Di
S
U
S
U
N
Oleh
Kelompok 6 B :
Masrur Subhan
Maulidia Rahmah
Nurul Fajri
PUJI Syukur kita panjatkan kehadiran tuhan yang maha Esa,karena atas karunianyalah, makalah ini
dapat selesai dengan baik tepat waktunya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran,dengan judul makalah “HIV/AIDS”.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami harapkan mampu memahami mengenai materi tentang
gangguan system otot dan rangka .Walaupun dalam penulisannya banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang .Namun ,berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak,akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah inin mungkin masih jauh dari kata sempurna, dengam masih banyaknya kekurangan dalam
makalah ini,penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, dengan harapan kedepan
supaya makalah ini dapat lebih sempurna lagi dan berguna bagi kita semua.
i
DAFTAR ISI
1.2Rumusan Masalah..............................................................................................................................2
DaftarPustaka ..................................................................................................................................... 19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Estimasi penduduk dunia yang menderita HIV pada tahun 2008 menurut United Nation
Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) adalah sekitar 33,4 juta orang dengan angka kematian
sekitar 2 juta orang. Benua Afrika adalah benua dengan penderita HIV/AIDS terbanyak (25,5
juta kasus) dimana Afrika Utara sebagai negara dengan HIV/AIDS terbanyak (sekitar lima juta
kasus) (Depkes RI, 2007).
Asia Tenggara menunjukkan negara dengan kasus HIV/AIDS terbanyak diikuti oleh
Thailand, Myanmar, Indonesia, dan Nepal (UNAIDS, 2010).
Fenomena gunung es dalam kasus HIV dan AIDS di Indonesia menjadi masalah yang
perlu mendapat perhatian. Pada tahun 2007, perkembangan epidemi HIV menunjukkan
peningkatan yang sangat tajam. Jumlah kasus HIV dan AIDS meningkat terus, dan dilaporkan
pada akhir tahun 2007 terdapat 11.141 pasien AIDS dan 6.066 orang HIV positif. Jumlah ini
diperkirakan hanya dari 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di Indonesia
(Sudikno, Simanungkalit, & Siswanto, 2011).
Penyakit tersebut di Indonesia ditemukan pertama kali di Provinsi Bali. Sejak 1987
sampai dengan September 2014, HIV/AIDS tersebar di 386 (78%) dari 498 kabupaten/kota di
seluruh provinsi di Indonesia (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 KLASFIKASI HIV/AIDS
Centers for Disease Control (CDC, USA 1986) menetapkan klasifikasi infeksi HIV pada orang
dewasa, dicantumkan dalam tabel 1. Untuk kepentingan klinis, khususnya berkaitan dengan inisiatif
pengobatan dan memperkirakan prognosis, klasifikasi yang lebih memadai ialah dengan memakai
hitungan sel CD4 karena perkembangan jumlah sel CD4 dalam darah sangat berkaitan dengan
status imunitas penderita. Klasifikasi hiv/aids di bagi menjadi beberapa fase sebagai berikut:
a. Fase 1
Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan terinfeksi.
Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini
antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan,
seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
b. Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah
positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain.
Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan
sembuh sendiri).
c. Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS. Gejala –
gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh – sembuh, nafsu
makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase
ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
d. Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat
berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan
infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru – paru yang menyebabkan radang paru – paru
dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi,
infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak yang
menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).
4
2.3 ETIOLOGI HIV/AIDS
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari sekelompok
virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human
T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat
(DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015).
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala
b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like illness
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada
d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, berat
badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologis
Kelompok Risiko Menurut UNAIDS (2017), kelompok risiko tertular HIV/AIDS sebagai
berikut:
a. Pengguna napza suntik: menggunakan jarum secara bergantian
b. Pekerja seks dan pelanggan mereka: keterbatasan pendidikan dan peluang untuk kehidupan
yang layak memaksa mereka menjadi pekerja seks
c. Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki
d. Narapidana
e. Pelaut dan pekerja di sektor transportasi
f. Pekerja boro (migrant worker): melakukan hubungan seksual berisiko seperti kekerasan
seksual, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV tanpa pelindung, mendatangi
lokalisasi/komplek PSK dan membeli seks (Ernawati, 2016).
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah
a. Lelaki homoseksual atau biseks
b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi
5
c. Orang yang ketagihan obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk (transfusi) (Susanto & Made Ari, 2013).
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh
yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,
semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entree yang terdapat
pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang dilakukan.
6
Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui pembungkus
glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-transcriptase, memungkinkan
terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-virus. Virus kemudian menempel dan merusak
CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4 dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan
replikasi virus yang direfleksikan dari hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat
virulensi yang tinggi.
Fase Infeksi HIV
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan AIDS.
Serokonversi
Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi viremia plasma dengan
penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah virus masuk melalui mukosa tubuh.
Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala yang cukup ringan dan tidak
spesifik, umumnya berupa demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam. Kemudian,
keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan
mulai terjadi penurunan nilai CD4, dan peningkatan viral-load.
Asimtomatik
Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Penderita infeksi
HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa intervensi pengobatan. Pada fase ini,
replikasi virus terus berjalan, virulensi tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4
secara konstan.
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi. CD4 dapat menurun
hingga lebih rendah dari 200/µl.
Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini bersifat berat,
meliputi dan mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem dalam tubuh. Menurunnya CD4
mempermudah infeksi dan perubahan seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
7
Demam > 2 minggu
Tuberkulosis paru
Sarkoma kaposi
Herpes rekuren
Limfadenopati
Candidiasis orofaring
Wasting syndrome
Stadium 1
Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan limfadenopati
persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit pada 2 atau lebih lokasi yang tidak
berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu lebih dari 3 bulan).
Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun tergantung pada pengobatan.
Status performa 1: aktif penuh dan asimtomatik.
Stadium 2
Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa tubuh. Risiko
penyakit infeksi antara lain:
Herpes zoster
8
Infeksi saluran pernafasan atas rekuren
Stadium 3
Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa
tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut:
Tuberkulosis paru
Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.
Stadium 4
Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS
defining infections, antara lain:
Tuberkulosis ekstrapulmoner
Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
Meningitis kriptokokal
Toksoplasmosis
Kriptosporidiosis
9
CMV
HIV wasting syndrome
Ensefalopati HIV
Sarkoma Kaposi
Limfoma
Pneumonia rekuren
Status performa 4: hanya dapat beraktivitas diatas tempat tidur lebih dari 50% waktu keseharian.
Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-
tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV hingga
menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:
Fase pertama umumnya muncul setelah 1-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada fase awal ini,
penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:
Sariawan
Sakit kepala
Kelelahan
Radang tenggorokan
Hilang nafsu makan
Nyeri otot
Ruam
Pembengkakan kelenjar getah bening
Berkeringat
Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan tubuh
sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu atau bahkan lebih.
10
Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas, bahkan
dapat merasa sehat. Padahal secara diam-diam, virus HIV sedang berkembang biak dan menyerang
sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.
Pada fase ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa
menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih berkurang secara drastis
sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.
AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir kehilangan
kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah putih berada jauh di
bawah normal.
Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering demam,
mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita
HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya
terjadi pada penderita AIDS antara lain:
c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem imun atau
kekebalan
d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa diare
kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral yang
disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi. Penderita akhirnya
meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto, 2009).
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV terkonfirmasi menurut
WHO:
a. Stadium 1 (asimtomatis)
1. Asimtomatis
2. Limfadenopati generalisata
b. Stadium 2 (ringan)
1. Penurunan berat badan < 10%
2. Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral
rekurens, keilitis angularis, erupsi popular pruritik
3. Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis, faringitis, otitis media
c. Stadium 3 (lanjut)
1. Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas
2. Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan
3. Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1 bulan
4. Kandidiasis oral persisten
5. Oral hairy leukoplakia
6. Tuberculosis paru
7. Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema, infeksi tulang/sendi, meningitis,
bakteremia
8. Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut
9. Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (< 0,5×109 /L) tanpa sebab jelas, atau
trombositopenia kronis (< 50×109 /L) tanpa sebab yang jelas
d. Stadium 4 (berat)
1. HIV wasting syndrome
2. Pneumonia akibat pneumocystis carinii
12
3. Menggunakan kondom
Pencegahan HIV selanjutnya adalah kamu harus ekstra hati-hati jika tahu bahwa
pasangan memiliki HIV. HIV bisa menular lewat darah dan air liur yang masuk ke dalam
tubuh, juga melalui hubungan seksual.
14
Ketika berhubungan seksual, lindungi diri dengan alat pengaman ekstra untuk
mencegah kemungkinan terjadinya alat pengaman/kondom yang robek dan lain sebagainya.
Jika bekerja dengan pasien HIV, pastikan kamu melindungi diri dengan sangat hati-hati.
Pencegahan HIV yang bisa kamu lakukan yaitu dengan menggunakan pakaian yang
diwajibkan oleh rumah sakit dan hati-hati dengan segala luka terbuka yang dimiliki.
Terutama jika luka terbukamu akan bersentuhan atau terkena kontak dengan pasien
HIV. Karena virus tersebut bisa menular melalui luka yang terbuka.
5. Lakukan vaksin
Pencegahan HIV yang kelima adalah melakukan vaksin hepatitis A dan hepatitis B,
serta melakukan tes secara teratur sangat baik untuk melindungi diri dari HIV.
6. Pre-exposure prophylaxis (PrEP)
PrEP merupakan metode pencegahan HIV dengan cara mengonsumsi antiretroviral bagi
mereka yang berisiko tinggi tertular HIV. Yaitu mereka yang memiliki lebih dari satu
pasangan seksual, memiliki pasangan dengan HIV positif, menggunakan jarum suntik yang
berisiko dalam 6 bulan terakhir, atau mereka yang sering berhubungan seksual tanpa
pengaman.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Human Immunodeficiency Virus(HIV) adalah sebuah virus yang mampu menyebabkan
penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang masuk ke dalam tubuhmu. HIV
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dengan menghancurkan sel CD4 (sel T).
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari sekelompok
virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human
T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat
(DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu.
Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh
yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-
tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV hingga
menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:Fase pertama: infeksi HIV akut, Fase kedua: fase laten
HIV, Fase ketiga: AIDS
cara pencegahan HIV yang bisa kamu praktikkan untuk melindungi diri dari virus mematikan
ini, berikut pencegahannya : Hindari seks bebas, Jangan gunakan jarum bergantian, Menggunakan
kondom, Perhatikan luka yang terbuka, Pre-exposure prophylaxis (PrEP)
Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna
menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obatan yang termasuk antiretroviral yaitu AZT,
Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk
penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya kekebalan tubuh.
17
3.2 SARAN
Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera mengonsumsi ARV
begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV untuk terserang AIDS akan semakin besar
jika pengobatan ditunda, karena virus akan semakin merusak sistem kekebalan tubuh. Selain itu,
penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Konsumsi obat yang
terlewat hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi
pengidap.
Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal berikutnya.
Namun jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter. Kondisi pengidap
juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai. Dokter juga dapat menggantinya sesuai dengan
kondisi pengidap. Selain itu, pengidap juga boleh untuk mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam
sehari.
18
DAFTAR PUSTAKA
United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) and World Health Organizations (WHO). AIDS
Epidemic Update. 2009. Diakses pada 2012
Olson. Rittenhouse. Kate., Nardin. De. Ernesto., 2014. Imunologi dan Serologi Klinis Modern untuk
Kedokteran dan Analis Kesehatan (MTL/CLT). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Irianto Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medias, dan Virologi Medis (Medical Bacteriology,
Medical Micology, and Medical Virology). Bandung. Penerbit Alfabeta.
Jean Pierre Attain. 1988. Laboratory Diagnosis of HIV Infections, First Asia-Pasific Congress of
Medical Virology, Singapore.
Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virology untuk Analis Kesehatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Nurachmah. Elly. Mustikasari., 2009. Factor Pencegahan HIV/AIDS Akibat Perilaku Bersiko Tertular
pada Siswa SLTP
f
19