Anda di halaman 1dari 23

HIV/AIDS

Di
S
U
S
U
N
Oleh
Kelompok 6 B :
Masrur Subhan
Maulidia Rahmah
Nurul Fajri

SMK KESEHATAN MUHAMMADIYAH BIREUEN


TAHUN AJARAN 2019-2020
KATA PENGANTAR

PUJI Syukur kita panjatkan kehadiran tuhan yang maha Esa,karena atas karunianyalah, makalah ini
dapat selesai dengan baik tepat waktunya.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran,dengan judul makalah “HIV/AIDS”.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami harapkan mampu memahami mengenai materi tentang
gangguan system otot dan rangka .Walaupun dalam penulisannya banyak mengalami kesulitan,
terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang .Namun ,berkat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak,akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah inin mungkin masih jauh dari kata sempurna, dengam masih banyaknya kekurangan dalam
makalah ini,penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, dengan harapan kedepan
supaya makalah ini dapat lebih sempurna lagi dan berguna bagi kita semua.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................................................i

Daftar Isi ...............................................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan ..............................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................1

1.2Rumusan Masalah..............................................................................................................................2

Bab Ii Pembahasan ..............................................................................................................................3

2.1 Pengertian Hiv/Aids..........................................................................................................................3

2.2 Klasifikasi Hiv/Aids..........................................................................................................................4

2.3 Etiologi Hiv/Aids..............................................................................................................................5

2.4 Patofisologi Hiv/Aids........................................................................................................................6

2.5 Tanda Dan Gejala Hiv/Aids..............................................................................................................10

2.6 Pencegahan Hiv/Aids........................................................................................................................13

2.7 Pengobatan Hiv/Aids.........................................................................................................................15

Bab III Penutup ...................................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................................................17

3.2 Saran ................................................................................................................................................18

DaftarPustaka ..................................................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai
penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan
tubuh, sehingga orang-orang yang menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan
dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang yang positif mengidap HIV belum
tentu mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem
imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat
berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh (Sopiah, 2009).
HIV akan menyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran darah
seseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang berdampak pada melemahnya
kekebalan tubuh seseorang. HIV/AIDS kemudian akan menimbulkan terjadinya infeksi
opportunistic lesi fundamental pada AIDS ialah infeksi limfosit T helper (CD4+) oleh HIV yang
mengakibatkan berkurangnya sel CD4+ dengan konsekuensi kegagalan fungsi imunitas
(Smeltzer, 2001).
Penyakit menular ini sangat menarik perhatian dunia sehingga badan dunia UN (United
Nations) bekerjasama dengan WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa, penyakit
menular ini dipengaruhi oleh perkembangan kesehatan tubuh seseorang yang dimana ada
beberapa faktor antara lain faktor keturunan, faktor kesehatan, faktor lingkungan, dan faktor
perilaku (Kurniawan, 2011).
Menurut WHO dalam Laporan Kemajuan 2011, pada akhir tahun 2010, diperkirakan
34 juta orang (31.600.000-35.200.000) hidup dengan HIV di seluruh dunia (Sianturi, 2012).
Epidemi HIV di Asia masih banyak terkonsentrasi pada Injecting Drug users (IDU).
Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya dan penjaja seks (heteroseksual maupun
homoseksual) beserta pelanggan maupun pasangan seks tetapnya (UNAIDS, 2010). Penularan
yang penting termasuk penetrasi tanpa kondom antara laki-laki, pengguna narkoba suntik,
suntikan yang tidak aman dan transfusi darah (WHO, 2007).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat
meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan (Komisi Penanggulangan AIDS
Nasional, 2006).

1
Estimasi penduduk dunia yang menderita HIV pada tahun 2008 menurut United Nation
Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) adalah sekitar 33,4 juta orang dengan angka kematian
sekitar 2 juta orang. Benua Afrika adalah benua dengan penderita HIV/AIDS terbanyak (25,5
juta kasus) dimana Afrika Utara sebagai negara dengan HIV/AIDS terbanyak (sekitar lima juta
kasus) (Depkes RI, 2007).
Asia Tenggara menunjukkan negara dengan kasus HIV/AIDS terbanyak diikuti oleh
Thailand, Myanmar, Indonesia, dan Nepal (UNAIDS, 2010).
Fenomena gunung es dalam kasus HIV dan AIDS di Indonesia menjadi masalah yang
perlu mendapat perhatian. Pada tahun 2007, perkembangan epidemi HIV menunjukkan
peningkatan yang sangat tajam. Jumlah kasus HIV dan AIDS meningkat terus, dan dilaporkan
pada akhir tahun 2007 terdapat 11.141 pasien AIDS dan 6.066 orang HIV positif. Jumlah ini
diperkirakan hanya dari 10 persen dari seluruh orang yang terinfeksi HIV di Indonesia
(Sudikno, Simanungkalit, & Siswanto, 2011).
Penyakit tersebut di Indonesia ditemukan pertama kali di Provinsi Bali. Sejak 1987
sampai dengan September 2014, HIV/AIDS tersebar di 386 (78%) dari 498 kabupaten/kota di
seluruh provinsi di Indonesia (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Jelaskan pengertin dari hiv/aids?
2. Bagaimana klasifikasi dari hiv/aids?
3. Bagaimana etiologi dari hiv/aids?
4. Bagaimana patofisiologi dari hiv/aids?
5. Jelaskan tanda dan gejala dari hiv/aids?
6. Bagaimana pencegahan dari hiv/aids?
7. Bagaimana pengobatan dari hiv/aids?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HIV/AIDS


HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang menyerang sistem imun
manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD 4+ dipermukaannya seperti makrofag dan
limfosit T. AIDS (acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu kondisi
immunosupresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder,
serta manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang berarti terdiri atas untai
tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel pejamu dan ditranskripkan kedalam DNA pejamu
ketika menginfeksi pejamu. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit
virus yang menyebabkan kolapsnya sistem imun disebabkan oleh infeksi immunodefisiensi manusia
(HIV), dan bagi kebanyakan penderita kematian dalam 10 tahun setelah diagnosis (Corwin, 2009).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat
turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIv (Hasdianah dkk, 2014).
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sebuah virus yang mampu menyebabkan
penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang masuk ke dalam tubuhmu. Seseorang
dapat terinfeksi penyakit ini dengan cara melakukan hubungan seksual tanpa alat pengaman
dengan mereka yang sudah mengidap penyakit ini atau berbagi jarum suntik dengan penderita
AIDS.
HIV secara drastis dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh, sehingga memungkinkan
penyakit, bakteri, virus, dan infeksi lainnya menyerang tubuhmu. Tidak seperti virus lainnya,
tubuhmu tidak bisa menyingkirkan HIV sepenuhnya. Jika sudah terinfeksi HIV, maka kamu akan
memiliki virus ini sepanjang hidup.
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dengan menghancurkan sel CD4 (sel
T). Sel CD4 adalah bagian dari sistem imun yang spesifik bertugas melawan infeksi. Infeksi HIV
menyebabkan jumlah sel CD4 turun secara dramatis sehingga sistem imun tubuhmu tidak cukup
kuat untuk melawan infeksi.
Akibatnya, jumlah viral load HIV bisa meningkat. Ketika viral load kamu tinggi, itu artinya
sistem kekebalan tubuh sudah gagal bekerja melawan HIV dengan baik.

3
2.2 KLASFIKASI HIV/AIDS
Centers for Disease Control (CDC, USA 1986) menetapkan klasifikasi infeksi HIV pada orang
dewasa, dicantumkan dalam tabel 1. Untuk kepentingan klinis, khususnya berkaitan dengan inisiatif
pengobatan dan memperkirakan prognosis, klasifikasi yang lebih memadai ialah dengan memakai
hitungan sel CD4 karena perkembangan jumlah sel CD4 dalam darah sangat berkaitan dengan
status imunitas penderita. Klasifikasi hiv/aids di bagi menjadi beberapa fase sebagai berikut:
a. Fase 1
Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan terinfeksi.
Tetapi ciri – ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini
antibody terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan,
seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan sembuh sendiri).
b. Fase 2
Umur infeksi: 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah
positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain.
Bisa saja terlihat/mengalami gejala – gejala ringan, seperti flu (biasanya 2 – 3 hari dan
sembuh sendiri).
c. Fase 3
Mulai muncul gejala – gejala awal penyakit. Belum disebut gejala AIDS. Gejala –
gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus
menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh – sembuh, nafsu
makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase
ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
d. Fase 4
Sudah masuk fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat
berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan
infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru – paru yang menyebabkan radang paru – paru
dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi,
infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak yang
menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala (Hasdianah & Dewi, 2014).

4
2.3 ETIOLOGI HIV/AIDS
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari sekelompok
virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human
T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat
(DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi, 2015).
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu:
a. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala
b. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 – 2 minggu dengan gejala flu like illness
c. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 – 15 atau lebih tahun dengan gejala tidk ada
d. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, berat
badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut
e. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 – 5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi
neurologis
Kelompok Risiko Menurut UNAIDS (2017), kelompok risiko tertular HIV/AIDS sebagai
berikut:
a. Pengguna napza suntik: menggunakan jarum secara bergantian
b. Pekerja seks dan pelanggan mereka: keterbatasan pendidikan dan peluang untuk kehidupan
yang layak memaksa mereka menjadi pekerja seks
c. Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki
d. Narapidana
e. Pelaut dan pekerja di sektor transportasi
f. Pekerja boro (migrant worker): melakukan hubungan seksual berisiko seperti kekerasan
seksual, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV tanpa pelindung, mendatangi
lokalisasi/komplek PSK dan membeli seks (Ernawati, 2016).
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah
a. Lelaki homoseksual atau biseks
b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi

5
c. Orang yang ketagihan obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk (transfusi) (Susanto & Made Ari, 2013).

2.4 PATOFISIOLOGI HIV/AIDS


Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan. Seiring pertambahan replikasi
virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD 4+ akan terus menurun. Umumnya, jarak
antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5 – 10 tahun. Infeksi
primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam, nyeri kepala, faringitis
dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan dengan
periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD 4+
selama bertahun – tahun hingga terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa
infeksi oportunistik). Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akibat reaksi autoimun, reaksi
hipersensitivitas, dan potensi keganasan (Kapita Selekta, 2014).
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel – sel yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum
tulang. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara progresif.
berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong (Susanto & Made
Ari, 2013).
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun – tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200 – 300 per
ml darah, 2 – 3 tahun setelah infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi
(herpes zoster dan jamur oportunistik) (Susanto & Made Ari, 2013).

Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh
yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).
 Transmisi HIV
HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,
semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entree yang terdapat
pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang dilakukan.

6
Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui pembungkus
glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-transcriptase, memungkinkan
terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-virus. Virus kemudian menempel dan merusak
CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4 dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan
replikasi virus yang direfleksikan dari hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat
virulensi yang tinggi.
 Fase Infeksi HIV
Infeksi HIV terdiri dari 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan AIDS.

 Serokonversi

Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini, terjadi viremia plasma dengan
penyebaran yang luas dalam tubuh, selama 4-11 hari setelah virus masuk melalui mukosa tubuh.
Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala yang cukup ringan dan tidak
spesifik, umumnya berupa demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam. Kemudian,
keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan
mulai terjadi penurunan nilai CD4, dan peningkatan viral-load.

 Asimtomatik

Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Penderita infeksi
HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa intervensi pengobatan. Pada fase ini,
replikasi virus terus berjalan, virulensi tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4
secara konstan.
 Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi. CD4 dapat menurun
hingga lebih rendah dari 200/µl.
Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini bersifat berat,
meliputi dan mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem dalam tubuh. Menurunnya CD4
mempermudah infeksi dan perubahan seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:

7
 Demam > 2 minggu

 Tuberkulosis paru

 Tuberkulosis ekstra paru

 Sarkoma kaposi

 Herpes rekuren

 Limfadenopati

 Candidiasis orofaring

 Wasting syndrome

 Stadium Infeksi HIV


Stadium infeksi HIV menurut WHO dibagi ke dalam 4 stadium.

 Stadium 1

Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan limfadenopati
persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit pada 2 atau lebih lokasi yang tidak
berdampingan dengan jarak lebih dari cm dan waktu lebih dari 3 bulan).

Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun tergantung pada pengobatan.
Status performa 1: aktif penuh dan asimtomatik.

 Stadium 2

Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang dari 10% massa tubuh. Risiko
penyakit infeksi antara lain:

 Herpes zoster

 Manifestasi minor mukokutan

8
 Infeksi saluran pernafasan atas rekuren

Status performa 2: simtomatik namun hampir aktif penuh.

 Stadium 3

Stadium 3 HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10% massa
tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala berikut:

 Diare kronik lebih dari 1 bulan

 Demam prolong lebih dari 1 bulan

 Kandidosis oral, kandidiasis vagina kronik

 Oral hairy leukoplakia


 Infeksi bakteri parah

 Tuberkulosis paru
Status performa 3: berada di tempat tidur lebih dari 50% dalam satu bulan terakhir.

 Stadium 4

Pasien HIV stadium 4 mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS
defining infections, antara lain:
 Tuberkulosis ekstrapulmoner

 Pneumoniac Pneumocystis jirovecii
 Meningitis kriptokokal

 Infeksi HSV lebih dari 1 bulan

 Kandidiasis pulmoner dan esofageal

 Toksoplasmosis

 Kriptosporidiosis
9

 CMV

 HIV wasting syndrome
 Ensefalopati HIV

 Sarkoma Kaposi

 Limfoma

 Pneumonia rekuren

Status performa 4: hanya dapat beraktivitas diatas tempat tidur lebih dari 50% waktu keseharian.

2.5 TANDA DAN GEJALA HV/AIDS

Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-
tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV hingga
menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:

Fase pertama: infeksi HIV akut

Fase pertama umumnya muncul setelah 1-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada fase awal ini,
penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:

 Sariawan
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Radang tenggorokan
 Hilang nafsu makan
 Nyeri otot
 Ruam
 Pembengkakan kelenjar getah bening
 Berkeringat

Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan tubuh
sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu atau bahkan lebih.
10

Fase kedua: fase laten HIV

Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas, bahkan
dapat merasa sehat. Padahal secara diam-diam, virus HIV sedang berkembang biak dan menyerang
sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.

Pada fase ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa
menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih berkurang secara drastis
sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.

Fase ketiga: AIDS

AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir kehilangan
kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah putih berada jauh di
bawah normal.

Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering demam,
mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita
HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya
terjadi pada penderita AIDS antara lain:

 Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan


 Pneumonia
 Toksoplasmosis
 Meningitis
 Tuberkulosis (TB)
 Kanker, seperti limfoma dan sarkoma kaposi

Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:


a. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung antara 7
bulan sampai 7 tahun lamanya
b. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati umum
11

c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem imun atau
kekebalan
d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa diare
kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral yang
disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi. Penderita akhirnya
meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto, 2009).
Stadium klinis HIV/AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi HIV terkonfirmasi menurut
WHO:
a. Stadium 1 (asimtomatis)
1. Asimtomatis
2. Limfadenopati generalisata
b. Stadium 2 (ringan)
1. Penurunan berat badan < 10%
2. Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral
rekurens, keilitis angularis, erupsi popular pruritik
3. Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir
4. Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis, faringitis, otitis media
c. Stadium 3 (lanjut)
1. Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas
2. Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan
3. Demam berkepanjangan (suhu >36,7°C, intermiten/konstan) > 1 bulan
4. Kandidiasis oral persisten
5. Oral hairy leukoplakia
6. Tuberculosis paru
7. Infeksi bakteri berat: pneumonia, piomiositis, empiema, infeksi tulang/sendi, meningitis,
bakteremia
8. Stomatitis/gingivitis/periodonitis ulseratif nekrotik akut
9. Anemia (Hb < 8 g/dL) tanpa sebab jelas, neutropenia (< 0,5×109 /L) tanpa sebab jelas, atau
trombositopenia kronis (< 50×109 /L) tanpa sebab yang jelas
d. Stadium 4 (berat)
1. HIV wasting syndrome
2. Pneumonia akibat pneumocystis carinii
12

3. Pneumonia bakterial berat rekuren


4. Toksoplasmosis serebral
5. Kriptosporodiosis dengan diare > 1 bulan
6. Sitomegalovirus pada orang selain hati, limpa atau kelenjar getah bening
7. Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau visceral
8. Leukoensefalopati multifocal progresif
9. Mikosis endemic diseminata
10. Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus
11. Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru
12. Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren
13. Tuberculosis ekstrapulmonal
14. Limfoma atau tumor padat terkait HIV: Sarkoma Kaposi, ensefalopati HIV, kriptokokosis
ekstrapulmoner termasuk meningitis, isosporiasis kronik, karsinoma serviks invasive,
leismaniasis atipik diseminata
15. Nefropati terkait HIV simtomatis atau kardiomiopati terkait HIV simtomatis (Kapita
Selekta, 2014).

2.6 PENCEGAHAN HIV/AIDS


Dari apa yang telah dibicarakan di atas jelaslah bahwa, sampai saat ini belum ditemukan vaksin
atau obat-obatan yang efektif untuk mencegah atau menyembuhkan infeksi HIV / AIDS. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa seseorang lebih mungkin mentransmisikan HIV lewat darah, kepada
pasangan seksual serta neonatus bila viral load virus dalam darah mereka tinggi. Selain itu juga saat
mereka berada dalam fase infeksi akut atau fase infeksi kronis simptomatik dengan penurunan
imunitas berat, ketika replikasi virus sedang tinggi. Beberapa faktor risiko yang mempermudah
terjadinya infeksi HIV antara lain adanya luka atau inflamasi pada daerah genital / rektal, belum di
sirkumsisi (terutama pada LSL), melakukan hubungan seksual saat mens, perubahan kolonisasi
flora normal pada vagina.
a. Secara umum
Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E) yaitu:
A. Abstinence – memilih untuk tidak melakukan hubungan seks berisiko tinggi, terutama seks
pranikah
13

B. Be faithful – saling setia


C. Condom – menggunakan kondom secara konsisten dan benar
D. Drugs – menolak penggunaan NAPZA E: Equipment – jangan pakai jarum suntik bersama
b. Untuk pengguna Napza
Pecandu yang IDU dapat terbebas dari penularan HIV/AIDS jika: mulai berhenti menggunakan
Napza sebelum terinfeksi, tidak memakai jarum suntik bersama.
c. Untuk remaja
Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, menghindari penggunaan obat-obatan
terlarang dan jarum suntik, tato dan tindik, tidak melakukan kontak langsung percampuran
darah dengan orang yang sudah terpapar HIV, menghindari perilaku yang dapat mengarah pada
perilaku yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab (Hasdianah & Dewi, 2014).
Rangkum cara pencegahan HIV yang bisa kamu praktikkan untuk melindungi diri dari
virus mematikan ini,
1. Hindari seks bebas
Seks bebas memang sangat dilarang, terlebih jika bergonta-ganti pasangan. Dari segi
kesehatan, seks bebas juga bisa memberikan efek yang berbahaya bagi tubuh.
Setialah dan jangan suka 'jajan' sembarangan di luar bagi pasangan yang sudah
menikah. Pencegahan HIV dengan menghindari seks bebas ini merupakan salah satu
langkah paling penting untuk terhindar dari penyakit ini.

2. Jangan gunakan jarum bergantian


Pencegahan HIV yang harus kamu perhatikan adalah jangan gunakan jarum secara
bergantian. Selalu perhatikan penggunaan jarum yang steril jika kamu berniat untuk
membuat tato atau pun tindik.

3. Menggunakan kondom
Pencegahan HIV selanjutnya adalah kamu harus ekstra hati-hati jika tahu bahwa
pasangan memiliki HIV. HIV bisa menular lewat darah dan air liur yang masuk ke dalam
tubuh, juga melalui hubungan seksual.
14

Ketika berhubungan seksual, lindungi diri dengan alat pengaman ekstra untuk
mencegah kemungkinan terjadinya alat pengaman/kondom yang robek dan lain sebagainya.

4. Perhatikan luka yang terbuka

Jika bekerja dengan pasien HIV, pastikan kamu melindungi diri dengan sangat hati-hati.
Pencegahan HIV yang bisa kamu lakukan yaitu dengan menggunakan pakaian yang
diwajibkan oleh rumah sakit dan hati-hati dengan segala luka terbuka yang dimiliki.

Terutama jika luka terbukamu akan bersentuhan atau terkena kontak dengan pasien
HIV. Karena virus tersebut bisa menular melalui luka yang terbuka.

5. Lakukan vaksin

Pencegahan HIV yang kelima adalah melakukan vaksin hepatitis A dan hepatitis B,
serta melakukan tes secara teratur sangat baik untuk melindungi diri dari HIV.

6. Pre-exposure prophylaxis (PrEP)

PrEP merupakan metode pencegahan HIV dengan cara mengonsumsi antiretroviral bagi
mereka yang berisiko tinggi tertular HIV. Yaitu mereka yang memiliki lebih dari satu
pasangan seksual, memiliki pasangan dengan HIV positif, menggunakan jarum suntik yang
berisiko dalam 6 bulan terakhir, atau mereka yang sering berhubungan seksual tanpa
pengaman.

2.7 PENGOBATAN HIV/AIDS


Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah antiretroviral
dan infeksi oportunistik. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti
HIV guna menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obatan yang termasuk antiretroviral yaitu
AZT, Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan
untuk penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya kekebalan tubuh. Yang penting untuk
pengobatan oportunistik yaitu menggunakan obat-obat sesuai jenis penyakitnya, contoh: obat-obat
anti TBC, dll (Hasdianah dkk, 2014).
15

Diagnosis Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:


a. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-
100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
b. Western blot Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
c. PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini digunakan untuk:
1. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada padabayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis.
2. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi
3. Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.
4. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2
(Widoyono, 2014).
16

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Human Immunodeficiency Virus(HIV) adalah sebuah virus yang mampu menyebabkan
penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yang masuk ke dalam tubuhmu. HIV
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dengan menghancurkan sel CD4 (sel T).
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari sekelompok
virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human
T-Cell Leukimia Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat
(DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu.

Patofisiologi HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus ke dalam tubuh
yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase: serokonversi, asimtomatik, dan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS).

Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-
tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV hingga
menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:Fase pertama: infeksi HIV akut, Fase kedua: fase laten
HIV, Fase ketiga: AIDS

cara pencegahan HIV yang bisa kamu praktikkan untuk melindungi diri dari virus mematikan
ini, berikut pencegahannya : Hindari seks bebas, Jangan gunakan jarum bergantian, Menggunakan
kondom, Perhatikan luka yang terbuka, Pre-exposure prophylaxis (PrEP)

Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna
menghambat perkembangbiakan virus. Obat-obatan yang termasuk antiretroviral yaitu AZT,
Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk
penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya kekebalan tubuh.
17

3.2 SARAN
Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera mengonsumsi ARV
begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV untuk terserang AIDS akan semakin besar
jika pengobatan ditunda, karena virus akan semakin merusak sistem kekebalan tubuh. Selain itu,
penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Konsumsi obat yang
terlewat hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi
pengidap.

Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal berikutnya.
Namun jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter. Kondisi pengidap
juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai. Dokter juga dapat menggantinya sesuai dengan
kondisi pengidap. Selain itu, pengidap juga boleh untuk mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam
sehari.
18
DAFTAR PUSTAKA

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) and World Health Organizations (WHO). AIDS
Epidemic Update. 2009. Diakses pada 2012

Olson. Rittenhouse. Kate., Nardin. De. Ernesto., 2014. Imunologi dan Serologi Klinis Modern untuk
Kedokteran dan Analis Kesehatan  (MTL/CLT). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Irianto Koes. 2014. Bakteriologi Medis, Mikologi Medias, dan Virologi Medis (Medical Bacteriology,
Medical Micology, and Medical Virology). Bandung. Penerbit Alfabeta.

Jean Pierre Attain. 1988. Laboratory Diagnosis of HIV Infections, First Asia-Pasific Congress of
Medical Virology, Singapore.

Kuswiyanto. 2015. Buku Ajar Virology untuk Analis Kesehatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Nurachmah. Elly. Mustikasari., 2009. Factor Pencegahan HIV/AIDS Akibat Perilaku Bersiko Tertular
pada Siswa SLTP

f
19

Anda mungkin juga menyukai