bukankah panca indera sering menipu kita? Betulkan kita bisa
memperoleh pengetahuan yang pasti? Juga bila kita menyangsikan
segala sesuatu, kita bisa pasti pada diri kita sendiri yang
menyangsikan itu” cogito ergo sum –saya berpikir maka saya ada
(Descartes), si fallor sum –saya keliru maka saya ada (Agustinus).
▪ Kesadaran akan keterbatasan: semakin kita menyadari betapa
terbatasnya manusia (termasuk pengetahuan kita), semakin terpukau
heran dan semakin ingin kita menyelidiki segala segi eksistensi dan
kehidupan kita. Mengapa manusia terbatas dan selalu ingin
melampaui keterbatasannya?
02. Objek. Mengapa Manusia Berfilsafat?

B. Russel: «Filsafat perlu dipelajari bukan untuk


mendapatkan suatu jawaban yang pasti bagi tiap
pertanyaan yang muncul. Sebab, tidak tiap jawaban yang
pasti akan memuaskan pertanyaan itu sendiri. Sejatinya,
pertanyaan-pertanyaan itulah yang memperluas
pemahaman kita tentang apa yang mungkin,
memperkaya imajinasi intelektual kita dan mengurangi
kepercayaan pada kepastian-kepastian dogmatis yang
justru dapat membelenggu pikiran kita sehingga tidak
ber-spekulasi lagi. Lebih dari semua itu, berkat
kebesaran semesta yang dipikirkan oleh Filsafat, pikiran
kita juga menjadi lebih besar dan mampu mencapai
kesatuan dengan semesta, hal mana merupakan
kebaikan tertinggi bagi manusia».
Filsafat adalah seni kritik. Bukan seakan-akan ia
membatasi diri pada destruksi, atau seakan-akan takut
membawa pandangan positifnya sendiri. Melainkan kritis
dalam arti bahwa Filsafat tidak pernah berpuas diri, tidak
pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, tidak
pernah memotong perbincangan, selalu bersedia,
bahkan senang, untuk membuka kembali perdebatan,
selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti
bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan
setiap putaran tesis-antitesis-dan antitesisnya antitesis.
Filsafat adalah bagaikan anjing yang tidak membiarkan
sistem-sistem normatif yang sudah mapan menjadi
tempat istirahat bagi kepentingan-kepentingan ideologis.
Filsafat menggonggong, mengganggu, menggigit.
Goya:

The Sleep of Reason


Produces Monsters
Bagaimana Berfilsafat (Metodologi)
• Jawaban singkat: Berpikir, berefleksi dengan nalar
• Jawaban panjang:
1) Meragukan dan mempertanyakan. «Adalah rasa heran, rasa
penasaran yang telah membuat orang berfilsafat dan terus
membuat mereka berfilsafat» (Aristoteles, Metaphysics 982b12).
2) Merumuskan pertanyaan dan persoalan. Pertanyaan yang tepat dan
benar memudahkan menemukan jawaban dan solusi. Dalam filsafat
bertanya secara benar lebih penting daripada menawarkan jawaban
yang benar. Pertanyaan yang sama akan mendapat beragam
jawaban yang berbeda.
3) Menawarkan jawaban, yang bisa berupa analisis atas persoalan,
memberikan definisi dan penjelasan.
Bagaimana Berfilsafat (Metodologi)
4) Memberikan argumentasi yang sahih untuk memberi
pertanggungjawaban rasional atas jawaban terhadap sebuah
persoalan. Filsuf harus dapat memberikan argumentasi yang sahih
dan masuk akal.
5) Dialektika. Ketika sebuah jawaban dikemukakan dan didukung
dengan suatu argumentasi yang sahih, filsuf lain akan merefleksikan
secara kritis jawaban dan argumentasi tersebut. Biasanya filsuf lain
akan menawarkan jawaban dan argumentasi yang mengoreksi
jawaban dan argumentasi sebelumnya. Demikianlah terjadi proses
dialektis: tesis—antitesis—sintesis (= tesis baru)—antitesis, dst.
6) Mempertanyakan motivasi orang. Mengapa orang mempercayai
adanya Allah? Mengapa semua orang menghendaki keadilan?
Mengapa orang menyukai keindahan?
III. Cabang-cabang Filsafat
Tiga Dimensi Filsafat

3. NILAI 2. PENGETAHUAN

1. ADA
III. Cabang Filsafat
Immanuel Kant (1724-1804): Seluruh
minat refleksi saya, spekulatif maupun
praktis, terpadatkan dalam tiga
pertanyaan berikut
1) Apa yang bisa saya percaya?
→ Ontologi/Metafisika
2) Apa yang dapat saya ketahui?
→ Epistemologi
3) Apa yang harus saya lakukan?
→ Etika
III. Cabang Filsafat
Filsafat merupakan suatu refleksi kritis
atas tiga golongan realitas dalam hidup
manusia:
1) Hakikat (nature) realitas atau
kenyataan itu sendiri → Ontologi/
Metafisika
2) Keterpahaman (intelligibility) realitas
→ Epistemologi
3) Tindakan sikap manusia (action &
attitude) di hadapan realitas → Etika,
Estetika
III. Cabang Filsafat
Deskripsi Singkat Cabang-cabang Filsafat
I. Filsafat tentang hakikat realitas, kenyataan yang ADA
A. Ontologi (Metafisika Umum): mengkaji «semua pengada sejauh
mereka ada». Mempertanyakan apa YANG ADA. Misal: Aristoteles
mengatakan yang ada pada dirinya sendiri itu substansi (yang meng-
ada secara berdikari). Sementara itu sesuatu yang adanya
tergantung pada substansi adalah aksiden (yang ada-nya tergantung
pada suatu substansi). Joko = substansi. Putih, ganteng, pintar,
saleh, berlari, pusing dll. = aksiden yang menumpang pada substansi
Joko.
B. Metafisika khusus:
i. Teodise (Teologi Metafisik, Filsfat Ketuhanan): Tuhan sebagai Pengada Pertama
ii. Antropologi (Filsafat Manusia): Manusia sebagai Pengada yang sadar akan ada
iii. Kosmologi (Filsafat Alam): Semesta sebagai Pengada di sekitar manusia
III. Cabang Filsafat
B. Metafisika Khusus
i. Teodise (Teologi Metafisik): menyelidiki Pengada Pertama yang
tidak diadakan oleh yang lain lagi, y.i. Tuhan. Apa bukti bahwa
Tuhan itu ada (eksis)? Mengapa Tuhan itu niscaya bersifat baik,
sementara di dunia ditemukan penderitaan dan kejahatan?
Betulkah Tuhan itu adil, sementara di antara ciptaan kita melihat
adanya kesenjangan?
Ateisme = tidak ada Allah, manusia sendirian di dalam kosmos
Agnostisisme = tidak dapat diketahui apakah Allah itu ada atau tidak
Panteisme = seluruh komos (semesta) ini adalah yang ilahi, Allah
Teisme = Allah itu ada, Dia pencipta dan manusia serta kosmos adalah
ciptaan yang ada-nya tergantung pada Allah
III. Cabang Filsafat
B. Metafisika Khusus
ii. Antropologi: mengkaji manusia sebagai pengada yang sadar akan
dan mempertanyakan ada-nya; mempertanyakan posisi manusia di
dalam kosmos, hubungannya dengan Pengada Pertama (Tuhan), dan
dengan pengada lain (manusia dan benda). Manusia itu bertubuh,
tetapi juga berjiwa. Ia memiliki pengertian dan kehendak, tahu bahwa
ia tahu, dan sadar bahwa dia menghendaki. Manusia itu individu, tetapi
sekaligus makhluk sosial, memiliki kewajiban moral di hadapan orang
lain, dst.
iii. Kosmologi: mengkaji kosmos (dunia, semesta) tempat manusia
berada. Kini, kosmologi menanggapi persoalan-persoalan yang
melampaui data-data fisik yang dikemukakan ilmu alam (fisika, biologi,
kimia): apa itu materi, egergi, hidup; apa dampak teori evolusi bagi
manusia, apakah manusia terdeterminasi oleh kondisi fisiobiologisnya?
III. Cabang Filsafat
II. Filsafat tentang PENGETAHUAN
A. Epistemologi: mengkaji pengetahuan
manusia. Bagaimana manusia bisa
tahu? Dari mana pengetahuan
manusia: pengalaman indrawi atau
dari akal budi? Bagaimana manusia
bisa tahu bahwa pengetahuannya itu
benar? Apakah panca indera bisa
diandalkan sebagai sumber
pengetahuan? Apa itu kebenaran?
Sungguhkah manusia bisa tahu secara
pasti?
B. Logika:
III. Cabang Filsafat
II. Filsafat tentang PENGETAHUAN
B. Logika: mengkaji cara berpikir atau cara benalar
manusia. Dari potongan-potongan pengetahuan yang
terungkapkan dalam pernyataan-pernyataan, manusia
biasanya menarik suatu kesimpulan. Logika
menyelidiki apakah cara pengambilan kesimpulan itu
sah atau tidak. Suatu penarikan kesimpulan bisa sah
atau logis (lurus) tetapi tidak benar, karena tidak
sesuai kenyataan. Misalnya:
Semua mahasiswa STF itu pintar
Bima adalah mahasiswa STF
Jadi, Bima adalah orang pintar.
III. Cabang Filsafat
III. Filsafat tentang Pengetahuan
C. Filsafat Ilmu (sains): merefleksikan landasan,
metode, dan implikasi ilmu pengetahuan (sains).
Mempertanyakan: apakah batas sains dan non-
sains? Betulkan metode pengamatan empiris
merupakan satu-satunya metode pengetahuan
yang dapat dipertanggungjawabkan, y.i.
diverifikasi (positivisme logis)? Karl Popper:
kriteria sains adalah falsifikasi, bila suatu
pernyataan bisa dibuktikan salah, maka itu sains.
Lalu, apa artinya kemajuan ilmu pengetahuan?
Thomas Kuhn: kemajuan sains itu relatif terhadap
paradigma yang dipakai.
III. Cabang Filsafat
III. Filsafat tentang NILAI
A. Etika: mereflekasikan nilai baik-buruknya
perilaku manusia yang mengalir dari
kesadaran dan kebebasan. Apa artinya
hidup baik? Apa yang harus dilakukan
supaya menjadi manusia baik? Apa itu
norma moral? Mengapa manusia itu bebas
tetapi sekaligus terikat tanggung jawab?
Mengapa tidak boleh mencuri, berzinah,
berbohong, dst? Siapakah yang memiliki
otoritas menentukan baik-buruk? Apa ada
standar baik-buruk yang objektif atau
semuanya bersifat subjektif?
III. Cabang Filsafat
III. Filsafat tentang NILAI
B. Filsafat Politik: mengenai nilai tindakan
manusia dalam lingkup kehidupan publik, y.i.
sebagai warga negara. Manusia tidak mengejar
kebahagiaan sendirian, melainkan sebagai
makhluk yang hidup bersama dalam suatu
masyarakat yang terorganisasi. Filsafat politik
membahas topik-topik seperti keadilan,
kebebasan warga, hak-hak asasi manusia,
kekuasaan (pembagian, pembatasan,
legitimasi), bentuk pemerintahan yang
menjamin kebebasan warga dan keadilan, dst.
III. Cabang Filsafat
III. Filsafat tentang NILAI
C. Estetika: merefleksikan tentang nilai
keindahan. Dipertanyakan tentang hakikat
keindahan, bentuk-bentuk pengalaman
keindahan (keindahan alam, keindahan
seni, keindahan rohani, keindahan
jasmani), emosi-emosi yang terkait
dengan reaksi di hadapan keindahan yang
agung, yang mempesona, yang tragis, dsb.
Dipertanyakan pula apakah keindahan itu
melulu sesuatu yang subjektif (tergantung
pada penikmatnya) atau sesuatu yang
objektif (tergantung pada objek yang
indah itu sendiri).
III. Cabang Filsafat
▪ Selain 3 dimensi kajian filsafat di atas, ada bidang
studi yang biasanya disebut SEJARAH FILSAFAT. Dalam
Sejarah Filsafat, kita bertemu dengan kronologi,
perkembangan, dan perdebatan para filosof mengenai
semua tiga dimensi di atas (ontologi-metafisika,
epistemologi-filsafat ilmu-logika, etika-estetika).
▪ Sejarah sendiri tidak hanya diselidiki oleh ilmu sejarah,
tetapi juga menjadi kajian filsafat, y.i. FILSAFAT
SEJARAH. Filsafat Sejarah bertanya: mengapa manusia
dan pemahaman dirinya berdimensi historis? Apakah
sejarah memiliki pola tertentu: berjalan linear,
sirkuler, atau acak? Adakah sejarah manusia memiliki
tujuan? Apakah ada objektivitas dalam sejarah? Apa
kaitan narasi sejarah dan kekuasaan?
Periodisasi Sejarah Filsafat

Filsafat Barat Filsafat India Filsafat Cina


Kuno Weda Klasik
600 SM-400 M 2000-600 SM 600-200 SM
Patristik-Skolastik Skeptisisme Neo-Taoisme & Buddhisme
400 M-1500 M 600-300 SM 200 SM – 1000 M
Modern Puranis Neo-Konfusianisme
1500-1900 300 SM-1200 M 1000 – 1900 M
Kontemporer Muslim Modern
Setelah 1900 1200-1757 Setelah 1900
Modern
Setelah 1757
IV. Relevansi Filsafat
Beberapa relevansi studi Filsafat
1) Sebagai kajian kritis atas segala sesuatu, Filsafat bersifat lintas
sektoral disiplin ilmu sehingga memungkinkan orang memiliki
pandangan yang komprehensif atas realitas. Ilmu menganalisa dan
mengkalkulasi, filsafat memahami. Filsafat tidak menawarkan
pengetahuan baru (episteme), tetapi kebijaksanaan (sophia).
2) Sebagai refleksi kritis atas konsep-konsep yang diandaikan dalam
disiplin ilmu lain, filsafat membuat manusia selalu terjaga, open-
minded, dan tak mudah puas diri dengan pengetahuannnya.
3) Filsafat sebagai refleksi kritis membongkar kedok dan selubung
ideologis. Inilah yang dilakukan, misalnya oleh Karl Marx dalam
menelanjangi sistem kapitalisme.
4) Filsafat tidak menawarkan kegunaan praktis tetapi kejelasan.
Syarat Belajar Filsafat
• Mempunyai akal sehat & daya berpikir ketat.
• Keingintahuan yang besar, terutama minat pada jenis-
jenis pertanyaan yang mendasar.
• Independensi nalar dan proses berpikir, tidak begitu saja
percaya pada apa yang umum dan diyakini kebanyakan
orang, tradisi, opini umum, dsb.
• Ketajaman intelektual dan ketekunan; dalam filsafat tak
ada konsensus tunggal.
• Daya analitis yang memadai, kepekaan pada asumsi dan
impikasi gagasan, kepekaan pada makna dan keragaman
makna yang dapat ditarik dari gejala, kemampuan
mengolah gagasan abstrak dan kaitan berbagai gagasan.

Anda mungkin juga menyukai